Laporan Pendahuluan Laparatomi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DAN RESUME KEPERAWATAN

PADA PASEIN DENGAN TINDAKAN LAPARATOMI


DI INSTALASI BEDAH RS TK. II KARTIKA HUSADA

Disusun Oleh:
ANNAS MASYKUR
221133010

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
TA. 2022-2023
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN RESUME KEPERAWATAN


PADA PASEIN DENGAN TINDAKAN LAPARATOMI
DI INSTALASI BEDAH RS TK. II KARTIKA HUSADA

Pontianak, November 2022

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


LAPORAN PENDAHULUAN LAPARATOMI

A. PENGERTIAN
Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian
tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya
dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani
ditampilkan, selanjutnya dilakukan perbaikan yang diakhiri dengan
penutupan dan penjahitan luka. (Indriyani, 2021)
Laparatomi merupakan salah satu metode pembedahan mayor,
dengan melakukan sayatan selaput perut dengan masalah di bagian
abdomen (perdaraha, perforasi, kanker, dan obstruksi). (Lakaman, 2011)

B. ETIOLOGI
Etiologi sehingga dilakukan laparatomi adalah karena disebabkan oleh
beberapa hal (Smeltzer, 2012) yaitu:
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
2. Peritonitis
3. Perdarahan saluran cerna
4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar
5. Massa pada abdomen

C. JENIS-JENIS LAPARATOMI
1. Mid-line incision
2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (±2,5 cm),
panjang (12,5 cm)
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas,
misalnya pembedahancolesistotomy dan splenectomy
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian
bawah ± 4cm diatasanterior spinaliliaka, misalnya; pada operasi
appendictomy. Latihan - latihan fisik seperti latihannapas dalam,
latihan batuk, menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot
bokong,Latihan alih baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya
dilakukan hari ke 2 postoperasi.(Smeltzer, 2012)

D. INDIKASI LAPARATOMI
Menurut syamsuhidayat dalam purwandari (2013) indikasi dilakukannya
laparatomi adalah :
1. Trauma abdeomen ( tumpul/tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur
yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka
tumpul atau yang menusuk. Trauma abdomen dibedakan menjadi 2
yaitu:
a. trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritoneum) yang disebabkan oleh luka tusuk, luka tembak
b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan,
ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt).
2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa
rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan
tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial
peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis skunder
disebabkan oleh perforasi apendisitis , perforasi gaster dan penyakit
ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid)
sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier
3. Apendisitis
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada
bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak
suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi
4. Sumbatan pada usus
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi
usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangan lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai
usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang
memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila
penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa pelengketan (
lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat
atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen), intusepsi
(salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain yang ada
dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), volvusus (usus besar
yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian
menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang
terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah
dalam usus atau dinding otot abdomen) dan tumor (tumor yang ada
dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus
menyebabkan tekanan dinding usus) (Purwandari, 2013).

E. JENIS TINDAKAN LAPARATOMI


1. Herniatomi
Tindakan bedah hernia disebut herniotomi. Herniotomi adalah operasi
pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong hernia dibuka
dan isi hernia dibebaskkan kalau ada perlengketan, kemudian
direposisi, kantong hernia dijahit ikat setingggi mungkin lalu dipotong
2. Gastrektomi
Suatu tindakan reseksi pada lambung baik keseluruhan lambung
maupun sebagian. Prosedur ini biasanya digunakan untuk mengobati
kanker,tetapi juga digunakan untuk mengobati ulkus lambung yang
tidak berespon terhadap terapi obat. Gastrektomi Billroth I adalah
gastrektomi parsial, yaitu bagian lambung yang masih ada dilakukan
anastomosis dengan duodenum. Gastrektomi parsial Polya (di Amerika
Serikat lebih dikenal dengan gastrektomi Billroth II) meliputi
pengangkatan sebagian lambung dan duodenum serta anastomosis
bagian lambung yang masih ada dengan jejunum. Gastrektomi total
adalah operasi radikal yang dilakukan untuk kanker di bagian atas
lambung.
3. Kolesistoduodenostomi
Pembedahan pada tumor obstruksi duktus koleduktus, kaput
pankreas,papilla vater, duktus pankreas, duodenum, vena
mesentrikasuperior, duktus hepatikus, arteri mesenterika superior dan
kandung empedu.
4. Hepatektomi
Hepatektomi adalah operasi bedah untuk mengangkat sebagian atau
seluruh bagian organ hati. Tindakan hepatektomi sering digunakan
untuk mengobati kanker hati. Hepatektomi parsial adalah pembedahan
yang hanya mengangkat tumornya saja (sebagian dari hati).
Hepatektomi total adalah operasi yang kompleks di mana seluruh hati
atau liver akan diangkat. Prosedur ini diikuti dengan transplantasi hati
karena tubuh tidak dapat hidup tanpa hati.
5. Splenotomi
Splenotomi adalah adalah sebuah metode operasi pengangkatan limpa,
yang mana organ ini merupakan bagian dari sistem getah bening.
Splenotomi biasanya dilakukan pada trauma limpa, penyakit
keganasan tertentu pada limpa (hodkin’s disease dan non-hodkin’s
limfoma, limfositis kronik, dan CML), hemolitik jaundice, idiopatik
trombositopenia purpura, atau untuk tumor, kista, dan splenomegali.
6. Apendiktomi
Tindakan pembedahan yang dilakukan pada apendiks akibat
peradangan baik bersifat akut maupun kronik. Teknik apendektomi
dengan irisan Mc. Burney secara terbuka
7. Kolostomi
Kolostomi merupakan kolokytaneostomi yang disebut juga anus
preternaturalis yang dibuat sementara atau menetap.
8. Hemoroidektomi
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan
menahun dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV
9. Fistulotomi
Pada fistel dilakukan fistulotomi atau fistulektomi artinya fistel dibuka
dari lubang asalnya sampai lubang kulit. Luka dibiarkan terbuka
sehingga proses penyembuhan dimulai dari dasar persekundan
intertionem. Tindakan bedah kandungan yang sering dilakukan dengan
teknik sayatan arah laparatomi adalah berbagai jenis operasi uterus,
operasi pada tuba fallopi dan operasi ovarium.
10. Histerektomi
Pembukaan uterus untuk mengeluarkan isinya dan kemudian
menutupnya lagi

