Kelompok 11 Ad-Dakhil

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15

Mata Kuliah Dosen Pengampu

Ad-Dakhil Fi At-Tafsir Lukmanul Hakim, S.Ud.,M.IRKH.,Ph.D

AD-DAKHIL DALAM PERKARA POLITIK

DISUSUN OLEH
KELOMPOK XI
HIKMATUN NAZILAH (11930220872)
MAIYULITA (11930220896)
MIFTAHUL HASANAH (11930223523)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
1443 H/2022 M

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, berkat hidayah dan
rahmat-Nya penulis dapat menyusun makalah yang berjudul “AD-DAKHIL
DALAM PERKARA POLITIK”. Makalah ini disusun berdasarkan silabus
fakultas Ushuluddin UIN SUSKA Riau dalam mata kuliah Ad-Dakhil Fi At-
Tafsir. Sholawat dan salam, penulis haturkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Beserta keluarga dan para pengikutnya, semoga kita selaku pengikutnya
senantiasa beriman dan memiliki ilmu yang bermanfaat dan diangkat
derajatnya oleh Allah beberapa derajat atas ilmu yang dimiliki. Terimakasih
yang sebesar-besarnya tak lupa kami ucapkan kepada bapak Lukmanul
Hakim, S.Ud., M.IRKH., Ph.D selaku dosen pembimbing yang sudah
membantu penulis dalam menyusun makalah ini.

Makalah Ad-Dakhil dalam perkara politik ini diharapkan memberikan


alternative penuntun belajar yang diterapkan dan dikembangkan untuk
meningkatkan kompetensi, kreativitas, kemandirian, dan integritasprestasibel
mahasiswa. Semoga makalah ini membawa manfaat dan menambah wawasan
mahasiswa dalam mata kuliah Ad-Dakhil Fi At-Tafsir. Kritik dan saran yang
bersifat konstruktif sangat kami harapkan dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga Allah SWT memberi petunjuk kepada
penulis.

Pekanbaru, Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................


DAFTAR ISI ........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
C. Tujuan Pembahasan ........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi ad-Dakhil dalam Perkara Politik ....................................................... 3
B. Ad--Dakhil dalam Ayat-ayat tentang Politik .................................................. 4

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ..................................................................................................... 9
B. Saran ................................................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Al-Qur’an merupaakan kitab suci yang merupakan mukjizat yang
diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad, sebagai Nabi terakhir.
Al-Qur’an juga merupakan kitab suci yang diyakini oleh umat islam dan
dianjurkan untuk mengamalkannya. Al-Qur’an juga merupakan petunjuk
bagi umat islam, seperti halnya firman Allah dalam Al-Qur’an surah Al-
Isra ayat 9:

‫َجًرا َكبِ ًريا‬ ِ ‫ٱلصلِ َٰح‬ ِ َّ ِ‫إِ َّن َٰه َذا ٱلْ ُقرءا َن ي ه ِدى لِلَِِّت ِهى أَقْ وم وي ب ِشر ٱلْمؤِمن‬
َّ ‫ت أ‬
ْ ‫َن ََلُْم أ‬ َ ََّٰ ‫ين يَ ْع َملُو َن‬
َ ‫ني ٱلذ‬
َ ْ ُ ُ َُ َ ُ َ َ َْ َْ َ

Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan)


yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang
Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala
yang besar.1

Dalam al-Qur’an berbagai ulama menafsirkan ayat suci ini dengan


penafsiran mereka. Diantara penafsiran al-Qur’an ini banyak yang autentik
dan ada juga yang dakhil. Bagi yang menafsirkan secara autentik itulah
penafsiran yang benar, dan penafsiran yang dakhil ini adalah penafsiran
yang diragukan kebenarannya dan banyak perdebatan di kalanga ulmaa
tentang penafsiran mereka.
Al-Dakhil dalam istilah mufassirin adalah Tafsir atau penafsiran
yang tidak memiliki asal sedikit pun dalam agama dengan maksud
merusak kandungan al-Qur’an. Dalam makalah ini, yang akan dibahas
yaitu mengenai dakhil dalam perkara politik, dimana penulis akan
memaparkan bagaimana dakhil dalam ayat-ayat politik.

