Ebn Jiwa Halusinasi

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

INTERVENSI TERAPI MUSIK PADA PASIEN HALUSINASI DENGAR Nn.

I
DENAGAN GANGGUAN BIPOLAR
DI RUANG KENARI RSUP DR. KARIADI SEMARANG

PEMBIMBNG:
Ns. Desi Aryana Rahayu, M.Kep

Disusun Oleh:
Setyo Prabowo (G3A021229)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2022

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi perasaan sejahtera secara subyektif, suatu
penilaian diri tentang perasaan mencakup aspek konsep diri, kebugaran dan
kemampuan mengendalikan diri (Herdiyanto, 2017). Orang yang mengalami
gangguan kesehatan jiwanya dibagi menjadi dua yaitu orang dengan masalah
kejiwaan (ODMK) dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). ODMK adalah orang
yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan dan
atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa. Sedangkan
ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan
yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan atau perubahan perilaku
yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam
menjalankan fungsi orang sebagai manusia (Fairuzahida, 2018)

Menurut World Health Organization (WHO) dalam (Meliza, 2017) masalah


gangguan kesehatan jiwa diseluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang
serius WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang didunia mengalami gangguan
kesehatan jiwa. Berdasarkan Riset kesehatan dasar (Riskesdas, 2013) ada sekitar 80%
pasien gangguan jiwa dan (Riskesdas, 2018) ada sekitar 84,9% penderita gangguan
jiwa skizofrenia, ada peningkatan 4,9% selama 5 tahun. Kemungkinan 5 tahun yang
akan datang akan mengalami peningkatan pada pasien gangguan jiwa. Berdasarkan
hasil pencatatan rekam medik di Rumah Sakit Jiwa prof. Dr. Soerojo Magelang tahun
2010 terdapat 68,36% pasien halusinasi, pada tahun 2015 terdapat 67,5% pasien
halusinasi dan sama-sama menduduki peringkat pertama. Sisanya adalah kasus lain
seperti harga diri rendah, resiko perilaku kekerasan, isolasi sosial, waham, defisit
perawatan diri, perilaku kekerasan dan resiko bunuh diri.

Berdasarkan fenomena gangguan jiwa yang semakin meningkat salah satunya adalah
halusinasi. Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera yang
tidak terdapat stimulasi terhadap reseptornya. Dampak yang terjadi apabila pasien
halusinasi tidak segera ditangani yaitu munculnya histeria, rasa lemah, dan tidak
mampu mencapai tujuan, ketakutan yang berlebihan, pikiran yang buruk, dan tindak
kekerasan (Nugroho, 2017). Akibatnya akan menyebabkan timbulnya respon
maladaptif seperti mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, perilaku
kekerasan serta bunuh diri (Keliat, 2011).
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah melakukan upaya untuk mengatasi masalah
gangguan jiwa antara lain: 1) Menerapkan sistem pelayanan kesehatan jiwa yang
komprehensif, terintegrasi, dan berkesinambungan di masyarakat; 2) Menyediakan
sarana prasarana, dan sumber daya yang diperlukan untuk pelayanan kesehatan jiwa
di seluruh wilayah Indonesia, termasuk obat, alat kesehatan, dan tenaga kesehatan
dan non-kesehatan terlatih; 3) Menggerakkan masyarakat untuk melakukan upaya
prevenif dan promotif serta deteksi dini gangguan jiwa dan melakukan upaya
rehabilitasi (Miftachul, 2017).

Upaya pemerintah yang sudah dilakukan dalam penanganan orang gangguan jiwa
belum mengalami keberhasilan yang maksimal. Upaya tersebut adalah melakukan
pendekatan manajemen pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas melalui
pemberdayaan masyarakat (Miftachul, 2017). Selanjutnya, upaya lain yang ingin saya
terapkan agar berkurangnya masalah gangguan jiwa dengan halusinasi menggunakan
metode terapi musik. Terapi musik merupakan salah satu bentuk dari teknik relaksasi
yang bertujuan untuk memberikan rasa tenang, mengendalikan emosi dan
menyembuhkan gangguan psikologi (Purnama, 2016). Metode ini sudah dibuktikan
dapat menurunkan tingkat halusinasi. Salah satu hasil penelitian (Damayanti, 2014)
didapatkan jumlah responden dengan tingkat halusinasi sedang sebelum diberikan
terapi musik adalah 11 orang (73,3%), setelah diberikan terapi musik klasik tingkat
halusinasi sedang menjadi 3 orang (20%) dengan total responden 15 orang. Hal ini
menunjukkan hasil bahwa terapi musik sangat efektif bagi penderita skizofrenia
untuk mengatasi tingkat halusinasi.

