Berantakan 2

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan,

Keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Hasbullah, 2005:4). Mulyati (1999:50)

menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam mengiterprestasikan dan beradaptasi

dengan lingkungannya (teori Perkembangan kognitif). Menurutnya, Setiap anak memiliki struktur

yang disebut schemata, yaitu system konsep yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap

obyek yang ada dalam lingkungannya.

Sekolah Dasar dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki dasar-dasar karakter,

kecakapan, keterampilan, dan pengetahuan yang memadai untuk mengembangkan potensi dirinya

secara optimal sehingga memiliki ketahanan dan keberhasilan dalam pendidikan lanjutan atau dalam

kehidupan yang selalu berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Secara lebih rinci, kompetensi

lulusan SD adalah: (1) mengenali dan berperilaku sesuai dengan ajaran yang diyakini, (2) mengenali

dan menjalankan hak dan kewajiban diri, beretos kerja, dan perduli terhadap lingkungan, (3) berpikir

secara logis, kritis dan kreatif serta berkomunikasi melalui berbagai media, (4) menyenangi keindahan,

(5) membiasakan hidup bersih, bugar, dan sehat, dan (6) memiliki rasa cinta dan bangga terhadap

bangsa dan tanah air.

1
Mengacu pada uraian di atas, jelaslah bahwa pendidikan di SD, sebagaimana pendidikan pada semua

jalur dan semua jenjang, bertujuan mengembangkan potensi setiap peserta didik agar menjadi manusia

yang utuh, yang tidak hanya cerdas secara intelektual, namun juga cerdas secara emosional dan

spiritual.

Pendidikan yang bertujuan mengembangkan semua potensi siswa agar memiliki kecakapan untuk

hidup, yaitu kecakapan untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara

wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi

sehingga akhirnya mampu mengatasinya.

Namun, tujuan pendidikan sebagaimana diuraikan di atas, belum dapat tercapai seperti yang

diharapkan. Selama ini, hasil pendidikan di SDN Min Bontosunggu Kec. Bajeng Kab. Gowa hanya

tampak dari kemampuan siswa menghafal fakta-fakta. Walaupun banyak siswa mampu menyajikan

tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka

seringkali tidak memahami secara mendalam substansi materinya.

Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah

perlunya peningkatan kualitas pembelajaran, yang secara mikro di SDN Min Bontosunggu Kec.

Bajeng Kab. Gowa, harus ditemukan strategi atau pendekatan pembelajaran yang efektif di kelas,

yang lebih memberdayakan potensi siswa. Salah satu pendekatan tersebut adalah pembelajaran,

yakni pendekatan pembelajaran yang melibatkan berbagai bidang studi untuk memberikan
pengalaman yang bermakna kepada siswa, karena siswa akan memahami konsep-konsep yang

mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang

sudah dipahami.

Menurut Piaget (dalam Karli, 2007:96), kemampuan anak untuk bergaul dengan hal-hal yang bersifat

abstrak yang diperlukan untuk mencernakan gagasan-gagasan dalam berbagai mata pelajaran akademik

umumnya baru terbentuk pada usia ketika mereka duduk di jenjang pendidikan sekolah dasar, dan

berkembang lebih lanjut pada usia SMP.

Oleh sebab itu, cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang untuk para siswa akan sangat

berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman tersebut bagi mereka. Pengalaman belajar yang

lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptualnya, baik intra maupun antar bidang studi, akan

meningkatkan peluang bagi terjadinya pembelajaran yang lebih efektif. Artinya, kaitan konseptual

dari apa yang tengah dipelajari dengan semakin banyak sisi dalam bidang yang sama, dan bahkan

dengan bidang yang lain, semakin terhayati oleh para pebelajar. Di sinilah pentingnya penerapan

model pembelajaran, khususnya pembelajaran model tematik.

Pada dasarnya model pembelajaran merupakan sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa

baik individu maupun kelompok aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip

keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik. Pembelajaran akan terjadi apabila peristiwa-

peristiwa otentik atau eksplorasi tema menjadi pengendali di dalam kegiatan belajar mengajar.

Dengan berpartisipasi di dalam eksplorasi tema tersebut, para siswa belajar sekaligus melakukan
proses dan siswa belajar berbagai mata pelajaran secara serentak.

Dalam penelitian ini, pembelajaran yang digunakan adalah model terjala (webbed model) yang

umumnya disebut pembelajaran tematik. Model pembelajaran tersebut memiliki kelebihan karena

cara pendekatannya yang sistematik. Model pembelajaran dengan pendekatan tematik tersebut

cukup memberi peluang pelibatan berbagai pengalaman siswa, karena tema-tema yang diangkat

dipilih dari hal-hal yang dikemukakan siswa, yang mungkin bertolak dari pengalaman sebelumnya,

serta berdasarkan kebutuhan yang dirasakan siswa (felt need).

Menurut Sumiyatun, (1999:56), tema yang dipilih menyediakan struktur jalan pijakan ke konsep-

konsep yang penting yang membantu siswa melihat pola dan membuat hubungan-hubungan di

antara fakta-fakta dan ide-ide yang berbeda.

Pembelajaran tematik diajarkan pada siswa SD kelas rendah (kelas 1 dan 2), karena pada umumnya

mereka masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik), perkembangan fisiknya tidak

pernah bisa dipisahkan dengan perkembangan mental, sosial, dan emosional. Di jenjang SD

terutama di kelas-kelas awal, para siswa yang masih lebih menghayati pengalamannya sebagai

totalitas, mengalami kesulitan dengan pemilahan-pemilahan pengalaman yang “artifisial” ini

(Arikunto, 1993:26). Dengan kata lain, para siswa yang masih muda itu melihat dirinya sebagai

pusat lingkungan yang merupakan suatu keseluruhan yang belum jelas unsur-unsurnya, dengan

pemaknaan secara holistik yang berangkat dari yang bersifat konkrit.


Pembelajaran tematik memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan pembelajaran yang lain.

Kegiatan belajar lebih banyak dilakukan melalui pengalaman langsung atau hands on experiences.

Adapun karakteristik pembelajaran tematik antar lain; (1) tema memberikan pengalaman langsung

dengan obyek-obyek yang nyata bagi anak untuk memanipulasi, (2) tema menciptakan kegiatan yang

memungkinkan anak untuk menggunakan pemikirannya, (3) membangun kegiatan sekitar minat-minat

umum anak, (4) menyediakan kegiatan dan kebiasaan yang menghubungkan semua aspek

perkembangan kognitif, sosial, emosi, dan fisik, (5) mengakomodasi kebutuhan anak-anak untuk

bergerak dan melakukan kegiatan fisik, interaksi sosial, kemandirian, dan harga diri yang positif, (6)

menghargai individu, latar belakang kebudayaan, dan pengalaman di keluarga yang dibawa anak-anak

ke kelasnya, dan (7) menemukan cara-cara untuk melibatkan anggota keluarga anak. (Anwar 2010:10).

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa pengajaran dengan tematik merupakan model

pembelajaran yang lebih komprehensif dan. Menggunakan tematik dapat mengembangkan konsep

anak. Konsep adalah gagasan pokok tentang objek dan peristiwa yang dibentuk oleh anak-anak di

lingkungannya. Konsep adalah kategori kognitif yang membuat orang mengelompokkan informasi

yang berbeda secara perseptual, peristiwa dan persoalan (Barnadib,1976:91). Dengan demikian

pembelajaran tematik merupakan merupakan model pembelajaran yang lebih komprehensif.