1
LPMQ, Al-Qur’an dan Terjemahannya: EdisiPenyempurnaan (Jakarta: Pustaka Lajnah,
2019), hlm. 394.
B. Rumusan Masalah
1) Apa defenisi Ad-Dakhil dalam perkara politik?
2) Bagaimana Ad-Dakhil dalam ayat-ayat tentang politik?

C. Tujuan Masalah
1) Untuk mengetahui bagaimana Ad-Dakhil dalam perkara politik
2) Untuk mengetahui bagaimana Ad-Dakhil dalam ayat-ayat tentang
politik

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ad-Dakhil Dalam Perkara Politik

Dari berbagai kitab lughoh semuanya mengartikan Al-Dakhil tidak keluar


utusan atau sesuatu yang masuk dan menyelinap dari luar yang tidak memiliki
asal sedikit pun dalam objek yang dimasukinya. Kalimat dakhil dipakai pada
seseorang, lafadz, makna dan lain sebagainya.2 Al-Dakhil dalam istilah
mufassirin adalah Tafsir atau penafsiran yang tidak memiliki asal sedikit pun
dalam agama dengan maksud merusak kandungan al-Qur’an. Hal itu terjadi ketika
orang-orang lengah darinya dan dakhil ini masuk ke dalam tafsir setelah Nabi
Muhammad SAW wafat.

Politik sendiri diartikan sebagai negara kota (polis). Pada umumnya politik
adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang
menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistim itu dan melaksanakan
tujuan-tujuan itu. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat
(public goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Lagi pula
politik menyangkut kegiatan berbagai-bagai kelompok termasuk partai politik dan
kegiatan orang-perorang (individu).3

Politik merupakan salah satu faktor dari kemunculan dan perkembangan


ad-dakhil dalam tafsir Al-Qur’an. Pertentangan politik yang timbul sejak akhir
kekhalifahan ‘Ustman ibn ‘Affan dan awal kekhalifahan ‘Ali bin Abi Thalib bisa
dikatakan sebagai sebab munculnya sekte-sekte yang saling menyerang dengan
cara membuat hadis-hadis dan beragam penafsiran sekteraian.4

2
Muhammad Sa’id Muhammad Athiyyah Aram, As-Sabil ila Ma’rifat al-Ashil wa al-
Dakhil fi al-Tafsir. (Zaqaziq: Misr, 1998 M/1419 H), Jilid I, hlm. 43.
3
Ishomuddin, Pemahaman Politik Islam Studi Tentang Wawasan Pengurus Dan
Simpatisan Partai Politik Berasas Islam Di Malang Raya, Jurnal Humanity, Vol. 8 No. 2
(Maret,2013), hlm. 24.
4
Muhammad Ulinnuha, Metode Kritik Ad-Dakhil fi Tafsir, (Jakarta: QAF, 2019), hal. 63.

3
B. Ad-Dakhil Dalam Ayat-ayat Politik
1. Qs. al-Baqarah ayat 143:

ۤ
‫الر ُس ْو ُل َعلَْي ُك ْم َش ِهْي ًدا َوَما َج َعلْنَا‬ ِ ‫ك َج َعلْ َٰن ُك ْم اَُّمةً َّو َسطًا لِتَ ُك ْونُ ْوا ُش َه َداءَ َعلَى الن‬
َّ ‫َّاس َويَ ُك ْو َن‬ ِ
َ ‫َوَك َٰذل‬

