Tugas Blok II - 2021 - 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

Tugas Blok II

Looking Through My Patient Eyes

Mrs X , G2P1A0 dengan Pre Eklampsia Ringan

Oleh:

Kelompok I

RSIA MUTIARA BUNDA

Arfiyani Zamanti 206070200111016

Engelbert Hariyanto 206070200111017

Eka Chandra Kusuma Wardhana 206070200111019

Mahbubah 206070200111022

Muslim Paranto Noor Asoffa 206070200111025

Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit

Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Malang

TAHUN AJARAN 2020-2021


Pelaksanaan Wawancara
Hari : Rabu

Tanggal : 23 Maret 2021

Lokasi : RSIA Mutiara Bunda malang

Deskripsi Responden
Nama : Mrs X

Diagnosa : G2P1A0 ; PER ( Pre Eklampsia Ringan )

Pembiayaan : BPJS

Pertimbangan Pemilihan kasus:

Dikarenakan RSIA Mutiara Bunda adalah RS khusus yang berfokus pada Ibu dan anak,
konsumen utama RSIA Mutiara Bunda adalah Ibu yang bersalin di RSIA Mutiara Bunda.
Diharapkan pasien ini dapat mewakili pandangan mayoritas pasien RSIA Mutiara Bunda.

What Matters dan Pengalaman Pasien


Awal mula, pasien memeriksakan kehamilan pada bidan di desanya. Hasil pemeriksaan
menunjukkan tensi pasien yang tinggi. Setelah dilakukan pemeriksaan sebanyak dua kali, tensi
pasien berada pada angka 140. Awalnya dirawat oleh bidan desa namun akhirnya diberi
pengantar oleh bidan desa ke rumah sakit untuk bertemu dokter kandungan. Dokter spesialis
kandungan memberikan saran pada pasien untuk rawat jalan terlebih dahulu, mengurangi
makanan asin serta kontrol rutin.

Keluhan pertama pasien untuk kontrol rutin adalah keharusan untuk ke Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dulu untuk meminta rujukan ke Rumah Sakit Mutiara
Bunda. Begitu juga saat akan rawat inap di rumah sakit, pasien merasa terlalu banyak form
yang harus diisi di bagian pendaftaran.

Selama rawat inap ada beberapa keluhan dari pasien. Saat di IGD,pasien merasa
perawat yang menangani tidak ramah. Untuk bagian gizi, makanan yang diberikan terasa
hambar. Jarak ranjang antar pasien yang terlalu dekat, juga menjadi keluhan pasien karena
merasa privasinya kurang terjaga. AC dirasa kurang dingin, serta ada yang bocor. Keluhan lain
adalah terkait kondisi bangunan rumah sakit yang terkesan tua, dan perlu perlu perbaikan.

Di bawah ini adalah 2 alur untuk pasien di RSIA Mutiara Bunda :

ALUR PENDAFTARAN PASIEN RAWAT JALAN

PASIEN DATANG
BARU
1. Minta Identitas pasien (KTP)

LAMA TEMPAT PENDAFTARAN


1. Daftar di SIMRS (TPP)

BARU

1. Menyiapkan BRM RJ
CETAK BRM
2. Cetak Formulir 1
Di RUANG FILING
LAMA

1. Menyiapkan/Mengambil

POLIKLINIK
R.JALAN R.INAP

PULANG RUANG R.INAP


Pasien Pulang
REKAM MEDIS
ASEMBLING

Melengkapi TTD Petugas di CODING


Formulir 1 FILING PENYIMPANAN
Cek ulang BRM RJ CASMIX
BRM
dengan General Consent
ALUR PASIEN RAWAT INAP

PASIEN DATANG

PELAYANAN IGD POLIKLINIK


1. Keluarga daftar ke Tempat Pendaftaran
2. Melengkapi Administrasi sesuai

PELAYANAN MEDIS Menerima Pembayaran Rawat Jalan terdiri:


Menerima Pembayaran Hr Dokter
1. Pelayanan Penunjang (Lab)dll
- Lab (RAPID) Administrasi
Disetorkan ke Lab/vaksiN

