Kelompok 8 (Etika Bisnis)

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ETIKA KEUTAMAAN BHAGAVAD GITA DAN KEARIFAN LOKAL


SEBAGAI PEDOMAN ETIKA BISNIS
Dosen Pengampu: Dr. Desak Nyoman Sri Werastuti, S.E., Ak., M.Si

Disusun Oleh Kelompok 8

Sita Asyri Wulandari 2210810264


Nanda Kartika Sari 2210810267
Farel Damariky Lumintang 2210810268

Program Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi
Universitas Pendidikan
Ganesha Singaraja
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kesehatan dan rahmat-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengansebaik-baiknya. “Makalah tentang Etika Keutamaan Bhagavad Gita dan Kearifan
Lokal Sebagai Pedoman Etika Bisnis”
Makalah ini dibuat untuk menambah wawasan dan pengetahuan khususnya bagi teman-teman
dan bagi pembaca pada umumnya. Kami mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah
membantu , sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima
kasih kepada dosen pengampu mata kuliah “Etika Bisnis dan Profesi Berparadigma Tri Hitha
Karana'', Dr. Desak Nyoman Sri Werastuti, S.E., Ak., M.Si. yang telah memberikan bimbingan dan
saran yang berharga dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Demikian pula kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini kami masih banyak
kekurangan dan kesalahan baik dalam segi substansi maupun tata bahasa. Namun, kami tetap
berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari penulisan makalah ini sangat kami harapkan dengan harapan sebagai masukan dalam
perbaikan dan penyempurnaan pada makalah kami berikutnya. Untuk itu kami ucapkan terimakasih.

Singaraja, 22 November 2022


Kelompok 8

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah ..............................................................................................2
1.3 Tujuan ...............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................3


2.1 Pelanggaran Etika ..............................................................................................3
2.2 Pengertian Kearifan Lokal .................................................................................3
2.3 Bhagavadgita sebagai etika keutamaan .............................................................4
2.4 Etika keutamaan Bhagavadgita sebagai etika bisnis .........................................6
2.5 Mitra kerja : dilengkapi mudita, karuna dan upeksa .........................................7
2.6 Kearifan lokal : Persayaratan SDM dan pola kerjanya......................................7
2.7 Sesana manut linggih, linggih manut sasana .....................................................7
2.8 Kearifan lokal pada payu sebagai etika bisnis ...................................................8

BAB III PENUTUP ...........................................................................................................9


3.1 Kesimpulan .......................................................................................................9
3.2 Saran .................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Untuk mencapai suatu tujuan pembangunan yang berkeadilan dan pemerataan perlu
adanya sektor bisnis yang strategis dalam sebuah masyarakat. Tujuan bisnis tidak semata mata
berorientasi hanya memperoleh keuntungan, namun juga untuk: pengadaan barang dan jasa,
kesejahteraan pemilik faktor produksi dan masyarakat, full employment, keberadaan
perusahaan dalam jangka panjang, kemajuan dan pertumbuhan, prestise dan prestasi. Dalam
sebuah bisnis etika juga harus diterapkan agar apa yang ingin dicapai oleh sebuah perusahaan
sesuai dengan target yang sudah ditentukan.
Kearifan lokal merupakan aturan, kebiasaan dan nilai nilai yang dianut oleh
masyarakat sebagai hasil upaya kognitif atau masyarakat setempat yang dianggap baik dan
bijaksana yang dilaksanakan dan dipatuhi oleh masyarakat tersebut. Gagasan-gagasan dari
kearifan lokal tersebut dapat terwujud ke dalam berbagai bentuk, mulai dari kebiasaan-
kebiasaan, aturan, nilai-nilai, tradisi, bahkan agama yang dianut masyarakat setempat
(Pratikto, 2015). Kearifan lokal pada suku bangsa di Indonesia dapat dijadikan sebagai
sumber nilai dalam membentuk karakter bangsa indonesia dan menjadi modal sosial dan
bisnis bangsa untuk berperan dalam budaya global. Kepercayaan (mutual trust) dan jaringan
kerjasama menjadi sumber nilai dalam membangun elemen elemen modal sosial dan modal
bisnis dalam kearifan lokal.
Masyarakat Jepang dan masyarakat Bali contohnya yang merupakan dari luar dan
dalam negeri, bagaimana kearifan lokal masih dipegang dengan kuat oleh masyarakatnya.
Kedua wilayah yang sangat berbeda ini bukannya meredup dengan nilai-nilai lokalnya,
namun justru memiliki kekuatan di bidangnya masing-masing yang begitu menonjol. Jepang
menjadi negara industri paling maju di Asia bahkan dunia melalui penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi tingginya, sedangkan Bali berkembang melalui industri
pariwisatanya yang tidak hanya diakui di dalam negeri, tetapi juga diakui dunia. Kedua contoh
diatas menunjukkan bahwa kearifan lokal dapat dijadikan sebagai sumber etika bisnis.
Kearifan lokal memberi norma-norma yang dapat dipedomani masyarakat dalam bertingkah
laku sehari-hari dan dapat membentuk karakter manusia yang taat terhadap norma-norma
yang mengatur kehidupan, agar tercipta ketertiban, ketentraman, keadilan dalam kehidupan
bersama.
Dalam agama Hindu etika dikatakan ilmu yang mempelajari tata nilai, tentang baik
dan buruknya suatu perbuatan apa yang harus dikerjakan atau dihindari, sehingga tercipta
hubungan yang baik diantara sesama manusia. Untuk itu dalam etika bisnis berbasis kearifan
lokal ini tentunya etika sangat erat kaitannya karena dalam sebuah perusahaan untuk
menjalankan sebuah bisnis perlu ada etika atau tingkah laku yang diterapkan. Dalam ajaran
Agama Hindu sangat banyak mantra-mantra atau sloka-sloka yang menyangkut tentang
pendidikan etika. Sloka Bhagawadghita menurut agama Hindu ini berarti segala korban suci
dimaksudkan untuk mencapai status pengetahuan yang lengkap, kemudian memperoleh
pembebasan dari kesengsaraan material, dan akhirnya menekuni cinta-bhakti rohani kepada
Tuhan Yang Maha Esa
Untuk tahu pembelajaran etika bisnis berbasis kearifan local makalah ini bertujuan
untuk membahas tentang pentingnya etika bisnis berbasis kearifan lokal sebagai sumber etika
bisnis serta sebagai pembelajaran etika bisnis.

1
1.2 Rumusan Masalah

1) Apa yang dimaksud dengan Laba+Loba = Pelanggaran Etika?


2) Apa yang dimaksud dengan kearifan lokal?
3) Bagaimana Bhagavadgita sebagai etika keutamaan?
4) Bagaimana Etika keutamaan Bhagavadgita sebagai etika bisnis?

1.3 Tujuan Masalah

1) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Laba+Loba = Pelanggaran Etika


2) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kearifan lokal
3) Untuk mengetahui bagaimana Bhagavadgita sebagai etika keutamaan
4) Untuk mengetahui bagaimana Etika keutamaan Bhagavadgita sebagai etika bisnis

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Laba+Loba = Pelanggaran Etika


Laba+loba= pelanggaran etika artinya keinginan kuat untuk mendapatkan laba,
berdasarkan keserakahan sangat rawan akan pelanggaran etika. Laba+loba dalam kegiatan
bisnis sangat mudah memunculkan pelanggaran terhadap etika. Masyarakat Bali mengenal
kearifan lokal, baik sebagai lokalisasi terhadap agama hindu (Mulder, 1999) maupun yang
muncul atas kreativitas mereka sebagai makhluk berbudaya.
Agama Hindu sebagai etika bagi Pawongan dan Kaitannya dengan kearifan lokal

Parahyangan (Hubungan
haormonis antara manusia
dengan tuhan/ dewa-dewa)

Agama dan
Kebudayaa
Palemahan (Hubungan
Pawongan (Hubungan n
harmonis antara manusia
harmonis antara manusia
dengan lingkungan alam)
dengan manusia)

Kearifan lokal
- Kearifan lokal
teologis
- Kearifan lokal
sosial
- Kearifan lokal
ekologis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika Bisnis antara lain :


- Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik,
- Ingin menambah pasar
- Ingin menguasai pasar.

2.2 Pengertian Kearifan Lokal

Kearifan lokal (local wisdom) terdiri atas dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal
(local). Local berarti setempat, sedangkan wisdom dapat berarti kebijaksanaan. Secara umum
makna Local wisdom (kearifan/ kebijaksanaan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan
gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang
tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal merupakan suatu gagasan
konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus
dalam kesadaran masyarakat serta berfungsi dalam mengatur kehidupan masyarakat.
Tri Hita Karana (THK) adalah kearifan lokal muncul berdasarkan pengalaman orang
Bali dalam hubungannya dengan sesama manusia, manusia dengan Tuhan, dan manusia
dengan lingkungan alam.
3
2.3 Bhagavadgita sebagai Etika Keutamaan
Gagasan ini bermakna bahwa Bhagadav Gita keutamaan mempertanyakaan “sifat-
sifat apakah seorang menjadi pribadi yang baik?”. Sifat-sifat ini secara rinci dijabarkan pada
Bhagadav Gita dan terdapat 27 butir karakter keutamaan menurut Bhagavad Gita:

Prinsip-Prinsip Hidup atau Etika Keutamaan Menurut Bhagavad Gita

No Prinsip mengenai karakter Kegunaanya sebagai pedoman tindakan pengembangan


mulia menurut Bhagavad karakter mulia pada pebisnis
Gita
1 Kejujuran (Arjavam) Kejujuran pola pikir, berkata dan bertindak. Kejujuran
merupakan dasar dari baik, maju, sejahtera, beradab dan
dihormati dalam sebuah masyarakat. Kejujuran sangat
penting dalam membangun kepercayaan.
2 Kebenaran (Satyam) Kebenaran menyatakan sesuatu sebagaimana adanya
bedasarakan pengalaman, penalaran akal budi, atau
berdasarakan otoritas kitab suci.
3 Keberanian (Abhayam) Keberanian meruapakan tindakan bisa menghadapi segala
rintangan dalam kehidupan.
4 Kepahlawanan (Sauryam) Kepahlawanan merupakan kekuatan, tekad, kecerdikan,
keberanian dan kemampuan dalam melawan musuh negara
atau menyumbangkan sesuatu yang berharga bagi kejayaan
suatu negara
5 Tahan uji, ketabahan Tahan uji dan ketabahan merupakan suatu kemampuan
(titiksa) dalam menanggung penderitan dan kebahagian yang datang
secara bergantian.
6 Keinginan dan ketetapan Mempunyai keinginan dalam mewujudkan tujuan hidup
hati (sankalpa) secara baik dan benar.
7 Hidup sederhana (tapasya) Hidup sederhana mempunyai arti hidup hemat, bersahaja,
menahan diri dan bekerja keras guna mencapai tujuan.
8 Hidup penuh semangat Hidup penuh semangat dalam mewujudkan suatu tujuan
(tejah) yang benar dan baik.
9 Pengendalian diri (damah) Mengendalikan diri dari pikiran, tubuh, dan panca indra
agar tidak merusak diri sendiri dan masyarakat ataupun
lembaga lainnya.
10 Kebijaksanaan yang Kebijaksanaan dalam menghadapi segala tantangan hidup,
mantap (samah samya) pujian dan kritik, susah dan senang, atau untung dan rugi.

11 Tidak mencari-cari Tidak mencari kesalahan orang lain dalam kekurangan atau
kesalahan orang lain kegagalan yang dihadapi dalam melakukan kegiatan bisnis.
(apaisunam)
12 Rendah hati, bersahaja Rendah hati mempunyai arti tidak sombong, karena merasa
(amanitvam/adambhitvam) dirinya paling pintar, paling kaya atau paling hebat.
13 Tanpa kekerasan (ahimsa) Tanpa kekerasan merupakan tidak menyakiti manusia dan
makhluk hidup lain dalam pikiran, ucapan dan tindakan.

14 Tidak membenci (advesa) Tidak membenci merupakan tidak berpikiran negatif yang
bisa menimbulkan kebencian dalam bertindak atau berucap
terhadap orang lain.

4
15 Tidak marah (akrodah) Tidak marah artinya bisa mengendalikan emosi yang
negatif dan dapat memunculkan kekerasan bahkan konflik
dalam masyarakat.
16 Tidak serakah (alouptvan) Tidak serakah merupakan tindakan yang tidak merugikan
orang lain dan tidak membenarkan segala cara dalam
mewujudkan keinginannya.
17 Kedermawanan (danom) Kedermawanan merupakan memberikan keuntungan bagi
orang lain untuk tujuan kebajikan.
18 Berterima kasih (kriptajna) Berterima kasih merupakan suatu perwujudan ucapan yang
tulus kepada orang lain.
19 Bersih, murni, suci Kebersihan diri dan penampilan dan pikiran yang memiliki
(cancam) arti bebas dari musuh dalam pikiran kita, hawa nafsu,
kemarahan, keserakahan, keseombongan dan iri hati.
20 Tarak, pantang seksual Manusia wajib bisa mengendalikan nafsu seksual agar tidak
(brahmacharya) menimbulkan perselingkuhan yang dapat merusaka
kehidupan keluarga.
21 Menundukkan nafsu Nafsu harus dikendalikan, sebab jika manusia diperbudak
(vairagya atau tyaga) oleh nafsu maka manusia akan mengalami kehancuran.
22 Kesabaran (ksantih) Kesabaran merupakan ketabahan dalam menghadapi
kesulitan jangka panjang.
23 Pengampunan (Ksama) Pengampunan merupakan sikap penuh kasih, lembut, dan
baik dalam melepaskan luka batin karena ulah orang lain.
Pengampuran bisa mengakibatkan terbentuknya harmoni
dalam sebuah lingkungan perusahaan.
24 Welas asih (karuna) Welas asih mempunyai arti dapat menempatkan pikiran
dalam mendukung orang lain dan bisa memahami orang
lain dari sudut pandnag mereka.
25 Pertemanan (maitri) Pertemanan merupakan hubungan sosial yang dapat
mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam masyarakat.

26 Kelemahan – Kelembutan Kelembutan dapat di terpakan dalam hubungan sosial


(mardawam) dengan berbagai orang dan berbagai arena sosial.
27 Kedamaian (Santi) Kedamaian merupakan pengendalian diri agar tercipta
suasana yang harmonis dan rukun dan terbebas dari konlik
perkerjaan.

Dengan demikian etika keutamaan Bhagavad Gita tidak saja memiliki nilai-nilai
universal tetapi juga terobjektivasi secara filosofi sehingga memiliki legitimasi yang kuat
untuk dijadikan sebagai skemata bagi tujuan manusia untuk menjadikan dirinya sebagai insan
yang selalu berjalan dalam hal yang baik dan benar untuk mewujudkan kebahagiaan. Etika
keutamaan Bhagavad Gita bersifat universal dapat dibuktikan dengan cara melihat pada diri
kita sendiri, misalnya kejujuran. Dengan demikian etika keutamaan Bhagavad Gita memiliki
kekuatan yang mampu mengontrol manusia agar tidak melanggarnya. Jika butir-butir etika
keutamaan itu telah menjadi kebiasaan maka manusia akan mudah melaksanakannya.

5
2.4 Etika Keutamaan Bhagavadgita sebagai Etika Bisnis

Etika Keutamaan
Bhagavad Gita sebagai
pedoman etika bisnis

Pebisnis
yang etis
dan tangguh
Persyaratan SDM
• Nawang
Tri Hita Karana
• Bisa
sebagai Etika Bisnis
• Parhyangan • Anleh
• Pawongan • Bikas
• Palemehan • Dadi
• Seken
• Seleg/Jemet
• Saja

Tujuan Kehidupan
• kebahagiaan
• Kebahagiaan

Hal ini menunjukkan bahwasanya diri sebagai orang arif dalam konteks THK dapat
mengacu kepada Bhagavad Gita sebagai skematanya. Etika keutamaan Bhagavad Gita dapat
diterapkan menjadi etika bisnis hal yang mengacu kepada Hanh (2010) artinya menjadikan
diri sebagai orang yang memiliki kebijaksanaan membutuhkan berbagai persayaratan mental
partikuler. Artinya seseorang memiliki pemahaman yang mendalam dan holistik terhadap apa
yang dilakukannya, disertai dengan pertimbangan yang matang menggunakan akal budinya
(pengetahuan dan pengalaman). Dengan demikian menjadikan diri sendiri sebagai pebisnis
yang etis membutuhkan usaha yang keras untuk membatinkan etika keutamaan Bhagavad
Gita.

Penerapan etika keutamaan Bhagavad Gita sebagai etika bisnis menarik dibandingkan
dengan pendapat keraf (1993) tentang prinsip-prinsip yang terkait dengan etika bisnis, yakni:
1. Prinsip Otonomi artinya manusia memiliki kebebasan bertindak atas dasar kesadaran
sendiri tentang baik/buruk dan benar/salah yang disertai dengan tanggung jawab atas
akibat yang ditimbulkan
2. Prinsip kejujuran artinya pebisnis harus menunjukan pararaelisasi antara pikiran,
perbuatan, dan ucapan pada saat melakukan kegiatan bisnis.
3. Prinsip Tidak bebuat jahat dan prinsip berbuat baik kepada siapa pun baik mereka yang
berada didalam perusahaan maupun berbagai pihak terkait
4. Prinsip Keadilan artinya memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya baik
karyawana maupun pihak terkait
6
5. Prinsip Hormat kepada diri sendiri. Hal ini penting meningat seseorang tidak mungkin
menghormati orang lain jika dia tidak menghormati dirinya sendiri.

Orang Bali tidak suka terhadap pebisnis yang tidak jujur atau suka nguluk-uluk, melog-
melog atau nyelih-nyelih berararti menipu atau berbohong. Tindakan pebisnis menjadi tidak
etis, jika dia menutupi cacat barang yang diperjual-belikan. Butir-butir kebajikan Bhagadav
Gita sengaja diberikan oleh Tuhan kepada manusia tidak sekedar sebagai pedoman bagi etika
bisnis, tetapi juga sebagai modal bagi pencapaian evolusi spiritualitas ke jenjang lebih tinggi.

2.5 Mitra Kerja : Dilengkapi Mudita, Karuna dan Upeksa


Kata mitra berkaitan dengan maitri yang berarti persahabatan. Pemikiran ini
berimplikasi jika pengusaha menyebutkan pengusaha lain atau pemerintah sebagai mitranya
maka secara maknawi mereka terikat pada hubungan persahabatan atau pertemanan. Wujud
Kemitraan melibatkan tiga aktor – Tri Dharma, pengusaha, karyawan dan pemerintah. Hanh
(2007) memberikan penjelasan agar kemitraan berjalan optimal, wajib dilengkapi dengan
karuna (welas asih), mudita (simpati/ empati dan kegembiraan), dan upeksha (keseimbangan).
Keterikatan konsep-konsep ini mengacu kepada gagasan bahwa kemitraan tidak sekedar
persabahatan, tetapi harus disertai dengan welas asih atau cinta kasih (karuna).
Pemikiran berimplikasi pada orang bermitra tidak boleh melakukan kekerasan terhadap
yang lainnya, seperti kekerasan fisik, kekerasab bahasa, dan kekerasan ekonomi. Hal ini
berkaitan dengan mudita, yakni bersimpati dan berempati terhadap mitra kerja. Simpati
artinya memahami apa yang dialami oleh orang lain dengan cara menempatkan diri kita
sendiri sebagai orang luar sedangkan kata empati berarti seseorang berupaya memosisikan
dirinya pada posisi orang lain dengan suatu pertanyaan, terdapat 3 macam empati yakni empati
kognitif, empati emosional, dan empati welas asih.
Upeksha tidak kalah penting, karena hal ini berarti seseorang tidak boleh melakukan
sikap dan tindakan diskriminatif maupun eksploitatif terhadap siapa pun khususnya kepada
orang yang kita sebut dengan mitra kerja. Upeksha mengacu pula kepada apa ayng disebut
ketulusan dan ketidakpastian. Ketulusan artinya menjadi bijaksana dan utuh, berakal sehat
dan benar sehingga tidak bermuka dua, tidak berpura-pura baik da menjadi prang jahat secara
diam-diam.
Kewajiban memadukan karuna, mudita, dan upeksha dalam bermitra, tidak hanya
karena keinginan menciptakan iklim kerja yang kondusif dan perusahaan, tetapi berkaitan
dengan gagasan agama hindu tentang esensi manusia.

2.6 Kearifan Lokal : Persayaratan SDM dan Pola Kerjanya


Mengacu pada kearifan lokal Bali maka seseorang harus memiki kualifikasi tertentu agar
pola kerjanya baik dan benar serta menghasilkan pekerja yang Tangguh sesuai yang
dibutuhkan. Adapun kualifikasinya adalah:
1) Nawang. Artinya, tahu atau paham. Paham disini berarti memiliki pengetahuan apa-apa saja
yang memadai akan pekerjaan yang di tangani. Pengetahuan ini bisa berkaitan dengan teknis
pekerjaan maupun etika yang berkaitan dengannya.
2) Bisa. Artinya terampil bahkan professional dalam mengerjakan tugasnya. Jadi tidak hanya
pandai berteori namun pandai melaksanakan juga. “Terlepas dari apakah dia memiliki
sertifikat tertentu atau tidak, karyawan terampil pasti punya pengetahuan lebih baik daripada
yang tidak terampil. Karyawan terampil tahu bagaimana dan kapan harus menggunakan
pengetahuannya untuk menghasilkan karya atau hasil yang terbaik. (Adiprasetyo, 2019:76)..
3) Anleh. Artinya adalah Talenta atau Bakat. Dalam KBBI bakat punya arti kepandaian, sifat
7
dan pembawaan yang dibawa dari lahi. Orang yang memiliki nawang yang baik bisa
menjadi lebih professional di bidangnya ketimbang yang lain karena memiliki anleh atau
bakat.
4) Bikas. Artinya kepribadian, karakter atau sifat-sifat khas yang dimiliki. Dalam etika
pengertian karakter dihubungkan dengan berperilaku baik. Karakter memberikan kestabilan
kemantapan dan harmoni pada diri seseorang. Dalam dunia kerja persyaratan karakter atau
bikas menjadi sangat penting.
5) Dadi. Punya arti bahwa seseorang sudah “jadi” atau professional di bidangnya sesuai
pengetahuan (nawang),keterampilan (bisa),bakat (anleh),dan kepribadiannya (bikas).
6) Seken. Punya arti serius, berkonsentrasi, sabar dan bekerja keras.
7) Seleg. Artinya rajin dan tekun. Jika seseorang sudah dadi maka dia harus rajin dan tekun
mengerjakaan pekerjaannya.
8) Saja. Punya arti jujur, berintegritas dan berdedikasi. Orang yang saja berarti dia
bekerja dengan hati tidak serta merta mengeluh atas ketidaksempurnaan atau ketidaknyamanan
dalam bekerja
Dari 8 gagasan di atas menunjukan bahwa orang Bali memiliki kearifan lokal tentang
persyaratan SDM dan pola kerjanya agar berhasil dengan baik sesuai kebutuhan. Mengacu
gagasan di atas berarti seseorang yang memenuhi 8 poin itu dapat memakai etika keutamaan
Bhagavad Gita sebagai skematanya guna mewujudkan tenaga kerja professional yang Tangguh
dan dapat bertindak etik dalam melakukan kegiatan usaha.

2.7 Sesana Manut Linggih, linggih manut sesana


Organisasi bisnis yang di dalamnya melibatkan banyak orang sebagaimana digariskan
pada sila pawongan, harus mampu mengembangkan kehidupan yang harmoni, rukun dan saling
menghormati. Mengacu kepada kearifan lokal Bali tentang Tindakan ideal bagi seseorang dalam
suatu organisasi maupun masyarakat. Bali menganut paham: “sesana manut linggih, linggih
manut sesana.” Artinya peran atau perilaku harus sesuai dengan kedudukan, dan kedudukan
berkaitan dengan peran yang mesti dilakoninya. Jika semua orang melakukan swadharma
(kewajiban) masing-masing, maka keharmonisan dan kedamaian akan terwujud dalam
kehidupan bermasyarakat
Peranan dan status tidak dapat dipisahkan. Keduanya berkaitan seperti dua sisi uang
logam. Peranan adalah seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada seseorang yang
menduduki suatu status social tertentu. Dengan demikian linggih = status social harus taat
dengan seperanglkat harapan-harapan normative (sesana) demikian pula sebaliknya. Linggih
sesana tidak terlepas dari nawang, bisa, anleh, bikas, dadi, seken, seleg, saja. Artinya memiliki
pengetahuan dan keterampilan sehingga berhak menjadi karyawan maupun manajer.
Penegetahuan dan keterampilan seseorang harus digunakan sebagai landasan manajer untuk
menempatkan seseorang pada linggih dan sesananya dalam suatu organisasi.
Dari gagasan ini maka linggih manut sesana, sesana manut linggih, dalam penataan
personalia suatu perusahaan tidak saja mengacu pada
nawang+bisa+anleh+bikas=dadi+seken+seleg+saja, tetapi juga kemampuan beradaptasi
dengan nilai-nilai perusahaan. Hal ini bisa disebut bisa nongsoang awak, keterampilan social
budaya berwujud kemampuan menyesuaikan diri dengan nilai-nilai perusahaan. Dengan
demikian kearifan lokal linggih manut sesana, sesana manut linggih+
nawang+bisa+anleh+bikas=dadi+seken+seleg+saja perlu diberikan makna yang lebih
menyeluruh.

