Proposal Penelitian Kualitatif

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 55

PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENINGKATKAN

PENYESUAIAN DIRI PADA PEMBELAJARAN SISWA KELAS VII C


SMP PGRI KASIHAN TAHUN PELAJARAN 2021/2022

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Oleh:
Waipah
18144200019

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2022
HALAMAN PENGESAHAN

PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENINGKATKAN


PENYESUAIAN DIRI PADA PEMBELAJARAN SISWA KELAS VII C
SMP PGRI KASIHAN TAHUN PELAJARAN 2021/2022

Oleh:
Waipah
NPM. 18144200019

Proposal ini telah diperiksa dan dinyatakan memenuhi syarat sebagai dasar untuk
melakukan penelitian sesuai dengan judul yang diajukan oleh peneliti.

Yogyakarta, Januari 2022

Menyetujui,
Dosen Pembimbing, Peneliti,

Drs. Djuwalma, M.Pd Waipah


NIP. 19520705 198211 1 002 NPM. 18144200019

Mengesahkan,
Dekan FKIP, Ketua Prodi,

Dr. Esti Setiawati, M.Pd Drajat Edy Kurniawan, M.Pd


NIP. 19650909 199512 2 001 NIS. 19901124 201604 1 008

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


yang selalu memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis mampu
menyelesaikan proposal skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa penulis haturkan
kehadirat Nabi Muhammad SAW, yang senantiasa kita nantikam syafa’atnya kelak
dihari akhir. Proposal ini tidak akan pernah ada tanpa bantuan dari berbagai pihak
yang telah terlibat. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan
rasa terima kasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Paiman, M.P Rektor Universitas Yogyakarta, yang telah memberikan ijin studi
dan segala fasilitas selama belajar di Universitas PGRI Yogyakarta.
2. Dr. Esti Setiawati, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang
telah memberikan ijin penelitian.
3. Drajat Edy Kurniawan, M.Pd Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling
FKIP, yang telah mengarahkan dan mengesahkan judul skripsi ini.
4. Drs. Djuwalman, M.Pd Pembimbing Skripsi, yang dengan penuh ikhlas dan sabar
dalam membimbing pembuatan proposal skripsi ini.
5. Anjarwati, S.T Kepala Sekolah SMP PGRI Kasihan yang telah memberikan izin
dan membantu penelitian hingga terselesaikan dengan baik.
6. Kepada semua pihak yang ikut membantu dalam menyelesaikan proposal skripsi
ini baik moril maupun materil.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan proposal skripsi ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu penulis menerima saran kritik yang positif dan
membangun. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak
yang berkepentingan.

Yogyakarta, Januari 2022


Penulis

Waipah
NPM. 18144200019

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................6
A. Latar Belakang Masalah ..........................................................................6
B. Fokus Penelitian .......................................................................................9
C. Rumusan Masalah ....................................................................................9
D. Tujuan Penelitian .....................................................................................9
E. Paradigma ................................................................................................9
F. Manfaat Hasil Penelitian ..........................................................................10
BAB II KAJIAN TEORI DAN PERTANYAAN PENELITIAN ..................11
A. Kajian Teori Tentang Bimbingan dan Konseling ....................................11
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling ...............................................11
2. Tujuan Bimbingan dan Konseling .....................................................12
3. Fungsi Bimbingan dan Konseling......................................................14
4. Asas-asas Bimbingan dan Konseling .................................................14
5. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling .........................................17
B. Kajian Teori Tentang Guru ......................................................................19
1. Pengertian Guru .................................................................................19
2. Syarat-syarat Guru .............................................................................20
3. Sifat-sifat Guru...................................................................................21
4. Tugas Guru.........................................................................................22
C. Kajian Teori Tentang Guru Bimbingan dan Konseling ...........................24
1. Pengertian Guru Bimbingan dan Konseling ......................................24
2. Tugas Guru Bimbingan dan konseling ..............................................25
3. Peran Guru Bimbingan dan Konseling ..............................................26
4. Bentuk Peran Guru Bimbingan dan Konseling ..................................27
D. Kajian Teori Tentang Penyesuaian Diri...................................................28
1. Pengertian Penyesuaian Diri ..............................................................28
2. Ciri-ciri Penyesuaian Diri ..................................................................29
3. Jenis-jenis Penyesuaian Diri ..............................................................31
4. Karakteristik Penyesuaian Diri ..........................................................32
iv
5. Faktor-faktor Penyesuaian Diri ..........................................................34
E. Kajian Teori Tentang Pembelajaran ........................................................35
1. Pengertian Pembelajaran....................................................................35
2. Prinsip Pembelajaran .........................................................................36
3. Ciri-ciri Pembelajaran ........................................................................37
4. Tujuan Pembelajaran .........................................................................38
5. Model Pembelajaran ..........................................................................39
6. Hasil Pembelajaran ............................................................................39
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................43
A. Latar Penelitian ........................................................................................43
B. Cara Penelitian .........................................................................................43
C. Data dan Sumber Data .............................................................................44
D. Prosedur Pengumpulan Data ....................................................................45
E. Teknik Analisis Data................................................................................49
F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ......................................................51
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................53

v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal sebagai wadah untuk
mendidik siswa yang diberikan oleh tenaga pendidik atau guru. Menurut Syamsu
Yusuf dan Juntika Nurihsan (2012:2) Pendidikan merupakan aset yang tak ternilai
bagi individu dan masyarakat. Pendidikan tidak pernah di deskripsikan secara
gamblang hanya dengan mencatat banyaknya jumlah siswa, personal yang terlibat,
harga bangunan, dan fasilitas yang dimiliki pendidikan memang menyangkut hal
itu semua, namun lebih dari itu semuanya. Pendidikan merupakan proses yang
esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi individu.
Menurut Wahyudin (2007:18) Pendidikan merupakan suatu sistem yang
memiliki kegiatan cukup kompleks, karena meliputi berbagai komponen yang
berkaitan satu sama lain. Berbagai komponen yang terlibat dalam kegiatan
pendidikan harus saling menunjang dan ikut memberikan pengaruh dalam
kegiatan pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari hubungan antara peserta didik
(siswa), pendidik (guru), kurikulum, pendekatan ataupun metode yang dipakai,
alat peraga ataupun media lain yang digunakan guru dan rancangan pelaksanaan
pembelajaran yang dibuat oleh guru. Sedangkan menurut UNESCO terdapat
empat pilar pendidikan yang dapat dijadikan guru sebagai pedoman untuk dapat
mewujudkan pendidikan yang lebih bermutu adalah: 1) siswa belajar untuk
mengetahui (learning to know), 2) siswa belajar untuk mengetahui sesuatu
(learning to do), 3) siswa belajar untuk menjadi seseorang (learning to be), 4)
siswa belajar untuk menjalani kehidupan bersama (learning to live together).
Pembelajaran yang berkualitas sangat tergantung dari motivasi kreativitas
pengajar, pembelajaran yang memiliki motivasi tinggi ditunjang dengan mengajar
yang mampu memfasilitasi tersebut akan membawa pada keberhasilan pencapaian
target belajar. Target belajar dapat diukur melalui perubahan sikap dan
kemampuan siswa melalui proses belajar. Desain pembelajaran yang baik,
ditunjang fasilitas yang memadai, ditambah dengan kreatifitas guru akan membuat
peserta didik lebih mudah mencapai target belajar.
Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang kompleks. Pembelajaran pada
hakekatnya tidak hanya sekedar menyampaikan pesan tetapi juga merupakan

6
7

aktivitas profesional yang menuntut guru dapat menggunakan keterampilan dasar


mengajar secara terpadu serta menciptakan situasi efisien, Menurut Mashudi,
Toha dkk, (2007:3). Oleh karena itu dalam pembelajaran guru perlu menciptakan
suasana yang kondusif dan strategi belajar yang menarik minat siswa. Jadi
pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidikan dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan
kepada pedidik agar dapat terjadi proses perolehan sikap dan kepercayaan pada
siswa. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu siswa agar
dapat belajar dengan baik.
Manusia dalam kehidupan kesehariannya tidak akan pernah terbebas dari
berbagai perasaan yang tidak menyenangkan. Penyesuaian diri adalah salah satu
aspek penting dalam usaha manusia untuk menguasai perasaan yang tidak
menyenangkan atau tekanan akibat dorongan kebutuhan, usaha memelihara
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan dan tuntutan lingkungan dan usaha
menyelaraskan hubungan individu dengan realitas, M. Nur Ghufron dan Rini
Risnawati (2014:13). Penyesuaian diri diartikan sebagai kemampuan individu
dalam menghadapi tuntutan-tuntutan, baik dari dalam diri maupun dari lingkungan
sehingga terdapat keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan dengan tuntutan
lingkungan, dan tercipta keselarasan antara individu dengan realitas.
Penyesuaian diri adalah suatu proses dimana individu berusaha untuk
mengatasi atau menguasai kebutuhan dalam diri, ketegangan, frustasi, dan konflik,
dengan tujuan untuk mendapatkan keharmonisan dan keselarasan antara tuntutan
lingkungan dimana ia tinggal dengan tuntunan di dalam diri sendiri. Masih banyak
siswa yang mengalami kendala dalam penyesuaian diri dengan berbagai hal baru
yang harus diikuti dalam kehidupan. Berkaitan dengan penyesuaian diri, beberapa
kajian terdahulu telah dilakukan, diantaranya adalah siswa akan mampu
menyesuaikan diri dengan baik jika dukungan dari lingkungan sosialnya pun baik,
Schneider dalam Hasan & Handayani (2014:128-135).
Untuk melancarkan hidup bersama harus sanggup menyesuaikan diri terhadap
lingkungan sekolah, teman sebaya dan tentunya dengan proses pembelajaran di
sekolah. Dalam penyesuaian diri dipengaruhi oleh sifat/pribadi yang dimiliki.
Perbedaan sifat atau pribadi yang dimiliki individu menjadikan individu harus bisa
menerima dan sanggup menyesuaikan diri terhadap pembelajaran. Kemampuan
penyesuaian diri yang sehat terhadap lingkungan merupakan salah satu prasyarat
8

yang penting bagi terciptanya kesehatan mental individu. Dalam implementasinya


di lingkungan sekolah, penyesuaian diri sangat penting bagi siswa kelas VII,
karena merupakan kelas awal siswa memasuki jenjang sekolah menengah, dimana
mereka butuh penyesuaian diri dengan lingkungan yang baru, apabila siswa tidak
bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan maka akan menjadi penghambat dalam
proses belajarnya. Usia siswa SMP kelas VII dengan rentangan umur berkisar 12-
13 tahun, maka sangat rentan sekali siswa mengalami ketidakstabilan emosi dan
perilakunya.
Pada sekolah menengah pertama, kondisi siswanya termasuk kategori usia
remaja, sehingga dalam tingkah lakunya cenderung untuk memperlihatkan
identitasnya dalam bertingkah laku seperti: suka mencoba-coba, menyenangi hal-
hal yang baru, dan suka menantang ingin menang sendiri, kondisi kejiwaanya
sangat labil dan tingkah lakunya mudah berubah dan sangat emosional. Hal ini
menyebabkan remaja menghadapi permasalahan, terutama pada penyesuaian diri
yang mengakibatkan siswa mengalami perubahan yang tidak baik, seperti tidak
percaya diri, prestasi belajar rendah yang akan mengakibatkan kesulitan dalam
belajar. Siswa sebagai individu maupun kelompok yang hidup dan menuntut ilmu,
tidak bisa memisahkan diri dari lingkungan masyarakat sekitar, karena dalam
proses interaksi dengan lingkungan terdapat norma-norma yang harus diindahkkan
oleh para siswa dan tidak boleh ditinggalkan. Sebagaimana interaksi sosial antar
sesama teman, keharmonisan hubungan antar sesama teman dengan lingkungan
merupakan suatu keharusan.
Guru bimbingan dan konseling selaku agen of change mempunyai tugas dalam
membentuk karakter siswa, dalam kasus ini perilaku yang dirubah adalah
penyesuaian diri siswa pada saat pembelajaran karena masih ada yang kesulitan
dalam belajar, terutama siswa kelas VII C. Bimbingan dan konseling bertugas
untuk memperhatikan perkembangan proses belajar. SMP PGRI Kasihan
mempunyai serangkaian program bimbingan dan konseling yang khususnya
menangani berbagai masalah siswa.
Berdasarkan pengamatan awal peneliti di SMP PGRI Kasihan pada saat PLP
II, diketahui masih banyak siswa yang memiliki penyesuaian diri yang kurang di
lingkungan sosialnya. Terutama pada proses pembelajaran siswa menjadi malas
belajar, mengerjakan tugas menunggu temannya yang sudah mengerjakan,
menunda-nunda mengerjakan tugas, banyak siswa yang masih kesulitan dalam
9