‫ت لَ َكبِ ْريَةً اََِّّل َعلَى‬ ِ ِ ِ


ْ َ‫ب َع َٰلى َعقبَ ْيه َوا ْن َكان‬
ِ ِ َّ ‫الْ ِقب لَة الَِِّت ُكنت علَي هآ اََِّّل لِن علَم من يَّتَّبِع‬
ُ ‫الر ُس ْوَل ِم َّْن يَّْن َقل‬ ُ ْ َ َ َْ َْ َ َ ْ ْ َ ْ
‫ف َّرِحْي ٌم‬ ِ ‫ضْي َع اِْْيَانَ ُك ْم اِ َّن َٰاّللَ ِِبلن‬
ٌ ‫َّاس لََرءُْو‬ ِ ‫الَّ ِذين ه َدى َٰاّلل وما َكا َن َٰاّلل لِي‬
ُُ ََ ُ َ َْ

Artinya: “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat
pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat
yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui
siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh,
(pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi
petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh,
Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.”5

Menurut penafsiran para jumhur ulama, mayoritas mengatakan bahwa kata


ummatan wasathan dimaknai sebagai umat yang telah mendapatkan petunjuk dari
Allah SWT, sehingga mereka bisa menjadi umat yang dipilih Allah yang adil serta
akan menjadi saksi atas pengingkaran orang-orang kafir. Mereka yang akan
menjadi saksi pengingkaran orang-orang yang melampaui batas dan yang
berlebih-lebihan dalam beragama. Mereka akan menjadi umat panutan dan
pemimpin bagi umat-umat lainnya. Seperti yang dikatakan oleh Syeikh Ali Al-
Sabuni, yang dimaksudkan dengan ummatan wasathan dalam ayat ini adalah umat
yang adil dan terpilih. Fakhrudin al-Razi menyebutkan makna yang kemungkinan
cocok untuk istilah tersebut. Pertama, wasat bermakna adil, sebagaimana yang
telah disebutkan Allah dalam Q.S Al-Qalam ayat 28,

5
Ibid, LPMQ. Hal. 28-29.

4
‫ال اَْو َسطُ ُه ْم اَََلْ اَقُ ْل لَّ ُك ْم لَْوََّل تُ َسبِ ُح ْو َن‬
َ َ‫ق‬

Berkatalah seorang yang paling bijak di antara mereka, “Bukankah aku


telah mengatakan kepadamu, mengapa kamu tidak bertasbih (kepada
Tuhanmu).”6

“awasathum, yang paling adil diantara mereka. Kedua, makna wasat


adalah menghindari dari suatu yang dianggap berlebihan. Ketiga, makna wasat
yang berhubungan dengan makna sikap yang disematkan pada umat islam yang
nantinya akan disaksikan langsung oelh Rasul.

Sedangkan Ad-dakhil yang terdapat dalam penafsiran Al-Qumi


menjelaskan bahwa ummatan wasathan itu merupakan gelar khusus yang
diberikan kepada Imam-imam syiah. Mereka merupakan imam yang adil dan
terpilih yang menjadi penengah antara Rasulullah dengan umat manusia
seluruhnya.7

Banyak penafsiran Al-Qummi yang lebih mengandalkan ijtihadnya sendiri


dan berusaha melegimitasi ideologinya. Sehingga golongan al-Dakhil yang bisa
dihubungkan dengan penafsirannya adalah penafsiran yang bertujuan untuk
membenarkan pendapat sekte-sekte madzhab seorang mufassir, yang bisa saja
tidak berlandaskan atau bersumber dari manapun melainkan dari akal ijtihadnya
sendiri yang bertujuan agar pendapatnya didengar dan diakui oleh para pembaca
tafsirnya meskipun bukan golongan syiah sendiri, dan dari pemaparan di atas
juga, bahwa kebanyakan penafsiran yang melenceng adalah ayat-ayat yang khas
dengan beberapa prinsip khusus ideology syiah imamiyah itu sendiri, sehingga
sangat kental dengan menghubung-hubungkan menurut ijtihad sektenya yang
lebih mengagungkan Ali bin Abi Thalib.

