Jurnal Pengelompokan Keilmuan Dalam Islam

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

PENGELOMPOKAN KEILMUAN DALAM ISLAM BAYANI, IRFANI,

BURHANI

Ridho Aziz Alfarezi


Institut Agama Islam Negeri Metro
Jl. Ki Hajar Dewantara 15A. Kota Metro, Lampung 34111
E-mail: [email protected]

Abtrac
The process of acquiring knowledge is called epistemology. Epistemology determines the
style of thought and statements produced globally. Islamic scientific traditions can be
combined into 3 types, namely Bayani, Irfani, and Burhani. Islam in the study of its thought
uses several major streams in relation to the theory of knowledge. There are at least three
models of thinking systems in Islam, namely Bayni, Irfani, and Burhani, each of which has a
different view of knowledge. This third approach is also known as the three schools of
Western epistemological thought in different languages, namely empiricism, rationalism, and
intuitionism. Aside from being instruments for seeking the truth, the three burials can also be
used as a means to contact one's way of thinking.
Keywords: Background, Purpose, Strengths and Weaknesses Bayani, Irfani, Burhani

Abstrak
Proses untuk memperoleh ilmu pengetahuan disebut epistemologi. Epistemologi menentukan
corak pemikiran dan pernyataan yang dihasilkan secara globlal. Tradisi keilmuan islam dapat
dikategorikan pada 3 macam yaitu Bayani, Irfani, dan Burhani. Islam dalam kajian
pemikirannya menggunakan beberapa aliran besar dalam kaitannya dengan teori pengetahuan.
Setidaknya ada tiga model sistem berpikir dalam islam, yakni Bayni, Irfani, dan Burhani yang
masing-masingnya mempunyai pandangan yang berbeda tentang pengetahuan. Ketiga
pendekatan tersebut dikenal juga tiga aliran pemikiran epistemologi Barat dengan bahasa
yang berbeda, yakni empirisme, rasionalisme, dan intutisme. Selain sebagai instrumen untuk
mencari kebenaran, ketiga pemahanaman tersebut juga bisa digunakan sebagai sarana
identifikasi cara berfikir seseorang.
Kata kunci: Latar Belakang, Tujuan, Keunggulan ,dan Kelemahan Bayani, Irfani, Burhani

A. Pendahuluan
Islam artinya selamat, dengan kata lain bahwasanya agama yang mengimani satu Tuhan
yang menciptakan alam semesta yaitu Allah SWT. Islam agama yang bisa dikatan cukup
besar pengikutnya, ia menjadi agama terbesar nomer dua setelah agama Nasrani. Islam itu
agama yang felksibel dan dinamis. Ia sangat mudah menyesuakan pada setiap zamannya baik
dibidang keilmuan, masalah ibadah, dan lain sebagainya. Islam sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai perdamaian. Tidak membuat setiap hal-hal baru untuk dipertentangkan itulah
indahnya dalam islam. Perbedaan yang sering kali menjadi wrana dalam islam agar menjadi
satu kesatuan yang dapat melengkapi satu sama lain.1
1
Puji Astuti, “Pengelompokan Keilmuan dalam Islam: Perspektif Bayani,” t.t., 1.

