Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang
Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang
Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
bangsa dan negara akan terjunjung tinggi martabat di mata dunia (Sumantri,
2015 : 101). Jadi pendidikan adalah pilar pembangunan peradaban sebuah bangsa
dan salah satu aset untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM).
mahluk sosial dengan baik. Sehingga dapat mewujudkan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang cerdas dan bermartabat serta memiliki kemampuan dan daya saing
untuk kemajuan negara Indonesia. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan
1
2
bangsa dan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
diikuti oleh siswa di sekolah dari jenjang pendidikan dasar. Hal ini dimaksudkan
kritis, kreatif, serta kemampuan bekerja sama (Daryanto, 2013: 411). Sebagian
siswa menganggapnya sebagai pelajaran yang sulit dan kurang diminati. Padahal
efisien dan efektif adalah menjadi ciri pelajaran matematika yang sangat
pelajaran yang sangat sulit tidak dapat disalahkan begitu saja karena anggapan itu
matematika.
pembelajaran satu arah, yaitu umumnya dari guru ke siswa, maka guru akan lebih
sehingga mengakibatkan siswa merasa jenuh, tersiksa, dan siswa bersifat pasif
pola pikir dalam kehidupan dan dunia selalu berkembang, dan 2) mempersiapkan
usaha maksimal agar tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai. Hal ini
tujuan umum siswa belajar matematika pada poin keempat yaitu; belajar
pemahaman bersama.
pada tanggal 19 Maret 2018 kepada salah satu guru matematika kelas VII
4
SMP Negeri 5 Kendari yaitu Ibu Yustin Alix, S.Pd, diperoleh informasi bahwa
1) Siswa masih kurang paham terhadap suatu konsep matematis, hal ini tampak
bahwa sebagian besar siswa masih kesulitan dalam menjelaskan ide, situasi
matematika.
Keadaan hasil belajar siswa kelas VII SMP Negeri 5 Kendari masih perlu
ditingkatkan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai tes kemampuan kognitif
matematis yaitu nilai ulangan akhir semester ganjil tahun ajaran 2017/2018 dari
keseluruhan kelas VII SMP Negeri 5 Kendari dengan rata-rata 36,27 ≤ 75 adalah
kriteria ketuntasan minimal. Berdasarkan keterangan dari beberapa guru kelas VII
SMP Negeri 5 Kendari yaitu Bapak Asri Azis, S.Pd., Ibu Waode Ekadayanti,
S.Pd.,M.Pd. dan Ibu Yustin Alix, S.Pd., memberikan komentar yang maknanya
matematika. Misalkan pada materi operasi bilangan bulat, siswa masih kurang
bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif. Selain itu, siswa masih
5
kesulitan dalam mengerjakan soal yang berbentuk cerita. Siswa kurang mampu
handphone dengan segala kualitas akses internet yang ada sehingga dapat
memanjakan siswa dalam proses kegiatan belajar. Hal ini berdampak negatif
dikarenakan siswa hanya mencari dan menyalin jawaban dari soal yang diberikan
essay ujian tengah semester. Dari salah satu soal yang dapat diangkat menjadi soal
dari gambar atau tabel kurang lengkap dan penjelasan secara matematis tidak
tersusun secara logis. Bahasa atau simbol matematika yang digunakan kurang
beberapa faktor seperti faktor siswa itu sendiri, guru, metode pembelajaran,
maupun lingkungan belajar yang saling berhubungan satu sama lain. Faktor dari
siswa itu sendiri adalah kurangnya pemahaman konsep siswa terhadap materi
yang melibatkan siswa berperan secara aktif. Salah satu model pembelajaran yang
inovatif dalam Kurikulum 2013, dimana model TTW ini dapat mengembangkan
bahasa yang mereka pahami. Pada tahap talk siswa diberi kesempatan untuk
Menurut Huinker & Laughlin (1996: 81), “siswa yang diberikan kesempatan
untuk berdiskusi dapat : (1) mengkoneksikan bahasa yang mereka tahu dari
7
pengalaman dan latar belakang mereka sendiri dengan bahasa matematika, (2)
TTW ini diperkenalkan oleh Huinker & Laughlin (1996: 82) yang pada dasarnya
memahami materi ajar dan dengan berinteraksi dan berdiskusi dengan kelompok
(Anasrudin, 2015: 27) dapat dilihat dari: (1) Kemampuan mengekspresikan ide-
B. Rumusan Masalah
Pembelajaran Kooperatif tipe TTW pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5
Kendari?
langsung ?
Kendari?
