Tatalaksana Osteoartritis
Tatalaksana Osteoartritis
Tatalaksana Osteoartritis
KATA PENGANTAR
i
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan
kemampuan, kekuatan, serta kesempatan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Diagnosis & Tatalaksana
Osteoartritis” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga, orang tua, suami,
dan seluruh karyawan atas dukungan dan supportnya yang telah diberikan kepada penulis
dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini.
Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca
sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..…….. ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………… 3
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………. 8
3.1 Saran………………………………………………………………………………... 8
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 19
BAB I
PENDAHULUAN
Osteoartritis merupakan salah satu penyakit pada sendi yang ditandai dengan erosi
komponen kartilago articular secara progresif, inflamasi sendi, pembentukan osteofit, dan
kerusakan tulang subkondral. Proses-proses tersebut menyebabkan berkurangnya aktifitas
fisik, dan kualitas hidup.
Osteoartritis diketahui dialami sepertiga populasi di atas usia 65 tahun dan merupakan
satu dari lima penyebab disabilitas utama pada populasi usia lanjut di Amerika Serikat.
Penyakit ini bisa mengenai kedua jenis kelamin walau lebih sering pada wanita, dan
umumnya mengenai populasi usia lanjut. Dengan bertambahnya populasi usia lanjut di
berbagai negara di dunia tentu saja jumlah pasien yang menderita osteoarthritis akan makin
banyak. Osteoartritis dapat menimbulkan nyeri kronik dan menimbulkan disabilitas serta
dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Mengingat beban epidemiologisnya yang besar
serta nyeri kronik yang ditimbulkannya dapat menurunkan kualitas hidup maka diperlukan
perhatian terhadap penyakit reumatik tersebut.
Menurut WHO (World Health Organization) sekitar 10-15% dari populasi berusia 60
tahun menderita OA simtomatik dengan berbagai derajat, dengan prevalensi pada populasi
perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Berdasarkan data National Health Interview
Survey (NHIS) pada tahun 2016, sebanyak 14 juta populasi di Amerika Serikat memiliki
OA.
Pengobatan osteoarthritis tidak dapat bergantung kepada pengobatan medikamentosa
semata. Pengobatan osteoarthritis juga membutuhkan edukasi dan modifikasi gaya hidup,
tatalaksana rehabilitasi medis atau bahkan pembedahan. Diperlukan pemahaman dari tenaga
kesehatan agar penatalaksanaan osteoarthritis dapat lebih baik, menyeluruh, dan pasien
mendapat pilihan terapi yang tepat agar nyeri dan kualitas hidup pasien dapat lebih baik.
Dalam makalah ini, penulis mencoba untuk membahas pendahuluan yang berisikan
latar belakang makalah ini ditulis. Selanjutnya, penulis juga akan menguraikan beberapa
gagasan-gagasan serta bukti-bukti yang mendukung argumen tersebut pada bab berikutnya,
1
yaitu bagian pembahasan. Dan di bagian terakhir makalah ini, penulis akan mencoba untuk
memberikan ringkasan kesimpulan dan juga saran.
A. Anamnesis
- Nyeri dirasakan berangsur-angsur (onset gradual)
- Tidak disertai adanya inflamasi (kaku sendi dirasakan < 30 menit, bila disertai inflamasi,
umumnya dengan perabaan hangat, bengkak yang minimal, dan tidak disertai kemerahan
pada kulit)
- Tidak disertai gejala sistemik
- Nyeri sendi saat beraktivitas
- Sendi yang sering terkena: Sendi tangan: carpo-metacarpal (CMC I), Proksimal interfalang
(PIP) dan distal interfalang (DIP), dan Sendi kaki: Metatarsofalang (MTP) pertama. Sendi
lain: lutut, V. servikal, lumbal, dan hip.
B. Pemeriksaan fisik :
- Tentukan BMI
- Perhatikan gaya berjalan/pincang?
- Adakah kelemahan/atrofi otot
- Tanda-tanda inflamasi/efusi sendi?
- Lingkup gerak sendi (ROM)
- Nyeri saat pergerakan atau nyeri di akhir gerakan.
- Krepitus
- Deformitas/bentuk sendi berubah
- Gangguan fungsi/keterbatasan gerak sendi
- Nyeri tekan pada sendi dan periartikular
- Penonjolan tulang (Nodul Bouchard’s dan Heberden’s)
- Pembengkakan jaringan lunak
- Instabilitas sendi
D. Pemeriksaan Penunjang
- Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk mendiagnosis OA. Pemeriksaan darah
membantu menyingkirkan diagnosis lain dan monitor terapi.
- Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk klasifikasi diagnosis atau untuk merujuk ke
ortopaedi.
E. Perhatian khusus terhadap gejala klinis dan faktor yang mempengaruhi pilihan
terapi/ penatalaksanaan OA.
