Kelompok 8 (Etika Bisnis)
Kelompok 8 (Etika Bisnis)
Kelompok 8 (Etika Bisnis)
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kesehatan dan rahmat-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengansebaik-baiknya. “Makalah tentang Etika Keutamaan Bhagavad Gita dan Kearifan
Lokal Sebagai Pedoman Etika Bisnis”
Makalah ini dibuat untuk menambah wawasan dan pengetahuan khususnya bagi teman-teman
dan bagi pembaca pada umumnya. Kami mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah
membantu , sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima
kasih kepada dosen pengampu mata kuliah “Etika Bisnis dan Profesi Berparadigma Tri Hitha
Karana'', Dr. Desak Nyoman Sri Werastuti, S.E., Ak., M.Si. yang telah memberikan bimbingan dan
saran yang berharga dalam penyusunan makalah ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Demikian pula kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini kami masih banyak
kekurangan dan kesalahan baik dalam segi substansi maupun tata bahasa. Namun, kami tetap
berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari penulisan makalah ini sangat kami harapkan dengan harapan sebagai masukan dalam
perbaikan dan penyempurnaan pada makalah kami berikutnya. Untuk itu kami ucapkan terimakasih.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
Parahyangan (Hubungan
haormonis antara manusia
dengan tuhan/ dewa-dewa)
Agama dan
Kebudayaa
Palemahan (Hubungan
Pawongan (Hubungan n
harmonis antara manusia
harmonis antara manusia
dengan lingkungan alam)
dengan manusia)
Kearifan lokal
- Kearifan lokal
teologis
- Kearifan lokal
sosial
- Kearifan lokal
ekologis
Kearifan lokal (local wisdom) terdiri atas dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal
(local). Local berarti setempat, sedangkan wisdom dapat berarti kebijaksanaan. Secara umum
makna Local wisdom (kearifan/ kebijaksanaan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan
gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang
tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Kearifan lokal merupakan suatu gagasan
konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus
dalam kesadaran masyarakat serta berfungsi dalam mengatur kehidupan masyarakat.
Tri Hita Karana (THK) adalah kearifan lokal muncul berdasarkan pengalaman orang
Bali dalam hubungannya dengan sesama manusia, manusia dengan Tuhan, dan manusia
dengan lingkungan alam.
3
2.3 Bhagavadgita sebagai Etika Keutamaan
Gagasan ini bermakna bahwa Bhagadav Gita keutamaan mempertanyakaan “sifat-
sifat apakah seorang menjadi pribadi yang baik?”. Sifat-sifat ini secara rinci dijabarkan pada
Bhagadav Gita dan terdapat 27 butir karakter keutamaan menurut Bhagavad Gita:
11 Tidak mencari-cari Tidak mencari kesalahan orang lain dalam kekurangan atau
kesalahan orang lain kegagalan yang dihadapi dalam melakukan kegiatan bisnis.
(apaisunam)
12 Rendah hati, bersahaja Rendah hati mempunyai arti tidak sombong, karena merasa
(amanitvam/adambhitvam) dirinya paling pintar, paling kaya atau paling hebat.
13 Tanpa kekerasan (ahimsa) Tanpa kekerasan merupakan tidak menyakiti manusia dan
makhluk hidup lain dalam pikiran, ucapan dan tindakan.
14 Tidak membenci (advesa) Tidak membenci merupakan tidak berpikiran negatif yang
bisa menimbulkan kebencian dalam bertindak atau berucap
terhadap orang lain.
4
15 Tidak marah (akrodah) Tidak marah artinya bisa mengendalikan emosi yang
negatif dan dapat memunculkan kekerasan bahkan konflik
dalam masyarakat.
16 Tidak serakah (alouptvan) Tidak serakah merupakan tindakan yang tidak merugikan
orang lain dan tidak membenarkan segala cara dalam
mewujudkan keinginannya.
17 Kedermawanan (danom) Kedermawanan merupakan memberikan keuntungan bagi
orang lain untuk tujuan kebajikan.
18 Berterima kasih (kriptajna) Berterima kasih merupakan suatu perwujudan ucapan yang
tulus kepada orang lain.
19 Bersih, murni, suci Kebersihan diri dan penampilan dan pikiran yang memiliki
(cancam) arti bebas dari musuh dalam pikiran kita, hawa nafsu,
kemarahan, keserakahan, keseombongan dan iri hati.
20 Tarak, pantang seksual Manusia wajib bisa mengendalikan nafsu seksual agar tidak
(brahmacharya) menimbulkan perselingkuhan yang dapat merusaka
kehidupan keluarga.
21 Menundukkan nafsu Nafsu harus dikendalikan, sebab jika manusia diperbudak
(vairagya atau tyaga) oleh nafsu maka manusia akan mengalami kehancuran.
22 Kesabaran (ksantih) Kesabaran merupakan ketabahan dalam menghadapi
kesulitan jangka panjang.
23 Pengampunan (Ksama) Pengampunan merupakan sikap penuh kasih, lembut, dan
baik dalam melepaskan luka batin karena ulah orang lain.
Pengampuran bisa mengakibatkan terbentuknya harmoni
dalam sebuah lingkungan perusahaan.
24 Welas asih (karuna) Welas asih mempunyai arti dapat menempatkan pikiran
dalam mendukung orang lain dan bisa memahami orang
lain dari sudut pandnag mereka.
25 Pertemanan (maitri) Pertemanan merupakan hubungan sosial yang dapat
mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam masyarakat.
Dengan demikian etika keutamaan Bhagavad Gita tidak saja memiliki nilai-nilai
universal tetapi juga terobjektivasi secara filosofi sehingga memiliki legitimasi yang kuat
untuk dijadikan sebagai skemata bagi tujuan manusia untuk menjadikan dirinya sebagai insan
yang selalu berjalan dalam hal yang baik dan benar untuk mewujudkan kebahagiaan. Etika
keutamaan Bhagavad Gita bersifat universal dapat dibuktikan dengan cara melihat pada diri
kita sendiri, misalnya kejujuran. Dengan demikian etika keutamaan Bhagavad Gita memiliki
kekuatan yang mampu mengontrol manusia agar tidak melanggarnya. Jika butir-butir etika
keutamaan itu telah menjadi kebiasaan maka manusia akan mudah melaksanakannya.
5
2.4 Etika Keutamaan Bhagavadgita sebagai Etika Bisnis
Etika Keutamaan
Bhagavad Gita sebagai
pedoman etika bisnis
Pebisnis
yang etis
dan tangguh
Persyaratan SDM
• Nawang
Tri Hita Karana
• Bisa
sebagai Etika Bisnis
• Parhyangan • Anleh
• Pawongan • Bikas
• Palemehan • Dadi
• Seken
• Seleg/Jemet
• Saja
Tujuan Kehidupan
• kebahagiaan
• Kebahagiaan
Hal ini menunjukkan bahwasanya diri sebagai orang arif dalam konteks THK dapat
mengacu kepada Bhagavad Gita sebagai skematanya. Etika keutamaan Bhagavad Gita dapat
diterapkan menjadi etika bisnis hal yang mengacu kepada Hanh (2010) artinya menjadikan
diri sebagai orang yang memiliki kebijaksanaan membutuhkan berbagai persayaratan mental
partikuler. Artinya seseorang memiliki pemahaman yang mendalam dan holistik terhadap apa
yang dilakukannya, disertai dengan pertimbangan yang matang menggunakan akal budinya
(pengetahuan dan pengalaman). Dengan demikian menjadikan diri sendiri sebagai pebisnis
yang etis membutuhkan usaha yang keras untuk membatinkan etika keutamaan Bhagavad
Gita.
Penerapan etika keutamaan Bhagavad Gita sebagai etika bisnis menarik dibandingkan
dengan pendapat keraf (1993) tentang prinsip-prinsip yang terkait dengan etika bisnis, yakni:
1. Prinsip Otonomi artinya manusia memiliki kebebasan bertindak atas dasar kesadaran
sendiri tentang baik/buruk dan benar/salah yang disertai dengan tanggung jawab atas
akibat yang ditimbulkan
2. Prinsip kejujuran artinya pebisnis harus menunjukan pararaelisasi antara pikiran,
perbuatan, dan ucapan pada saat melakukan kegiatan bisnis.
3. Prinsip Tidak bebuat jahat dan prinsip berbuat baik kepada siapa pun baik mereka yang
berada didalam perusahaan maupun berbagai pihak terkait
4. Prinsip Keadilan artinya memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya baik
karyawana maupun pihak terkait
6
5. Prinsip Hormat kepada diri sendiri. Hal ini penting meningat seseorang tidak mungkin
menghormati orang lain jika dia tidak menghormati dirinya sendiri.
Orang Bali tidak suka terhadap pebisnis yang tidak jujur atau suka nguluk-uluk, melog-
melog atau nyelih-nyelih berararti menipu atau berbohong. Tindakan pebisnis menjadi tidak
etis, jika dia menutupi cacat barang yang diperjual-belikan. Butir-butir kebajikan Bhagadav
Gita sengaja diberikan oleh Tuhan kepada manusia tidak sekedar sebagai pedoman bagi etika
bisnis, tetapi juga sebagai modal bagi pencapaian evolusi spiritualitas ke jenjang lebih tinggi.
Kearifan lokal lain yang dipakai dalam kegiatan bisnis Bali adalah Pada Payu.
Pelaksanaan kearifan lokal Pada Payu sebagai etika bisnis memiliki landasan filosofis dan
8
kultural yang mengakar pada masyarakat Bali.
Kearifan lokal Pada Payu menganut prinsip yakni sama-sama hidup, sama-sama jalan, dan
sama-sama untung. Asas Pada Payu menyangkut berbagai pihak;
1) Asas Pada Payu bermakna pengusaha mendapatkan keuntungan, Pada Payu pada karyawan
adalah bekerja sehingga payu pula memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya.
2) Pada Payu dengan pihak terkait dengan kegiatan usaha seperti pemasok bahan baku, agen,
pedagang dan sebagainya. Mereka Pada Payu dalam arti usaha mereka tetap berjalan
dengan keuntungan yang layak.
3) Pada Payu pada konsumen yakni membeli suatu produk dengan harga layak atau
seewajarnya dengan kualitas memadai.
4) Pada Payu dengan pemerintah. Pemerintah payu mendapatkan pajak untuk digunakan
sebagai pembangunan masyarakat.
5) Pada Payu dengan masyarakat tempat unit usaha berada. Komunitas lokal payu
mendapatkan pekerjaan dan atau sumbangan dana dari pengusaha lewat CRS
6) Pada Payu menyangkut alam, yakni alam payu terjaga kelestariannya, misalnya melalui
penataan perkarangan atau rumah.
7) Pada Payu menyangkut payu dalam artian manusia dapat melakulkan berbagai tindakan
keagamaan terutama ritual kepada dewa-dewa Hindu atau ritual kepercayaan lain.
Singkatnya gagasan Pada Payu dikaitkan dengan Tri Hita Karana maka secara esensial Pada
Payu mengacu pada tindakan Pada Payu dalam melakukan Tri Hita Karana
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika keutamaan Bhagavad Gita dapat diterapkan menjadi etika bisnis yang artinya
seseorang memiliki pemahaman yang mendalam dan holistik terhadap apa yang
dilakukannya, disertai dengan pertimbangan yang matang menggunakan akal budinya
(pengetahuan dan pengalaman). Dalam kearifan lokal Bali maka seseorang juga harus memiki
kualifikasi tertentu agar pola kerjanya baik dan benar serta menghasilkan pekerja yang
Tangguh sesuai yang dibutuhkan. Kearifan lokal lain yang dipakai dalam kegiatan bisnis Bali
adalah Pada Payu. Pelaksanaan kearifan lokal Pada Payu sebagai etika bisnis memiliki
landasan filosofis dan kultural yang mengakar pada masyarakat Bali. Singkatnya gagasan
Pada Payu dikaitkan dengan Tri Hita Karana maka secara esensial Pada Payu mengacu pada
tindakan Pada Payu dalam melakukan Tri Hita Karana
3.2 Saran
Dari materi yang dipaparkan ini hendak nya sebagai mahasiswa harus bisa lebih
memahami terkait etika bisnis untuk kedepannya karena banyak hal positif yang bisa
diterapkan dari materi ini. Selain itu konsep ini pun tidak hanya bisa dilihat dari segi agama
Hindu saja tetapi bisa juga diterapkan pada setiap agama masing masih sehingga pemahaman
dan pengetahuan tentang etika bisnis dalam kearifan lokal bisa lebih luas
10
DAFTAR PUSTAKA
Atmadja, A. T., Atmadja, N. B., & M. S. (2022). Etika Keutamaan Bhagavad Gita dan
Kearifan Lokal sebagai pedoman etika bisnis. In Etika Bisnis dan Profesi (pp. 165-198). Bali:
Pustaka Larasan
Prof. Dr. Sudarmin, M. (2014). Kearifan lokal dan Ruang lingkupnya. In Pendidikan
Karakter Etnosains dan Kearifan Lokal (p. 26). Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang.
11