1
Pada dasarnya sejarah perkembangan islam memiliki banyak urgensi. Ia tidak hanya
sekedar berbicara tentang aliran-aliran pemikiran, apalagi sekedar uraian tentang sejarah
perkembangan pemikiran islam lengkap dengan tokoh-tokohnya, tetapi lebih merupakan
bahasan tentang proses berfikir kritis, analisis dan sistematis.
Dalam kajian epistomologi barat, dikenal ada tiga aliran pemikiran, yakni empirisme,
rasionalisme dan intuisisme. Sementara itu, dalam pemikiran filsafat hindu dinyatakan bahwa
kebenaran bisa didapatkan dari tiga macam, yakni teks suci, akal dan pengalaman pribadi.
Dalam kajian pemikiran islam terdapat juga beberapa aliran besar dalam kaitannya dengan
teori pengetahuan. Setidaknya ada tiga model sistem berfikir dalam islam, yakni Bayani,
Irfani, dan Burhani, yang masing-masing mempunyai pandangan yang berbeda tentang
pengetahuan.
Kronologi bayani paling tidak telah dimulai dari masa Rasulullah SAW, diamana beliau
menjelaskan ayat-ayat yang sulit dipahami oleh sahabat. Kemudian para sahabat menafsirkan
Al-Qur`an dari ketetapan yang telah diberikan Rasulullah SAW melalui teks. Irfani tidak
berasal dari luar islam sebab kahidupan Rasulullah SAW, para sahabat dab tabiin menunjukan
bahwa mereka dalam suatu waktu akan mengguanakan irfani bahkan mempraktikan irfani,
meskipun penamaannya belum ada. Sedangkan Aristoteles merupakan orang yang pertama
membangun epistemologi Burhani yang populer dengan logika mantiq yang meliputi
persoalan alam, manusia dan Tuhan. Aristoteles sendiri menyebut logika itu dengan metode
analitik.2

B. Metode Penelitian
Bedasarkan Latar Belakang yang telah ditemukan tersebut, maka metode penelitian ini
mengacu kepada Pengelompokan Keilmuan Dalam Islam. Metode ilmiah yang dikembangkan
oleh para pemikir muslim berbeda secara signifikan dengan metode yang dikembangkan oleh
para pemikir barat. Sebab, seperti pernah dikatakan Ziaudin Sardar, semetara para ilmuan
barat menggunakan hanya satu macam metode ilmiah, yaitu metode observasio, para pemikir
muslim menggunakan tiga macam metode sesuai dengan tingkat atau heirerki objek-objeknya,
yaitu:
1) Bayani atau observasio
2) Burhani atau logis
3) Irfani atau intuitif
Yang masing-masing bersumber pada indra, akal, dan hati.3
Sedangkan penulis telah mewawancarai beberapa tokoh masyarakat dan mahasiswa
mengenai tiga pengelompkan keilmuan dalam islam yaitu, Bayani, Irfani dan Burhani. Bayani
itu pendekatan-pendekatan dalil, pendekatan nash.4 Irfani itu pendekatan Rasa.5 Burhani itu
pendekatan rasional.6

C. Kajian Teori
1. Pengertian/ Tujuan Bayani, Irfani, Burhani
2
Mochamad Hasyim, “EPISTEMOLOGI ISLAM (BAYANI, BURHANI, IRFANI),” Jurnal Pendidikan Agama Islam 3,
no. 2 (Juni 2018): 220.
3
Ibid (hlm 61)
4
Dwi Ridowan Ahmad Khoiri, Bayani, 17 Oktober 2022.
5
Muhammad Amir Syuhada, irfani, 18 Oktober 2022.
6
Dwi Ridowan Ahmad Khoiri, Burhani 17 oktober 2022.

2
Fasilitas pengetahuan manusia meliputi panca indera yang dapat mangamati objek-objek
fisik, akal/rasionalitas yang mampu mengenal objek fisik dan nonfisik dengan menyimpulkan
dari yang telah diketahui menuju yang tidak diketahui dan hati yang menangkap nonfisik atau
metafisika melalui kontak langsung dengan objek yang hadir dalam jiwa.7
Oleh karena itu, dalam epistemologi islam, dikenal realitas fisik dan non-fisik baik berupa
realitas imajinal maupun realitas metafisika.8
Hal tersebut ditegaskan dalam al-qur`an QS. Al-Sajadah: 7-9:
‫ ُثَّم َسَّو اُهَو َنَفَخ ِفيِه ِم ْن ُروِحِه‬. ‫ ُثَّم َجَعَل َنْس َلُه ِم ْن ُس اَل َلٍة ِم ْن َم اٍء َمِهيٍن‬. ‫اَّلِذ ي َأْح َس َن ُك َّل َش ْي ٍء َخ َلَقُه َو َبَد َأ َخ ْلَق اِإْل ْنَس اِن ِم ْن ِط يٍن‬
‫َو َجَعَل َلُك ُم الَّسْمَع َو اَأْلْبَص اَر َو اَأْلْفِئَد َة َقِلياًل َم ا َتْشُك ُروَن‬
Artinya: “(Dia) yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang
memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunanya dari saripati
air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam
(tubuh)nya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (Q.S.al-Sajdah: 7-9)

