PTK STAD Virus Vidya
PTK STAD Virus Vidya
PTK STAD Virus Vidya
PENDAHULUAN
Sejak ditetapkannya Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tetang Standar Isi dan
diterapkan kurikulum baru yang dikenal dengan sebutan Kurikulum Tingkat Satuan
Kompetensi (KBK) Tahun 2004. Semangat yang mendasari pemberlakuan KTSP ini
yang penuh dengan kebebasan dan kreativitas. Dari segi proses pembelajaran, KTSP
menghembuskan perubahan dari model pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher
centered) menjadi model pembelajaran yang berpusat pada subyek didik (students
Penerapan KTSP membuat guru semakin pintar dan kreatif, karena mereka
dituntut harus mampu menyusun sendiri kurikulum yang sesuai dan tepat bagi peserta
didiknya, guru dituntut harus mampu merencanakan sendiri materi pelajarannya untuk
mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Hal ini jelas berbeda dengan kurikulum-
kurikulum sebelumnya yang datang dari dan dibuat oleh Pemerintah Pusat, dan guru
hanya tinggal menerapkannya, sehingga nyaris tidak memberikan ruang dan tantangan
dihembuskan oleh KTSP, tantangan yang dihadapi oleh guru tidaklah semakin ringan,
melainkan semakin berat. Penerapan Standar Isi dan Standar Kompetensi sebagai acuan
dasar dalam penyusunan KTSP membawa konsekuensi yang tidak ringan dalam
1
Dan dalam kaitannya dengan konsep pembelajaran biologi, KTSP menghendaki
yang selama ini terjadi dalam penyelenggaraan pembelajaran biologi tidak boleh
terulang lagi. Tugas guru sekarang ini bukanlah ”mengajar biologi”, tetapi
”membelajarkan siswa tentang biologi”. Itu berarti bahwa kegiatan pembelajaran harus
berpusat pada siswa, dan bukan pada guru. Guru tidak lagi harus mendominasi kegiatan
Biologi sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang lahir
Biologi tidak cukup hanya dengan menghafalkan fakta dan konsep yang sudah jadi,
observasi dan eksperimen. Melalui pembelajaran biologi (IPA) siswa dilibatkan secara
aktif untuk melakukan eksplorasi alam. Melalui proses inilah dapat dikembangkan
Observasi
Membuat hipotesis
Identifikasi variabel
Mengontrol variabel
Mengumpulkan data
Menyusun kesimpulan
2
Keterampilan Sains yang dimiliki siswa merupakan pintu gerbang untuk
menguasai pengetahuan yang lebih tinggi dan akhirnya merupakan kecakapan hidup
(Life Skill), karena dengan keterampilan Sains yang dimiliki, maka siswa secara mental
Dengan demikian proses belajar mengajar Biologi bukan sekedar transfer ilmu
dari guru kepada siswa. Pola interaksi seharusnya terjadi antara siswa dengan materi
(obyek), dan guru hanya bertindak sebagai motivator, fasilitator dan supervisor. Itulah
perubahan mendasar dalam pola pembelajaran biologi yang harus diakomodir dan
disikapi secara positif oleh guru biologi seiring dengan penerapan KTSP.
oleh guru, bukan berarti bahwa guru akan serta merta terbebas sama sekali dari
dengan perkembangan pribadi subyek didik dan seiring pula dengan perkembangan
sekolah dan tuntutan masyarakat yang semakin dinamis. Terkait dengan itu tugas guru
adalah merespon dan mencari pemecahan terhadap setiap masalah yang timbul
sepanjang masih dalam batas jangkauan kompetensi dan profesinya demi terciptanya
suasana belajar yang lebih baik dan kondusif dan demi tercapainya tujuan pembelajaran
dan peran virus dalam kehidupan”. Guru dengan berbagai cara telah mengusahakan agar
semua siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran standar juga telah
dilakukan oleh guru, berbagai media pembelajaran yang ada di sekolah telah
dimanfaatkan, berbagai bentuk penugasan telah pula diberikan untuk dilaksanakan oleh
siswa, baik di dalam maupun di luar kelas, mulai dari tugas melakukan observasi,
melakukan eksperimen, membuat laporan singkat hasil eksperimen atau hasil observasi,
mengerjakan LKS, dan lain sebagainya. Namun demikian, dalam berbagai kesempatan
3
tanya jawab, diskusi kelas, maupun ulangan harian, aktivitas dan prestasi belajar mereka
sangat rendah. Berdasarkan catatan guru, aktivitas siswa dalam tanya jawab dan diskusi
kelas masing-masing hanya sebesar 30% dan 35% dari 35 siswa yang ada. Sebagian
besar dari siswa justru memperlihatkan aktivitas yang tidak relevan dengan
canggung berbicara atau berdialog dengan teman waktu diskusi, dan lain
sebagainya. Sementara itu dari hasil ulangan harian/ulangan blok, prestasi belajar
mereka hanya sebesar 45% yang berhasil mencapai batas KKM (Kriteria Ketuntasan
Minimal). Padahal KKM yang ditetapkan bagi Kelas X SMA Negeri 2 Lubuklinggau
Melihat data aktivitas dan prestasi belajar siswa yang demikian rendah tersebut
jelas hal itu mengindikasikan adanya permasalahan serius dalam kegiatan pembelajaran
dengan guru sejawat untuk mendiagnosis faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab
antaranya adalah:
Dari berbagai faktor kemungkinan penyebab tersebut Guru lebih condong pada
faktor ke-4, yaitu faktor kesulitan adaptasi dan kerjasama di antara siswa, dan diduga
kuat sebagai faktor utama penyebab rendahnya aktivitas dan prestasi belajar siswa Kelas
ciri-ciri, replikasi, dan peranan virus dalam kehidupan”. Dugaan tersebut sangat
beralasan, karena bagi siswa kelas X, suasana sekolah di lingkungan SMA adalah
4
suasana baru, yang jelas berbeda dalam segala sesuatunya dengan suasana dan
lingkungan sekolah mereka sebelumnya, baik itu menyangkut tempat, teman sekolah,
mata pelajaran, guru, dan lain sebagainya, yang kesemuanya masih memerlukan waktu
bagi mereka untuk beradaptasi dengan baik. Kesulitan siswa dalam beradaptasi,
terutama dengan materi pelajaran di SMA dan dengan teman-teman sekelas, sangat
mungkin menjadi penyebab utama rendahnya aktivitas mereka dalam pembelajaran dan
Sebagai langkah dan upaya pemecahan terhadap masalah yang timbul dalam
Pelajaran 2020/2021 tersebut maka dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau
disebut pula dengan istilah Classroom Action Research. Pendekatan dari segi metode
pembelajaran yang dipilih dan digunakan dalam penelitian tindakan ini adalah “Metode
Pembelajaran kooperatif juga dinilai bisa menumbuhkan sikap multikultural dan sikap
kecerdasan, status sosial ekonomi, agama, ras, gender, budaya, dan lain sebagainya.