1. Menyiapkan ADMISI R.Inap 2.Mendaftar Pasien Penunggu PENDAFTARAN/KASIR


3.Melengkapi Administrasi sesuai dengan jenis status Pasien

Di perbolehkan Rawat
Pulang Inap

RUANG PERAWATAN

BELUM SEMBUH SEMBUH MENINGGAL

RUJUK APS DI PERBOLEHKAN PULANG

ADMINISTRASI

PULANG
Perspektif pasien dalam pemilihan intervensi kesehatan,
Ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pasien karena harus ke FKTP terlebih dahulu
untuk kontrol dan rawat inap di RS Mutiara Bunda bisa terjadi akibat kurangnya pengertian dari
pasien atau keluarga mengenai proses rujukan online yang diterapkan oleh BPJS. Sosialisasi
memang masih menjadi kendala dalam proses rujukan pasien dari FKTP ke FKRTL(1–3).
Sehingga menyebabkan terjadinya kesalahpahaman antara petugas kesehatan serta pasien.
Akibatnya kepuasan terhadap pelayanan kesehatan juga menurun. Dari penuturan pasien,
diketahui juga pasien langsung diberi surat pengantar dari bidan desa untuk ke Rumah sakit.
Sehingga tidak melalui prosedur rujukan BPJS yang benar. Hal ini menyebabkan menurunnya
tingkat kepuasan pasien. padahal tingkat kepuasan pasien akan meningkat bersamaan dengan
meningkatnya pemahaman pasien akan prosedur rujukan online (4)

Hal yang dapat dilakukan untuk mengelola situasi seperti ini adalah memberikan
pengertian serta penjelasan prosedur rujukan online serta rujukan berjenjang yang diberlakukan
oleh BPJS. Namun hal ini bukanlah suatu masalah yang dapat ditangani oleh RS sendiri namun
diperlukan kerjasama dengan seluruh stakeholder yang terkait dengan hal ini, seperti BPJS dan
fasilitas kesehatan yang lain.

Masalah lain yang menjadi keluhan pasien adalah makanan yang terasa hambar.
Makanan yang terasa hambar tersebut dimaksudkan sebagai diet rendah garam agar tensi
pasien terjaga. Namun maksud dan tujuan dari diet tersebut belum tersampaikan kepada
pasien sehingga pasien merasa makanan nya hambar. Untuk mengatasi hal tersebut,
diperlukan komunikasi yang baik dengan pasien. Diharapkan dengan adanya komunikasi yang
baik, setiap informasi dapat tersampaikan dengan benar. Sehingga setiap tindakan yang
dilakukan untuk memberi layanan kepada pasien tidak disalahartikan atau berbalik menjadi
keluhan pasien.

Penggunaan perspektif pasien dalam pengukuran kinerja pelayanan,

Berdasarkan kasus diatas didapatkan beberapa hal yang dapat menjadi masukan oleh
RSIA Mutiara Bunda, baik terkait fasilitas infrastruktur, proses administrasi, dan profesionalisme
tenaga medisnya. Hal-hal tersebut terjadi dikarenakan adanya gap antara harapan pasien
dengan kenyataan yang dirasakan pasien selama melakukan perawatan di rumah sakit.
Kepuasan pasien adalah tingkat perasaan seorang pasien apabila pelayanan kesehatan yang
dia dapatkan/rasakan sesuai dengan harapannya. Mutu pelayanan rumah sakit merupakan
derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan
pelayanan kesehatan yang sesuai standar (5). Maka dengan melakukan pengukuran kepuasan
pelanggan dapat menjadi tolak ukur kinerja pelayanan itu sendiri. Menurut Kotler dalam Tjiptono
ada empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan (5):

1. Sistem Keluhan dan Saran


Setiap organisasi yang berorientasi kepada pelanggan (customer oriented) perlu
memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan
saran, pendapat dan keluhan mereka.
2. Survey Kepuasan Pelanggan
Banyak penelitian mengenai kepuasan pelanggan yang dilakukan dengan cara
penelitian survei dengan berbagai macam media. Melalui survey perusahaan akan
memperoleh tanggapan dan umpan balik ( feed back) secara langsung dari para
pelanggan dan juga memberikan tanda positif bahwa perusahaan memberikan perhatian
terhadap para pelanggannya.
3. Ghost Shopping
Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah
dengan cara mempekerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk 4 berperan atau
bersikap sebagai pelanggan atau pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing.
Kemudian mereka memberikan laporan mengenai hasil kekuatan dan kelemahan
produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian
produk-produk tersebut.
4. Lost Customer Analysis
Perusahaan ada baiknya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli
atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi, dan
juga agar dapat mengambil kebijakan perbaikan atau penyempurnaan selanjutnya.

