Bab Ii Tinjauan Pustaka

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R)

Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja adalah

suatu wadah kegiatan Kesehatan Reproduksi Remaja yang dikelola dari, oleh dan

untuk remaja guna memberikan pelayanan informaasi dan konseling tentang

kesehatan reproduksi serta kegiatan – kegiatan penunjang lainnya (BKKBN,

2013). Kegiatan PIK-R di lingkungan keluarga remaja sangat penting dalam

membantu remaja untuk mendapatkan informasi dan pelayanan konseling,

rujukan medis dan pendidikan kecakapan hidup serta kegiatan-kegiatan penunjang

lainnya. Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-Remaja) adalah suatu

wadah kegiatan proram KKB yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja guna

memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang. Kependudukan dan

Keluarga Berencana termasuk Penyiapan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja

serta kegiatan-kegiata penunjang lainnya. PIK-Remaja adalah nama generik.

Untuk menampung kebutuhan program PKBR dan menarik minat remaja datang

ke PIK-R, nama generik ini dapat dikembangkan dengan nama-nama yang sesuai

dengan kebutuhan program dan selera remaja setempat.

Tujuan umum dari PIK-R adalah dalam rangka meningkatkan akses dan

kualitas pelayanan program penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja.

Sedangkan tujuan khususnya antara lain : 1) membentuk Pusat Informasi dan

1
2

Konseling Remaja (PIK-Remaja) dikampus dan 2) meningkatkan Pusat Informasi

dan Konseling Remaja (PIK-Remaja) dari tahap tumbuh menjadi tahap tegak dan

tahap tegar. Mengembangkan Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-

Remaja) sebagai pusat unggulan (center of excellence) Ruang lingkup PIK-

Remaja meliputi aspek-aspek kegiatan pemberian informasi PKBR, TRIAD KRR

(Seksualitas, Npsza, HIV dan AIDS), Pendewasaan Usia Perkawinan,

Keterampilan Hidup (Life Skills), pelayanan konseling, rujukan, pengembangan

jaringan dan dukungan, serta kegiatan-kegiatan pendukung lainnya sesuai dengan

cirri dan minat remaja. Pengelola PIK-Remaja adalah remaja yang punya

komitmen dan mengelola langsung PIK-Remaja serta telah mengikuti pelatihan

dengan mempergunakan modul dan kurikulum standart yang telah disusun oleh

BKKBN atau pihak lain. Pengelola PIK-Remaja terdiri dari Ketua, Bidang

Administrasi, Bidang Program dan Kegiatan, Pendidik Sebaya, dan Konselor

Sebaya.

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Pusat Informasi dan Konseling

Remaja (PIK-R)

1 Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya perilaku yang disadari oleh pengetahuan. Didalam diri orang

tersebut terjadi proses berurutan yakni :

1) Awareness (Kesadaran)

Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu

stimulus (objek)
3

2) Interest (merasa tertarik)

Tertarik pada stimulus atau objek tersebut. Disini sikap objek sudah mulai

muncul.

3) Evaluation (menimbang-nimbang)

Menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4) Trial

Dimana subjek memulai mencoba melakukan sesuatu sesuai apa yang

dikehendaki oleh stimulus.

5) Adoption

Dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan akan kenakalan

remaja akan memepengaruhi perilaku remaja untuk hidup sehat (Majumder,

2004).

2 Sikap

Sikap dapat didefinisikan sebagai suatu tanggapan seseorang atas

raangsangan atau aksi sebuah objek. Dalam kehidupan sehari-hari, sikap

dimengerti sebagai bentuk emosional manusia terhadap stimulus sosial. Sikap

dapat dikeelompokkan menjadi dua, yakni sikap setuju (mendukung) dan sikap

tidak setuju (tak mendukung) terhadap stimulus yang diterima (Azwar, 2003).

Masalah sistem pelayanan merupakan salah satu faktor yang bisa mempengaruhi
4

suatu pemanfaatan dari layanan PIK-R. Remaja memiliki pandangan tersendiri

akan sistem pelayanan konseling yang mereka manfaatkan. Dari pandangan

tersebut maka akan menciptakan suatu sikap penolakan atau penerimaan terhadap

layanan dari pusat informasi dan konseling remaja.

3 Kelengkapan fasilitas

Kelengkapan fasilitas merupakan segala sesuatu baik fisik maupun

nonfisik yang dapat membantu dalam mempermudah upaya serta melancarkan

pekerjaan untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Depkes RI, 2010).