Berdasarkan fenomena gangguan jiwa yang semakin meningkat salah satunya adalah
halusinasi. Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera yang
tidak terdapat stimulasi terhadap reseptornya. Dampak yang terjadi apabila pasien
halusinasi tidak segera ditangani yaitu munculnya histeria, rasa lemah, dan tidak
mampu mencapai tujuan, ketakutan yang berlebihan, pikiran yang buruk, dan tindak
kekerasan (Nugroho, 2017). Akibatnya akan menyebabkan timbulnya respon
maladaptif seperti mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan, perilaku
kekerasan serta bunuh diri (Keliat, 2011).

Berdasarkan hal tersebut, pemerintah melakukan upaya untuk mengatasi masalah


gangguan jiwa antara lain: 1) Menerapkan sistem pelayanan kesehatan jiwa yang
komprehensif, terintegrasi, dan berkesinambungan di masyarakat; 2) Menyediakan
sarana prasarana, dan sumber daya yang diperlukan untuk pelayanan kesehatan jiwa
di seluruh wilayah Indonesia, termasuk obat, alat kesehatan, dan tenaga kesehatan
dan non-kesehatan terlatih; 3) Menggerakkan masyarakat untuk melakukan upaya
prevenif dan promotif serta deteksi dini gangguan jiwa dan melakukan upaya
rehabilitasi (Miftachul, 2017).

Upaya pemerintah yang sudah dilakukan dalam penanganan orang gangguan jiwa
belum mengalami keberhasilan yang maksimal. Upaya tersebut adalah melakukan
pendekatan manajemen pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas melalui
pemberdayaan masyarakat (Miftachul, 2017). Selanjutnya, upaya lain yang ingin saya
terapkan agar berkurangnya masalah gangguan jiwa dengan halusinasi menggunakan
metode terapi musik. Terapi musik merupakan salah satu bentuk dari teknik relaksasi
yang bertujuan untuk memberikan rasa tenang, mengendalikan emosi dan
menyembuhkan gangguan psikologi (Purnama, 2016). Metode ini sudah dibuktikan
dapat menurunkan tingkat halusinasi. Salah satu hasil penelitian (Damayanti, 2014)
didapatkan jumlah responden dengan tingkat halusinasi sedang sebelum diberikan
terapi musik adalah 11 orang (73,3%), setelah diberikan terapi musik klasik tingkat
halusinasi sedang menjadi 3 orang (20%) dengan total responden 15 orang. Hal ini
menunjukkan hasil bahwa terapi musik sangat efektif bagi penderita skizofrenia
untuk mengatasi tingkat halusinasi.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk memberikan asuhan


keperawatan pada klien halusinasi pendengaran dengan menggunakan terapi musik
yang diharapkan dapat mengurangi dan mengontrol halusinasi.

B. Tujuan

1. Tujuan umum
Mampu menggambarkan penerapan asuhan keperawatan dengan pasien
halusinasi
2. Tujuan Khusus
a. Mendiskripsikan proses keperawatan pada pasien halusinasi dari
pengkajian sampai evaluasi
b. Mendiskripsikan penerapan terapi musik pada pasien halusinasi

