LAPORAN SEMESTER PRAKTIKUM TEKREP MELISA Butar Butar
LAPORAN SEMESTER PRAKTIKUM TEKREP MELISA Butar Butar
LAPORAN SEMESTER PRAKTIKUM TEKREP MELISA Butar Butar
OLEH
MELISA BUTAR BUTAR
E10020033
A
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat, kemudahan, dan karunia-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan Laporan Praktikum Semester teknologi reproduksi tenak ini
dengan baik. Tujuannya disusunnya laporan ini adalah sebagai syarat untuk
memenuhi tugas mata kuliah teknologi reproduksi ternak. Dalam proses
pergerjaan laporan ini, kami melakukan percobaan yang tak lupa mendapat
bimbingan, arahan dan pengetahuan hingga saya mampu menyelesaikan laporan
ini, maka dari itu saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
Asisten Dosen yang telah membantu kami selama praktikum.
Laporan ini masih terdapat banyak kekurangan serta masih jauh dari kata
sempurna.Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi kebaikan kita bersama. Mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat bagi
diri saya khususnya dan bagi kita semua pada umumnya.
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
1.1 Latar belakang.......................................................................................................1
1.2. Tujuan....................................................................................................................2
1.3. Manfaat..................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
BAB III.............................................................................................................................5
3.1 Waktu dan tempat..................................................................................................5
3.2 materi......................................................................................................................5
3.3 metoda.....................................................................................................................5
BAB IV..............................................................................................................................7
4.1 Organ reproduksi ternak jantan...........................................................................7
4.2 organ reproduksi ternak betina..........................................................................11
BAB VI............................................................................................................................18
5.1 Kesimpulan...........................................................................................................18
5.2 saran......................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
untuk menjaga kualitas semen dalam proses pengenceran pembekuan semen maka
sebelum penampungan terlebih dahulu membuat. Pengenceran dibagi dua bagian
di mana bagian 1 dibiarkan dalam suhu kamar sedangkan bagian 2 ditambahkan
gliserol 7% dari total pengenceran, kemudian dimasukkan ke dalam lemari es
pada suhu 4-5c.
Dalam proses pembekuan semen, dilakukan penurunan suhu secara
gradual. Lama waktu penurunan suhu menentukan kberhasilan pengolahan semen
beku. Selain itu juga penggunaan pengencer dan lama ekuilibrasi yang tepat.
Pengolahan semen beku dikatakan berhasil apabila kualitas semen dapat di
pertahankan yang dapat di ketahui melalui evaluasi setelah thawing.
1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk melihat anatomi organ kelamin jantan
dan betina pada kerbau, serta pada evaluasi semen melalui pemeriksaan dan
mikroskopis semen dapat di evaluasi kelayakan untuk keperluan inseminasi
buatan.
1.3. Manfaat
Manfaat yang di peroleh dari praktikum ini yaitu agar mahasiswa mengetahui
perbedaan organ reproduksi ternak jantan dan organ reproduksi ternak betina
serta mengetahui fungsi dari organ reproduksi hewan tersebut. Dan manfat pada
evaluasi semen cair yaitu agar mahasiswa mengetahui cara dalam melakukan
pemeriksaan semen melalui mikrokopis.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
warna merah muda atau gelap menandakan adanya darah yang tercampur dalam
semen. Semen tapi memiliki ph sekitar 6,2 sampai dengan 6,8 ( ismaya,2014). Uji
mikroskopis terdiri dari uji motilitas, konsentrasi, viabilitas atau presentasi hidup
dan uji morfologi atau abnormalitas spermatozoa ( susilawati, 2011). Motilitas
dan konsentrasi merupakan parameter yang paling penting dalampenilaian
kualitas semen ( centola, 2018).
4
BAB III
MATERI DAN METODA
3.2 materi
Materi yang dilakukan pada praktikum ini adalah organ kelamin reproduksi
ternak jantan dan betina, parasut, scapel, dan pinset, semen, kertas lakmus atau ph
meter, mikroskop, spektofotometer, dan gelas objek.
3.3 metoda
Metode yang dilakukan pada praktikum anatomi organ kelamin jantan
yaitu mengamati susunan anatomi organ kelamin hewan jantan lalu melihat
Dimana letak perbedaan masing-masing organ reproduksi tersebut. Lalu metode
pada anatomi reproduksi betina yaitu mengamati susunan anak pada organ
kelamin mamalia misalnya vulva, laba, labia, vestibula, vagina, serviks, konalis
korpus uteri, ampula, Tuba Fallopi, ovarium, folikel sampai folikel de graaf.