C. Tujuan Penelitian
Pembelajaran Kooperatif Tipe TTW pada siswa kelas VIII SMP Negeri 5
Kendari;
9
5 Kendari.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi sekolah; dapat memberikan masukan yang berarti pada sekolah dalam
TTW.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Matematika
sendiri dan interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 1988: 2). Belajar dapat
dipandang sebagai hasil, di mana guru melihat bentuk terakhir dari berbagai
tanda-tanda tingkah laku yang dipelajari. Melihat pada kenyataan dapat dikatakan
bahwa melalui peristiwa belajar manusia memperoleh tingkah laku yang baru
sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi oleh
cetak, program televisi, gambar, audio, dan lain sebagainya. Dengan demikian,
pembelajaran, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator
dalam pembelajaran. Menurut Gagne (dalam Fathu rrohman, 2015: 15), mengajar
11
12
atau teaching merupakan bagian dari pembelajaran, di mana peran guru lebih
aspek, yaitu : belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa,
mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi
pelajaran. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu
kegiatan pada saat terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta antar siswa
dengan guru serta antar siswa dalam rangka perubahan sikap. Karena itu baik
akan selalu melekat pada pembelajaran (Jihad dan Haris, 2013: 11).
Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar,
yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, di mana
perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu
yang relatif lama dan karena adanya usaha. Dengan demikian, dapat diketahui
isi pelajaran.
pembelajaran.
4. Materi pelajaran : segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang
7. Evaluasi : cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan
matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar. Hal ini
paradigma pembelajaran satu arah, yaitu umumnya dari guru ke siswa, maka guru
Penalaran dan komunikasi; (d) Pemecahan masalah; dan (e) Menghargai kegunaan
(1996) pada dasarnya dibangun melalui berfikir (think), berbicara (talk), dan
menulis (write). Alur model pembelajaran TTW dimulai dari keterlibatan siswa
dalam berfikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca,
selanjutnya berbicara (talk) dan membagi ide dengan temannya sebelum menulis.
Suasana seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan
3-5 siswa. Dalam kelompok ini siswa diminta membaca, membuat catatan kecil,
yang dimulai dengan berfikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan
dengan alur pembelajaran yang diawali dari keterlibatan siswa dalam berfikir
(think) atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca masalah,
selanjutnya berbicara (talk) dan membagi ide dengan temannya sebelum menulis
(write).
1) Think
Menurut Huinker & Laughlin (1996: 81), “Thinking and talking are
atau metode penyelesaian, membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat
pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya
16
sendiri. Menurut Yamin & Ansari (2008: 85), “Aktivitas berpikir dapat dilihat
dari proses membaca suatu teks matemtika atau berisi cerita matematika
kemudian membuat catatan tentang apa yang telah dibaca”. Dalam membuat atau
Menurut Wiederhold seperti yang dikutip oleh Yamin & Ansari (2008:
85), “Membuat catatan berarti menganalisiskan tujuan isi teks dan memeriksa
berpikir secara matematika digolongkan dalam dua jenis, yaitu berpikir tingkat
rendah dan berpikir tingkat tinggi”. Contoh berpikir matematika tingkat rendah,
secara langsung, dan mengikuti prosedur yang baku, sedangkan berpikir tingkat
Pada tahap ini siswa akan membaca sejumlah masalah yang diberikan
pada Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD), kemudian setelah membaca siswa
17
akan menuliskan hal-hal yang diketahui dan tidak diketahui mengenai masalah
menyelesaikan masalah yang ada secara individu. Proses berpikir pada tahap ini
akan terlihat ketika siswa membaca masalah kemudian menuliskan kembali apa
yang diketahui dan tidak diketahui mengenai suatu masalah. Selain itu, proses
berpikir akan terjadi ketika siswa berusaha untuk menyelasaikan masalah dalam
2) Talk
menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami. Pada tahap talk siswa
“Classroom opportunities for talk enable students to (1) connect the language
they know from their own personal experiences and backgrounds with the
language of mathematics, (2) analyzes and synthesizes mathematical ideas, & (3)
mengkoneksikan bahasa yang mereka tahu dari pengalaman dan latar belakang
mereka sendiri dengan bahasa matematika, (2) menganalisis dan mensintesis ide-
Selain itu, Huinker & Laughlin (1996: 88), juga menyebutkan bahwa
Talking encourages the exploration of words and the testing of ideas. Talking
18
talk, the meaning that is constructed finds its way into students writing, and the
dapat meningkatkan eksplorasi kata dan menguji ide. Berdiskusi juga dapat
mereka dan menguji ide-ide baru mereka, sehingga mereka mengetahui apa yang
sebenarnya mereka tahu dan apa yang sebenarnya mereka butuhkan untuk
dipelajari.