- Singkirkan diagnosis banding.
- Pada kasus dengan diagnosis yang meragukan, sebaiknya dikonsulkan pada ahli
reumatologi untuk menyingkirkan diagnosis lain yang menyerupai OA. Umumnya
dilakukan artrosentesis diagnosis.
- Tentukan derajat nyeri dan fungsi sendi
- Perhatikan dampak penyakit pada status social seseorang
- Perhatikan tujuan terapi yang ingin dicapai, harapan pasien, mana yang lebih disukai pasien,
bagaimana respon pengobatannya.
- Faktor psikologis yang mempengaruhi.
Penyulit Osteoarthritis
Pada dasarnya penyulit yang timbul tergantung dari sendi mana yang mengalami
OA serta kelainan, lokasi dan arah kelainan tersebut. Penyulit tersebut bisa diakibatkan
berbagai patologi. Beberapa diantaranya adalah efusi sinovial, osteofit dan degenerasi
jaringan sekitar sendi. Kerusakan sendi pada OA dapat mengakibatkan malalignment dan
subluksasi. Penyempitan celah sendi asimetris mengakibatkan varus atau valgus. Ankilosis
jarang terjadi pada OA, dapat mengenai sendi sakro-iliaka dan simfisis. Fragmentasi
permukaan sendi yang terjadi berupa debris pada kavum sinovial atau osteochondral
bodies yang tetap melekat pada permukan sendi asalnya. Pada sendi lutut, efusi sinovial
dapat menyebabkan timbulnya kista Baker pada fosa poplitea.
Tahap Pertama
Terapi Non farmakologi
a. Edukasi pasien. (Level of evidence: II)
b. Program penatalaksanaan mandiri (self-management programs): modifikasi gaya
hidup. (Level of evidence: II)
c. Bila berat badan berlebih (BMI > 25), program penurunan berat badan, minimal
penurunan 5% dari berat badan, dengan target BMI 18,5-25. (Level of evidence: I).
d. Program latihan aerobik (low impact aerobic fitness exercises). (Level of Evidence: I)
e. Terapi fisik meliputi latihan perbaikan lingkup gerak sendi, penguatan otot- otot
(quadrisep/pangkal paha) dan alat bantu gerak sendi (assistive devices for ambulation):
pakai tongkat pada sisi yang sehat. (Level of evidence: II)
f. Terapi okupasi meliputi proteksi sendi dan konservasi energi, menggunakan splint dan
alat bantu gerak sendi untuk aktivitas fisik sehari-hari. (Level of evidence: II)
Tahap kedua
Terapi Farmakologi: (lebih efektif bila dikombinasi dengan terapi nonfarmakologi
diatas)
• Pendekatan terapi awal
a. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, dapat diberikan salah
satu obat
berikut ini, bila tidak terdapat kontraindikasi pemberian obat tersebut:
• Acetaminophen (kurang dari 4 gram per hari).
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS). (Level of Evidence: II)
b. Untuk OA dengan gejala nyeri ringan hingga sedang, yang memiliki risiko
pada sistim pencernaan (usia >60 tahun, disertai penyakit komorbid dengan
polifarmaka, riwayat ulkus peptikum, riwayat perdarahan saluran cerna,
mengkonsumsi obat kortikosteroid dan atau antikoagulan), dapat diberikan
salah satu obat berikut ini:
Acetaminophen ( kurang dari 4 gram per hari).
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) topikal
• Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) non selektif, dengan pemberian
obat pelindung gaster (gastro- protective agent).
Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) harus dimulai dengan dosis analgesik
rendah dan dapat dinaikkan hingga dosis maksimal hanya bila dengan dosis
rendah respon kurang efektif. Pemberian OAINS lepas bertahap (misalnya Na
Diklofenak SR75 atau SR100) agar dipertimbangkan untuk meningkatkan
kenyamanan dan kepatuhan pasien.
Penggunaan misoprostol atau proton pump inhibitor dianjurkan pada penderita
yang memiliki faktor risiko kejadian perdarahan sistem gastrointestinal bagian
atas atau dengan adanya ulkus saluran pencernaan. (Level of Evidence: I, dan
II)
Catatan: Obat-obat tersebut ini dapat diberikan secara teratur pada pasien
dengan gangguan fungsi liver, namun harus dihindari pada pasien peminum
alkohol kronis. Capcaisin topikal atau methylsalicylate cream dapat diberikan
pada pasien yang tidak berespon terhadap acetaminophen atau tidak
diperbolehkan untuk mendapatkan terapi sistemik.