Metode pada evaluasi semen terdapat pada pemeriksaan mikroskopis yaitu
pada volume Volume semen hasil penampungan dapat langsung dilihat dengan
memperhatikan angka yang tertera pada tabung tersebut titik Bila penampungan
menggunakan tabung tak berskala penentuan volume dilakukan dengan
menggunakan gelas ukur. Pada bau, dekatkan dengan mulut tabung penampung
atau tutupnya dibuka ke hidung, digoyangkan perlahan ke kiri dan ke kanan
sampai bau tersebut tercium. Pada kekentalannya yaitu pegang tabung semen
dengan tangan kanan, jepit dengan ibu jari dan telunjuk kemudian miringkan dari
posisi semula. Amati kecepatan gerakan semen. Semakin lambat gerakannya
semakin kental cairan semen tersebut dan sebaliknya. Dan pada keasaman yaitu
celupkan Seujung kecil kertas lakmus lihat perubahan warna kertas lakmus basah
5
tersebut titik bandingkan dengan warna standar bila menggunakan PH meter,
bersihkan batang katoda alat tersebut dengan larutan pencuciannya. Kemudian
celupkan batang katode tersebut ke dalam semen sampai ujung deptornya
terendam. Baca Ph semen tersebut pada layarnya.
6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Kedua testis memiliki fungsi untuk menghasilkan spermatozoa. Meskipun
terdapat variasi dalam ukuran, bentuk, dan lokasi diantara spesies, testis memiliki
struktur yang sama. Tubulus seminiferus merupakan bagian berliku yang
menempati bagian terbesar dari testis, merupakan tempat produksi spermatozoa.
Testis dikelilingi oleh kapsul yang disebut tunika albugenia. Selain berfungsi
sebagai penghasil spermatozoa, testis juga sebagai tempat penghasil hormon seks
jantan yaitu hormon androgen (testosteron). Sel-sel interstitial dari sel Leydig atas
pengaruh ICSH menghasilkan hormon testosteron yang terdapat pada jaringan
ikat di antara tubulus seminiferus. Spermatozoa dihasilkan di dalam tubulus
seminiferus atas pengaruh hormon FSH (Nuryadi, 2000).
Testis
8
Skrotum
Penis merupakan organ kopulasi, yang dapat dibagi menjadi tiga bagian
umum yaitu glands, bagian utama (corpus), dan crura (akar) yaitu bagian yang
menempel pada lengkung ischial pelvis. Sebagian besar struktur internal tubuh
penis terdiri dari kolom jaringan ereksi, yaitu corpora cavernosa. Setiap korpus
cavernosa penuh dengan sinusoid yang dibagi dengan lembaran jaringan ikat yang
disebut trabekula. Mereka berasal dari tunika albugenia, kapsul fibroelastik yang
9
mengelilingi penis. Pada spesies dengan tipe penis fibroelastik, trabekula
membentuk sebagian besar penis dengan konsekuensi pada spesies ini penis
mengeras walaupun tidak ereksi. Dua crura penis merupakan bagian proksimal
dari corpora cavernosa, berasal dari permukaan kaudal lengkungan ischia, satu
disetiap sisi simfisis panggul. Glands penis memiliki bentuk yang bervariasi pada
spesies yang berbeda. Sapi dan domba jantan memiliki glands yang berbentuk
seperti helm dan terdapat lubang urethra ekstrenal (Frandson dkk, 2009).
Ereksi penis terjadi ketika aliran darah banyak memasuki penis melalui
pasukan arteri dibandingkan yang meninggalkan vena. Peningkatan volume darah
memperbesar penis dan membuatnya bengkak. Penis dengan jenis fibroelastis
seperti pada ruminansia dan babi tidak terjadi penambahan diameter selama
ereksi, namun memperpanjang penis dengan meluruskan fleksura sigmodea
(Frandson dkk, 2009).
10
4.2 organ reproduksi ternak betina
Organ reproduksi hewan betina terdiri dari ovarium, oviduk, uterus,
cervix, uteri, vagina dan bagian ekternal genitalia. Organ genital internal didukung
oleh broad ligamen. Ligamentum ini terdiri dari mesovarium yang mendukung
ovarium; mesosalphinx yang mendukung oviduk; dan mesometrium yang
mendukung uterus. Pada ruminan seperti sapi dan domba, perlekatan broad
ligamentum berada di dorsolateral regio ileum, sehingga rahim disusun seperti
tanduk domba jantan, dengan bagian dorsal yang cembung dan ovarium yang
terletak di dekat pelvis (Hafez dan Hafez, 2000). Adapun berikut adalah gambaran
anatomi organ reproduksi betina pada ruminansia dapat dilihat pada Gambar 2.1
dibawah ini.