F. PATOFISIOLOGI
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau
emosional (Dorland, 2011).Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya
atau cedera fisiologis akibat gangguan emosionalyang hebat (Brooker,
2010).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang
dewasa kurang dari 44 tahun.Penyalahgunaan alkohol dan obat telah
menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembusserta trauma yang
disengaja atau tidak disengaja. Trauma abdomen adalahcedera pada
abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang
disengaja atautidak disengaja (Smeltzer, 2011).
Trauma abdomen merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi
dengan atau tanpatembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratandapat pula
dilakukan tindakan laparatomi. Tusukan/tembakan , pukulan, benturan,
ledakan,deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt) dapat
mengakibatkan terjadinya traumaabdomen sehingga harus di lakukan
laparatomy.(Arif Muttaqin, 2013).
Trauma tumpul abdomen dapat mengakibatkan individu dapat
kehilangan darah, memar/jejas pada dinding perut, kerusakan organ-organ,
nyeri, iritasi cairan usus. Sedangkan trauma tembusabdomen dapat
mengakibatkan hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon
stressimpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri,
kematian sel. Hilangnyaseluruh atau sebagian fungsi organ dan respon
stress dari saraf simpatis akan menyebabkanterjadinya kerusakan integritas
kulit, syok dan perdarahan, kerusakan pertukaran gas, resikotinggi
terhadap infeksi, nyeri akut.(Arif Muttaqin, 2013)
G. WOC
H. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri tekan
2. Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernafasan
3. Kelemahan
4. Gangguan integumen dan jaringan subkutan.
5. Konstipasi
6. Mual dan muntah, anoreksia

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine
2. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi
3. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma
saluran kencing.

