Makalah Kebutuhan Spritual
Makalah Kebutuhan Spritual
Makalah Kebutuhan Spritual
KEBUTUHAN SPRITUAL
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK V
1 SALVANISA AZZALIA ZAHARA (221440101029)
2 RIKY YAKUP (221440101030)
3 BELLA SAPIRA (221440101031)
4 PUTRI OKTARIANI (221440101032)
5 DINDA TRISNAWATI (221440101033)
6 SITI INTAN PRATIWI (221440101034)
7 ANISA FITRIYANI (224820103017)
DOSEN PENGAMPU :
Suherwin, S.Kep., M.Kes
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
iv
keperawatan yang belum dikelola dengan baik, dan 68 % tugas keperawatan dasar yang
seharusnya dikerjakan perawat dilakukan oleh keluarga pasien.
Spiritualitas adalah suatu keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha
Kuasa, Maha Pencipta (Hamid, 1999). Keyakinan spiritual akan berupaya
mempertahankan keharmonisan, keselarasan dengan dunia luar. Berjuang untuk
menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi penyakit fisik, stres
emosional, keterasingan sosial, bahkan ketakutan menghadapi ancaman kematian.
Semua ini merupakan kekutan yang timbul diluar kekuatan manusia. Keyakinan
spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan dan
perilaku perawatan diri klien. Kesadaran akan konsep ini melahirkan keyakinan dalam
keperawatan bahwa pemberian asuhan keperawatan hendaknya bersifat holistik, tidak
saja memenuhi kebutuhan fisik, tetapi juga memenuhi psikologis, sosial, kultural dan
spiritual klien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pentingnya kebutuhan spritual bagi pasien ?
2. Bagaimana seorang perawat mengaplikasikan kebutuhan spritual urntuk pasien ?
3. Bagaimana Asuhan keperawatan kebutuhan spritual ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui gambaran persepsi perawat dalam pemenuha kebutuhan
spiritual pasien
D. Manfaat
Dapat mengetahui gambaran asuhan keperawatan spiritual sehinggadiharapkan
perawat mampu meningkatkan kemampuannya dalamkeperawatanspiritual.serta Dapat
menambah pengetahuan masyarakat tentang pentingnya asuhankeperawatan spiritual.
BAB II
v
PEMBAHASAN
1. Dimensi Spiritual
vi
2. Tingkat Spiritual
Menurut Hasan, (2006) dalam Rani, (2011), tingkat spiritualitas manusia ada
tujuh tingkatan dari yang bersifat egoistik maupun yang suci secara spiritual, yang
dinilai bukan oleh manusia, namun langsung oleh Allah SWT, yaitu:
1. Nafs Ammarah
Pada tahap ini, orang yang nafsunya didominasi godaan yang mengarah pada
kejahatan. Pada tahap ini orang yang tidak dapat mengontrol dirinya dan tidak memiliki
moralitas atau rasa kasih. Dendam, kemarahan, ketamakan, gairah seksual, dan iri hati
adalah sifat seseorang yang muncul pada tahap ini. Pada tahap ini kesadaran dan akal
manusia dikalahkan oleh hawa nafsu.
2. Nafs Lawwamah
Orang yang berada pada tahap ini mulai memiliki kesadaran terhadap
perilakuperilakunya dan dapat membedakan yang baik maupun benar, dan menyesali
kesalahankesalahannya.
3. Nafs Mulhiman (The Inspireda Self)
Pada tahap ini, seseorang akan merasakan ketulusan dalam beribadah yang
benarbenar termotivasi dari cinta dan kasih sayang, serta adanya pengabdian dan nilai-
nilai moral.
4. Nafs Muthma’innah
Pada tahap ini, seseorang merasakan kedamaian dalam hidupnya serta
pergolakan
pada tahap awal telah lewat. Kebutuhan dan ikatan lama sudah tidak dibutuhkan oleh
seseorang. Pada tahap ini kepentingan seseorang mulai lenyap membuat lebih dekat
dengan TuhanNya.
5. Nafs Radhiyah
Pada tahap ini seseorang tidak hanya tenang dengan dirinya sendiri, namun juga
tetap bahagia dan tegar melewati keadaan sulit, musibah atau cobaan dalam
kehidupannya. Menyadari kesulitan yang datang dari Allah untuk memperkuat dan
memperkokoh imannya
6. Nafs Safiyah
Seseorang yang telah mencapai tahap akhir ini telah mengalami transedensi diri
yang utuh. Tidak ada nafas yang tersisa, hanya penyatuan dengan Allah. Pada tahap ini
seseorang telah menyadari Kebenaran, “Tidak Ada Tuhan Selain Allah”, dan hanya
keilahian yang ada, dan setiap indera manusia atau keterpisahan adalah ilusi semata.
Spritualitas
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan spiritualitas merupakan sumber
motivasi dan emosi individu yang berkenaan dengan hubungan seseorang dengan
Tuhan, sedangkan religiusitas merupakan pengabdian kepada Tuhan atau kesalehan
(KBBI, 2016). Spiritualitas menurut Consensus Converence Spiritual Care and
Palliative Care didefinisikan sebagai aspek dari kemanusiaan yang merujuk pada
ekspresi pencarian individu terhadap arti dan tujuan serta jalan pengalaman terhubung
terhadap suatu peristiwa, terhadap diri sendiri, terhadap orang lain dan terhadap yang
berarti dan suci (Ferrell, et al., 2013).
vii
Manusia yang spiritual berarti memiliki ikatan yang lebih kepada hal yang
sifanya kerohanian, daripada sesuatu yang bersifat material. Spiritualitas merupakan
pencerahan diri dalam mencapai tujuan dan makna hidup. Spiritual merupakan bagian
penting dari segala kesehatan dan kesejahteraan manusia. Menurut Carl Gustav Jung
yang mengatakan,”sekian banyak pasien yang saya hadapi, masalah kebanyakan yang
mereka hadapi utamanya berkaitan dengan masalah agama. Banyak orang yang sakit,
karena tidak ada rasa beragama dalam diri mereka. Mereka sembuh karena bertekuk
lutut dihadapan agama.
viii
Menurut penelitian Aries dan Karina (2012) pendampingan spiritual merupakan
kompetensi mandiri perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara holistik.
Pendampingan spiritual dapat diberikan pada semua pasien yang membutuhkan
khususnya pada pasien dalam kondisi terminal atau pun pada pasien yang menghadapi
kondisi krisis. Seseorang yang menghadapi penyakit yang serius dan dianggap sebagai
penyakit terminal akan menunjukkan kesadaran yang tinggi terhadap kepercayaannya
(Johson, 2005). Pemenuhan kebutuhan spiritual merupakan bentuk pelaksanaan
pelayanan keperawatan bagi penderita penyakit terminal (NagaiJaconsen & Burkhart,
1989; Wright, 2002 dalam Sinclair, Raffin, Oereira & Guebert, 2006).
Sebuah penelitian di AS menunjukkan bahwa 94% dari klien yang berkunjung ke
rumah sakit meyakini kesehatan spiritual sama pentingnya dengan kesehatan fisik
(Anandarajah, 2001). Koeng (2001 dalam Clark, 2008) menemukan bahwa 90% klien di
beberapa area Amerika menyandarkan pada agama sebagai bagian dari aspek spiritual
untuk mendapatkan kenyamanan dan kekuatan ketika merasa mengalami sakit yang
serius. Dalam rohman (2009), menyatakan bahwa studi yang dilakukan Broen (2007)
memperlihatkan 77% pasien menginginkan untuk membicarakan tentang keluhan
spiritual mereka sebagai bagian dari asuhan kepada mereka.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hupcey (2000) bahwa 45 pasien
Intensive Care Unit yang dirawat selama tiga hari di Intensive Care Unit mengalami
distress spiritual. Distress spiritual merupakan suatu keadaan ketika pasien mengalami
gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang memberikannya kekuatan, harapan
dan arti kehidupan, yang ditandai dengan pasien meminta pertolongan spiritual,
mengungkapkan adanya keraguan yang berlebihan dalam mengartikan hidup,
mengungkapkan perhatian yang lebih pada kematian, menolak kegiatan ritual dan
terdapat tanda–tanda seperti menangis, menarik diri, cemas,dan marah, kemudian
didukung dengan tanda–tanda fisik seperti nafsu makan terganggu, kesulitan tidur,
tekanan darah meningkat (Hidayat, 2006).
Pengaruh kekuatan spiritualitas tidak hanya berpengaruh pada saat sakit, namun
juga berpengaruh pada kesuksesan, kinerja, dan kualitas hidup manusia. Spiritualitas
terbukti mampu membawa manusia menuju kesuksesan dan menjadikan seseorang
menjadi powerful leader. Pemenuhan kebutuhan spiritualitas adalah hal yang tidak bisa
diabaikan. Kebutuhan spiritualitas telah terbukti dapat memberikan kekuatan pada
pasien saat menghadapi penyakitnya (Hamid, A.Yani, 2014).
Mengacu pada peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan yang
komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual maka pelaksanaan pemberian
bimbingan spiritual pada pasien dengan kondisi sakit teramatlah penting. Mengingat
kondisi sakit dapat mengakibatkan pasien mengalami distress spiritual, sementara
ix
kegiatan spiritual seperti berdo’a terbukti mampu menenangkan klien dalam
menghadapi kenyataan tentang penyakitnya. Kondisi distress spiritual pada penderita
penyakit baik akut maupun terminal jutsru akan mempersulit kondisi sakitnya, karena
kebanyakan penderita tersebut akan merasa frustasi dan menyerah pada kondisinya
sehingga terapi yang diperoleh dari luar seperti obat-obatan tak mampu menyembuhkan
oleh karena itu keyakinan dan kepercayaan sangat mempengaruhi keberhasilan
penatalaksanaan penyakit. Distress spiritual juga memberikan dampak yang buruk bagi
keluarga pasien dengan penyakit kronis. Distress spiritual dapat menurunkan dukungan
keluarga, sehingga memengaruhi kualitas hidup pasien dengan penyakit kronis (Clarke,
2009).