Ovarium
11
Gambar 2.1. Anatomi organ reproduksi betina Ruminansia : a) vagina, b)
serviks, c) corpus dan kornua uteri, 4) oviduct, dan 5) ovarium
((Sumber: Frandson dkk, 2009).
Oviduk
Gambar 2.2 Anatomi reproduksi ruminansia dan kuda (Sumber: Frandson dkk, 2009).
Uterus
Uterus tersusun atas dua tanduk uteri (kornua), korpus, dan cervic (leher).
Bentuk, susunan tanduk dan proporsi relatif masing-masing uterus, bervariasi
12
sesuai dengan spesies. Pada ruminansia, epitel uterus memiliki beberapa
karankula. Kedua sisi uterus melekat pada dinding pelvis dan abdomeninal yang
disokong oleh broad ligamen (Hafez dan Hafez, 2000).
Terdapat empat tipe uterus pada hewan yaitu (Pond and Bell, 2005):
a. Tipe simpleks: tidak memiliki kornua uteri, corpus uteri besar dan hanya
memiliki satu serviks. Tipe ini terdapat pada hewan primata.
b. Tipe dupleks: tidak mempunyai korpus uteri, terdapat dua buah serviks, dan
kedua kornua uteri terpisah. Tipe ini terdapat pada hewan kelinci, marmut,
tikus dan mencit.
c. Tipe bikornua: memiliki satu buah serviks dan korpus uteri yang pendek. Tipe
ini terdapat pada hewan babi.
d. Tipe bipartitus: memiliki satu serviks, korpus uteri jelas dan cukup panjang
sertia kedua uteri dan sebagian korpus dipisahkan oleh septum. Tipe ini
terdapat pada hewan sapi, kucing, anjing, dan domba.
Serviks
Vagina
Vagina adalah bagian dari saluran reproduksi yang terletak di dalam pelvis
diantara uterus secara kranial dan vulva secara kaudal, merupakan jalan lahir
untuk melahirkan fetus saat partus, serta selubung tempat untuk penis jantan
selama kopulasi. Selaput lendir vagina tersusun atas epitel skuamosa bertingkat
tanpa kelenjar kecuali pada sapi, dimana terdapat beberapa sel lendir pada bagian
kranial vagina yang berdekatan dengan serviks. Submukosa longgar dan lapisan
otot terdiri dari inner circular dan outer longitudinal dari otot polos. Serosa
(peritoneum) melekat hanya pada bagian kranial vagina, dimana terletak dalam
13
rongga pelvis. Bagian kaudal vagina, melewati panggul ditutupi oleh pelvis fascia
(jaringan ikat) (Frandson dkk, 2009).
Vulva
Vulva merupakan bagian genitalia eksterna pada betina, terdiri dari labia
kanan dan kiri, yang bertemu di garis tengah dorsal dan ventral di masing-masing
dorsal dan ventral commissura. Ventral commissura biasanya agak terjumbai dan
menyembunyikan klitoris. Klitoris merupakan suatu struktur jaringan ereksi yang
memiliki asal embrionik yang sama dengan penis pada jantan. Seperti penis,
klitoris terdiri dari dua crura atau akar, tubuh, dan glans; hanya glans yang terlihat
secara eksternal. Klitoris ditutupi oleh epitel skuamosa bertingkat dan dilengkapi
dengan ujung saraf sensorik (Frandson dkk, 2009).
14
Lingkar skrotum berpengaruh nyata terhadap kuantitas volume semen
yang dihasilkan. Namun pejantan 4 (Puputan) dengan volume semen 6,0±1,10 ml,
mempunyai lingkar skrotum paling kecil yaitu 29 cm, akan tetapi hasil volume
ejakulat yang dihasilkan tidak berada pada level terendah yang dimana volume
terendah adalah pejantan 2 (Tabanan) dengan volume 5,5±0,88 ml dengan lingkar
skrotum 34 cm. Kemungkinan hal ini terjadi dikarenakan adanya kesalahan
handling ketika penampungan, serta perlakuan false mounting yang kurang
maksimal dalam menaikkan libido yang menyebabkan semen ejakulat yang
tertampung tidak maksimal.
Setiap individu mempunyai kemampuan dalam melaksanakan mekanisme
metabolismenya, hal ini menyebabkan perubahan pH semen yang berdampak
pada kualitas semen. Sesuai dengan pernyataan Sundari et al. (2013) bahwa
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nilai pH semen, diantaranya adalah
adanya aktivitas spermatozoa dalam menguraikan fruktosa sehingga nilai pH
menurun. Tingginya aktivitas yang dilakukan oleh spermatozoa dalam
menguraikan sumber energi yang berasal dari fruktosa akan meningkatkan
produksi asam laktat dalam semen sehingga pH menjadi lebih asam. Didukung
pula oleh pernyataan Aisah et al. (2017) bahwa konsentrasi spermatozoa yang
tinggi menyebabkan semen lebih asam daripada semen dengan konsentrasi
spermatozoa yang rendah.
Konsentrasi spermatozoa menggambarkan banyaknya sel spermatozoa
yang diproduksi oleh tubuli semineferi, ejakulat semen yang dihasilkan pejantan
merupakan campuran dari sel spermatozoa dengan seminal plasma. Konsentrasi
spermatozoa erat kaitannya dengan lingkar skrotum dengan diasumsikan bahwa
lingkar skrotum yang semakin besar akan memiliki kemampuan produksi
spermatozoa yang semakin tinggi pula. Uji motilitas individu ditetapkan pada
standar semen segar 70% untuk dapat diproses lebih lanjut, standar ini ditetapkan
untuk menjamin mutu dan kualitas semen beku yang dihasilkan nantinya. Dalam
proses selanjutnya semen akan mengalami penurunan motilitas sehingga standar
yang ditetapkan untuk semen segar cukup tinggi.
Konsentrasi spermatozoa dipengaruhi oleh faktor lingkar skrotum, yang
dimana pejantan dengan lingkar skrotum semakin besar akan memiliki potensi
15
produksi spermatozoa lebih baik dikarenakan tingginya lingkar skrotum
merepresentasikan banyaknya tubuli semineferi yang ada di dalam testis. Lingkar
skrotum mempengaruhi konsentrasi spermatozoa sebesar 36% sedangkan sisanya
dipengaruhi oleh faktor lain.
Seluruh pejantan yang akan digunakan sebagai pejantan unggul telah
ditetapkan standar, baik dari performa fenotip maupun genotip. Namun demikian
hasil rataan motilitas individu spermatozoa tersebut secara umum lebih tinggi
daripada penelitian yang dilakukan oleh Ratnawati et al. (2010) yaitu pada rataan
71,0 ± 2,2%. Hal ini menunjukkan bahwa pejantan Sapi Bali pada BBIB singosari
mempunyai kualitas yang baik dan layak digunakan sebagai pejantan unggul.
Selain itu faktor keseragaman lingkungan dan pemeliharaan juga akan
berpengaruh terhadap kondisi pejantan yang menunjukkan hasil tidak berbeda
nyata ditinjau dari uji motilitas individu. Adanya keseragaman pakan, nutrisi,
pemeliharaan dan perawatan hingga diterapkannya keseragaman dalam jadwal
penampungan menjadikan pejantan Sapi Bali yang terdapat di BBIB singosari
mempunyai kondisi yang seragam, ditinjau dari hasil uji motilitas spermatozoa
masing-masing pejantan.
Semen perlu dilakukan penambahan agen cryoprotectan sebelum
dilakukan proses pembekuan. Gliserol telah umum digunakan sebagai
cryoprotectant yang berfungsi melindungi spermatozoa dari kerusakan akibat
adanya penurunan suhu yang sangat drastis, sekaligus menjaga permeabilitas
membran spermatozoa tetap baik. Sebelum dilakukan pembekuan, semen
dilakukan uji motilitas before freezing terlebih dahulu untuk memastikan kondisi
semen dalam kondisi baik setelah ditambahkan agen cryoprotectant. Semen beku
yang berhasil diproduksi harus dilakukan evaluasi untuk mengetahui kualitas
semen yang dihasilkan memenuhi standar dan layak diterapkan untuk inseminasi
buatan. Evaluasi semen beku meliputi dua tahapan evaluasi yaitu evaluasi Post
thawing motility (PTM) dan pengamatan Recovery Rate (RR). Post thawing
motility merupakan pemeriksaan motilitas atau pergerakan spermatozoa setelah
dilakukannya pencairan kembali semen beku (thawing) sebelum dilakukan
pengiriman, dengan nilai PTM semen beku tidak kurang dari 40% sesuai dengan
SNI 4869-1: 2017. Motilitas spermatozoa digunakan sebagai acuan fertilitas
16
pejantan, karena pergerakan spermatozoa yang progresif diharapkan mampu
mempercepat pertemuan dengan sel telur (ovum) untuk proses fertilisasi dalam
saluran reproduksi betina. Recovery rate (RR) adalah kemampuan pemulihan
spermatozoa setelah pembekuan dengan membandingkan persentase spermatozoa
motil pasca thawing dengan motilitas spermatozoa semen segar.