Hal yang dapat dilakukan terkait hal tersebut adalah menggunakan metode yang ada
untuk mengukur kepuasan pasien dan menggunakan perspektif pasien sebagai alat ukur dari
kinerja pelayanan dalam hal ini pasien mengeluhkan terkait proses administrasi di pendaftaran
yang terlalu banyak form maka perlu dilakukan pengkajian terkait form-form tersebut apakah
ada isian yang diulang ulang sehingga memakan waktu maka perlu diringkas sehingga tidak
perlu diulang-ulang. Manajemen perlu melihat terkait input proses dan output kemudian
menjadikan sebagai indikator mutu kerja di unit kerja yang bisa terukur. Selain rumah sakit
memenuhi permenkes 129/Menkes/SK/II/2008 (6) terkait standar pelayanan minimal rumah
sakit tapi rumah sakit dapat menyusun indikator pelayanan berdasarkan dari perspektif pasien
dengan mengutamakan kenyamanan, ketepatan dan kecepatan.

Integrasi dan kolaborasi interprofesi dan sistem,


Saat di IGD, pasien merasa perawat yang menangani bersikap tidak ramah / judes. Hal
ini sebenarnya menjadi masalah klasik dalam penanganan pasien gawat darurat. Nurhidayat
mengungkapkan bahwa salah satu keluhan pasien yang paling sering dalam penanganan
pasien di ruang gawat darurat adalah sikap dan perhatian perawat IGD dalam menanggapi
keluhan pasien, serta informasi yang diberikan kepada pasien selama menunggu masih
kurang(7) Penanganan pasien di ruang gawat darurat sifatnya segera, cepat dan tepat dengan
berbagai macam klasifikasi kegawatdaruratan. Kondisi ini dapat meningkatkan stressor dan
emosi bagi tenaga medis yang merawatnya, serta kepanikan dan kecemasan bagi pasien dan
keluarga. Aspek psiko-emosional memegang peranan penting bagi pelayanan medik maupun
bagi petugas kesehatan di ruang gawat darurat. Senyuman merupakan bentuk interaksi
perawat kepada pasien yang dapat diberikan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
pasien sebagai bentuk komunikasi non verbal. Namun, beban kerja yang tinggi di ruang gawat
darurat membuat perawat jarang memberikan senyum kepada pasien(8)
Ada setidaknya 4 faktor yang menyebabkan kurangnya senyum atau keramahan
perawat di unit gawat darurat, yaitu : 1) Beban kerja tinggi, 2) Kondisi lelah 3) Stressor tinggi
dan 4) Masalah keluarga(7,8). Padahal keramahan dan senyuman dari tenaga medis utamanya
perawat adalah faktor yang mendukung kesembuhan pasien serta meningkatkan kepuasan
pasien dan keluarga (7,8). Hal yang dapat membantu dalam pelayanan pasien dalam bentuk
keramahan ini adalah pemberian pemahaman bagi perawat pentingnya keramahan dalam
perawatan pasien serta mengadakan seminar, pelatihan dan workshop(7)

Peran arsitektur dan lingkungan rumah sakit,


Selama perawatan di kamar rawat inap, pasien merasa kurang nyaman akibat dari jarak
antar ranjang pasien kurang jauh sehingga privasi kurang terjaga. Fisik bangunan juga menjadi
perhatian pasien karena terlihat tua dan perlu diperbaharui. Fasilitas AC dirasa kurang karena
masih dirasa panas, serta adanya AC yang bocor.
Sebuah bangunan dirancang untuk dapat mengakomodasi aktivitas dan memberikan
lingkungan yang nyaman dan sehat bagi penggunanya, kenyamanan bangunan diukur
berdasarkan 4 aspek utama yaitu kenyamanan ruang, kenyamanan visual, kenyamanan termal
dan kenyamanan audio (9,10) Selama perawatan di kamar rawat inap, pasien merasakan
ketidaknyamanan ruang, kenyamanan visual, serta kenyamanan termal. Tidak terpenuhinya
aspek-aspek tersebut pada sebuah ruang akan menyebabkan kegiatan manusia dalamnya
menjadi tidak optimal, dan menandakan bahwa proses perancangan ruang/gedung tersebut
kurang berhasil.