Oleh sebab itu, model tersebut dapat menjadi suatu alternatif untuk dikembangkan dan

diimplementasikan dalam pendidikan di SDN Min Bontosunggu Kec. Bajeng Kab. Gowa,

khususnya di kelas 1. Hal ini mengakibatkan siswa tidak dapat menyadari adanya keterkaitan antara

mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain, sehingga membuat kesulitan bagi siswa
dalam memahami mata pelajaran karena mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara

terpisah-pisah. Oleh karena itu, salah satu upaya dalam membantu terwujudnya tujuan pendidikan

di SDN Min Bontosunggu Kec. Bajeng Kab. Gowa adalah dengan penerapan kebijakan

pembelajaran. Salah satunya dengan diberlakukannya pendekatan tematik bagi siswa kelas awal

sekolah dasar.

Belajar dengan pendekatan tematik ini lebih banyak menekankan pada keterlibatan peserta didik

dalam belajar dan membuat anak menjadi aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan pembuatan

keputusan. Akan tetapi kadang-kadang guru di SDN Min Bontosunggu Kec. Bajeng Kab. Gowa

masih mengalami kesulitan dalam penerapan pendekatan pembelajaran tematik ini. Hal ini

disebabkan oleh kurang kreatifnya guru dalam menentukan model pembelajaran yang sesuai dan

kurangnya benda-benda konkrit yang dihadirkan pada saat proses pembelajaran. Berdasarkan

permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik mengangkat judul:

"Penerapan Perangkat Model Pembelajaran Tematik dalam Peningkatan Hasil Belajar Siswa

Kelas I SDN Min Bontosunggu Kec. Bajeng Kab. Gowa.

 Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya dirumuskan

masalah penelitian ini, yaitu:

 Bagaimanakah penerapan perangkat model pembelajaran tematik pada siswa kelas I SDN Min

Bontosunggu Kec. Bajeng Kab. Gowa?

 Apakah perangkat model pembelajaran tematik memberikan kemudahan bagi guru kelas I SDN Min

Bontosunggu Kec. Bajeng Kab. Gowa dalam melaksanakan pembelajaran di kelas?


 Apakah perangkat model pembelajaran tematik mampu meningkatkan prestasi belajar siswa kelas I

SDN Min Bontosunggu Kec. Bajeng Kab. Gowa?

 Tujuan Penelitian

 Mendeskripsikan penerapan perangkat model pembelajaran tematik pada siswa kelas I SDN Min

Bontosunggu Kec. Bajeng Kab. Gowa.

 Mendeskripsikan perangkat model pembelajaran tematik dalam memberikan kemudahan bagi guru

kelas I SDN Min Bontosunggu Kec. Bajeng Kab. Gowa dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.

 Mendeskripsikan perangkat model pembelajaran tematik dalam meningkatkan prestasi belajar siswa

kelas I SDN Min Bontosunggu Kec. Bajeng Kab. Gowa.

 Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberi manfaat, khususnya untuk pihak yang

berkaitan secara langsung diantaranya adalah :

 Bagi sekolah

Dapat digunakan sebagai referensi di SDN 106 Wecudai serta dapat diterapkan pada

pembelajaran di sekolah dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran.

 Bagi Guru

Sebagai masukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menggunakan metode-metode serta

belajar yang lebih bervariasi.

 Bagi siswa Kelas I

Untuk membantu meningkatkan motivasi serta hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik.
 Bagi Peneliti

Sebagai tambahan pengetahuan, khususnya dalam melaksanakan tugas selanjutnya yaitu

mengembangkan pembelajaran tematik di SD Kelas Awal.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

 Kajian Pustaka

Tinjauan Pustaka yang diuraikan pada penelitian ini merupakan landasan teori dan penelitian ini

yang dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas penelitian, baik dalam pengumpulan data,

pengolahan data maupun penarikan kesimpulan.

 Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang penerapan perangkat pembelajaran model tematik pada siswa kelas I SDN

Min Bontosunggu Kec. Bajeng Kab. Gowa. Penelitian ini mengacu kepada penelitian

sebelumnya, yaitu:

 Penelitian yang dilakukan Irfan Tirta Raharja pada tahun 2009. “Pengembangan Perangkat

Pembelajaran Tematik untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di Kelas Rendah SD Negeri

9
64 Tanatoa, Kec. Bangkala, Kab. Jeneponto”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada

pengaruh penerapan bahan ajar (perangkat pembelajaran) tematik terhadap hasil belajar siswa.

Hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan perangkat pembelajaran tematik lebih

tinggi dari pada hasil belajar siswa yang diajar tanpa menggunakan perangkat tematik. Ada

pengaruh jenis sekolah terhadap terhadap hasil belajar siswa, jika pembelajaran dilakukan

dengan pendekatan tematik, tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa pada

sekolah baik dan sedang, namun ada perbedaan untuk sekolah rendah. Ada pengaruh interaksi

antara jenis sekolah dan penerapan bahan ajar tematik terhadap prestasi belajar siswa, yang

menunjukkan hasil belajar siswa yang menerapkan bahan ajar tematik juga dipengaruhi oleh

jenis sekolah. Walaupun demikian, secara keseluruhan hasil belajar siswa yang menggunakan

bahan ajar tematik lebih baik daripada tanpa menggunakan pembelajaran tematik.

 Penelitian yang dilakukan oleh Andi Mawar, pada tahun 2010 dengan judul “Efektivitas

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tematik dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Kelas I SDN 34 Gantarang, Kab. Bulukumba”, berkesimpulan bahwa, pengembangan perangkat

pembelajaran tematik dapat meningkatkan hasil belajar siswa di bandingkan dengan siswa yang

tidak menggunakan pemebalajaran tematik.

 Penelitian yang dilakukan Suhardi, pada tahun 2012 dengan judul “Penerapan Pengembangan

Perangkat Pembelajaran Tematik dengan Pendekatan Contextual Teaching Learning (CTL)

pada Siswa Kelas IV SD 263 Awang Tangka Kabupaten Bone” berkesimpulan bahwa;

Perangkat pembelajaran menulis karangan dengan pendekatan CTL efektif untuk diterapkan,

karena telah memenuhi 2 indikator keefektifan yaitu: (1) ketuntasan klasikal sudah tercapai, (2)
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berada pada kategori tinggi.

 Hakikat Belajar

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku pada seseorang. Dari yang semula tidak tahu

menjadi tahu selain dari yang buruk menjadi lebih baik. Belajar merupakan upaya untuk

mengembangkan kemampuan-kemampuan selain sikap serta nilai siswa.baik kemampuan

intelektual, sosial, afektif maupun psikomotor (Kartono, 1996:35).

Belajar adalah suatu proses ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai

hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, sikap,

tingkah laku, keterampilan, kecakapan, dan kebiasaan serta perubahan aspek lain yang ada pada

seseorang yang belajar.

Beberapa ahli mendefinisikan belajar berbeda-beda, sekalipun tujuannya sama. Defenisi belajar

menurut Ernest R. Hilgard (dalam Kunandar, 2008:252) menyatakan:

“Belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian
menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan
oleh lainnya.
Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak
bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan,
sakit, mabuk, dan sebagainya.”

Sedangkan Pengertian Belajar menurut Suharisman (2010:55) dalam bukunya The

Conditions of Learning, mengemukakan bahwa:

“Belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah


laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan
sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu
pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau
perilaku yang bersifat naluriah.”
Menurut Sanjaya (2006:32), mengemukakan bahwa:

“Definisi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.”

Dari beberapa pengertian belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan belajar

merupakan suatu kegiatan yang dilakukan seseorang dengan sadar untuk memperoleh tingkah

laku atau untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan dalam hal ini adalah berupa perubahan dalam

aspek kognitif, afektif, psikomotor.

 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Suparno (2007:3) mendefinisikan

hasil belajar murid pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam

pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Arikunto S (2006:

3-4) juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak

mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi

murid, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar.