Jika dikaitkan dari ayat diatas dengan politik zaman sekarang, dapat dilihat
dari bagaimana ditegaskan bahwa mencari seorang pemimpin yang adil. Manusia

6
Ibid, LPMQ. Hal. 834.
7
Ainita Nurusshoumi, Penyimpangan Dalam Tafsir: Kajian Unsur Al Dakhil Dalam
Tafsir Al-Qummi Karya Ali Bin Ibrahim Al-Qummi, Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, hlm. 289

5
dianjurkan untuk adil, namun jika sudah memimpin sering kali keadilan itu
menjadi luntur dan sulit untuk diterapkan. Seperti halnya yang sering terjadi di
zaman sekarang yaitu banyaknya bantuan sosial yang turun ke masyarakat, hal itu
tentunya mempermudah bagi yang membutuhkan. Namun, sering kali yang tidak
seharusnya menerima bantuan sosial itu malah menerima dan merebut hak orang
lain. Kejadian seperti itu tentu tidak luput dari campur tangan pegawai atas,
mereka yang mengurus bagian bantuan sosial dan ingin keluarganya yang sudah
mampu untuk mendapatkan bantuan sosial itu, kemudian memberikan kepada
mereka dan mengabaikan mereka yang paling membutuhkan. Dari hal kecil ini
saja sudah terlihat bagaimana sulitnya seseorang untuk berbuat adil. Karena itu,
perlu sekali memilih seorang pemimpin yang adil, agar terbentuknya sebuah
negara dan pemerintahan yang damai dan tentram.

2. Qs. An-Nisa’ ayat 59:

‫ُوِل ْاْل َْم ِر ِمنْ ُك ْم‬


ِ ‫ول وأ‬ ِ ‫اّلل وأ‬ ِ ِ َّ
َ َ ‫الر ُس‬
َّ ‫َطيعُوا‬ َ ََّ ‫ين ءَ َامنُ ٓوا أَطيعُوا‬
َ ‫َٰٰيَٓيُّ َها الذ‬

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan
taatlah kalian kepada Rasul-Nya, serta patuh kepada pemimpin dari kalian.

Berkenaan dengan penafsiran kata ‫ أولى االمر منكم‬pada surah an-Nisa’ ayat
59, Ibnu Katsir memahaminya dengan seruan dengan menaatai para ulama’, meski
demikian beliau masih menampakkan keraguan atas pemahamannya dengan
mengucapkan “hanya Allah yang lebih tahu maksudnya”, akan tetapi menurut
beliau, bahwa kata tersebut berlaku untuk umum bagi semua pemangku jabatan
baik ia merupakan seorang ulama’ ahli agama ataupun tidak seorang ulama’.8

Menurut Wahbah Az-Zuhaili terkait kata ‫ أولى االمر منكم‬yang di maksud


adalah perintah untuk menaati ‫ أولى االمر‬dalam kapasitasnya sebagai pemimpin

8
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an al-A’zim, (Beirut: Dar Kutub al-Islamiyyah, 2012), Jil. III,
48.

6
perang atau pemimpin sebuah negeri, demikian pula perintah tersebut untuk
menaati para ulama yang berjasa dalam menjelaskan hukum-hukum syari’at.9

Sedangkan ad-dakhil yang terdapat dalam penafsiran surah an-Nisa’ ayat


59 pada kata ‫ أولى االمر منكم‬oleh Nur Hasan di artikan sebagai “amir dari kamu
sekalian”, yang di maksudnya adalah diri Nur Hasan sendiri, sehingga seluruh
jamaah di wajibkan taat kepada segala yang di katakana oleh Nur Hasan. Hal itu
di karenakan semua ajaran harus berdasarkan penukilan dari Nur Hasan selaku
pemimpin mereka.10

3. Makna Kewajiban Menegakkan Hukum Allah dalam Surah Al-Maidah ayat


44,45,47.

