Manajemen Kasus

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 3

MANAJEMEN KASUS DAN PENGELOLAANNYA

Dalam menangani kasus kekerasan pada anak, P2TP2A Provinsi DKI Jakarta menggunakan metode
manajemen kasus. Manajemen kasus merupakan suatu pendekatan dalam pemberian pelayanan
yang ditujukan untuk menjamin agar klien yang mempunyai masalah ganda dan kompleks dapat
memperoleh semua pelayanan yang dibutuhkannya secara tepat. Kasus di sini adalah orang
dalam situasi meminta atau mencari pertolongan. Dalam manajemen kasus ini, pekerja sosial
melaksanakan peranan sebagai manajer kasus (case manajer). Manajemen kasus (case
management) adalah merupakan salah satu keterampilan pekerja sosial yang berhubungan
dengan ketentuan- ketentuan atau cara-cara masyarakat, mensufervisi dan petunjuk-petunjuk
menggunakan sumber-sumber internal dan eksternal untuk mencapai maksud atau tujuan dari
suatu proses pertolongan.
Manajemen kasus merupakan kegiatan yang memiliki prosedur untuk mengkoordinasi seluruh
aktivitas pertolongan yang diberikan kepada klien secara perorangan maupun group. Koordinasi
disini dilakukan secara profesional teamwork yaitu antara pekerja sosial satu dengan yang lainnya
atau dengan profesi lain sehingga upayanya dapat diperluas terhadap peningkatan pelayanan
sesuai kebutuhan klien.
Di dalam pelaksanaannya, manajemen kasus memiliki beberapa tahapan diantaranya:
1. Penilaian (Assesment)
Merupakan tahapan untuk mengidentifikasi kebutuhan klien. Menurut Mayer assesment adalah
instrument intelektual untuk memahami situasi psikososial klien dan untuk menentukan apa
masalahnya. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tahap ini pekerja sosial tidak
langsung mengidentifikasi masalah yang ada pada korban kekerasan, tetapi identifikasi awal yang
dilakukan oleh pekerja sosial yaitu identifikasi kebutuhan WBS (sandang, pangan, papan)
kebutuhan anak itu sangat beragam baik kebutuhan biologis, spiritual dan sebagainya. Setelah
mengetahui yang dibutuhkan oleh korban kemudian pekerja sosial mengidentifikasi potensi yang
dimiliki anak. Setelah pekerja sosial sudah mengidentifikasi kebutuhan serta potensi anak,
kemudian pekerja sosial baru mengidentifikasi masalah yang ada pada korban kekerasan.
2. Perencanaan (Planning)
Dalam dunia pekerjaan sosial dan ilmu kesejahteraan sosial saat ini perencanaan di kenal sebagai
salah satu unsur yang penting dalam mengembangkan pemberian layanan yang efektif terhadap
klien ataupun kelompok sasaran. Tahapan ini merupakan tahapan untuk menyusun dan
mengembangkan layanan yang menyuluruh untuk klien sesuai dengan hasil penilaian. Hasil-hasil
identifikasi masalah yang didapatkan dari tahap penilaian, kemudian disusun menjadi satu
formulasi masalah dan selanjutnya dapat ditetapkan prioritas masalah yang digunakan untuk
menyusun perencanaan. Untuk menentukan keberhasilan program manajemen kasus yang harus
dilakukan terhadap klien maka perlu di susun kriteria evaluasi.
Tahap perencanaan atau disebut rencana intervensi di P2TP2A manajer kasus merencanakan
bentuk penanganan masalah yang tepat untuk korban kekerasan berdasarkan hasil assesment.
Dalam kegiatan ini manajer kasus juga bekerja sama dengan kelompok profesional atau pihak
yang dapat memberikan kontribusi bagi penanganan kasus korban kekerasan seperti psikolog,
ahli medis, ahli spiritual dan sebagainya untuk mendiskusikan hasil assesment dan tahap
perubahan yang diharapkan terjadi pada klien.
3. Pelaksanaan (Implementation)
Pada tahap ini menjamin kebutuhan korban perencanaan yang telah di buat, mulai dari
perencanaan hingga melakukan pelaksanaan di lihat sejauh mana manajemen kasus memberikan
pelayanan kepada korban kekerasan untuk memenuhi kebutuhannya. Manajer kasus bekerja
sama dengan pelayanan lainnya atau juga menyediakan pelayanan yang dibutuhkan, dalam hal ini
harus diketahui dukungan yang disediakan suatu manajemen kasus. Langkah ini digunakan
setelah pekerja sosial dan korban kekerasan telah mendefinisikan kekuatan, masalah, sarana dan
hambatan yang jelas dan konkrit, mereka telah membentuk kemitraan yang saling menghormati.
Rencana ini terdiri dari menghubungkan dan mengkoordinasi sumber-sumber dukungan dan
pertolongan ke dalam sistem yang efisien, yang memungkinkan pekerja sosial serta klien
memecahkan masalah awalnya.
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) DKI Jakarta memberikan
pelayanan kesejahteraan sosial bagi korban kekerasan dalam bentuk pelayanan pendampingan
secara hukum, konseling psikososial, dan pemeriksaan kesehatan. Pada tahap ini
pekerja sosial bekerja sama dengan apa yang dibutuhkan oleh korban tindak kekerasan. Manajer
kasus menghubungkan korban dengan sumber yang sesuai, selain itu juga menekankan adanya
koordinasi di antara sumber-sumber yang digunakan/dibutuhkan oleh korban dengan menjadi
sebuah saluran serta poin utama dari komunikasi yang terintegrasi.
4. Pengawasan (Monitoring)
Menurut Marzuki dan Suharto monitoring adalah pemantauan secara terus-menerus proses
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Monitoring dapat dilakukan dengan cara mengikuti
kegiatan atau membaca hasil laporan dari pelaksana kegiatan. Monitoring juga dapat dikatakan
sebagai proses pengumpulan informasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi selama proses
implementasi. Tujuan monitoring itu sendiri adalah untuk:
1. Mengetahui bagaimana masukan
sumber-sumber dalam rencana
digunakan
2. Bagaimana kegiatan-kegiatan dalam
implementasi dilaksanakan
3. Apakah rentang waktu implementasi
terpenuhi secara tepat atau tidak
4. Apakah setiap aspek dalam perencanaan dan implementasi berjalan sesuai dengan
yang diharapkan.

Namun untuk memudahan pemahaman kita terhadap monitoring perlu dibedakan dengan
evaluasi. Monitoring adalah pemantauan proses dan keberhasilan kelompok yang dilakukan pada
setiap tahap fase, sedangkan evaluasi dapat kita artikan sebagai pengidentifikasian atau
pengukuran terhadap proses dan hasil kegiatan kelompok secara menyeluruh. Tahap monitoring
yang dilakukan oleh P2TP2A ini yaitu manajer kkasus mengevaluasi dan memantau jasa
pelayanan yang telah diberikan kepada korban kekerasan dan kesesuaian pelaksanaan pelayanan
dengan tujuan yang ditetapkan. Selanjutnya adalah berupaya mengetahui hasil-hasil yang telah
dicapai.
5. Pendampingan
Setelah melakukan monitoring kemudian manajer kasus melakukan pendampingan atau evaluasi
atas perkembangan korban kekerasan baik secara fisik, psikis dan sosial korban kekerasan itu
sendiri dan hasil evaluasi ini dibicarakan dengan tim manajemen kasus hal ini diterapkan untuk
memperluas kasus. Evaluasi itu sendiri adalah pengidentifikasian keberhasilan atau kegagalan
suatu rencana kegiatan atau program. Secara umum dikenal dua tipe evaluasi yaitu on-going
evaluation (evaluasi terus menerus) dan ex-post evaluation (evaluasi akhir). Tipe evaluasi yang
pertama dilaksanakan pada interval periode waktu tertentu selama proses implementasi,
sedangkan tipe evaluasi kedua dilakukan setelah implementasi suatu program atau rencana.
Menurut manajer kasus di P2TP2A DKI Jakarta memang evaluasi bertujuan untuk
mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan, mengukur dampak langsung yang terjadi pada
kelompok sasaran, mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsikuensi lain yang mungkin
terjadi diluar rencana sebelumnya.
6. Pengakhiran (Termination)
Tahap terminasi adalah tahap akhir dari pemberian pelayanan kepada penerima pelayanan,
dalam hal ini penerima layanan adalah anak korban tindak kekerasan yang mengalami
permasalahan baik itu pelayanan secara langsung (direct service) maupun pelayanan tidak
langsung (indirect service) yang disediakan oleh sistem sumber daya lain. Tidak ada persyaratan
khusus dalam melakukan terminasi di P2TP2A Jakarta. Semua korban kekerasan di sini tidak ada
terminasi kecuali pelayanan yang diberikan di P2TP2A tidak sesuai dengan kebutuhan korban
tindak kekerasan atau mungkin setelah dipindahkan ke lembaga pelayanan sosial lain dimana
korban lebih dspat menyesuaikan dirinya.

Pelayanan Sosial Bagi Anak Korban Tindak Kekerasan Anak


Pelayanan sosial merupakan sekumpulan kegiatan-kegiatan yang ditunjukan untuk memberikan
kemampuan kepada perorangan, keluarga-keluarga, kelompok-kelompok, dan kesatuan-kesatuan
masyarakat untuk mengatasi masalah sosial yang diakibatkan oleh kondisi-kondisi yang selalu
mengalami perubahan. Pokok pemikiran dari definisi tersebut adalah (1) adanya sekumpulan
kegiatan yang terorganisasi dan (2) kemampuan orang (individu maupun kolektif) dalam
mengatasi masalah (Wijayanti, 2009:5).
Walter A. Fredlander (1967) mendefinisikan pelayanan sosial sebagai suatu sistem yang
terorganisasi dari pelayanan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga, sosial untuk membantu
perorangan dan kelompok agar dapat mencapai standar kehidupan yang memuaskan yang
memungkinkan mereka untuk mengembangkan kemampuannya dan meningkatkan
kesejahteraan hidupnya di masyarakat. Definisi Fredlander ini sudah memasukkan unsur lembaga
sosial sebagai bagian dalam pelayanan sosial, standar kehidupan serta hubungan sosial (Kurniasri,
2009:41).

Sumber:

Tamimi, Sarah Farahdita dan Sahadi Humaedi. Jurnal MANAJEMEN KASUS TINDAK KEKERASAN
ANAK DI PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK P2TP2A
PROVINSI DKI JAKARTA. VOLUME: 4. No.1

Anda mungkin juga menyukai