c. Untuk nyeri sedang hingga berat, dan disertai pembengkakan sendi, aspirasi dan
tindakan injeksi glukokortikoid intraartikular (misalnya triamsinolone hexatonide 40
mg) untuk penanganan nyeri jangka pendek (satu sampai tiga minggu) dapat
diberikan, selain pemberian obat anti-inflamasi nonsteroid per oral (OAINS). (Level
of evidence: II)
• Pendekatan terapi alternatif
Bila dengan terapi awal tidak memberikan respon yang adekuat:
a. Untuk penderita dengan keluhan nyeri sedang hingga berat, dan memiliki
kontraindikasi pemberian COX-2 inhibitor spesifik dan OAINS, dapat diberikan
Tramadol (200-300 mg dalam dosis terbagi). Manfaatnya dalam pengendalian nyeri
OA dengan gejala klinis sedang hingga berat dibatasi adanya efek samping yang
harus diwaspadai, seperti: mual (30%), konstipasi (23%), pusing/dizziness (20%),
somnolen (18%), dan muntah (13%).
b. Terapi intraartikular seperti pemberian hyaluronan (Level of Evidence: I dan II)
atau kortikosteroid jangka pendek (satu hingga tiga minggu) pada OA lutut. (Level
of Evidence: II)
c. Kombinasi : Metaanalisis membuktikan: Manfaat kombinasi paracetamol-kodein
meningkatkan efektifitas analgesik hingga 5% dibandingkan paracetamol saja,
namun efek sampingnya lebih sering terjadi: lebih berdasarkan pengalaman klinis.
Bukti-bukti penelitian klinis menunjukkan kombinasi ini efektif untuk non-cancer
related pain.
2. Viskosuplemen: Hyaluronan
Terdapat dua jenis hyaluronan di Indonesia: high molecular weight dan
low molecular weight atau tipe campuran. Penyuntikan intra artikular
viskosuplemen ini dapat diberikan untuk sendi lutut. Karakteristik dari
penyuntikan hyaluronan ini adalah onsetnya lambat, namun berefek
jangka panjang, dan dapat mengendalikan gejala klinis lebih lama bila
dibandingkan dengan pemberian injeksi kortikosteroid intraartikular. Cara
pemberian: diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu
minggu @ 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan untuk jenis low molecular weight,
1 kali untuk jenis high molecular weight, dan 2 kali pemberian dengan
interval 1 minggu untuk jenis tipe campuran. Teknik penyuntikan harus
aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit
seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan
faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar hyaluronan misalnya harus dicari
riwayat alergi terhadap telur.
Tahap Ketiga
Indikasi untuk tindakan lebih lanjut:
1. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti adanya artritis inflamasi:
bursitis, efusi sendi: memerlukan pungsi atau aspirasi diagnostik dan
teurapeutik (rujuk ke dokter ahli reumatologi/bedah ortopedi.
2. Adanya kecurigaan atau terdapat bukti artritis infeksi (merupakan kasus
gawat darurat, resiko sepsis tinggi: pasien harus dirawat di Rumah
Sakit)
Segera rujuk ke dokter bedah ortopedi pada:
a. Pasien dengan gejala klinis OA yang berat, gejala nyeri menetap atau
bertambah berat setelah mendapat pengobatan yang standar sesuai
dengan rekomendasi baik secara non-farmakologik dan farmakologik
(gagal terapi konvensional).
b. Pasien yang mengalami keluhan progresif dan mengganggu aktivitas
fisik sehari-hari.
c. Keluhan nyeri mengganggu kualitas hidup pasien: menyebabkan
gangguan tidur (sleeplessness), kehilangan kemampuan hidup mandiri,
timbul gejala/gangguan psikiatri karena penyakit yang dideritanya.
d. Deformitas varus atau valgus (>15 hingga 20 derajat) pada OA lutut
e. Subluksasi lateral ligament atau dislokasi: rekonstruksi retinakular
medial, distal patella realignment, lateral release.
f. Gejala mekanik yang berat (gangguan berjalan/giving way, lutut
terkunci/locking, tidak dapat jongkok/inability to squat): tanda adanya
kelainan struktur sendi seperti robekan meniskus: untuk kemungkinan
tindakan artroskopi atau tindakan unicompartmental knee replacement
or osteotomy/realignment osteotomies.
g. Operasi penggantian sendi lutut (knee replacement: full, medial
unicompartmental, patellofemoral and rarely lateral unicompartmental)
pada pasien dengan :
a. Nyeri sendi pada malam hari yang sangat mengganggu
b. Kekakuan sendi yang berat
c. Mengganggu aktivitas fisik sehari-hari.
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Pada masa yang akan datang inovasi terapi OA dan strategi terapi yang penuh
dan tuntas mudah-mudahan bisa terwujud sehingga kualitas hidup penderita OA
bisa lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
D.A Walsh et. al. Osteoarthritis Bone Marrow Lesion. Elsevier ltd. Osteoarthritis Research
Society International, 2022.