1) Sarana

Adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang

berfungsi sebagai alat utama / pembantu dalam pelaksanaan pekerja, dan

juga dalam rangka kepentingan yang sedang berhubungan dengan

organisasi kerja.

2) Prasarana

Adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan

didalam pelayanan publik, karena apabila kedua hal ini tidak tersedia

maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil

yang diharapkan sesuai dengan rencana.

4 Dukungan guru

Dukungan sosial adalah suatu bentuk perhatian, kepedulian, penghargaan,

rasa nyaman, ketenangan atau bantuan yang diberikan kepada orang lain, baik

secara kelompok maupun individu. Selain itu, dukungan bisa juga menjadi metode
5

pengobatan bagi seseorang karena dari sebuah dukungan individu tersebut

termotivasi untuk melakukan suatu perubahan.

Dukungan guru adalah sumber-sumber inspiratif dalam pemberian

dukungan dan mampu memberikan rasa nyaman, ketenangan maupun suatu

perubahan pada diri siswa tersebut (Friedman, Bowden and Jones, 2010).

2.1.3 Penerapan Precede – Proceed dalam Evaluasi Program Pusat Informasi

dan Konseling Remaja (PIK-R)

Pada penelitian ini digunakan model teori Precede-Proceed. Model teori

Precede-Proceed merupakan konsep yang di buat oleh Lawrence W. Green pada

tahun 2005, yang bisa membantu perencanaan suatu program kesehatan,

pembuatan kebijakan dan evaluasi untuk menganalisis situasi dan program

kesehatan secara efektif dan efisien. Konsep ini digunakan karena komponen-

komponen yang terkandung di dalamnya sesuai dengan variable yang akan di

ukur pada penelitian ini. Model teori ini memberikan desain yang lengkap untuk

menilai kesehatan dan kebutuhan hidup serta merancang, melaksanakan dan

mengevaluasi program dari promosi kesehatan untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat(Green and Kreuter, 2005).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan baik dari

faktor individu maupun lingkungan. Model teori Precede-Proceed dirancang

dengan dua bagian. Bagian pertama adalah PRECEDE (Predisposing,

Reinforcing, Enabling, Contruct in, Education/Ecologi, Diagnosis, Evaluation)

yang difokuskan pada perencanaan program. Sedangkan bagian kedua yaitu


6

PROCEED (Policy, Regulatory, Organization, Constructs in, Education,

Environmental, Developmen) yang difokuskan pada implementasi dan evaluasi.

Konsep tersebut pantas digunakan dalam perencanaan, pelaksanaan, serta

evaluasi dari program PIK-R.

Ada dua faktor yang mempengaruhi permasalahan kesehatan sesuai

dengan pendapat L.W.Green, yakni faktor perilaku dan faktor nonperilaku.

Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dapat di pengaruhi oleh 3 (tiga)

faktor(Green and Kreuter, 2005), yaitu.

1. Faktor Pendorong (Predisposing Factors)

Faktor pendorong merupakan faktor yang terwujud dalam kepercayaan

keyakinan, pengetahuan, sikap, kebutuhan, dan juga variasi demografi. Evaluasi

pada Program PIK-R dapat dilakukan dengan cara mengukur kebutuhan dan

sikap remaja yang melaksanakan Program PIK-R. Jika dikaitkan dengan

penelitian terdahulu yang mengevaluasi Program PIK-R, maka dari faktor

pendorong yang dapat di ukur pada penelitian ini yaitu pengetahuan dan sikap

remaja terhadap pemanfaatan Program PIK R.

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor pemungkin dapat dipahami sebagai bentuk sarana dan prasarana

pendukung lingkungan fisik. Sarana dapat didefinisikan sebagai semua macam

perlengkapan kerja dan benda-benda yang menunjang pelaksanaan suatu

pekerjaan. Sedangkan prasarana dapat diartikan sebagai benda penunjang

kesuksesan untuk melakukan proses layanan umum.


7

Contoh sarana dan prasarana seperti kebijakan pemerintah, dukungan

transprortasi, dan ketersediaan dana. Kedua hal ini wajib ada untuk dapat

memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan. Berdasarkan penelitian terdahulu

faktor pemungkin yang dapat dievaluasi dari Program PIK-R adalah kelengkapan

fasilitas dalam pemanfaatan layanan Program PIK-R.