Benjamin S. Bloom (Akbar, 2009: 26-27) menyebutkan enam jenis perilaku

ranah kognitif, sebagai berikut:

1) Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan

tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa,

pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode.

2) Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang hal yang

dipelajari.

3) Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk


menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakan prinsip.

4) Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian

sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi

masalah menjadi bagian yang telah kecil.

5) Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya kemampuan

menyusun suatu program.

6) Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal

berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan menilai hasil ulangan.

Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-

kemampuan yang dimiliki murid setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan

tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui

kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan

tingkat kemampuan murid dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang diteliti dalam

penelitian ini adalah hasil belajar kognitif IPS yang mencakup tiga tingkatan yaitu pengetahuan (C1),

pemahaman (C2), dan penerapan (C3). Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar

siswa pada aspek kognitif adalah tes.

 Motivasi Belajar

Istilah motivasi berasal dati kata "motif" yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang

terdapat pada diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat

(Mudjiono, 2002:3). Motif atau biasa disebut dorongan atau kebutuhan merupakan sesuatu

tenaga yang berada pada diri individu atau siswa yang mendorongnya untuk berbuat

mencapai suatu tujuan (Muliati, 2002:27-28) Macam-macam motivasi, diantaranya adalah :


 Motivasi Intrinsik, Yaitu motivasi yang tercakup dalam motivasi belajar yang

bersumber dari kebutuhan clan tujuan-tujuan siswa sendiri. Motivasi ini sering disebut

motivasi murni atau sebenarnya, yang timbul dari peserta didik, Misalnya: Keinginan

untuk mendapatkan keterampilan tertentu, memperoleh informasi dan pemahaman,

mengembangkan sikap untuk diterima oleh orang lain, dan sebagainya.

 Motivasi Ekstrintik, yaitu motivasi yang disebabkan oleh factor-faktor dari luar

situasi belajar. Misalnya : angka, Ijazah, hadiah, ejekan, hukuman. Jadi motivasi

belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang sedang belajar untuk

mengadakan perubahan tingkah laku.

 Karakteristik Siswa Usia SD

Masa usia SD sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia 6 tahun sampai

11 atau 12 tahun. Pada masa ini, murid usia SD memiliki karakteristik utama yaitu

menampilkan perbedaan-perbedaan individual dan personal dalam banyak segi dan bidang

diantaranya perbedaan dalam intelegensi, kemampuan kognitif dan bahasa, serta

perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik.

Masa kanak-kanak akhir sering disebut sebagai masa usia sekolah atau masa SD. Nurhasnah,

(2007:116), menyebutkan masa kanak-kanak akhir dibagi menjadi dua fase, yaitu:

 Masa kelas rendah Sekolah Dasar yang berlangsung antara usia 6/7 tahun 9/10

tahun, biasanya murid duduk di kelas 1, 2, dan 3 sekolah dasar.

 Masa kelas tinggi Sekolah Dasar yang berlangsung antara usia 9/10 tahun-12/13

tahun, biasanya murid duduk di kelas 4, 5, dan 6 Sekolah Dasar.

Abustam, (2006:116), menyebutkan ciri-ciri khas murid masa kelas rendah


Sekolah Dasar adalah:

 Ada hubungan yang kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah.

 Suka memuji diri sendiri.

 Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu tugas atau pekerjaan, tugas atau

pekerjaan itu dianggapnya tidak penting.

 Suka membandingkan dirinya dengan murid lain, jika hal itu

menguntungkan dirinya.

 Suka meremehkan orang lain.

Mardjono, (1984: 116), juga menyebutkan ciri-ciri khas murid masa kelas tinggi

Sekolah Dasar adalah:

 Perhatiannya tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari.

 Ingin tahu, ingin belajar, dan realistis.

 Timbul minat kepada pelajaran-pelajaran khusus.

Piaget mengemukakan bahwa murid SD berada pada tahap operasional konkret (7 hingga 11

tahun), dimana konsep yang ada pada awal usia ini adalah konsep yang samar-samar dan sekarang

lebih konkret. Murid usia SD menggunakan operasi mental untuk memecahkan masalah-masalah

aktual, murid mampu menggunakan kemampuan mentalnya untuk memecahkan masalah yang

bersifat konkret (Nurdin, 2007: 105-106).

Mustakim (2004: 271) juga mengemukakan bahwa selama tahapan operasional konkret murid dapat

menunjukkan operasi-operasi konkret, berpikir logis, mengklasifikasikan benda, dan berpikir

tentang relasi antara kelas-kelas benda. Kemampuan berpikir pada tahap ini ditandai dengan aktivitas

mental seperti mengingat, memahami, dan memecahkan masalah. Pengalaman hidup murid
memberikan andil dalam mempertajam konsep. Pada tahapan ini murid usia SD mampu berpikir,

belajar, mengingat, dan berkomunikasi karena proses kognitifnya tidak lagi egosentris dan lebih

logis (Rususeffendi, 1985: 107).

Siswa SD kelas awal berlangsung antara usia enam sampai sembilan tahun. Bagi para ahli psikologis

periode ini disebut sebagai usia berkelompok yaitu suatu masa dimana perhatian utama anak tertuju pada

keinginan untuk diterima oleh teman-teman sebaya sebagai anggota kelompok. Pada umumnya tingkat

perkembangan masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik). Serta mampu

memahami hubungan suatu konsep secara sederhana. Aspek perkembangan yang satu masih terkait erat

dengan aspek perkembangan lainnya clan saling mempengaruhi. Anak usia sekolah dasar berada pada

tahap operasi konkrit. Anak mulai mengembangkan tiga macam operasi berpikir, yaitu :

 Identifikasi, yaitu kemampuan untuk mengenali sesuatu,

 Negasi, Yaitu kemampuan mengingkari sesuatu,

 Reprokasi, yaitu mencari hubungan timbal balik antara beberapa hal.

Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini adalah siswa memahami konsep-konsep

berdasarkan pengalaman sendiri. Siswa mudah memahami suatu konsep jika konsep itu

diperoleh melalui kegiatan pengamatan atau melakukan suatu kegiatan yang berkaitan

dengan konsep-konsep tersebut.

 Hakikat Pembelajaran Tematik

Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang menggunakan pendekatan tematik

sebagai pemadu bahan dan kegiatan pembelajaran. Pendekatan ini dimulai dengan menentukan

tema, yang kemudian dikembangkan menjadi subtema dengan memperhatikan keterkaitannya

dengan mata pelajaran yang terkait. Dalam hubungan ini, tema dapat mengikat kegiatan
pembelajaran, baik dalam mata pelajaran tertentu maupun lintas mata pelajaran. Menurut Mulyo

(2004:91) model ini disebut model webbed yang merupakan model yang paling popular dalam

pembelajaran .

Pembelajaran tematik banyak dipengaruhi oleh eksplorasi topik yang ada di dalam kurikulum sehingga

siswa dapat belajar menghubungkan proses dan isi pembelajaran secara lintas disiplin dalam waktu

bersamaan. pembelajaran tematik sebagai suatu konsep dapat diartikan sebagai pendekatan pembelajaran

yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa.

dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik ini, siswa akan memahami konsep-konsep yang

mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah

mereka pahami.

Fokus perhatian pembelajaran tematik terletak pada proses yang ditempuh siswa saat berusaha memahami

isi pembelajaran sejalan dengan bentuk-bentuk kompetensi yang harus dikembangkan. Berdasarkan hal

tersebut, maka pengertian pembelajaran tematik dapat dilihat sebagai:

 Pembelajaran yang beranjak dari suatu tema tertentu sebagai pusat perhatian (center of

interest) yang digunakan untuk memahami gejala-gejala dan konsep lain, baik yang berasal

dari mata pelajaran yang bersangkutan maupun dari mata pelajaran lainnya.