1) Bayani
Kata Bayani berasal dari bahasa Arab yaitu al-bayani yang secara harfiyah bermakna
sesuatu yang jauh atau sesuatau yang terbuka. Namun secara termonologi, ulama berbeda
pendapat dalam mendefinisikan al-bayani, ualama ilmu al-balagh misalnya, mendefinisikan
al-bayan sebagai sebuah ilmu yang dapat mengetahui suatu arti dengan melalui beberapa
metode atau cara seperti tasybih (penyerupaan), majaz dan kinayah. Ulama kalam mengatakan
bahwa al-bayan adalah dalil yang menjelaskan hukum. Sebagian yang lain mengatakan bahwa
al-bayan adalah ilmu baru yang dapat menjelaskan sesuatu atau ilmu yang mengeluarkan
sesuatu dari kondisi samar kepada kondisi jelas.9
Namun dalam epistemologi islam, bayani adalah metode pemikiran khas arab yang
menekankan pada otoritas teks (nas), secara langsung atau tidak langsung, dan dijustifikasi
oelh akal kebahasaan yang digali lewat inferensi (istidlal).10
Oleh karena itu, secara langsung bayani adalah memahami teks sebagai pengetahuan jadi
dan langsung mengaplikasikan tanpa perlu pemikiran. Namun secara tidak langsung bayani
berarti memahami teks sebagai pengatahuan mentah sehingga perlu tafsir dan penalaran.
Dengan demikian , epistemologi bayani pada dasarnya telah digunakan oleh para fuqaha
(pakar fiqih), Mutakalimun (theolog) dan ushuliyun (pakar ushul fiqih). Dimana mereka
menggunakan bayani untuk:
a) Memahami atau menganalisis teks guna menemukan atau mrndapatkan makna yang
dikandung atau dikehendaki dalam lafadz, dengan kata lain pendekatan ini dipergunakan
untuk mengelurakan makna zahir dari yang zahir pula.11
b) Istinbath (pengkajian) hukum-hukum dari al-nusus al-diniyah (al-Qur`an dan Hadis)12
Dalam bahasa filsafat yang disederhanakan, bayani dapat diartikan sebagai model
metodologi berfikir yang di sandarkan atas teks.

7
Mulyadi Kartanegara, Menebus Batas Waktu Panorama Filsafat Ilsam, II (Bandung: Mizan Pustaka, 2005).
8
Mulyadi Kartanegara, Panorama Filsafat Islam, I (Bandung: Mizan, 2002).
9
Ahmad Idrus, “EPISTIMOLOGI BAYANI, IRFANI, BURHANI,” t.t., 32–33.
10
Khudori Sholeh, “Epistemologi Bayani,” 7 Maret 2010, www.id.shyoong.com/tags/epistemologi-bayani,.
11
Abdul Ghafar, “EPISTEMOLOGI BAYANI, BURHANI, IRFANI,” blogspot, 28 September 2011,
http://samadthkhusus.blogspot.com.
12
Muhammad Kurdi, “pendekatan bayani, burhani, irfani dalam ranah ijtihadi Muhammadiyah,”
www.muhammad-kurdi.blogspot.com (blog), Oktober 2008.

3
Berikut contoh islam bayani di bagi menjadi 2 macam, yaitu:
1) Bayan Al-i’tibar yaitu penjelasan mengenai keadaan, keadaan segala sesuatu, yang
meliputi:
 Al-Qiyas Al-Bayani baik Al-Fiqgy, Al-Nahwy dan Al-Kalamy
 Al-khabar yang bersifat Yaqin maupun Tasdiq.Bayan Al-I’tiqad, yaitu penjelasan
mengenai segala sesuatu yang meliputi makna Haq, makna Muasyabbih Fih, dan
makna Bathil
2) Bayan Al-Ibarah yang terdiri dari:
 AL-Bayan Al-Zahir yang tidak membutuhkan Tafsir.
 Al-Bayan Al-Batin yang membutuhkan Tafsir, Qiyas, Istidlal dan Khabar.
 Bayan Al-Kitab, maksudnya media untuk menukil pendapat-pendapat dan pemikiran
dari Katib Khat, Katib Lafz, Katib 'Aqd, Katib Hukm, dan Katib Tadbir.