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Jurnal Keperawatan Jiwa


1. Judul
Efektivitas Terapi Musik Terhadap Penurunan Tingkat Halusinasi Pendengaran
Pada Pasien Ganguan Jiwa Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.M. Ildrem
2. Peneliti
Dian Anggri Yanti1, Abdi Lestari Sitepu2, Kuat Sitepu3,Pitriani4, Wina Novita
Br. Purba5
Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam Jl. Sudirman No.38 Lubuk Pakam Kab.
Deli Serdang
3. Latar Belakang
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan persepsi sensori yang dialami oleh
penderita gangguan jiwa (Keliat, Akemat, Helena, & Nurhaeni, 2013). Halusinasi
merupakan distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respon neurobiologist
maladaptive, penderita sebenarnya mengalami distorsi sensori sebagai hal yang
nyata dan meresponnya. Diperkirakan ≥ 90% penderita gangguan jiwa jenis
halusinasi. dengan bentuk yang bervariasi tetapi sebagian besarnya mengalami
halusinasi pendengaran yang dapat berasal dari dalam diri individu atau dari luar
individu tersebut, suara yang didengar bisa dikenalnya, jenis suara tunggal atau
multiple yang dianggapnya dapat memerintahkan tentang perilaku individu itu
sendiri (Yosep & Sutini, 2016).
National Association for Music Therapy (NAMT) merupakan organisasi
profesional tahun 1950 didirikan melalui kolaborasi para terapis musik yang
bekerja secara khusus menangani pasien yang terdiri dari para veteran perang,
penderita gangguan mental, gangguan halusinasi pendengaran dan penglihatan,
dan sebagai populasi pasien psikiatri. Perkembangan baru selanjutnya tahun 1998,
NAMT melakukan kerja sama dengan organisasi terapi musik lain dan bersatu di
bawah nama American Music Therapy Association (AMTA) sampai saat ini.
Terapi musik diberikan untuk membangkitkan gelombang otak alfa yang dapat
memberikan rasa relaksasi sehingga menimbulkan perilaku yang tenang bagi
penderita gangguan jiwa jenis halusinasi sehingga menurunkan risiko timbulnya
dampak dari tingkat stresor (Hartin Saidah, Eko Agus Cahyono, 2016).
Terapi musik merupakan salah satu bentuk dari teknik relaksasi yang tujuannya
untuk memberikann rasa tenang, membantu mengendalikan emosi serta
menyembuhkan gangguan psikologi. Terapi musik ini juga digunakan oleh
psikolog dan psikiater dalam mengatasi berbagai macam gangguan jiwa dan juga
gangguan psikologis. Tujuan terapi musik adalah memberikan relaksasi pada tubuh
dan pikiran penderita, sehingga berpengaruh terhadap pengembangan diri, dan
menyembuhkan gangguan psikososialnya (Purnama, 2016)
Berbagai jenis terapi musik digunakan untuk bermacam kondisi termasuk
gangguan kejiwaan, masalah medis, kondisi cacat fisik, gangguan sensorik, cacat
perkembangan, masalah penuaan, untuk meningkatkan konsentrasi belajar,
mendukung latihann fisik, mengurangi stres serta kecemasan (Chandra & Gama,
2014). Studi mengenai kesehatan jiwa, menunjukkan bahwa adanya terapi musik
sangat efektif dalam meredakan kegelisahan dan stres, membantu mendorong
perasaan rileks serta meredakan depresi individu. Terapi musik dapat membantu
seseorang dengan masalah emosional untuk mengeluarkan perasaan, membuat
perubahan positif, membantu dalam memecahkan masalah serta memperbaiki
masalah (Amelia & Trisyani, 2015).
.
4. Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh penerapan terapi musik pada pasien halusinasi

5. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif,terhadap 22 responden menggunakan


pendekatan Eksperimen Semu (Quasy Experiment). Penelitian Quasi Eksperiment
adalah penelitian yang menguji coba suatuintervensi pada sekelompok subyek
dengan atau tanpa kelompok pembanding. Metode penelitian dengan pendekatan
one grup pre test-post test design yaitu dengan cara pengamatan awal (pretest)
terlebih dahulu sebelum intervensi, kemudian dilakukan post test setelah diberikan
intervensi selama 7 hari

6. Outcome

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 22 responden di RSJ Prof M. Ildrem


Provinsi Sumatera Utara dapat disimpulkan bahwa, karakteristik responden pada
penelitian ini berdasarkan jenis kelamin yaitu jenis kelamin laki-laki terdapat
sebanyak 14 orang (63,6%), dan jenis kelamin perempuan sebanyak 8 orang
(36,4%). Karakteristik responden berdasarkan usia, yaitu usia 30-40 tahun
sebanyak 8 orang (36,4%), usia 41-50 tahun sebanyak 14 orang (63,6%). Untuk
analisis Bivariat didapat hasil berdasarkan uji Paired Sample T-Test terdapat
perbedaan yang signifikan Antara sebelum dan sesudah dengan hasil nilai sebelum
dilakukan tindakan terapi musik klasik meliputi nilai mean adalah 4,32 , nilai
standar deviation adalah ,646, nilai minimum adalah 3, nilai maximum 5, dan nilai
sesudah dilakukan tindakan terapi musik klasik: nilai mean adalah 1,68, nilai
standar deviation adalah ,568, nilai minimum adalah 1, nilai maximum 4. Maka
ditarik kesimpulan Ada pengaruh sebelum dan sesudah tindakan terapi musik
terhadap penurunan tingkat halusinasi pendengaran pada penderita gangguan jiwa
di RSJ Prof M. Ildrem Provinsi Sumatera Utara dengan nilai 0,000 (p < 0.05),
sehingga Ha diterima