Apabila kondisi tersebut tidak ditangani dan berlangsung terus menerus dapat
menyebabkan distress spiritual yang membuat pasien kehilangan kekuatan dan harapan
hidup. Peran para petugas kesehatan khususnya perawat harus memberikan pelayanan
paliatif secara optimal khususnya dalam aspek kebutuhan spiritualitas, supaya pasien
dapat merasa damai dan tentram (Westlake, 2008).
Tanyi (2006) membagi kebutuhan spiritual keluarga menjadi enam subvariabel
yaitu makna dan tujuan (meaning and purpose), kekuatan (strengths), hubungan
(relationships), keyakinan (beliefs), spiritual anggota keluarga dan family’s preference.
Apabila kebutuhan spiritual keluarga tersebut tidak terpenuhi dapat menyebabkan
distress spiritual di dalam keluarga. Distress spiritual dapat menganggu keluarga dalam
mengelola konflik, kondisi ini akan merusak kesejahteraan keluarga, keluarga akan
mengalami rasa keputusasaan, hilangnya kebebasan, konflik bathin tentang keyakinan
mereka, dan mempertanyakan makna dari keberadaan dirinya (Tanyi, 2006).
x
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hupcey (2000) bahwa 45 pasien
Intensive Care Unit yang dirawat selama tiga hari di Intensive Care Unit mengalami
distress spiritual.Distress spiritual merupakan suatu keadaan ketika pasien mengalami
gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang memberikannya kekuatan, harapan
dan arti kehidupan, yang ditandai dengan pasien meminta pertolongan spiritual,
mengungkapkan adanya keraguan yang berlebihan dalam mengartikan hidup,
mengungkapkan perhatian yang lebih pada kematian,menolak kegiatan ritual dan
terdapat tanda–tanda seperti menangis, menarik diri, cemas,dan marah, kemudian
didukung dengan tanda–tanda fisik seperti nafsu makan terganggu, kesulitan tidur,
tekanan darah meningkat (Hidayat, 2006).
Pengaruh kekuatan spiritualitas tidak hanya berpengaruh pada saat sakit, namun
juga berpengaruh pada kesuksesan, kinerja, dan kualitas hidup manusia. Spiritualitas
terbukti mampu membawa manusia menuju kesuksesan dan menjadikan seseorang
menjadi powerful leader.Pemenuhan kebutuhan spiritualitas adalah hal yang tidak bisa
diabaikan. Kebutuhan spiritualitas telah terbukti dapat memberikan kekuatan pada
pasien saat menghadapi penyakitnya (Hamid, A.Yani, 2014).
Apabila kondisi tersebut tidak ditangani dan berlangsung terus menerus dapat
menyebabkan distress spiritual yang membuat pasien kehilangan kekuatan dan harapan
hidup.Peran para petugas kesehatan khususnya perawat harus memberikan pelayanan
paliatif secara optimal khususnya dalam aspek kebutuhan spiritualitas, supaya pasien
dapat merasa damai dan tentram (Westlake, 2008).
xi
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengaruh kekuatan spiritualitas tidak hanya berpengaruh pada saat sakit, namun
juga berpengaruh pada kesuksesan, kinerja, dan kualitas hidup manusia. Spiritualitas
terbukti mampu membawa manusia menuju kesuksesan dan menjadikan seseorang
menjadi powerful leader.Pemenuhan kebutuhan spiritualitas adalah hal yang tidak bisa
diabaikan. Kebutuhan spiritualitas telah terbukti dapat memberikan kekuatan pada
pasien saat menghadapi penyakitnya.
Saran
xii
bagi institusi tempat mahasiswa berada, institusi dapat menambahkan materi-materi
mengenai aktivitas kegiatan atau secara teoritis mengenai keagamaan agar mahasiswa
mendapatkan salah satu sarana untuk meningkatkan tingkat spiritual di dalam diri
mahaiswa. Bagi mahasiswa, seperti yang telah diketahui bahwa tingkat spiritual dalam
diri mahasiswa dapat memberikan keseimbangan di dalam kehidupan maka mahasiswa
dapat mulai meningkatkan spiritualitas mereka dengan salah satunya adalah dengan
mengikuti aktivitas keagamaan baik dalam meyakini agama yang dianut, mengikuti
ritual, menambah wawasan keagamaan, dan menghayati agama yang dianut, serta taat
dalam beragama.
Kedekatan mahasiswa dengan agamanya dapat memperkuat aktivitas spiritual dan
pengalaman transenden yang akan membuat mahasiswa lebih merasa utuh.
DAFTAR PUSTAKA
Asy’arie,M.,2012,SpiritualitasdanKeberagamaan;TahapFaith,ToughtdanDiscovey,
xiii
Zulfatul A’la, Muhamad. dkk. (2017). Pengaruh Bereavement Life Review terhadap
Kesejahteraan Spiritual pada Keluarga Pasien Stroke. JKP, 5 (2), 214 – 226.
xiv