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor penguat terjadinya perubahan pada perilaku kesehatan meliputi

sikap dan perilaku petugas kesehatan, dukungan (sekolah, guru, teman sebaya,

orang tua, dan keluarga), undang-udang peraturan baik dari pusat maupun

pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan serta komitmen pemangku

kepentingan dan mitra kerja. Berdasarkan penelitian terdahulu faktor penguat

yang dapat dievaluasi dari program PIK-R adalah dukungan guru serta

keterampilan pendidik dan konselor sebaya dalam pemanfaatan layanan program

PIK-R.

Model teori Precede-Proceed ini banyak di gunakan pada penelitian-

penelitian dalam evaluasi terkait efektifitas program PIK-R, salah satunya dalam

penelitian Wilandatika mengenai pengaruh pengetahuan, kesadaran, dan sikap

remaja terhadap perilaku pemanfaatan PIK-R oleh remaja SMA 1 Telagasari.

Variabel yang diukur adalah pengetahuan remaja, kesadaran remaja serta sikap

remaja terhadap pemanfaaan PIK-R. Model teori ini digunakan karena terdapat

desain yang lengkap untuk merancang, melaksanakan dan mengevaluasi program

promosi kesehatan masyarakat (Wilandatika, 2015)


8

2.1.4 Program Grha SMAN Bali Mandara

Berdasarkan wawancara dengan guru BK, kepala asrama, dan beberapa

siswa diperoleh informasi mengenai program pembinaan remaja di sekolah

berasrama SMA Negeri Bali Mandara. Program ini lebih dikedepankan untuk

mengatasi permasalahan remaja di sekolah dibandingkan program PIK-R.

Dalam kehidupan berasrama, SMA Negeri Bali Mandara menerapkan pola

pembinaan/pola asuh yang disebut “Grha”. Grha berasal dari bahasa Sanskerta

dimaknai sebagai rumah. Rumah yang dimaksud adalah keluarga dalam

kehidupan berasrama. Terdapat Sembilan Grha. Sebelum diberi nama Grha,

sistem keluarga asrama di SMA Negeri Bali Mandara disebut dengan “House”.

“House” ini terdiri atas Dolphin, Dove, Eagle, Hornbill, Komodo, Lion,

Mantaray, Rhino dan Shark. Sebutan “House” digunakan sejak 2011-2014.

Kemudian sejak 2015 disesuaikan dengan kearifan lokal di Bali sehingga

berubahlah menjadi Grha. Sembilan Grha tersebut terdiri atas Uttara, Airsanya,

Purwa, Gnenya, Daksina, Nairiti, Pascima, Wayabhya, dan Madya. Sembilan

Grha tersebut merupakan 9 penjuru mata angin dalam kaitannya dengan Dewata

Nawa Sanga. Dipilihnya angka Sembilan karena angka 9 memiliki nilai magis dan

menyimbolkan kesakralan. Hal ini juga sesuai dengan siswa yang SMA Negeri

Bali Mandara yang berasal dari segala penjuru di provinsi Bali. Harapannya

kemagisan angka 9 ini dapat mengubah semangat mereka yang dulunya lemah

karena berasal dari ekonomi rendah berubah menjadi generasi emas yang dimiliki

oleh Bali.
9

Dalam penerapannya, Grha ini diasuh/dibina oleh orang tua asuh yang

disebut Matta (Ibu) dan Pitta (Ayah). Matta Pitta diambil dari para guru di

sekolah. Sebuah grha akan diasuh oleh seorang Pitta atau Matta (dulu disebut

house parents). Tugas Matta Pitta ini layaknya seorang orang tua di rumah yang

membina, mendidik, mengajar, mengayomi anak-anaknya. Mereka juga berperan

sebagai konselor (selain guru BK di sekolah) yang membantu memecahkan

masalah yang dihadapi oleh siswa baik di asrama maupun di sekolah. Matta Pitta

juga ditunjuk sebagai pembimbing/penasihat akademik bagi anak-anaknya karena

SMA Negeri Bali Mandara menerapkan Sistem Kredit Semester layaknya di

perguruan tinggi kepada seluruh peserta didiknya. Sebelum mengambil kredit

beban belajar, semua siswa diwajibkan berkonsultasi dengan Matta Pitta masing-

masing terkait kemampuan dan komitmen anak tersebut dalam pembelajaran

nantinya.