B. Dasar Teori Yang Relevan

1. Pengertian

Halusinasi merupakan gejala positif pada seseorang yang ditemukan pada


klien gangguan jiwa. Halusinasi identik dengan skizofrenia. Seluruh klien dengan
skizofrenia diantaranya mengalami halusinasi. Halusinasi merupakan gangguan
persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu sebenarnya tidak terjadi (Muhith,
2015). Sedangkan menurut (Yuli, 2015), halusinasi merupakan hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Dan menurut (Mahmuda, 2018), halusinasi
adalah persepsi sensori palsu tanpa adanya rangsangan yang dapat menjadi visual,
pendengaran, sentuhan, serta penciuman tergantung pada organ yang terliba
2. Dimensi Halusinasi
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak
nyata. Masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu
sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual
sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi (Muhith, 2015) yaitu:

a. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan,
penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, dan kesulitan untuk tidur dalam
waktu yang lama.

b. Dimensi Emosial
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat teratasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan
tersebut.

c. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi
akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Halusinasi merupakan usaha
dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

d. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-
olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri, dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata.

e. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial sehingga interaksi dengan
manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Individu yang mengalami
halusinasi cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak
sadar dengan keberadaannya sehingga halusinasi menjadi sistem kontrol dalam
individu tersebut.

3. Rentang Respon Halusinasi Rentang Respon Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif invidu yang berada dalam rentang
respon neurobiologis. Rentang respon digambarkan (Muhith, 2015) seperti gambar di
bawah ini.

Respon adaptif Respon maladaptif


1.Pikiran logis 1.Distorsi pikiran 1. Gangguan
2.Persepsi akurat 2.Reaksi emosi pikir/delusi
3.Emosi berlebihan 2. Sulit merespon
konsisten 3.Perilaku aneh emosi
dengan atau tidak biasa 3. Perilaku
pengalaman 4.Menarik diri disorganisasi
4.Perilaku sesuai 4. Isolasi sosial
5.Berhubungan
sosial
Gambar 2.1 Rentang respon

C. Masalah keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan sensori perseptual: halusinasi
c. Isolasi sosial: menarik diri
2. Data yang perlu dikaji
a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif:
1) Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif:
1) Mata merah, wajah agak merah.
2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4) Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perubahan sensori perseptual: halusinasi
Data Subjektif:
1)Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan
stimulus nyata
2)Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
3)Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
4)Klien merasa makan sesuatu
5)Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
6)Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
7)Klien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif:
1) Klien berbicara dan tertawa sendiri
2) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
3) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu
4) Disorientasi
c. Isolasi sosial: menarik diri
Data Subyektif:
 Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
 Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup,
Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi verbal kurang, Aktivitas menurun,
Posisi janin pada saat tidur, Menolak berhubungan, Kurang
memperhatikan kebersihan
D. Diagnosa Keperawatan
a. Perubahan sensori persepsi: halusinasi
b. Isolasi sosial: menarik diri

E. Rencana Keperawatan
Diagnosa I : Perubahan sensori persepsi halusinasi
Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi seanjutnya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2. Klien dapat mengenal halusinasinya
Tindakan :
a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan
tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah
ada teman bicara
c. Bantu klien mengenal halusinasinya
1). Tanyakan apakah ada suara yang didengar
2). Apa yang dikatakan halusinasinya
3). Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu, namun
perawat sendiri tidak mendengarnya.
4). Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
5). Katakan bahwa perawat akan membantu klien

d. Diskusikan dengan klien:


1) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore,
malam)
e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah,
takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian
c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:
1) Katakan “ saya tidak mau dengar”
2) Menemui orang lain
3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
4) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien tampak
bicara sendiri
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara
bertahap
e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
f. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
g. Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Tindakan :
a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan
rumah):
1) Gejala halusinasi yang dialami klien
2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama
4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan:
halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
5. Klien memanfaatkan obat dengan baik
Tindakan :
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat
minum obat
b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
minum obat yang dirasakan
d. Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
Diagnosa II : isolasi sosial menarik diri
Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi
Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan
dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.
b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru,
tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-
tanda serta penyebab yang muncul
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan:
a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan
dengan orang lain
3) Berireinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan
dengan orang lain
b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan dengan orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan
mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain

4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Tindakan:
a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap :
1) K – P
2) K – P – P lain
3) K – P – P lain – K lain
4) K – Kel/Klp/Masy
c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu
f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain


Tindakan:
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain
c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga:
1) Salam, perkenalan diri
2) Jelaskan tujuan
3) Buat kontrak
4) Eksplorasi perasaan klien
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
1) Perilaku menarik diri
2) Penyebab perilaku menarik diri
3) Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
4) Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
c. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu
e. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga
ASKEP DENGAN HALUSINASI

Identitas klien
Nama : Nn. I
Umur : 22 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum menikah
Alamat : Demak
No. RM : C852144
Diagnosa medis : Bipolar
Tanggal dirawat : 28-7-2022
Tanggal pengkajian : 28-7-2022

Alasan Masuk
Klien bingung,mendengar suara – suara menyuruh untuk membentur – benturkan
kepalnya ke tembok

Faktor predisposisi
Sudah pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya, pengobatan sebelumnya kurang
taat, tidak ada keluarga yang pengalami gangguan jiwa. Saat menyendiri klien merasa
mendengar suara yang berisi perintah untuk membentur- benturkan kepalanya karena
tidak berguna lagi.
Masalah keperawatan : halusinasi pendengaran

Pemeriksaan Fisik
1. Tanda vital : TD: 120 / 80 mmHg, N: 88 x / menit, S: 37oC,
RR: 18 x / mnt
2. Ukur : TB: 158 cm, BB: 47 kg
3. Keluhan fisik : Klien merasa badannya sakit semua dan pusing.
Psikososial
1. Genogram
Keterangan:
: Klien
: Meninggal
: Wanita
: Laki-laki

Pola asuh dalam keluarga tidak ada perbedaan diantara anak-anaknya, komunikasi
dalam keluarga baik, pengambilan keputusan dilakukan secara musyawarah
(anggota keluarga), tetapi untuk pengambilan keputusan masalah kesehatan jiwa
masih kurang. Orang tua terutama ayah belm menerima anaknya di diagnosa
gangguan jiwa. Ayahnya ingin akanya di obnati dengan rukiyah.
Masalah keperawatan ketidakmampuan koping keluarga

2. Konsep diri
a. Gambaran diri
Klien menyatakan menyukai semua bagian tubuhnya
b. Identitas
Klien menyadari dirinya sebagai perempuan tidak mau kalah dengan laki –
laki. Sehingga pasien ingin sekolah lebih tinggi, saat ini pasien kuliah di salah
satu perguruan tinggi di semaranng
c. Peran
Klien berperan sebagai anak ke 1 dari 4 bersaudara di rumahnya. Klien merasa
belum bisa menjadi contoh yang baik kepada adik –adiknya.
d. Ideal diri
Klien mengatakan kalau dirinya merasa bisa membahagian orang tuanya
e. Harga diri
Selama di rumah, klien merasa malu, minder, tidak percaya diri untuk bergaul
dengan orang lain karena klien di anggap orang stress dan merasa orang lain
tidak suka dengannya. Pasien merasa teman – temanya menjahuiny
Masalah Keperawatan : isolais sosial : menaik diri

3. Hubungan sosial
,
a. Orang yang berarti dan paling dekat dengan klien adalahayahnya. Klien
menganggap dia adalah orang yang paling dekat dengannya dan klien sering
bercerita pada ibunya
b. Peran serta dalam kelompok atau masyarakat
Sebelum klien mengalami gangguan jiwa, klien mudah bergaul, banyak teman,
sering melucu, tapi terkadang bersifat keras kepala.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien selama ini kos di semarang, merasa malas bersosialisasi dengan orang
lain dan teman – temannya. Karena temanya selalu membicarakanya dan
tidaka da yang peduli dnegan nya
Masalah Keperawatan : isolasi sosial : menarik diri
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Klien beragama Islam dan saling menghormati satu sama lainya
b. Kegiatan ibadah
Klien taat untuk beribadah
Status mental
1. Penampilan
Penampilan klien rapi, bersih
Masalah Keperawatan : -
2. Pembicaraan
Cara bicara cepat, banyak senyum, volume sedang.
Masalah Keperawatan : -
3. Aktifitas motorik
Tingkat aktivitas klien terlihat tegang dan gelisah.
Masalah Keperawatan : -
4. Alam perasaan
Klien mengatakan saat ini perasaannya binggung, cemas, gelisah
Masalah Keperawatan : -
5. Afek
Afek klien sesuai dengan stimulus yang diberikan. Ekspresi wajah klien biasa
saja saat dilakukan pengkajian.
Masalah Keperawatan : -
6. Interaksi selama wawancara
Kontak mata baik atau positif, klien kooperatif saat diajak bicara dan menjawab
semua pertanyaan yang diberikan.
Masalah Keperawatan : -
7. Persepsi
Klinn medengar suara- suara yang menyuruh nya utuk membenturkan
kelapanya ke tembok
Masalah Keperawatan : gangguan persepsi sensori halusinasi : pendengaran
8. Proses fikir
Pembicaraan klien bisa dimengerti oleh perawat. Selama komunikasi dengan
perawat dan orang lain dapat diobservasi bahwa pembicaraan klien terarah,
jawaban koheren dengan pertanyaan yang diajukan. Tidak ada sirkumtansial,
tangensial, blocking dan lain-lain.
Masalah Keperawatan : -
9. Isi pikiran
Klien mengalami gangguan dalam isi pikir. Klien merasa teman – temnaya semua
jahat dan merasa selalau mengomongkan dia.
Masalah Keperawatan : -
10. Tingkat kesadaran
Klien dapat berorientasi terhadap tempat, waktu, dan orang-orang terdekat. Klien
mengetahui hari tanggal dan jam, klien mengetahui orang yang mengajak bicara.
Klien menyadari dirinya benar-benar berada di RSUP Dr. Kariadi semarang.
Masalah Keperawatan : -
11. Memori
Sebagian besar klien masih dapat mengingat kejadian lalu
Masalah Keperawatan : -
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien dapat berhitung dengan urut, masih dapat berkonsentrasi dengan baik
terbukti bahwa klien bisa menyebutkan jumlah saudaranya dan bisa menyebutkan
sudah berapa lama dia dirawat.
Masalah Keperawatan : -
13. Kemampuan penilaian
Pasien dapat mengambil keputusan sederhana dengan bantuan.
Masalah Keperawatan : -
Kebutuhan persiapan pulang.
1. Makan
Klien makan 3 x sehari dengan menu yang disediakan di rumah sakit. Klien mau
makan dengan menu yang disediakan di rumah sakit dan tidak ada pantangan dalam
makanan. Klien sudah mampu untuk menyediakan dan membersihkan sendiri alat
makannya.
Masalah Keperawatan : -
2. BAB/BAK
Klien mampu melakukan BAB dan BAK sendiri. Klien juga mampu membersihkan
diri setelah BAB dan BAK.
Masalah Keperawatan : -
3. Mandi
Klien selama di rumah sakit mandi 2 x sehari tanpa bantuan, ganti baju 2 x sehari,
menggosok gigi 2 x sehari. Klien juga mampu mencuci rambut sendiri.
Masalah Keperawatan : -
4. Bepakaian
Klien mampu mengenakan pakaian sendiri dan sesuai dengan pasangannya. Setiap
kali mandi klien ganti baju. Klien mampu menyisir rambutnya sendiri.
Masalah Keperawatan : -
5. Istirahat tidur
Klien selama sehari tidur + selama 7 jam, siang hari klien biasa tidur 1-2 jam,
apabila ingin tidur tidak ada persiapan khusus, klien jika merasa ngantuk langsung
pergi tidur.
Masalah Keperawatan : -
6. Penggunaan obat
Selama di rumah pasien selalu minum obat teratur dan kontrol tepat waktu.
Selama di rumah sakit klien diberi obat sehari 3x yaitu setelah makan pagi, siang,
dan setelah makan malam. Obat yang dberikan pada klien selalu dimakan tidak
pernah dibuang. Reaksi obat yang dirasakan oleh klien adalah mengantuk.
Masalah Keperawatan : -
7. Pemeliharaan kesehatan :
Pasien selalu kontrol sendiri saat waktunya kontrol di rumah sakit. Pasien sealu
minum obat teratur
Masalah Keperawatan: -
9. Kegiatan didalam dirumah
Klien mengatakan nanti kalau sudah pulang ke rumah, dia akan membantu
pekerjaan orang tuanya di rumah seperti: mencuci baju, menyapu rumah ataupun
yang lainnya.
Masalah Keperawatan : -
10. Kegiatan di luar rumah
Kegiatan di luar rumah: pasien amsih aktif sebagai mahasiswa dan sibuk dengan
perkuliahan
Masalah Keperawatan : -