Selain itu yang lebih penting lagi, pembelajaran kooperatif mengajarkan keterampilan
menekankan tumbuhnya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi
dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran demi tercapainya prestasi
Berdasarkan latar pemikiran yang telah terurai maka penelitian tindakan kelas
(Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas X IPA 1 Semester I SMA Negeri 2
5
Pada akhirnya diharapkan, melalui penerapan metode pembelajaran kooperatif
tipe STAD itu nantinya bisa memicu dan memacu tumbuhnya semangat kebersamaan,
saling membantu dan saling memotivasi di antara siswa, yang pada gilirannya juga bisa
meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar mereka pada bidang studi biologi,
B. Rumusan Masalah
aktivitas belajar siswa Kelas X IPA 1 Semester I SMA Negeri 2 Lubuklinggau Tahun
prestasi belajar siswa Kelas X IPA 1 Semester I SMA Negeri 2 Lubuklinggau Tahun
penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa Kelas X IPA 1
metode pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa Kelas X IPA 1 Semester I
6
SMA Negeri 2 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2020/2021 dalam bidang studi
D. Batasan Masalah
1. Penelitian tindakan ini hanya dilakukan terhadap siswa kelas X IPA 1 Semester I
2. Penelitian ini berlaku dalam ruang lingkup kegiatan pembelajaran bidang studi
lebih 3 (bulan) mulai dari awal bulan Agustus sampai dengan akhir Oktober 2019.
4. Pelaku dan pelaksana penelitian tindakan ini dilakukan secara individual oleh guru
kepada:
1. Siswa; mereka diharapkan bisa mengambil pelajaran yang berharga tentang betapa
tujuan bersama yang diinginkan, termasuk salah satu di antaranya adalah demi
tercapainya tujuan pembelajaran dan prestasi belajar yang telah ditetapkan bagi
suatu lembaga, kelas atau kelompok. Lebih dari itu, siswa secara sadar belajar
sebagaimana diajarkan dalam ilmu biologi, demi kelangsungan hidup dan kemajuan
ekosistem sekolah. Dengan kata lain, hasil penelitian ini diharapkan bisa semakin
meningkatkan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa Kelas X IPA 1 Semester I
7
SMA Negeri 2 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2020/2021 pada bidang studi
2. Guru; hasil penelitian ini diharapkan bisa semakin meningkatkan kompetensi dan
pembelajaran yang telah ditetapkan. Sehingga dengan begitu aktivitas belajar dan
3. Sekolah; hasil penelitian ini setidaknya bisa menambah referensi dan khazanah bagi
di sekolah setempat.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
kegiatan yang paling pokok. Ini berarti berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan
banyak bergantung pada bagaimana proses belajar itu dilakukan oleh peserta didik.
Dari pertanyaan sederhana tersebut tentu akan kita dapatkan beragam jawaban
dengan berbagai argumen yang tidak bisa dibilang sederhana. Hal itu wajar mengingat
perbuatan yang disebut belajar itu dalam kenyataannya memang ada bermacam-macam
bentuk dan jenisnya. Ada yang berpendapat bahwa belajar merupakan kegiatan
menghafal fakta-fakta. Guru yang berpendapat demikian akan merasa puas jika murid-
muridnya telah sanggup menghafal sejumlah fakta di luar kepala. Pendapat lain
mengatakan bahwa belajar adalah sama dengan latihan, sehingga hasil belajar akan
Alhasil, banyak definisi tentang apa itu belajar, dan setiap orang mempunyai pandangan
1991), belajar dapat didefinisikan sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau
diubah melalui latihan atau pengalaman (”Learning may be difined as the process by
Ahmadi dan Widodo Supriyono, 1991) menyatakan sebagai berikut: “Learning is the
process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed through
practice or training” {Belajar adalah proses di mana tingkah laku (dalam arti luas)
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting
dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005)
9
menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui
kegiatan belajar.
sebagai proses dan sebagai sebuah fungsi. Belajar dipandang sebagai hasil bilamana
guru terutama hanya melihat bentuk terakhir dari berbagai pengalaman interaksi
edukatif. Yang diperhatikan adalah menampaknya sifat dan tanda-tanda tingkah laku
yang dipelajari. Adapun belajar dipandang sebagai proses dimaksudkan adalah sebagai
proses di mana guru terutama melihat apa yang terjadi selama murid menjalani
adalah pola-pola tingkah laku selama pengalaman belajar itu berlangsung. Selanjutnya,
Sementara itu menurut Moh. Surya (1997) : “belajar dapat diartikan sebagai
suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru
secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam
Jadi, kata kunci dari belajar menurut pendapat tersebut adalah perubahan
perilaku. Lebih lanjut Moh Surya (1997) mengemukakan ciri-ciri dari perubahan
Perubahan perilaku yang terjadi merupakan usaha sadar dan disengaja dari individu
10
sebelumnya. Begitu juga, pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah diperoleh
itu akan menjadi dasar bagi pengembangan pengetahuan, sikap dan keterampilan
berikutnya.
Setiap perubahan perilaku yang terjadi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup
individu yang bersangkutan, baik untuk kepentingan masa sekarang maupun masa
mendatang.
menjadi guru.
Perubahan perilaku yang diperoleh dari proses belajar cenderung menetap dan
komputer tersebut akan menetap dan melekat dalam diri siswa tersebut.
11
Individu melakukan kegiatan belajar pasti ada tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan
1. Informasi verbal; yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara
pemecahan masalah.
kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara berfikir agar terjadi
4. Sikap; yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih
macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap adalah keadaan
12
menghadapi suatu obyek atau peristiwa, di dalamnya terdapat unsur pemikiran,
5. Kecakapan motorik; ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang
belajar meliputi perubahan dalam kawasan (domain) kognitif, afektif dan psikomotor,
bersifat progresif dan akumulatif, mengarah kepada kesempurnaan, misalnya dari tidak
mampu menjadi mampu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, baik mencakup aspek
yakni UNESCO (dalam Nana Syaodih Sukmadinata, 2005), dalam rangka membangun
kebersamaan masa depan memasuki abad ke-21 dan dalam rangka menyesuaikan diri
dengan tuntutan perkembangan dunia yang semakin cepat. Keempat pilar belajar
do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar berkembang secara
informasi. Dewasa ini terdapat ledakan informasi dan pengetahuan. Hal itu bukan saja
disebabkan karena adanya perkembangan yang sangat cepat dalam bidang ilmu dan
teknologi, tetapi juga karena perkembangan teknologi yang sangat cepat, terutama
tersimpan, bisa diperoleh dan disebarkan secara cepat dan hampir menjangkau seluruh
13
kuliah, dll. Pengetahuan dikuasai melalui hafalan, tanya-jawab, diskusi, latihan
masalah, belajar lebih lanjut, dll. Pengetahuan terus berkembang, setiap saat ditemukan
pengetahuan baru. Oleh karena itu belajar mengetahui harus terus dilakukan, bahkan
berkembang sangat cepat, maka individu perlu belajar berkarya. Belajar berkarya
Dalam konsep komisi Unesco, belajar berkarya ini mempunyai makna khusus, yaitu
dalam kaitan dengan vokasional. Belajar berkarya adalah balajar atau berlatih
industri dan perusahaan, maka keterampilan dan kompetisi kerja ini, juga berkembang
semakin tinggi, tidak hanya pada tingkat keterampilan, kompetensi teknis atau
didunia industri dan perusahaan terus meningkat, maka individu yang akan memasuki
dan/atau telah masuk di dunia industri dan perusahaan perlu terus bekarya. Mereka
kelompok etnik, daerah, budaya, ras, agama, kepakaran, dan profesi, tetapi hidup
bersama dan bekerja sama dengan aneka kelompok tersebut. Agar mampu berinteraksi,
berkomonikasi, bekerja sama dan hidup bersama antar kelompok dituntut belajar hidup
bersama. Tiap kelompok memiliki latar belakang pendidikan, kebudayaan, tradisi, dan
tahap perkembangan yang berbeda, agar bisa bekerjasama dan hidup rukun, mereka
harus banyak belajar hidup bersama, being sociable (berusaha membina kehidupan
bersama)
14
Tantangan kehidupan yang berkembang cepat dan sangat kompleks, menuntut
berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek intelektual, emosi, sosial, fisik,
maupun moral. Untuk mencapai sasaran demikian individu dituntut banyak belajar
dan utuh, tetapi juga manusia utuh yang unggul. Untuk itu mereka harus berusaha
yang kuat. Individu-individu global harus berupaya bermoral kuat atau being morally.
belajar dari siswa atau subyek didik dalam suatu proses pembelajaran? Pertanyaan
sekolah) dengan segala komponennya itu didirikan dan diselenggarakan tidak lain
adalah untuk memfasilitasi kepentingan belajar siswa. Tidak berlebihan kiranya jika
dikatakan bahwa pada hekekatnya mereka (siswa) itulah yang menjadi pemilik sekolah.