Dalam satu Grha terdapat 30 – 35 orang siswa yang berasal dari semua

angkatan sehingga dalam grha tersebut tidak homogen satu angkatan saja. Hal ini

dimaksudkan agar terjadi hubungan yang baik antara kakak dan adik dalam satu

keluarga. Di awal masa orientasi pengenalan lingkungan sekolah, semua siswa

baru (kelas X) akan dibagi menjadi 9 Grha. Pembagian grha ini dilakukan secara

acak namun tetap mempertimbangkan proporsi jenis kelamin. Nantinya setelah

dikenalkan dengan sistem kehidupan berasarama dan sistem Grha, para siswa

kelas X akan memilih kakak asuhnya sendiri. Apabila pilihan kakaknya sama

akan didiskusikan lebih lanjut pembagian kakak-adik dalam grha tersebut

sehingga memperoleh keputusan yang paling baik bagi semua anak. Satu orang
10

kakak dimungkinkan memiliki maksimal 2 orang adik. Sistem kakak adik ini

berlaku selama menjadi siswa di SMA Negeri Bali Mandara. Dengan demikian,

semua siswa di SMA Negeri Bali Mandara akan memiliki minimal satu orang

adik dan satu orang kakak.

Peran kakak-adik asuh ini sangatlah penting. Apabila siswa mengalami

masalah dalam kesehariannya, sebelum berkonsultasi dengan Matta Pitta, mereka

akan meminta masukan ataupun penguatan dari kakak maupun adiknya. Mereka

juga dapat meminta nasihat dari para dorm manager / kepala asrama. Kepala

asrama di SMA Negeri Bali Mandara ada 4 orang yang terdiri atas 2 orang kepala

asrama laki-laki dan 2 orang kepala asrama perempuan. Selain itu, mereka juga

dapat berdiskusi dengan Guru BK maupun petugas PIK-R yang berasal dari siswa

yang terpilih (dari segi kedewasaan cara berpikirnya). Matta Pitta juga akan

meminta bantuan kakaknya untuk mendekati sang adik apabila pendekata orang

tua dirasa masih belum maksimal dalam memecahkan masalah sang adik.

Demikian pula, matta pitta akan meminta bantuan kakak asuhnya yang lain, atau

bisa jadi adik asuhnya sendiri apabila sang kakak mengalami permasalahan.

Sistem pola asuh kakak adik dalam grha ini juga diperkuat dengan program

“Gather” atau kumpul keluarga. Dalam acara kumpul Grha tersebut, orang tua dan

anak berkumpul dalam situasi santai mendiskusikan masalah yang dihadapi siswa

yang sekiranya tidak bisa diatasi oleh kakak maupun adiknya. Jadwal Gather ini

rutin dilaksanakan setiap hari Jumat malam dari pukul 18.30 – 21.00 wita di

“markas” Grha masing-masing.


11

Program Grha ini didukung lagi dengan sistem poin Grha. Poin grha

dipengaruhi oleh akumulasi poin individu pada grha tersebut. Poin grha akan

berkurang apabila individu dalam grha tersebut melakukan pelanggaran di

sekolah maupun di asrama. Poin bertambah untuk individu siswa apabila siswa

tersebut berhasil meraih prestasi akademik maupun nonkademik. Poin Grha akan

ditambah juga apabila kelas dan kebun area grha mereka memiliki tingkat

kebersihan yang baik. Selain itu, poin bertambah apabila grha tersebut

memenangkan kompetisi dalam kegiatan sekolah, seperti perayaan ulang tahun

sekolah, perayaan bulan bahasa, perayaan hari kasih sayang maupun kegiatan

community service ke luar sekolah.

Setiap bulannya para matta pitta, guru BK, kepala asrama, pembina OSIS

dan wakasek bidang kesiswaan mengadakan pertemuan rutin membahas isu-isu

terkini yang dihadapi oleh siswa. Dengan demikian, program Grha, kakak-adik

asuh ini selalu mendapat apresiasi dan evaluasi untuk senantiasa mendidik serta

membina para siswa di sekolah berasrama.

2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu

Dari beberapa penelitian baik internasional maupun nasional, dilakukan

untuk melihat efektifitas layanan program pusat informasi dan konseling remaja

dari aspek kebutuhan, sikap, ketersediaan fasilitas, dan dukungan guru, yang

dapat dijelaskan sebagai berikut.

2.2.1 Pengetahuan, sikap, dan perilaku pemanfaatan terkait Pusat Informasi dan

Konseling Remaja (PIK-R)


12

Penelitian yang dilakukan pada tahun 2015, menyatakan bahwa ada

perbedaan yang signifikan terkait dengan kesehatan reproduksi antara siswa

yang memanfaatkan layanan PIK-R dan yang tidak di SMAN 1 Nguter

(p=0,000). Hal tersebut membuktikan bahwa Program layanan PIK-R sebagai

salah satu wadah informasi kesehatan reproduksi remaja di sekolah sangat

berpengaruh (Olgavianita, 2015).

Menurut penelitian yang dilakukan di Vanuatu pada 341 informan dengan

metode FGD. Norma sosio-kultural dan tabu tentang perilaku seksual remaja

adalah faktor yang paling signifikan mencegah remaja mengakses layanan Ini

memberi kontribusi pada ketakutan dan rasa malu remaja, menghakimi sikap

penyedia layanan, dan ketidaksetujuan dari orang tua dan penjaga gerbang

masyarakat. Kurangnya kerahasiaan dan privasi, biaya, dan kurangnya

pengetahuan SRH remaja juga merupakan hambatan penting. Remaja dan

pelayanan penyedia layanan mengidentifikasi peluang untuk membuat layanan

yang ada lebih muda-ramah. Fitur yang paling penting dari Pelayanan kesehatan

remaja yang digambarkan oleh remaja adalah penyedia layanan yang ramah.

Layanan gratis atau terjangkau, Pasokan komoditas yang andal, kerahasiaan dan

privasi juga merupakan fitur utama. Kebutuhan untuk menangani sosio-kultural

norma dan pengetahuan dan sikap masyarakat juga disorot (Kennedy et al.,

2013).

Penelitian di Kota Semarang tahun 2014, menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antar sikap terhadap layanan PIK-KRR, kebutuhan

terhadap layanan (PIK-KRR) yang dilakukan pada sekelompok remaja di Kota


13

Semarang (Rahayu, 2014). Penelitian serupa juga dilakukan oleh Rustika bahwa

ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan layanan PIK-R, dengan taraf

signifikasi sebesar 0,033 (Rustika, 2014).

Sari melakukan penelitian “Efektivitas modul pusat informasi dan

konseling tentang seks bebas pada siswa SMA Surabaya” yang menyatakan

bahwa tingkat sikap responden menurun yaitu pre-test dan post-test (p = 0,659).

Modul belum efektif digunakan dalam meningkatkan sikap siswa-siswi tentang

kesehatan reproduksi, seksualitas, dan seks bebas remaja (Sari and Widati,

2010). Penelitian yang berbeda dilakukan pada remaja SMA N 2 Wates, yang

menunjukkan bahwa, korelasi antara sikap terhadap KRR dengan pemanfaatan

PIK R pada siswa SMA dinilai signifikan yaitu sebesar 0,232, sikap dapat

mempengaruhi suatu keinginan remaja dalam memanfaatkan layanan yang

diberikan disekolahnya (Ningrum, 2014). Penelitiaan ini sejalan dengan

Wulandari, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara

pemanfaatan PIK R dengan pengetahuan dan sikap, hambatan pemanfaatan PIK

R oleh remaja yaitu malu, waktu layanan, petugas kurang komunikasi, dan

ruangan tidak nyaman (Wulandari, 2015).

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Makasar pada 114 responden

yang menggunakan rancangan penelitian quasi eksperimen tentang “Pengaruh

Metode Simulasi Permainan dan Brainstorming terhadap Pengetahuan dan Sikap

Pengurus PIK-R SMA tentang Kesehatan Reproduksi Remaja di Kota Makasar”.

Metode brainstorming lebih signifikan berpengaruh dalam meningkatkan nilai

pengetahuan dibandingkan metode simulasi permainan. Sedangkan metode


14

simulasi permainan lebih memiliki pengaruh dalam meningkatkan nilai sikap

dibandingkan nilai brainstroming. Pengetahuan kesehatan reproduksi remaja

dapat diajarkan melalui metode simulasi permainan dan brainstroming sehingga

sikap dan pengetahuan remaja dapat ditingkatkan sebagai langkah awal

pencegahan primer perilaku menyimpang siswa di Kota Makasar (Andi Zulkifli,

2013).

2.2.2 Kelengkapan fasilitas terkait pengetahuan, sikap, dan perilaku

pemanfaatan Pusat Informasi dan Konseling Remaja

Menurut penelitian yang dilakukan pada tahun 2010, ketersediaan

informasi terkait kesehatan reproduksi merupakan upaya untuk meningkatkan

kesehatan reproduksi remaja. Informasi terkait kesehatan reproduksi dapat

disediakan melalui media cetak seperti koran, majalah, poster, dan lainnya.

Informasi juga dapat disajikan melalui media elektronik seperti radio, televisi,

dan internet. Sumber informasi yang tidak tersedia menyebabkan remaja

mencari informasi yang mungkin kurang tepat (Anas, 2010).

Penelitian serupa juga dilakukan di pada siswa SMA, yang menyebutkan

bahwa terdapat perbedaan sikap terkait dengan kesehatan reproduksi pada siswa

di sekolah yang memiliki fasilitas PIK-R dengan sekolah yang tidak memiliki

fasilitas PIK-R. Pada sekolah yang ada layanan PIK-R tidak terdapat perilaku

siswa yang berisiko tinggi, sedangkan pada sekolah yang tidak terdapat layanan

PIK R terdapat 1,9% siswa dengan perilaku kesehatan reproduksi dalam kategori

risiko tinggi. Namun perbedaan tersebut tidak begitu bermakna (Handoyo,

2015).
15

Tegegn, melakukan penelitian tentang “Reproductive Health Knowledge

and Attitude among Adolescents: A community based study in Jimma Town,

Southwest Ethiopia”. Mayoritas remaja mengetahui layanan kesehatan utama

untuk RH dan penyedia layanan kesehatan utama RH. Sumber utama informasi

untuk RH adalah radio untuk 80,4% dan televisi untuk 73% dan guru sekolah

sebesar 71,8% responden. Peran profesional kesehatan dan keluarga sebagai

Sumber informasi untuk remaja tergolong rendah (Tegegn, Yazachew and

Gelaw, 2008).

2.2.3 Dukungan guru terkait pengetahuan, sikap, dan perilaku pemanfaatan

Pusat Informasi dan Konseling Remaja

Penelitian Septyanarindri tahun 2011, menunjukkan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara peran guru bimbingan konseling dengan upaya preventif

HIV/AIDS pada remaja, berdasarkan hasil ini diharapkan bahwa guru bimbingan

konseling meningkatkan perannya dalam membimbing remaja khususnya dalam

membentuk perilaku sosial remaja guna menghindari berbagai permasalahan

remaja yang ada (Septyanarindri, 2011).

Penelitian yang serupa juga dilakukan pada remaja SMP, tentang

“Hubungan Persepsi dengan Peranan Siswa dalam Pelaksanaan Program Kegiatan

Pusat Informasi Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja di SMPN 2 Pariaman”.

Persepsi siswa tentang pelaksanaan program kegiatan PIK-KRR berada pada

kategori cukup dengan persentase sebanyak 33,33%. Peranan siswa dalam

mengikuti kegiatan PIK-KRR berada pada kategori cukup dengan persentase

sebanyak 40,47%. Terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi dengan


16

peranan siswa dalam pelaksanaan program kegiatan PIK-KRR (Nunung

Desyolmita, 2013).
17

FAKTOR
PENDORONG
PROGRAM PIK-R - Pengetahuan
- Sikap
- kebutuhan
STRATEGI - Keyakinan Genetik
- Advokasi - Persepsi
- Promosi dan sosialisasi
- Dukungan anggaran
- Pelatihan
- Mengembangkan materi
FAKTOR
- Mengembangkan program PIK-R PEMUNGKIN
- Memfasilitasi sarana & prasarana - SDM
- Pembinaan dan monev - Dana - Keterampilan /
- Kelengkapan Kecakapan Hidup Pemanfaatan layanan
fasilitas - Kesiapan kehidupan PIK R
- Akses (konseling berumah tangga
dan rujukan)

REGULASI
- Undang – Undang No. 52/2009 FAKTOR PENGUAT Lingkungan Kepuasan Klien
tentang Perkembangan - Komitmen
Kependudukan dan Pembangunan pemangku
Keluarga
kepentingan dan
- Peraturan Kepala BKKBN tentang
mitra kerja
Pedoman Pengelolaan Pusat
Informasi dan Konseling Remaja /
- Dukungan sekolah
Mahasiswa Nomor - Teman sebaya
88/PER/F2/2012 - Keluarga
- Petugas kesehatan
- Guru

Gambar 2.1
Kerangka Teori Modifikasi Model Evaluasi Precede-Proceed dikaikan dengan Program PIK-R
Sumber : Green & Kreteur (1974), Sulitiawan, dkk (2014, Wahyunngrum, dkk (2015)
18

Anda mungkin juga menyukai