Bab I
Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
siswa dewasa ini sangat sulit mempelajari matematika. Jika kita lihat kenyataan
yang terjadi, guru menuntut siswa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk
menyelesaikan masalah tetapi jarang guru mengajarkan bagaimana siswa
seharusnya menyelesaikan masalah tersebut. Guru kurang memperhatikan cara
mengajar dan metode apa yang cocok dipilih pada suatu materi tertentu. Tidak ada
variasi dalam metode yang dibawakan sehingga siswa menjadi bosan, pasif dan
kurang termotivasi untuk belajar khususnya belajar matematika. Hal ini tergambar
dalam proses kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung. Saat peserta didik
diberi kesempatan bertanya, sedikit sekali dari peserta didik yang bertanya,
akibatnya peserta didik yang belum jelas tidak dapat terdeteksi oleh guru.
Diperparah lagi sebagian peserta didik hanya mencatat dan mendengarkan guru
saja. Seperti yang dikemukakan oleh Slameto (2010: 65) bahwa:
Guru biasa mengajar dengan metode ceramah saja. Siswa menjadi bosan,
mengantuk, pasif dan hanya mencatat saja. Guru yang progesif berani
mencoba metode-metode yang baru yang dapat membantu meningkatkan
kegiatan belajar mengajar, dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.
Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka metode mengajar harus
diusahakan yang setepat, efisien dan efektif mungkin.
matematika diberikan dalam bentuk jadi dari guru ke siswa, pemberian contoh-
contoh, interaksi satu arah, sesekali guru bertanya dan siswa menjawab,
pemberian tugas di rumah. Peneliti tidak menemukan siswa belajar secara
berkelompok. Selama kegiatan pembelajaran siswa mendengarkan penjelasan
guru, mencatat hal-hal yang dianggap penting. Siswa sungkan bertanya pada guru
dan temannya (khususnya siswa yang lemah) walaupun diberi dorongan dan
motivasi. Siswa yang pintar lebih senang bekerja sendiri dan jika mengalami
kesulitan langsung bertanya kepada guru tanpa melewati hasil diskusi dalam
kelompoknya. Guru melatih siswa mengerjakan soal-soal rutin dengan
menggunakan rumus dan aturan-aturan yang ada dalam materi yang diajarkan,
kurang mengaitkan pengetahuan yang dimiliki siswa sebelumnya dengan materi
baru yang sedang diajarkan. Pembelajaran cenderung tidak bermakna bagi siswa.
Hal tersebut mengindikasikan kurangnya keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran.
Aritmatika sosial merupakan materi yang tidak hanya membutuhkan
kemampuan untuk berhitung tetapi juga membutuhkan kemampuan untuk
memahami soal cerita dan membuat model matematika dari soal tersebut sehingga
siswa mengetahui apa yang terlebih dahulu harus dikerjakan untuk menyelesaikan
masalah atau soal yang ada. Akan tetapi masih banyak siswa mengalami kesulitan
dalam mempelajari soal-soal khususnya didalam pemecahan masalah pada materi
Aritmatika Sosial. Hal ini diakibatkan karena dalam pemecahan masalah biasanya
melibatkan beberapa kombinasi konsep dan keterampilan siswa dalam suatu
situasi baru atau situasi berbeda. Sedangkan siswa cenderung hanya menggunakan
rumus-rumus yang ada tanpa memahami konsepnya terlebih dahulu. Sehingga jika
diberikan soal yang berbeda dari soal yang sebelumnya siswa sulit mengerjakan
soal tersebut. Soal-soal yang diberikan pada materi Aritmatika Sosial merupakan
soal cerita yang dapat melatih kemampuan pemecahan masalah siswa.
Hal tersebut sejalan dengan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan
guru bidang studi matematika kelas VII-B MTs Negeri Bandar yang mengatakan
bahwa:
8
Selain kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa itu sendiri, rendahnya
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa juga disebabkan oleh metode
pembelajaran yang masih berpusat pada guru. Dan berdasarkan observasi tersebut
juga diketahui bahwa metode pembelajaran yang digunakan masih berpusat pada
guru. Seperti yang dikemukakan oleh Abdurrahman (2010:38) bahwa:
Yang menjadi faktor penyebab rendahnya atau kurangnya pemecahan
peserta didik terhadap konsep matematika, salah satu diantaranya adalah
metode pembelajaran yang digunakan oleh pengajar, misalnya
pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan konvensional yang
menempatkan peserta didik dalam proses belajar mengajar sebagai
pendengar.
Oleh karena itu, seorang guru harus mampu memilih metode pembelajaran
yang tepat agar siswa dapat memperoleh pengetahuan secara utuh sehingga hasil
belajar pun meningkat. Disamping itu metode pembelajaran yang digunakan harus
dapat membuat siswa aktif, karena keaktifan siswa mampu mempengaruhi
pengetahuan mereka. Sebagaimana dinyatakan Slameto (2010:36) bahwa:
Penerimaan penalaran jika dengan aktivitas siswa sendiri, kesan itu tidak
akan berlalu begitu saja tetapi dipikirkan, diolah kemudian dikeluarkan
lagi dalam bentuk yang berbeda. Bila siswa menjadi partisipasi yang aktif
maka ia memiliki ilmu/ pengetahuan itu dengan baik.