2) Irfani
Secara harfiyah al-irfan adalah mengetahui sesuatau dengan berfikir dan mengkaji secara
dalam. Dengan demikian al-irfan lebih khusus dari al-ilm. Seacara istilah irfani adalah
pengungkapan atas pengetahuan yang diperoleh lewat penyinaran hakikat oleh Tuhan kepada
hambanya setelah melalui riyadah.
Para ahli berpendapat tentang asal sumber Irfani. Pertama, menganggap bahwa irfani
islam berasal dari sumber Persia dan Majusi, seperti yang disampaikan Dozy dan Thoulk.
Alasanya, sejumlah besar orang-orang Majusi di Iran utara tetap memeluk agama mereka
setelah penakluakan Islam dan banyak tokoh sufi yang berasal dari daerah Khurasan.
Disamping itu, sebagian pendiri aliran-aliran sufi berasal dari kelompok orang Majusi, seperti
Ma`ruf al-Kharki dan Bayazid Busthami.
Kedua , Irfani berasal dari sumber-sumber Kristen, seperti dikatakan Ignaz Goldziher,
DKK. Alasannya, (1) adanya interaksi antara orang-orang Arab dan kaum Nasrani pada masa
jahiliyah maupun zaman Islam. (2) adanya segi-segi kesamaan antara kehidupan para Sufis,
dalam soal ajaran, tata cara melatih jiwa dan mengasingkan diri, dengan kehidupan Yesus dan
ajarannya, juga dengan para rahib dalam soal pakaian dan cara bersembahyang.13
Jadi apa yang dimaksud adalah pendekatan yang bersumber pada intuisi. Dari irfani
muncul illuminasi. Adapun prosedur `rfaniah dapat digambarkan sebagai berikut. Bahwa
berdasarkan literatur tasawuf, secara garis besar kita dapat menuju langkah-langkah penelitian
irfaniah dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Takhliyah : pada tahap ini, peneliti mengkosongkan perhatianya dari makhluk dan
memusatkan perhatiannya kepada Allah sebagai khaliq.
2) Tahliyyah : pada tahap ini, peneliti memperbanyak amal saleh dan melazimkan
hubungan dengansang khaliq lewat ritus-ritus tertentu.
3) Tajliyah : pada tahap ini, peneliti menemukan jawaban batiniah terhadap persoalan-
persoalan yang dihadapinya.
Adapun contoh irfani sebagai berikut

13
Wira Hadi Kusuma, “Epistemologi Bayani, Irfani, Burhani Al-Jabiri dan Relevansinya Bagi Studi Agama Untuk
Resolusi Konflik dan Peacebuilding” 18 (Juni 2018): 6.

4
1) Manhaj kashfi disebut juga manhaj ma'rifah 'irfani yang tidak menggunakan indera
atau akal, tetapi kashf dengan riyadah dan mujahadah.
2) Manhaj iktishafi disebut juga al-mumathilah (analogi), yaitu metode untuk
menyingkap dan menemukan rahasia pengetahuan melalui analogi-analogi. Analogi
dalam manhaj ini mencakup:
a) Analogi berdasarkan angka atau jumlah seperti 1/2 = 2/4 = 4/8, dan seterusnya.
b) Tamthil yang meliputi silogisme dan induksi.
c) Surah dan Ashkal.