J. KOMPLIKASI
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis post operasi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebutlepas dari
dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke
paru-paru, hati,dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki,
ambulasi dini post operasi
2. Infeksi, infeksi luka sering muncul pada 36-46 jam pasca operasi.
Organisme yang paling seringmenimbulkan infeksi adalah
stapilococus aurens, organisme gram positif.
Stapilococusmengakibatkan peranahan. Untuk menghindari infeksi
luka yang paling penting adalah perawatan luka dengan
memperhatikan aseptik dan antiseptic
3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi
4. Ventilasi paru tidak adekuat
5. Gangguan kardiovaskuler: hipertensi, aritmia jantung
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan.(Arif Mansjoer, 2012)
K. GAMBARAN ASUHAN KEPEERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajain identitas
1) Identitas pasien
2) Identitas penanggung jawab
3) Asal pasien masuk
b. Pengkajian pre
operasi
Keluhan Utama, riwayat penyakit, riwayat operasi, alergi, jenis
operasi, TTV, golongan darah (rhesus), riwayat psikososisal
/spiritual, status emosional, tingkat kecemasan, skala cemas, skala
nyeri.
Survey sekunder
Terapi
Data penunjang
c. Pengkajian intra operasi
Mulai anastesi, dan pembedahan, suhu kamar beah, premedikasi,
jenis anastesi, posisi operasi, catatan anastesi, pemasangan alat,
TTV, survey sekunder, keluar masuk cairan, dan laporan tindakan
operasi
d. Post operasi
Pindah setelah dari ruang rekoferi, keluhan, Keadaan umum, TTV,
Kesadaran, Pengkajian alderette score, nyeri, surver sekunder
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut (D.0077)
b. Resiko infeksi (D.0142)
c. Hipotermia (D.0131)
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi
(D.0077) asuhan keperawatan 1) Identifikasi karakteristik
selama 3 kali 24 jam, nyeri (mis. pencetus, pereda,
maka diharapkan kualitas, lokasi, intensitas,
tingkat nyeri menurun frekuensi, durasi)
dan kontrol nyeri 2) Identifikasi riwayat alergi
meningkat dengan obat
kriteria hasil: 3) Identifikasi kesesuaian jenis
1. Tidak gelisah analgesik (mis. narkotika,
2. Tidak mengalami non-narkotika, atau NSAID)
kesulitan tidur dengan tingkat keparahan
3. Frekuensi nadi nyeri
membaik 4) Monitor tanda-tanda vital
4. Tekanan darah sebelum dan sesudah
membaik pemberian analgesic
5) Monitor efektifitas analgesic
Terapeutik
1) Diskusikan jenis analgesik
yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal
2) Pertimbangkan pengguanaan
infus kontinu, atau bolus
oploid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
3) Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respons
pasien
4) Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan
Edukasi
1) Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis
2 Resiko Setelah dilakukan 1. Pemantauan tanda vital
infeksi asuhan keperawatan 2. Kaji tanda-tanda infeksi ;
(D.0142) selama 3 x 2 jam suhu tubuh, nyeri dan
diharapkan resiko perdarahan
infeksi dapat 3. Monitor tanda dan gejala
berkurang. Dengan infeksi sistemik dan local
kriteria hasil sebagai 4. Mencuci tangan sebelum dan
berikut : sesudah setiap melakukan
1. Mengenali tanda kegiatan perawatan pasien.
dan gejala yang
mengindikasikan
risiko dalam 5. Mengajarkan pasien dan
penyebaran infeksi keluarga tentang tanda dan
2. Mengetahui cara gejala infeksi
mengurangi 6. Mengajarkan pasien dan
penularan infeksi keluarga bagaimana
3. Mengetahui menghindari infeksi.
aktivitas yang 7. Rawat luka (inspeksi kondisi
dapat luka)
meningkatkan 8. Mengajarkan pasien
infeksi merawat luka.
3 Hipotermia Setelah dilakukan Manajemen hipotermi:
(D.0131) asuhan keperawatan 1) Monitor suhu tubuh
selama 3 x 24 jam, 2) Identifikasi penyebab
diharapkan hipotermia (misalnya,
termoregulasi terpapar suhu lingkungan
membaik dengan yang rendah dan pakaian
kriteria hasil: yang tipis, kerusakan
1) Menggigil hipotalamus, penurunan laju
menurun metabolisme, kekurangan
2) Kulit memerah lemak subkutan)
menurun 3) Monitor tanda dan gejala
3) Kejang menuru akibat hipotermia
4) Akrosianosis (hipotermia ringan: takipnea,
menuru disartria, menggigil,
5) Konsumsi oksigen hipertensi, diuresis;
menurun Hipotermia sedang : aritmia,
6) Vasokontriksi hipotensi, apatis,
perifer menurun koagulapati, reflex menurun;
7) Kutis memorata hipotermia berat : oliguria,
menurun reflex menghilang, edema
8) Pucat menurun paru, asam basa abnormal)
9) Takikardia 4) Sediakan lingkungan yang
menurun hangat (misalnya, atur suhu
10) Hipoksia menurun ruangan dan inkubator)
11) Suhu tubuh 5) Ganti pakaian atau linen
membaik (36,5˚C- yang basah
37,5˚C) 6) Lakukan penghangatan pasif
12) Kadar glukosa (misalnya, menutup kepala,
darah membaik pakaian tebal)
13) Pengisian kapiler 7) Lakukan penghangatan aktif
membaik eksternal (misalnya, kompres
14) Ventilasi membaik hangat, botol hangat, selimut
15) Tekanan darah hangat, perawatan metode
membaik kangguru)
8) Lakukan penghangatn aktif
internal (misalnya, infus
cairan hnagat, oksigen
hangat, lavase peritoneal
dengan cairan hangat)
9) Anjurkan mekanisme hangat
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and suddart. (2011). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth


Edition. J.B. Lippincott Campany, Philadelpia.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
Indriyani, P., & Faradisi, F. (2021). Literature Review: Pengaruh Mobilisasi
Dini Terhadap Peningkatan Peristaltik Usus Pasien Post
Pembedahan Laparatomi. In Prosiding Seminar Nasional
Kesehatan (Vol. 1, pp. 2220-2223)
Marilynn E. (2011). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif. 2012. Capita ,Selekta Kedokteran. Bakarta: Media
Aesculapius.
Muttaqin, Arif. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta:Salemba Medika
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA: Masalah Yang Lazim
Muncul
Nazir, Moh. 2011. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta. Nursalam.
2010. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan, Edisi II.Salemba Medika. Jakarta
Prasetyo, S. N. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Soeparman, dkk. 2010. Ilmu Penyakit Dalam : Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2010. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and
Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai