Laporan Kasus Dr. Nadiyah Fix
Laporan Kasus Dr. Nadiyah Fix
Laporan Kasus Dr. Nadiyah Fix
HIPERKALEMIA
Oleh:
Pembimbing:
Pendamping:
DOKTER INTERNSIP
DIVISI ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD LEBONG
2023
LEMBAR PENGESAHAN
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
LAPORAN KASUS RSUD LEBONG
HIPERKALEMIA
DISUSUN OLEH:
Kalium adalah kation paling banyak pada cairan intraseluler yang berperan
dalam menghantarkan impuls saraf ke serat-serat otot, memberikan kemampuan
otot untuk berkontraksi dan pembebasan tenaga dari protein, lemak, dan
karbohidrat sewaktu metabolisme. Kalium bermanfaat bagi tubuh kita untuk
mengendalikan tekanan darah serta membersihkan karbondioksida di dalam darah.
Kalium juga berperan menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan keseimbangan
asam basa. Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan intrasel.
Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi kalium ekstrasel
3,5-5,1 mEq/L (sekitar 2%). Jumlah konsentrasi kalium ini bergantung pada baik
atau tidaknya fungsi ginjal, apabila keadaan ginjal baik maka kalium akan
dikeluarkan melalui urin. Ginjal yang mengalami penuruan fungsi maka kadar
kalium pada ekstraseluler akan menjadi sangat rendah atau sangat tinggi. kalium
bergerak di dalam tubuh secara difusi dari saluran usus melalui dinding kapiler dan
kemudian mengalami absorbsi aktif. Cara kalium masuk ke dalam sel-sel juga
dengan cara difusi dan metabolisme aktif. Kalium dibuang melalui urin dengan cara
sekresi dan filtrasi di glomerolus, kemudian direabsorpsi bersama dengan natrium
melalui traktus gastrointestinal, serta dibuang melalui feces. Kalium mudah diserap
dengan daya cerna dalam usus kecil mencapai 90%. Kebutuhan harian tubuh
terhadap kalium berbeda-beda bergantung usia. Pada usia 14-70 tahun dibutuhkan
2000 mg/hari. Kalium merupakan bagian esensial dari semua sel hidup, kalium
banyak terdapat di dalam semua makanan yang berasal tumbuh- tumbuhan dan
hewan. Sumber utama kalium adalah makanan mentah atau segar, terutama buah,
sayuran, kacangkacangan, dan susu. Konsumsi kalium berdasarkan kebutuhan
tubuh yang disarankan adalah ≥2000 mg/hari hal ini bertujuan untuk menjaga
keseimbangan asupan harian kalium.
BAB II
ANALISA KASUS
2.2 Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan badan terasa lemas 1 minggu yang lalu sebelum masuk
rumah sakit hari yang lalu , pasien mengatakan kaki dan tangannya terasa berat , dan
terasa seperti kesemutan dan susah untuk berjalan seperti tidak ada tenaga.
2.2.1 Keluhan Utama: seluruh badan terasa lemas
Pasien datang ke IGD dengan keluhan badan terasa lemas 1 minggu yang lalu sebelum
masuk rumah sakit , pasien mengatakan tubuh pasien susah di gerakan dan
mengakibatkan pasien sulit berjalan, keluhan ini dirasakan semenjak pasien sesudah
pulang dari rawatan di rumah sakit , dan pasien juga mengatakan bahwa dada pasien
sering berdebar debar , pasien juga mengatakan sebelumnya pasien mudah merasakan
lelah ketika berjalan dan terasa sedikit sesak, kaki bengkak (-), sering terbangun malam
sesak nafas (-), tapi pasien pernah mengatakan sering bangun tengah malam untuk
buang air kecil bisa 2 sampai 3 kali ,mudah lapar tidak (-), terasa haus (-), pasien juga
mengatakan punya riwayat minum obat darah tinggi beberapa tahun yang lalu dan
pasien juga mengatakan pernah ada riwayat sakit jantung .
Limfosit 20-50%
Monosit 3-10%
GDP 128 70-99 mg/dL
Ureum 31 Pr:15-40 mg/dl
Lk : 19-40 mg/dl
Kreatini 1,3 Pr: 0,5- 0,9 mg/dl
Lk : 0,7- 1,20 mg/dl
Elektrolit
Elektrolit Hasil Nilai normal
Natrium 131 120-180 mmol/L
Kalium 8,5 3,4-5,3 mmol/L
Ca++ 1,09 1,12-1,32mmol/L
CL- 117 95-115mmol/L
EKG
2.6 Diagnosis
CHF FC NYHA I- II ec HHD
Hiperkalemia
AKI stage I ec. Diabetikum nefropati
DM Tipe 2
2.7 Tatalaksana
Advice dr.Zuldian Syahputra .Sp.PD
- IV Ca glukonas 10% 1 ampul
- Nebu farbivent 1 respul (2x1)
- Bolus dextrose 40 % 2 fls dengan novorapid 10 unit
- Inj. esomeprazole 40 mg/24 jam
2.8 Follow Up
Tanggal S O A P
23-8-2023 Sesak (+) N :89 x/i CHF FC NYHA I IV Ca glukonas 10% 1 ampul
RR : 27x/i –II ec HHD Nebu farbivent 1 respul
2.9 Prognosis:
- Ad Vitam : dubia ad bonam.
- Ad Functionam : dubia ad bonam.
- Ad Sanactionam : dubia ad bonam
Analisis kasus
Pasien datang dengan keluhan badan terasa hiperkalemia adalah kelelahan, palpitasi, mual,
lemas 1 minggu yang lalu sebelum masuk muntah, diare, nyeri otot, lemah dan kaku pada
rumah sakit hari yang lalu , pasien otot, kebingungan, kesemutan dan dispnea
mengatakan kaki dan tangannya terasa berat , Hiperkalemia merupakan keadaan darurat
dan terasa seperti kesemutan dan susah untuk medis, terutama karena efeknya pada jantung.
berjalan seperti tidak ada tenaga. Peningkatan ringan pada kalium ekstraseluler
Pada ekg memengaruhi fase repolarisasi potensial aksi
jantung, yang berakibat pada perubahan
morfologi atau arah gelombang T. Pada
hiperkalemia ringan hingga sedang menekan
konduksi intrakardia dengan gelombang PR
dan interval QRS memanjang secara progresif.
Hiperkalemia berat menyebabkan hilangnya
gelombang P dan kompleks QRS melebar, fusi
dengan gelombang T menyebabkan ritme
sinoventrikular. Aritmia jantung yang
Elektrolit Hasil Nilai normal
berkorelasi dengan hiperkalemia meliputi sinus
Natrium 131 120-180
bradikardi, henti sinus, irama idioventrikular
mmol/L
lambat, ventrikular takikardi, fibrasi ventrikel
Kalium 8,5 3,4-5,3
dan asistol.
mmol/L
Hiperkalemia berat – kadar kalium serum
Ca++ 1,09 1,12- ≥ 7 mEq/L (≥ 7 mmol/L)
1,32mmol/L
CL- 117 95-
115mmol/L
Tatalaksana
Advice dr.Zuldian Syahputra .Sp.PD
- IV Ca glukonas 10% 1 ampul
- Nebu farbivent 1 respul (2x1)
- Bolus dextrose 40 % 2 fls dengan
novorapid 10 unit
- Inj. esomeprazole 40 mg/24 jam
3.1 Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal
bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke
medial. Cekungan ini disebut sebagai hilus renalis, yang di dalamnya terdapat apeks
pelvis renalis dan struktur lain yang merawat ginjal, yakni pembuluh darah, sistem
limfatik, dan sistem saraf . Ginjal berperan dalam berbagai fungsi tubuh yang sangat
penting bagi kehidupan, yakni menyaring (filtrasi) sisa hasil metabolisme dan toksin
dari darah, serta mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit tubuh, yang
kemudian dibuang melalui urine .
Fungsi ginjal diantaranya
(1) mengatur ekskresi garam dan air untuk mempertahankan volume cairan ekstraseluler
dan osmolalitas
(2) mempertahankan homeostasis asam-basa
(3) mengekskresikan produk akhir metabolisme dan zat asing
(4) menjaga reabsorpsi komponen bermanfaat (seperti glukosa)
(5) memproduksi hormon (seperti eritropoietin) dan hormon aktivator (renin), dan
(6) memiliki fungsi metabolik (katabolisme protein dan peptida, glukogenesis)
Selain itu ginjal juga menghasilkan hormon yaitu hormone:
1. Renin
yakni berperan dalam meregulasi cairan dan tekanan darah. Hormon ini diproduksi di
dalam sel juxta-glomerulus sebagai respon dari penurunan perfusi jaringan. Renin
merubah angiotensinogen (dari liver) menjadi angiotensin I, (AT I) yang kemudian
dirubah oleh Angiotensin Converting Enzyme (ACE) menjadi angiotensin II (AT II),
yang menyebabkan vasokonstriksi dan reabsorbsi natrium, untuk mengembalikan fungsi
perfusi.
2.Eritropoietin
Ginjal juga menghasilkan eritropoietin, yakni hormon yang merangsang jaringan
hemopoietik (sumsum tulang) membuat sel darah merah. Terdapat sel khusus yang
memantau konsentrasi oksigen di dalam darah, yaitu jika kadar oksigen turun, kadar
eritropoietin meningkat dan tubuh memulai memproduksi sel darah merah.
3.2 Diabetes melitus (DM)
Diabetes Melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kelainan kerja insulin atau
keduanya. Gambaran patologik DM sebagian besar dapat dihubungkan dengan salah
satu efek utama akibat kurangnya insulin yaitu penurunan pemakaian glukosa oleh sel-
sel tubuh dan peningkatan metabolisme lemak, serta berkurangnya protein dalam
jaringan tubuh.Prevalensi diabetes mellitus di dunia meningkat sangat pesat dalam 2
dekade terakhir. Meskipun prevalensi DM tipe I dan tipe II sama-sama meningkat,
namun DM tipe II kelihatannya akan lebih cepat peningkatannya di masa depan karena
semakin tingginya angka obesitas dan semakin kurangnya aktivitas fisik manusia. Pada
tahun 2000, prevalensi DM diperkirakan 0,19% pada orang umur <20 th dan 8,6% pada
orang umur >20 th. Pada lansia >65 th prevalensi DM adalah 20,1%. Prevalensi pada
pria dan wanita sama, kecuali pada usia >60 th lebih tinggi pria dibanding
wanita.Diabetes melitus yang tidak terkontrol akan menyebabkan terjadinya berbagai
komplikasi kronik, baik mikrovaskuler maupun makrovaskuler.
Manifestasi komplikasi makrovaskuler dapat berupa penyakit jantung koroner,
trombosis serebral, dan gangrene. Penyakit akibat komplikasi mikrovaskular yang dapat
terjadi pada pasien diabetes yaitu retinopati dan nefropati diabetik. Nefropati Diabetik
adalah komplikasi diabetes melitus pada ginjal yang dapat berakhir sebagai gagal ginjal.
Komplikasi kronik dari diabetes dapat berupa.Komplikasi vaskuler, yang dibagi
menjadi makrovaskular yaitu penyakit pembuluh darah koroner, pembuluh darah
tungkai bawah dan mikrovaskular yaitu retinopati, nefropati, dan lainnya Penyakit
diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan
pada pembuluh darah dan saraf. Pembuluh darah yang dapat mengalami kerusakan
dibagi menjadi dua jenis, yakni pembuluh darah besar dan kecil.Yang termasuk dalam
pembuluh darah besar antara lain:
a. Pembuluh darah jantung, yang jika rusak akan menyebabkan penyakit jantung
koroner dan serangan jantung mendadak.
b. Pembuluh darah tepi, terutama pada tungkai, yang jika rusak akan menyebabkan luka
iskemik pada kaki.
c. Pembuluh darah otak, yang jika rusak akan dapat menyebabkan stroke. Kerusakan
pembuluh darah kecil (mikroangiopati) misalnya mengenai pembuluh darah retina dan
dapat menyebabkan kebutaan. Selain itu, dapat terjadi kerusakan pada pembuluh darah
ginjal yang akan menyebabkan nefropatidiabetikum.
Hiperkalemia merupakan keadaan peningkatan kalium plasma 3-4 mEq/L dari nilai
normal akibat peningkatan kalium total tubuh karena ketidak seimbangan asupan
dengan ekskresi atau dari distribusi yang salah antara ruang intra dan ekstraseluler
Penyebab lain yaitu berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal yang terjadi pada
keadaan gagal ginjal, Fungsi ginjal yang menurun menyebabkan metabolisme kalium
terganggu. Aktivitas sel dipengaruhi oleh keseimbangan natrium dan kalium. Pasien
dengan gangguan fungsi ginjal, terutama ketika GFR < 15 ml/menit. Faktor Risiko
Hiperkalemia sering dijumpai pada pasien diabetes, gangguan ginjal akut, gagal ginjal
kronik, keganasan, usia sangat tua/ sangat muda, dan asidosis. Diagnosis Pada
anamnesis, perlu digali riwayat penyakit berisiko hiperkalemia seperti penyakit ginjal,
hipertensi, diabetes, kemoterapi, trauma mayor, trauma listrik, crush injury, atau
rhabdomyolisis (keluhan nyeri otot). Penggunaan obat-obatan yang dapat menyebabkan
hiperkalemia juga perlu ditanyakan, seperti digoxin, diuretik hemat kalium, NSAID,
ACE inhibitor, pemberian kalium intravena, nutrisi parenteral total, suksinilkolin, atau
penicilin V potassium. Ada beberapa red flags yang menimbulkan kecurigaan adanya
hiperkalemia. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda bervariasi sesuai penyebab
hiperkalemia. Pada pasien gagal ginjal, sering dijumpai hipertensi dan edema. Pada
kondisi syok, bisa ditemukan tanda-tanda hipoperfusi. Nyeri otot bisa tampak pada
keadaan rhabdomyolisis. Langkah pertama ialah menyingkirkan kemungkinan
pseudohiperkalemia.Hiperkalemia akut yang sudah terkonfirmasi memerlukan
penanganan segera, seperti monitor jantung, intervensi medis akut, dan mungkin
dialisis.Tatalaksana awal harus fokus menstabilkan miokard dan
mencegah/memperbaiki disritmia, redistribusi/pemindahan K+ menuju intraseluler,
serta membuang K+ yang berlebih. Tatalaksana akut hiperkalemia direkomendasikan
saat K+ plasma mencapai >6,5 mmol/L atau adanya manifestasi gangguan jantung tanpa
melihat kadar K+ plasma.