 Suatu pendekatan pembelajaran yang menghubungkan berbagai mata pelajaran yang

mencermingkan dunia nyata di sekeliling dan dalam rentang kemampuan dan

perkembangan anak.

 Suatu cara untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan anak secara serempak

(simultan).
 Merakit atau menggabungkan sejumlah konsep dalam beberapa mata pelajaran yang

berbeda, dengan harapan siswa akan belajar dengan lebih baik dan bermakna.

Dalam pelaksanaannya, pembelajaran tematik ini bertolak dari suatu topik atau tema yang dipilih dan

dikembangkan oleh guru bersama-sama dengan siswa. Tujuan dari tema ini bukan hanya untuk menguasai

konsep-konsep mata pelajaran terkait dijadikan sebagai alat dan wahana untuk mempelajari dan

menjelajahi topik atau tema tersebut. Jika dibadingkan dengan pendekatan konvensional, maka

pembelajaran tematik tampaknya lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar atau

mengarahkan siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan pembuatan keputusan. Pendekatan

pembelajaran tematik ini lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu

(learning by doing).

 Karakteristik Pembelajaran Tematik

Penerapam pendekatan pembelajaran tematik di sekolah dasar bisa disebut sebagai suatu upaya

untuk meperbaiki kualitas pendidikan, terutama dalam rangka mengimbangi gejala penjejalan

isi kurikulum yang sering terjadi dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah-

sekolah. Penjejalan isi kurikulum tersebut dikhawatirkan akan menggangu perkembangan

anak, karena terlalu banyak menuntut anak untuk mengerjakan aktivitas atau tugas-tugas dan

melebihi kapasitas dan kebutuhan mereka. Dengan demikian, anak kehilangan sesuatu yang

seharusnya bisa mereka kerjakan. Jika dalam proses pembelajaran, anak hanya merespon

segalanya dari guru, maka mereka akan kehilangan pengalaman pembelajaran yang alamiah

dan langsung (direct experiences). Pengalaman-pengalaman sensorik yang membentuk dasar

kemampuan pembelajaran abstrak siswa menjadi tidak tersentu, padahal hal tersebut

merupakan karakteristik utama perkembangan anak usia sekolah dasar. Disinilah mengapa
pembelajaran tematik sebagai pendekatan baru dianggap penting untuk dikembangkan di

sekolah dasar.

Terdapat beberapa karakteristik yang perlu dipahami dari pembelajaran tematik ini, yaitu:

 Berpusat pada siswa

Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan

pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar

sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-

kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.

 Memberikan pengalaman langsung

Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct

experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata

(konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.

 Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas

Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas.

Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan

dengan kehidupan siswa.

 Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran

Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran

dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsep-

konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam

memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

 Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari

satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan

kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.

 Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Siswa diberi kesempatan

untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

 Manfaat Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara

aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan

terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui

pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan

menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini

dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran

haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak. Dengan

pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa manfaat

yaitu:

 Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi mata

pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi dapat dikurangi

bahkan dihilangkan;

 Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/ materi pembelajaran

lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir;

 Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian mengenai proses

dan materi yang tidak terpecah-pecah;


 Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan semakin

baik dan meningkat,

Keuntungan pembelajaran tematik bagi guru antara lain adalah sebagai berikut:

1) Tersedia waktu lebih banyak untuk pembelajaran;

2) Materi pelajaran tidak dibatasi oleh jam pelajaran, melainkan dapat dilanjutkan

sepanjang hari, mencakup berbagai mata pelajaran;

3) Hubungan antar mata pelajaran dan topik dapat diajarkan secara logis dan alami. Dapat

ditunjukkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kontinyu, tidak terbatas pada buku

paket, jam pelajaran, atau bahkan empat dinding kelas;

4) Guru dapat membantu siswa memperluas kesempatan belajar ke berbagai aspek

kehidupan. Guru bebas membantu siswa melihat masalah, situasi, atau topik dari

berbagai sudut pandang;

5) Pengembangan masyarakat belajar terfasilitasi. Penekanan pada kompetisi bisa

dikurangi dan diganti dengan kerja sama dan kolaborasi.

Keuntungan pembelajaran tematik bagi siswa antara lain adalah sebagai berikut:

1) Bisa lebih memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil belajar;

2) Menghilangkan batas semu antar bagian-bagian kurikulum dan menyediakan

pendekatan proses belajar yang integratif;

3) Menyediakan kurikulum yang berpusat pada siswa yang dikaitkan dengan minat,

kebutuhan, dan kecerdasan; mereka didorong untuk membuat keputusan sendiri dan

bertanggung jawab pada keberhasilan belajar;

4) Merangsang penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam dan di luar kelas;


5) Membantu siswa membangun hubungan antara konsep dan ide, sehingga meningkatkan

apresiasi dan pemahaman.

 Aktivitas Minds-on Siswa dalam Pembelajaran Tematik

Berpikir dianggap sebagai suatu proses kognitif, suatu aktivitas mental untuk memperoleh

pengetahuan. Proses berpikir dihubungkan dengan pola perilaku yang lain yang memerlukan

keterlibatan aktif pemikir. Piaget (dalam Jailani, 1989:33) berpendapat bahwa pada kognisinya,

setiap orang memiliki pengaturan dari dalam (self-regulation) yang berkembang sepanjang

hidupnya seperti kematangan pengalaman, transmisi sosial dan ekuilibrasi. Piaget

mengungkapkan bahwa proses perolehan pengetahuan diawali dengan terjadinya konflik kognitif

yang hanya dapat diatasi melalui self regulation sehingga pengetahuan akan dibangun sendiri

oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya.

Penerapan pembelajaran dapat membantu mengembangkan kemampuan berpikir siswa, dimana siswa

dihadapkan pada konsep-konsep yang dapat ditinjau dari berbagai bidang studi, dari berbagai sudut

pandang. Disini siswa belajar untuk menganalisis konsep tersebut dan kemudian menemukan pola

hubungan diantara konsep tersebut. Pembelajaran sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional

yang menjejali siswa dengan ingatan dan hapalan semata dan miskin dengan aktifitas dalam perolehan

pengetahuan tersebut. Menurut Wadsworth (dalam Suparno, 2007:141) mengingat dan menghafal tidak

dianggap sebagai belajar yang sesungguhnya karena kegiatan tersebut tidak memasukkan proses

asimilasi dan pemahaman.


Piaget berpendapat, bahwa pengetahuan itu dibentuk sendiri oleh murid dalam berhadapan dengan

lingkungan atau objek yang sedang dipelajarinya. Oleh karena itu, kegiatan murid dalam membentuk

pengetahuannya sendiri menjadi hal yang sangat penting dalam system piaget. Proses balajar harus

membantu dan memungkinkan murid aktif mengkonstruksi pengetahuannya. Dalam hal ini, penekanan

pembelajaran aktif terletak pada kebutuhan dan kemampuan siswa atau student centre bukan teacher

centre.

Menurut Syafi’e (1988:78), seorang anak mempunyai cara berfikir yang berbeda secara kualitatif

dengan ornag dewasa dalam melihat dan mempelajari realitas. Oleh karena itu dalam proses

pembelajaran, guru seyogyanyalah memahami cara berpikir siswa dalam memandang suatu objek yang

dipelajarinya. Guru hendaknya menyediakan bahan belajar yang sesuai dengan taraf perkembangan

kognitif anak agar dapat memudahkan mereka menuntaskan materi pelajaran yang diberikan dan lebih

berhasil dalam membentuk konstruksi pengetahuan dalam fikiran anak tersebut.