Nardisyah Hosen menjelaskan ayat yang di jadikan landasan Khawrij yaitu


ayat yang menjelaskan kewajiban menegakkan hukum Allah.
ۡ ۡ ۤ ۡ ۡ ۡ ۡ
‫ك ُه ُم ال َٰك ِف ُر ۡو َن‬
َ ‫َوَمن ََّل ََي ُكم ِِبَا اَن َزَل َٰاّللُ فَاُوَٰلٓ ِٕٮ‬

Terjemahan: “Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang di


turunkan Alah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-
Maidah:44).
ۤ
ِ َٰ
َ ‫َوَم ْن ََّلْ ََْي ُك ْم ِِبَآ اَنْ َزَل َٰاّللُ فَاُول ِٕٮ‬
‫ك ُه ُم الظل ُم ْو َن‬ َٰ

Terjemahan: “Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang di


turunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS.Al-
Maidah:45)
ۤ
ِ َٰ َ ‫َوَم ْن ََّلْ ََْي ُك ْم ِِبَآ اَنْ َزَل َٰاّللُ فَاُول ِٕٮ‬
‫ك ُه ُم الْفس ُق ْو َن‬ َٰ

9
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir al-Munir al-Aqidah wa al-Shari’ah wa al-Manhaj, Jil V,
126
10
Umar Zakka, Infiltrasi LDII Dalam Penafsiran Al-Qur’an (Studi Analisis Interpretasi
LDII Terhadap Ayat-ayat Imamah, Jurnal Studi Keislaman, Vol. 7 No. 2, 2021, 167.

7
Terjemahan: “Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang di
turunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.”(QS.Al-
Maidah:47)

Nardirsyah Hosen menjelaskan bahwa terdapat perbedaan pendapat ulama


tentang penafsiran ayat di atas. Misalnya Ar-Razi menyatakan ada dua hal utama
dalam memahami ayat-ayat di atas.

Pertama, bahwa yang di maksud firman Allah di atas adalah ancaman


terhadap orang Yahudi atas keberanian mereka mengingkari hukum Allah yang
telah di nask dalam Taurat, mereka berkata itu tidak wajib. Oleh karena itu,
mereka menjadi kafir secara mutlak. Mereka tidak berhak lagi menyandang gelar
“iman”, tidak berhak atas Musa dan Taurat, serta tidak berhak pula atas
Muhammad dan Al-Qur’an.

Kedua, kaum Khawarij berpendapat bahwa setiap orang yang bermaksiat


kepada Allah maka ia kafir, sedangkan jumhur berpendapat bahwa ayat tersebut
merupakan ancaman bagi rang yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka ia
kafir, zalim dan fasik. Kemudian, Nadirsyah Hosen menjelasskan ikhtisar
pendapat para mufasir, sebagai berikut:

Sedangkan jumhur berpendapat bahwa ayat tersebut merupakan ancaman


bagi orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah maka ia kafir, zalim, dan
fasik. Kemudian Nadirsyah Hosen menjelaskan ikhtisar pendapat para mufasir,
sebagai berikut: sebagian mufasir sepakat bahwa ayat ini memiliki
khitab(materi/pesan) khusu. Namun mereka berbeda pendapat dalam menafsirkan
kekhususnnya. Ada yang berpendapat ayat ini untuk orang yahudi semata.
Pendapat ini di dukung oleh Abdullah bin Utbah bin Mas’ud. Hasan Basri berkata
bahwa ayat tersebut di tunjukkan kepada orang Yahudi, tetapi bagi kaum Muslim
tetap wajib berhukum pada apa yang di turunkan Allah (bi ma anzal Allah). Ibnu
Mansur, Abu Syeikh, dan Ibnu Marduwih meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa

8
ayat tersebut di turunkan Allah khusus untuk orang Yahudi. Mufasir yang lain
berpendapat bahwa ayat tersebut untuk ahli kitab, yakni Yahudi dan Nasrani.11

Sedangkan Ad-Dakhil yang terdapat dalam 3 ayat dalam surah Al-Maidah


ayat 44,45,46 , kaum Khawarij berpendapat bahwa setiap orang yang bermaksiat
kepada Allah maka ia kafir.