Dalam hal ini, rumah sakit perlu menanggapi ketidaknyamanan pelayanan kamar rawat
inap tersebut dengan melakukan perbaikan fasilitas, monitoring secara berkala barang
elektronik maupun fasilitas gedung yang menjadi fasilitas pasien, serta melakukan evaluasi
kepuasan pasien terhadap kualitas mutu pelayanan rumah sakit. Mutu pelayanan rumah sakit
(RS) dapat ditelaah dari tiga hal yaitu: 1) struktur (sarana fisik, peralatan, dana, tenaga
kesehatan dan non kesehatan, serta pasien), 2) proses (manajemen RS baik manajemen
interpersonal, teknis maupun pelayanan keperawatan yang kesemuanya tercermin pada
tindakan medis dan nonmedis kepada pasien), 3) outcome. Aspek mutu yang dapat dipakai
sebagai indikator untuk menilai mutu pelayanan RS yaitu: penampilan keprofesian (aspek
klinis), efisiensi dan efektivitas, keselamatan dan kepuasan pasien (5)

Pemenuhan hak dan kewajiban pasien termasuk informed consent.


Saat hendak rawat inap di RS, pasien merasa terlalu banyak form yang harus ditulis di
pendaftaran, hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan dirasa perawat memberikan
pelayanan berbelit-belit. Dalam hal ini informed consent yang dilakukan oleh perawat
merupakan prosedur yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, Pasal 2 bahwa semua
tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapatkan persetujuan.
Persetujuan yang dimaksud dapat diberikan secara tertulis maupun lisan setelah diberikan
penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran yang dilakukan (11,12).

Dengan adanya ketidaknyamanan yang ditimbulkan akibat banyaknya form yang harus
ditulis saat pendaftaran, Rumah Sakit hendaknya dapat membuat strategi dimana pasien dapat
menulis form-form tersebut dengan kondisi ruang pendaftaran yang nyaman atau beberapa
persetujuan dan form yang berhubungan dengan tindakan dapat dilakukan saat pasien berada
di ruang rawat inap dan tentunya sebelum dilakukan tindakan.

Indikator kepuasan pelayanan


Mengukur kepuasan pasien dapat digunakan sebagai alat untuk: 1) evaluasi kualitas
pelayanan kesehatan, 2) evaluasi terhadap konsultasi intervensi dan hubungan antara perilaku
sehat dan sakit, 3) membuat keputusan administrasi, 4) evaluasi efek dari perubahan organisasi
pelayanan, 5) administrasi staf, 6) fungsi pemasaran, 7) formasi etik professional (5)

Beberapa hal yang dapat dijadikan indikator kepuasan pelayanan adalah (13,14) :

1. Tangible ( Bukti fisik )


2. Reliability ( kehandalan )
3. Responsiveness ( Daya Tanggap )
4. Assurance ( Jaminan dan kepastian )
5. Emphaty

Kesimpulan
Pelayanan kesehatan semakin bergerak menuju ke arah Patient Centered Care. Dimana
titik berat dari pelayanan kesehatan adalah pasien yang merupakan konsumen utamanya.
Dalam menjalankan patient centered care perlu dilakukan perubahan sudut pandang
manajemen dari medis ke arah pandang pasien. Perlu penggalian data dari pasien mengenai
faktor faktor yang dapat mempengaruhi kenyamanan serta keselamatan pasien selama
menjalani perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Terdapat gap atau kesenjangan antara hal yang merupakan sesuatu yang penting bagi
pasien serta apa yang dialami oleh pasien. Kesenjangan yang kami temukan dalam wawancara
kali ini adalah :

1. Keinginan ingin dilayani secara cepat dengan keharusan meminta surat rujukan dari
FKTP terlebih dahulu.
2. Keinginan untuk pelayanan yang praktis dan cepat dengan banyaknya form yang harus
diisi saat hendak rawat inap
3. Keinginan untuk dilayani secara ramah dengan perawat IGD yang melayani dengan
judes.
4. Keinginan untuk makan sesuai selera dengan makanan yang terasa hambar saat di
ruangan.
5. Privasi yang terjaga dengan sempitnya jarak antar bed pasien
6. Dirawat di fasilitas yang baik dengan fisik bangunan yang perlu perbaikan
7. Kenyamanan ruangan tempat rawat inap dengan bocornya AC

Kesenjangan tersebut sebaiknya segera dijembatani oleh manajemen RS. Tidak hanya untuk
meningkatkan kepuasan pelanggan namun secara lebih jauh untuk menuju ke fasilitas
kesehatan yang berpusat pada pasien.
Daftar Pustaka

1. Waldy GNUR, Hukum PI, Hukum F, Surakarta UM. Dengan Bpjs Kesehatan Dalam
Program Jaminan. 2019;

2. Pertiwi M, Nurcahyanto H. EFEKTIVITAS PROGRAM BPJS KESEHATAN DI KOTA


SEMARANG (Studi Kasus pada Pasien Pengguna Jasa BPJS Kesehatan di Puskesmas
Srondol). J Public Policy Manag Rev [Internet]. 2017;6(2):416–30. Available from:
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jppmr/article/view/16050

3. Kesehatan S. Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Pada Peserta
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (Studi Kasus Di Puskesmas Neglasari
Kota Tangerang). J Kesehat Masy. 2017;5(3):19–25.

4. Muchsam Y, Mareta F, Kesehatan I, Indonesia B. Analisis Pengaruh Kepahaman Sistem


Rujukan Online Peserta BPJS Terhadap Kepuasan Pelayanan BPJS. Semin Nas Inform
Medis. 2019;5:34–9.

5. IVAN ARDO FATAS. Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Mutu
Pelayanan di Rumah Sakit Hidayah Boyolali. Publ Ilm Univ Muhammadiyah Surakarta.
2017;1–100.

6. Kementrian Kesehatan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : 129/Menkes/SK/II/2008 TENTANG Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Jakarta: Kementrian Kesehatan; 2008.

7. Nurhidayah S, Setyawan D. Gambaran tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan


perawat di Instalasi Gawat Darurat. J Kesehat STIKES Telogorejo [Internet].
2019;XI(2):42–8. Available from:
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/jikk/article/view/797/780

8. FITRIANA V, Santoso A, Dharmana E. Pengalaman Dan Makna Perawat Tersenyum


Kepada Pasien Di Ruang Gawat Darurat. 2019; Available from:
http://eprints.undip.ac.id/76563/

9. Kusumaningrum A, Martiningrum I. Persepsi Pengunjung terhadap Tingkat Kenyamanan


Bangunan Pelayanan Kesehatan. J Mhs Jur Arsit. 2017;5(4).

10. Karyono TH. Kenyamanan Termal dalam Arsitektur Tropis. Researchgate. 2016;(July):9.
11. Kementrian Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan No 290/MENKES/PER/III/2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Jakarta: Kementrian Kesehatan; 2008.

12. Syafruddin S, Anand G. Urgensi Informed Consent terhadap Perlindungan Hak-hak


Pasien. Hasanuddin Law Rev. 2015;1(2):164.

13. Harfika J, Abdullah N. Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Fasilitas Terhadap Kepuasan
Pasien Pada Rumah Sakit Umum Kabupaten Aceh Barat Daya. Balance [Internet].
2017;XIV(1):44–56. Available from: file:///E:/SEMESTER 6/SINTA KEPERCAYAAN,
FASILITAS/FASILITAS (9).pdf

14. Antara H, Pelayanan M, Kepuasan D. Hubungan Antara Mutu Pelayanan Dengan


Kepuasan Pasien Di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Gmim Pancaran
Kasih Manado. JKK (Jurnal Kedokt Klin. 2018;2(1):9–18.

Anda mungkin juga menyukai