Anak dapat mengkonstruksi pengetahuannya dengan baik, jika ia diberi peluang untuk dapat

aktif berinteraksi dalam pembelajaran, baik dengan guru, media pengajaran, lingkungan

sosial, dan sebagainya. Dengan belajar secara aktif, anak dapat mengolah bahan belajar,

bertanya secara aktif, dan mencerna bahan dengan kritis, sehingga mampu memecahkan

permasalahan, membuat kesimpulan dan bahkan merumuskan suatu rumusan menggunakan

kata-kata sendiri. Peran guru sebagai fasilitator, dan motivator sangat penting bagi

keberhasilan anak dalam mengkonstruksi pengetahuannya, dan guru bukanlah sebagai

pentransfer ilmu pengetahuan semata.

Pembelajaran tematik membuka peluang yang sangat besar untuk penciptaan situasi belajar tersebut,

dimana guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator sementara siswa aktif membangun
pengetahuannya berdasarkan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Pembelajaran tematik

memberi kesempatan pada siswa dalam rangka menemukan dan membangun pengetahuannya, dengan

memberikan keleluasaan pada siswa untuk mengungkapkan gagasannya, pemikirannya, dan rasa

keingintahuannya akan objek belajar yang dipelajarinya, baik secara lisan dan tulisan. Disini peranan

guru sebagai jembatan antara anak dengan pengetahuan untuk meminimalkan terjadinya miskonsepsi

anak terhadap suatu konsep atau materi pelajaran.

Piaget mengemukakan bahwa ada dua hal yang dapat menjadi motivasi intrinsik dalam diri

seseorang, yaitu: adanya proses asimilasi dan adanya situasi konflik yang merangsang

seseorang melakukan akomodasi. Tindakan asimilasi ini akan menghubungkan pengetahuan

yang sudah dimiliki seseorang dengan hal baru yang sedang dipelajari atau ditemukannya.

Agar proses adaptasi dan asimilasi ini berjalan baik, diperlukan kegiatan pengulangan dalam

suatu latihan atau praktik. Pengetahuan baru yang telah dikonstruksikan perlu dilatih dengan

pengulangan agar semakin bermakna bagi dirinya.

Dalam pembelajaran tematik memiliki karakteristik sangat fleksibel dalam penerapannya

memberikan peluang bagi siswa untuk dapat melakukan proses pengulangan dalam praktek

atau latihan, mengingat pembahasan mengenai suatu tema tertentu memakan waktu yang

cukup lama, berkisar 1-3 minggu tergantung pada jumlah kompetensi dan materi yang

dikaitkan dalam tema tersebut.


Sementara itu, keadaan konflik kognitif, menurut Piaget, diperlukan untuk merangsang

seseorang mengadakan akomodasi atau perubahan pengetahuan. Dalam menyusun

pembelajaran tematik, guru dalam hal ini memerlukan penguasaan terhadap tanda-tanda

konflik dan tahu bagaimana menciptakan konflik agar murid tertantang secara kognitif untuk

mengubah dan mengembangkan pengetahuannya.

Piaget juga mengemukakan bahwa perkembangan kognitif anak juga tergantung pada interaksi unsur-

unsur lain, seperti kematangan diri dan transmisi sosial. Oleh karena itu dalam lingkungan sekolah,

perlu diperhatikan tingkat kematangan siswa untuk menangkap pelajaran dan bagaimana mereka

berinteraksi dalam lingkungan sosial mereka, seperti pertemanan. Hal ini dapat dilakukan dalam

pembelajaran tematik, dimana kegiatan pembelajaran bagi siswa melibatkan aktifitas siswa secara

bervariasi tergantung tujuan dan kebutuhan. Pelaksanaan pembelajaran di kelas tidak hanya bersifat

DDHC (duduk, dengar, hafal dan catat) saja, melainkan dilakukan secara berkelompok baik di dalam

kelas maupun di luar kelas. Guru dapat pula mendatangkan nara sumber lain yang merupakan ahli di

bidangnya untuk memperkuat konsep yang dimiliki oleh siswa yang sesuai dengan tema yang dibahas

pada saat itu. Hal ini tentu dapat mengembangkan aktivitas minds-on siswa.

Minds-on atau keterampilan berpikir termasuk ke dalam ranah kognitif. Istilah kognitif itu sendiri

berasal dari bahasa latin “cognoscre” yang berarti mengetahui (to know). Istilah kognitif ini erat

kaitannya dengan konsep intelektual atau intelegensia. Claparede dan Stern mendefinisikan

intelegensia sebagai suatu adaptasi mental pada lingkungan baru (Depdikbud. 1994:7). Intelegensia

adalah potensi biopsikologis yang ditentukan oleh faktor genetik dan sifat-sifat psikologinya, mulai

dari kekuatan kognitifnya sampai dengan kecenderungan kepribadiannya.


Untuk dapat menyusun sebuah pembelajaran tematik yang menitikberatkan pada aktifitas

minds-on maka seorang guru hendaklah memahami klasifikasi keterampilan berpikir apa

yang hendak dikembangkan pada diri siswa seperti yang diungkapkan oleh Presseisen, dan

taksonomi belajar yang dikemukakan oleh Budiningsih (2005:91).

Kemampuan berpikir seseorang dapat berupa keterampilan yang dapat diamati maupun yang tidak

dapat diamati, antara lain pemahaman informasi, pengelolaan gagasan, penilaian terhadap informasi

atau perilaku. Kemampuan berpikir menurut Taksonomi Bloom diatur ke dalam enam tingkatan, yaitu

dari yang terendah (knowledge) hingga yang tertinggi (evaluation). Tujuan ranah kognitif berhubungan

dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi serta pengembangan keterampilan

intelektual.

 Evaluasi (Evaluation)

 Sintesis (Synthesis)

 Analisis (Analysis)

 Aplikasi (Application)

 Pemahaman (Comprehension)

 Pengetahuan (Knowledge)
 Prinsip-prinsip Pembelajaran Tematik

Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembelajaran

tematik di sekolah dasar, terutama pada saat penggalian tema-tema, pelaksanaan pembelajaran

dan pelaksanaan penilaian. Dalam proses penggalian tema-tema perlu diperhatikan prinsip-

prinsip sebagai berikut:


1) Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah dapat digunakan untuk

memadukan mata pelajaran;

2) Tema harus bermakna, maksudnya tema yang dipilih untuk dikaji harus memberikan bekal

bagi siswa untuk belajar selanjutnya;

3) Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa;

4) Tema yang dikembangkan harus mampu menunjukkan sebagian besar minat siswa;

5) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang terjadi di

dalam rentang waktu belajar;

6) Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum yang berlaku serta harapan

masyarakat;

7) Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan ketersediaan sumber belajar.

 Elemen-elemen Terkait dalam MPT (Model Pembelajaran Tematik)

Implemementasi model pembelajaran ini (MPT) akan menuntut kemampuan guru untuk dapat

mentransformasikan materi pembelajaran di kelas. Setiap guru yang menerapkan model

pembelajaran ini harus terlebih dahulu memahami materi apa yang diajarkan dan bagaimana

mengaplikasikannya dalam lingkungan belajar di kelas saat bersama siswa. Dengan demikian

diharapkan Model ini akan bersifat ramah otak (mudah memberikan pemahaman kepada siswa),

di mana untuk itu guru harus mampu mengidentifikasi elemen-elemen lingkungan yang mungkin

relevan dan dapat dioptimasi ketika berinteraksi dengan peserta didik selama proses

pembelajaran.
Elemen yang harus dilakukan guru dalam implementasi model Pembelajaran Tematik pada Kurikulum

ada sepuluh elemen yang terkait dengan hal ini dan perlu ditingkatkan oleh guru agar pembelajaran

yang dilakukannya di kelas dapat sukses dan maksimal memanfaatkan potensi-potensi yang ada, yaitu:

 Guru harus mereduksi tingkat kealpaan atau bernilai tambah berpikir reflektif.

 Guru semestinya memperkaya sensori pengalaman di bidang sikap, keterampilan, dan

pengetahuan melalui berbagai aktivitas di kelasnya.

 Penyajian isi atau substansi pembelajaran oleh guru haruslah dalam bentuk yang

bermakna bagi siswa.

 Lingkungan pembelajaran dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memperkaya

pembelajaran yang dilaksanakan.

 Guru senantiasa bergerak untuk memacu terjadi proses pembelajaran yang efektif

(Movement to Enhance Learning).

 Guru harus membuka pilihan-pilihan pembelajaran yang mungkin bagi seluruh siswa di

kelasnya.

 Karena sumberdaya waktu adalah hal yang sangat terbatas di dalam kelas, maka optimasi

waktu secara tepat sangat diperlukan.

 Guru harus melakukan kolaborasi dengan semua pihak yang mungkin untuk menjadikan

pembelajaran yang lebih efektif.

 Adalah hal yang harus dilakukan guru pada saat pembelajaran berlangsung, di mana setiap

hal diberikan umpan balik yang segera.

 Ketuntasan atau aplikasi menjadi aspek penting dalam pembelajaran tematik .

 Landasan Pembelajaran Tematik


Joni, (1996:33) Landasan Pembelajaran Tematik Mencakup :

 Landasan Filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran

filsafat yaitu :

 Aliran Progresivisme memandang proses proses pembelajaran perlu ditekankan

pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah, dan

memperhatikan pengalaman peserta didik;

 Aliran Konstruktivisme melihat pengalaman langsung peserta didik sebagai kunci dalam

pembelajaran.Menurut aliran ini Pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan

manusia;

 Aliran Humanis melihat peserta didik dari segi keunikan /kekhasannya, potensinya, dan

motivasi yang dimilikinya.

 Landasan Psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologis

perkembangan peserta didik dan psikologis belajar. Psikologis perkembangan diperlukan

terutama dalam menentukan isi/ materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan

kepada peserta didik dan bagaimana pula peserta didik harus mempelajarinya.

6) Landasan Yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau

peraturan yang mendukung pelaksanaan tematik di sekolah dasar. Landasan Yuridis

tersebut adalah UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan

bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya

(pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional menyatakan

bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan
pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. (Bab V Pasal 1-b). Selain

itu, berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006

ditekankan bahwa pembelajaran pada kelas I s/d III dilaksanakan melalui pedekatan

tematik.

 Kerangka Pikir

Berdasarkan tinjauan pustaka yang diuraikan di atas, kegiatan penulisan ini

diarahkan untuk penerapan perangkat Model Pembelajaran Tematik yang berkualitas yaitu

valid, praktis, dan efektif. Pembelajaran tematik memiliki karakteristik yang khas

dibandingkan dengan pembelajaran yang lain. Kegiatan belajar lebih banyak dilakukan

melalui pengalaman langsung atau hands on experiences.

Pada dasarnya model pembelajaran merupakan sistem pembelajaran yang

memungkinkan siswa baik individu maupun kelompok aktif mencari, menggali dan

menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik. Pembelajaran

akan terjadi apabila peristiwa-peristiwa otentik atau eksplorasi tema menjadi pengendali di

dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan berpartisipasi di dalam eksplorasi tema tersebut, para

siswa belajar sekaligus melakukan proses dan siswa belajar berbagai mata pelajaran secara

serentak.

Dalam penelitian ini, pembelajaran yang digunakan adalah model terjala (webbed

model) yang umumnya disebut pembelajaran tematik. Model pembelajaran tersebut memiliki

kelebihan karena cara pendekatannya yang sistematik. Model pembelajaran dengan pendekatan

tematik tersebut cukup memberi peluang pelibatan berbagai pengalaman siswa, karena tema-

tema yang diangkat dipilih dari hal-hal yang dikemukakan siswa, yang mungkin bertolak dari
MODEL TEMATIK

pengalaman sebelumnya, serta berdasarkan kebutuhan yang dirasakan siswa (felt need).

Pengajaran dengan tematik merupakan model pembelajaran yang lebih komprehensif.

Menggunakan tematik dapat mengembangkan konsep anak. Konsep adalah gagasan pokok

tentang objek dan peristiwa yang dibentuk oleh anak-anak di lingkungannya. Konsep adalah

kategori kognitif yang membuat orang mengelompokkan informasi yang berbeda secara

perseptual, peristiwa dan persoalan. Dengan demikian pembelajaran tematik merupakan

merupakan model pembelajaran yang lebih komprehensif dan .Secara sistematis, kerangka pikir

dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut ini:

KURIKULUM 2013

PEMBELAJARAN

PERENCANAAN PELAKSANAA
N

SIKLUS I
SIKLUS II
PENILAIAN

ANALISIS

TEMUAN

7) Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang dan kajian pustaka hipotesis penelitian

ini yaitu “Jika Perangkat Model Pembelajaran Tematik di terapkan, maka dapat meningkatkan hasil

belajar siswa kelas I SDN 106 Wecudai Pammana Kab. Wajo”.


BAB III
METODE PENELITIAN

 Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian tindakan (action research) karena memiliki karakteristik sesuai

dengan yang dikemukakan Tiro (2001: 38) yaitu: Problem yang dipecahkan merupakan persoalan

praktis yang dihadapi peneliti dalam kehidupan sehari-hari kemudian peneliti memberikan perlakuan

atau treatment yang berupa tindakan yang terencana untuk memecahkan permasalahan. Langkah-

langkah penelitian yang direncanakan selalu dalam bentuk siklus. Penelitian tentang penerapan

pembelajaran model tematik dalam rangka peningkatan kualitas hasil belajar siswa kelas I SDN 106

Wecudai adalah proses investigasi untuk menemukan dan memecahkan masalah pembelajaran di kelas,

proses pemecahan masalah tersebut dilakukan secara bersiklus, dengan tujuan untuk meningkatkan

kualitas hasil pembelajaran dan hasil pembelajaran di kelas tertentu (Suryabrata, 1984:26).

 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SDN 106 Wacudai Kec. Pammana Kab. Wajo Sekolah ini memiliki 6

ruangan kelas dan juga terdapat ruangan guru, Ruang Kepala Sekolah, Perpustakaan, UKS dan WC.

Jumlah siswa pada sekolah ini sebanyak 83 orang.

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap TA. 2013-2014 tepatnya bulan Maret-Mei 2014.

 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas I SDN Wacudai Kec. Pammana Kab. Wajo, semester II

tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 18 siswa, yang terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 11 siswa

perempuan. Kelas I dipilih sebagai subjek penelitian karena kelas ini memiliki hasil belajar yang

kurang baik dan daya serap yang masih rendah. Disanping itu peneliti juga berasumsi bahwa Model

Pembelajaran Tematik sangat sesuai diterapkan di kelas awal. Dimana tujuan dalam penelitian ini

ialah untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan perangkata pembelajaran model

tematik sebagai sarana strategi pendidikan yang dipandang dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Titik fokus dalam melaksanakan penelitian ini ialah untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialami

siswa khususnya dalam mata pelajaran yang akan di padukan dalam penerapan model pembelajaran

tematik. Untuk itu peneliti menitik beratkan penelitiannya untuk meningkatkan kemampuan atau hasil

belajar siswa guna untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran.

 Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi fokus utama dalam pelaksanaannya terkait dengan beberapa indikasi

faktor-faktor yang harus diteliti, yaitu:

 Faktor Siswa

Mengamati aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Apakah dengan menerapkan

perangkat pembelajaran model tematik dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang berada

dalam kategori rendah, sedang, atau tinggi.

 Faktor guru

Melihat bagaimana kemampuan dan keterampilan guru dalam mengembangkan kegiatan

proses pembelajaran dengan menggunakan rancangan pembelajaran yang mengacu pada


penggunaan model tematik di dalam pelaksanaannya, apakah dapat meningkat sesuai dengan

tujuan yang diinginkan dalam proses pembelajaran.

 Faktor sumber belajar

Memperhatikan sumber belajar yang digunakan dan latihan-latihan yang diberikan apakah

sudah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, demikian pula apakah sudah berjenjang sesuai

dengan tingkat kemampuan siswa.

 Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rancangan penelitian dengan menggunakan 2 siklus

penelitian. Dimana secara garis besar/ pengembangan tindakan dapat dilakukan melalui 4 tahap

kegiatan yakni: tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi (Sugiono, 2012:6). Keberhasilan

pelaksanaan pembelajaran tematik dipengaruhi oleh seberapa jauh pembelajaran tersebut dirancang sesuai

dengan kondisi dan potensi siswa (minat, bakat, kebutuhan, dan kemampuan).

Berdasarkan bagian-bagian tentang prosedur pelaksanaan tindakan penelitian, berikut disajikan

tahapan tersebut:

1. Perencanaan Tindakan

Perencanaan tindakan adalah persiapan perencanaan tindakan pembelajaran model tematik

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

 Penetapan mata pelajaran yang akan dipadukan

Tahap ini sebaiknya dilakukan setelah membuat pemetaan kompetensi dasar secara

menyeluruh pada semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar dengan maksud

supaya terjadi pemerataan kean dan pencapaiannya. Pada saat menetapkan beberapa mata
pelajaran yang akan dipadukan sebaiknya sudah disertai dengan alasan yang berkaitan

dengan pencapaian kompetensi dasar oleh siswa dan kebermaknaan belajar. Maka, peneliti

memilih empat mata pelajaran yang akan dipadukan kedalam pembelajaran tematik yakni:

Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Kerajinan Tangan dan

Kesenian.

 Mempelajari kompetensi dasar dan indikator dari setiap mata pelajaran

Pada tahap ini dilakukan pengkajian atas kompetensi dasar pada jenjang dan kelas yang

sama dari beberapa mata pelajaran yang memungkinkan untuk diajarkan dengan

menggunakan paying sebuah tema pemersatu. Sebelumnya perlu ditetapkan terlebih dahulu

aspek-aspek dari setiap mata pelajaran yang dapat dipadukan.

 Pemilihan dan Penetapan Tema

Tahap berikutnya yaitu memilih dan menetapkan tema yang dapat mempersatukan

kompetensi-kompetensi dasar dan indikator di setiap mata pelajaran yang akan dipadukan

pada kelas dan semester yang sama.

 Menghubungkan Kompetensi Dasar dengan Tema Pemersatu

Pada tahap ini dilakukan pemetaan keterhubungan kompetensi dasar masing-masing

mata pelajaran yang akan dipadukan dengan tema pemersatu.

 Penyusunan Silabus Pembelajaran Tematik

Hasil seluruh proses yang telah dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya dijadikan dasar

dalam penyusunan silabus pembelajaran tematik. Secara umum, silabus ini diartikan sebagai

garis-garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau pokok-pokok isi/materi yang perlu dipelajari

siswa.
 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tematik

Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran tematik perlu disusun suatu Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Penyusunan rencana pembelajaran ini merupakan realisasi

dari pengalaman belajar siswa yang telah ditetapkan dalam silabus pembelajaran.

Perancanaan tindakan dalam mempersiapkan pembelajaran tematik dapat di lihat dalam

bagan berikut:
Membuat matriks atau
bagan hubungan
Menetapkan mata
kompetensi dasar dan
pelajaran yang akan
tema/ topik pemersatu
dipadukan

Mempelajari
kompetensi dasar dan
Menyusun silabus
indikator dari mata
pembelajaran tematik
pelajaran yang akan
dipadukan

Menyusun rencana
pembelajaran tematik

Memilih dan
menetapkan tema/
topik pemersatu

2. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini peneliti mulai melaksanakan tindakan yakni melaksanakan proses

pembelajaran sesuai dengan skenario tindakan yang telah disusun pada tahap perencanaan.

Kegiatan pembelajaran ini bermaksud untuk membantu siswa dalam meningkatkan hasil

belajarnya. Dimana guru dan calon peneliti berkolaborasi menyusun tahap perencanaan dan

mengimplementasikannya. Adapun tahap kegiatan adalah (1) penyampaian materi pembelajaran

berdasarkan tema yang sudah ditentukan sebelumnya. Tema tersebut dapat mewakili semua

mata pelajaran yang dipadukan ke dalam model tematik, (2) guru menyampaikan tema serta

materi yang akan diajarkan kepada siswa, (3) siswa mengerjakan tugas yang diberikan

berdasarkan pembagian tugas yang sudah dipilah-pilah yang sesuai dengan mata pelajaran yang

dipadukan tetapi tetap dengan tema yang sama. (4) guru mengumpulkan hasil pekerjaan siswa.

3. Observasi

Tahap observasi adalah mengamati seluruh proses tindakan pada saat selesai tindakan.

Fokus observasi adalah aktivitas siswa, aktivitas dapat diamati mulai pada tahap pembelajaran,

saat pembelajaran, dan akhir pembelajaran. Pada aktivitas siswa diperoleh dengan

menggunakan format observasi,

4. Refleksi

Refleksi merupakan bagian yang sangat penting untuk memahami dan memberikan makna

terhadap proses dan hasil pembelajaran yang terjadi yang dilakukan dengan (a) pada saat

memikirkan tindakan yang akan dilakukan, (b) ketika tindakan sedang dilakukan, (c) setelah

tindakan dilakukan, adapun kegiatan yang dilakukan pada saat merefleksi, melakukan analisis,

dan mengevaluasi atau mendiskusikan data yang diperoleh, penyusunan rencana tindakan dari

hasil yang diperoleh melalui kegiatan observasi.


Data yang telah dikumpulkan dalam observasi harus secepatnya dianalisis atau di

interprestasikan (diberi makna) sehingga dapat segera diberi tindakan yang dilakukan untuk

mencapai tujuan, jika di interprestasikan data tersebut belum mencapai tujuan yang diharapkan

maka peneliti dan observer melakukan langkah-langkah perbaikan untuk diterapkan pada siklus

selanjutnya. Akan tetapi jika pada pelaksanaan refleksi terhadap hal-hal dianggap baik, maka

hal-hal yang baik tersebut harus tetap digali atau pemantapan.

 Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data peneliti akan menemukan data berupa data kuantitatif dan kualitatif.

 Data kualitatif

Data Kualitatif menggunakan alat pengumpul data, yaitu tes, pengamatan, reduksi data, penyajian

data, penarikan simpulan dan catatan lapangan yang digunakan selama penelitian masalah ini dan

mendiagnosa serta mengevaluasi dari model yang digunakan. Berikut penjelasannya:

a. Tes

Tes dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang sejauh mana tingkat

pemahaman siswa berdasarkan tema yang sudah ditentukan dari perpaduan empat mata

pelajaran dengan model tematik.

b. Pengamatan

Pengamatan dilaksanakan oleh orang yang terlibat aktif dalam pelaksanaan tindakan

yaitu guru yang mengajar dikelas I. Pada pengamatan ini digunakan pedoman pengamatan

untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting.

c. Reduksi data
Reduksi data merupakan bagian dari analisis data menggolongkan, mengarahkan,

membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data sehingga dapat ditarik kesimpulan

akhirnya.

d. Penyajian Data

Penyajian data dengan mengorganisasikan data hasil reduksi dalam bentuk naratif yang

memungkinkan untuk penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

e. Penarikan Kesimpulan

Memberikan kesimpulan terhadap hasil penafsiran dan evaluasi.

f. Catatan lapangan

Catatan lapangan dilakukan untuk melengkapi data yang memuat deskripsi tentang

kegiatan pembelajaran yang meliputi aktivitas siswa serta kasus-kasus yang terjadi selama

kegiatan pembelajaran berlangsung dengan menggunakan alat perekam atau foto-foto.

 Data Kuantitatif

Data motivasi belajar diperoleh selama aktivitas selama pembelajaran dengan

menggunakan lembar observasi dihitung dengan menggunakan lembar observasi dihitung

dengan menggunakan persentase motivasi berdasarkan tiap-tiap indikator.

Tabel. 3.3. Tingkat penguasaan dan kategori hasil belajar siswa

Skor Kategori

85-100 Sangat Tinggi

75-84 Tinggi

65-74 Sedang

55-64 Rendah
0-54 Sangat Rendah

Jumlah

Tabel. 3.4. Tingkat kategori ketuntasan hasil belajar siswa

Skor Kategori

75-100 Tuntas

0-74 Tidak Tuntas

Jumlah

 Indikator Keberhasilan Penilaian

Variabel yang diukur sebagai indikator dari keberhasilan penelitian ini adalah berupa peningkatan

aktivitas dan motivasi belajar siswa kelas I semester 2 tahun ajaran 2013/2014 di SDN 106 Wecudai

Kec. Pammana kab. Wajo. Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan perangkat

pembelajaran model tematik sebagai salah satu alternatif/ solusi yang tepat untuk meningkatkan

kemampuan atau hasil belajar siswa kelas I SDN 106 Wecudai Kec. Pammana Kab. Wajo. Adapun

kriteria yang digunakan untuk meningkatkan keterampilan menulis adalah sesuai dengan kriteria

standar yang diungkapkan Nurisal (2009:39), Tingkat penguasaan 85%-100% dikategorikan sangat

tinggi, 75%-84% dikategorikan tinggi, 65%-74% dikategorikan sedang, 55%-64% dikategorikan

rendah dan 0%-54% dikategorikan sangat rendah.


Sebagai tolok ukur (kriteria) keberhasilan tindakan kelas ini berhasil bila minimal 75% dari siswa

secara klasikal memperoleh nilai 75 ke atas maka tindakan telah dianggap berhasil dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Abustam, M. Idrus. et al. 2006. Pedoman Praktis Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah. Makassar :
Badan Penerbit UNM.

Akbar, S. 2009. Kognitif. Malang: Cipta Media Aksara

Anwar, Faisal. 2010. Pengaruh Siswa Bertanya dalam Meningkatkan Hasil Belajar di Kelas V SDN
101 Cisarua Bogor. Tesis. Malang: UB.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bina Aksara.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Caryn.

Barnadib, Imam. 1976, Arti dan Peranan Metode Sejarah Penyelidikan. Bandung : CV Ilmu.

Depdikbud, 1994. Kurikulum Matematika SD. Jakarta : Dirjen Pendidikan Dasar Depdikbud RI.

Hasbullah. 2005. Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta :PT Raja Grafida Kartono. 1996. Pengantar
Metodologi Riset Sosial, Bandung : CV Mandar Maju.

Jailani. 1989. Pengaruh Kemampuan Membuat Modul Matematika Melakukan

Joni, T. Raka. 1996. Pembelajaran terpadu. Naskah Program Pelatihan Guru Pamong, BP3GSD PPTG
Ditjen Dikti, 1996.

Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mardjono. 1984. Pemecahan Masalah dalam pengajaran Matematika, Jakarta : P3G


Depdikbud.Mulyati. 1999. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di kelas Tinggi, Jakarta
Universistas Terbuka

Massofa. 2008. Pemerolehan Bahasa Pertama dan Kedua. (online) www. Massofa wordpress.com.
Karli, Hilda. 2007.Implementasi KTSP dalam Model-model pembelajaran. Jakarta : Generasi
Info Media. diakses tanggal 24 Maret 2009.

Mawar, Andi. 2010. Efektivitas Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tematik dalam Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Kelas I SDN 34 Gantarang, Kab. Bulukumba. Skripsi. Makassar.
Universitas Sawerigading. Makassar.

Mudjiono, 2002. Kiat-Kiat Meningkatkan Prestasi Belajar IPS di SD. Jakarta : Bumi Aksara.Mulyo,
Bambang Nianto. 2004. Kompetensi Dasar Geografi. Solo : Tiga Serangkai Pustaka Mandiri

Muliati. 2002, Evaluasi Keterampilan Menulis. Surabaya: usaha Nasional.

Mustakim. 2004. Dasar-Dasar Komposisi Bahasa Indonesia. Malang: YA3 Malang.

Nurdin, 2007. Model Pembelajaran Matematika yang menumbuhkan kemampuan metakognitif untuk
Menguasai Bahan Ajar. Surabaya: UNESA.

Nurisal, Nursam. 2009. Perangkat Pembelajaran. Malang: (UM Press).

Nurhasnah. 2007, Kamus Besar Bergambar Bahasa Indonesia. Jakarta, CV Bina Taruna Pustaka.
Raharja, Irfan Tirta. 2009. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tematik untuk Meningkatkan
Kualitas Pembelajaran di Kelas Rendah SD Negeri 64 Tanatoa, Kec. Bangkala, Kab.
Jeneponto. Skripsi. Makassar: Universitas Negeri Makassar.

Ruseffendi, 1985. Pengajaran Matematika Modern. Bandung : Transito.

Sanjaya, 2006. Penerapan Strategi dalam Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sugiono, 2012, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan, kualitatif dan R dan D Alfabeta, Bandung

Suhardi. 2012. Penerapan Pengembangan Perangkat Pembelajaran Tematik dengan Pendekatan


Contextual Teaching Learning (CTL) pada Siswa Kelas IV SD 263 Awang Tangka
Kabupaten Bone. Skripsi. Makassar. Universitas Sawerigading Makassar.

Suharisman, Arikuntoro, 2010 Manajemen Penelitian, Reneka Cipta Jakarta

Sukayati. 2009. Pembelajaran Tematik di SD. Jakarta: Depdiknas, Dir jen P eningka t a n M u t
u P endidik da n Tena ga Kependidikan.

Sumiyatun, 1999. Hubungan Penguasaan Konsep dan Ketrampilan Hitung dengan Kemampuan
menyelesaikan Soal Cerita Matematika Siswa Kelas I SLTP Negeri se- Kecamatan Wedi
kabupaten Klaten Tahun Ajaran 1998/1999, Skripsi Tidak diterbitkan. Yogyakarta ; JPMIPA
FKIP UST Yogyakarta.

Suparno. 2007. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Tebuka

Suriamiharja, Agus. 1996. Petunjuk Praktis Menulis. Jakarta: Depdikbud

Suryabrata, Sumadi. 1984, Psikologi Umum, Yogyakarta : Andi Offset.

Syafi’ie, Imam. 1988. Pengajaran Membaca di Kelas Awal sekolah Dasar. Malang: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan

Tiro, Muhammad Arif. 2001. Analisis Korelasi dan Regresi. Makassar: Raja Grafindo Persada.

----------, 1990. Psikologi pendidikan : Jakarta : Rajawali Pers

---------, 1999, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bina Aksara.

---------, 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan praktek, Jakarta : Rineka Cipta

---------. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai