Kti Sumardiyanti

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 150

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM SPONTAN DENGAN

KETUBAN PECAH DINI (KPD) PADA NY. B DI BUDI RAHAYU

RSUD TIDAR MAGELANG

KTI

Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir

Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

Oleh:

Sumardiyanti Romdonah

NIM. P.17420513081

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN MAGELANNG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLTEKKESKEMENKES SEMARANG

APRIL, 2016
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM SPONTAN DENGAN

KETUBAN PECAH DINI (KPD) DI BUDI RAHAYU

RSUD TIDAR MAGELANG

KTI

Disusun untuk memenuhi sebagai syarat mata kuliah Tugas Akhir

Pada Program Studi D III Keperawatan Magelang

Oleh:

Sumardiyanti Romdonah

NIM. P.17420513081

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN MAGELANG

JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK

KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

APRIL, 2016
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Sumardiyanti Romdonah

NIM : P 17420515081

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa laporan kasus yang saya tulis ini adalah

benar- benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan mengambil

alihan tulisan ataupun pikiran orang lain yang saya suka sebagai hasil tulisan atau

pikran saya sendiri.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan laporan kasus ini hasil

jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

Magelang ,……….2016

Yang membuat pernyataan ,

Tanda tangan

Sumardiyanti Romdonah
NIM . P 17420513081

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun

dan menyelesaikan laporan kasus yang berjudul ASUHAN KEPERAWATAN

POST PARTUM SPONTAN DENGAN KETUBAN PECAH DINI Di Budi

Rahayu RSUD Tidar Magelang.

Dalam penyusunan laporan kasus ini penyusun menyadari tidak terlepas

dari bantuan berbagai pihak, berkat bimbingan dan petunjuk serta dorongan dari

berbagai pihak laporan kasus ini dapat selesai tepat pada waktunya. Pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Sugiyanto,S.Pd,M.App,Sc. Direktur Poltekes Kemenkes Semarang

2. Hermani Triredjeki .S.Kep.Ns.M.Kes. perwakilan ketua jurusan Program

Studi Keperawatan Magelang

3. Sri Adiyat, S.Pd, S.Kep. Pembimbing dan penguji yang telah banyak

memberikan masukan dan bimbingannya selama ini kepada penulis

4. Lulut handayani, S.Kep,Ns.,M.Kes Penguji laporan ini

5. Wiwin Renny Rahmawati, S.ST, S.Pd, M.Kes. penguji laporan ini.

6. Seluruh dosen dan karyawan Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang

Program Studi Keperawatan Magelang.


7. Kedua orang tua dan saudara yang senantiasa memberikan dukungan ,doa,

pengorbanan, serta cinta kasih yang takkan tergantikan.

8. Teman-teman Nakula atas kerja sama, dukungan dan kebersamaanya

dalam suka maupun duka.

9. Seluruh staf perpustakaan Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang

Program Studi Keperawatan Magelang atas bantuannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih jauh

dari kata kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun untuk laporan ini. akhir kata penulis berharap semoga laporan

kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Magelang ,…….. 2016

Penulis

Sumardiyanti Romdonah
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ................................. iv

KATA PENGANTAR ..................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan ............................................................................. 6

C. Manfaat Penulisan ........................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian ....................................................................................... 9

1.Post partum spontan ................................................................... 9

2.Ketuban pecah dini ...................................................................... 10

B. Etiologi ....................................................................................................... 11

C. Konsep dasar nifas ...................................................................................... 12

1. Pembagian post partum .............................................................. 12


2. Perubahan pada masa post partum .............................................. 13

3. perubahan psikologis ibu post partum ........................................ 28

4. Perawatan pasca post partum ...................................................... 29

D. Patofisiologi ................................................................................................ 31

E. Komplikasi ..................................................................................... 36

F. Manifestasi klinis............................................................................. 37

G. Penatalaksanaan .......................................................................................... 38

H. Pemeriksaan penunjang ............................................................................... 39

I. Asuhan keperawatan post partum spontan.................................................... 39

1. Pengkajian fokus ......................................................................... 39

2. Diagnosa keperawatan ................................................................ 42

3. Fokus intervensi .......................................................................... 52

BAB III LAPORAN KASUS

A. Pengkajian . .................................................................................... 59

1. Biodata klien. ........................................................................... 59

2. Riwayat klien. ........................................................................... 60

3. Pengkajian focus. ..................................................................... 62

4. Pengkajian psikologis. .............................................................. 64

5. Pemeriksaan fisik. .................................................................... 64

6. Pemeriksaan penunjang. ........................................................... 66

B. Perumusan masalah. ....................................................................... 67

C. Perencanaan . .................................................................................. 68

D. Implementasi……. ......................................................................... 70
E. Evaluasi. ......................................................................................... 75

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. Pembahasan. ............................................................................. 79

B. Simpulan................................................................................... 97

Lampiran

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

Tabel

2.1 Involusi uterus berdasarkan tinggi, berat, dan diameter ................................... 15

2.2 Perbedaan lochea ............................................................................................. 18


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pathway Post partum spontan ................................................ 34


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Persalinan merupakan proses yang penting bagi seorang ibu. Secara

alamiah dalam proses persalinan, ibu bersalin akan mengeluarkan banyak

energi dan mengalami perubahan – perubahan baik secara fisiologis dan

psikologis sehingga dukungan pada ibu bersalin sangat diperlukan.

Persalinan adalah suatu proses fisiologis yang memungkinkan terjadinya

serangkaian perubahan besar pada calon ibu untuk dapat melahirkan

janinnya melalui jalan lahir. Ini di identifikasikan sebagai pembukaan

serviks yang progresif, dilatasi atau keduanya, akibat kontraksi rahim

teratur yang terjadi sekurang – kurangnya setiap lima menit dan

berlangsung sampai 60 detik (Aprillia, 2010).

Winkjosastro (2006) dalam bukunya mengatakan penatalaksanaan

ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda infeksi

intrauterin. Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien

dengan ketuban pecah dini ke rumah sakit dan melahirkan bayi yang usia

gestasinya > 37 minggu dalam 24 dari pecahnya ketuban untuk

memperkecil resiko infeksi intrauterin. Angka kematian yang tinggi,

umumnya mempunyai dua sebab pokok, antara lain masih kurangnya

pengetahuan mengenai sebab musabab dan penanggulangan komplikasi-


komplikasi penting dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas serta

kurangnya pengertian dan pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi

Infeksi masa nifas masih merupakan penyebab tertinggi AKI. Ketuban

dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.

Berdasarkan laporan terbaru yang dirilis United Nations Population

fund Pudiatuti (2011:24) Salah satu indikator untuk menentukan derajat

kesehatan masyarakat adalah AKI ( Angka Kematian Ibu) dan AKB (

Angka Kematian Bayi). Dewasa ini AKI dan AKB di Indonesia masih

tinggi dibandingkan dengan Negara ASEAN lainya. Diperkirakan setiap

tahunnya 300.000 ibu di dunia meninggal ketika melahirkan. Sebanyak 99

persen kasus kematian ibu terjadi di Negara berkembanng.

World health organization (WHO) pada tahun 2010 menyebutkan

angka kematian ibu di Indonesia 240/100.000 kelahiran hidup (profil

kesehatan Indonesia, 2010: hal.1 181). hasil survei Demografi Kesehatan

Indonesia (SDKI) pada tahun 2012, sepanjang tahun 2007-2012 kasus

kematian ibu meningkat cukup tinggi, pada tahun 2012 AKI mencapai 359

per 100.000 penduduk atau meningkat sekitar 57%bila dibandingkan

dengan kondisi pada tahun 2007, yang hanya sebesar 228 per 100.000

penduduk (Kompasiana, 2013).

Angka kematian ibu provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

berdasarkan profil kesehatan Jawa Tengah sebesar 118,62 per 100.00

kelahiran hidup, mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan AKI

pada tahun 2012 sebesar 116,34 per 100.000 kelahiran hidup, hal ini
berarti terjadi peningkatan permasalahan kematan ibu di provinsi Jawa

Tengah (Profil Kesehatan Jateng,2013).

Persalinan dengan ketuban pecah dini masih tinggi karena berbagai

macam indikasi dalam proses persalinan normal , dari jumlah persalinan

normal. Data dari Budi Rahayu Rumah Sakit Umum Daerah Tidar

Magelang pada bulan Januari hingga Agustus 2015 tercatat 1468 ibu

bersalin dengan 464 melalui sectio caesarrea, 331 post partum spontan

dengan ketuban dengan pecah dini (KPD) 62,83%, (208 orang)

eklamsi30,21%(100 orang),post partum spontan dengan sungsang 8,38%

(41 orang).

Menurut Siti Saleha (2009) pada masa nifas terjadi perubahan-

perubahan fisiologis, yaitu adanya involusi uterus, pengeluaran lokhia,

terjadi laktasi ASI, sistem pencernaan, sistem perkemihan, sistem

musculoskeletal, sistem endokrin, sistem kardiovaskuler,sistem

hematologi dan perubahan psikologis.

Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan

masa kritis bagi ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian

ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematian masa

nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Misalnya, terjadi infeksi nifas,

perdarahan pervagina yang luar biasa atau tiba-tiba, infeksi pada saluran

kemih, dan post partum blues (Maryunani, 2009). Tanda-tanda bahaya

nifas yang perlu diperhatikan pada masa nifas ini adalah demam tinggi
melebihi 380C, pre eklampsia atau eklampsi, oedema wajah atau

ekstremitas, mastitis, (Sarwono, 2007).

Perawat sebagai tenaga profesi kesehatan diharapkan mampu

berperan dalam mengendalikan angka kematian ibu, khususnya ibu pada

masa setelah persalinan. Perawat dapat memberikan asuhan keperawatan

yang komprehensif serta holistic pada semua aspek perawatan postnatal.

Tujuan dari perawatan ini agar saat keluar dari rumah sakit, ibu berada

dalam keadaan sehat.

Kejadian di atas melatar belakangi penulis untuk mengaplikasikan

konsep “Asuhan Keperawatan Post Partum Spontan dengan Ketuban

pecah dini (KPD) di Budi Rahayu Rumah Sakit Umum Daerah

Magelang”, dan mendokumentasikannya dalam bentuk karya tulis ilmiah.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menggambarkan pengelolaan kasus atau asuhan keperawatan pada

klien post partum spontan dengan ketuban pecah dini (KPD) di

Budi Rahayu RSUD Tidar Magelang.

2. Tujuan Khusus

a. Menggambarkan hasil asuhan keperawatan dari pengkajian

sampai dengan evaluasi pada kasus post partum spontan

dengan ketuban pecah dini di Budi Rahayu RSUD Tidar

Magelang

C. Manfaat
1. Bagi instansi Rumah Sakit

Mengembangkan konsep-konsep dalam menentukan materi

dan melakukan asuhan keperawatan pada klien dalam rangka

peningkatan kesehatan ibu nifas

2. Bagi Instansi Pendidikan

Dapat menjadi tambahan informasi atau sumber pengetahuan

dan wacana bagi mahasiswa tambahan informasi di

perpustakaan sehingga dapat berguna bagi pembaca.

3. Bagi penulis

Mandapatkan pengalaman dan tambahan ilmu dalam

memberikan asuhan keperawatan pada klien di lahan sesuai

dengan ilmu dan ketrampilan yang diperoleh di instansi

pendidikan.
BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

1. Pengertian Post partum

Masa puerperium dimulai sejak partus selesai, dan berakhir kira

–kira setelah enam minggu, dimana seluruh alat genital pulih kembali

seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu tiga bulan (Wiknjosastro,

2006)

Masa nifas atau puerperium adalah masa 6 minggu setelah

persalinan ketika saluran reproduksi kembali keadaan tidak hamil.

Segera setelah persalinan, uterus mengecil sampe ketinggian dibawah

pusar. Pada 2 minggu setelah persalinan, uterus tidak lagi teraba diatas

simfisis. Pada minggu ke 6 uterus telah kembali ke ukuran tidak hamil

(Errol Norwitz dan John Schorge 2008).

Masa nifas atau puerperium dimulai setelah kelahiran plasenta

dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan

sebelum hamil. Masa nifas kira- kira berlangsung 6 minggu

(Sastrawinata, 2006).

Masa nifas adalah masa pemulihan, mulai dari partus selesai

sampai kembalinya alat - alat kandungan seperti sebelum hamil. Lama

masa nifas adalah 6 - 8 minggu. Masyarakat Indonesia menyebutnya

periode 40 hari (Aprillia, 2010:123)


Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan

bahwa post partum merupakan masa selama kurang lebih 6 minggu

setelah kelahiran bayi kemudian tubuh dan organ-organ mulai

beradaptasi kembali pada keadaan sebelum hamil.

2. Pengertian ketuban pecah dini

Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum

persalinan. Sebagian besar ketuban pecah dini yang terjadi pada umur

kehamilan diatas 37 minggu, sedangkan pada umur kehamilan kurang

36 minggu tidak terlalu banyak. Ketuban pecah dini merupakan

masalah kontroversial obstetric dalam kaitannya dengan penyebabnya.

Pecahnya selaput ketuban sebelum waktunya menyebabkan

kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas yang akan

meningkatkan kesakitan dan kematian ibu maupun janinnya (Manuaba,

2009).

Ketuban pecah dini adalah rupture kantung air (RKK) yang

terjadi sebelum awitan persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum

ada tanda - tanda persalinan.

3. Manfaat air ketuban bagi ibu

Air ketuban bagi ibu hamil dan inpartu mempunyai beberapa

fungsi. Menurut Manuaba (2004) saat ibu hamil, air ketuban berfungsi

memberi kesempatan berkembangnya janin dengan bebas ke segala

arah, menyebarkan tekanan bila terjadi trauma langsung pada janin.

Sedangkan saat inpartu sendiri berfungsi untuk menyebarkan kekuatan


his sehingga serviks dapat membuka, membersihkan jalan lahir karena

mempunyai kemampuan sebagai desinfektan dan sebagai pelicin pada

saat persalinan.

4. Etiologi

Sebab terjadinya ketuban pecah dini

a. Faktor umum

1) Infeksi Seksual transmitted deseases (STD)

2) Faktor sosial : perokok, peminum, keadaan sosial ekonomi

rendah

b. Faktor keturunan

1) Kelainan genetik

2) Faktor rendahnya vitamin C dan ion Cu dalam serum

c. Faktor obstetrik

1) Overdistensi uterus

a) Kehamilan kembar

b) Hidramnion

2) Faktor obstetrik

a) Serviks inkompeten

b) Serviks konisasi/ menjadi pendek

c) Terdapat cephalopelvik disproportion

1) Kepala janin belum masuk PAP


2) Kelainan letak janin, sehingga ketuban pecah bagian

terendah langsung menerima tekanan intrauteri yang

dominan

3) Pendular abdomen

4) Grandemultipara

( manuaba, 2007 p459):

B. Konsep dasar nifas

Pada periode post partum terdiri dari dua adaptasi , yaitu adaptasi

fisiologis dan adaptasi psikologis.

1. Pembagian post partum

Marmi (2012, p 13) Masa Nifas terbagi menjadi 3 tahapan, yaiu:

a. Puerperium Dini yaitu kepulihan dimana ibu telah

diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam

dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.

b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat

genetalia yang lamanya 6-8 minggu.

c. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih

dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau persalinan

mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bila

berminggu –minggu, bulan atau tahunan.


2. Perubahan fisiologis pada masa post partum

a. Perubahan system reproduksi pada masa post partum

Dalam masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun

eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan

sebelum hamil. Perubahan alat-alat genetalia ini dalam

keseluruhannya disebut involusi.

1) Involusi uterus

Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan

suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum

hamil dengan bobot hanya 60 gram. Proses involusi uterus

sebagai berikut:

a) Iskemia miometrium

Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yag terus

menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta

membuat uterus relatif anemi dan menyebabkan serat

otot atrofi.

b) Atrofi jaringan

Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi

penghentian hormone estrogen saat pelepasan

plasenta.

c) Autolysis

Autolysis merupakan proses penghancuran

diri sendiri yang terjadi didalam otot uterin. Enzim


proteolotik akan memendekkan jaringan otot yang

telah kendur hingga 10x panjangnya dari semula

dan lima kali lebih besar dari semula selama

kehamilan, hal ini disebabkan karrena penurunan

hormone estrogen dan progesterone.

d) Efek oksitosin

Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi

dan retraksi otot uterin sehingga akan menekan

pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya

suplai darah ke uterus.

Ukuran uterus pada masa nifas akan

mengecil seperti sebelum hamil. Perubahan –

perubahan normal pada uterus selama post partum

adalah sebagai berikut :

Table 2.1 involusi uterus berdasarkan tinggi, berat,

dan diameter

Involusi Tinggi fundus Berat Diameter


uteri uteri uterus uterus
Plasenta Setinggi 1000 gram 12,5
lahir pusat
7 hari Pertengahan 500 gram 7,5 cm
pusat dan
simpisis
14 hari Tidak teraba 350 gram 5 cm
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm

Sumber : marmi (2012)


2) Involusi tempat plasenta

Setelah persalinan, tempat plasenta dengan

permukaan kasar, tidak rata dan kira – kira sebesar telapak

tangan. Dengan cepat luka ini mengecil pada akhir minggu

ke-2 hanya sebesar 3-4cm dan akhir masa nifas 1-2 cm.

pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak

pembulu darah besar tersumbat oleh thrombus, biasanya

luka yang demikian sembuh dan menjadi parut. Regenerasi

endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama

sekitar 6 minggu.

3) Afterpains

Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga

fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan

kontraksi yang peiodik sering dialami multipara dan bisa

menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal

puerperium. Menyusui dan oksitosin tambahan basanya

meningkatkan nyeri ini karena keduanya merangsang

kontraksi uterus. (Bobak, 2004 p493)

4) Perubahan ligamen

Ligamen- ligamen dan diafragma pelvin serta fasia

yang meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah jalan

lahir, berangsur- angsur menciut kembali seperti sedia kala.

Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang


mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi (Marmi,

2012 p88)

5) Perubahan pada serviks

Servik mengalami involusi bersama-sama uterus.

Perubahan yang terjadi adalah bentuk serviks yang akan

menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh

korpus uteri yang dapat berkontraksi, sedangkan serviks

tidak berkontraksi. Warna serviks merah kehitaman karena

penuh pembuluh darah. Beberapa hari setelah persalinan,

ostium externum dapat dilalui dua jari, pinggir- pinggirnya

tidak rata tetapi retak-retak karena robekan pada saat

persalinan. Pada akhir minggu pertama hanya dapat dilalui

oleh satu jari saja, dan lingkaran retraksi berhubungan

dengan bagian atas dari canalis cervikalis (Marmi, 2012

p88)

6) Lochea

Saleha (2009, p.55) lochea adalah cairan secret yang

berasal dari kavum dan vagina selama masa nifas. Lochea

terbagi menjadi 4 jenis :

a) Lochea rubra ( cruenta) berwarna merah karena berisi

darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel

desidua, verniks caeseosa, lanugo, dan mekoneum


selama 2 hari paska persalinan. Inilah lochea yang akan

keluar selama dua sampai tiga hari post partum.

b) Lochea sanguinolenta berwarna merah kuning berisi

darah dan lendir yang keluar pada hari ke-3 sampe ke-7

pascapersalinan.

c) Lochea serosa adalah lochea berikutnya. Dimulai

dengan versi yang lebih pucat dari lokea rubra. Lokea

ini berbentuk serum dan berwarna merah jambu

kemudian menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi

pada hari ke-7 sampai hari ke-14 pascapersalinan.

d) Lochea alba. Berlangsung dari hari ke-14 kemudin

makin lama makin sedikit hingga sama sekali berhenti

sampe satu minggu atau dua minggu berikutnya.

Bentuknya seperti cairan putih bebentuk krim serta

terdiri atas cairan serum, jaringan desidua, leukosit, dan

eritrosit.

e) Lochea purulenta apabila sudah terjadi infeksi , keluar

cairan seperti nanah berbau busuk

f) Lochiotosis. Lochea tidak keluar dengan lancar.


Table 2.2 Perbedaan Lochea

Lochea Waktu Warna Cirri-ciri


Rubra 1-3 Merah Terdiri dari
hari kehitaman sel desidua,
verniks
caseosa,
rambut
lanugo, sisa
mekonium
dan sisa
darah
Sanguinolenta 3-7 Putih Sisa darah
hari bercampur bercampur
merah lendir
Serosa 7-14 Kekuningan Lebih sedikit
hari atau darah
kecoklatan danlebih
banyak
serum. Juga
terdiri dari
leukosit dan
robekan
laserasi
plasenta
Alba >14 Putih Mengandung
hari selaput
leukosit,
selaput lendir
serviks dan
serabut
jaringanyang
mati
Sumber : marmi (2012,pp90)

7) Perubahan pada vulva, vagina dan perineum

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta

peregangan yang sangat besar selam proses melahirkan

bayi dan dalam beberapa hari pertama, kedua organ ini

berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan

vagina kembali kedalam keadaan tidak hamil dan rugae


dalam vagina berangsur- angsur akan muncul kembali

sementara labia menjadi lebih menonjol. Hymen tampak

sebagai tonjolan kecil.

Setelah melahirkan perineum menjadi kendur

karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang

bergerak maju. Perubahan pada perineum pasca melahirkan

terjadi pada saat perineum mengalami robekan. Robekan

jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dlakukan

episiotomi dengan indikasi tertentu. Pada post natal hari ke-

5, perineum sudah kembali besar tonus waaupun lebih

kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.

Pada perineum kaji tanda-tanda REEDA : R : Redness E :

Edema E : Ecchymosis D : Discharge A : Aproximation

Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan

keadaan sebelum persalinan pertama.meskipun demikian,

latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus dapat

mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini

dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan

harian.

b. Perubahan Sistem Pencernaan

1) Nafsu Makan

Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan,

sehingga ia boleh mengonsumsi makanan ringan. Setelah


ia benar- benar pulih dari efek anesthesi, dan keletihan,

kebanyakan ibu sangat lapar. Permintaan untuk

mengkonsumsi makanan dua kali dari jumlah yang biasa

dikonsumsi disertai konsumsi cemilan.

2) Motilitas

Secara khas, penurunan tonus dan molititas otot

traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah

bayi lahir. Kelebihan analgesi dan anesthesi bisa

memperlambat pengambilan tonus dan motilitas ke

keadaan normal.

3) Defekasi

Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama

dua sampe tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini

bisa disebabkan karena tonus tonus otot menurun selama

proses persalinan, kurang makan, atau dehidrasi. Ibu

sering kali sudah menduga nyeri dirasakan di perineum

leserasi, atau hemoroid. Kebiasaan buang air besar yang

teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali

normal. (Marmi, 2012 p92)

b. Perubahan system perkemihan

1) Fungsi system perkemihan

Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil,

agar tidak mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa


nyaman. Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil

pada ibu post partum, antara lain :

a) Adanya edema trigonium yang menimbulkan obstruksi

sehingga terjadi retensi urin.

b) Diaphoresis yaitu mekanisme tubuh yang mengurangi

cairan yang retensi dalam tubuh terjadi selama 2 hari

setelah melahirkan.

c) Depresi dari sfingter uteri karena penekanan kepala

janin dan spasme oleh iritasi muskulus sfingter ani

selama persalinan, sehingga menyebabkan miksi

2) System urinarius

Pada pasca melahirkan kadar steroid menurun

sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi

ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah

wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira 2-8 minggu supaya

hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis

ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil.

1) Komponen urin

Glikosuria ginjal diinduksikan oleh kehamilan

menghilang. Laktosuria positif pada ibu menyusui

merupakan hal normal. BUN ( Blood Urea Nitrogen)

yang meningkat selama pasca partum, merupakan

akibat otolisis uteru yang berinvolusi, pemecahan


kelebihan proteinuria ringan (+1) selama 1-2 hari

setelah wanita melahirkan. Hal ini terjadipada sekitar

50 persen wanita. Asetonuria bisa terjadi pada wanita

yang tidak mengalami komplikasi persalinan atau

setelah suatau persalinan yang lama dan disertai

dehidrasi.

2) Diuresis post partum

Ibu mulai membuang kelebihan cairan yang

tertimbun dijaringan selama dia hamil dalam 12 jam

pasca persalinan. Salah satu mekanisme unuk

mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil

ialah diaphoresis luas, terutama pada malam hari,

selama 2-3 hari pertama setelah melahirkan. Kehilangan

cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin

menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg

selama masa partum (Marmi, 2012 p92)

3) Ureter dan kandung kemih

Kombinasi trauma akibat kelahiran,

peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi

lahir dan efek konduksi anestesi menyebabkan

keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu, rasa

nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan

saat melahirkan, laserasi vagina, menurunkan atau


mengubah refleks berkemih. Penurunan berkemih,

seiring dieresis pasca post partum bisa

menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi

kandung kemih yang muncul segera setelah wanita

melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih

karena keadaan ini bisa menghambat uterus

berkontraksi dengan baik. Pada masa pasca partum

tahap lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat

menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap

infeksi sehingga mengganggu proses berkemih

normal. Dengan mengosonngkan kandung kemih

secara adekuat, tonus kandunng kemih biasanya

akan kembali dalam 5-7 hari setelah bayi lahir.

Bila wanita pasca persalinan tiap 4jam

persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4jam

pasca persalinan mungkin ada masalah dan

sebaiknya segera dipasang dower kateter selama 24

jam, lakukan katerisasi dan bila jumlah residu

>200ml maka kemungkinan ada gangguan proses

urinasinya. Maka kateter tetap terpasang dan dibuka

bila volume <200ml kateter dibuka dan pasien

diharapkan dapat berkemih seperti biasa. ( Marmi,

2012 p93)
c. Perubahan system musculoskeletal

Adaptasi musculoskeletal termasuk penyebab ralaksasi

dan hipermobilisasi sendi perubahan pada pusat gravitasi ibu

yang disebabkan pembesaran uterus. Stabilisasi sendi secara

sempurna terjadi pada 6 sampai 8 minggu setelah persalinan

(Bobak, 2004)

d. Perubahan sistem endokrin

Penurunan hormone plasenta menyebabkan kadar gula

darah menurun pada masa nifas. Human Chorionic

Gonadotropin (HCG) menuru dengan cepat dan menetap

sampai 10 persen dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum

dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post

partum.

Hormone prolaktin darah meningkat dengan cepat,pada

wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2minggu.

Hormone prolaktin berperan dalam pembesaran payudara

untuk merangsang produksi ASI. Isapan bayi dapat

merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin sehingga dapat

membantu involusi uteri. (Marmi, 2012 p102)

e. Perubahan pada system kardiovaskuler

Kehilangan darah pasca persalinan pervaginan

sekitar 300-400 cc. perubahan yang terjadi terdiri dari


volume darah dan hemokonsentrasi. Pada persalinan

pervaginan, hemokonsentrasi akan naik cenderung stabil

dan kembali normal setelah 4-6 minggu.

Pasca melahirkan, volume darah ibu akan relative

bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi

kordi pada penderita vitum cordial. Hal ini dapat diatasi

dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya

hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali pada hari

ketiga sampai kelima postpartum. (Marmi, 2012p105)

f. Perubahan pada sistem integument

Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak

menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Pada beberapa

wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menetap.

Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha, dan

panggul mungkin memudar, tetapi tidak hilang seluruhnya.

Rambut halus yang tumbuh lebat pada saat hamil

biasanya akan menghilang setelah wanita melahirkan, tepi

rambut kasar yang timbul sewaktu hamil biasanya akan

menetap. Kekuatan kuku akan kembali pada keadaan

sebelum hamil. (Bobak, 2004 p501)

g. Perubahan pada system neurologi

Perubahan neurologis selama masa puerperium

merupakan kebalikan adaptasi neurobiologis yang terjadi


saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami

wanita saat melahirkan.

Rasa tidak nyaman neurologis selama kehamilan akan

menghilang setelah wanita melahirkan. Rasa kesemutan

pada jari yang dialami 5 persen wanita hamil biasanya

hilang setelah melahirkan. Nyeri kepala post partum bisa

disebabkan berbagai keadaan, termasuk hipertensi akibat

kehamilan,stress, dan kebocoran cairan serebrospinalis

kedalam ruang ekstradural pada waktu pemberian anestesi

spinal (Bobak, 2004 p500)

h. Perubahan pada system hematologi

Hematokrit dan hemoglobin mengalami

pengingkatan pada hari ketiga sampe hari ketujuh setelah

persalinan. Hal ini disebabkan pada 72 jam pertama setelah

persalinan banyak kehilangan volume plasma, ditambah

peningkatan sel darah pada waktu kehamilan. Ht dan Hb

akan kembali pada keadaan normal seperti sebelum hamil

dalam 4 sampe 5 minggu post partum.. (Bobak, 2004 p500)

i. Perubahan pada tanda-tanda vital

1) Suhu badan

Pasca melahirkan suhu tubuh dapat naik sekitar

0,5°c dari keadaan normal. Pada hari ke 14 post partum

suhu badan akan naik lagi karena diakibatkan pembentukan


ASI, kemungkinan payudara membengkak, maupun

kemungkinan infeksi pada endometrium, mastitis, traktur

genetalia. Apabial kenaikan suhu diatas 38°c waspada

terhadap infeksi post partum.

2) Nadi

Pasca melahirkan denyut nadi dapat menjadi

takikardi. Denyut nadi yang melebihi 100 kali permenit

harus diwaspadai kemungkinan infeksi post partum.

3) Tekanan darah

Pada kasus normal pasca melahirkn tekan darah

biasanya tidak berubah. perubahan tekanan darah lebih

rendah pada post partum dapat diakibatkan oleh

perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada post

partum merupakan tanda pre eklamsi post partum.

4) Pernafasan

Pada ibu post partum umumnya bernafas lambat

atau normal. Hal ini karena ibu dalam keadaan pemulihan

atau dalam kondisi istirahat. Keadaan pernafasan selalu

berhubungan dengan suhu dan denyut nadi, kecuali bila ada

gangguan khusus pada saluran nafas. (Marmi, 2012 p104)

3. Perubahan psikologis padda masa post partum

a. Tahap 1 : ketergantungan ( taking-in)


Tahap ini terjadi setalah melahirkan merupakan fase “

taking in” ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan.

Ibu memfokuskan energinya pada bayinya yang baru ia

mungkin selalu membicarakan pengalaman melahirkannya

berulang-ulang.

b. Tahap II : Ketergantungan- ketidaktergantungan ( taking-hold)

Tahap kedua ini mulai sekitar hari ke-3 setelah melahirkan

dan berakhir pda minggu ke 4 sampe ke 5 atau sering

disebut fase “ taking hold” ibu siap menerima peran

barunya. Berusaha mandiri, dan berinisiatif. Selama fase ini

system pendukung menjadi sangat bernilai. Mekanisme

pertahanan diri pasien merupakan sumber penting selama

fase ini karena post partum blues merupakan hal yang biasa

terjadi.

c. Tahap III : saling ketergantungan ( letting go )

Dimulai sekitar minggu ke 5 sampai ke 6 post partum. Fase

ini disebut fase “ letting go” sistem keluarga telah

menyesuaikan diri dengan anggota keluarga baru. Orang

tua dalam memberikan kasih sayang kepada dan kehadiran

seorang anak membutuhkan proses. (saleha, 2009 p64)

4. Perawatan pasca post partum

a. Mobilisasi, karena lelah sehabis bersalin ibu harus istirahat,

tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian


boleh miring-miring kekanan dan kekiri untuk mencegah

terjadinya thrombosis dan tromboeboli. Pada hari ke 2

diperbolehkan pulang mobilisasi diatas mempunyai variasi,

bergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya

luka-luka.

b. Diet : makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori.

Sebaiknya makan makanan yang mengandung protein, banyak

cairan, sayuran-sayuran dan buah-buahan.

c. Miksi : hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya.

Kadang-kadang wanita mengalami sulit kencing, karena

sfringter uretra akan ditekan oleh kepala jalan dan spasme oleh

iritasi sphincter ani selama persalinan, juga oleh karena adanya

edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Bila

kandung kemih penuh dan wanita sulit kencing, sebainya

dilakukan kateterisasi.

d. Defekasi : buang air besar harus dilakukan 3-4 hari pasca

persalinan. Bila masih sulit buang air besar dan terjadi

konstipasi apalagi berak keras dapat diberikan obat laksatif

peroral ataupun per rectal.

e. Perawatan payudara (mammae) : perawatan mammae telah

dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu lemas, tidak

keras, dan kering sebai persiapan untuk menyusui bayinya. Bila

bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara:


1) Pembalutan mammae sampai tertekan

2) Pemberian obat estrogen untuk supsresi LH seprti tablet lynoral

dan parodel.

3) Dianjurkan sekali supaya ibu menyusukan bayinya karena

sangat baik untuk kesehatan bayinya.

f. Laktasi : untuk menghadapi masa laktasi ( menyusukan )sejak

dari kehamilan telah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar

mammae yaitu:

1) Proliferasi jaringan pada kelenjar-kenjar, alveoli, dan jaringan

lemak bertambah.

2) Keluarkan cairan kolostrums

3) Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana

vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas.

Setelah persalinan, pengaruh supresi estrogen dan progesterone

hilang. Maka timbul pengaruh hormone laktogenik (LH) atau

prolaktin yang akan merangsang air susu. Disamping itu,

pengaruh oksitosin menyebabkan mioepitel kelenjar susu

berkontraksis sehingga air susu keluar, produksi akan banyak

sesudah 2-3 hari pasacpersalinan.


4. PATOFISIOLOGI

Likuor amni atau sering disebut sebagai air ke tuban mempunyai

fungsi pada saat persalinan yaitu menyebarkan kekuatan his sehingga

serviks dapat membuka, membersihkan jalan lahir karena mempunyai

kemampuan sebagai pelindung antara batas dunia luar dan ruang dalam

rahim. Mekanisme dari pecahnya selaput ketuban dapat berlangsung

sebagai berikut. Manuaba ( 2004) :

1. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kuranngnya jaringan

ikat dan vaskularisasi.

2. Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat

lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.

3. Dampak jika ketuban pecah maka tidak akan meratakan

tekanan didalam uterus pada partus sehingga serviks tidak akan

membuka, akibatnya akan menghambat proses persalinan.

Ketuban yang pecah dapat menyebabkan terjadinya infeksi

intrapartal. Makin lama periode laten , makin besar

kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas dan

meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan bayi

atau janin dalam rahim.

Persalian mengakibatkan terputusnya jaringan yang dapat

menekan pembuluh syaraf sehingga terjadi penurunan tonus otot dan

hal ini menyebabkan resiko konstipasi.


Ibu mengalami penurunan refleks untuk berkemih yang

menyebabkan distensi kandung kemih dan akan muncul masalah

perubahan eliminasi urine. Terputusnya jaringan juga merusak

pembuluh darah dan menyebabkan resiko defisit volume cairan.

Terputusnya jaringan juga menyebabkan resiko infeksi apabila tidak

dirawat dengan baik karena kuman mudah berkembang dan semakin

banyak mikroorganisme masuk kedalam tubuh. Dibutuhkan asupan

nutrisi yang baik untuk mempercepat proses penyembuhan luka.

(Bobak 2004),

Pada saat masa nifas ibu mengalami perubahan fisiologis dan

psikologis. Perubahan fisiologis pada ibu akan terjadi kontraksi uterus.

Dimana kontraksi uterus bisa adekuat dan tidak adekuat. Dikatakan

adekuat apabila kontraksi uterus kuat dimana terjadi perubahan involusi

yaitu proses pengambilan uterus kedalam bentuk normal yang dapat

menyebabkan nyeri yang prosesnya mempengaruhi syaraf pada uterus.

Ibu mengeluarka lochea setelah persalinan berupa sisa plasenta

sehingga pada daerah vital kemungkinan terjadi resiko kuman mudah

berkembang. (William 2006),

Dikatakan tidak adekuat karena kontraksi uterus lemah akibat

terjadi perdarahan dan atonia uteri. Perubahan fisiologis dapat

mempengaruhi payudara. Setelah melahirkan terjadi penurunan

hormone progesterone dan estrogen sehingga terjadi peningkatan

hormon prolaktin yang menghasilkan pembentukan ASI, dimana ASI


keluar untuk pemenuhan gizi pada bayi. Apabila bayi mampu menerima

asupan ASI dari ibu maka refleks bayi berarti proses laktasi efektif.

Sedangkan jika ASI tidak keluar disebabkan kelainan pada bayi dan ibu

yaitu bayi menolak, bibir sumbing, puting lecet, suplai tidak adekuat

berarti proses laktasi tidak efektif. ( Bobak 2004),

Perubahan psikologis pada ibu yaitu terjadi taking in, taking hold,

dan letting go, pada fase taking in kondisi ibu lemah maka terfokus

pada diri sendiri sehingga butuh pelayanan dan perawatan dirinya

sendiri. Pada fase taking hold ibu belajar tentang hal baru dan

mengalami peubahan yang signifikan dimana ibu butuh informasi

karena ibu kurang pengetahuan. Pada fase letting go, ibu mampu

menyesuaikan diri dengan keluarga sehingga disebut ibu mandiri,

menerima tanggung jawab dan peran baru sebagai orang tua. ( Saleha,

2009 p64)
5. KOMPLIKASI

Menurut Cunningham (2006) terdapat komplikasi ketuban pecah dini baik

pada janin maupun ibu.

1. Komplikasi janin

a. Asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin,

b. Prematuritas, persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan

preterem,

c. Penekanan tali pusat ( prolapsus) : gawat janin kematian janin

akibat hipoksia sering terjadi pada presentasi bokong atau letak

lintang, trauma pada waktu lahir,

d. Oligohidramnion, bukan sering partus kering (dry labor)karena air

ketuban habis

e. Infeksi maternal : infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens

dari vagina ke intrauterine, koriomnionitis ( demam >38°c ,

takikardi, leukositosis, nyeri uterus, cairan vagina berbau busuk

atau bernanah, DJJ meningkat), endometritis,

2. Komplikasi ibu

a. Endometritis

b. Penurunan aktifitas miometrium ( distonia, atonia)

c. Sepsis cepat karena daerah uterus dan intramnion memiliki

vaskularisasi sangat banyak,

d. Dapat terjadi syok septic sampai kematian ibu.


6. Manifestasi klinis

Menurut Mansjoer (2002), yaitu :terdapat manifestasi klinik dari

ketuban pecah dini , diantaranya:

1. Keluarnya ketuban warna putih , keruh, jernih , kuning, hijau /

kecoklatan sedikit/ banyak

2. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi

3. Janin mudah teraba

4. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah

kering

5. Inspeksikula, tampak air ketuban mengalir / selaput ketuban tidak

ada dan air ketuban sudah kering

6. Tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus

7. Uterus lunak.

C. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan post partum spontan dengan ketuban pecah dini

menurut saifudin (2004) dapat dilakukan denagn dua cara,

yaitu :

1. Konservatif

a. Rawat dirumah dengan tirah baring,

b. Berikan antibiotik ( ampisilin 4 x 500 mg dan metronidazol 2x 500

mg selama tujuh hari).

c. Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban

masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.


d. Jika usia kehamilan 32-37 minggu , belum inpartu, tidak ada

infeksi , tes busa negative : beri deksametason, observasi tanda-

tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilann

37 minggu,

e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu , tidak ada infeksi

, berikan salbutamol, deksametason, dan induksi sesudah 24 jam.

f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu ada infeksi, beri antibiotic dan

lakukan induksi

g. Nilai tanda-tanda infeksi, antara lain : suhu, leukosit, dan tanda-

tanda infeksi intrauterine ,

h. Jangan lakukan pemeriksaan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda

persalinan,

i. Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau

gawat janin,

j. Dalam 3x 24 jam tidk ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi

uterus maka lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air

berlangsung terus, lakukan terminasi kehamilan.

2. Aktif

a. Apabila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis

tinggi. Bila ditemukan tanda-tanda inpartu, infeksi dan gawat janin

maka lakukan terminasi kehamilan.

b. Induksi atau akselerasi persalinan.


c. Lakukan seksio cesaria bila induksi tau ekselerasi persalinan

mengalami kegagalan.

d. Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat

ditemukan.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan leukosit darah > 15000 / ul bila terjadi infeksi

2. Test lakmus merah berubah menjadi biru

3. Amnion sentesis

4. USG ( menentukan usia kehamilan, indeks cairan amnion berkurang)

(arief monsjoer , dkk, 2004).

E. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik menurut Doenges (2002, p 379)

1. Penampilan umum :

Untuk mengetahui penampilan umum, ibu diminta untuk BAK di

kamar mandi kemudian dinilai kemampuan jalannya,lemas apa tidak,

cepat atau lambat. Observasi juga respon kesakitan pada abdomen

seperti meringis, atau meneganng perutnya. Kerapian rambut dilihat,

disisir atau tidak, tampak kusut atau tidak. Observasi juga cara

berpakaian dan berias diri.


2. Vital Sign

TD: abnormal bila 140/90 mmhg atau peningkatan 20 pada tekanan

diastolic

TD, RR, Pulse : kaitan normal dengan post partum. Tidak ada

kenaikan suhu

3. Rambut

Periksa rambut untuk kekuatan dan kelembutan rambut. Defisiensi

nutrisi menyebabkan rambut menjadi kasar dan kusam. Rontok pada

post partum dalam jumlah yang wajar adalah hal yang normal karena

selama hamil metabolisme meningkat sehingga pertumbuhan rambut

menjadi cepat dan matang pada saat yang sama. Pada saat post partum

dimana metabolisme kembali ke level normal, rambut tersebut

mengalami kerontokan.

4. Muka

Adakah oedema pada muka (kelopak mata), khususnya dipagi hari

karena ibu baru saja tidur terlentang semalaman. Tetapi pada ibu

dengan riwayat hipertensi hal ini menjadi hal yang tidak normal karena

berarti terjadi kelebihan cairan tubuh. Hal ini bisa juga sebagai tanda

hipertensi pasca persalinan

5. Mata

Conjungtiva : merah dan lembab. Konjungtiva yang pucat bisa karena

kronik anemi selama hamil, merah pada sclera karena perubahan

kapiler akibat mengejan saat persalinan.


6. Leher

Ada pembesaran kelenjar tyroid apa tidak

7. Mammae

a. Fisiologis : mammae masih teraba lunak pada hari I dan II post

partum, mulai keluar kolustrom, hari ke III hangat dan berisi

(filling : mulai produksi ASI ) hari IV keras, produksi ASI

meningkat, pembuluh darah kelihatan)

b. Patologis : Engorgement ( bengkak, panas, keras, sakit) puting:

inverted/ melesak, lecet

8. Abdomen

a. Inspeksi striae, linea nigra, linea alba, kontur kulit

b. Peristaltik usus, normal post partum, peristaltik kembali lebih

10x/menit , seperti sebelum kehamilan.

c. Palpasi supra public untuk mendeteksi bladder distensi akan

mengganggu rasa nyaman pasien karena akan terasa nyeri tekan

didaerah supra publik dab membuat kontraksi uterus tidak

maksimal

d. Diastasis Recti Abdominis : Kontraksi otot rektus abdominis (+)

bila peregangan otot digaris tengah lebih dari dua setengah jari

dengan cara memasukan jari tengah dan jari telunjuk kebagian dari

diafragma perut ibu. Jika jari masuk dua jari berarti diastasis recti

ibu normal. Jika lebih dari dua jari maka ibu mengalami

peregangan mekanis dinding abdomen yang dapat menyebabkan


berbagai masalah misalnya sakit punggung, disfungsi dasar

panggul, nyeri panggul.

9. Uterus

Palpasi kontraksi, tinggi fundus uteri, dan letaknya center atau

menyinmpang. Uterus menyamping biasanya karena desakan blass

yang penuh. Blass yang penuh juga akan menurunkan kontraksi uterus

yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Apabila hal ini terjadi

maka urin harus dikeluarkan dengan kateter dan dilakukan fundal

massage, yaitu merangsang funus uteri dengan tangan sampe teraba

peningkatan tonus uterus.

10. Perineum

Perineum : kaji apakah terdapat luka : kaji kondisi luka ( tanda –tanda

REEDA: redness (kemerahan), edema ( bengkak) yang berlebihan,

echimosis ( kebiruan), discharge (pengeluaran cairan), approximation

(penyatuan jaringan)

Lochea : rubra, serosa, alba, jumlah: bisa ditimbang, di ukur diameter

noda dalam pembalut atau dengan pergantian pembalut) bau , adanya

bekuan
Table. 2.3 Skala REEDA Penilaian Penyembuhan luka perineum pasca

persalinan

ni Redness Edema Ecchymo Discharge Approxim


la (kemera (pembengkak sis (pemgeluara ation
i han) an) (kebiruan n) (penyatua
n luka)
0 Tidak Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tertutup
ada
1 Kurang Pada Kurang Serum Jarak kulit
dari 0,25 perineum <1 dari 0,25 3 mm atau
cm pada cm dari cm pada kurang
kedua laserasi kedua sisi
sisi atau 0,5
laserasi cm pada
satu sisi
0,25-1cm

2 Pada pada Serosanguin Terdapat


Kurang perineum dan kedua sisi us jarak
dari 0,5 atau vulva, atau 0,5- antara
cm pada antara 1-2cm 2cm pada kulit dan
kedua dai laserasi satu sisi lemak
sisi subkutan
3 laserasi Pada >1cmpad Berdarah
perineum a kedua purulent Terdapat
Lebih adan atau sisi atau 2 jarak
dari 0,5 vulva >2cm cm pada antara
cm pada dari laserasi satu sisi kulit,
kedua lemak
sisi subkulit
laserasi dan fasia

11. Reptum

Kaji adanya reptum

12. Ekstermitas
Kaji tanda tromboplebitis, terutama pada betis : Homan’s sign (+) bila

betis lurus didorsofleksikan dan pasien berespon sakit, terdapat

kemerahan , bengkak dan panas pada betis.

F. PENGKAJIAN FOKUS

Pengkajian dasar data klien 4 jam pertama setelah kelahiran plasenta,

sampai 3 hari pasca partum menurut Doenges ( 2002, p. 379-387) yaitu :

1. Aktivitas / istirahat

Dapat tampak berenergi atau kelelahan / keletihan , mengantuk .

insomnia mungkin teramati.

2. Sirkulasi

Nadi biasanya lambat ( 50 sampai 70 kali per menit) karena

hipersensitivitas vegal. Tekanan darah bervariasi, mungkin lebih

rendah pada respon terhadap analgesik atau anestesi, atau meningkat

pada respon terhadap pemberian oksitosin atau hipetensi karena

kehamilan (HKK). Edema, bila ada, mungkin dependen (missal

ditemukan pada ekstermitas bawah), atau dapat meliputi ektermitas

atas dan wajah, atau mungkin umum ( tanda-tanda HKK). Kehilangan

darah selama persalinan dan kelahiran sampai 400-500 ml untuk

kelahiran vaginal atau 600 – 800 ml untuk kelahiran secsio cesaria.

Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.

3. Integritas ego
Reaksi emosional bervariasi dapat berubah-ubah ,missal : eksitasi atau

perilaku menunjukkan kurang kedekatan, tidak berminat ( kelelahan) ,

atau kecewa. Dapat mengekspresikan masalah atau meminta maaf

untuk perilaku intrapartum atau kehilangan control, dapat

mengeksesikan rasa takut mengenai kondisi bayi baru lahir dan

perawatan segera pada neonatal. Peka rangsang, takut atau menangis (

post partum blues) sering terlihat kira-kira 3 hari setelah melahirkan.

4. Eliminasi

Hemoroid sering ada dan menonjol. Kandunng kemih mingkin teraba

di atas simfisis pubis, atau kateter urinarius mungkin tterpasang.

Dieresis dapat terjadi bila tekanan bagian presentasi menghambat

aliran urinarius dan cairan I.V diberikan selama persalinan dan

kelahiran. Dieresis diantara hari ke- 2 dan ke-5.

5. Makan / cairan

Dapat mengeluh haus, lapar atau mual. Kehilangan nafsu makan

mungkin dikeluhkan kira-kira hari ke-3

6. Nyeri/ ketidaknyamanan

Dapat melaporkan ketidak nyamanan dari berbagai sumber, missal

setelah nyeri, trauma jaringan atau episiotomy, kandung kemih penuh,

perasaan dingin atau otot tremor dengan menggigil. Nyeri tekan

payudara atau pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai hari

ke-5 pasca partum.

7. Seksualitas
Fundus keras berkontraksi , pada garis tengah dan retak setiggi

umbilicus. Drainase vagina atau lokhia jumlahnya sedang, merah

gelap, dengan hanya bekuan kecil. Perineum bebas dari kemerahan,

edema, ekimosis, atau rabas, striae mungkin ada pada abdomen, paha,

dan payudara. Payudara lunak, dengan putting tegang. Uterus 1 cm

diatas umbilicus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1

lebar jari setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut samapi hari kedua dan

ketiga , berlanjut menjadi lokhia serosa dengan aliran tergantung pada

posisi ( missal rekumben versus ambulasi berdiri), dan aktivitas (

missal menyusui). Produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut susu

matur, biasanya pada hari ketiga.

8. Penyuluhan / pembelajaran

Catat obat-obatan yang diberikan, termasuk waktu dan jumlah, ketidak

tahuan klien tentang perawatan pasca persalinan, KB, pemberian ASI.

G. DIOAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri berhubungan dengan trauma mekanis, proses involusi trauma

jalan lahir

Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan yang actual

atau potensial atau digambarkan dalam hal sedemikian rupa,

awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga


berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan

berlangsung kurang dari 6 bulan

( Nanda,2010,p.410)

Batasan karakteristik

Perubahan selera makan, perubahan tekanan darah, perubahan

frekuensi jantung dan pernapasan, laporan isyarat, diaphoresis,

perilaku distraksi ( missal berjalan mondar- mandir mencari orang

lain dan / atau aktifitas yang berulang), mengekspresikan perilaku (

missal gelisah,merengek, menangis, waspada, iritabilitas,

mendesah), masker wajah ( missal mata kurang bercahaya, tampak

kacau, gerakan mata berpancar atau tetap pada satu focus,

meringis), perilaku melindungi area nyeri, gangguan tidur,

melaporkan nyeri secara verbal. ( Nanda, 2015 p. 299)

NOC:

a. Pain level,

b. Pain control

c. Comfort level

Kriteria hasil :

a. Mampu mengotrol nyeri

b. Melaporkan bahwa nyerinya berkurang dengan menggunakan

manejemen nyeri

c. Mampu mengenali nyeri

d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang


2. Resiko inveksi

a. Definisi

Mengalami peningkatan risiko terserang organism patogenik

( Nanda , 2015,p.305).

NOC :

a. Imun status

b. Pengetahuan : kontrol infeksi

b. Factor resiko

Penyakit kronis, imunitas didapat yang tidak adekuat, pertahanan

tubuh primer yang tidak adekuat( missal integritas kulit tidak utuh,

jaringan yang mengalami trauma, penurunan kerja siliaris),

pertahanan tubuh sekunder yang tidak adekuat ( missal penurunan

Hb, supresi respon inflamasi), peningkatan pemajanan lingkungan

terhdap patogen, imunosupresi, prosedur invasive, malnutris,

ketuban pecah dini, trauma, kerusakan jaringan.

3. Perubahan eliminasi urine ( retensi urine) berhubunga dengan efek

hormonal, trauma mekanis dan efek anestesi

Definisi : ketidak sempurnaan pengosongan kandung kemih

Batasan karakteristik :

Subjektif : disuria, sensasi kandung kemih penuh


Objektif : distensi kandung kemih , urine menetes, inkontinensia, urine

residu, haluaran urine sedikit atau tidak ada

NOC :

a. Eliminasi urine

Ktiteria hasil :

a. Klien dapat mengosongkan kandung kemih setiap berkemih

b. Dapat berkemih tanpa dibantu dalam 6-8 jam setelah proses

melahirkan

(NANDA, 2015, P..)

4. Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot dan nyeri

pada perineum.

Definisi : beresiko mengalami penurunan frekuensi normal defekasi,

disetai kelulitan atau pengeluaran feses tidak tuntas, atau pengeluaran

feses yang sangat keras dan kering

Batasan karakteristik :

Subjektif : mengharapkan defekasi setiap hari, mengharapkan

pengeluaran feses pada waktu yang sama setiap hari

Objektif : penggguan laksatif , enema dan supositoria

NOC :

a. Defekasi

b. Hidrasi

kriteria hasil :
a. Menggambarkan kebutuhan diet ( cairan dan serat ) yang

dibutuhkan untuk mempertahankan pola defekasi dari biasanya

b. Mengeluarkan feses dengan konsistensi dan frekuensi yang sesuai

dengan kebiasaan klien

c. Melaporkan pengeluaran feses tanpa disertai nyeri atau mengejan

( NANDA, 2011 P161)

5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan

masukan selama proses persalianan, perdarahan selama persalinan

Definisi : penurunan citra intravaskuler, interstial, atau intrasel.

Diaognosa ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan sja tanpa

perubahan natrium

Batasan karakteristik :

Subjektif : haus

Objektif : perubahan status mental, penurunan turgor kulit dan lidah,

penurunan haluaran urine, penurunan pengisian vena, kulit dan

membrane mukosa kering, hematokrit meningkat, suhu tubuh

meningkat, peningkatan frekuensi nadi, penurunan tekanan darah,

konsentrasi urine meningkat, penurunan BB yang tiba-tiba ,

kelemahan.

NOC:

a. Kseimbangan cairan

b. Hidrasi

c. Status nutrisi : pemasukan dan pengeluaran


kriteria hasil :

a. Memiliki konsentrasi urine yang normal ( berat jenis urine)

b. Memiliki hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal

c. Memiliki keseimbangan asupan dalam ( mukosa lembab, mampu

berkeringat )

(NANDA, 2015 p 235)

6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anesthesia,

penurunan kekuatan dan ketahanan , ketidak nyamanan fisik.

Definisi : suatu keadaan seseorang yang mengalami hambatan

kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri, seperti mandi,

berganti pakaian , makan, dan eliminasi ( NANDA, 2011, P 642)

Btasan karakteristik menurut Wilkinson ( 2012) adalah :

a. Defisit perawatan diri mandi / hygiene

Objektif : ketidakmampuan untuk mengakses kamar mandi,

mengeringkan badan, mengambil perlengkapan mandi,

mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi,

membersihkan tubuh atau anggota tubuh.

NOC:

a. intoleransi aktivitas

b. persepsi sensori

kriteria hasil:

a. mampu membersihkan tubuh sendiri secara mandiri dengan

atau tanpa bantuan orang lain.


b. Mampu mempertahankan kebersihan dirinya sendiri dan

penampilan yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa alat

bantu

c. Mampu untuk merawat mulut dan gigi secara mandiri dengan

atau tanpa alat bantu

d. Mampu mempertahankan mobilitas yang diperlukan untuk

kekamar mandi dan mampu menyiapkan perlengkapan mandi

b. Defisit perawatan diri berpkakaian / berhias

Objektif : hambatan kemampuan untuk mengancingkan pakaian ,

mengambil pakaian, mengenakan, atau melepas bagian- bagian

pakaian yang penting.

NOC:

a. Status kesehatan

b. Toleransi aktivitas

Kriteria hasil:

a. Mampu melakukan tugas fisik yang paling mendasar dan

aktivitas perawatan diri secara mandiri dengan atau tanpa

alat bantu

b. Mampu untuuk mengenakan pakaian dn berhias secara

mandiri atau tanpa alat bantu


c. Mampu mempertahankan kebersihan pribadi dan

penampilan yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa alat

bantu

d. Mengungkapkan kepuasan berpakaian dan menata rambut

c. Deficit perawatan diri makan

Objektif : ketidak mampuan melakukan hygiene eliminasi yang

tepat, tidak mampu mencapai, duduk, bangun, dan menyiram

kloset atau kursi buang air besar dan memanipulasi pakaian untuk

eliminasi.

NOC:

a. Intoleransi aktivitas

b. Kebersihan mulut

Kriteria hasil:

a. Status nutrisi: ketersediaan zat gizi untuk memenuhi kebutuhan

metabolic

b. Asupan makanan dan cairan , kuantitas makanan dan cairan

asupan kedalam tubuh selama 24 jam

7. Resiko ketidak mampuan untuk menjadi orang tua berhubungan

dengan kurang dukungan diantra orang terdekat , tidak tersedia model

peran

Definisi : resiko ketidak mampuan pengasuh utama untuk menciptakan

, mempertahankan, atau membapatkan kembali lingkungan yang

mendukung pertumbuhan dan perkembangan optimum anak.


Batasan karakteristik :

Subjektif : pernytaan negatif tentang anak, pernyataan tentang ketidak

mampuan memenuhi kebuhan kebutuhan anak, mengatakan frustasi,

mengatakan tidak mampu mengontrol anak mengatakan ketidak

adekuatan peran

Objektif : penelantaran , penganiayaan anak, pengabaian anak, sering

memberi hukuman.

NOC :

a. Koping keluarga

b. Pelekatan orang tua dan bayi

Kriteria hasil :

a. Orang tua secara verbal mengungkapkan perasaan positif terhadap

bayi

b. Orang tua member sentuhan , asupan, tepukan, ciuman, dan

senyuman kepada bayi

c. Orang tua selalu melakukan kontak mata dan memenuhi kebutuhan

bayi.

(NANDA, 2011 p 541)

8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan informasi

Definisi : tidak ada atau kurang informasi kognitif tentang topic

tertentu

Batasan karakteristik :

Subjektif : mengungkapkan masalah secara verbal


Objektif : tidak mengikuti instruksi secara akurat, performa uji tidak

akurat, perilaku yang tidak sesuai atau terlalu berlebihan histeris ,

bermusuhan, agitasi, atau apatis)

NOC :

a. Pengetahuan : perjalanan penyakit

b. Pengetahuan : pola hidup sehat

kriteria hasil :

a. Mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan

b. Memperlihatkan kemampuan dengan ketrampilan yang sudah

diajarkan

c. Mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan oleh perawat

( NANDA, 2011 P 440)

H. FOKUS INTERVENSI

1. Nyeri berhubungan dengan trauma mekanis, proses involusi trauma jalan

lahir :

NIC :

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi

karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

b. Observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan

c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman

nyeri klien

d. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri


e. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

f. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidak

efektifan control nyeri masa lampau

g. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

h. Control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu

ruangan , pencahayaan dan kebisingan atau berdiri

i. Monitor TD, Nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas

j. Monitor kualitas dari nadi

k. Monitor sianosis perifer

l. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit

m. Identifikaasi penyebab dari perubahan vital sign

(NANDA, 2015 p 299)

2. Resiko infekasi berhubungan dengan trauma jalan lahir

NIC :

a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

b. Pertahankan teknik isolasi

c. Batasi pengunjung jika perlu

d. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat

berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien

e. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

f. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

g. Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat

h. Tingkatkan intake nutrisi


i. Gunakan kateter intramiten untuk menurunkan infeksi kandung

kemih

j. Berikan terapi antibiotik bila perlu , infection protection ( proteksi

terhadap infeksi)

k. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local

l. Monitor hitung granulosit, WBC

m. Monitor kerentanan terhadap infeksi

n. Batasi pengunjung

o. Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko

p. Berika perawatan kulit pada pada area epidema

q. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan , panas,

drainase

r. Inspeksi kondisi luka/ insisi pemedahan

( NANDA, 2015, p 309)

3. Perubahan eliminasi urine (retensi urine) berhubunga dengan efek

hormonal, trauma mekanis dan efek anestesi

NIC :

a. Monitor intake dan output

b. Monitor penggunaan obat antikolinergi

c. Monitor derajat distensi bledder

d. Indtruksikan pada paisien dan keluarga untuk mencatat output

urine

e. Sediakan privacy untuk eliminasi


f. Stimulasi refleks bladder dengan kompres dingin pada abdomen

g. Kateterisasi jika perlu

h. Monitr tanda dan gejala ISK ( panas, hematuria, perubahan baud an

konsistensi urine

4. Resiko konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot dan nyeri

pada perineum.

NIC :

a. Monitor tanda dan gejala konstipasi

b. Kaji aktivitas klien

c. Kaji pengobatan yang sedang dilakukan klin

d. Kaji warna dan konsistensi feses pertama

e. Keluarkan feses

f. Kaji ada tidaknya bising usus dan distensi abdomen

g. Informasikan kepada klien tentang kemungkinan konstipasi akibat obat

h. Informasikan pasien mengenai konsekuensi penggunan laksatif jangka

panjang

i. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai kebutuhan, untuk meningkatkan

serat dan cairan dalam diet panjang

j. Anjurkan aktivitas yang optimal untuk merangsang defekasi

k. Berikan privasi dan keamanan untuk pasien selama defekasi

l. Berika cairan sesuai selera pasien

(NANDA, 2011 p 161)


5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan

masukan selama proses persalianan, perdarahan selama persalinan

NIC :

a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

b. Monitor status hidrasi ( kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat,

tekanan darah ortostatik),

c. Monitor vital sign

d. Monitor masukan makanan/ cairan hitung intake kalori harian

e. Kolaborasik pemberian cairan IV

f. Monitor status nutrisi

g. Berikan cairan IV pada suhu ruangan

h. Dorong masukan oral

i. Dorong keluarga membantu pasien makan

j. Kolaborasi dengan dokter

k. Atur kemungkinan transfusi

Hypovolemia management

a. Monitor status cairan termasuk intake dan output

b. Pelihara IV line

c. Monitor tingkat Hb dan hematokrit

d. Monitor tanda vital

e. Mnitor respon pasien terhadap pemberian cairan’

f. Monitor BB

g. Dorong pasien untuk menambah intake oral


h. Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kelebihan

volume cairan

( NANDA, 2015, p 314)

6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anesthesia,

penurunan kekuatan dan ketahanan , ketidak nyamanan fisik.

NIC :

a. Pantau tingakat kekuatan dan toleransi aktivitas

b. Pantau peningkatan dan penurunan kemampuan untuk berpakaian dan

melakukan perawatan rambut

c. Pertimbangkan budaya pasien ketilka mempromosikan aktivitas

perawatan diri

d. Bantu pasien memilih pakaian yang mudah dipakai dan dilepas

e. Fasilitasi pasien untuk menyisir rambut , bila memungkinkan

Self-care assistance : toileting

a. Membantu pasien ke toilet

b. Memulai jadwal ke toilet

c. Menyediakan alat bantu

d. Mngikut sertakan keluarga untuk membantu

( NANDA, 2015, P240)

7. Resiko ketidak mampuan untuk menjadi orang tua berhubungan dengan

kurang dukungan diantara orang terdekat , tidak tersedia model peran

NIC :

a. Kaji deporesi pasca melahirkan dan jenis depresi


b. Kaji tanda ketidak mampuan untuk menjadi orang tua

c. Berikan informasi kepada orang tua tentang sumber informasi

komunikasi

d. Bantu kesempatan interaksi orang tua – anak yang sering

e. Keterampilan model menjdi orag tua

f. Bina hubungan saling percaya dengan anggota keluarga

g. Bantu keluarga untuk mengatasi perasaan bersalah

h. Fasilitasi kebersamaan didalam atau antar keluarga

( NANDA, 2015, p. 551)

8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan informasi

NIC :

a. berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses

penyakit yang spesifik

b. jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini

berhubungan dengan anatomi dan fisiologi dengan cara yang tepat

c. Gambarkan tanda dan gejala yang bisa muncul pada penyakit, dengan

cara yang tepat

d. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat

e. Sediakan bagi keluarga atau pasien informasi tentang kemajuan pasien

dengan cara yang tepat

f. Diskusikan pemilihan terapi atau penanganan

g. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second

opinion dengan cara yang tepat atau diindikasi


I. EVALUASI

Evaluasi keperawatan dilakukan setelah melakukan tindakan

keperwatan bertujuan untuk menilai sejauh mana keefektifan dan

keberhasilan suatu tindakan keperawatan yang telah diberikan. Effendi (

1998, p59) mengemukakan bahwa penilaian adalah tahap bahwa apakah

tujuan tercapai atau keberhasilan dari tindakan keperawatan yang

dikaitakan dengan pencapaian tujuan keadaan fisik, fisiologis dan sikap

serta pengetahuan dan perubahan perilaku.

Tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan sumatif.

Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan

keperawatan. Sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir. Menurut

Irene M Bobak ( 2004, p 648)untuk menjadi efektif, evaluasi perlu

didasarkan pada kriteria yang dapat diukur yang mencerminkan hasil akhir

perawatan yang diharapkan.

Subyektif : hal-hal yang ditemukan oleh ke;luarga secara

subjrktif setelah intervensi dilakukan

Objektif : hal hal yang ditemui secara objektif settelah

intervensi keperawatan

Analisa : analisa hasil yang telah dicapai denagn memgacu

pada tujuan yang dikaji diaognosa

Planning : perencanaan yang akan dating setelaj melihat

respon dari keluarga pada tahap evaluasi


Evaluasi klien post partum spontan denga ketuban pecah dini

dapat dilihat dari diaognosa keperawatan yang muncul , seperti :

a. Evaluasi ada tidaknya nyeri akibat perdaraham selama

persalinan, kualitas nyeri yang dirasaan pasien, cara

pengalihan nyeri yang dapat dilakukan klien

b. Evalusi ada tidaknya resiko infeksi akibat jahitam pada

perineum , pengeluran lochea, status imun meningkat,

tingkat oenyembuhan meningkat

c. Evaluasi pencegahan konstipasi akibat penurunan tonus otot

dan nyer pada perineum, kebiasaan defekasi klien, status

nutrisi klien terutama pemenuhan serat.

d. Evaluasi pengendalian kekurangan volume cairan akibat

perdarahan selama persalinan, klien terbebas dari tanda-

tanda dehidrasi, klien mampu memenuhi kebutuhan cairan

yang hilang selama proses persalinan.

e. Evaluasi tingkat pengetahuan akibat kurangnya paparan

informasi mengenai perawatan postpartum atau menyusui,

peningkatan pengetahuan klien dan keluarga

f. Evaluasi ketidakefektifan ibu dalam menyusui akibat kurang

informasi mengenai teknik menyusui, perawatan mammae

yng dilakukan klien dalam mas menyusui


g. Evaluasi perawatan diri tidak dapat ditoleransi akibat

kelemahan, penurunan kekuatan, ketidaknyamanan,

peningkatan mobilisasi klien, pemenuhan ADL klien

h. Evaluasi perubahan eliminasi urine akibat efek hormonal,

trauma mekanis dan efek anesthesia , pengosongan kandung

kemih secara adekuat, penurunan spasme kandung kemih.

i. Evaluasi perubahan status peran menjadi orang tua akibat

kuranngnya dukungan orang terdekat atau tidak ada model

peran, peningkatan kedekatan orang tua dan bayi, peran

anggota keluarga dapat terpenuhi.


BAB III

LAPORAN KASUS

Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 12 januari 2016 pada jam 16.00 WIB,

pada pasien post partum spontan dengan ketuban pecah dini yang dirawat di

bangsal lili Budi Rahayu Rumah Sakit Umum Tidar Magelang. Data di peroleh

dari wawancara dengan pasien, keluarga dan juga observasi langsung serta dari

status pasien.

A. Pengkajian

1. Biodata klien

Klien bernama Ny. B berusia 18 tahun dan berjenis kelamin

perempuan. Klien beragama Islam. Pendidikan terakhir klien SMP (

Sekolah Menengah Pertama). Klien seorang Ibu Rumah Tangga.

Alamat klien Magersari, Magelang. Klien masuk Rumah Sakit pada

tannggal 12 Januari 2016 jam 05.40 WIB dengan riwayat G1P0A0.

Penanggung jawab klien adalah suami klien yang bernama Tn. R.

beliau berusia 22 tahun, beragama islam bekerja sebagai karyawan

swasta. Tn. R beralamat sama dengan pasien yaitu Magersari,

Magelang. Klien datang ke Budi Rahayu pada tanggal 12 januari 2016,

jam 05.40 WIB atas rujukan dari bidan. Klien terdaftar dengan Nomor

Rekam Medis : 160011616 dan diagnosa medis post partum spontan

dengan ketuban pecah dini .

2. Riwayat klien ( patien history)


Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 12 januari 2016 pada

pukul 16.00 WIB, klien mengeluh nyeri jahitan pada jalan lahir.

Riwayat kesehatan saat ini pada tanggal 12 januari 2016 klien datang

kiriman dari bidan desa dengan P1A0 dengan usia kehamilan 40

minggu lebih 1 hari. Klien datang dengan keluhan ada yang rembes

melalui vagina berupa cairan bening, klien langsung membawanya ke

bidan desa. HPL tanggal 11 januari 2016. Persalinan dilakukan secara

spontan , lama persalinan kurang lebih 45 menit.

Riwayat penyakit dahulu, klien belum pernah dirawat dan

dioperasi sebelumnya. Tidak ada riwayat alergi terhadap makanan

maupun obat- obatan tertentu. Dalam riwayat kesehatan keluarga klien

mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit

keturunan seperti asma , jantung, diabetes militus dan hipertensi

maupun penyakit turunan yang lain. Keluarga klien juga juga tidak

ada yang menderita penyakit menular seperti TBC, HIV, bronchitis.

Riwayat perkawinan klien baru satu kali menikah saat berusia

17 tahun, lama perkawinan 1 tahun.

Riwayat obstetric, klien menarchea pada usia 12 tahun, siklus

haid teratur, lama haid 5-7 hari, tidak ada nyeri saat haid. Hari

pertama haid terakhir (HPHT) tanggal 4 april 2015.


Riwayat kehamilan sekarang, status G1P0A0 dengan usia

kehamilan 40 minggu lebih 1 hari. Selama kehamilan, pada trimester 1

klien mengatakan sering mual pada pagi hari, penanganan: minum

segelas the manis dan menghirup aromaterapi, pemeriksaan kehamilan

dilakukan sebanyak 2x, trimester II klien mngatakan kaki sering

kesemutan , mudah capek dan pusing. Penanganan : kaki ditinggikan

dengan menggunakan bantal dan istirahat. Pemeriksaan kehamilan

dilakukan sebanyak 2x. trimester III klien mengatakan nyeri pada

pinggang, frekuensi berkemih lebih sering dari biasanya. Penanganan:

mengoleskan minyak kayu putih dan istirahat. Pemeriksaan kehamilan

dilakukan 1x imunisasi TT dilakukan sebanyak 1x,ANC 5x.

Riwayat persalinan, persalinan dilakukan secara spontan pada

tanggal 12 januari 2016 pukul 14.02 WIB, lama persalinan kurang

lebih 45 menit. Bayi lahir dengan jenis kelamin laki-laki dengan berat

3600 gram, panjang badan 52 cm, lingkar kepala 34 cm, lingkar

lengan atas 13,4 cm. Riwayat KB, klien belum pernah mengikuti

program KB sebelumnya. Riwayat kehamilan sekarang, kehamilan

anak pertama, tidak pernah aborsi ataupun keguguran ( G1P0A0).


3. Pengkajian focus

Pengkajian data dasar menurut Doengoes diperoleh data sebagai

berikut : pada aktivitas dan istirahat, klien mengatakan untuk

memenuhi kebutuhan dibantu keluarga seperti makan minum,

berpakaian , berhias diri, toileting, ambulasi, bathing ( mandi) dengan

skala ketergantungan 2 yaitu di bantu orang lain. Klien mengatakan

selama dirawat dirumah sakit klien beristirahat 6-7 jam/ hari. Sirkulasi

tekanan darah 120/80 mmhg, suhu 37,5°c, nadi 86 kali

permenit,respirasi 22 kali permenit, tidak pucat, capillary refill time: 3

detik.

Integritas Ego : klien mengatakan ini merupakan pengalaman

pertama melahirkan. Klien dan keluarga sangat bahagia dengan

kelahiran anak pertamanya. Klien mendapat dukungan penuh dari

suami dan annggota keluarga yang lain.

Eliminasi : klien mengatakan belum bisa BAB setelah

persalinan, klien BAB terakhir tanggal 11 januari 2016, BAK baru 1x

setelah persalinan, warna urin kuning jernih kuranng lebih 150cc.

Makanan dan cairan : Antropometri (A) : BB sebelum hamil 54

kg. BB tanggal 4 januari 2016 62 kg , tinggi badan 156 cm,

biochemical (B) : HB: 8,9 g/dl ( 11,5-16,5), leukosit : 7,7

10^3/uL(4,00-11,00), trombosit 281 10^3/uL(150-480), clinical (C) :

mukosa bibir lembab, turgor kulit kembali dalam 2 detik, tidak ada
edema, tidak ada sianosis. Diit (D) : diit TKTP, klien makan habis 1

porsi dari Rumah Sakit, tidak mengeluh mual, muntah.

Persyarafan/ Neurosensori : klien tidak mengeluh pusing atau

sakit kepala, tidak ada kesemutan pada ekstermitas, refleks tendon

dalam baik.

Keamanan : klien mengalami keterbatasan gerak karena nyeri

jahitan pada jalan lahir.

Seksualitas : fundus uteri setinggi pusat, teraba keras, kontrasi

teratur setiap 20 menit setiap selama 10 detik.

Nyeri : klien mengatakan nyeri jahitan pada jalan lahir, (P) :

nyeri jahitan pada daerah jalan lahir, bertambah ketika bangun dari

tempat tidur, Quantity (Q) : seperti luka tergores pisau seperti disayat-

sayat, region (R) : Jahitan pada jalan lahir, Scale (S): Skala 5, Timing

(T) : hilang timbul. Ekspresi wajah klien meringis menahan nyeri

terlihat ketika klien sedang berbaring ditempat tidur mencoba untuk

duduk bertambah jika bergerak, menahan nyeri.

Interaksi social : Hubungan klien dengan suami dan keluarga

baik dan harmonis, anggota keluarga selalu menemani klien selama

dirumah sakit. Klien kooperatif dengan dokter, bidan , perawat dan

tenaga medis lainya, klien juga menunjukan kedekatan dengan

bayinya. Klien mampu menatap menggendong, menyentuh dan

menimang bayinya, klien juga bersedia memberikan ASI walaupun

colostrums belum keluar.


Penyuluhan dan pembelajaran : klien belum berpengalaman

dalam persalinan, merawat bayi, perawatan pasca bersalin, klien

mengatakan belum mengetahui tentang cara menyusui yang benar,

perawatan masa nifas.

4. Pengkajian psikologis didapatkan saat ini klien dalam fase taking –in,

klien masih merasa lemah dan mengeluh nyeri jahitan pada jalan lahir.

Aktivitas klien seperti makan minum, berpakaian, berhias diri,

toileting, ambulasi, mandi dengan skala ketergantungan 2 yaitu

bantuan orang lain. Klien dan keluarga sangat bahagia dan bersyukur

atas kelahiran anak pertamanya. Klien berharap kesehatan seger pulih

agar mampu merawat anaknya.

5. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : baik, kesadaran composmentis, tekanan darah :

120/80 mmhg, suhu 37,5°c, nadi 86 x/ menit, respirasi 22x/menit,

kepala bentuk mesochepal, distribusi rambut merata, rambut terlihat

bersih, panjang, lurus, warna hitam, mata: konjungtiva tidak anemis,

sclera tidak ikterik, tidak ada edema kelopak mata, pupil isokhor, tidak

ada gangguan penglihatan, hidung: bersih, tidak ada polip, tidak ada

secret, mulut: mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis, gigi bersih,

tidak ada caries, telinga: simetris, bersih, tidak ada serumen tidak ada

gangguan peradangan, leher: tidak ada pembesaran kelenjaran tiroid,

tidak ada peningkatan vena jugularis, payudara: simetris, teraba keras,

kolostrus belum keluar, areola menghitam, adanya nyeri tekan


Jantung inspeksi (i) : ictus cordis tidak terlihat, palpasi (p)

: ictus cordis teraba pada intercosta 4-5 midclavicula sinistra, tidak ada

nyeri tekan, perkusi(p) :redup, auskultasi (a): bunyi jantung normal s1

dan s2 reguler.

Paru-paru inspeksi (I): tidak ada lesi, pergerakan dinding dada

simetris, tidak ada retraksi dada atau penggunaan otot bantu

pernapasan, palpasi (P) : vocal fremitus teraba suara kanan-kiri, tidak

ada nyeri tekan, Perkusi (P) : Resonan, Auskultasi (A): vesikuler,

tidak ada suara tambahan.

Abdomen inspeksi (I) : perut masih terlihat buncit, terdapat linea

nigra, linea alba, strie terlihat, umbilikus terlihat menonjol, auskultasi

(A): peristaltik usus 13x/ menit, perkusi (P): tympani, palpasi (P):

fundus uteri teraba setinggi umbilikus.

Ekstermitas atas terpasang infuse RL 20tpm pada sebelah kiri, tidak

ada edema, kekuatan otot penuh(5) fungsi normal tidak ada tanda-

tanda tromboplebitis, sedangkang ekstermitas bawah tidak ada edema

maupun sianosis, tidak ada varises, fungsi normal reflek patella +/+,

Homan sign negative, ekstermitas teraba hangat, CRT: <2 detik,

kekuatan otot penuh (5).

Integument terdapat hiperpigmentasi pada ereola mammae, terdapat

linea nigra, linea alba, dan strie. Turgor kulit kembali dalam 2 detik,

tidak ada lesi.


Genetalia : vulva dan perineum : observasi 2 jam pasca persalinan

(16.12). 15 menit pada satu jam pertama pukul 16.15 jumlah

perdarahan kurang lebih 20 cc, tekanan darah (TD) : 120/80 mmhg,

nadi(N) 86x/menit, suhu (S) : 37,5°c. pukul 17.00 jumlah perdarahan

kurang lebih 15 cc, tekanan darah (TD) : 120/70 mmhg, nadi (N) :

86x/menit, suhu (S): 37,2°c, pukul 17.30 : jumlah perdarahan kurang

lebih 15cc, tekanan darah (TD) 110/90 mmhg, Nadi (N): 81x/menit,

Suhu (S): 37,2°c, pukul 18.15 jumlah perdarahan kurang lebih 10cc,

tekanan darah (TD): 110/80 mmhg, Nadi (N): 84x/menit, Suhu (S):

37,1°c. pukul 19.30 jumlah perdarahan kurang lebih10 cc, tekanan

darah (TD): 120/70 mmhg, nadi (N): 84x/menit, suhu(S): 37,1°c. pukul

20.30 jumlah perdarahan kurang lebih 10cc, tekanan darah (TD) :

110/80 mmhg, suhu (S): 36, 9°c. Jumlah perdarahan kurang lebih 80cc.

kondisi perineum: terdapat jahitan kurang lebih panjangnya 3 cm.

redness : tidak ada kemerahan, echymosis : tidak tampak kebiruan,

edema : tidak ada edema, discharge : tidak ada pengeluaran push pada

jahitan, approximation : penutupan luka baik, jahitan tidak rembes,

lochea : rubra, warna merah kental, aliran sedang, jumlah kurang lebih

80 cc, bau amis, tidak purulent, klien sudah ganti pembalut 1x. rectum :

tidak terdapat hemoroid.

6. Pemeriksaan penunjang

Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap tanggal 12 januari 2016

diperoleh data data sebagai berikut : golongan darah A ; hematokrit


29,2 %; leu 7,7 10^3/ul; eritrosit 3,6 10^6/ul; trombosit 281 10^3/ul;

Hb 8,9 g/dl; MCV 82,3 fL; MCH 25,1 pg ;MCHC 30,5 g/dl;

Program terapi infus RL 20 tpm, amoksilin 3x500 mg, antalgin 3x500

mg.

B. Perumusan masalah

Berdasarkan data diatas penulis telah melakukan pengelompokan

data serta melakukan analisa data, maka muncul diagnose keperawatan

sebagai berikut :

Pertama nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder

akibat luka jahitan perineum ditandai dengan Data Subjektif (DS) : klien

mengatakan nyeri jahitan pada daerah jalan lahir dengan karakteristik P :

nyeri jahitan pada daerah jalan lahir, bertambah ketika bangun dari tempat

tidur Q :seperi luka tergores pisau , seperti disayat-sayat R : jahitan pada

daerah jalan lahir S : skala 5, T : hilang timbul, Data Objektif(DO) :

eksperi wajah meringis , menahan nyeri terlihat ketika klien sedang

berbaring ditempat tidur dan ketika mencoba untuk duduk. Gerakan tubuh

hati-hati terutama saat akan duduk, terdapat luka jahitan pada jalan lahir

derajat II panjang 3 cm, TD : 120/80 mmhg, Nadi (N) 86x/ menit.

Kedua resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan

kerusakan kulit, prosedur invasive ditandai dengan DS : klien mengatakan

nyeri jahitan pada jalan lahir, DO : terdapat luka jahitan pada jalan lahir

derajat II panjang 3 cm, tidak terdapat kemerahan, kebiruan, edema, push/

darah, dan penutupan tepi luka rapat dengan jahitan, suhu : 37,5 °c, TD :
120/80 mmHg, Hb : 8,9 g/dl, trombosit : 281 fl,. Lochea : rubra, warana

merah kental, aliran darah sedang kurang lebih 80 cc, bau amis, tidak

purulent, klien sudah ganti pembalut 1x, jahitan tidak rembes.

Ketiga kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

mengenai cara menyusui yang benar, dan perawatan masa nifas ditandai

dengan DS : klien mengatakan belum mengetahui tentang cara menyusui

yang benar , perawatan masa nifas, DO : mengungkapkan ketidaktahuan

dan meminta informasi.

C. Perencanaan

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat luka

jahitan perineum

Tujuan yang diharapkan adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x24 jam,masalah nyeri dapat teratasi dengan

kriteria hasil, klien mengungkapkan nyeri berkurang, skala nyeri

berkurang dari skala 5 menjadi skala 2/ hilang, ekpresi wajah rileks,

klien mampu mengontrol nyeri jika nyeri datang, intervensi yang

disusun yaitu kaji karakteristik nyeri (PQRST) , bantu dan berikan

klien posisi yang nyaman, ajarkan teknik distraksi dan relaksasi,

kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy analgetik,

mengukkur tanda-tand vital.


2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan kerusakan

kulit, prosedur invasive

Tujuan yang diharapkan adalah setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x24 jam infeksi tidak terjadi dengan kriteria

hasil : klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi (rubor, kolor, dolor,

tumor, fungsio laesa), memperlihatkan personal hygiene yang adekuat,

jumlah leukosit dalam batas normal, aliran dan karakteristik lochea

normal, tidak ada tanda-tanda REEDA (kemerahan , oedema, pus dan

panas), suhu 36-37°c. intervensi yang disusun adalah pantau tanda-

tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) catat adanya peningkatan suhu,

kaji lokasi fundus uteri dan kontraksi uterus, catat adanya peningkatan

suhu, kaji lokasi fundus uteri dan kontraktilitas uterus, catat jumlah,

warna dan bau lovhea dan perubahan lochea, lakukan vulva hygiene

dan motivasi klien untuk tetap menjaga luka jahitan tetap bersih dan

kering, kolaborasi pemberian antibiotic sesuai advice dokter, anjurkan

klien untuk makan makanan tinggi protein.

3. Kurang pengetahuan berhubungan kurang informasi

Tujuan yang diharapkan adalah setalah dilakukan tindakan

keperawatan selama 2x24 jam kurang pengetahuan dapat teratasi

dengan kriteria hasil klien mampu memahami memahami informasi

yang diberikan. Klien dan keluarga mampu akan melakukan tindakan

prosedur yang diajarkan dengan benar, dan mampu mengulangi apa

yang sudah diajarkan.


D. Implementasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat luka

jahitan perineum

a. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 12 januari 2016

Jam 16.15 WIB adalah mengkaji karakteristik nyeri, respon

subjektif : klien mengatakan nyeri jahitan pada daerah jalan lahir,

bertambah ketika bangun dari tempat tidur, seperti luka tergores

pisau, seperti disayat-sayat, skala 5, hilang timbul, respon objektif :

klien tampak meringis kesakitan, hati-hati saat duduk.

Jam 16.30 WIB membantu dan memberikan klien posisi yang

nyaman. Respon subjektif : klien mengatakan nyaman saat miring

kekiri untuk mengurangi nyeri. Respon objektif : klien tampak

nyaman dengan posisi miring kiri.

Jam 18.00 WIB mengajarkan teknik relaksasi distraksi dengan

cara menganjurkan klien untuk mengambil nafas dalam-dalam

melalui hidung dan mengeluarkannya melalui mulut setiap merasa

nyeri. Respon subjektif : klien paham dan mau melakukan teknik

nasaf dalam, respon objektif : klien sudah mampu melakukan

teknik nasaf dalamn dan klien terlihat lebih rileks.

Jam 18.30 WIB kolaborasi dengan dokter dalam pemberian

analgesic yang antalgin 500 mg secara oral. Respon subjektif :

klien mengatakan obat sudah diminum sehabis makan sore. Respon

objektif : klien mendapatkan obat antalgin 500 mgper oral, sudah


diminum, klien tidak alergi obat. Pemberian obat dengan perinsip 5

benar obat.

Jam 20.00 WIB mengukur tanda-tanda vital, respon subjektif :

(-), respon objektif : TD : 120/80 mmhg, N : 86x/menit, S : 37,5°c,

RR : 22x/menit.

b. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 13 januari 2016

Jam 08.00 WIB mengkaji karakteristik nyeri (PQRST),

respon subjektif : klien mengatakan nyerinya sudang berkurang

dan sudah nyaman dengan keadaannya sekarang, nyeri jahitan pada

daerah jalan lahir, seperti ditusuk-tusuk, jahitan pada jalan lahir,

skala nyeri 3, hilang timbul. Respon objektif : klien tampak sudah

lebih rileks dan nyaman dengan keadaanya sekarang.

Jam 10.00 WIB memberikan posisi yang nyaman, respon

subjektif : klien mengatakan sudah lebih nyaman, sudah bisa

duduk, melakukan aktivitas secara mandiri, respon objektif : klien

tampak sudah mampu duduk, berjalan-jalan dan melakukan

aktifitas secara mandiri.

Jam 12.00 WIB berkolaborasi dengan dokter dalam

pemberian obat, respon subjektif : klien mengatakan obat sudah

diminum, nyeri hilang, respon objektif : klien mendapatkan terapi

obat analgetik 500mg per oral, klien mengatakan sudah tidak nyeri

lagi.
Jam 08.00 WIB mengukur tanda- tanda vital, respon subjektif

: (-), respon objektif : TD : 110/70 mmhg, N : 78x/menit, S :

36,8°c, RR : 20x/ menit, KU : baik, kesadaran : CM.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan kerusakan

kulit

a. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 12 januari 2016

Jam 16.15 WIB adalah memantau tanda-tanda vital (tekanan

darah, suhu, nadi),. Respon subjektif (-), respon objektif : TD :

120/80 mmhg, N : 86x/menit, S : 37,5°c, RR : 22x/menit,

kesadaran: CM, KU : baik.

Jam 17.00 WIB adalah mengkaji fundus uteri dan

karakteristik uterus, respon subjektif : (-), respon objektif : TFU

setinggi pusat, kontraksi uteus teraba keras.

Jam 17.00 WIB adalah mencatat jumlah, warna, bau lochea,

tanda REEDA , respon subjektif : (-), respon objektif : lochea yang

keluar berwarna merah kental, jumlah kurang lebih 80 cc, bau

amis, tidak ada kemerahan, kebiruan, edema, pus, penutupan

jahitan baik, tidak rembes.

Jam 16.15 adalah melakukan vulva hygine, dan

menganjurkan klien untuk menjaga luka tetap bersih, dan kering,

respon subjektif : klien mengatakan masih takut untuk

membersihkan lukanya , respon objektif : vulva dan perineum

bersih, terdapat luka jahitan panjang kurang lebih 3cm.


Jam 18.00 WIB adalah berkolaborasi dengan dokter dalam

pemberian antibiotic, respon subjektif : klien mengatakan obat

sudah diminum, respon objektif : klien mendapatkan terapi obat

amoxcillin 500mg per oral, sudah diminum, dengan perinsip 5

benar obat.

Jam 17.30 WIB menganjurkan klien untuk makan tinggi

protein , respon subjektif : klien mengatakan makan habis 1 porsi

yang diberikan dari rumah sakit, respon objektif : klien mau

menghabiskan makanan yang diberikan.

b. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 13 januari 2016

Jam 08.00 WIB memantau tanda-tanda vital , respon

subjektif : (-), respon objektif : TD : 110/70 mmhg, N : 78x/ menit,

S : 36, 8°c, RR : 20 x/ menit, kesadaran: CM, KU: baik.

Jam 08.30 WIB mengkaji fundus uteri dan kontraksi uterus ,

respon subjektif : (-), respon objektif : fundus uteri teraba satu jari

dibawah umbilikus, kontraksi uterus teraba keras.

Jam 08.30 WIB mencatat jumlah, warna, bau lochea, tanda-

tanda REEDA, respon subjektif : (-), respon objektif : lochea rubra,

warna merah kental, jumlah kurang lebih 75cc, bau amis, tidak ada

kemerahan, kebiruan, edema, pus, penutupan tepi jahitan baik tidak

rembes.

Jam 09.00 WIB melakukan vulva hygine dan menganjurkan

klien untuk menjaga luka jahitan tetap bersih dan kering, respon
subjektif : klien mengatakan ingin diajarkan cara menjaga luka

jahitan tetap bersih dan kering untuk mencegah terjadinya infeksi,

respon objektif : vulva da perineum bersih, tidak ada tanda-tanda

terjadinya infeksi.

Jam 12.00 WIB berkolaborasi dengan dokter dalam

pemberian terapi, respon subjektif : klien mengatakan sudah

diminum sehabis makan, respon objektif : klien mendapatkan obat

amocxillin 500mg per oral, dengan perinsip 5 benar obat.

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

a. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 12 januari 2016

Jam 17.30 WIB adalah mengkaji tingkat pengetahuan klien.

Respon subjektif : klien mengatakan belum paham tentang cara

menyusui yang benar, perawatan masa nifas. Respon objektif :

klien tampak menanyakan bagaimana cara menyusui yag benar,

perawatan masa nifas.

Jam 19.00 WIB memberikan penyuluhan yang sesuai

mengenai cara menyusui yang benar. Respon subjektif : klien

mengatakan dapat memahami materi yang di berikan. Respon

objektif : klien memperlihatkan saat diberikan informasi.

Jam 19.00 WIB mendemonstrasikan cara menyusui yang

benar. Respon subjektif : (-), respon objektif : klien tampak

mengikuti apa yang diajarkan dan mau mempraktekan bagaimana

cara menyusui yang benar.


b. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 13 januari 2016

Jam 08.30 WIB mengkaji tingkat pengetahuan klien. Respon

subjektif : klien mengatakan sudah paham apa yang sudah

diajarkan kemarin. Respon objektif : klien tampak sudah paham.

Jam 12.30 WIB evaluasi pengetahuan klien. Respon subjektif

: klien mengatakan sudah bisa menyusui dengan baik, ASI sudah

bisa keluar. Respon objektif : klien bisa mempraktekan yang sudah

diajarkan.

E. Evaluasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder akibat luka

jahitan perineum

Evaluasi tanggal 12 januari 2016 jam 21.00 WIB adalah klien

mengatakan nyeri jahitan pada daerah jalan lahirkerkurang dari skala 5

menjadi skala 4, nyeri bertambah ketika bangun dari tempt tidur

seperti tersayat-sayat pisau , skala 4 hilang timbul, evaluasi objektif

:ekspresi klien meringis menahan nyeri saat akan mencoba untuk

duduk, klien tampak berhati-hati miring kiri untuk menghilangkan

nyeri, TD : 110/80 mmhg, N : 86x/ menit, RR : 22x/menit.

Berdasarkan data tersebut dapat dianalisis bahwa masalah nyeri belum

teratasi, rencana tindakan selanjutnya : lanjutkan intervensi, kaji

karakteristik nyeri, ajarkan teknik relaksasi distraki.

Evaluasi tanggal 13 januari 2016 jam 13.00 WIB adalah klien

mengatakan nyeri pada luka jahitan sudah berkurang klien sudah lebih
nyaman skala berkurang dari 3 menjadi 2, hilang timbul, evaluasi

objektif : ekpresi klien sudah lebih rileks, klien sudah bisa duduk dapat

melakukan aktivitas secara mandiri,sudah bisa berjalan-jalan kekamar

mandi sendiri, TD : 120/90 mmhg, N : 82x/menit, S: 36,4°c, RR:

20x/menit, KU : baik, Kesadaran : CM, klien mendapatkan terapi obat

antalgin 500mg/oral sudah diminum. Berdasarkan data tersebut dapat

dianalisa bahwa masalah nyeri teratasi. Rencana tindakan selanjutnya :

pertahankan intervensi.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan kerusakan

kulit.

Evaluasi tanggal 12 januari 2016 jam 21.00 WIB yaitu klien

mengatakan jahitan lukanya terasa sedikit perih, evaluasi objektif :

TD : 120/80 mmhg, N : 86x/menit, S : 37,5°c, RR: 22x/ menit, fundus

uteri teraba setinggi umbilikus, kontraksi uterus teraba keras, lochea

rubra,bau amis, warna merah kental jumlah kurang lebih 80 cc, tidak

ada kemerahan, tidak tampak kebiruan, tidak ada edema, pus,

penutupan luka jahitan baik, tidak rembes, tedapat jahitan panjang

kira-kira 3 cm. berdasarkan data tersebut dapat dianalisa bahwa

masalah resiko infeksi belum teratasi, infeksi tidak terjadi. Rencana

tindakan selanjutnya : lanjutkan intervensi, monitor TTV, terutama

peningkatan suhu, kaji lokasi fundus uteri dan kontraktilitas uterus,

catat perubahan lochea dan tanda-tanda REEDA.


Evaluasi tanggal 13 januari 2016 jam 13.00 WIB yaitu klien

mengatakan luka jahitan sudah tidak begitu terasa perih, evaluasi

objektif : tinggi fundus uteri satu jari dibawah umbilikus, kontraksi

uterus teraba keras, lochea rubra, bau amis, warna merah kental

kurang lebih 75 cc, tidak ada kemerahan, kebiruan, edema, pus,

penutupan luka baik. Jam 08.00 WIB TD : 110/80mmhg, N :

86x/menit, S: 36,6°c, Jam 10.00 WIB TD : 120/90 mmhg, N :

78x/menit, S : 36,6°c, Jam 13.00 WIB TD : 120/90 mmhg, N :

82x/menit, S :36,4°c, berdasarkan data tersebut dapat dianalisa bahwa

masalah resiko infeksi belum teratasi, infeksi tidak terjadi. Rencana

tindakan selanjutnya :lanjutkan intervensi , monitor TTV, terutama

peningkatan suhu, kaji lokasi fundus uteri dan kontraksi uterus, catat

perubahan lochea dan tanda-tanda REEDA.

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

Evaluasi tanggal 12 januari 2016 jam 21.00 WIB Klien

mengatakan masih belum mengerti saat harus memberikan posisi yang

benar untuk bayinya, evaluasi objektif : klien masih membutuhkan

bimbingan dan bantuan saat menyusui bayinya, klien masih terlihat

kaku saat menyusui bayinya, klien sudah mengetahui pentingnya ASI ,

berdasarkan data tersebut dapat dianalisa bahwa masalah kurang

pengetahuan tentang menyusui yang benar belum teratasi. Rencana

tindakan selanjutnya: ulangi penyuluhan penyuluhan dan lanjutkan

intervensi mengenai nutrisi ibu menyusui dan perawatan masa nifas.


Evaluasi tanggal 13 januari 2016 jam 13.00 WIB yaitu klien

mengatakan sudah paham apa yang sudah diajarkan kemarin, evaluasi

objektif : klien sudah bisa mempraktekan apa yang telah diajarkan,

ASI sudah bisa keluar, berdasarkan data tersebut dapat dianalisa bahwa

masalah kurang pengetahuan berhubungan kurang informasi teratasi.

Rencana tindakan selanjutnya pertahankan intervensi.


BAB IV

PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan

Penulis dalam bab ini akan membahas tentang asuhan keperawatan

post partum spontan dengan ketuban pecah dini pada Ny. B di bangsal

nifas Budi Rahayu RSUD Tidar Magelang dimulai dari tanggal 12

januari 2016 sampai tanggal 13 januari 2016. Pembahasan difokuskan

pada aspek asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, analisa data,

intervensi, implementasi dan evaluasidari tindakan yang dilakukan

selama dua hari. Dalam pengkajian penulis memperolah data dari

wawancara langsung dan keluarga klien.

1. Pengkajian

Asuhan keperawatan post partum spontan dengan ketuban

pecah dini yang penulis lakukan pada Ny. B diruang kebidanan

Budi Rahayu Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Magelang pada

tanggal 12 januari 2016 ,yaitu:

Pengkajian didapatkan data dari alloanamnesa dan

autoanamnesa, klien dan keluarga sangat kooperatif. Pengkajian

fokus yang dilakukan menurut Doenges (2001). Pengkajian yang

tidak sesuai menurut Doenges yaitu : pengkajian pada mammae

teraba lunak pada hari 1 dan II post partum, mulai keluar

kolustrom, hari ke III hangat dan berisi (filling : mulai produksi

ASI) hari IV keras, produksi ASI meningkat, pembuluh darah


meningkat). Pada hari I kolustrom bisa keluar karena kurang

pengetahuan dan kurang informasi mengenai cara memperbanyak

ASI dan memberikan posisi yang nyaman untuk menyusui.

Sehinngga perlu diberikan pendidikan kesehatan mengenai nutrisi

yang harus dikonsumsi untuk meningkatkan produksi ASI, dan

mengajarkan pijat marmed untuk memperlancar ASI. Sehingga

terjadi kesenjangan antara teori dan yang ditemukan dilahan.

Kesenjangan yang kedua yang tidak sesuai dengan teori

yang ada yaitu adalah jumlah jahitan pada perineum. Penulis hanya

mencantumkan panjang dan jumlah jahitan luar. Padahal setiap

tindakan biasanya dilakukan 2 jahitan luar dan dalam ( liu, 2007).

Data tentang jahitan luar dapat diperoleh dari pengkajian objektif.

Kesenjangan yang ketiga yang penulis dapatkan selama

melakukan asuhan keperawatan di Budi Rahayu Rumah Sakit

Umum Tidar Magelang. Kesenjangan pemberian asuhan

keperawatan antara teori dan pelaksaan penulis melakukan

pengkajian jumlah aliran lochea dilakukan dengan cara mengukur

kira-kira jumlah lochea dalam pembalut, karena keterbatasan

penulis tidak menimbang pembalut sebelum dan sesudah dipakai.

Menurut Bobak (2004), pemeriksaan jumlah lochea berdasarkan

observasi tampon perineum sulit dilakukan. Suatu metode untuk

memperkirakan kehilangan darah pasca partum secara subjektif

dengan cara mengkaji jumlah cairan yang ada pada pembalut. Cara
mengukur lochea secara objectif ialah dengan menimbang

pembalut sebelum dipakai dan dilepas. Penulis tidak melakukan

penimbangan terhadap pembalut sebelum dan setelah digunakan.

Hal ini terjadi karena keterbatasan penulis dan di rumah sakit tidak

melakukan penimbangan pembalut sebelum dan setelah digunakan.

Kesenjangan keempat yang penulis dapatkan yaitu

pengkajian Diastasis Recti Abdominis (DRA), seharusnnya penulis

mengukur kontraksi otot rektus abdominis, dengan mengukur

peregangan otot digaris tengah lebih dari dua setengah jari dengan

cara memasukkan jari tengah dan jari telunjuk kebagian dari

diafragma perut ibu. Jika jari masuk dari dua jari berarti diastasis

recti ibu normal. Jika lebih dari dua jari maka ibu mengalami

peregangan mekanis dinding abdomen yang dapat menyebabkan

masalah contohnya sakit punggung. Tetapi penulis tidak mengukur

berapa panjang kontraksi otot rektus abdominis dikarenakan

kurangnya referensi yang dibaca oleh penulis.

Kesenjangan kelima yang penulis dapatkan yaitu mengenai

pengkajian otot dan kontraksi uterus, dalam hal ini penulis

menemukan kesenjangan karena penulis hanya mengkaji kontraksi

uterus dan tinggi fundus uteri. Seharusnya penulis juga mengkaji

letak center atau menyimpang, tetapi karena kurangnya ketelitian

penulis sehingga tidak melakukan pengkajian letak center. Menurut

Doenges (2001), apabila mengkaji letak dari uterus menyimpang


maka penulis akan mengetahui desakan blass yang penuh. Blass

yang penuh akan menurunkan kontraksi uterus yang menyebabkan

terjadinya perdarahan.

2. Diagnosa keperawatan

Dari hasil pengkajian keperawatan yang didapatkan pada

tanggal 12 Januari 2016 pada Ny. B di Budi Rahayu Rumah Sakit

Umum Tidar Magelang. Penulis memunculkan masalah

keperawatan yang ditegakkan menurut prioritas keperawatan antara

lain: nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan sekunder

akibat luka jahitan perineum, resiko infeksi berhubungan dengan

trauma jaringan dan kerusakan kulit, kurang pengetahuan

berhubungan dengan kurang informasi. Diagnosa yang tidak

muncul antara lain : Diagnosa yang pertama yaitu perubahan

eliminasi urine (retensi urine) berhubungan dengan efek hormonal,

truma mekanis dan efek anestesi (Nanda, 2015). Penulis tidak

menegakkan diagnosa tersebut karena klien mampu berkemih

secara mandiri ke kamar kecil. Waktu berkemih terakhir yaitu 2

jam setelah persalinan, warna urine kuning jernih, bau khas

amoniak, klien tidak terpasang kateter, serta pada palpasi kandung

kemih tidak terdapat distensi.

Diagnosa yang kedua yaitu resiko konstipasi berhubungan

dengan penurunan tonus otot dam nyeri pada perineum (Nanda,

2015). Diagnosa tersebut tidak diangkat karena klien mengatakan


belum mampu BAB selama 2 hari setelah proses persalinan, tetapi

klien tidak menunjukan tanda-tanda konstipasi, tidak terdapat

nyeri, bising usus normal yaitu 13x/menit. Klien mengatakan

defekasi terakhir tanggal 11 januari 2016 sebelum melahirkan.

Diagnosa yang ketiga yaitu resiko kekurangan volume

cairan berhubungan dengan pembatasan masukan selama proses

persalinan, perdarahan selama persalinan (Nanda, 2015). Diagnosa

tersebut tidak ditegakkan karena klien tidak menunjukkan tanda-

tanda dehidrasi, turgor kulit elastic kembali dalam 2 detik, tidak

ada edema, klien tidak mengeleh mual, muntah, dan tidakada

pengeluaran keringat berlebihan. Kehilangan darah selama

persalinan normal (sekitar 350cc).

Diagnosa yang keempat yaitu defisit perawatan diri

berhubungan dengan efek-efek anestesi, penurunan kekuatan dan

ketahanan, ketidak nyamanan fisik (Nanda, 2015). Klien tidak

mengalami masalah kurang perawatan diri. Klien mampu

memenuhi kebutuhan makan, mandi, toileting, mengenakan

pakaian, serta berhias secara mandiri meskipun masih

membutuhkan bantuan seperlunya sesuai dengan tingkat toleransi

klien.

Diagnosa yang kelima yaitu resiko ketidak mampuan

menjadi orang tua berhubungan dengan kurang dukungan diantara

orang terdekat, tidak tersedia model peran (Nanda, 2015). Diagnosa


tersebut tidak ditegakkan pada klien walaupun ini merupakan

kelahiran anak pertama.Tetapi klien dan suami terlihat bahagia

dengan kelahiran anaknya, klien mampu menggendong, memeluk

dan mau memberikan ASI kepada bayinya.

3. Intervensi keperawatan

Menurut NANDA (2015), perencanaan asuhan keperawatan

meliputi penentuan tujuan, kriteria hasil dan menentukan rencana

tindakan berdasarkan NOC (Nursing Outcome Clasification) dan

NIC (Nursing Intervention Clasification).

4. Implementasi keperawatan

Pada tahap ini penulis melakukan tindakan keperawatan

selama 2 x 24 jam, sudah sesuai dengan intervensi yang telah

direncanakan. Tetapi pada diagnosa kurang pengetahuan

berhubungan dengan kurang informasi penulis hanya memberikan

pendidikan kesehatan mengenai, cara menyusui yang benar, dan

perawatan pada luka perineum. Penulis tidak memberikan

informasi yang lengkap seperti informasi mengenai nutrisi ibu

menyusui, KB, perubahan keluaran lochea, perawatan pada

bayinya dan senam nifas, karena keterbatasan yang dimiliki oleh

penulis, sehingga penulis tidak memberikan informasi secara

lengkap dan tidak melanjutkan asuhan keperawatan yang sudah

tertulis dalam perencanaan.


5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan

dalam melakukan asuhan keperawatan post partum spontan dengan

ketuban pecah dini. Evaluasi yang didapatkan dari kasus

berdasarkan diagnosa nyeri berhubungan dengan trauma jaringan

akibat luka jahitan perineum, evaluasi yang didapatkan klien

mengatakan nyeri pada daerah jalan lahir sudah berkurang dengan

skala 2, klien sudah mampu melakukan mobilisasi secara mandiri.

Dari evaluasi diatas dapat disimpulkan klien sudah tidak nyeri,

masalah nyeri teratasi dalam waktu 2x24 jam.

Evaluasi yang didapatkan pada diagnosa resiko infeksi

berhubungan dengan trauma jaringan dan kerusakan kulit, evaluasi

yang didapat dari data objektif adalah tidak ada tanda-tanda infeksi

sesuai dengan pengkajian REEDA tidak ada kemerahan, kebiruan,

edema, tidak ada pengeluaran pus, penutupan tepi jahitan rapat,

vagina dan perineum bersih, tidak ada peningkatan suhu. TD :

120/90 mmhg, N : 82x/menit, S : 36,4°c. Dari hasil evaluasi diatas

dapat disimpulkan bahwa klien tidak mengalami infeksi.

Evaluasi yang didapatkan pada diagnosa kurang

pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, evaluasi yang

didaptakan dari data subjektif klien sudah paham dengan informasi

yang sudah diberikan. ASI sudah bisa keluar. Dari hasil evaluasi
diatas dapat disimpulkan masalah asuhan keperawatan kurang

pengetahuan teratasi dalam waktu 2x24 jam.

Evaluasi pada setiap masalah keperawatan setiap harinya

menunjukkan peningkatan tahapan dan sesuai kriteria hasil yang

diharapkan.

B. Simpulan

Berdasarkan asuhan keperawatan post partum spontan dengan

ketuban pecah dini yang telah penulis lakukan pada Ny. B di ruang lili

Budi Rahayu RSUD Magelang pada tanggal 12 Januari 2016 sampai 13

Januari 2016 dapat diambil kesimpulan pada pengelolaan kasus telah

dilakukan asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan tujuan

yang ditulis dan disusun oleh penulis.

Pengkajian pada tanggal 12 Januari 2016, klien masuk dengan

diagnosa post partum spontan dengan ketuban pecah dini. Penyebab

ketuban pecah dini yang dialami klien disebabkan oleh hidramnion.

Setelah pengkajian didapatkan data dan ditemukan tiga diagnosa yang

muncul yaitu nyeri akut berhubungan denngan trauma jaringan sekunder

akibat luka jahita perineum, risiko infeksi berhubungan dengan trauma

jaringan dan kerusakan kulit dan kurang pengetahuan berhubungan dengan

kurang informasi. Sedangkan pada teori terdapat lima diagnosa, yang tidak

muncul yaitu perubahan eliminasi urine berhubungan dengan efek

hormonal, trauma mekanis dan efek anestesi, risiko konstipasi

berhubungan dengan penurunan tonus otot dan nyeri pada perineum, tinggi
kekurangan volume cairan dan hambatan mobilitas fisik karena batasan

karakteritik tidak terdapat pada keluhan klien, defisit perawatan diri

berhubungan dengan efek-effek anestesi, penurunan kekuatan dan

ketahanan , ketidak nyamanan fisik, resiko ketidak mampuan menjadi

orang tua berhubungan dengan kurang dukungan diantara orang terdekat,

tidak tersedia model peran.

Berdasarkan tujuan yang telah dicantumkan penulis dibagian awal

yang telah dicapai antara lain tujuan umum yaitu penulis mempu

menggambarkan kompetensi penulis dalam melakukan asuhan

keperawatan post partum spontan dengan ketuban pecah dini, tujuan

khusus yang telah dicapai yaitu mampu menggambarkan dalam

mengkaji, menegakkan diagnosa keperawatan, merumuskan rencana

keperawatan, melakukan implementasi dan evaluasi asuhan

keperawatan post partum spontan dengan ketuban pecah dini. Dalam

melakukan tindakan asuhan keperawatan terdapat kesenjangan dalam

pelaksanaan intervensi yang dibuat disebabkan karena penulis

menyesuaikan dengan keluhan dan konsisi klien. Selain itu waktu yang

dimiliki penulis untuk mengelola klien terbatas sehingga pengelolaan

hanya dilakukan 2x24 jam saja. Dalam mengatasi kesenjangan yang

ada, penulis tetap berusaha memberikan pengelolaan perawatan yang

baik dan layak sesuai dengan keluhan yang klien rasakan waktu itu.
DAFTAR PUSTAKA

Aprillia. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: pustaka rihama


Bobak, I. M, dkk. 2004. Buku Ajar Keperawatam Maternitas ( Maternity Nursing)
edisi 4. Terjemahan oleh Maria A . Wijayarini & Peter I . Anugerah. 2005.
Jakarta : EGC.
Cunningham , F. G, dkk. 2006. Obstetri Williams Panduan Ringkas edisis 21.
Terjemahan oleh Brahm U , Pendit. 2009. Jakarta : EGC
Dinas kesehatan provinsi jawa tengah. 2014. Profil Data Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2014 . (online), (
www.depkes.go.id/download/kunker/14 jateng . pdf diakses tanggal 02
november 2015)
Doengoes, M. E & Moorhouse, M. F.2002. Rencana Asuhan Maternal/ Bayi
Pedoman Untuk Perencanaan Dan Dokumentasi Perawatan kKien.
Terjemahan oleh Monica Ester. 2002. Jakarta : EGC
Kementrian kesehatan RI. 2013. Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2013. (
online), (http://www.depkes.go.id/ downloads/ profil/data kesehatan
indonesia tahun 2012. pdf diakses tanggal 04 januari 2015)
Kompasiana . 2013. Catatan menjelang 2014: angka kematian ibu meningkat
(online), (http://kesehatan. Kompasiana.com/ibu-dan anak
/2013/10/03/catatan – menjelang-2014-angka-kematian-ibu-meningkat-
595295.html) diakses tanggal 03 november 2015
Mansjoer, Arif . (2002), Kapita Selekta Kedokteran, Ed, 3 Jakarta : Media
Aesculapius
Manuaba, (2004) . Gawat Darurat Obstetric Ginekologi dan Obstetric Ginekologi
Social Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC.
Marmi, 2012, Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas “ Peuperium Care”.
Yogyakarta :pustaka pelajar
Mochtar, Rustam. 2007. Synopsis Obstetric Fisiologis Patologi. Edisi III . Jakarta
: EGC
NANDA. 2015. Diagnose Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC
Notoatmodjo, Soekidjo, (2005). Promosi Kesehatan , teori dan aplikasi, Jakarta :
Rineka Cipta.
Nugroho. (2010) Buku Saku Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan.
Jakarta : EGC
Saleha. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : salemba medika
Saifudin. (2007). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo
Winkjosastro , 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
LAMPIRAN 3

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Pokok bahasan : Asuhan masa nifas

Sub pokok bahasan : Perawatan luka perineum

Waktu : 1 x 15 menit

Tempat : Ruang nifas

Sasaran : Ny. B

A. Tujuan Penyuluhan Umum ( TPU )

Setelah di berikan penyuluhan, ibu mampu melakukan perawatan

perineum secara mandiri sehingga resiko infeksi dapat terhindari.

B. Tujuan Penyuluhan Khusus ( TPK )

Setelah diberikan penyuluhan selama ± 1 menit 30 detik pertama, ibu

dapat menyebutkan pengertian perawatan luka perineum dengan benar,

setelah diberikan penyuluhan selama 1 menit 30 detik kedua , ibu dapat

menyebutkan tujuan perawatan luka perineum dengan benar, Setelah

diberikan penyuluhan selama ± 1 menit 30 ketiga, ibu dapat menyebutkan

kapan saja melakukan perawatan luka perineum dengan benar,setelah

diberikan penyuluhan selama ± 1 menit 30 detik keempat, ibu dapat

menyebutkan alat-alat yang di gunakan saat melakukan perawaan luka


perineum dengan benar, Setelah diberikan penyuluhan selama 1 menit 30

detik kelima, ibu dapat menyebutkan langkah-langkah perawatan luka

perineum dengan benar.

I. MATERI PENYULUHAN

1. Pengertian perawatan luka perineum

2. Tujuan perawatan luka perineum

3. Waktu melakukan perawatan luka perineum

4. Alat-alat yang di gunakan untuk perawatan luka perineum

5. Langkah –langkah perawatan luka perineum

II. KEGIATAN PENYULUHAN


Kegiatan Pembuka
(3 Menit)
Penyuluhan Peserta

1.Memberikan salam 1.Menjawab salam


2.Perkenalan 2.Merespon
3.Apersepsi 3.Menyimaknya
Kegiatan Inti
(9 Menit)
Penyuluhan Peserta
1.Menjelaskan materi 1.Memperhatikan materi yang
disampaikan
2.Memberikan kesempatan untuk 2.Bertanya apabila ada materi
bertanya yang kurang dimengerti
3.Memberikan pertanyaan balik 3.Menjawab pertnyaan penyuluh
ke post test
Kegiatan Penutup
(3 Menit)
Penyuluh Peserta
1.Menyimpulkan seluruh materi 1.Memperhatikan penjelasan
2.Mengucapkan salam 2.Menjawab salam

III. MEDIA PENYULUHAN

A. Alat penyuluh

1. Bolpoin

2. Buku catatan

B. Media penyuluhan

1. Leaflet

IV. METODE PENYULUHAN

Adapun metode yang digunakan dalam penyuluhan ini adalah:

a. Metode Ceramah

b. Metode Tanya Jawab

V. SUMBER

Kusyanti, Eni, dkk 2003. Keterampilan dan Prosedur Keperawatan

Dasar. Semarang:kilat press.

Potter, Perry, 2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4 Vol.2

Jakarta:EGC
VI. EVALUASI

a. Pertanyaan

1. Pengertian perawatan luka perineum ?

2. Tujuan perawatan luka perineum ?

3. Waktu melakukan perawatan luka perineum ?

4. Alat-alat yang di gunakan untuk perawatan luka perineum ?

5. Langkah –langkah perawatan luka perineum ?

b. Jawaban

1. Pengertian perawatan luka perineum

Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk

menyehatkan daerah antara paha yang di batasi antara lubang

dubut dan bagian alat kelamin (kemaluan) sebelah luar pada

masa pasca persalinan (melahirkan).

2. Tujuan perawatan luka perineum

1) pencegahan terjadinya infeksi pada saluran reproduksi

setelah kelahiran anak

2) Untuk penyembuhan luka perineum jahitan perineum

3) Menjaga kebersihan daerah kemaluan

4) Mengurangi nyeri

5) Meningkatkan rasa nyaman pada ibu


3. Waktu melakukan perawatan luka perineum

1) saat mandi

2) Setelah buang air kecil

3) Setelah buang air besar

4. Alat-alat yang di gunakan untuk perawatan luka perineum

1) Kapas

2) Air bersih

3) Tisu kamar mandi

4) Cairan pembersih kemaluan khusus wanita

5. Langkah –langkah perawatan luka perineum

1) Ambil kapas yang sudah di rendam

2) Buka bibir vagina bersihkan dari bibir vagina terluar

kanan dari atas ke bawah lalu bibir vagina terluar kiri dari

atas ke bawah juga,kemudian bibir vagina kecil kanan lalu

kiri, dari arah atas ke bawah dan selanjutnya bagian tengah

sampai ke daerah anus

3) Basuh dengan air, kemudian keringkan dengan tisu kamar

mandi

Hal-hal yang harus di perhatikan

a) Pelihara kebersihan sehari-hari


b) Hindari pemakaian sabun,karena jika tidak cocok

akan terjadi iritasi.

c) Bersihkan sekali usap untuk setiap bagian

d) Ganti kapas atau ulangi dengan kapas baru jika terlihat

sangat kotor.
LAMPIRAN MATERI

A. Pengertian Perawatan Perineum

Perawatan adalah proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia

(biologis, psikologis, sosial dan spiritual) dalam rentang sakit sampai

dengan sehat (Aziz, 2004). Perineum adalah daerah antara kedua belah

paha yang dibatasi oleh vulva dan anus (Danis, 2000). Perawatan

perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara

paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara

kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada

waktu sebelum hamil.

Merawat luka merupakan suatu usaha untuk mencegah trauma

(injury) pada kulit, membran mukosa atau jaringan lain yang disebabkan

oleh adanya trauma, fraktur, luka operasi yang dapat merusak permukaan

kulit (Ismail, 2012).

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama

dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat

dihindari atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul

dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Robekan perineum umumnya

terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir
terlalu cepat, sudut arcus pubis lebih kecil daripada biasanya sehingga

kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang dan biasanya, kepala janin

melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar

daripada sirkum frensia suboksipito-bregmatika.

Robekan pada luka perineum ini sebenarnya ada beberapa

tingkatan, yakni jahitan pada robekan jahitan jalan lahir tingkat 1, yakni

jahitan yang hanya menyatukan kulit luar yang robek, lalu yang berikut

jahitan pada robekan jalan lahir tingkat II, yang menyatukan kulit dan

jaringan otot ( ini yang paling sering terjadi ), dan terakhir adalah jahitan

yang menyatukan robekan jalan lahir tingkat III yang robek sampai dubur.

B. Tujuan Perawatan Perineum

Tujuan perawatan perineum menurut Hamilton (2002), adalah

mencegah terjadinya infeksi sehubungan dengan penyembuhan jaringan,

untuk mencegah terjadinya infeksi di daerah vulva, perineum, maupun di

dalam uterus, untuk penyembuhan luka perinium (jahitan perineum), untuk

kebersihan perineum dan vulva, untuk mencegah infeksi seperti diuraikan

diatas bahwa saat persalinan vulva merupakan pintu gerbang masuknya

kuman-kuman. Bila daerah vulva dan perineum tidak bersih, mudah terjadi

infeksi pada jahitan perineum saluran vagina dan uterus. Perawatan luka

jalan lahir dilakukan sesegera mungkin setelah 6 jam dari persalinan

normal. Ibu akan dilatih dan dianjurkan untuk mulai bergerak duduk dan
latihan berjalan. Tentu saja bila keadaan ibu cukup stabil dan tidak

mengalami komplikasi misalnya tekanan darah tinggi atau pendarahan.

C. Bentuk Luka Perinium

1. Rupture

Rupture adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya

jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada

saat proses persalinan. Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga

jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan.

2. Episiotomi

Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk memperbesar

muara vagina yang dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala bayi.

3. Komplikasi Episiotomi

Kurang dari 1% episiotomi atau laserasi mengalami infeksi. Laserasi

derajat empat memiliki risiko infeksi serius yang paling tinggi. Tepi-tepi

luka yang berhadapan menjadi kemerahan, seperti daging dan

membengkak. Benang sering merobek jaringan edematosa sehingga tepi-

tepi luka nekrotik menganga yang menyebabkan keluarnya cairan serosa,

serosanguinosa, atau jelas purulen. Lepasnya jahitan episiotomi paling

sering berkaitan dengan infeksi (Leveno, 2009).


D. Waktu Perawatan Luka Perineum

1. Saat Mandi

Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut. Setelah terbuka

maka akan kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan yang

tertampung pada pembalut, untuk itu maka perlu dilakukan penggantian

pembalut.

2. Setelah buang air kecil

Pada saat buang air kecil kemungkin besar terjadi kontaminasi air seni pada

rektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri pada perinium untuk

itu diperlukan pembersihan perineum.

3. Setelah buang air besar

Pada saat buang air besar, dilakukan pembersihan sisa-sisa kotoran disekitar

anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi bakteri dari anus ke perineum.

E. Fakor-Faktor Yang Mempengaruhi Perawatan Luka Perineum

1. Gizi

Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi terhadap proses

penyembuhan luka pada perinium karena jaringan sangat membutuhkan

protein.
2. Obat-obatan

a. Steroid : Dapat menyamarkan adanya infeksi dengan mengganggu

respon inflamasi normal.

b. Antikoagulan : Dapat meyebabkan Hemoragi.

c. Antibiotik Spektrum luas/spesifik : Efektif bila diberikan segera

sebelum pembedahan untuk patologi spesifik atau kotaminasi bakteri.

Jika diberikan setelah luka tertutup, tidak efektif karena koagulasi

intrvaskular.

F. Teknik Melakukan Perawatan Perineum

Berikut ini merupakana cara dalam mempersiapkan alat dan

melakukan perawatan dalam perineum yaitu:

Alat yang harus disiapkan:

1. Siapkan air hangat

2. Sabun dan waslap

3. Handuk kering dan bersih

4. Pembalut ganti yang secukupnya

5. Celana dalam yang bersih.

Cara melakukan perawatan:

1. Lepas semua pembalut dan cebok dari arah depan ke belakang.


2. Basahi waslap dan buat busa sabun lalu gosokkan perlahan waslap yang

sudah ada busa sabun tersebut ke seluruh lokasi luka jahitan. Jangan takut

dengan rasa nyeri, bila tidak dibersihkan dengan benar maka darah kotor

akan menempel pada luka jahitan dan menjadi tempat kuman berkembang

biak.

3. Bilas dengan air hangat dan ulangi sekali lagi sampai yakin bahwa luka benar–benar

bersih. Bila perlu lihat dengan cermin kecil.

4. Setelah luka bersih boleh berendam dalam air hangat dengan menggunakan

tempat rendam khusus. Atau bila tidak bisa melakukan perendaman dengan

air hangat cukup disiram dengan air hangat.

5. Mengenakan pembalut baru yang bersih dan nyaman dan celana dalam yang

bersih dari bahan katun. Jangan mengenakan celana dalam yang bisa

menimbulkan reaksi alergi.

6. Segera mengganti pembalut jika terasa darah penuh, semakin bersih luka jahitan

maka akan semakin cepat sembuh dan kering. Lakukan perawatan yang benar

setiap kali ibu buang air kecil atau saat mandi dan bila mengganti pembalut.

7. Konsumsi makanan bergizi dan berprotein tinggi agar luka jahitan cepat

sembuh. Makanan berprotein ini bisa diperoleh dari telur, ikan, ayam dan daging,

tahu, tempe. Jangan pantang makanan, ibu boleh makan semua makanan kecuali

bila ada riwayat alergi.

8. Luka tidak perlu dikompres obat antiseptik cair tanpa seijin dokter atau bidan.
DAFTAR PUSTAKA

Leveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams: Panduan Ringkas, Edisi 21.

Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo.


LAMPIRAN 2

SATUAN ACARA PENYULUHAN


Pokok Bahasan : Asuhan Post Partum

Sub Pokok Bahasan : Teknik Menyusui Yang Benar

Hari/Tanggal : rabu 13 Januari 2016

Waktu : 30 menit

Sasaran : Ny. B dan Keluarga

Tempat : Bangsal lili Budi Rahayu RSUD Tidar Magelang

A. Tujuan Instruksional Umum

Setelah diberikan penyuluhan klien diharapkan mampu memahami dan

mengerti tentang cara menyusui yang baik dan benar.

B. Tujuan Instruksional Khusus

Setelah diberikan penyuluhan, diharapkan klien dapat :

1. Menyebutkan cara menyusui yang benar.

2. Dapat mendemonstrasikan cara menyusui yang baik dan benar secara

mandiri

C. Materi : Terlampir

D. Metode : Ceramah, tanya jawab, dan demonstrasi

E. Sumber :

Marmi. 2012. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

F. Kegiatan Penyuluhan

Waktu Tahap Kegiatan


Kegiatan Penyuluh Sasaran
5 menit Pembukaan 1. Membuka pembicaraan. 1. Menjawab salam.
2. Menyampaikan topik dan 2. Mendengarkan penyuluh
tujuan penkes kepada Ny. R menyampaikan topik
3. Kontrak waktu untuk dan tujuan.
kesepakatan pelaksanaan 3. Menyetujui kesepakatan
penkes dengan Ny. R waktu pelaksanaan
penkes.
15 menit Kegiatan 1. Apersepsi pengetahuan Ny. 1. Menyampaikan
inti R tentangmateri penyuluhan. pengetahuannya tentang
2. Menjelaskanmateri teknik menyusui yang
penyuluhan teknikmenyusui benar.
yang benar kepada Ny. R 2. Menyimak penyuluhan
3. Memberikan kesempatan 3. Menyampaikan dan
kepada Ny. R untuk mendemonstrasikan
menanyakan hal-hal yang materi yang telah
belum dimengerti dari diberikan.
materi yang dijelaskan 4. Menanyakan hal-hal yang
penyuluh. tidak dimengerti dari
materi penyuluhan.
5. Menyimak jawaban dari
pertanyaan yang diajukan.
10 menit Evaluasi 1. Memberikan pertanyaan 1. Menjawab pertanyaan
dan kepada Ny. Rtentang yang diajukan penyuluh.
penutup materi yang sudah 2. Menyimak penyampaian
disampaikan penyuluh. kesimpulan.
2. Menyimpulkan materi 3. Mendengarkan penyuluh
penyuluhan yang telah menutup acara dan
disampaikan kepada Ny. R menjawab salam.
3. Menutup acara.

G. Evaluasi

Mempraktekan cara menyusui yang baik dan benar


Lampiran:

TEKNIK MENYUSUI

Teknik Menyusui Yang Benar adalah cara memberikan ASI kepada bayi

dengan perlekatan dan posisi ibu dan bayi dengan benar (Marmi, 2012).

A. Posisi tepat bagi ibu buat menyusui.

1. Duduklah dgn posisi enak atau santai, pakailah kursi ada sandaran

punggung & lengan

2. Gunakan bantal buat mengganjal bayi agar bayi tidak terlalu jauh dari

payudara ibu.

B. Langkah-langkah menyusui yang benar

1. Cuci tangan sampai bersih menggunakan sabun atau antiseptik

2. Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada

puting dan sekitar areola . Cara ini mempunyai manfaat sebagai

disinfektan dan menjaga kelembaban puting susu .

3. Bayi diletakkan menghadap perut ibu / payudara .

4. Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik

menggunakan kursi yang rendah (agar kaki ibu tidak menggantung) dan

punggung ibu bersandar pada sandaran kursi .

5. Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi

terletak pada lengkung siku ibu (kepala tidak boleh menengadah, dan

bokong bayi ditahan dengan telapak tangan) .

6. Satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu, dan yang satu lagi di

depan .
7. Perut bayi menempel pada badan ibu, kepala bayi menghadap payudara

( tidak hanya membelokkan kepala bayi ) .

8. Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus .

9. Ibu menatap bayi dengan kasih sayang selama menyusui .

10. Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang di

bawah, jangan menekan puting susu.

11. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut ( rooting reflex ) dengan

cara: Menyentuh pipi dengan putting susu atau,menyentuh sisi mulut bayi .

12. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke

payudara ibu dan puting serta areola dimasukkan ke mulut bayi .

13. Usahakan sebagian sebagian besar areola dapat masuk ke mulut bayi,

sehingga puting susu berada dibawah langit-langit dan lidah bayi akan

menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di bawah

areola . Apabila bayi hanya menghisap pada puting susu saja, akan

mengakibatkan masukan ASI yang tidak adekuat dan puting susu lecet .

14. Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu dipegangatau disangga lagi

(Marmi, 2012).

C. Menyendawakan bayi .

Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara dari lambung

supaya bayi tidak muntah setelah menyusu. Cara menyendawakan bayi

adalah :

1. Bayi digendong tegak dengan bersandar pada bahu ibu, kemudian

punggung ditepuk perlahan-lahan.


2. Bayi tidur tengkurap di pangkuan ibu kemudian punggungnya ditepuk

perlahan-lahan .

D. Lama dan frekuensi menyusui

Sebaiknya dalam menyusui bayi tidak dijadwal, sehingga tindakan

menyusui bayi dilakukan di setiap saat bayi membutuhkan, karena bayi akan

menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi

menangis bukan karena sebab lain. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu

payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan kosong dalam

waktu 2 jam. Pada awalnya, bayi tidak memiliki pola yang teratur dalam

menyusui dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1 – 2 minggu

kemudian.Untuk menjaga keseimbangan besarnya kedua payudara maka

setiap menyusui harus dengan kedua payudara. Pesankan kepada ibu agar

berusaha menyusui sampai payudara terasa kosong, agar produksi ASI

menjadi lebih baik (Marmi, 2012)


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sumardiyanti Romdonah

NIM : P 17420513081

Tempat, Tanggal lahir : Kendal, 10 Februari 1995

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Ds, jambearum RT 01/RW 03, Patebon, Kendal

Nomer telepon : 081901635240

Riwayat pendidikan

1. TK Muslimat Patebon Kendal, lulus tahun 2001

2. SD Negeri jambearum II patebon ,lulus Tahun 2007

3. SMP Negeri 3 Patebon, lulus tahun 2010

4. SMA PGRI 1 Kendal, lulus tahun 2013

5. Politeknik Kesehatan Kenebkes Semarang Program Studi Keperawatan

Magelang

Anda mungkin juga menyukai