11
Edi Irwanto, Skripsi:”Tafsir Ayat Tematik (Studi Kritik Penafsiran Makna Awliya,
Kewajiban Menegakkan Hukum Allah dan Ulil Amri dalam Buku Tafsir Al-Qur’an di Medsos
Karya Nadirsyah Hosen)” (Semarang:UWS,2018), Hal 42.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-Dakhil dalam istilah mufassirin adalah Tafsir atau penafsiran yang


tidak memiliki asal sedikit pun dalam agama dengan maksud merusak kandungan
al-Qur’an. Sedangkan politik sendiri diartikan sebagai negara kota (polis). Pada
umumnya politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik
(atau negara) yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan dari sistim itu dan
melaksanakan tujuan-tujuan itu.

Ada beberapa tafsir ayat-ayat tentang politik, diantaranya yaitu dalam


surah Al-Baqarah ayat 143, surah An-Nisa ayat 59, dan Surah al-Maidah ayat
44,45,dan 47, pada makna kewajiban menegakkan hukum Allah.

B. Saran

Dalam memahami makalah yang sangat jauh dari kata sempurna ini,
Alhamdulillah telah selesai saya susun. Semoga dapat memberi pengetahuan yang
baru mengenai “Ad-Dakhil dalam Perkara Politik”. Untuk perbaikan makalah ini,
sudi kiranya Dosen Pembimbing serta para pembaca memberikan kritik dan saran
yang mendukung terhadap makalah ini agar saya bisa lebih baik dimasa yang akan
datang. Terimakasih.

10
DAFTAR PUSTAKA

Aram Athiyyah,Muhammad Sa’id Muhammad. 1998 M/1419 H. As-Sabil ila


Ma’rifat al-Ashil wa al-Dakhil fi al-Tafsir. Zaqaziq: Misr.
Az-Zuhaili,Wahbah. Tafsir al-Munir al-Aqidah wa al-Shari’ah wa al-Manhaj. Jil
V.
Irwanto,Edi. 2018. Skripsi:”Tafsir Ayat Tematik (Studi Kritik Penafsiran Makna
Awliya, Kewajiban Menegakkan Hukum Allah dan Ulil Amri dalam Buku
Tafsir Al-Qur’an di Medsos Karya Nadirsyah Hosen)”. Semarang:UWS.
Ishomuddin. 2013. Pemahaman Politik Islam Studi Tentang Wawasan Pengurus
Dan Simpatisan Partai Politik Berasas Islam Di Malang Raya. Jurnal
Humanity. Vol. 8.(2), 24.
Katsir, Ibnu. 2012. Tafsir Al-Qur’an al-A’zim. Beirut: Dar Kutub al-Islamiyyah.
Jil III.
LPMQ. 2019. Al-Qur’an dan Terjemahannya: EdisiPenyempurnaan. Jakarta:
Pustaka Lajnah.
Nursshoumi, Ainita. Penyimpangan Dalam Tafsir: Kajian Unsur Al Dakhil
Dalam Tafsir Al-Qummi Karya Ali Bin Ibrahim Al-Qummi, Jurnal Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir.
Ulinnuha,Muhammad. 2019. Metode Kritik Ad-Dakhil fi Tafsir. Jakarta: QAF.
Zakka,Umar. 2021. Infiltrasi LDII Dalam Penafsiran Al-Qur’an (Studi Analisis
Interpretasi LDII Terhadap Ayat-ayat Imamah, Jurnal Studi Keislaman,
Vol. 7 No. 2.

11

Anda mungkin juga menyukai