pembelajaran. Selain itu, ada siswa yang belum mampu menerima teman apa
adanya. Alasannya karena ia merasa kurang nyaman berada di sekolah dan masih
canggung dalam membangun komunikasi. Terutama siswa kelas VII C yang
masih baru masuk sekolah dan masih perlu adanya pendampingan dari guru
bimbingan dan konseling untuk membantu penyesuaian diri siswa pada
pembelajaran. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan siswa memiliki
penyesuaian diri yang kurang.
Untuk menindak lanjuti permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti
tentang tindakan guru bimbingan dan konseling dalam membantu meningkatkan
penyesuaian diri siswa baru di kelas VII C SMP PRGI Kasihan. Diharapkan
melalui tindakan guru bimbingan dan konseling ini dapat memberikan solusi
positif dalam memecahkan permasalahan yang menyangkut pada penyesuaian diri
siswa. Adapun judul penelitian ini adalah “Peran Guru Bimbingan dan
Konseling dalam Meningkatkan Penyesuaian diri pada Pembelajaran Siswa
Kelas VII C SMP PGRI Kasihan Tahun Pelajaran 2021/2022”.
B. Fokus Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam
Meningkatkan Penyesuaian Diri pada Pembelajaran Siswa Kelas VII C SMP
PRGI Kasihan Tahun Pelajaran 2021/2022.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian, maka dapat dirumuskan
permasalahannya yaitu bagaimana Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam
Meningkatkan Penyesuaian Diri pada Pembelajaran Siswa Kelas VII C SMP
PGRI Kasihan Tahun Pelajaran 2021/2022 ?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui Peran Guru
Bimbingan dan Konseling dalam Meningkatkan Penyesuaian Diri pada
Pembelajaran Siswa Kelas VII C SMP PGRI Kasihan Tahun Pelajaran 2021/2022.
E. Paradigma
Paradigma menjadi dasar mencari fakta-fakta dalam proses penelitian.
Menurut Arifin (2012:146) Paradigma adalah pedoman yang menjadi dasar bagi
para saintis dan peneliti di dalam mencari fakta-fakta melalui kegiatan penelitian
yang dilakukannya. Penelitian ini berfokus pada peran guru bimbingan dan
konseling dalam meningkatkan penyesuaian diri pada pebelajaran siswa kelas VII
10

C SMP PGRI Kasihan Tahun Pelajaran 2021/2022. Dalam meningkatkan


penyesuaian diri siswa perlu adanya peran guru bimbingan dan konseling yang
berperan sangat penting dalam meningkatkan penyesuaian diri siswa pada
pembelajaran, karena tidak semua siswa bisa langsung memahami materi yang
diberikan oleh guru mata pelajaran. Sehingga perlu adanya guru bimbingan dan
konseling. Jika peserta didik dapat meningkatkan penyesuaian diri pada
pembelajaran dengan baik, maka dapat dipastikan peserta didik tersebut tidak
akan mengalami kesulitan belajar. Oleh karena itu, peran guru bimbingan dan
konseling dalam meningkatkan penyesuaian diri pada pembelajaran siswa kelas
VII C sangat diperlukan untuk dapat meningkatkan penyesuaian diri siswa.
F. Manfaat Hasil Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan menambah referensi keilmuan tentang
“Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Meningkatkan Penyesuaian Diri
pada Pembelajaran Siswa kelas VII C SMP PGRI Kasihan Tahun Pelajaran
2021/2022”.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi siswa, penelitian ini sebagai upaya untuk membantu meningkatkan
penyesuaian diri pada pembelajaran.
b. Bagi Guru BK, penelitian ini merupakan informasi tentang permasalahan
yang dialami siswa mengenai penyesuaian diri pada pembelajaran.
c. Bagi sekolah, penelitian ini menjadi dasar pertimbangan kepala sekolah
agar meningkatkan orientasi penyesuaian diri pada pembelajaran siswa
secara tepat.
d. Bagi peneliti, penelitian ini menambah pengalaman dan wawasan tentang
peran guru bimbingan dan konseling dalam meningkatkan penyesuaian diri
pada pembelajaran siswa tahun pelajaran 2021/2022.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori Tentang Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Menurut Samsul Munir (2013:5) menyatakan bahwa bimbingan
merupakan terjemahan dari kata “Guidance” (bahasa inggris). Secara
etimologis, bimbingan berasal dari kata “guide” yang artinya mengarahkan
(direct), menunjukan (pilot), mengatur (manage), menyetir (steer).
Menurut Tohirin (2014:18) menyatakan bahwa bimbingan merupakan
suatu proses yang berkelanjutan. Artiya aktivitas bimbingan tidak
dilaksanakan secara kebetulan, insidental tidak sengaja, berencana, sistematis,
dan terarah kepada tujuan tertentu.
Menurut Syamsu Yusuf (2006:5) menyatakan bahwa bimbingan yang
memiliki makna bahwa bimbingan merupakan serangkaian suatu proses yang
berkesinambungan. Bimbingan merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang
sistematis dan berencana kapada pencapaian tujuan dan kegiatan ini tidak
terjadi seketika atau secara kebetulan.
Menurut Walgito (2004:5) menyatakan bahwa bimbingan adalah bantuan
atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu
dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya,
agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan
hidupnya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan
merupakan salah satu bentuk proses pemberian bantuan kepada peserta didik,
dari pengarahan yang diberikan secara terencana dan terus menerus kepada
peserta didik sehingga tercapainya tujuan yang dimaksud dari seorang
konselor.
Menurut Samsu Munir (2013:10) menyatakan bahwa, konseling berasal
dari kata “counseling” adalah kata bentuk dari “to counsel”, secara etimologi
berarti “to gice advice” atau memberikan saran dan nasehat. Seperti halnya
bimbingan, konseling juga ditafsirkan oleh beberapa ahli untuk menjelaskan
makna dari kata ini sehingga makna dari konseling dapat dibedakan dan
dihubungkan maknanya dengan kata bimbingan.

11
12

Menurut Tohirin (2014:20) menyatakan bahwa konseling merupakan


bagian dan teknik dari kegiatan merupakan inti dalam kegiatan bimbingan dan
konseling merupakan inti dalam bimbingan. Konseling merupakan pemberian
nasihat, anjuran, dan pembicaraan dengan bertukar pikiran.
Menurut Hallen A (2005:4) menyatakan bahwa, konseling merupakan
serangkaian hubungan langsung dengan individu yang bertujuan untuk
membantu dia dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa konseling
merupakan hubungan yang bersifat membantu dalam pemberian nasihat
kepada seseorang untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Nasihat
yang diberikan berasal dari pengetahuan ataupun keterampilan seseorang
untuk menyelesaikan suatu persoalan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling
adalah suatu layanan atau bantuan yang diberikan kepada peserta didik baik
perorangan atau kelompok secara tatap muka (face to face) agar mampu
mandiri dan berkembang secara optimal, dan dapat mengembangkan
kemampuan dirinya sendiri dalam membuat pilihan-pilihan dan penyesuaian-
penyesuaian yang bijaksana.
2. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Tujuan bimbingan dan konseling ada dua yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus.
a. Tujuan Umum
Menurut Dewa Ketut Sukardi (2010:44) tujuan umum dari layanan
bimbingan konseling sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana
dinyatakan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional tahun 2003
(UU No.20/2003), yaitu: terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang
cerdas, yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, dan berbudi
pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani
dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Sedangkan menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:144) sesuai
dengan pengertian bimbingan dan konseling, maka tujuan bimbingan dan
konseling adalah untuk membantu individu mengembangkan diri secara
optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang
13

dimilikinya seperti (kemampuan dasar dan bakatnya), berbagai latar


belakang yang ada seperti (latar belakang keluarga, pendidikan, status
ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya dalam
kaitannya membantu individu untuk menjadi insan yang berguna dalam
kehidupan, memiliki berbagai wawasan, pandangan, interpretasi,
penyesuaian, pilihan, dan keterampilan yang tepat berkenaan dengan diri
sendiri dan lingkungan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan bimbingan
dan konseling secara umum ini sesuai dengan tujuan pendidikan
sebagaimana dinyatakan dalam undang-undang sistem pendidikan nasional
tahun 2003 (UU No.20/2003) dan tujuannya untuk membantu individu
mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan.
b. Tujuan Khusus
Menurut Dewa Ketut Sukardi (2010:44) secara khusus layanan
Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat
mencapai tujuan-tujuan perkembangan meliputi aspek-aspek pribadi-
sosial, belajar dan karier. Bimbingan pribadi-sosial, dimaksudkan untuk
mencapai tujuan dan tugas perkembangan pribadi-sosial dalam
mewujudkan pribadi yang bertaqwa, mandiri dan bertanggung jawab.
Bimbingan belajar dimaksudkan untuk mencapai tujuan tugas
perkembangan pendidikan, bimbingan karier dimaksudkan untuk
mewujudkan pribadi pekerja yang produktif. Dalam tujuan khusus terdapat
aspek tugas-tugas perkembangan dalam layanan Bimbingan dan
Konseling.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan khusus
bimbingan dan konseling yaitu Secara khusus bimbingan dan konseling
bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan-tujuan
perkembangan meliputi aspek-aspek pribadi-sosial, belajar dan karier.
3. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Menurut Hallen (2005:60) menyatakan bahwa, bimbingan dan konseling
berfungsi sebagai pemberi layanan kepada peserta didik agar masing-masing
peserta didik dapat berkembang secara optimal sehingga menjadi pribadi yang
utuh dan mandiri. Fungsi bimbingan dan konseling ditinjau dari kegunaan atau
manfaat, ataupun keuntungan-keuntungan apa yang diperoleh melalui
14

pelayanan tersebut. Fungsi-fungsi itu banyak dan dapat dikelompokkan


menjadi empat fungsi pokok, yaitu:
a. Fungsi Pemahaman, yaitu pemahaman tentang diri peserta didik beserta
permasalahannya oleh dirinya sendiri dan oleh pihak-pihak yang akan
membantu peserta didik, serta pemahaman tentang lingkungan.
b. Fungsi Pencegahan, yaitu pencegahan agar peserta didik tidak mengalami
suatu masalah, maka besarlah kemungkinan ia akan dapat melaksanakan
tugas perkembangannya dengan baik tanpa hambatan yang berarti.
c. Fungsi Pengentasan, yaitu proses pelayanan konselor untuk membantu
peserta didik mengatasi masalah yang dialaminya.
d. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan, yaitu proses pelayanan konselor
untuk membantu peserta didik menumbuh kembangkan bergabagi potensi
dan kondisi positif yang dimilikinya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi bimbingan
dan konseling yaitu fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi
pengentasan, fungsi pemeliharaan dan pengembangan. Setiap proses
pelayanan konselor dengan keempat fungsi tersebut dapat membantu peserta
didik dalam menuntaskan tugas perkembangannya.
4. Asas-asas Bimbingan dan Konseling
Menurut Dewa Ketut Sukardi (2010:46-51) dalam menyelenggarakan
layanan bimbingan dan konseling di sekolah hendaknya selalu mengacu pada
asas-asas bimbingan dan konseling dan diterapkan sesuai dengan asas-asas
bimbingan dan konseling yakni sebagai berikut:
a. Asas kerahasian, yaitu asas yang menuntut dirahasiakan segenap data dan
keterangan peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan, yaitu data
atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahuai orang lain.
Dalam hal ini, guru pembimbing (konselor) berkewajiban memelihara dan
menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiannya benar-
benar terjamin.
b. Asas kesukarelaan, yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan
kerelaan peserta didik mengikuti atau menjalani layanan dan kegiatan yang
diperuntukan baginya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban
membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
15