Berbagai pembekalan yang diberikan oleh para guru di sekolah pada hakikatnya,
masing adalah (1) membangun atau membentuk siswa yang memiliki orientasi ke depan
dengan ciri-ciri, antara lain luwes, tanggap terhadap perubahan, dan memiliki semangat
masalah yang dihadapi dan berusaha menguasai iptek, dan (3) memiliki orientasi
terhadap karya yang bermutu atau punya achievement orientation, antara lain ditandai
oleh penilain yang tinggi terhadap hasil karya. Untuk menuju pada tiga nilai dasar
tersebut siswa harus dipacu kemauan belajarnya (Suyanto dan M.S. Abbas, 2001: 148).
aktivitas dan kreativitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman
belajar. Namun dalam pelaksanaannya seringkali kita tidak sadar, bahwa masih banyak
15
kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan justru menghambat aktivitas dan kreativitas
peserta didik.
Banyak resep untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif, di mana para
peserta didik dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitas belajarnya secara optimal,
komunikasi yang bebas, pengarahan diri, dan pengawasan yang tidak terlalu ketat. Hasil
penelitian tersebut dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini peserta
a. Dikembangkannya rasa percaya diri pada peserta didik, dan mengurangi rasa takut;
d. Memberikan pengawasan yang tidak terlalu ketat dan tidak otoriter; dan
e. Melibatkan mereka secara aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran secara
keseluruhan.
sangat ditentukan oleh aktivitas dan kreativitas guru dengan segala kompetensi
profesionalnya. Aktivitas dan kreativitas peserta didik dalam belajar sangat bergantung
didik. Pendekatan mana yang digunakan, harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan,
Selanjutnya, yang dimaksud dengan aktivitas belajar siswa di sini adalah segala
bentuk kegiatan yang dilakukan oleh siswa terutama dalam proses pembelajaran di kelas
atau di sekolah. Bentuk kegiatan yang disebut aktivitas belajar itu dapat bermacam-
16
macam, bisa berupa mendengarkan, mencatat, membaca, membuat ringkasan, bertanya,
dengan itu semua dapat diketahui bahwa kegitan pembelajaran berpusat pada siswa dan
bukan pada guru. Guru hanya sekedar berperan untuk memfasilitasi, membelajarkan,
membimbing dan mengarahkan, serta mengkoreksi dan mengevaluasi hasil belajar dari
siswa.
B. Prestasi Belajar
Istilah prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat kaitannya dengan hasil
belajar. Sebenarnya sangat sulit untuk membedakan pengertian prestasi belajar dengan
hasil belajar. Ada yang berpendapat bahwa pengertian prestasi belajar sama dengan
hasil belajar. Akan tetapi ada pula yang mengatakan bahwa hasil belajar berbeda secara
prinsipil dengan prestasi belajar. Hasil belajar menunjukkan kualitas jangka waktu yang
lebih panjang, misalnya satu cawu, satu semester dan sebagainya. Sedangkan prestasi
belajar menunjukkan kualitas yang lebih pendek, misalnya satu pokok bahasan, satu kali
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), prestasi adalah hasil yang telah
dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya). Sedangkan prestasi
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka
dalam bentuk nilai atau skor dari hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.
yaitu:
menggunakan alat.
17
b. Hasil belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar memiliki
cakupan makna yang lebih luas dibanding prestasi belajar. Dengan kata lain, prestasi
belajar adalah sebagian dari hasil belajar pada mata pelajaran atau materi pelajaran
tertentu yang dinyatakan dengan nilai atau angka berdasarkan tes yang dikembangkan
dan diberikan oleh guru. Meskipun demikian, dalam tulisan ini kedua istilah tersebut
belajar) merupakan hasil dari proses yang kompleks. Hal itu disebabkan banyak faktor
yang mempengaruhi hasil atau prestasi belajar. Secara garis besar, faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil atau prestasi belajar itu dapat dibedakan atas dua macam, yaitu
faktor dari dalam diri individu (baca, subyek didik) atau disebut faktor internal, dan
faktor dari luar diri subyek didik, atau disebut faktor eksternal. Baik buruknya kualitas
kedua faktor ini akan banyak berpengaruh terhadap baik buruknya hasil atau prestasi
belajar. Semakin baik kondisi atau kualitas kedua faktor tersebut dimiliki oleh subyek
didik, maka cenderung semakin baik hasil atau prestasi belajar yang bisa dicapai.
Demikian pula sebaliknya, semakin buruk kondisi atau kualitas kedua faktor dimaksud,
maka cenderung semakin buruk pula hasil atau prestasi belajar yang dicapai.
18
C. Pembelajaran Kooperatif
oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya dari Universitas John Hopkins. Tipe ini
dipandang sebagai yang paling sederhana dan paling langsung dari pendekatan
pembelajaran kooperatif.
anak dalam aktivitas belajar kelompok kecil yang mengembangkan interaksi positif.
koperatif di pusat dan kelas-kelas, cara menerapkan strategi, dan keuntungan jangka
mudah diterapkan, dan tidak mahal. Anak-anak bertambah baik tingkah laku dan
interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antara sesama siswa sebagai latihan
elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif
adalah adanya (1) saling ketergantungan positif, (2) interaksi tatap muka, (3)
akuntabilitas individual dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi
2000:78-790). Itulah unsur dasar yang terdapat dalam metode pembelajaran kooperatif,
agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah
yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang
19
optimal.
20
Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai melalui (a) saling ketergantungan
pencapaian tujuan (b) saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (c) saling
ketergantungan bahan dan sumber, (d) saling ketergantungan peran, dan (e) saling
ketergantungan hadiah.
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap
muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga
dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa dapat saling
menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi. Interaksi semacam itu
sangat penting karena ada siswa yang merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.
3. Akuntabilitas individual;
kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa
anggota kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas
rata-rata hasil belajar semua anggotanya, dan karena itu tiap anggota kelompok harus
sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, mempertahankan
pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang
hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin
hubungan antara pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari
sesama siswa.
21
Selanjutnya, bagaimanakah peran guru dalam pembelajaran
diperhatikan oleh guru, yaitu tujuan akademik (Academic objectives) dan tujuan
dirumuskan sesuai dengan taraf perkembangan siswa dan analisis tugas atau analisis
b. Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar. Jumlah anggota dalam tiap
kelompok belajar tidak boleh terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 siswa. Ada 3 (tiga)
faktor yang menentukan jumlah anggota tiap kelompok belajar. Ketiga faktor
tersebut adalah (1) taraf kemampuan siswa, (2) ketersediaan bahan dan (3)
ketersediaan waktu. Jumlah anggota kelompok belajar hedaknya kecil agar tiap
Ada sedikitnya 4 (empat) pertanyaan yang hendaknya dijawab oleh oleh guru
saat akan menempatkan siswa dalam kelompok. Keempat pertanyaan tersebut dapat
belajar kooperatif, yaitu (1) yang berorientasi bukan pada tugas (non task
orientied) dan (2) yang berorientasi pada tugas (task oriented). Kelompok
belajar kooperatif yang berorientasi bukan pada tugas tidak menuntut adanya
pembagian tugas untuk tiap angota kelompok. Kelompok belajar semacam ini
tampak seperti pada saat siswa mengerjakan soal-soal LKS atau soal-soal latihan
22
yang diberikan guru yang berbentuk prosedur penyelesaian dan mencocokan
belajar yang berorientasi pada tugas menekankan adanya pembagian tugas yang
jelas bagi semua anggota kelompok. Kelompok belajar semacam ini tampak
seperti pada saat siswa melakukan kunjungan ke kebun binatang sehingga harus
disusun oleh panitia untuk menentukan siapa yang menjadi ketua, sekretaris,
bendahara, seksi transportasi, seksi konsumsi, dan sebagainya. Siswa yang baru
berorientasi pada tugas, dari jenis tugas yang sederhana hingga yang kompleks.
3. Siswa bebas memilih teman atau ditentukan oleh guru? Kebebasan memilih
ditentukan secara acak oleh guru. Ada tiga teknik untuk menentukan anggota
kelompok secara acak yang dapat digunakan oleh guru. Ketiga teknik tersebut
kelas) hingga yang paling tidak disukai atau tidak memiliki teman
2) Berdasarkan kesamaan nomor. Jika jumlah siswa dalam kelas terdiri atas
terdiri dari 1 hingga 10, maka para siswa yang bernomor sama
3) Menggunakan teknik acak berstrata. Para siswa dalam kelas lebih dahulu
dikelompokkan secara homogen atas dasar jenis kelamin dan atas dasar
23
acak siswa diambil dari kelompok homogen tersebut dan dimasukkan ke
disusun agar tiap kelompok dapat saling bertatap muka tetapi cukup terpisah
antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Susunan tempat duduk
dapat menentukan tidak hanya efektifitas pencapaian tujuan belajar siswa. Bahan
ajar hendaknya dibagikan kepada semua siswa agar mereka dapat berpartisipasi
belajar telah memiliki cukup pengalaman, guru tidak perlu membagikan bahan ajar
dengan berbagai petunjuk khusus. Jika kelompok belajar belum banyak pengalaman
atau masih baru, guru perlu memberi tahu para siswa bahwa mereka harus bekerja
sama, bukan bekerja sendiri-sendiri. Ada sedikitnya 3 (tiga) macam cara untuk
1) Saling ketergantungan bahan. Tiap kelompok hanya diberi satu bahan ajar dan
2) Saling ketergantungan informasi. Tiap anggota kelompok diberi bahan ajar yang
berbeda bentuk untuk selanjutnya disatukan untuk disintesiskan. Bahan ajar juga
dapat disajikan dalam bentuk “jigsaw puzzle” sehingga dengan demikian tiap
siswa memiliki bagian dari bahan yang diperlukan untuk melengkapi atau
menyelesaikan tugas.
3) Saling ketergantungan menghadapi lawan dari luar. Bahan ajar disusun dalam
24
peluang untuk kalah atau menang yang sama dapat meningkatkan motivasi
belajar.
anggota kelompok dan mereka bekerja untuk saling melengkapi. Dalam mata
pelajaran Biologi misalnya, seorang anggota kelompok diberi tugas sebagai peneliti,
yang lainnya sebagai penyimpul, yang lainnya lagi sebagai penulis, dan yang
lainnya lagi sebagai pemberi semangat dan ada pula yang menjadi pengawas
terjalinnya keja sama. Penugasan untuk memerankan suatu fungsi semacam itu
merupakan metode yang efektif untuk melatih keterampilan menjalin kerja sama.
e. Menjelaskan tugas akademik. Ada beberapa aspek yang perlu disadari oleh para
guru dalam menjelaskan tugas akademik kepada para siswa. Beberapa aspek
Kejelasan tugas sangat penting bagi para siswa karena dapat menghindarkan
masa lampau.
Menjelaskan tujuan dan keharusan bekerja sama kepada para siswa dilakukan
tertentu. Jika karya kelompok berupa laporan, tiap anggota kelompok harus
25
menandatangani laporan tersebut sebagai tanda bahwa ia setuju dengan isi
cara untuk mendorong kelompok menjalin kerja sama sehingga terjalin pula
anggota.
yang mengerjakan seluruh pekerjaan kelompok. Suatu kelompok belajar juga tidak
tidak melakukan apapun demi kelompoknya. Oleh karena itu, untuk menjamin agar
guru harus sering melakukan pengukuran untuk mengetahui taraf penguasaan tiap
h. Menyusun kerja sama antara kelompok. Hasil positif yang ditemukan dalam
menciptakan kerja sama antar kelompok. Nilai tambahan dapat diberikan jika
seluruh siswa di dalam kelas meraih standar mutu yang tinggi. Jika suatu kelompok
untuk membantu kelompok-kelompok lain yang belum selesai. Upaya semacam ini
kooperatif bertolak dari penilaian acuan patokan (criterium referenced). Pada awal
kegiatan belajar guru hendaknya menerangkan secara jelas kepada siswa mengenai
26
j. Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan. Perkataan kerjasama atau gotong
karena itu guru perlu mendefinisikan perkataan kerja sama tersebut secara
operasional dalam bentuk berbagai perilaku, antara lain dapat dikemukakan dengan
berfungsi secara efektif, perilaku yang diharapkan dapat mencakup hal-hal sebagai
berikut:
tugas.
anggota lain.
6) Jangan mengubah pikiran karena berbeda dari pikiran anggota lain tanpa
k. Memantau perilaku siswa. Setelah semua kelompok mulai bekerja, guru harus
27
m. Melakukan intervensi untuk mengerjakan keterampilan bekerja sama. Pada saat
menemukan siswa yang tidak memiliki keterampilan untuk menjalin kerja sama
yang cukup dan adanya kelompok yang memiliki masalah dalam menjalin kerja
sama. Dalam kondisi semacam itu, guru perlu memberikan nasihat agar
n. Menutup pelajaran. Pada saat pelajaran berakhir, guru perlu meringkas pokok-poko
pelajaran, meminta kepada siswa untuk mengemukakan ide atau contoh, menjawab
o. Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa. Guru menilai kualitas pekerjaan
atau hasil belajar para siswa berdasarkan penilaian acuan patokan. Para anggota
p. Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok. Meskipun waktu belajar di
kelas terbatas, diperlukan waktu untuk berdiskusi dengan para siswa untuk
membahas kualitas kerja sama antar anggota kelompok pada hari itu. Pembicaraan
dengan para siswa dilakukan untuk mengetahui apa yang telah dilakukan dengan
baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan pada hari berikutnya.
Demikian itulah gambaran umum tentang peran yang harus dilakukan oleh guru
Nur (1996: 25) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tidak hanya
unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep IPA yang sulit, tetapi juga
mengembangkan tingkah laku kooperatif antar siswa sekaligus membantu siswa dalam
pelajaran akademisnya.
28
Ada banyak variasi pendekatan dalam model pembelajaran kooperatif. Setiap
mempengaruhi pola interaksi siswa. Salah satu dari model pemebelajaran kooperatif
adalah model atau tipe STAD (Sudent Teams-Achievement Divisions) atau dapat
Keunggulan dari metode pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu adanya kerja
menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi, saling
membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang optimal.
dikembangkan oleh Slavin, dkk tersebut secara garis besar terdiri dari 6 (enam) langkah,
sebagai berikut:
kelompok. Anggota yang tahu dan mengerti menjelaskan pada anggota lainnya
sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti dan memahami materi yang
dipelajari;
4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis,
6. Kesimpulan.
Dari berbagai pendapat tersebut kiranya bisa diambil suatu kesimpulan, bahwa
metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas belajar dan
prestasi belajar siswa di kelas. Dan dari situ pula diduga kuat bahwa metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat menjadi salah satu solusi alternatif untuk
29
memecahkan masalah yang timbul dalam pembelajaran biologi di kelas X IPA 1
D. Hipotesis Tindakan
Bertolak dari kerangka pemikiran yang telah terurai kiranya dapat dirumuskan
Biologi, dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas X IPA 1 Semester I SMA
kehidupan”.
Biologi, dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas X IPA 1 Semester I SMA
kehidupan”.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
Selatan.
Adapun subyek penelitian dalam hal ini adalah siswa X IPA 1 Semester I SMA
rentang waktu selama kurang lebih 3 (tiga) bulan, mencakup keseluruhan tahapan yang
diperlukan, mulai dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penulisan laporan
penelitian. Tepatnya, penelitian ini dijadwalkan dan dilaksanakan mulai awal bulan
B. Rancangan Penelitian
Penelitian tindakan kelas berasal dari istilah bahasa Inggris Classroom Action Research,
yang berarti penelitian yang dilakukan pada sebuah kelas untuk mengetahui akibat
Tindakan Kelas (Classroom Action Research)”, pertama kali penelitian tindakan kelas
diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946, yang selanjutnya dikembangkan oleh
Stephen Kemmis, Robin Mc Taggart, John Elliot, Dave Ebbutt dan lainnya. Pada
awalnya penelitian tindakan menjadi salah satu model penelitian yang dilakukan pada
pendidikan, kesehatan maupun pengelolaan sumber daya manusia. Salah satu contoh
31
pekerjaan utama dalam bidang pendidikan adalah mengajar di kelas, menangani
bimbingan dan konseling, dan mengelola sekolah. Dengan demikian para guru atau
kepala sekolah dapat melakukan kegiatan penelitiannya tanpa harus pergi ke tempat lain
seperti para peneliti konvensional pada umumnya. Adapun tujuan penelitian tindakan
kelas itu tidak lain adalah untuk memecahkan masalah, memperbaiki kondisi,
tentang hal-hal yang terjadi di masyarakat atau sekelompok sasaran dan hasilnya
langsung dapat dikenakan pada masyarakat yang bersangkutan. Ciri atau karakteristik
utama dalam penelitian tindakan adalah adanya partisipasi dan kolaborasi antara
peneliti dengan anggota kelompok sasaran. Penelitian tindakan adalah salah satu
strategi pemecahana masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses
pengembangan inovatif yang dicoba sambil jalan dalam mendeteksi dan memecahkan
masalah. Dalam prosesnya, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dapat
berikut;
1. Permasalahan atau topik yang dipilih harus memenuhi kriteria, yaitu benar-benar
nyata dan penting, menarik perhatian dan mampu ditangani serta dalam jangkauan
3. Jenis intervensi yang dicobakan harus efektif dan efisien, artinya terpilih
dengan tepat sasaran dan tidak memboroskan waktu, dana dan tenaga.
4. Metodologi yang digunalkan harus jelas, rinci dan terbuka, setiap langkah dari
32
kualitas tindakan memang tidak dapat berhenti tetapi menjadi tantangan sepanjang
tindakan kelas, yaitu : (1) penelitian tindakan guru sebagai peneliti, (2) penelitian
tindakan kolaborasi, (3) penelitian tindakan simultan terintegratif dan (4) penelitian
tindakan sosial eksperimental. Keempat bentuk penelitian tindakan itu ada persamaan
dan perbedaannya.
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian tindakan guru sebagai peneliti,
dimana guru terlibat langsung secara penuh dalam proses pelaksanaan penelitian, mulai
dari tahap menyusun perencanaan, melakukan tindakan, melakukan observasi dan tahap
refleksi. Kehadiran pihak lain dalam penelitian ini, kalaupun ada, peranannya sangat
kecil dan tidak dominan. Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang
berkesinambungan.
Ada banyak model penelitian tindakan yang dikemukakan oleh para ahli, tetapi
secara garis besar suatu penelitian tindakan lazimnya memiliki 4 (empat) tahapan yang
harus dilalui, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi.
adalah berbentuk spiral. Tahapan penelitian tindakan pada suatu siklus meliputi empat
tahapan, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan tahap refleksi. Siklus ini
berlanjut dan akan dihentikan jika dirasa sudah cukup memenuhi kebutuhan dan tujuan
Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan
kelas, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan
Taggart (dalam Arikunto, Suharsimi, 2002:83), yaitu berbentuk spiral dari siklus yang
satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus meliputi planning (rencana), action
berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan dan refleksi.
Sebelum masuk pada siklus I dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi
permasalahan.
33
Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada
gambar 1 berikut:
Putaran 1
Tindakan/ Putaran 2
Tindakan/
Putaran 3
Tindakan/
2. Pelaksanaan tindakan. Pada tahap ini guru menerapkan tindakan yang telah disusun
34
3. Pengamatan atau observasi. Tahap ini pelaksanaannya bersamaan dengan tahap
mana guru bertindak sekaligus sebagai peneliti tanpa kolaborasi dengan pihak lain),
sistematis.
selama melakukan tindakan, dan lain sebagainya. Apabila guru pelaksana tindakan
juga berstatus sebagai pengamat (peneliti), maka refleksi dilakukan terhadap diri
sendiri. Dengan kata lain, guru tersebut melihat dirinya kembali, melakukan
”dialog” dengan dirinya sendiri untuk menemukan hal-hal yang sudah dirasakan
memuaskan hati karena sudah sesuai dengan rencana, atau untuk menemukan hal-
hal yang masih perlu diperbaiki. Dalam hal seperti ini maka guru melakukan ”self
dikonsultasikan dengan teman sejawat, ketua jurusan, kepala sekolah, atau pihak
lain yang kompeten dalam bidang itu. Jadi pada intinya, kegiatan refleksi adalah
Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah tes buatan guru yang fungsinya
adalah (1) untuk menentukan seberapa baik siswa telah menguasai bahan pelajaran yang
diberikan dalam waktu tertentu, (2) untuk menentukan apakah suatu tujuan telah
tercapai, dan (3) untuk memperoleh suatu nilai (Arikunto, Suharsimi, 2002:149).
Sedangkan tujuan dari tes adalah untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa secara
35
individu maupun secara klasikal. Di samping itu tes juga berguna untuk mengetahui
kelemahan, khususnya pada bagian mana dari materi atau kompetensi dasar berikut
Selain tes, alat pengumpul data lain yang dipergunakan dalam penelitian
tindakan ini adalah format observasi berupa tabel-tabel isian yang telah dipersiapkan
dan disusun secara terstruktur dan sistematis, sehingga guru tinggal membubuhkan
tanda centang atau check list pada kolom-kolom tabel isian format observasi yang sesuai
dengan aspek pengamatan. Di samping itu dipergunakan juga teknik pengumpulan data
dikenal adanya variabel tunggal, yaitu variabel tindakan. Namun beberapa pakar lain,
yaitu variabel tindakan dan variabel masalah, karena tindakan yang dilakukan adalah
Sehubungan dengan yang disebut belakangan itu maka dalam penelitian ini yang
STAD” sebagai variabel tindakan, atau dalam penelitian konvensional dikenal dengan
sedangkan “Aktivitas Belajar dan Prestasi Belajar Siswa” sebagai variabel masalah,
atau dalam penelitian konvensional dikenal dengan istilah “variabel terikat” atau
Adapun data yang diperlukan dalam penelitian tindakan ini dilihat dari sifatnya
ada yang berupa data kuantitatif dan ada pula yang berupa data kualitatif, atau
36
kombinasi dari keduanya. Data kuantitatif terutama adalah data yang berhubungan
dengan prestasi belajar siswa, yang datanya akan dijaring melalui alat tes tertulis yang
dibuat sendiri oleh guru. Sedangkan data kualitatif adalah data yang berhubungan
dengan aktivitas belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas, seperti ketekunan
jawab, semangat dan motivasinya dalam belajar, partisipasinya dalam diskusi dan kerja
kelompok, dan lain sebagainya. Untuk data kualitatif ini pengumpulan datanya terutama
dilakukan melalui format observasi dalam bentuk tabel isian yang telah dipersiapkan
sebelumnya dan disusun secara terstruktur dan sistematis. Selain itu juga dilakukan
Sesuai dengan jenis rancangan penelitian yang dipakai di sini, yaitu penelitian
tindakan kelas (classroom action research), maka teknik analisis data yang relevan dan
yang diterapkan adalah teknik analisis deskriptif-kualitatif. Dengan teknik ini maka data
yang telah dikumpulkan dari hasil penelitian akan disortir dan selanjutnya disajikan
dalam bentuk prosentase atau tabel distribusi untuk selanjutnya dilakukan penafsiran
dan pemaknaan secara kualitatif dalam bentuk seperti, tinggi-rendah, tuntas-tidak tuntas,
aktif-tidak aktif, dan lain sebagainya sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya.
F. Prosedur Penelitian
kelas berjalan melalui siklus-siklus dalam sebuah spiral, di mana setiap siklus terdiri
dari 4 (empat) tahapan kegiatan yang terus berulang dan meningkat. Sejalan dengan itu
siklus yang berkesinambungan dan berkelanjutan, di mana untuk setiap siklus terdiri
dari 4 (empat) tahapan langkah yang secara garis besar adalah: 1) membuat perencanaan
37
tindakan perbaikan, 2) implementasi atau pelaksanaan tindakan yang telah
evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan, sehingga bisa diketahui tindakan-tindakan
mana yang sudah berhasil sesuai rencana dan tindakan mana yang masih perlu
sebagai berikut:
1. Perencanaan
yang dalam hal ini adalah metode pembelajaran kooperatif tipe STAD;
kegiatan pembelajaran.
2. Tindakan
kegiatan pembelajaran sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan dengan mengacu
38
pada skenario pembelajaran yang telah direncanakan, yang dalam hal ini terdiri dari
Siswa mendengarkan secara aktif penjelasan materi pelajaran secara global dari
Siswa mengamati gambar-gambar atau foto-foto virus yang telah disiapkan oleh
Siswa melakukan tanya jawab dengan guru seputar materi pelajaran dan gambar-
Pada akhir kegiatan pembelajaran, siswa mencatat tugas kelompok yang diberikan
oleh guru untuk membuat rangkuman materi tentang virus beserta ciri-ciri dan
akan datang;
3. Pengamatan
sebelumnya, yaitu berupa tabel-tabel isian untuk setiap aspek pengamatan dari aktivitas
pembelajaran.
39
4. Refleksi
Tahap ini merupakan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan, tindakan
mana yang sudah berhasil sesuai dengan rencana dan mana yang perlu diperbaiki
Siklus II: meliputi tahapan langkah-langkah seperti pada siklus I, tetapi berbeda bentuk
dan sifat tindakan yang dilakukan. Bahkan boleh dikata, siklus II ini merupakan
perbaikan dan peningkatan dari siklus I dengan tetap mengacu pada hasil tindakan dan
1. Perencanaan
Identifikasi masalah yang muncul pada siklus I dan belum teratasi berikut
2. Tindakan
masalah yang muncul pada siklus I, sesuai dengan alternatif pemecahan masalah yang
sebelumnya;
secara aktif penjelasan materi pelajaran dari guru tentang peranan virus dalam
kehidupan;
40
Siswa terlibat aktif tanya jawab dengan guru tentang materi pelajaran yang telah
dibahas. Dalam kesempatan ini antar anggota kelompok tidak boleh saling
membantu.
Pada akhir kegiatan pembelajaran, siswa mencatat tugas kelompok yang diberikan
oleh guru untuk dikerjakan di luar kelas (Pekerjaan rumah) berupa membuat
klipping dari koran, majalah ataupun internet dengan tema “Perkembangan virus
penyusunnya. Kliping yang dibuat oleh setiap anggota kelompok tersebut kemudian
disatukan dan menjadi milik hasil kerja kelompok yang bersangkutan dengan tetap
hasil kerja kelompoknya di depan kelas secara bergiliran disertai dengan tanya
jawab antar siswa antar kelompok. Dalam kesempatan ini siswa dalam suatu
kelompok harus kompak dan saling membantu dalam bertanya maupun dalam
menjawab;
Pada akhir kegiatan diskusi kelas, siswa membuat kesimpulan hasil diskusi di
Setelah itu sampai akhir jam pelajaran, siswa secara individual mengerjakan soal
3. Pengamatan (Observasi)
Sama seperti pada siklus I, tahap ini guru melakukan observasi sesuai dengan
format yang sudah disiapkan dan mencatat semua yang terjadi selama pelaksanaan
tindakan berlangsung.
41
5. Refleksi
Tahap ini juga sama seperti pada siklus I, yaitu meliputi kegiatan-kegiatan,
terkumpul.
maka perlu ditetapkan indikator keberhasilan dan indikator proses berikut kriteriannya
pengukuran dan mudah diketahui apakah penerapan tindakan ini sudah tepat atau
belum. Demikian pula dengan indikator proses, perlu ditetapkan langkah-langkah pokok
keberhasilan.
Dengan demikian maka tolok ukur atau kriteria keberhasilan penelitian ini dapat
dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi proses dan dari sisi hasil. Dari sisi proses,
keberhasilan penelitian ini dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
yang dipilih sebagai alternatif pemecahan masalah dapat dilihat dari adanya perubahan
tingkah laku belajar siswa yang relevan atau yang positif secara signifikan, seperti
meningkatnya kreativitas belajar siswa, meningkatnya interaksi belajar siswa, dan lain
sebagainya.
Sedangkan keberhasilan dari sisi hasil dapat dilihat dari meningkatnya prestasi
hasil belajar siswa dan ketuntasan belajar siswa secara signifikan sesuai dengan acuan
42
yang telah ditentukan dalam penelitian ini. Prinsip penilaian yang diterapkan di sini
sedapat mungkin mengacu pada Penilaian Berbasis Kelas atau Berbasis Peserta Didik,
artinya penilaian dilakukan sepenuhnya oleh guru terhadap seluruh aspek dan proses
kegiatan belajar siswa dengan isntrumen penilaian yang bervariasi dengan tetap
acuan penilaian yang ditentukan dalam penelitian ini untuk mengukur kemajuan hasil
belajar dan ketuntasan belajar siswa ditetapkan berdasarkan kriteria PAP (Penilaian
Acuan Patokan). Berdasarkan kriteria PAP, kemajuan hasil belajar siswa melalui
signifikan manakala dari hasil evaluasi di akhir tindakan penelitian (siklus), seluruh
siswa atau secara klasikal 85% dari siswa telah berhasil mencapai batas Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan untuk mata pelajaran Biologi pada
yang dalam hal ini adalah sebesar 70. Atau secara prosentase, kemajuan hasil belajar
siswa di sini dikatakan meningkat secara signifikan manakala nilai rata-rata hasil belajar
siswa di akhir tindakan menunjukkan peningkatan sebesar 10% dari hasil belajar
program tindakan.
sebagai berikut:
43
mengikuti pembelajaran
(menyelesaikan tugas mandiri dan
aktif mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru)
Kerjasama dalam mengerjakan
tugas kelompok
Kreativitas belajar (membuat
catatan, ringkasan, dan
lainnya)
Interaksi dengan guru
selama kegiatan
pembelajaran
Interaksi dengan sesama
siswa selama pembelajaran
(komunikasi dalam kelompok
belajar)
Partisipasi aktif dalam kegiatan
pembelajaran (memperhatikan
dan mendengarkan, ikut
melakukan kegiatan kelompok,
selalu mengikuti petunjuk guru)
2. Menurunnya aktivitas yang
tidak relevan dengan belajar,
sebagai berikut:
Tidak memperhatikan penjelasan
guru
Asyik bermain sendiri
Melamun dan tidak bergairah
belajar
Mengobrol sendiri dengan teman
dalam proses belajar
Mengerjakan tugas lain
2 2.Prestasi belajar Pembelajaran Sebanyak 85% dari siswa telah
siswa Kooperatif mencapai ketuntasan belajar sesuai
Tipe STAD KKM yang telah ditetapkan, yaitu 70.
45
Guru melakukan belajar; harus disematkan
tanya jawab 4. Keberanian pada diri siswa
tentang penguasaan siswa dalam selama proses
materi dengan bertanya dan belajar di kelas
seluruh siswa di mengemukaka untuk
kelas; n pendapat; memudahkan
3 Guru memberikan 5. Kreativitas observasi dan
post tes tertulis ke- belajar siswa penilaian proses;
1 dan ke-2 dan (membuat 3. Guru
pada pertemuan catatan, menyampaikan
4 selanjutnya ringkasan, dan kriteria penilaian
menyampaikan lainnya); hasil dan penilaian
hasil evaluasi 6. Interaksi proses
kepada siswa dan dengan guru 4. Guru memberikan
5 mengumumkannya selama tugas kelompok
di depan kelas; kegiatan dan mengarahkan
Pemeriksaan pembelajaran; perlunya
portofolio dan 7. Partisipasi pembagian peran
buku catatan aktif siswa yang jelas di
belajar siswa. dalam antara anggota
kegiatan kelompok;
pembelajaran. 5. Guru memfasilitasi
dan membimbing
diskusi kelas;
6 6. Guru memandu
tanya jawab
tentang
penguasaan materi;
7 7. Guru membagikan
lembar soal post
tes ke-1 dan ke-2,
dan pada
pertemuan
berikutnya
membagikan dan
mengumumkan
hasilnya kepada
siswa;
8. Guru memeriksa
hasil portofolio dan
buku catatan
pelajaran siswa.
dengan penguasaan siswa terhadap materi atau kompetensi dasar dan kriteria penilaian
46
Tabel 3
Kriteria Penilaian Prestasi Belajar
No NiIai Kriteria
Tabel 4
Kriteria Aktivitas Siswa Yang Relevan Dengan Belajar
No Nilai/Frekuensi Kriteria
1 < 40 Rendah Sekali
2 41 - 55% Rendah
3 56 – 70% Cukup
4 71 – 85% Tinggi
5 86 – 100% Tinggi Sekali
Tabel 5
Kriteria Aktivitas Siswa Yang Tidak Relevan Dengan Belajar
No Nilai/Frekuensi Kriteria
2 21 - 40% Rendah
3 41 – 60% Cukup
4 61 – 80% Tinggi
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X IPA 1 Semester I SMA Negeri 2
Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2020/2021 yang berjumlah 35 orang siswa, terdiri dari
Adapun obyek penelitian tindakan kelas ini tidak lain adalah variabel tindakan
kooperatif tipe STAD”, sedangkan variabel masalah terdiri dari “aktivitas belajar siswa”
dan “prestasi belajar siswa”. Hasil penelitian terkait dengan kedua variabel penelitian
B. Hasil Penelitian
Penelitian ini berjalan dalam dua siklus, yang dalam setiap siklusnya
berlangsung dua kali pertemuan atau pembelajaran tatap muka (setiap pertemuan = 2 x
45 menit). Setiap siklus penelitian terdiri dari 4 (empat) tahap kegiatan utama, yaitu
perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Data yang dikumpulkan dalam setiap
siklus adalah data yang berhubungan dengan aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa
melalui instrumen pengumpul data yang telah ditetapkan, dalam hal ini adalah melalui
format observasi dan lembar soal tes yang telah disiapkan oleh guru.
Hasil Observasi terhadap aktivitas belajar siswa dari siklus ke siklus setelah
48
Tabel 6
Data Aktivitas Belajar Siswa (N = 35)
Ketercapaian
f % f %
Berdasarkan data pada tabel 6 tersebut diketahui bahwa aktivitas belajar siswa
mengalami peningkatan dari 62,5% pada siklus I meningkat menjadi 87,5% pada siklus
49
Tabel 7
Data Aktivitas Siswa Yang Kurang Relevan Dengan
Pembelajaran (N = 35)
Ketercapaian
f % f %
Berdasarkan data pada tabel 7 diatas terlihat bahwa aktivitas siswa yang kurang
relevan dengan kegiatan pembelajaran mengalami penurunan, dari 40% pada siklus I
menjadi 12,5% pada siklus II, yang berarti mengalami penurunan sebesar 27,5% pada
Selanjutnya, prestasi hasil belajar dan atau ketuntasan belajar siswa terhadap
materi pokok pembelajaran “virus, berikut ciri-ciri, replikasi dan peranannya dalam
kehidupan” setelah data diolah dan disederhanakan dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini
50
Tabel 8
Data Prestasi Belajar Siswa
Ketercapaian
f % f %
(Pengayaan)
N= 35 35
Dari data pada tabel 8 di atas dapat diketahui bahwa prestasi belajar dan atau
yang relatif besar. Dari 10 siswa (28,6%) yang tidak tuntas pada siklus I menurun
menjadi hanya 5 siswa (14,3%) yang tidak tuntas dan memerlukan remidi pada akhir
siklus II. Seiring dengan itu jumlah siswa yang tuntas tetapi tidak perlu pengayaan juga
meningkat, dari 16 siswa (45,71%) pada siklus I meningkat menjadi 18 siswa (51,42%)
pada siklus II. Siswa dalam kategori tuntas tetapi tidak memerlukan pengayaan ini
merupakan jumlah yang terbesar dalam sebaran distribusi. Berikutnya adalah siswa
sebanyak 7 (20%) dan 2 (5,7%) pada siklus I dan hanya meningkat sedikit pada akhir
siklus II, yaitu masing-masing menjadi 9 (25,7%) dan 3 (8,6%). Baik yang tuntas
kategori siswa yang perlu mendapat program pengayaan. Jumlah siswa dalam kategori
yang terakhir itu secara kumulatif pada akhir siklus II adalah sebanyak 12 siswa
(34,3%).
51
C. Pembahasan Hasil
Dari data hasil penelitian yang telah tersaji pada tabel 6, 7, dan 8 tersebut dengan
jelas diketahui bahwa aktivitas belajar siswa dalam segala aspek pengamatan
mengalami peningkatan yang sangat berarti dari siklus I ke siklus II. Penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui tindakan guru yang berupa pembentukan
kelompok belajar secara acak terstruktur ditambah dengan pemberian dan penyematan
tanda nomor identifikasi selama proses belajar untuk memudahkan observasi dan
penilaian sepertinya cukup ampuh untuk menggugah motivasi dan gairah belajar siswa.
Siswa seolah menjadi sangat terkesan dengan penciptaan suasana belajar dan proses
penilaian yang tampak serius dan resmi dari guru. Mereka berusaha untuk tampil sebaik
mungkin dalam rangka mendapat penilaian yang terbaik dari guru selama proses
pembelajaran. Apalagi setelah mereka mengetahui tentang aturan main dalam penilaian
Itulah kiranya yang mendorong siswa untuk, sepertinya, berlomba dan terpacu
meningkatkan aktivitas belajar mereka di kelas. Dari yang semula kelihatan pemalu dan
pendiam berubah menjadi pro-aktif dalam berinteraksi dan berkomunikasi, baik dengan
guru maupun apalagi dengan teman sekelas atau teman kelompok belajarnya; dari yang
semula pemalas, pelamun dan kurang bergairah belajar mendadak menjadi rajin dan
bersemangat belajar; dari yang semula kelihatan peragu dan penakut berubah menjadi
penuh percaya diri dalam kegiatan tanya jawab; dari yang semula kelihatan “cuek” dan
egois berubah menjadi penuh “atensi” dan mau berbagi dengan teman. Hal itu semua
terbukti dari data hasil penelitian sebagaimana tersajikan pada tabel 6 di atas, di mana
aktivitas belajar siswa dalam segala aspek pengamatan dari 62,5% pada siklus I
meningkat menjadi 87,5% pada akhir siklus II, yang berarti naik sebesar
25%. Berdasarkan kriteria penilaian aktivitas belajar yang telah ditetapkan (lihat
tabel 4 Bab III), prosentase aktivitas belajar sebesar 87,5% itu tergolong tinggi sekali.
Demikian pula angka prosentase kenaikan sebesar 25% tersebut jelas jauh melampaui
kriteria keberhasilan penilaian proses sekaligus kriteria pengujian hipotesis yang telah
ditetapkan dalam penelitian ini, yakni sebesar 10%. Dengan demikian maka hipotesis
52
penelitian (tindakan) pertama yang dirumuskan di bagian terdahulu dalam penelitian ini
bisa diterima kebenarannya secara meyakinkan. Hal itu berarti, bahwa “penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran Biologi, khususnya
dalam kehidupan” terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa Kelas X-4
yang diterapkan dalam penelitian tindakan ini suasana belajar di kelas menjadi
“kesannya” agak ramai dan cenderung gaduh. Sesekali sering terdengar suara tepukan
meriah dan gelak tawa riang dari para siswa untuk memberikan “applause” dan support
atau karena munculnya spontanitas perilaku jenaka dari teman sekelas ketika berdiskusi
ataupun saat mengerjakan tugas-tugas kelompok dan tanya jawab.. Meskipun begitu
suasana kelas tetap kondusif bagi proses pembelajaran, dan bahkan siswa sepertinya
merasakan adanya suasana belajar yang menyenangkan (joyful learning atau learning is
fun). Hal ini setidaknya terbukti dari semakin menurunnya secara signifikan aktivitas
siswa yang tidak relevan dengan belajar dari siklus I ke siklus berikutnya, sebagaimana
terlihat dari sajian data pada tabel 7 di atas, dari 40% aktivitas siswa yang kurang
relevan dengan pembelajaran pada siklus I turun menjadi 12,5% pada siklus II. Dan
berdasarkan kriteria penilaian yang telah ditetapkan untuk ini (lihat tabel 5 Bab III),
angka prosentase 12,5% itu tergolong rendah sekali. Itu artinya apa? Penerapan
tindakan melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD terbukti bisa mereduksi atau
mengurangi sampai seminimal mungkin aktivitas siswa yang tidak relevan dengan
pembelajaran.
Demikian pula halnya bila ditinjau dari segi hasil, data hasil belajar atau prestasi
belajar siswa sebagaimana tersajikan pada tabel 8 di atas dengan jelas membuktikan
bahwa telah terjadi peningkatan yang sangat signifikan pada prestasi belajar siswa, dari
semula hanya 25 siswa (16 + 7 + 2 ) atau sebesar 71,42% yang tuntas belajar pada
siklus I meningkat menjadi 30 siswa (18 + 9+ 3) atau sebesar 85,71% pada akhir siklus
II, yang berarti mengalami peningkatan sebesar 14,29% untuk kategori ini. Sementara
53
itu untuk kategori penilaian hasil yang lain, yakni kategori siswa yang tidak tuntas, dari
semula sebanyak 10 siswa (28,6%) yang tidak tuntas pada siklus I berkurang secara
drastis menjadi hanya 5 siswa (14,2%) yang tidak tuntas pada akhir siklus II, yang
pengurangan bagi yang tidak tuntas dari siklus I ke siklus II tersebut tidak terlalu
fantastis, yakni masing-masing hanya, kebetulan sama 14%, namun bila dihubungkan
hipotesis, yakni kenaikan 10%, maka hal itu sudah lebih dari cukup membanggakan.
Terlebih lagi bila dilihat dari segi kriteria keberhasilan secara klasikal yang telah
ditetapkan, yakni sebesar 85% dari seluruh siswa dalam kelas harus mencapai
ketuntasan belajar, sementara dari penilaian hasil di akhir siklus II ini hanya
menyisakan 14,3% yang tidak tuntas (yang berarti 85,7% siswa telah mencapai
ketuntasan belajar), maka dari situ dapat dipahami lebih jauh bahwa tindakan guru
melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini telah berhasil mencapai
tujuannya. Dengan demikian pula maka hipotesis penelitian (tindakan) kedua yang
dirumuskan dalam penelitian ini terbukti dapat diterima kebenarannya secara sah dan
Biologi, khususnya pada materi atau kompetensi dasar “mendeskripisikan ciri-ciri virus,
belajar siswa Kelas X IPA 1 Semester I SMA Negeri 2 Lubuklinggau Tahun Pelajaran
2020/2021.
54
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Simpulan utama yang dihasilkan dalam penelitian tindakan kelas ini merupakan
1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada bidang studi Biologi,
dan peranan virus dalam kehidupan” terbukti telah berhasil meningkatkan sebesar
25% (dari semula 62,5% pada siklus I menjadi 87,5% pada akhir siklus II) dari
2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada bidang studi Biologi,
dan peranan virus dalam kehidupan” terbukti juga telah berhasil meningkatkan
sebesar 14,29% (dari semula 28,57% yang tidak tuntas pada siklus I berkurang
menjadi 14,28% yang tidak tuntas pada akhir siklus II) dari prestasi belajar atau
kooperatif tipe STAD pada bidang studi Biologi di sini telah berhasil mencapai tujuan
yang diinginkan.
B. Saran
yang diberikan oleh guru. Dengan begitu maka selain akan menimbulkan rasa
55
saling asah, saling asih dan saling asuh di antara siswa juga akan mempermudah
2. Kepada teman sejawat, guru; jika menghadapi masalah pembelajaran yang sama
atau yang mirip dengan masalah yang ada dalam penelitian ini, kiranya patut dicoba
untuk diatasi dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, pada
bidang studi yang sama dengan ini ataupun untuk bidang studi yang lain.
Mengingat satu dan lain hal, model pembelajaran kooperatif tipe STAD selain
aktivitas belajar siswa sesuai dengan tuntutan dan trend pembelajaran yang
56
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI; Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta,
Balai Pustaka, 1990.
Sulipan,Dr., Artikel Bimbingan Karya Tulis Ilmiah Online, “Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research)”, http://www.ktiguru.org/
57
58