Menurut Yamin & Ansari (2008: 86), talk penting dalam matematika
tahap ini siswa akan berlatih melakukan komunikasi matematika dengan anggota
yang telah siswa pikirkan sebelumnya pada tahap think. Pada umumnya siswa
menurut Huinker & Laughlin (1996: 82), talking dapat berlangsung secara
3) Write
siswa dalam membuat kesimpulan. Sedangkan bagi guru untuk melihat bagaimana
help students make their tacit knowledge and thoughts more explicit so that they
can look at, and reflect on, their knowledge and thoughts. Artinya, menulis dapat
tersimpan agar lebih terlihat dan merefleksikan pengetahuan dan gagasan mereka.
Writing in mathematics helps realize one of the major goals in teaching, namely,
that students understand the material being studied (Shield & Swinson, 1996: 35).
pembelajaran, yaitu pemahaman siswa tentang materi yang telah diajarkan. Selain
dapat memahami bahwa matematika dibangun melalui suatu proses berpikir yang
writing can elicit (a) direct communication from all members of a class, (b)
information about student’s errors, misconception, thought habits, and beliefs, (c)
various students’ conceptions of the same idea, and (d) tangible evidence of
students’ achievement. Artinya, manfaat tulisan siswa untuk guru adalah (1)
komunikasi langsung secara tertulis dari seluruh anggota kelas, (2) informasi
para siswa, (3) variansi konsep siswa dari ide yang sama, dan (4) bukti yang nyata
Aktivitas menulis siswa pada tahap ini meliputi: menulis solusi terhadap
tidak ada perkerjaan ataupun perhitungan yang ketinggalan, dan meyakini bahwa
pekerjaannya yang terbaik, yaitu lengkap, mudah dibaca dan terjamin keasliannya
Menurut Yamin & Ansari (2008: 87-88), aktivitas siswa selama fase write
adalah:
perhitungan.
21
4) Meyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik yaitu lengkap, mudah dibaca dan
terjamin keasliannya.
Fase Deskripsi
Teams Pembentukan kelompok yang terdiri atas 4-5 orang
Tahap berpikir dimana siswa membaca teks berupa
soal. Pada tahap ini, siswa secara individu memikirkan
kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian),
Think
membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat
pada bacaan, atau hal-hal yang tidak dipahaminya
sesuai dengan bahasanya sendiri.
Pada tahap ini, siswa merefleksikan, menyusun, serta
Talk
menguji ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok.
Siswa secara individu merumuskan pengetahuan
berupa jawaban atas soal (berisi landasan dan
keterkaitan konsep strategi dan solusi) dalam bentuk
Write
tulisan dengan bahasanya sendiri. Pada tulisan itu,
siswa menghubungkan ide-ide yang diperolehnya
melalui diskusi.
22
langsung dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan
pengetahuan dari guru kepada murid secara langsung, misalnya melalui ceramah,
ceramah merupakan cara penyampaian keterangan atau informasi secara lisan dari
23
mengikuti pola-pola pembelajaran secara umum. Menurut Kardi dan Nur dalam
dalam penelitian ini disajikan dalam 5 (lima) tahap, seperti ditunjukkan pada
Tabel 2.2.
yang berarti sama; sama di sini maksudnya sama makna atau sama arti.
penyampaian informasi atau pesan kepada orang lain dan sebaliknya sehingga apa
gagasan atau masalah akan menjadi lebih jelas (Handayani, 2014: 50).
matematika.
sebagai proses dimana para partisipan/ siswa menciptakan dan saling berbagi
informasi satu sama lain guna mencapai pengertian timbal balik. Proses
komunikasi dalam pembelajaran melibatkan dua pihak yakni pendidik dan peserta
25
didik. Pendidik memegang peranan utama sebagai komunikator dan peserta didik
komunikasi terjadi antara guru yang memiliki sejumlah pesan yang ingin
peran yang cukup penting, pada dasarnya matematika merupakan suatu bahasa
matematika yang berpusat pada siswa, pemberi pesan tidak terbatas dari guru saja
melainkan dapat dilakukan oleh siswa maupun orang lain. Pesan yang dimaksud
transformasi pesan berupa ilmu pengetahuan dan teknologi dari pendidik kepada
peserta didik, dimana peserta didik mampu memahami maksud pesan sesuai
lebih baik.
dengan 5 unsur, yaitu : (1) Komunikator (source, sender); (2) Pesan (message);
(3) Media (chanel); (4) Komunikan (receiver); (5) Efek (effect, influence). Dalam
penulis ialah hubungan atau interaksi antara guru dengan siwa yang berlangsung
pada saat proses pembelajaran atau dalam istilah lain yaitu hubungan antara guru
tergolong pada komunikasi matematis yaitu (1) menyatakan suatu situasi, gambar,
diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model matematik;
(2) menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematis secara lisan atau tulisan; (3)
Menurut Baroody (dalam Reke, 2016: 22-23) ada lima aspek komunikasi
yang lain dari ide atau permasalahan, misalkan menyajikan cerita dalam
bentuk gambar, tabel, grafis, dan model matematik, dan demikian pula
orang lain lewat tulisan, sehingga dengan membaca ini terbentuklah satu
yang lain saling memberi dan menerima ide maupun gagasan matematik.
dipelajari. Siswa juga bisa menanyakan hal-hal yang tidak diketahui atau
masih ragu-ragu.
media, baik kertas, komputer ataupun media lainnya. Menulis adalah alat yang
dalam diri siswa agar mereka dapat: (a) memodelkan situasi dengan lisan, tertulis,
gambar, grafik, dan secara aljabar; (b) merefleksikan dan mengklarifikasi dalam
sehingga para siswa merasa bebas mengemukakan ide, gagasan, dan jawabannya.
pembelajaran matematika.
29
Anasrudin, 2015: 27) dapat dilihat dari: (1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide
yaitu:
bahasa yang baik dan tepat, serta dapat memahami representasi matematis dengan
baik. Pada penelitian ini, kemampuan komunikasi matematis yang akan diteliti
expression), dan menulis (written texts) dengan indikator sebagai berikut: (a)
(b) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; dan
(c) membuat model situasi atau masalah matematika ke dalam bentuk gambar,
1. Penelitian yang dilakukan oleh Della Anggraini pada tahun 2016 dapat
matematis terkategori baik pada siswa yang mengikuti PBL tidak mencapai
standar peneliti, yaitu lebih dari 60% siswa dari jumlah siswa, akan tetapi
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) lebih tinggi daripada
belajar matematika pokok bahasan kubus dan balok kelas VIII 7 SMA Negeri
C. Kerangka Berpikir
kemampuan komunikasi yang baik maka suatu masalah akan lebih cepat bisa
direpresentasikan dengan benar dan hal ini akan mendukung untuk penyelesaian
merupakan syarat untuk memecahkan masalah, artinya jika siswa tidak dapat
maka ia tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan baik. Oleh karenanya
pengetahuannya sendiri. Hal ini dapat melatih kemampuan berpikir kritis dan
pengetahuan siswa serta meningkatkan daya serap siswa terhadap materi yang
belajar. Dengan memusatkan pembelajaran pada siswa, maka siswa dituntut untuk
matematika. Dengan cara ini pengetahuan yang diserap akan bertahan lebih lama
serta guru dapat mengetahui bagaimana cara belajar dan tingkat pemahaman
siswa.
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think, Talk & Write (TTW) dapat
D. Hipotesis Penelitian
pembelajaran kooperatif tipe Think, Talk & Write (TTW) berpengaruh secara
H0 : µ1 ¿ µ2 lawan H1 : µ1 ¿ µ2
Keterangan:
Kendari.
Kendari.
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 05
Kendari yang terdaftar pada tahun ajaran 2018/2019 yang tersebar pada 11 kelas
pararel, yaitu dari kelas VIIIA sampai kelas VIIIK dengan jumlah siswa sebanyak
380 siswa.
2. Sampel
sampling. Hal ini berdasarkan informasi dari guru matematika di SMP Negeri 5
Kendari, bahwa dari keseluruhan kelas VIII memiliki kemampuan relatif sama
dan distribusi siswa perkelas dilakukan secara acak dengan tiap kelas berisi siswa
yang heterogen. Serta sampel yang diberikan hanya 3 kelas, yaitu VIIII, VIIIJ dan
VIIK dengan guru yang mengajar pada kelas tersebut sama. Dari teknik
pengambilan sampel tersebut, kemudian diperoleh kelas VIIII dan VIIIJ. Setelah
34
35
dalam pemilihan kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan secara purposive
sampling dengan syarat kelas eksperimen yang memiliki rata-rata hasil belajar
yang terendah dari kelas kontrol. Sehingga terpilihlah kelas VIIIJ sebagai kelas
kontrol dengan rata-rata 70,36 dan kelas VIIII sebagai kelas kontrol dengan rata-
rata 80,86.
1. Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think, Talk & Write (X1) dan
b. Variabel Terikat
Think, Talk & Write (Y1) dan kemampuan komunikasi matematis siswa yang
2. Definisi Operasional
berikut :
a. Model pembelajaran tipe Think, Talk & Write (TTW) merupakan model
diagram ke dalam ide matematika, (2) membuat model situasi atau masalah
matematika secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan
E. Desain Penelitian
Group Design, yaitu penelitian yang dimana dua kelas sampel ditetapkan secara
acak, kemudian diberikan perlakuan yang berbeda. Alur dari desain penelitian ini
37
perlakuan, yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TTW setelah itu
diberi posttest. Berikut ini merupakan tabel desain penelitian one group pretest
posttest design.
Tabel 3.1
Desain Penelitian Posttest-Only Control Group Design
Keterangan :
E = Eksperimen
K = Kontrol
F. Instrumen Penelitian
1. Lembar Observasi
Untuk mengukur tingkat aktivitas atau partisipasi guru dan siswa dalam
kooperatif tipe TTW. Dalam penelitian ini digunakan instrumen berupa lembar
observasi untuk guru dan untuk siswa yang digunakan pada setiap pertemuan,
yaitu sebanyak empat kali pertemuan. Lembar pengamatan yang dibuat terdiri dari
tindakan/aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam kelas, selama proses
Tabel 3.2.
Kriteria Lembar Observasi Keaktifan Siswa
No Persentase Kategori
2.
siswa, digunakan instrumen penelitian berupa tes tertulis dalam bentuk uraian
pada materi Sistem Koordinat Kartesius yang disusun oleh peneliti dan akan
diteliti selesai. Sebelum itu, penyusunan tes berdasarkan kisi – kisi instrumen
langkah-langkah penyelesaian yang ada pada jawaban peserta tes dan memberi
skor sesuai dengan pedoman kriteria pemberian skor yang telah ditentukan.
Indikator Komunikasi
Respon Siswa Terhadap Soal Skor
Matematika
Menjelaskan atau Tidak ada komunikasi (Tidak ada jawaban) 0
Jawaban tidak benar, upaya yang dibuat tidak benar 1
membuat pertanyaan
Penjelasan secara matematik masuk akal, namun 2
atau cerita model
hanya sebagian lengkap dan benar
matematika dari grafis
Penjelasan secara matematik masuk akal dan benar, 3
atau tabel yang
meskipun tidak tersusun secara logis dan masih ada
diberikan
sedikit kesalahan
Penjelasan secara matematik masuk akal, benar dan 4
tersusun secara logis.
(Ansari, 2016: 112)
skor perolehan
Nilai Siswa = × 100
skor maksimal
panelis berupa uji keterbacaan butir soal. Hasil uji panelis tersebut kemudian
V=
∑ ni|i−l o|
[ N ( c−1 ) ]
42
dimana :
l0 : skala terendah
N : ∑ ni
c : skala tertinggi
Suatu tes dikatakan reliabel jika hasil pengukuran yang dilakukan dengan
menggunakan tes tersebut berulang kali terhadap subjek yang sama, senantiasa
menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya stabil atau konsisten. Reliabilitas
2
si
r α =
k
[ ]
k −1 1−
∑
st
2
Keterangan:
Suatu soal dapat digunakan sebagai alat ukur hasil belajar apabila: (1)
telah diuji panelis dan valid., (2) Reliabilitasnya 0,60 < r α dengan tingkat
Pengumpulan data dilakukan pada setiap kegiatan siswa dan situasi yang
lembar observasi dan pemberian tes hasil belajar matematis berbentuk tes uraian.
dilakukan sebanyak satu kali yaitu pada saat posttest. Setelah kegiatan
posttest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk mengetahui kemampuan
komunikasi matematis siswa yang diperoleh pada kedua kelas. Kemudian soal tes
Selanjutnya, hasil pekerjaan siswa dikumpulkan oleh peneliti untuk diperiksa dan
dikoreksi serta diberi nilai. Nilai dari hasil pekerjaan siswa tersebut sebelumnya
langkah-langkah penyelesaian yang ada pada jawaban peserta tes dan memberi
skor sesuai dengan pedoman kriteria pemberian skor yang telah ditentukan
1. Analisis Deskriptif
yakni nilai posttest yang diperoleh siswa untuk masing-masing kelas eksperimen
dan kelas kontrol yang berupa perolehan nilai maksimum, nilai minimum, nilai
rata-rata, median, modus, standar deviasi, varians, skewness, grafik dan tabel.
TTW. Namun sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu melalui tahapan
a. Uji Normalitas
diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Untuk
a) Jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) > α = 0,05 maka data berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
b) Jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) ≤ α = 0,05 maka data berasal dari populasi
Pasangan hipotesis:
b. Uji Homogenitas
memiliki varians yang sama atau tidak. Apabila kedua kelompok mempunyai
Dalam pengujian ini untuk menguji apakah data mempunyai varians yang
sama atau tidak digunakan uji Levene dengan bantuan SPSS dengan kriteria
c. Uji Hipotesis
kemampuan komunikasi matematis siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Kendari yang
diajar dengan model pembelajaran TTW lebih baik secara signifikan daripada
kemampuan komunikasi matematis siswa Kelas VIII SMP Negeri 5 Kendari yang
2) Klik Analyze kemudian pilih compare means, lalu pilih Independent Samples
T Test.
Grouping Variable.
48
4) Klik tombol Define Groups, pada Group 1, isikan angka 1 dan Group 2, isikan
5) Lalu klik OK. Pada langkah ini pengujian menggunakan Independent Sample
sig .(2−tailed )
Kriteria pengambilan keputusan adalah jika nilai > ∝ =
2
kelas VIII SMPN 5 Kendari yang diajar dengan model pembelajaran TTW secara
Kelas VIII SMPN 5 Kendari yang diajar dengan model pembelajaran langsung.
sig .(2−tailed )
Jika nilai ≤ ∝ = 0,05, maka H0 ditolak. Artinya bahwa
2
kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII SMPN 5 Kendari yang diajar
kemampuan komunikasi matematis siswa Kelas VIII SMPN 5 Kendari yang diajar
BAB IV
A. Hasil Penelitian
model pembeajaran kooeperati tipe TTW pada materi koordinat kartesius, dapat
82,35%, pertemuan kedua mencapai 88,23%, dan pertemuan ketiga dan keempat
49
50
Data yang diperoleh dari nilai post test kemampuan komunikasi matematis
TTW pada kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelas
kontrol. Sola yang digunakan telah dianalisis validasi dan reliabilitas sehingga
Distribusi nilai post test merupakan distribusi nilai yang diperoleh siswa
yang diberi perlakuan berupa model pembelajaran kooperatif tipe TTW dan model
Berdasarkan Tabel 4.3, maka dapat dibuat grafik distribusi post test
sebagai berikut.
52
16
14
14 13
12
10
10
8
6 6
6
4
4 3
2
2 1
0
0
Sangat Baik Baik Cukup Baik Kurang Sangat Kurang
Eksperimen Kontrol
Berdasarkan Tabel 4.3 dan gambar 4.1 dapat disimpulkan bahwa secara
kelas eksperimen dan kelas kontrol yang disajikan pada Tabel 4.4.
pada tabel diperoleh nilai terendah 28 dan nilai tertinggi 100, nilai rata-rata 73,17;
median atau nilai tengah 78; modus atau nilai yang sering muncul yaitu 81;
standar deviasi 20,64 dan varians 425,87. Hasil analisis deskriptif pada kelas
kontrol diperoleh nilai terendah 19 dan nilai tertinggi 97, nilai rata-rata 64,77;
median atau nilai tengah 66, modus atau nilai yang sering muncul yaitu 88,
dan kelas kontrol terlihat jelas kemampuan komunikasi matematis siswa kelas
eksperimen lebih baik jika dibandingkan kelas kontrol, baik dilihat dari nilai
a. Uji Normalitas
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Hal ini diperlukan
0,05 maka terima H0, artinya data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Jika Asymp. Sig. (2-tailed) < α = 0,05 maka tolak H 0, artinya data berasal dari
populasi yang tidak berdistribusi normal. Adapun hasil uji normalitas data
siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat nilai Asymp. Sig. (2-tailed) untuk
kelas eksperimen adalah 0,561 > α (dengan α = 0,05), sehingga H 0 dapat diterima.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa data kemampuan komunikasi matematis siswa
terlihat bahwa Asymp. Sig. (2-tailed) untuk kelas kontrol adalah 0,296 > α
55
(dengan α = 0,05), sehingga H0 dapat diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
Uji homogenitas data ini bertujuan untuk mengetahui apakah data hasil
belajar matematika kedua kelompok yang diteliti memiliki varians yang sama
0,05 maka terima H0, artinya data kedua kelompok memiliki varians yang
homogen. Jika Asymp. Sig. (2-tailed) < α = 0,05 maka tolak H 0, artinya data
kedua kelompok memiliki varians yang tidak homogen. Adapun hasil uji
komunikasi matematis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol, dapat dilihat
Dari Tabel 4.6 di atas terlihat bahwa nilai signifikan statistik uji Levene
adalah 0,07. Nilai signifikan ini lebih besar dari taraf nyata signifikan 0,05 (nilai
sig.= 0,07> α=0,05) sehingga dapat disimpulkan terima H0, artinya bahwa varians
kedua kelompok mempunyai data yang homogen. Hal ini menunjukkan bahwa
data kemampuan komunikasi matematis siswa kedua kelompok yaitu yang diajar
56
H0 : µ1 ¿ µ2 lawan H1 : µ1 ¿ µ2
Keterangan:
langsung.
57
langsung.
Sig(2−tailed) 0.186
t-test) diperoleh nilai = = 0,093 > 0.05, maka H0 diterima.
2 2
Dengan diterimanya H0, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh
58
B. Pembahasan
dan bahan ajar, memotivasi siswa dengan menyampaikan manfaat bagi siswa
materi, memberi tugas rumah dan menyampaikan materi yang akan dipelajari.
masih perlu menyesuaikan diri dengan kondisi dan suasana kelas, dimana kelas
VIIIJ sebagai kelas eksperimen ini berisi siswa/siswi yang organisatoris dan juga
TTW dan juga beradaptasi terhadap bergantinya guru, yaitu peneliti. Dalam
prosesnya banyak waktu terbuang saat mulai dari pembentukan kelompok hingga
59
proses pengerjaan LKPD, jadi peneliti sebagai guru meringkas waktu saat
kegiatan penutupan.
kooperatif tipe TTW pada pertemuan pertama tentang materi koordinat kartesius,
baik. Meskipun tergolong baik, banyak hal yang membuat proses pembelajaran itu
pada LKPD, belum mampu dalam menemukan penyelesaian masalah, masih ragu
seluruh aspek yang diamati tergolong sangat baik. Ini meningkat dari pertemuan
sebelumnya bahwa siswa terlambat masuk jadi waktu berkurang. Siswa juga
menjelaskannya kembali.
Pertemuan ketiga dan keempat pada kelas eksperimen, yaitu kelas VIII J,
seluruh aspek yang diamati tergolong sangat baik. Ini dikarenakan guru
melaksanakan seluruh aktivitasnya dan yang hanya menjadi kendala adalah waktu
yang kurang saat kegiatan inti berlangsung dan siswa masih kesulitan dalam
diberikan. Karena dalam prosesnya siswa diharuskan untuk membuat catatan pada
LKPD dan sumber lainnya seperti buku yang memakan waktu lama.
Pada pertemuan ketiga dan keempat, aktivitas siswa tergolong sangat baik.
Siswa mengalami peningkatan terutama pada kegiatan ini, meliputi: siswa sudah
paham dan terbiasa dengan alur model pembelajaran kooperatif tipe TTW, serta
waktu untuk beradaptasi terhadap suatu pembelajaran yang mereka anggap baru.
Hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan persentase ketercapaian seluruh aspek
eksperimen dan kelas kontrol, mula-mula dimulai dari tahap persiapan instrument
tes. Soal-soal Posttest yang digunakan terlebih dahulu dilakukan uji telaah oleh 3
orang panelis ahli untuk mengetahui tingkat keterbacaan soal dan kesesuaiannya
yang memenuhi kriteria valid dan reliabel. Berdasarkan hasil analisis validitas dan
reliabilitas, menunjukkan bahwa kelima soal tersebut valid dan reliabilitas tes
penelitian.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dari data yang diperoleh melalui tes
diperoleh rata-rata 73,17 lebih tinggi dari nilai rata-rata yang diperoleh siswa pada
kelas kontrol, yaitu 64,77. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh penggunaan
data 425,87 sedangkan kelas kontrol adalah 768,45, ini menunjukkan bahwa data
hasil post test kelas kontrol lebih beragam daripada kelas eksperimen. Nilai
62
tengah (median) dari kelas eksperimen adalah 78, sedangkan kelas kontrol dengan
66. Serta nilai yang paling sering muncul (modus) dari hasil post test kelas
eksperimen adalah 81 dan kelas kontrol nilai yang paling sering muncul adalah
88. Berdasarkan lampiran 14, dapat dilihat bahwa dari IV indikator kemampuan
komunikasi matematis siswa, tiga diantaranya yaitu indikator I, II, dan III kelas
eksperimen lebih baik dengan rata-rata berturut-turut 2,8, 3,2, dan 2,9, sedangkan
kelas kontrol lebih baik pada indikator IV dengan rata-rata 3. Ini menunjukkan
instrumen post test dan rata-rata dari jawaban siswa penjelasan atau cara
Sig(2−tailed)
Berdasarkan hasil uji hipotesis, uji-t diperoleh nilai =
2
0.186
= 0,093 > 0.05, maka H0 diterima. Hal ini berarti bahwa kemampuan
2
tipe TTW secara signifikan tidak lebih baik dari kemampuan komunikasi
hasil uji-t dengan menggunakan SPSS tersebut mengindikasikan bahwa tidak ada
Kendari.
63
Padahal berdasarkan teori yang ada pada setiap fase model pembelajaran
kooperatif tipe TTW memiliki keutamaan, yaitu (1) fase berpikir (think) dapat
dilihat dari proses membaca suatu teks matematik kemudian membuat catatan dari
apa yang telah mereka baca krn menurut Wiederhold (1997) membuat catatan
berarti menganalisis tujuan isis teks dan memeriksa bahan-bahan yang ditulis; (2)
apa yang dia pelajari dalam hal ini materi koordinat kartesius. Sedangkan dari
menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan
siswa juga melakukan tahap think dimana diberikan latihan terstruktur ataupun
latihan mandiri sehingga siswa memikir jawaban dari latihan dan peran guru
adalah membimbing siswa. Tahap talk, Guru juga memberikan umpan balik dari
respon siswa dan menguatkan respon yang benar serta mengoreksi respon yang
64
salah. Dalam model pembelajaran langsung, juga dilakukan tahap write, yaitu
siswa juga menuliskan hasil jawaban dari latihan yang diberikan pada lembar
jawaban. Jadi, tahapan model pembelajaran kooperatif tipe TTW dan model
pembelajaran langsung tidak jauh berbeda. Inilah salah satu faktor yang
Kendari yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TTW secara
signifikan tidak lebih baik baik dari pada kemampuan komunikasi matematis
siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Kendari yang diajar dengan model pembelajaran
langsung.
matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Kendari yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe TTW secara signifikan tidak lebih baik baik dari
pada kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Kendari
yang diajar dengan model pembelajaran langsung setelah dilakukan uji-t. Jam
siswa terlambat masuk ke kelas dari waktu yang seharusnya. Sehingga seringkali
pelajaran yang tidak tercukupi yang memang model pembelajaran kooperatif tipe
TTW ini memang membutuhkan jam pelajaran lebih terlebih lagi siswa kesulitan
koordinat kartesius. Berdasarkan pada hasil belajar dari ulangan harian kelas
eksperimen dan kelas kontrol, kelas kontrol justru lebih tinggi dengan rata-rata
65
80,86, sedangkan kelas eksperimen memiliki rata-rata 71,36. Serta guru yang
BAB V
A. Kesimpulan
TTW pada kelas VIII SMP Negeri 5 Kendari terkategori sangat baik.
rata-rata 73,64; standar deviasi 21,56; varians 464,84; median 80, modus
70,02; standar deviasi 24,55; varians 602,87; median 75; modus 82,5;
65
nilai minimum 15; dan nilai maksimum 97,5.
1
kelas VIII SMP Negeri 5 Kendari. Hal ini didasarkan pada nilai
2
signifikansi uji independent sample t test yang lebih besar dari 0,05 yang
B. Saran
Dari hasil penelitian ini dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
Huinker, D. & Laughlin. 1996. Talk Your67 Way Into Writing. In P.C Elliot, and
M.J. Kenney (Eds.) 1996 Yearbook Communication in Mathematics, K-
12 and beyond. USA: NCTM.
Jihad, A. dan Abdul. 2013. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.
Shield, M & Swinson, K. 1996. The link sheet: A Communication Aid For
Clarifying And Developing Mathematical Ideas and Processes. Years
book 1996 Ed. Elliot, Portia and Kenney, Margaret. Communication in
Mathematic K-12 and Beyond. USA: NCTM.
Kubus (Studi Kasus Pada Siswa Kelas VIII SMP ISLAM AL-AZHAR
29 SEMARANG)’, Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika Vol. 8
(9), 778-788, dilihat tanggal 5 Desember 2017,
<jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/s2math/article/view/9654>.