c. Asas keterbukaan, yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien)
yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak pura-
pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun
dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna
bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing atau konselor
berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik atau klien. Agar
peserta didik atau klien mau terbuka, guru pembimbing atau konselor
terlebih dahulu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Asas keterbukaan
ini berkaitan erat dengan asas kerahasiaan dan asas kesukarelaan.
d. Asas kegiatan, yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien)
yang menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif dalam
penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru pembimbing (konselor) perlu
mendorong dan memotivasi peserta didik untuk aktif dalam setiap
layanan/kegiatan yang diberikan kepadanya.
e. Asas kemandirian, yaitu asas yang menunjukan pada tujuan umum
bimbingan dan konseling. Ini berarti peserta didik (klien) sebagai sasaran
layanan kegiatan bimbingan dan konseling yang diharapkan bisa menjadi
individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan
lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta
mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing (konselor) hendaknya mampu
mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi
perkembangan kemandirian peserta didik.
f. Asas kekinian, yaitu asas yang menghendaki agar objek sasaran layanan
bimbingan dan konseling yang berupa permasalahan mampu dihadapi
peserta didik/klien dalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan
masa depan dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa
yang ada dan diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang.
g. Asas kedinamisan, yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap
sasaran layanan (peserta didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju,
tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan
kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
h. Asas keterpaduan, yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru
pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan
16

terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai
pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting
dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
i. Asas kenormatifan, yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan norma-norma, baik
norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui
segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini, harus
meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami,
menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.
j. Asas keahlian, yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah
professional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling lainnya hendaknya merupakan tenaga yang
benar-benar ahli dalam bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru
pembimbing (konselor) harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-
jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dan dalam penegakan
kode etik bimbingan dan konseling.
k. Asas alih tangan kasus, yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak
yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling
secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien)
kiranya dapat mengalihtangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru
pembimbing (konselor) dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua,
guru-guru lain, atau ahli lain. Sebaliknya, guru pembimbing (konselor)
dapat mengalihtangankan kasus kepada pihak yang lebih kompeten, baik
yang berada di lembaga sekolah maupun di luar sekolah.
l. Asas Tut Wuri Handayani, yaitu asas yang mengehendaki agar pelayanan
bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana
mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan
memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-
luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan
bimbingan dan konseling terdapat asas-asas yang harus diterapkan. Selain
asas-asas tersebut terkait satu sama lain, segenap asas itu perlu
17

diselenggarakan secara terpadu dan tepat waktu. Asas-asas tersebut sangat


penting, sehingga dapat dikatakan bahwa asas-asas itu merupakan jiwa dan
nafas dari seluruh proses kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling.
5. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
Rumusan prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling pada umumnya
berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses
penanganan masalah, program pelayanan, penyelenggaraan pelayanan.
Menurut Prayitno dan Erman Amti (2004:2018-224) prinsip-prinsip tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan, yaitu :
1) Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang
umur, jenis kelamin, suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.
2) Bimbingan dan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku
individu untuk berbagai aspek kepribadian yang komplek dan unik.
3) Bimbingan dan konseling memperhatikan sepenuhnya tahap-tahap dan
berbagai aspek perkembangan individu.
4) Bimbingan dan Konseling memberikan perhatian utama kepada
perbedaan individu atau yang menjadi orientasi pokok pelayanannya.
b. Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu
a. Bimbingan dan Konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut
pengaruh kondisi mental atau fisik individu terhadap kontak sosial dan
pekerjaan dan sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap kondisi
mental dan fisik individu.
b. Kesejahteraan sosial, ekonomi dan kebudayaan merupakan faktor
timbulnya masalah pada individu yang kesemuanya menjadi perhatian
utama pelayanan bimbingan dan konseling.
c. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program pelayanan
1) Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral dari proses
pendidikan dan pengembangan, oleh karena itu program bimbingan
konseling harus disusun dan dipadukan sejalan dengan program
pendidikan dan pengembangan secara menyeluruh.
2) Program Bimbingan dan Konseling harus fleksibel, diseuaikan dengan
kondisi lembaga (misalnya sekolah), kebutuhan individu dan
masyarakat.
18

3) Program Bimbingan dan Konseling disusun dan diselenggarakan


secara berkesinambungan kepada anak-anak sampai orang dewasa, di
sekolah misalnya dari jenjang taman kanak-kanak sampai perguruan
tinggi.
d. Prinsip-prinsip berkenaan dengan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
1) Konselor harus memulai kariernya sejak awal dengan program kerja
yang jelas, dan memiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakan
program tersebut.
2) Konselor harus selalu mempertahankan sikap profesional tanpa
mengganggu keharmonisan hubungan antara konselor dengan personal
sekolah lainnya dan siswa.
3) Konselor bertanggung jawab untuk memahami perannya sebagai
konselor profesional dan menerjemahkan peranannya itu ke dalam
kegiatan nyata.
4) Konselor bertanggung jawab kepada semua siswa, baik siswa-siswi
yang gagal, yang menimbulkan gangguan, yang putus sekolah,
permasalahan emosional dan kesulitan belajar.
5) Konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk
membantu siswa-siswi yang mengalami masalah dengan kadar yang
cukup parah. Konselor harus mampu bekerjasama secara efektif
dengan kepala sekolah, memberi perhatian dan peka terhadap
kebutuhan harapan dan kecemasan.
Menurut Tidjan (2000:15) dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah
terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan:
a. Prinsip-prinsip umum di antaranya:
1) Dasar bimbingan dan konseling tidak dapat terlepas dari dasar
pendidikan dan dasar Negara yaitu Pancasila.
2) Tujuan bimbingan dan konseling tidak terlepas dari tujuan pendidikan
pada umumnya.
3) Fungsi bimbingan dan konseling adalah proses pendidikan maupun
pengajaran sehingga langkah bimbingan dan konseling harus sejalan
dengan langkah-langkah pendidikan.
b. Prinsip-prinsip khusus, dikelompokan menjadi:
19

1) Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu yang


dibimbing (siswa).
2) Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu yang
memberikan bimbingan.
3) Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan organisasi dan
administrasi bimbingan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip
dalam bimbingan dan konseling merupakan paduan hasil teori dan praktek
yang dirumuskan menjadi dasar bagi pelayanan. Prinsip-prinsip ini berkenaan
dengan sasaran pelayanan, masalah peserta didik, program dan
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling. Konselor terikat oleh
prinsip-prinsip tersebut, di sekolah maupun di luar sekolah.
B. Kajian Teori Tentang Guru
1. Pengertian Guru
Menurut Syaiful Bahri (2005:31) menyatakan bahwa, guru adalah orang
yang memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Guru dalam
memberikan pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan
pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid atau di musholah, di rumah, dan
sebagainya.
Suparlan dalam bukunya yang berjudul “Menjadi Guru Efektif“,
mengungkapkan hal yang berbeda tentang pengertian guru. Menurut Suparlan
(2008:12) menyatakan bahwa, guru dapat diartikan sebagai orang yang
tugasnya terkait dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam semua
aspeknya, baik spiritual dan emosional, intelektual, fisikal, maupun aspek
lainnya. Namun, Suparlan (2008:13) juga menambahkan bahwa secara legal
formal, guru adalah seseorang yang memperoleh surat keputusan (SK), baik
dari pemerintah maupun pihak swasta untuk mengajar.
Menurut Imran (2010:23) menyatakan bahwa, guru adalah jabatan atau
profesi yang memerlukan keahlian khusus dalam tugas utamanya seperti
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar dan menengah.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, guru adalah
seseorang yang telah memperoleh surat keputusan (SK) baik dari pihak swasta
20

atau pemerintah untuk menggeluti profesi yang memerlukan keahlian khusus


dalam tugas utamanya untuk mengajar dan mendidik siswa pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah, yang
tujuannya untuk mencerdaskan bangsa dalam semua aspek.
2. Syarat-syarat Guru
Untuk melakukan peranan dan tanggung jawabnya, guru memerlukan
syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat menurut Sadirman (2007:126-
127) menjadi guru itu dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok,
yaitu: persyaratan administratif, persyaratan ini bersifat formal, persyaratan
psikis, dan persyaratan fisik.
Penghormatan bagi pendidik atau guru sangatlah tinggi, yang mana dapat
dilihat kepada jasa-jasanya yang begitu besar dalam mempersiapkan
kehidupan bangsa yang memiliki peradaban yang lebih baik dan maju.
Menurut Baski dan M. Miftahul Ulum (2007:80-81) dalam menjalankan
tugasnya sebagai pendidik hendaknya mencakup:
a. Pendidik sebagai pemberi pengetahuan yang benar kepada peserta
didiknya, sedangkan ilmu adalah modal untuk mengangkat derajat
manusia dan dengan ilmu pula seseorang akan memiliki rasa percaya diri
dan bersikap mandiri dan orang seperti inilah yang diharapkan dapat
menanggung beban sebagai pemimpin bangsa.
b. Pendidik sebagai pembina akhlak yang mulia dan merupakan tiang utama
untuk menopang kelangsungan hidup suatu bangsa.
c. Pendidik sebagai pemberi petunjuk kepada peserta didik tentang hidup
yang baik, yaitu manusia yang tahu siapa pencipta dirinya yang
menyebabkan ia tidak menjadi orang yang sombong, menjadi orang yang
tahu berbuat baik kepada Rosul, kepada orang tua, dan kepada orang lain.
Menurut Oemar Hamalik yang dikutip bukunnya oleh Ngainun Naim
(2011:5) ada beberapa persyaratan untuk menjadi seorang guru, yaitu:
a. Harus memiliki bakat seorang guru
b. Harus memiliki keahlian seorang guru
c. Memiliki kepribadian yang baik dan terintegrasi
d. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas
e. Guru adalah manusia yang berjiwa Pancasila dan
f. Guru adalah seorang warga Negara yang baik
21

Selanjutnya menurut M. Ali seperti yang dikutip User Utsman (2001:15)


terdapat 5 (lima) syarat yang harus dipenuhi seseorang yang ingin
mengabdikan diri sebagai pendidik, antara lain :
a. Memiliki keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu
pengetahuan yang mendalam.
b. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan
bidang profesinya.
c. Adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
d. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang
dilaksanakan.
e. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa menjadi
guru bukanlah hal yang mudah, tapi harus memenuhi beberapa syarat yaitu:
bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu, sehat jasmani dan rohani, serta
berperilaku baik, dan menjadi pendidik atau guru tidaklah pekerjaan yang
mudah dan ringan, seperti yang dibayangkan sebagian orang dengan bermodal
penguasaan materi dan menyampaikan materi pembelajaran pada siswa sudah
cukup, namun hal ini belumlah dapat dikategorikan sebagai pendidik yang
memiliki pekerjaan profesional, karena pendidik yang profesional mereka
harus memiliki berbagai keterampilan, kemampuan khusus, mencintai
pekerjaannya, menjaga kode etik guru, kecakan, kewibawaan dan lain
sebagainya.
3. Sifat-sifat Pendidik
Bagi pendidik sebagai tokoh yang dicontoh atau diteladani oleh para
peserta didik hendaknya memiliki sifat-sifat yang baik yang mencerminkan
sifat seorang pendidik yang dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Menurut Abdurrahman an-Nahlawy seperti yang dikutip Basuki dan dan
Muhamad Miftakhul Ulum (2007:92-93) menyarankan agar pendidik memiliki
sifat-sifat sebagai berikut :
a. Tingkah laku dan pola pikir pendidik harus bersikap rabbani
b. Pendidik seorang yang ikhlas
c. Pendidik harus sabar dalam mengajarkan berbagai pengetahuan kepada
peserta didik
d. Pendidik harus jujur dalam menyampaikan apa yang diserukannya
22

e. Pendidik senantiasa membekali diri dengan ilmu dan kesediaan


membiasakan untuk mengkajinya
f. Pendidik mampu menggunakan metode mengajar yang bervariasi
g. Pendidik mampu mengelola peserta didik, tegas dalam bertindak serta
meletakkan berbagai perkataan secara proporsional
h. Pendidik mempelajari kehidupan psikis para peserta didik selaras dengan
masa perkembangannya
i. Pendidik harus bersikap adil
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang guru harus
memiliki 9 (sembilan) sifat-sifat di atas yang mencerminkan sifat seorang
pendidik yang dapat menjalankan tugasnya dengan baik, yang dapat dicontoh
dan diteladani oleh para peserta didik.
4. Tugas Guru
Guru adalah figur seorang pemimpin. Guru adalah sosok arsitektur yang
dapat membentuk jiwa dan watak peserta didik. Guru mempunyai kekuasaan
untuk membentuk dan membangun kepribadian peserta didik menjadi seorang
yang berguna bagi agama, nusa, dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan
manusia susila yang cakap yang dapat diharapkan membangun dirinya dan
membangun bangsa dan negara, Syaiful Bahri (2005:36).
Guru memiliki tugas, baik yang terikat dengan dinas maupun diluar dinas,
dalam bentuk pengabdian. Menurut Moh. Uzer Usman (2005:7) ada tiga jenis
tugas guru, yaitu: tugas dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan, tugas dalam
bidang kemasyarakatan.
a. Tugas dalam bidang profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih.
Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup.
Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-
keterampilan pada siswa.
b. Tugas guru dalam bidang kemanusian di sekolah harus menjadikan dirinya
sebagai orang tua kedua, ia harus mampu menarik simpati sehingga ia
menjadi idola para siswanya.
c. Tugas guru dalam bidang kemasyarakatan, masyarakat menempatkan guru
pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya karena dari seorang
guru diharapkan dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti guru
23

berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju Indonesia seutuhnya yang


berdasarkan pancasila.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada 39 ayat 1 dan 2 dinyatakan bahwa:
a. Tenaga pendidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan,
pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang
proses pendidikan pada satuan pendidikan.
b. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas melaksanakan
proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta penelitiam dan pengabdian pada
masyarakat, terutama bagi pendidik perguruan tunggi.
Menurut Hamdani Bakran Adz-Dzakiey (2004:557-578) ada beberapa hal
mendasari dari tugas dan tanggung jawab seorang guru, khususnya dalam
proses pendidikan dan pelatihan pengembangan kesehatan rohani (ketakwaan),
antara lain:
a. Sebelum melakukan proses pelatihan dan pendidikan, seorang guru harus
benar-benar telah memahami kondisi mental, spiritual, dan moral, atau
bakat, minat, maka proses aktivitas pendidikan akan dapat berjalan dengan
baik.
b. Membangun dan mengembangkan motivasi anak didiknya secara terus.
menerus tanpa ada rasa putus asa. Apabila motovasi ini selalu hidup, maka
aktivitas pendidikan atau pelatihan dapat berjalan dengan dengan baik dan
lancar.
c. Membimbing dan mengarahkan anak didiknya agar dapat senantisa
berkeyakinan, berfikir, beremosi, bersikap dan berprilaku, positif yang
berparadigma pada wahyu ke-Tuhanan, sabda, dan keteladanan ke-Nabian.
d. Memberikan pemahaman secara mendalam dan luas tentang materi
pelajaran sebagai dasar pemahaman teortis yang objektif, sistematis,
metodologis, dan argumentatif.
e. Memberikan keteladanan yang baik dan benar bagaimana cara berfikir,
berkeyakinan, beremosi, bersikap, dan berprilaku yang benar, baik dan
terpuji baik di hadapan Tuhannya maupun dilingkungan kehidupan sehari-
hari.
24

f. Membimbing dan memberikan keteladanan bagaimana cara melaksanakan


ibadah-ibadah vertikal dengan baik dan benar, sehingga ibadah. Ibadah itu
akan mengantarkan kepada perubahan diri, pengenalan, dan perjumpaan
dengan hakikat diri, pengenalan dan perjumpaan dengan Tuhannya serta
menghasilkan kesehatan rohaninya.
g. Menjaga, mengontrol, dan melindungi anak didik secara lahiriah maupun
batiniah selama proses pendidikan dan pelatihan, agar terhindar dari
berbagai macam gangunaan.
h. Menjelaskan secara bijak (hikmah) apa yang ditanyakan oleh anak
didiknya tentang persoalan- persoalan yang belum dipahaminya.
i. Menyediakan tempat dan waktu khusus bagi peserta didik agar dapat
menunjang kesuksesan proses pendidikan sebagaimana diharapkan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, Tugas guru adalah
sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan
profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik. Guru harus menempatkan diri
sebagai orang tua kedua, dengan mengemban tugas yang dipercayakan orang
tua kandung/wali peserta didik dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu
pemahaman terhadap jiwa dan watak peserta didik diperlukan agar dapat
dengan mudah memahami jiwa dan watak peserta didik. Begitulah tugas guru
sebagai orang tua kedua, setelah orang tua peserta didik di dalam keluarga di
rumah.
C. Kajian Teori Tentang Guru Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Guru Bimbingan dan Konseling
Menurut Namora Lumongga (2011:21) Guru bimbingan dan konseling
adalah guru yang mempunyai tugas, tanggung jawab, berwenang, dan hal
secara penuh dalam kegiatan bimbingan dan konseling terhadap sejumlah
peserta didik. Peran seorang guru bimbingan dan konseling sebagai konselor
bagi siswa adalah memberi pemahaman terhadap kemampuan diri siswa
sendiri supaya meningkatkan dan mampu memecahkan berbagai masalah
secara individual. Konselor adalah pihak yang membantu klien dalam proses
konseling. Sebagai pihak yang paling memahami dasar dan teknik konseling
seacara luas, konselor dalam menjalankan perannya bertindak sebagai
fasilitator bagi klien.
25

Menurut Neviyarti (2009:75) Guru bimbingan dan konseling adalah salah


satu tenaga kependidikan yang mengemban sebagian tugas kependidikan di
sekolah, yaitu terlaksananya kegiatan-kegiatan bimbingan dan konseling yang
mencakup dimensi-dimensi kemanusiaan seperti individu, sosial, kesusilaan,
dan keberagamaan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, guru bimbingan dan
konseling adalah seorang tenaga pendidik di sekolah yang bertanggung jawab
atas layanan bimbingan dan konseling di sekolah didasarkan atas kompetensi
yang dimilikinya.
2. Tugas Guru Bimbingan dan Konseling
Menurut Salahudin (Hayati, 2016:604) tugas-tugas yang dimiliki oleh
seorang guru bimbingan dan konseling atau konselor di antaranya yaitu:
a. Mengadakan penelitian ataupun observasi terhadap situasi atau keadaan
sekolah, baik mengenai peralatan, tenaga, penyelenggara maupun
aktivitas-aktivitas lainnya.
b. Kegiatan penyusunan program dalam bidang bimbingan pribadi sosial,
bimbingan belajar, bimbingan karier serta semua jenis layanan termasuk
kegiatan pendukung yang dihargai sebanyak 12 jam.
c. Kegiatan melaksanakan dalam pelayanan bimbingan pribadi, bimbingan
sosial, bimbingan belajar, bimbingan karier serta jenis layanan termasuk
kegiatan pendukung yang dihargai sebanyak 18 jam.
d. Kegiatan evaluasi pelaksanaan layanan dalam bimbingan pribadi,
bimbingan sosial, bimbingan belajar, bimbingan karir serta semua jenis
layanan pendukung yang dihargai 6 jam.
e. Menyelenggarakan bimbingan terhadap siswa, baik yang bersifat
preventif, preservatif maupun yang bersifat korektif atau kuratif.
f. Sebagaimana guru mata pelajaran, guru pembimbing atau konselor yang
membimbing 150 orang siswa dihargai 18 jam, sebaliknya dihargai
sebagai bonus.
Menurut Syamsu Yusuf (2015:65) Menjelaskan secara rinci tugas atau
tanggung jawab konselor sebagai berikut:
a. Melakukan needs assessment yang terkait dengan karakteristik siswa,
tugas-tugas perkembangan, masalah-masalah yang dialami, motivasi
belajar dsb.
26

b. Mengordinasikan dan mengelola program bimbingan dan konseling.


c. Memberikan informasi tentang program bimbingan kepada siswa, orang
tua, guru-guru kepala sekolah dan staf administrasi
d. Memberikan informasi kepada siswa tentang bebagai aspek kehidupan
yang berguna bagi siswa, seperti cara-cara belajar yang efektif
membangun sikap dan kebiasaan belajar yang positif, mengelola stress,
etika pergaulan, bahayanya merokok, miras, free sex, napza atau narkoba
dan dunia kerja.
e. Memberikan layanan bimbingan kelompok kepada siswa yang terkait
dengan aspek pribadi, sosial, akademik dan karier
f. Memberikan layanan konseling kelompok kepada siswa yang terkait
dengan aspek pribadi, sosial, akademik dan karier.
g. Memberikan layanan konseling individual (perorangan) kepada siswa,
yang terkait dengan aspek pribadi, sosial, akademik, dan karier.
h. Mengevaluasi program bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, tugas guru
bimbingan dan konseling sangat diperlukan keberadaanya terutama dalam
menunjang proses belajar selama di sekolah serta membimbing peserta didik.
Tugas guru bimbingan dan konseling ini sangat berat oleh karena itu untuk
melaksanakan tugas-tugasnya maka diperlukan profesionalitas dari guru
bimbingan dan konseling tersebut.
3. Peran Guru Bimbingan dan Konseling
Menurut Hidayat, dkk (2013:121) menyatakan bahwa, peran lain dari
seorang guru bimbingan konseling di sekolah yaitu sebagai pendorong
perkembangan individu, membantu memecahkan masalah, dan mendorong
tercapainya kesejahteraan (will being) individu secara fisik, psikologis,
intelektual, emosional, maupun spiritual
Menurut Kusno Effendi (2016:25-26) seorang konselor sekolah
mempunyai beberapa peran dalam membantu penanganaan masalah yang
dihadapi klien atau konseli antara lain:
a. Memberikan kesempatan dan kemungkinan kepada klien untuk menjalin
hubungan yang membantu konselor percaya bahwa klien mempunyai
potensi yang dapat dikembangkan, berkeinginan untuk memecahkan
masalahnya, mempunyai kemampuan untuk mengembangkan dan
27

mengubah tingkah lakunya, dan hubungan yang saling percaya antara


konselor dan klien atas dasar kesadaran dan kesediaan diri, bukan karena
paksaan.
b. Memberikan alternatif kepada klien untuk memahami diri dan memotivasi
kegiatan untuk membuka diri. Artinya konselor disini harus kreatif dan
memberikan fasilitas kepada klien agar pada saat proses konseling dapat
berjalan dengan baik.
c. Memberikan kesempatan agar klien mampu mengintervensi diri sehingga
mampu menemukan pemahaman diri sebagai pribadi dan anggota
masyarakat. Konselor mampu memberikan waktu yang cukup dan dapat
berpikir jernih pada proses konseling berlangsung nantinya.
d. Memberikan kepemimpinan yang terarah untuk mengembangkan
lingkungan psikologis yang sehat bagi klien Konselor mempunyai
kepemimpinan yang baik yang dapat mengarahkan dan dapat mengontrol
aktivitas klien dalam memecahkan masalah dan mengembangkan potensi
yang dimiliki
e. Konselor mampu memberikan perbaikan salam proses konseling melalui
kritik yang sehat serta meningkatkan keterampilan konseling.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, peran guru
bimbingan dan konseling di sekolah yaitu harus mampu untuk mendorong
tercapainya kesejahteraan individu secara fisik, psikologis, intelektual,
emosional, maupun spiritual. Selain itu guru bimbingan dan konseling
mempunyai kemampuan untuk mengembangkan dan mengubah tingkah
lakunya, dan hubungan yang saling percaya antara konselor dan klien atas
dasar kesadaran dan kesediaan diri, bukan karena paksaan.
4. Bentuk Peran Guru Bimbingan dan Konseling
Bentuk peran guru BK meliputi tugas dan fungsi yang merupakan
tanggung jawab atas profesi yang disandangnya. Berkaitan dengan tugas guru
BK, berikut ini terdapat beberapa peranan guru BK merujuk pada fungsi yang
harus dijalankan. Beberapa peran guru bimbingan dan konseling ketika
menyelenggarakan program BK di sekolah menurut Sadirman (2001:142)
adalah sebagai berikut:
28

a. Guru BK Sebagai Informator, yaitu Guru bimbingan dan konseling


diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium,
studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
b. Guru BK Sebagai Fasilitator, yaitu guru bimbingan dan konseling akan
memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar mengajar.
c. Guru BK Sebagai Mediator, yaitu guru bimbingan dan konseling sebagai
penengah dalam kegiatan belajar mengajar.
d. Guru BK Sebagai Motivator, yaitu guru bimbingan dan konseling harus
mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk
mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan
daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses
belajar mengajar.
e. Guru BK Sebagai Inisiator, yaitu guru bimbingan dan konseling sebagai
pencetus ide dalam proses belajar mengajar.
f. Guru BK Sebagai Organisator, yaitu guru bimbingan dan konseling
sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, dan jadwal pelajaran.
g. Guru BK Sebagai Direktor, yaitu guru bimbingan dan konseling dapat
membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan
tujuan yang dicita-citakan.
h. Guru BK Sebagai Transmitter, yaitu guru bimbingan dan konseling
bertindak selaku penyebar kebijakan dalam pendidikan dan pengetahuan.
i. Guru BK Sebagai Evaluator, yaitu guru bimbingan dan konseling
mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang
akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan
bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk
peranan guru bimbingan dan konseling adalah untuk memfasilitasi peserta
didik dalam pembelajaran dan membantu peserta didik mencapai tugas
perkembangannya serta mendorong kemampuan peserta didik untuk
meningkatkan penyesuaian diri dalam pembelajaran.
D. Kajian Teori Tentang Penyesuaian Diri
1. Pengertian Penyesuaian Diri
Menurut Sofyan dan Willis (2011:55) menyatakan bahwa, penyesuian diri
adalah kemampuan seseorang untuk hidup dan bergaul secara wajar terhadap
29

lingkungannya, sehingga ia merasa puas terhadap dirinya dan terhadap


lingkungannya.
Menurut Ali dan Asrori (2015:176) menyatakan bahwa, penyesuaian diri
sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental yang behavioral
yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-
kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan
kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan
dunia luar atau lingkungannya.
Sedangkan menurut Sunarto (2013:222) menyatakan bahwa, penyesuaian
diri adalah usaha manusia untuk mencapai keharmonisan pada diri sendiri dan
pada lingkungannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, penyesuaian diri
adalah kemampuan individu dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam
hidupnya untuk menyelaraskan antara tuntutan dari dalam diri dengan
lingkungan agar dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya dan tercapai
keharmonisan pada diri sendiri dan lingkungannya.
2. Ciri-ciri Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri yang dilakukan oleh setiap individu tidak semuanya
berhasil, karena kadang ada rintangan tertentu yang menyebabkan
ketidakberhasilan dalam melakukan penyesuaian diri. Rintangan-rintangan
tersebut bisa saja terdapat dalam dirinya atau mungkin diluar dirinya. Dalam
menghadapi rintangan-rintangan tersebut ada individu-individu yang dapat
melakukan penyesuaian diri secara positif, namun ada pula individu-individu
yang melakukan penyesuaian diri yang negatif.
Siswanto (2007:36-39) menyatakan bahwa individu yang mampu
menyesuaikan diri dengan baik, umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Memiliki persepsi yang akurat terhadap realita
Pemahaman atau persepsi individu terhadap realita berbeda-beda,
meskipun realita yang dihadapi adalah sama. Perbedaan persepsi tersebut
dipengaruhi oleh pengalaman masing-masing individu yang tentunya
berbeda satu sama lain. Meskipun persepsi masing-masing individu
berbeda dalam menghadapi realita, tapi individu yang memiliki
penyesuaian diri yang baik memiliki persepsi yang relatif objektif dalam
memahami realita. Persepsi yang objektif ini adalah bagaimana individu
30

mengenali konsekuensi tingkah lakunya dan mampu bertindak sesuai


dengan konsekuensi tersebut.
Sebaliknya, individu yang penyesuaian dirinya buruk dicirikan dengan
adanya kesenjangan antara persepsinya dengan realita yang aktual
sehingga ini membuatnya kurang bisa melihat akibat dari tingkah lakunya.
Akibatnya, individu seringkali mengalami masalah karena kurang mampu
mengenali berbagai akibat dari tingkah laku yang ditimbulkannya.
b. Kemampuan untuk beradaptasi dengan tekanan atau stress dan kecemasan
Pada dasarnya setiap individu tidak senang bila mengalami tekanan
dan kecemasan. Umumnya individu menghindari hal-hal yang
menimbulkan tekanan dan kecemasan dan menyenangi pemenuhan
kepuasan yang dilakukan dengan segera. Namun, individu yang mampu
menyesuaikan diri tidak selalu menghindari munculnya tekanan dan
kecemasan. Kadang individu justru belajar untuk mentoleransi tekanan dan
kecemasan yang dialami dan mau menunda pemenuhan kepuasan selama
itu diperlukan demi mencapai tujuan tertentu yang lebih penting sifatnya.
c. Mempunyai gambaran diri yang positif tentang dirinya
Pandangan individu terhadap dirinya dapat menjadi indikator dari
kualitas penyesuaian diri yang dimiliki. Pandangan tersebut lebih
mengarah pada apakah individu bisa melihat dirinya secara harmonis atau
sebaliknya dia melihat adanya berbagai konflik yang berkaitan dengan
dirinya. Individu yang banyak melihat pertentangan-pertentangan dalam
dirinya, bisa menjadi indikasi adanya kekurangmampuan dalam
penyesuaian diri (maladjusted). Gambaran diri yang positif juga mencakup
apakah individu yang bersangkuran bisa melihat dirinya secara realistik,
yaitu secara seimbang tahu kelebihan dan kekurangan diri sendiri dan
mampu menerimanya sehingga memungkinkan individu yang
bersangkutan untuk dapat merealisasikan potensi yang dimiliki secara
penuh.
d. Kemampuan untuk mengekspresikan perasaannya
Individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dicirikan memiliki
kehidupan emosi yang sehat. Individu tersebut mampu menyadari dan
merasakan emosi atau perasaan yang saat itu dialami serta mampu untuk
mengekspresikan perasaan dan emosi tersebut dalam spektrum yang luas.
31

Selain itu individu yang memiliki kehidupan emosi yang sehat mampu
memberikan reaksi-reaksi emosi yang realistis dan tetap di bawah kontrol
sesuai dengan situasi yang dihadapi. Sebaliknya penyesuaian diri yang
buruk ditandai dengan adanya kecenderungan untuk mengekspresikan
emosi secara berlebihan (over) atau sebaliknya.
e. Relasi interpersonal baik
Individu yang memiliki penyesuaian yang baik mampu mencapai
tingkat keintiman yang tepat dalam suatu hubungan sosial. Individu
mampu bertingkah laku secara berbeda terhadap individu yang berbeda
karena kedekatan relasi, interpersonal antar individu yang berbeda pula.
Individu mampu menikmati disukai dan direspek oleh orang lain di satu
sisi, tetapi juga mampu memberikan respek dan menyukai orang lain.
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ciri-
ciri penyesuaian diri yang baik adalah yang memiliki sikap dan tingkah laku
yang nyata sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, memiliki sikap
menyenangkan terhadap orang lain, bersedia berpartisipasi dan dapat
menjalankan peranannya dengan baik sebagai anggota kelompok, dan memiliki
gambaran diri yang positif, serta dapat mengekspresikan perasaannya.
3. Jenis-jenis Penyesuaian Diri
Menurut Sofyan dan Willis (2011:56) ada beberapa jenis penyesuaian diri,
diantaranya adalah :
a. Penyesuaian Diri di dalam Keluarga
Penyesuaian diri di dalam keluarga yang terpenting ialah penyesuaian
diri terhadap orang tua. Individu dikatakan berhasil menyesuaikan didalam
keluarga apabila ia mampu mengikuti aturan didalam keluarganya
terutama dengan sifat orangtua baik yang otoriter, maupun yang memberi
kebebasan terhadap anaknya.
b. Penyesuaian diri di Sekolah
Yang penting ialah penyesuaian diri terhadap guru, mata pelajaran,
teman sebaya dan lingkungan sekolah. Penyesuaian diri di sekolah
meliputi penyesuaian diri guru mengahadapi murid-muridnya, penyesuaian
siswa terhadap mata pelajaran, penyesuaian diri siswa terhadap teman
sebaya, dan penyesuaian diri siswa terhadap lingkungan fisik dan sosial
sekolah.
32

c. Penyesuaian Diri di Masyarakat


Masyarakat juga amat menentukan bagi penyesuaian diri anak. Karena
sebagian besar waktu anak-anak dihabiskanya di rumah, dan rumah
mereka berada di dalam lingkungan masyarakat. Banyak hal-hal yang
terdapat di lingkungan masyarakat yang dapat menimbulkan kesulitan
dalam penyesuaian diri anak dan perkembanganya. Pemerintah dan
masyarakat yang bijaksana akan menciptakan situasi yang baik bagi
tecapainya tujuan pendidikan dengan jalan menghindarkan hal-hal yang
negatif pada anggota masyarakat dan kegiatan-kegiatanya.
Beberapa persoalan menurut Sofyan dan Willis (2011:56) dalam
rangka penyesuaian diri ini ialah:
1) Bagaimana menimbulkan jiwa pemimpin pada anak dan remaja
2) Anak dan remaja harus belajar menaati norma-norma agama, dan
aturan-aturan masyarakat, serta peraturan pemerintah, tata tertib
sekolah dan patuh terhadap orang tuanya.
3) Meghindarkan konflik psikis yang ditimbulkan oleh adanya
pertentangan antara keinginan remaja dengan tuntutan masyarakat.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan yaitu terdapat 3 jenis
penyesuaian diri diantaranya penyesuaian diri di dalam keluarga,
penyesuaian diri di sekolah, dan penyesuaian diri di masyarakat. Karena
dalam penelitian ini dibatasi penyesuaian diri siswa di lingkungan sekolah
maka penulis hanya mengambil jenis penyesuaian diri di lingkungan
sekolah untuk mengukur penyesuaian diri dalam subjek penelitian.
4. Karakteristik Penyesuaian Diri
Schneider dalam Indrawati & Fauziah, (2012:40-49) mengemukakan
karakteristik peyesuaian diri yang baik yaitu ketiadaan emosi yang berlebihan,
ketiadaan mekanisme psikologis, ketiadaan perasaan frutasi pribadi,
pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri, kemampuan untuk
belajar, kemampuan menggunakan pengalaman masa lalu, sikap realistik dan
objektif. Karakteristik penyesuaian diri yang baik sesuai dengan pendapat
Schneider dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Ketiadaan emosi yang berlebihan
Individu yang mempu menyesuaiakan dir dengan baik akan mampu
merespon masalah dengan tenang dan dengan emosi yang terkontrol,
33

