Kewajiban Masing Catur Warna
Kewajiban Masing Catur Warna
Kewajiban Masing Catur Warna
Warna yang ada dalam agama Hindu mempunyai peran dan kewajiban yang harus
dikerjakan sesuai dengan keahlian dan bakat dari orang yang bersangkutan Berikut
penjelasan yang lebih rinci:
1. Kewajiban Brahmana
Istilah Brahmana berasal dari bahasa Sansekerta dari urat kata “brh” artinya
tumbuh. Dari arti kata ini dapat kita gambarkan bahwa fungsi Brahmana adalah untuk
menumbuhkan daya cipta rohani umat manusia untuk mencapai ketenteraman hidup lahir
bathin. Brahmana juga berarti pendeta. Pendeta adalah gelar pemimpin agama yang
menuntun umat Hindu mencapai ketenangan hidup dan memimpin umat dalam melakukan
upacara agamanya.
Karena tugas atau kewajiban pokok dari warna Brahmana adalah mempelajari
Weda (Vedadhyayana) dan memelihara Weda-weda itu atau disebut Vedarakshana, warna
Brahmana tidak boleh melakukan pekerjaan duniawiah. Warna Brahmana ini adalah
golongan atau
mereka yang
berkecimpung
dalam bidang
kerohanian.
Brahmana ini tidak
berdasarkan suatu
keturunan,
melainkan karena
ia mendapat
kepercayaan dan
mempunyai
kemampuan untuk
menjalankan tugas
tersebut. Seseorang disebut Brahmana karena ia memiliki kelebihan dalam bidang
kerohanian. Tentang peranan dan fungsinya: Brahmana harus melakukan Yajnya dan
bersahabat dengan semua makhluk. Berperanan sebagai guru (acarya) dengan
mengajarkan Weda,Kalpadan Upanisad, memimpin upacara Garbhadana. Melakukan tapa,
brata, dan semadi menurut ajaran Weda. Selama hidupnya seorang Brahmana bertugas
untuk mengamalkan seluruh ilmu pengetahuannya kepada warna-warna yang lainnya.
2. Kewajiban Ksatria
Kata Ksatria berasal dari bahasa Sansekerta. Artinya suatu susunan pemerintahan,
atau juga berarti pemerintah, prajurit, daerah, keunggulan, kekuasaan dan kekuatan.
Memang kewajiban Ksatria dalam Catur Warna adalah memimpin pemerintahan, untuk
memerintah memerlukan kekuasaan, kekuasaan itu memerlukan kekuatan.
Pandangan ini didasarkan atas keteranganManawaDharmasastra II sloka 31, yang
menyebutkan untuk golongan atau warna Ksatria nama-namanya hendaknya
menggunakan kata-kata mengandung arti “kekuatan”.
Berdasarkan pada sloka diatas bahwa jabatan Ksatria itu tidak berlaku permanen
karena dapat berubah atau turun kedudukannya (panten) kalau tidak dapat melakukan
kewajiban-kewajiban yang
telah ditentukan oleh ajaran
agama. Untuk memproleh
gambaran bahwa seseorang
Ksatria tidak boleh ragu-ragu
dalam mengambil sikap
terutama ia melakukan tugas
dan kewajibannya. Seorang
Ksatria yang taat melakukan
kewajiban untuk membela
kebenaran akan mendapat
pahala utama.
Sloka ini merupakan landasan hukum dan kriteria untuk menentukan apakah
seseorang termasuk katagori Sudra atau tidak. Menurut ayat ini kehidupan pokok dari
Sudra adalah kerja menjadi buruh, pekerja yang menggantungkan hidupnya kepada orang
lain dan hasil dari pada menjual tenaga. Seandainya seorang Sudra tidak mendapat
pekerjaan sebagai buruh atau pelayan, di manahal itu akan mengancam hidupnya dan
membuatnya kelaparan, maka seseorang Sudra dapat bekerja sendiri.
Demikian pula menurut Dr. Gangga Prasad Uphadyaya dalam bukunya Vedic Culture.
Jika ada orang yang tingkat kecerdasannya rendah, yang tidak dapat menentukan
pekerjaan apa yang harus dipilihnya untuk dirinya sendiri, ia tidak akan dibiarkan hidup
malas berpangku tangan saja, kemalasan itu sangat berbahaya bagi masyarakat.
Gambar 5.2 : Karyawan Pabrik tekstil.
Sumber : www.sriteks.co.id/10:13wib/21012015.