Mekanisme koping
Klien adalah seorang yang periang dan mudah bergaul, jika klien terdapat masalah,
klien hanya dipendam sendiri. Klien mengatakan apabila klien merasa kesal, jengkel,
marah, klien sering mengalihkannya dengan tiduran di kamar dan kadang
meninggalkan rumah.

Keluarga mengatakan semenjak pulang dari rumah sakit pasien sering di rumah.
Jarang berkumpul dengan teman – temanya. Komonikasi dengan keluarga baik dan
koperatif. Orang tua terutama ayah belm menerima anaknya di diagnosa gangguan
jiwa. Ayahnya ingin akanya di obnati dengan rukiyah.
Masalah keperawatan : Koping, keluarga tidak efektif : ketidakmampuan

Masalah psikososial dan lingkungan


Semenjak klien pulang dari rumah sakit beberapa bulan yang lalu teman – temanya
sering menjauh tidak lagi dekat dengan klien. Pasien sering di kamar, tidak mau
bergaul dengan temen -temanya
Masalah Keperawatan : menarik diri

Pengetahuan
Keluarga menyatakan tidak mampu mengatasi penyakit yang diderita klien.
Pengetahuan yang kurang dari klien dan keluarga yaitu tentang: penyakit jiwa, faktor predisposisi, koping,

sistem pendukung, penyakit fisik dan obat-obatan.

Aspek medik
Diagnosa medik: bipolar
Terapi medik :
Depakote 250 mg tiap 24 jam PO pagi hari
Clozapine 50mg/24 jam
THP 2 mg tiap 12 jam PO
Sertraline 25 mg/24 jam pagi PO
Program ECT 4x

Daftar masalah keperawatan


1. Gangguan persepsi sensori halusinasi : penengaran
2. Isolasi sosial
3. Resiko menciderai diri
4. Ketidak mampuan koping keluarga

Analisa daata
MASALAH
DATA FOKUS KEPERAWATAN
S:  Gangguan persepsi
 Klien mengatakan menengar suara – sensori Halusinasi :
suara yang membisikanya ( untuk pendengaran
membenturkan kepala ke tembok,
mangatak sudah tidak berguna, ).
O:
 Pasien terlihat binggung, sering
melamun, tingkah laku aneh.curiga,
sering menyendiri
S: Isolasi sosial
 Klien merasa malu, minder, tidak
percaya diri untuk bergaul dengan orang
lain, klien merasa orang lain tidak suka
dengannya dan dianggap stress dan aneh
O:
 Sewaktu di rumah klien mengurung
diri di kamar. Terlihat sedih, kontak mata
kurang, tampak lesu, tidak semangat,

S : keluarga mengatakan anaknya tidak sakti


Ketidakmampuan Koping
seprti pasien – pasien lainya, keluarga
Keluarga
ingin anknya di rukiyah saja
O:
Keluarga tidak berkomitmen tentang
perawatan

Perikeluarga menolak tidakan dan


pengobatan

Keluarga mengabaikan
perawatan/pengobatan

S : pasien mengatakan saat halusinasi


Resiko menciderai diri
terengar menyuruh untuk menyakiti
dirinya dengan membentur- bentukan
kepala ke tembok.

O : informasi dari teman kos dan keluarga


bebeberapa kali menyakiti dirinya
dengan membentur – benturkan kepa ke
tembok dan pernah membawa benda
tajam
Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang


lain dan lingkungan

Halusinasi

Isolais social :Menarik diri

Daftar Diagnosa Keperawatan


1. Halusinasi
2. Isolasi sosial
3. Resiko mencederai diri
4. Ketidakmampuan Koping Keluarga
BAB III
TELAAH

Anda mungkin juga menyukai