sehingga ia mampu menggunakan logikanya untuk mencari penyelesaian


terhadap masalah yang sedang dihadapinya. Emosi yang dimaksud disini
bukanlah suatu keabnormalan, namun menunjukkan adanya kemampuan
untuk mengontrol emosi dengan baik.
b. Ketiadaan mekanisme psikologis
Mekanisme psikologis merupakan upaya untuk mempertahankan ego
yang dimiliki seperti kompensasi, proyeksi dan rasionalisasi. Individu
yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan baik akan
merasionalisasikan suatu masalah dengan menimpakan kesalahan kepada
orang lain. Sebaliknya, individu yang mempunyai kemampuan
menyesuaikan diri dengan baik akan mengakui kesalahan dan
memperbaikinya jika ia gagal dalam suatu hal.
c. Ketiadaan perasaan frustasi pribadi
Individu yang merasa frustasi akan mengganti reaksinya terhadap suatu
masalah dengan perilaku yang tidak normal sehingga menjadi sulit
menyesuaikan diri. Misalnya siswa yang merasa frustasi dengan hasil
belajarnya, akan menunjukkan perilaku yang tidak terorganisir seperti
marah pada orang yang tidak bersalah.
d. Pertimbangan rasional dan kemampuan mengarahkan diri
Karakteristik yang paling tampak dari individu yang mempunyai
kemampuan penyesuaian diri yang baik adalah mampu berpikir dan
mempertimbangkan suatu hal dengan rasional dan mengarahkan dirinya
untuk menuju pada penyelesaian masalah. Kemampuan ini dipakai pada
semua masalah yang dihadapinya tanpa terkecuali.
e. Kemampuan untuk belajar
Individu yang mampu belajar dari berbagai kejadian yang dialami
dalam hidupnya akan mampu menyesuaikan diri dengan baik ketika
masalah datang padanya. Ia belajar untuk mengenali masalah yang terjadi
agar mampu mencari solusi terhadap masalah tersebut.
f. Kemampuan menggunakan pengalaman masa lalu
Pengalaman masa lalu adalah guru yang paling berharga. Kalimat ini
berlaku pada mereka yang mampu mengambil hikmah/pelajaran dari setiap
kejadian yang terjadi di masa lalu. Mampu menggunakan pengalaman
masa lalu untuk menjadi pelajaran di masa kini dan masa yang akan datang
34

merupakan salah satu karakteristik dari kemampuan penyesuaian diri


individu. Artinya, ketika suatu masalah yang pernah terjadi dahulu, itu
tidak akan terulang kembali pada individu yang mampu menyesuaikan diri
dengan baik.
g. Sikap realistik dan objektif
Sikap realistik dan objektif dimiliki oleh individu yang mempunyai
penyesuaian diri yang baik. Individu ini akan melihat kenyataan secara
realistik dan mampu menerima dengan objektif apapun keadaan yang
dialaminya saat ini. Sikap ini penting dimiliki oleh individu agar ia mampu
bangkit dari keterpurukan yang dialami. Dengan kata lain, ia mampu
menyesuaikan diri dengan baik terhadap masalah apapun yang dialaminya
karena ia mampu melihat masalah tersebut dari perspektif yang realistik
dan objektif.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, karakteristik
menurut Schneider ada 7 (tujuh) yaitu ketiadaan emosi yang berlebihan,
ketiadaan mekanisme psikologis, pertimbangan rasional dan kemampuan
mengarahkan diri, kemampuan untuk belajar, kemampuan menggunakan
pengalaman masa lalu, dan sikap realistik dan objektif.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Menurut Fatimah (2012:199) Proses penyesuaian diri sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian individu itu sendiri, baik
faktor internal maupun eksternal. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Keadaan fisiologis
Kondisi fisik individu mempengaruhi penyesuaian diri, karena keadaan
dari sistem-sistem tubuh yang baik merupakan syarat bagi terciptanya
penyesuaian diri yang baik. Adanya cacat fisik dan penyakit kronis pada
individu, maka akan melatarbelakangi terjadinya hambatan seseorang
dalam menyesuaikan diri.
b. Faktor perkembangan dan kematangan
Bentuk-bentuk dari penyesuain diri individu berbeda pada setiap tahap
perkembangannya. Pada tahap perkembangan tersebut, seorang individu
akan meninggalkan tingkah laku yang kurang baik dalam merespon
lingkungan. Hal tersebut bukan karena sebuah proses pembelajaran saja,
35

namun individu tersebut menjadi lebih matang. Kematangan individu


dalam segi intelektual, moral, sosial dan emosi akan mempengaruhi
bagaimana individu tersebut melakukan penyesuaian diri.
c. Kondisi psikologis
Seorang individu yang sehat dan matang psikologisnya maka akan
dapat menyelaraskan dorongan-dorongan yang ada pada dirinya dengan
tuntutan-tuntutan yang terdapat pada lingkungannya.
d. Keadaan suatu lingkungan
Apabila keadaan suatu lingkungan disekitar individu tersebut damai,
baik, tentram, aman, penuh penerimaan dan pengertian, maka akan dapat
memperlancar proses penyesuaian diri seseorang. Adapun lingkungan
yang dimaksud adalah lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.
e. Faktor budaya dan Agama
Kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan suatu faktor yang dapat
membentuk watak dan tingkah laku individu untuk bisa menyesuaikan diri
dengan baik atau sebaliknya, hal tersebut akan membentuk individu yang
sulit menyesuaikan diri. Sedangkan tingkat agama seseorang juga
merupakan faktor yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik,
frustasi dan ketegangan fisik lain. Tingkat agama seseorang memberikan
nilai dan keyakinan sehingga individu memiliki arti, tujuan dan stabilitas
hidup yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan dan perubahan yang
terjadi dalam hidupnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi penyesuaian diri meliputi kondisi fisik, perkembangan dan
kematangan, kondisi psikologis, kondisi lingkungan, serta keadaan budaya dan
agama. Peran lingkungan turut berperan penting bagi individu sebagai bentuk
respon yang nyata untuk dapat menyesuaikan diri.
E. Kajian Teori Tentang Pembelajaran
1. Pengertian Pembelajaran
Menurut Hamalik dalam M.Hosnan (2014:18) mengemukakan bahwa
pembelajaran sebagai suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur manusia,
material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
36

Menurut Usman (2012:12) mengemukakan bahwa, pembelajaran adalah


inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang
peranan utama. Pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Dimyati (2006:18) mengemukakan bahwa, pembelajaran adalah
suatu kegiatan yang kompleks, pembelajaran pada hakekatnya tidak hanya
sekedar menyampakan pesan tetapi juga merupakan aktivitas profesional yang
menuntut guru dapat menggunakan keterampilan dasar mengajar secara
terpadu serta menciptakan situasi efisien.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan
bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
2. Prinsip Pembelajaran
Prinsip pembelajaran dan teori merupakan satu kesatuan yang saling
berkaitan dalam dunia pendidikan. Pemahaman prinsip pembelajaran dari para
ahli pakar pendidikan ada yang memiliki kesamaan dan juga perbedaan.
Peristiwa ini merupakan hal wajar sebab mengingat keberagaman yang ada
pada para ahli yang dimulai dari latar belakang pendidikan, sosial, agama dan
perbedaan lainnya.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2015:42) prinsip-prinsip pembelajaran
dapat dikembangkan sebagai berikut:
a. Perhatian dan Motivasi
Perhatian merupakan yang terpenting dalam kegiatan belajar sehingga
peserta didik akan merasakan kenyamanan dalam menyampaikan sutau
suatu pendapat. Sedangkan motivasi itu minat siswa, dimana kegiatan
pembelajaran yang menarik akan menimbulkan siswa tertarik perhatiannya
sehingga dia termotivasi untuk mempelajarinya.
37

b. Keaktifan
Keaktifan merupakan sebuah tingkah laku yang ditampakan oleh
peserta didik dalam menerima proses pembelajaran berlangsung. Mulai
dari kegiatan fisik yang mudah kita amati sampai kegiatan psikis yang
susah untuk diamati. Peserta didik akan terlihat aktif dan mengikut proses
pembelajaran dengan baik.
c. Keterlibatan
Keterlibatan atau yang lebih dikenal dengan pengalaman peserta didik
merupakan proses pembelajaran yang mengacu pada peserta didik yang
bekerja daripada guru yang mentransfer ilmu kepada peserta didik
sehingga akan menghasilkan pengalaman pengetahuan yang dirasakan
oleh peserta didik dalam proses pembelajaran yang berlangsung.
d. Pengulangan
Prinsip pembelajaran yang menekankan pentingnya pengulangan yang
barangkali paling tua seperti yang ditemukan oleh teori psikologi daya.
Belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri dari
daya mengamat, menangkap, mengingat, menghayal, merasakan, berpikir
dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya
tersebut akan berkembang.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, prinsip-prinsip
pembelajaran terbagi menjadi 4 (empat) yaitu perhatian dan motivasi,
keaktifan, keterlibatan, serta pengulangan.
3. Ciri-ciri Pembelajaran
Implikasi ciri-ciri pembelajaran dalam pandangan lingkungan belajar yang
konstruktif menurut Hujono dalam Trianto (2014:21) yaitu sebagai berikut:
a. Menyediakan pengalaman belajar dalam mengaitkan pengetahuan baru
dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga belajar merupakan
proses pembentukan pengetahuan.
b. Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar.
c. Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistik, dan relevan
dengan melibatkan pengalaman pengalaman konkret.
d. Mengintegrasikan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi
dan kerja sama antar siswa.
e. Memanfaatkan berbagai media agar pembelajaran lebih menarik.
38

f. Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga lebih menarik dan
siswa mau belajar.
Sedangkan di dalam buku kurikulum dan pembelajaran menurut Oemar
Hamalik (2011:57) mengemukakan bahwa ciri-ciri pembelajaran sebagai
berikut:
a. Rencana ialah penataan ketenagaan material dan prosedur, yang
merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran, dalam suatu rencana khusus.
b. Saling ketergantungan (interdependence), antara unsur-unsur sistem
pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat
esensial, dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem
pembelajaran.
c. Tujuan sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak
dicapai. Ciri menjadi dasar perbedaan antara sistem yang dibuat oleh
manusia dan sistem yang alami (natural). Sistem yang diibuat manusia
seperti: sistem transportasi, sistem komunikasi, sistem pemerintahan,
semuanya memiliki tujuan. Sistem alami (natural) seperti: sistem ekologi,
sistem kehidupan hewan, disusun sesuai dengan rencana tertentu, tetapi
tidak mempunyai tujuan tertentu. Tujuan utama sistem pembelajaran agar
siswa belajar, tugas seorang perancang sistem ialah mengorganisasi
tenaga, material, dan prosedur, agar siswa belajar secara efisien dan
efektif.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, ciri-ciri
pembelajaran menurut Hujono ada 6 (enam) point yang menjadi ciri-ciri
pembelajaran sedangkan menurut Oemar Hamalik ada 3 (tiga) yang menjadi
ciri-ciri pembelajaran.
4. Tujuan Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses kegiatan
secara berkelanjutan dalam rangka perubahan perilaku peserta didik. Hal ini
sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa: Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
39

Sedangkan menurut Permendiknas RI No.52 Tahun 2008 menyatakan


bahwa: Tujuan Pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata
pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam
memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta
menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
pembelajaran adalah suatu rancangan proses belajar agar peserta didik secara
aktif berkembang dalam meningkatkan potensi dirinya dan dapat mengukur
prestasi belajar peserta didik.
5. Model Pembelajaran
Menurut Joyce & Weil (2013:133) menyatakan bahwa, model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang
lain.
Menurut Annurahman (2013:146) menyatakan bahwa, model
pembelajaran adalah sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para
perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan
melakasanakan aktivitas pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran merupakan suatu pedoman berupa rencana yang dilakukan oleh
guru berupa kerangka konseptual yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam merencanakan
dan melaksanakan kegiatan pembelajaran dan upaya mengimplementasikan
rencana pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan
yang telah disusun dapat tercapai secara optimal, maka diperlukan suatu
metode yang digunakan untuk merealisasikan strategi pembelajaran
menggunakan beberapa metode.
6. Hasil Pembelajaran
Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan.
Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek
40

dalam mengajar. Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya


dilakukan sesorang guru sebagai pengajar.
Dari konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu
dalam satu kegiatan. Diantara keduanya itu terjadi interaksi dengan guru.
Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa
mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas itu tanpa adanya intervensi
orang lain sebagai pengajar.
Menurut Bloom (2006:26) menyatakan bahwa, ada tiga ranah hasil belajar
siswa yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
a. Kawasan Kognitif
Perilaku yang merupakan proses berfikir atau perilaku yang termasuk
hasil kerja otak. Beberapa kemampuan kognitif tersebut, antara lain
sebagai berikut:
1) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah
dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan
dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode.
2) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna
tentang hal yang dipelajari peserta didik.
3) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah
untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya
menggunakan prinsip.
4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam
bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan
baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil.
5) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya
kemampuan menyusun suatu program kerja.
6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang
beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. Misalnya, kemampuan
menilai hasil karangan.
b. Kawasan Afektif
Kawasan afektif meliputi tujuan belajar berkenaan dengan minat,
sikap, dan nilai serta pengembangan penghargaan dan penyesuaian diri.
Kawasan ini dibagi menjadi lima jenjang tujuan, yaitu sebagai berikut:
41

1) Penerimaan, yang mencakup kepekaan tentang hal tertentu dan


kesediaan memperhatikan hal tersebut. Misalnya, kemampuan
mengakui adanya perbedaan-perbedaan dalam suatu pengajaran.
2) Partisipasi, yang mencakup kerelaan, kesediaan memperhatikan, dan
berpartisipasi dalam suatu kegiatan. Misalnya, mematuhi aturan, dan
berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
3) Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup menerima suatu nilai,
menghargai, mengakui, dan menentukan sikap. Misalnya, menerima
suatu pendapat orang lain.
4) Organisasi, yang mencakup kemampuan membentuk suatu sistem nilai
sebagai pedoman dan pegangan hidup. Misalnya menempatkan nilai
dalam suatu skala nilai dan dijadikan pedoman bertindak secara
bertanggung jawab
5) Pembentukan pola hidup, yang mencakup kemampuan mengahayati
nilai dan membentuknya menjadi pola nilai kehidupan pribadi.
Misalnya kemampuan mempertimbangkan dan menunjukkan tindakan
yang berdisiplin.
c. Kawasan Psikomotor
Tujuh jenjang tujuan belajar ranah psikomotor, ketujuh jenjang tujuan
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Persepsi, yang mencakup kemampuan memilah-milahkan
(mendeskriminasikan) hal-hal secara khas, dan menyadari adanya
perbedaan yang khas tersebut. Misalnya, pemilahan warna, angka 6
(enam), dan 9 (sembilan), huruf b dan d.
2) Kesiapan, yang mencakup kemampuan penempatan diri dalam keadaan
di mana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan.
Kemampuan ini mencakup jasmani dan rohani. Misalnya, posisi start
lomba lari.
3) Gerakan terbimbing, mencakup kemampuan melakukan gerakan sesuai
contoh, atau gerakan peniruan. Misalnya, meniru gerak tari, membuat
lingkaran di atas pola.
4) Gerakan yang terbiasa, yang mencakup kemampuan melakukan
gerakan-gerakan tanpa contoh. Misalnya, melakukan lompat tinggi
dengan tepat.
42

5) Gerakan kompleks, yang mencakup kemampuan melakukan gerakan


atau keterampilan yang terdiri dari banyak tahap, secara lancar, efisien,
dan tepat. Misalnya bongkar-bongkar peralatan secara tepat.
6) Penyesuaian pola gerakan, yang mencakup kemampuan mengadakan
perubahan dan penyesuaian pola gerak-gerik dengan persyaratan
khusus yang berlaku. Misalnya, keterampilan bertanding.
7) Kreativitas, mencakup kemampuan melahirkan pola gerak-gerak yang
baru atas dasar inisiatif sendiri. Misalnya, kemampuan membuat tari
kreasi baru.
Berikut dikemukakan definisi hasil belajar menurut para ahli:
a. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian
dan sikap-sikap, serta apersepsi dan abilitas. Dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan
proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran (Hamalik,
2013:15).
b. Hasil belajar merupakan prestasi belajar siswa secara keseluruhan yang
menjadi indikator kompetensi dan derajat perubahan perilaku yang
bersangkutan. Kompetensi yang harus dikuasai siswa perlu dinyatakan
sedemikian rupa agar dapat dinilai sebagai wujud hasil belajar siswa yang
mengacu pada pengalaman langsung (Mulyasa, 2006:44).
c. Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi setelah mengikuti
proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan (Purwanto,
2012:107).
d. Hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam bentuk angka-angka atau
skor setelah diberikan tes hasil belajar pada setiap akhir pembelajaran.
Nilai yang diperoleh siswa menjadi acuan untuk melihat penguasaan siswa
dalam menerima materi pelajaran (Dimyati, 2006:200).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah penilaian hasil yang dicapai oleh setiap siswa dalam ranah
kognitif, afektif dan psikomotor yang diperoleh setelah mengikuti proses
belajar.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Latar Penelitian
Pada penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk
memperoleh gambaran mengenai penyesuaian diri pada pembelajaran siswa kelas
VII C SMP PGRI Kasihan. Penelitian ini akan lebih cenderung diperoleh melalui
wawancara. Penelitian di lakukan di SMP PGRI Kasihan dengan kepala SMP
PGRI Kasihan adalah Anjarwati, S.T. Yang berlokasi di Jl. PGRI II No.05,
Sonosewu, Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan, Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta 55812.
Menurut Afrizal (2016:13) menyatakan bahwa, penelitian kualitatif adalah
metode penelitiam ilmu-ilmu sosial yang mengumpulkan dan menganalisis data
berupa kata-kata (lisan maupun tulisan) dan perbuatan-perbuatan manusia serta
penelitian tidak berusaha menghitung atau mengkuantifikasikan data kualitatif
yang telah diperoleh dan dengan demikian tidak menganalisis angka-angka.
Sedangkan menurut Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2013:5) menyatakan
bahwa, penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar ilmiah,
dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan
melibatkan berbagai metode yang ada.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang
mengumpulkan dan manganalisis data dengan latar ilmiah serta tidak berusaha
menghitung data atau tidak menganalisis angka.
B. Cara Penelitian
Subjek penelitan ini adalah siswa kelas VII C, proses pengambilan data
melalui instrumen pengumpulan data yaitu observasi, wawancara dan
dokumentasi. Observasi dilakukan di SMP PGRI Kasihan, untuk mengamati
penyesuaian diri dalam pembelajaran siswa kelas VII C, kemudian akan
melaksanaan wawancara, wawancara ini dibuat supaya pembicaraan atau
pembahasan dengan siswa lebih terarah dan peneliti mendapatkan informasi
dengan jelas dan lengkap. Proses melakukan wawancara akan dilaksanakan secara
langsung di sekolah, alasan peneliti melakukan proses wawancara dengan cara
seperti itu dikarenakan dapat hasil yang diinginkan oleh peneliti, dan dokumentasi

43
44

adalah pelengkap informasi berikutnya supaya informasi yang di dapat lebih


lengkap. Pada saat dokumentasi, peneliti mengambil gambar atau foro kegiatan
setelah proses wawancara berakhir.
C. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data atau
dapat disebut sebagai data utama. Sedangkan data sekunder merupakan data yang
dikumpulkan oleh peneliti dari sumber yang telah tersedia sehingga peneliti dapat
disebut sebagai tangan kedua, (Mulyadi, 2016:144).
Menurut Lofland dalam Moleong (2013:157) menyatakan bahwa, sumber data
utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah
tambahan seperti dokumentasi dan lain-lain. Sumber data akan diambil dari hasil
observasi, hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi. Data yang
digunakan dalam penelitian ini di antaranya sebagai berikut:
a. Data Primer
Menurut Sugiyono (2012:37) data primer adalah data yang diperoleh
langsung dari objek yang diteliti, melalui observasi dan wawancara kepada
berbagai sumber data. Data primer adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian.
Data primer disebut juga data asli atau data baru yang bersifat up to date.
b. Data Sekunder
Data sekunder menurut Sugiyono (2012:37) data sekunder adalah data
yang diperoleh secara tidak langsung misalnya, melalui orang lain atau
dokumentasi dengan memanfaatkan sumber-sumber yang berkaitan dan dapat
mendukung objek yang diteliti seperti buku-buku, jurnal, dan laporan
penelitian ilmiah serta data-data internet.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, data dan sumber data
yang digunakan dalam penelitian ada dua yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dan data utama, sedangkan data
sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti dari sumber yang telah
tersedia sehingga dapat disebut tangan kedua. Kemudian sumber data yang utama
dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya dokumentasi.
45

D. Metode Pengumpulan Data


Sugiyono (2015:224) Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama adalah mendapatkan data.
Teknik pegumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
1. Metode Observasi
a. Pengertian Observasi
Observasi adalah cara mengumpulkan data dengan jalan mengamati
langsung terhadap objek yang di teliti. Peneliti menggunakan observasi
non partisipatif yang artinya peneliti hanya melakukan pengamatan biasa,
Rubiyanto (2011:85).
Menurut Arikunto dalam Imam Gunawan (2013:143) menyatakan
bahwa, observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengadakan peneliti secara teliti, serta pencatatan
secara sistematis.
Menurut Rachman (2015:93) menyatakan bahwa, observasi adalah
sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang
tampak pada objek penelitian. Observasi akan dilakukan oleh peneliti di
SMP PGRI Kasihan untuk mengetahui Siswa kelas VII yang mengalami
penyesuaian diri yang rendah.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, observasi adalah
cara untuk mengumpulkan data secara langsung yang dicatat secara
sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Untuk
mengetahui siswa yang mengalami penyesuaian diri yang rendah.
b. Macam-macam Observasi
Macam-macam observasi menurut Djam’an Satori (2012:113-114)
sebagai berikut:
1) Observasi partisipan dan non partisipan, penentuannya tergantung pada
apa yang dikehendaki oleh peneliti untuk ambil bagian dari situs yang
sedang dipelajari.
2) Kentara dan tidak kentara melalui penelusuran fisik, tergantung pada
apakah subyek yang dipelajari bisa mendeteksi observasi atau tidak
jika menggunakan salah satu cara tersebut.
46

3) Observasi dalam setting alami atau buatan, setting alami biasanya


digunakan untuk mengobservasi kapan dan dimana perilaku tertentu
dari subyek. Observasi buatan dilakukan dalam rangka meningkatkan
perilaku tertentu dari subyek.
4) Observasi tersamar dan tak tersamar, tergantung apakah subyek yang
diobservasi sadar bahwa mereka sedang diteliti atau tidak.
5) Observasi terstruktur dan tak terstruktur, yang mengacu pada panduan
atau daftar ceklis yang digunakan untuk mengamati aspek perilaku
yang sedang cacat.
6) Observasi langsung (direct) dan tak langsung (indirect), tergantung
pada perilaku yang diobservasi apakah sedang terjadi atau telah terjadi.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode observasi
partisipan untuk mengamati peristiwa sebagaimana yang terjadi di
lapangan secara alamiah, dimana peneliti mendatangi langsung lokasi
penelitian yaitu SMP PGRI Kasihan. Pada teknik ini, peneliti melibatkan
diri atau berinteraksi secara langsung pada kegiatan yang dilakukan oleh
subjek dengan mengumpulkan data secara sistematis dari data yang
diperlukan.
c. Kelebihan Observasi
1) Tidak tergantung pada self report.
2) Dapat meneliti beberapa gejala.
3) Memungkinkan pencatatan secara bersamaan dalam suatu peristiwa.
4) Observasi tidak menuntun objek berada di dalam objek-objek tertentu.
5) Banyak kejadian penting yang tidak dapat diperoleh apabila tidak
menggunakan metode observasi.
d. Kekurangan Observasi
1) Kemampuan manusia untuk menyimpan secara akurat terdapat kesan
yang diperoleh dari hasil pengamatan sangat terbatas, baik dalam hal
jumlah maupun lamanya kesan (informasi) itu bisa disimpan.
Akibatnya ada sesuatu yang mungkin hilang atau tidak lengkap.
2) Cara pandang individu terhadap objek yang sama juga belum tentu
sama, sebab setiap orang memiliki frame yang unik yang berbeda
dengan orang lain, akibatnya kesan dan penilaiannya juga tidak sama.
47

3) Kesan seseorang terhadap suatu objek tidak selalu sama, akibatnya


penafsiran tinggi atau rendah mendasarkan pada sifat yang menonjol.
2. Metode Wawancara
a. Pengertian Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang memiliki suatu tujuan tertentu
oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan narasumber yang memberikan
jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara (Maleong,
2013:186).
Menurut Nasution dalam Sugiyono (2016 :137) Wawancara digunakan
sebagai teknik pengumpulan data apabila ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga
apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil. Wawancara dilakukan
dengan menwawancarai Guru BK dan Siswa Kelas VII.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, Wawancara
berguna untuk mengumpulkan informasi yang di lakukan antara
pewawancara dan narasumber. Hal ini dimaksudkan guna memperoleh
gambaran tentang bagaimana cara Guru Bimbingan dan Konseling dalam
meningkatkan penyesuaian diri dalam pembelajaran.
b. Jenis-jenis Wawancara
Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2009:73) membagi wawancara
menjadi tiga jenis, yaitu wawancara terstruktur, wawancara semi
terstruktur dan wawancara tak terstruktur.
1) Wawancara terstruktur
Wawancara ini disebut juga wawancara terkendali, yang
dimaksudkan adalah bahwa seluruh wawancara didasarkan pada suatu
sistem atau daftar pertanyaan yang ditetapkan sebelumnya. Wawancara
terstruktur ini mengacu pada situasi ketika seorang peneliti
melontarkan sederet pertanyaan kepada responden berdasarkan
kategori-kategori jawaban tertentu atau terbatas. Namun, peneliti dapat
juga menyediakan ruang bagi variasi jawaban, atau peneliti dapat juga
menggunakan pertanyaan terbuka yang tidak menuntut keteraturan,
hanya saja pertanyaan telah disiapkan terlebih dahulu oleh peneliti.
2) Wawancara semi terstruktur
48

Wawancara semi terstruktur adalah proses wawancara yang


menggunakan panduan wawancara yang berasal dari pengembangan
topik dan mengajukan pertanyaan, penggunaanya lebih fleksibel
daripada wawancara tertsruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini
adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana
pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya.
3) Wawancara tak terstruktur
Wawancara tak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana
peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun
secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya, pedoman
yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang
akan ditanyakan. Ciri dari wawancara tak terstruktur adalah kurang di
intrupsi atau arbiter, biasanya teknik wawancara ini digunakan untuk
menemukan informasi yang bukan baku atau informasi tunggal,
dengan waktu wawancara dan cara memberikan respon jauh lebih
bebas iramanya dibanding wawancara terstruktur.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara secara
tidak terstruktur. Tujuan peneliti menggunakan wawancara tak terstruktur,
yaitu untuk menjalin keakraban dengan responden, sehingga membuat
responden tidak menutup-nutupi keadaan yang sebenarnya, atau menjawab
pertanyaan hanya untuk menyenangkan pewawancara, dengan cara seperti
itu, maka akan diperoleh jawaban-jawaban spontanitas dari responden.
Dalam kegiatan wawancara tersebut, peneliti menggunakan buku dan alat
tulis untuk mencatat, dan merangkum hasil dari wawancara.
c. Kelebihan wawancara
1) Kerjasama yang baik dari responden dapat dilakukan.
2) Pewawancara dapat melakukan probing (rangsangan, dorongan) untuk
memperoleh informasi lebih lengkap dan akurat.
3) Bantuan visual khusus atau alat penilai lainnya dapat dilakukan.
4) Responden yang tidak mempunyai pengetahuan dapat diidentifikasi.
5) Pewawancara dapat menyaring responden sesuai dengan yang
dibutuhkan.
d. Kelemahan wawancara
1) Biaya mahal jika responden tidak dapat diakses.
49

2) Membutuhkan pewawancara yang terlatih.


3) Waktu pengumpulan data lama.
4) Beberapa responden tidak mau berbicara dengan orang yang tidak
kenal.
3. Metode Dokumentasi
Menurut Suharsimi (2002:206) dokumentasi dilakukan dengan mencari
data berupa catatan maupun dokumen tertulis lainnya. Menurut Harsono
(2008:165) adalah pengambilan data yang diproses melalui dokumen-
dokumen. Metode dokumentasi dipakai untuk mengumpulkan data dari
sumber-sumber dokumen yang mungkin atau bahkan berlawanan dengan hasil
wawancara. Sedangkan menurut Basrowi (2008:158) menyatakan bahwa
metode dokumentasi merupakan suatu cara pengumpulan data melalui
peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku
mengenal pendapat, dalil yang berhubungan dengan masalah penyelidikan.
Dalam penelitian ini dokumentasi diperoleh dari program kerja
harian/bulanan/tahunan yang disusun oleh guru bimbingan dan konseling.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, dokumentasi
mencari data yang berupa catatan maupun dokumen tertulis lainnya, untuk
mengumpulkan data dari sumber-sumber dokumen. Prosedur pengumpulan
data dengan menggunakan dokumentasi ini bertujuan untuk memperoleh data
dokumentasi secara tertulis serta berupa bukti gambar (foto) tentang hasil
Peran Guru Bimbingan dan Konseling dalam Meningkatkan Penyesuaian Diri
dalam Pembelajaran Siswa Kelas VII C SMP PGRI Kasihan.
E. Teknik Analisis Data
Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Menurut
Bogdan dan Biklen (Moleong 2010:248) Mengemukakan bahwa, analisis data
kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilih-milihnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting
dan apa yang dipelajari dan memusatkan apa yang dapat diceritakan kepada orang
lain. Sedangkan menurut Sugiyono (2018:132-143) mengungkapkan bahwa,
aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas.
50

Setelah data terkumpul melalui teknik pengumpulan data, Setelah data


terkumpul melalui teknik pengumpulan data, selanjutnya adalah menganalisis data
tersebut. Analisa terhadap data kualitatif ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang
terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data dan kesimpulan atau
verifikasi.
1. Reduksi Data
Pada suatu penelitian pasti akan mendapat data yang banyak dan beragam,
karena itulah diperlukan analisis data. Djam’an dan aan (2013:218)
berpendapat bahwa data yang diperoleh dan ditulis dalam bentuk laporan atau
data yang terperinci, laporan yang disusun berdasarkan data yang direduksi,
dirangkum, serta diambil hal-hal pokok yang berfokus pada hal-hal yang
penting. Reduksi data ini dilakukan dengan memilih data yang diperlukan
dalam penelitian tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa, mereduksi berarti merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan
polanya. Mereduksi data akan mempermudah dan akan memperjelas dalam
memberikan gambaran yang telah diperoleh di lapangan serta dapat
mempermudah peneliti ketika melakukan pengumpulan data berikutnya.
Selain itu, peneliti dapat memilah-milah mana yang relevan atau sesuai
dengan fokus penelitian, sehingga akan dapat menjawab pertanyaan penelitian.
2. Penyajian Data
Data display merupakan suatu cara untuk memperlihatkan data mentah
sehingga terlihat perbedaan antara data yang diperlukan dalam penelitian dan
data yang tidak diperlukan (Zulfa, 2010:132).
Sedangkan fungsi dari display adalah untuk memudahkan dalam
memahami apa yang terjadi serta merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan
dengan yang telah dipahami (Djam’an & Aan, 2013:219).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, penyajian data yang
dimaksudkan agar mudah dipahami apa yang terjadi sebenarnya di lapangan,
dapat merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.
3. Kesimpulan dan Verifikasi
Menurut Djam’an dan Aan (2013:219) menyatakan bahwa, suatu
kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, serta dapat
berubah jika tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung data
51

yang dikumpulkan, tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap


awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat penelitian
kembali ke lapangan pengumpulan data, maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang kredibel (dapat dipercaya).
Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat
menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga
tidak, karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah
dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang
setelah peneliti berada di lapangan.
F. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk mengetahui keabsahan dan kevalidan data yang didapat oleh peneliti,
maka dilakukan pengecekan sebagai pembanding terhadap data. Menurut
Moleong (2010:330) menyatakan bahwa, triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Menurut Sugiyono (2008:372) teknik triangulasi ada tiga yaitu triangulasi
sumber, triangulasi teknik dan triangulasi waktu. Berikut penjelasan mengenai
ketiga teknik, yaitu:
1. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Menguji
keabsahan data mengenai sikap siswa, maka penghimpunan data dan
pengecekan data yang sudah didapat akan dilaksanakan ke teman siswa, orang
tua dan guru.
2. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Data
didapat dengan cara observasi yang selanjutnya diuji dengan wawancara, dan
dokumentasi.
3. Triangulasi Waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang
dikumpulkan dengan teknik wawancara bisa pagi hari pada saat narasumber
masih segar dan belum banyak masalah, itu akan memberikan data yang lebih
valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas
52

data dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara,


observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda, maka
dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian
datanya.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi sumber. Triangulasi
sumber artinya peneliti membandingkan dan mengecek kembali data atau
informasi yang diperoleh dari sumber data yang berbeda, sehingga dapat diketahui
apakah informasi yang diberikan tetap sama dan konsisten.
DAFTAR PUSTAKA

Afrizal. 2016. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pres.

Al-Tabany, Trianto Ibnu Badar, 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif,


Progresif, dan Kontekstual. Jakarta: Prenadamedia Group.

A.M, Sadirman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar-ed.I. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

_____________. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT Rineka Cipta.


Jakarta

Dewa Ketut Sukardi. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan


Konseling di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.

__________________. 2010. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan


Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Dimyati dan Mudjiono. 2015. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Djam’an Satori dan Aan Komariah. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.

Elfi Mu’awanah. 2004. Mengenal Bimbingan dan Konseling. Jakarta : PT Bina Ilmu.

Ghufron, M. N. dan Rini Risnawati, S. 2014. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta:


ArRuzz Media

Hallen. A. 2005. Bimbingan dan Konseling. Ciputat : Quantum Teaching

Oemar Hamalik. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta. PT Bumi Aksara.

_____________. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta. PT Bumi Aksara.

Hasan, S. A., & Handayani, M. M. (2014). Hubungan antara Dukungan Sosial


Teman Sebaya dengan Penyesuaian Diri Siswa Tunarungu di Sekolah
Inklusi. Psikologi Perkembangan Dan Pendidikan, 3(2), 128–135.

Hosnan. M. 2014. Pendekatan saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad


21. Bogor: Ghalia Indonesia.

Indrawati, E. S., & Fauziah, N. 2012. Attachment dan Penyesuaian Diri dalam
Perkawinan. Jurnal Psikologi Undip, 1(4), 40–49.
https://doi.org/10.14710/JPU.11.1.10

Imran. 2010. Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya

53
54

Kusno Effendi. 2016. Proses dan Keterampilan Konseling. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

Neviyarti. 2009. Pelayanan Bimbingan dan Konseling Berorientasi Khalifah Fil.


Bandung. Alfabeta

Mashudi, Toha dkk, (2007:3). Pembelajaran di SD. Diakses dari laman web pada
tanggal 23 November 2021 pukul 20.00 WIB dari:
http:/masguruonline.wordpress.com/2013/05/20/karakteristikumumpembela
jarandisekolahdasar/

Miftahul Ulum. 2011. Demitologi Profesi Guru. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press.

Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Namora Lumongga. 2011. Memahami Dasar-dasar Konseling Teori dan Praktek.


Jakarta: Kencana

Prayitno dan Amti, E. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.

Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

________. 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta.

________. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Samsul Munir. 2013. Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta : Amzah

Sofyan S. Willis. 2004. Konseling Individual (Teori dan Praktek). Bandung : CV :


Alfabeta

______________. 2011. Remaja dan Masalahnya. Bandung: ALFABETA

Sunarto. dan Hartono, Agung. 2013. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT


Rineka Cipta

Suparlan. 2008. Menjadi Guru Efektif. Yogyakarta: Hikayat

Syaiful Bahri Djamarah. 2015. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Anak Didik.
Jakarta: Rineka Cipta.

Syamsu dan Juntika. 2012. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya Offset.

Syamsu Yusuf, et.al. 2006. Landasan Bimbingan & konseling. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.

Tidjan, dkk. 2000. Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah. UNY Press:
Yogyakarta.
55

Tohirin. 2014. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis


Intregasi). Jakarta : PT Raja Gragindo Persada.

Wahyudin Dinn, Supriadi dan Abduhak Ishak, 2007. Pengantar Pendidikan. Jakarta:
Universitas Terbuka.

Zainal Arifin. 2012. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung:
Remaja Rosda Karya.

Anda mungkin juga menyukai