2.8 Kearifan Lokal Pada Payu Sebagai Etika Bisnis

Kearifan lokal lain yang dipakai dalam kegiatan bisnis Bali adalah Pada Payu.
Pelaksanaan kearifan lokal Pada Payu sebagai etika bisnis memiliki landasan filosofis dan
8
kultural yang mengakar pada masyarakat Bali.

Kearifan lokal Pada Payu menganut prinsip yakni sama-sama hidup, sama-sama jalan, dan
sama-sama untung. Asas Pada Payu menyangkut berbagai pihak;
1) Asas Pada Payu bermakna pengusaha mendapatkan keuntungan, Pada Payu pada karyawan
adalah bekerja sehingga payu pula memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya.
2) Pada Payu dengan pihak terkait dengan kegiatan usaha seperti pemasok bahan baku, agen,
pedagang dan sebagainya. Mereka Pada Payu dalam arti usaha mereka tetap berjalan
dengan keuntungan yang layak.
3) Pada Payu pada konsumen yakni membeli suatu produk dengan harga layak atau
seewajarnya dengan kualitas memadai.
4) Pada Payu dengan pemerintah. Pemerintah payu mendapatkan pajak untuk digunakan
sebagai pembangunan masyarakat.
5) Pada Payu dengan masyarakat tempat unit usaha berada. Komunitas lokal payu
mendapatkan pekerjaan dan atau sumbangan dana dari pengusaha lewat CRS
6) Pada Payu menyangkut alam, yakni alam payu terjaga kelestariannya, misalnya melalui
penataan perkarangan atau rumah.
7) Pada Payu menyangkut payu dalam artian manusia dapat melakulkan berbagai tindakan
keagamaan terutama ritual kepada dewa-dewa Hindu atau ritual kepercayaan lain.

Singkatnya gagasan Pada Payu dikaitkan dengan Tri Hita Karana maka secara esensial Pada
Payu mengacu pada tindakan Pada Payu dalam melakukan Tri Hita Karana

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Etika keutamaan Bhagavad Gita dapat diterapkan menjadi etika bisnis yang artinya
seseorang memiliki pemahaman yang mendalam dan holistik terhadap apa yang
dilakukannya, disertai dengan pertimbangan yang matang menggunakan akal budinya
(pengetahuan dan pengalaman). Dalam kearifan lokal Bali maka seseorang juga harus memiki
kualifikasi tertentu agar pola kerjanya baik dan benar serta menghasilkan pekerja yang
Tangguh sesuai yang dibutuhkan. Kearifan lokal lain yang dipakai dalam kegiatan bisnis Bali
adalah Pada Payu. Pelaksanaan kearifan lokal Pada Payu sebagai etika bisnis memiliki
landasan filosofis dan kultural yang mengakar pada masyarakat Bali. Singkatnya gagasan
Pada Payu dikaitkan dengan Tri Hita Karana maka secara esensial Pada Payu mengacu pada
tindakan Pada Payu dalam melakukan Tri Hita Karana
3.2 Saran
Dari materi yang dipaparkan ini hendak nya sebagai mahasiswa harus bisa lebih
memahami terkait etika bisnis untuk kedepannya karena banyak hal positif yang bisa
diterapkan dari materi ini. Selain itu konsep ini pun tidak hanya bisa dilihat dari segi agama
Hindu saja tetapi bisa juga diterapkan pada setiap agama masing masih sehingga pemahaman
dan pengetahuan tentang etika bisnis dalam kearifan lokal bisa lebih luas

10
DAFTAR PUSTAKA

Atmadja, A. T., Atmadja, N. B., & M. S. (2022). Etika Keutamaan Bhagavad Gita dan
Kearifan Lokal sebagai pedoman etika bisnis. In Etika Bisnis dan Profesi (pp. 165-198). Bali:
Pustaka Larasan

Prof. Dr. Sudarmin, M. (2014). Kearifan lokal dan Ruang lingkupnya. In Pendidikan
Karakter Etnosains dan Kearifan Lokal (p. 26). Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang.

Qomariyah, N. (2018). PELANGGARAN ETIKA BISNIS (Kajian Kasus-Kasus


Pelanggaran Bisnis di Indonesia). Manajemen dan Bisnis Jurnal, 4(2), 37-45.

11

Anda mungkin juga menyukai