3) Burhani
Burhani merupakan bahasa Arab yang secara harfiyah berarti mensucikan atau
menjernihkan. Menurut ulama ushul, al-burahan adalah sesuatu yang memisahkan kebenaran
dari kebatilan dan membedakan yang benar dari yang salah melalui penjelasan.14
Burhani berarti argumen yang jelas dan dapat membedakan yang mempunyai akar bahasa
latin demontrasion. Dalam persefektif logika , Burhani adalah aktivitas berfikir untuk
menetapkan kebenaran sutau premis melalui metode pengambilan kesimpulan, dengan
menghubungkan premis tersebut dengan premis yang lain yang oleh nalar dibenarkan atau
telah terbuka kebenaranya. Sedangkan dalam pengertian umum, burhani adalah aktivitas nalar
yang menetapkan kebenaran suatu premis.
Jika dibandingkan dengan bayani dan irfani dimana bayani menjadikan teks (nas), ijmak,
dan ijtihad sebagai otoritas dasar dan bertujuan untuk membangun konsepsi tentang alam
untuk memperkuat akidah agama, yang dalam hal ini Islam. Sedangkan irfani menjadikan
sebagai satu-satunya jalan dalam memperoleh pengetahuan. Oleh karena itu burhani lebih
bersandar pada kekuatan natural manusia berupa indera, pengalaman, dan akal dalam
mencapai pengetahuan.15
Sikap terhadap kedua epistemologi bayani dan burhani bukan berarti harus dipisahkan dan
hanya boleh memilih salah satu diantaranya. Malah untuk menyelsaikan problem-problem
sosial dan dalam studi islam justru dianjurkan untuk memadukan keduanya. Dari perpaduan
ini muncul nalar abduktif, yakni mencoba memadukan model deduktif dan induktif.
Perpaduan antara hasil bacaan yang bersifat kontlektual dan hasil-hasil penelitian empiris,
justru kelak melahirkan ilmu islam yang lengkap, dan kelak dapat menuntaskan problem-
problem sosial kekinian dan keindonsiaan.16
Jika melihat pernyataan al-qur`an, maka akan dijumpai sekian banyak ayat yang
memerintahkan untuk menggunakan nalarnya dalam menimbang ide yang masuk kedalam
benaknya. Banyak ayat yang berbicara tentang hal ini dengan berbagai redaksi seperti
ta`qilun, tatafakarun, tadabbarun, dan lain-lain. Ini membuktikan bahwa akal pun mampu
meraih pengetahuan dan kebenaran selama ia digunakan dalam wilayah kerjanya.17
Adapun contoh dari burhani sebagai berikut, yaitu:
1) Ilmu Al-Lisan, yang pertama membicarakan lafz-lafz, kaifiyyah, susunan, dan
rangkaiannya dalam ibarat-ibarat yang dapat digunakan untuk menyampaikan makna,

14
http://sanadthkhusus.blogspot.com, 2009
15
Afifi Fauzi Abbas, “INTEGRASI PENDEKATAN BAYANI,BURHANI, IRFANI DALAM IJTIHAD MUHAMMADIYAH,”
Integrasi pedekatan bayani, t.t., 53.
16
Kherudin Nasution, Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: tazzafa, t.t.).
17
Mulyadi Kartanegara, Mengislamkan Nalar (Jakarta: erlangga, 2007).

5
serta cara merangkainya dalam diri manusia. Tujuannya adalah untuk menjaga lafz al-
dalalah yang dipahami dan menetapkan aturan-aturan mengenai lafz tersebut.
2) Ilmu Al-Mantiq, yang membahas masalah mufradat dan susunan yang dengannya kita
dapat menyampaikan segala sesuatu yang bersifat indrawi dan hubungan yang tetap
diantara segala sesuatu tersebut, atau apa yang mungkin untuk mengeluarkan
gambaran-gambaran dan hukum-hukum darinya. Tujuannya adalah untuk menetapkan
aturan-aturan yang digunakan untuk menentukan cara kerja akal, atau cara mencapai
kebenaran yang mungkin diperoleh darinya.
2. Keunggulan dan Kelemahan Bayani, Irfani, Burhani
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa didalam islam memiliki epistemologi yang
komprehensif sebagai kunci untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Keunggulan bayani
terletak pada kepada kebenaran teks (Al-Qur`an dan Hadis) sebagai sumber utama hukum
islam yang bersifat universal sehingga menjadi pedoman dan patokan. Sebenarnya dalam
epistemologi bayani juga menggunakan akal, akan tetapi relatif sedikit dan sangat tergantung
pada teks yang ada. Penggunaan yang terlalu dominan atas epistemologi ini telah
menimbulkan dogma dalam kehidupan beragama, kerena kurang mampu merespon
perkembangan zaman.
Hal ini dikarenakan teks sebagai sumber yang paling mutlak, sedangkan akal pikiran
disampingkan, sehingga peran akal menjadi tergantung di bawah teks, dan tidak
menempatkannya seacra sejajar, saling mengisi dan melengkapi dengan teks.18
Sistem berpikir yang berkembang epistemologinya dikembangkan di atas semangat akal
dan logika dengan beberapa penelitian akal merupakan keunggulan epistemologi burhani.
Namun Kendala yang sering dihadapi dalam penerapan pendekatan ini adalah sering tidak
sinkronnya teks dan realitas. Produk ijtihadnya akan berbeda jika dalam perumusan utmanya
teks atau konteks, sehingga masyarakat lebih banyak memenangkan teks daripada konteks,
meskipun disisi lain juga banyak yang memenangkan konteks.19
Di antara keunggulan irfani adalah bahwa segala pengetahuan yang bersumber dari intuisi-
intuisi (ilham), ebih dekat dengan kebenaran dari pada ilmu-ilmu yang digali dari
argumentasi-argumentasi rasional dan akal. Bahkan kalangan sufi menyatakan bahwa indra
manusia dan pemikiran akalnya hanya menyentuh wilayah lahiriah alamnya, namun manusia
dapat berhubungan secara langsung yang bersifat intuitif dengan hakikat tunggal alam (Allah)
melalui dimensi-dimensi batiniahnya sendiri dan hal ini akan sangat berpengaruh ketika
manusia telah suci, lepas, dan jauh dari segala bentuk ikatan-ikatan dan ketergantungan-
ketergantungan lahiriah. Namun kendala atau keterbatasan irfani antara lain adalah bahwa ia
hanya dapat dinikmati oleh segelintir manusia yang mampu sampai pada taraf pensucian diri
yang tinggi. Di samping itu, irfani sangat subjektif menilai sesuatu karena ia berdasar pada
pengalaman individu manusia. Pendekatannya yang supra-rasional, menafikan kritik atas
nalar, serta pijakannya pada logika paradoksal yang segalanya bisa diciptakan tanpa harus
berkaitan dengan sebab-sebab yang mendahuluinya, mengakibatkan epistemologi ini
kehilangan dimensi kritis dan terjebak pada nuansa magis yang berandil besar pada
kemunduran pola pikir manusia.20

D. Temuan dan Pembahasan


Data-data yang tela h penuli s paparka n sebelumunya di sertai denga n data data yang tela h
penuli s terima dari hasi l wawancara, serta dokumentasi dapa t kita analisi s beberapa ha l
pengelompokan keilmuan dalam islam. Ada tiga pengelompokan dalam islam yaitu Bayani,
Irfani, dan Burhani dari tiga pengelompokan diatas penulis menemukan beberapa perbedaan
18
Mulyadi Kartanegara, Menebus Waktu Panorama Filsafat Islam (Bandung: Mizan, 2002).
19
Mulyadi Kartanegara, Menebus Batas Waktu Panorama Islam (Bandung: Mizan, 2002).
20
Ibid

6
pendapat menurut ahli-ahli, penulis bertujuan untuk memberi tahu tentang pengelompokan
keilmuan dalam islam kepada mahasiswa PAI maupun mahasiswa yang lainnya.
Pada dasarnya, pengelompokan keilmuan dalam islam yaitu ada tiga yakni, Bayani adalah
Kata Bayani berasal dari bahasa Arab yaitu al-bayani yang secara harfiyah bermakna sesuatu
yang jauh atau sesuatau yang terbuka. Namun secara termonologi, ulama berbeda pendapat
dalam mendefinisikan al-bayani, ualama ilmu al-balagh misalnya, mendefinisikan al-bayan
sebagai sebuah ilmu yang dapat mengetahui suatu arti dengan melalui beberapa metode atau
cara seperti tasybih (penyerupaan), majaz dan kinayah. Ulama kalam mengatakan bahwa al-
bayan adalah dalil yang menjelaskan hukum. Sebagian yang lain mengatakan bahwa al-bayan
adalah ilmu baru yang dapat menjelaskan sesuatu atau ilmu yang mengeluarkan sesuatu dari
kondisi samar kepada kondisi jelas.
Irfani adalah Secara harfiyah al-irfan adalah mengetahui sesuatau dengan berfikir dan
mengkaji secara dalam. Dengan demikian al-irfan lebih khusus dari al-ilm. Seacara istilah
irfani adalah pengungkapan atas pengetahuan yang diperoleh lewat penyinaran hakikat oleh
Tuhan kepada hambanya setelah melalui riyadah. Para ahli berpendapat tentang asal sumber
Irfani. Pertama, menganggap bahwa irfani islam berasal dari sumber Persia dan Majusi,
seperti yang disampaikan Dozy dan Thoulk. Alasanya, sejumlah besar orang-orang Majusi di
Iran utara tetap memeluk agama mereka setelah penakluakan Islam dan banyak tokoh sufi
yang berasal dari daerah Khurasan. Disamping itu, sebagian pendiri aliran-aliran sufi berasal
dari kelompok orang Majusi, seperti Ma`ruf al-Kharki dan Bayazid Busthami. Kedua , Irfani
berasal dari sumber-sumber Kristen, seperti dikatakan Ignaz Goldziher, DKK. Alasannya, (1)
adanya interaksi antara orang-orang Arab dan kaum Nasrani pada masa jahiliyah maupun
zaman Islam. (2) adanya segi-segi kesamaan antara kehidupan para Sufis, dalam soal ajaran,
tata cara melatih jiwa dan mengasingkan diri, dengan kehidupan Yesus dan ajarannya, juga
dengan para rahib dalam soal pakaian dan cara bersembahyang.
Burhani adalah burhani merupakan bahasa Arab yang secara harfiyah berarti mensucikan
atau menjernihkan. Menurut ulama ushul, al-burahan adalah sesuatu yang memisahkan
kebenaran dari kebatilan dan membedakan yang benar dari yang salah melalui penjelasan.
Burhani berarti argumen yang jelas dan dapat membedakan yang mempunyai akar bahasa
latin demontrasion. Dalam persefektif logika , Burhani adalah aktivitas berfikir untuk
menetapkan kebenaran sutau premis melalui metode pengambilan kesimpulan, dengan
menghubungkan premis tersebut dengan premis yang lain yang oleh nalar dibenarkan atau
telah terbuka kebenaranya. Sedangkan dalam pengertian umum, burhani adalah aktivitas nalar
yang menetapkan kebenaran suatu premis.
Didalam islam memiliki epistemologi yang komprehensif sebagai kunci untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan. Keunggulan bayani terletak pada kepada kebenaran teks (Al-
Qur`an dan Hadis) sebagai sumber utama hukum islam yang bersifat universal sehingga
menjadi pedoman dan patokan. Sebenarnya dalam epistemologi bayani juga menggunakan
akal, akan tetapi relatif sedikit dan sangat tergantung pada teks yang ada. Penggunaan yang
terlalu dominan atas epistemologi ini telah menimbulkan dogma dalam kehidupan beragama,
kerena kurang mampu merespon perkembangan zaman.

E. Simpulan
Dengan membandingkan antara model berpikir umum dan islam, dengan demikian muncul
gambaran berikut, bahwa epistemologi umum :
1. Model berpikir rasional.
2. Model berpikir empirikal.
3. Model berpikir intuitif.
Sementara model berpikir islam adalah sebagai berikut :
1. Bayani bersumber pada teks baik nash maupun non-nahs.

7
2. Burhani bersumber pada akal dam empirikal.
3. Irfani bersumber pada kasf.21
Dengan demikian, dapat disimpulkan terdapat tiga cara atau metode dalam epistimologi
islam untuk menangkap atau mengetahui objek-objek ilmu. Pertama, melalui indra yang
sangat kompeten untuk mengenal objek-objek fisik dengan cara mengamatinya. Kedua,
melalui akal yang mampu mengenal bukan saja benda-benda indriawi, melainkan juga objek-
objek non-fisik dengan cara menyimpulkan dari yang telah diketahui menuju yang tidak
diketahui. Ketiga, hati yang menangkap objek-objek non-fisik atau metafisik melalui kontak
langsung dengan objek-objek yang hadir dalam jiwa seseorang.
Bayani adalah sebuah metode berfikir yang berdasarkan kepada teks kitab suci Al-qur`an.
Pendekatan bayani mekahirkan sejumlah produk hukum islam dan bagaimana cara
menghasilkan hukum di maksud dengan berbagai variasnya. Selain itu juga melahirkan
sejumlah karya tafsir Al-qur`an. Irfani adalah model penalaran yang berdasarkan atas
pendekatan dan pengalaman spiritual langsung atas realitas yang tampak. Bidik Irfani adalah
esoterir atau bagian batin, oleh karena itu, rasio yang digunakan hanya untuk menjelaskan
pengalaman spiritual.
Metodologi dan pendekatan irfani mampu menyusun dan mengembangkan ilmu kesufian.
Burhani adalah kerangka berfikir yang tidak di dasarkan atau teks suci maupun pengalaman
spiritual melaikan persis seperti yang di peragakan oleh metode keilmuan yunani yang
landasanya murni pada cara kerja empirik. Kebenaran harus di buktikan secara empirik dan
diakui menurut penalaran logis.
Dengan demikian, seluruh rangkaian wujud yang menjadi objek-objek ilmu pengetahuan
yang fisik dan non-fisik dapat diketahui oleh manusia.22

F. Refrensi
Abdul Ghafar, “EPISTEMOLOGI BAYANI, BURHANI, IRFANI,” blogspot, 28 September
2011, http://samadthkhusus.blogspot.com.
Ahmad Idrus, “EPISTIMOLOGI BAYANI, IRFANI, BURHANI,” t.t., 32–33.
Afifi Fauzi Abbas, “INTEGRASI PENDEKATAN BAYANI,BURHANI, IRFANI DALAM
IJTIHAD MUHAMMADIYAH,” Integrasi pedekatan bayani, t.t., 53.
Kherudin Nasution, Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: tazzafa, t.t.).
Khudori Sholeh, “Epistemologi Bayani,” 7 Maret 2010,
www.id.shyoong.com/tags/epistemologi-bayani,.
Mochamad Hasyim, “EPISTEMOLOGI ISLAM (BAYANI, BURHANI, IRFANI),” Jurnal
Pendidikan Agama Islam 3, no. 2 (Juni 2018): 220.
Muhammad Kurdi, “pendekatan bayani, burhani, irfani dalam ranah ijtihadi Muhammadiyah,”
www.muhammad-kurdi.blogspot.com (blog), Oktober 2008.
Mulyadi Kartanegara, Mengislamkan Nalar (Jakarta: erlangga, 2007).

21
Kherudin Nasution, Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: tazzafa, t.t.).
22
Mulyadi Kartanegara, Menebus Waktu Panorama Filsafat Islam (Bandung: Mizan, 2002).

8
Mulyadi Kartanegara, Menebus Batas Waktu Panorama Filsafat Ilsam, II (Bandung: Mizan
Pustaka, 2005).
Mulyadi Kartanegara, Menebus Waktu Panorama Filsafat Islam (Bandung: Mizan, 2002).
Mulyadi Kartanegara, Panorama Filsafat Islam, I (Bandung: Mizan, 2002).
Puji Astuti, “Pengelompokan Keilmuan dalam Islam: Perspektif Bayani,” t.t., 1.
Wira Hadi Kusuma, “Epistemologi Bayani, Irfani, Burhani Al-Jabiri dan Relevansinya Bagi
Studi Agama Untuk Resolusi Konflik dan Peacebuilding” 18 (Juni 2018): 6.

Anda mungkin juga menyukai