iap individu mempunyai tingkat adaptif yang berbeda. Spermatozoa akan
melakukan adaptasi terhadap pengencer yang ditambahkan kedalam semen,
permeabilitas membran menentukan kesempurnaan adaptasi sel spermatozoa
terhadap pengencer. Danang et al. (2012) menyatakan bahwa akibat dari buruknya
proses adaptasi sel spermatozoa terhadap konsentrasi bahan pengencer, dapat
mengakibatkan gangguan permeabilitas membran, menurunkan aktivitas
metabolisme sel, kerusakan sel dan menurunkan motilitas individu spermatozoa.
Bahan pengencer yang dipilih harus disesuaikan dengan karakteristik semen dan
tidak menyebabkan kerusakan, selain itu perlakuan ekuilibrasi diperlukan untuk
memberikan waktu bagi spermatozoa untuk beradaptasi dengan bahan pengencer.
waktu equilibrasi yang semakin lama akan memberikan waktu bagi gliserol untuk
berdifusi dan beradaptasi dengan spermatozoa, namun spermatozoa sapi yang
terlalu lama berada pada suhu ekuilibrasi cenderung kehabisan energi dan terjadi
penumpukan asam laktat yang akan berdampak pada menurunnya kualitas
speramtozoa, sehingga lama waktu equilibrasi harus disesuaikan. Ekuilibrasi di
BBIB Singosari dilakukan setelah ditambahkan pengencer B dengan gliserol 13%
yang selanjutnya didiamkan selama dua jam dalam suhu dingin cooltop 3 - 5 0C.
Leite et al. (2010) menyatakan bahwa perlakuan ekulibrasi semen yang terbaik
dilakukan pada waktu 4 jam untuk membiarkan agen cryoprotectan dapat
melindungi spermatozoa dengan baik secara keseluruhan.
17
18
BAB VI
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini pada anatomi dan histologi organ kelamin
dapat disimpulkan bahwa system reproduksi ternak jantan terdiri dari atas organ
primer, sekunder, dan assesori. Pada alat reproduksi betina terletak pada covum
pelvis ( rongga pinggul). Secara anatomi alat reproduksi betina dapat dibagi
menjadi ovarium, oviduk, uterus, cervix, vagian dan vulva.
Kesimpulan pada Evaluasi semen dilakukan langsung setelah
penampungan, karena spermatozoa tidak dapat bertahan lama di luar tubuh maka
pemeriksaan semen dilakukan lansung setelah proses penampungan, pemeriksaan
spermatozoa itu sendiri dilakukan di luar kandang dengan pengujian tiap
parameternya tidak lebih dari 4 menit karena spermatozoa tidak dapat bertahan
lama pada suhu luar ruangan, hal ini dilakukan karena keterbatasan sarana dan
prasarana seperti labor. pemeriksaan semen segar dilakukan dengan cara
makroskopis dan mikroskopis. Observasi ini perlu dilakukan untuk penentuan
kualitas semen dan daya reproduksi pejantan sapi kuantan. Pemeriksaan
makroskopis untuk melihat volume, warna, bau, konsistensi dan ph
5.2 saran
Saran untuk praktikum ini pada saat melakukan penjelasan anatomi ,dan
hisetogi organ reproduksi jantan dan betina dan baiknya memakai sarung tanggan
agar pada saat selesai melakukan penggenalan organ tersebut tangan tidak terlalu
bauk sekali.
19
DAFTAR PUSTAKA
Ditjenak. (2009) Direktorat kesehatan hewan. Duamses pada 15 februari 2012. Dari
direktorat jendral peternakan dan kesehatan hewan.
Gupta D 2015 . Study on strerile and sub. Sterile conditions in cow and buffalo in
mawana tehsil of district 6(1):83-84.
Ismaya. 2014. Bioteknologi inseminasi buatan pada sapi dan kerbau Gadjah mada
university press, yogyakarta
Jaenudeen M.R, dan E.S.E. Hafez. 200. Cattle and buffab. Dalam: Hafez E.S.E (ed).
Reproduction in farm animals. Lippincot wiliams& wilkins. USA
Kementrian pertanian direktorat jendral peternakan dan kesehatan hewa 2018. Statistik
peternaka dan kesehatan hewan 2018: direktorat jendral peterbaka kesehatan
hewan kementria pertanian RI.
Purohit GN. 2014. Ovaria and oviductal parthologies in the buffalo: Dccurrence.
Diagnostic and therapcutic appreaohes. Asian Paacifie J 3 (2): 156_168.