DAFTAR PUSTAKA
1. Busatta F. 2011. Obesity, diabetes an the thrifty gene. Antrocom Online Journal of
Anthropology.2011;7(1)
2. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of diabetes mellitus.
Diabetes Care. 2010; 33(1)
3. Perkeni. Konsensuspengelolaandanpencegahan diabetes melitustipe 2 di Indonesia.
2011
4. Suherman SK. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Gaya Baru; 2007.
5. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. Harrison’s principle of internal medicine.
18th ed. United States of America; 2012.
7. Waspadji S. Buku ajarilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jilid ketiga. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
8. Soewanto. Nefropati diabetik: pathogenesis, klasifikasi, dan terapi. Dalam:
Symposium nasional diabetes dan lipid. Surabaya: PB PERKENI; 1994.hlm.78-81.
9. Kasper DL, Hauser S, Jameson JL, Fauci AS, Longo DL, Loscalzo J. Harrison’s
principles of internal medicine. 19th ed. New York: McGraw-Hill; 2015.
10. Lindner G, Burdmann EA, Clase CM, Hemmelgarn BR, Herzog CA, Małyszko J, et
al. Acute hyperkalemia in the emergency department: A summary from a kidney
disease: Improving global outcomes conference. Eur J Emergency Med.
2020;27(5):329.
11. Simon LV, Hashmi MF, Farrell MW. Hyperkalemia. In: StatPearls [Internet]. 2020
[cited 2020 Oct 26]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470284/
12. Dépret F, Peacock WF, Liu KD, Rafique Z, Rossignol P, Legrand M. Management
of hyperkalemia in the acutely ill patient. Ann Intensive Care [Internet]. 2019 Feb 28
[cited 2020 Nov 25];9. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6395464/
13. Montford JR, Linas S. How dangerous is hyperkalemia? J Am Soc Nephrology.
2017;28(11):3155–65.
14. Best practices in managing hyperkalemia in chronic kidney disease. National
Kidney Foundation [Internet]. 2014. Available from: https://www.kidney.org/sites/
default/files/02-10-7259%20Hyperkalemia%20Tool.pdf
15. Lehnhardt A, Kemper MJ. Pathogenesis, diagnosis and management of
hyperkalemia. Pediatr Nephrol. 2011;26(3):377–84.
16. Rossignol P, Legrand M, Kosiborod M, Hollenberg S, Peacock W, Emmett M, et al.
Emergency management of severe hyperkalemia: Guideline for best practice and
opportunities for the future. Pharmacol Res. 2016;113:585-91.
17. Elliott MJ, Ronksley PE, Clase CM, Ahmed SB, Hemmelgarn BR. Management of
patients with acute hyperkalemia. CMAJ. 2010;182(15):1631–5.
18. Pitt B, Bakris GL. New potassium binders for the treatment of hyperkalemia:
Current data and opportunities for the future. Hypertension. 2015;66(4):731–8.
19. KDIGO 2012 clinical practice guideline for the evaluation and management of
chronic kidney disease Clinical Practice Guidelines [Internet]. [cited 2019 Nov 26].
Available from: https://www.guidelinecentral.com/summaries/kdigo-2012-clinical-
practice-guideline-for-the-evaluation-and-management-of-chronic-
kidneydisease/#section-420
20. Longo DL, Fauci A, Kasper D, Hauser S, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison’s
manual of medicine. 19th ed. McGraw-Hill; 2016.
21. An JN, Lee JP, Jeon HJ, Kim DH, Oh YK, Kim YS, et al. Severe hyperkalemia
requiring hospitalization: Predictors of mortality. Critical Care. 2012;16(6):225.