Tantangan Guru Dalam Pembelajaran & Reformasi Pendidikan
Tantangan Guru Dalam Pembelajaran & Reformasi Pendidikan
Tantangan Guru Dalam Pembelajaran & Reformasi Pendidikan
Kalau begitu, dengan pandangan progresif ini, peristiwa ‘belajar’ tidak cukup sekedar
dicirikan dengan menggali informasi temuan ilmuwan (baca mengkaji materi sejumlah mata
pelajaran), tetapi siswa perlu dikondisikan agar berperilaku seperti ilmuwan dengan senantiasa
menggunakan metoda ilmiah dan memiliki sikap ilmiah sewaktu menyelesaikan masalah. Dengan
demikian , peristiwa belajar meliputi membaca, mendengar, mendiskusikan informasi (reading
and listening to science), dan melakukan kegiatan ilmiah (doing science) termasuk melakukan
kegiatan pemecahan masalah.
Ini berarti, hakikat ‘mengajar’ dan ‘belajar’ bergeser dari kutub dengan makna tradisional ke
kutub makna progresif. Kegiatan ‘belajar’ bergeser dari ‘menerima informasi’ ke
‘membangun pengetahuan’ dan kegiatan ‘mengajar’ bergeser dari ‘mentransfer informasi’ ke
‘mengkondisikan sehingga peristiwa belajar berlangsung’. Implikasi pandangan ini, kegiatan
mengajar yang lazim perlu dimodifikasi dan diubah.
Proses transfer pengetahuan atau sering dikenal dengan istilah Proses Belajar Mengajar (PBM)
memiliki dua dimensi. Pertama adalah aspek kegiatan siswa mengenai sifat kegiatan yang
dilakukan siswa bersifat individual atau bersifat kelompok. Kedua, aspek orientasi guru atas
kegiatan siswa, apakah difokuskan pada individu atau kelompok.
Berdasarkan dua dimensi yang masing-masing memiliki dua kutub tersebut terdapat empat
model pelaksanaan PBM.
Self-study, yakni kegiatan siswa dilaksanakan secara individual dan orientasi guru dalam
mengajar juga bersifat individu. Model ini memusatkan perhatian pada diri siswa. Agar siswa
dapat memusatkan perhatian perlu diarahkan oleh dirinya sendiri dan bantguan dari luar, yakni
guru. Siswa harus dapat mengintegrasikan pengetahuan yang baru diterima ke dalam pengetahuan
yang telah dimiliki. Untuk pelaksanaan model self-study ini perlu didukung dengan peralatan
teknologi seperti computer. Keberhasilan model ini ditentukan terutama oleh kesadaran dan
tanggung jawab pada diri sendiri.
Cara mengajar tradisional. Model ini memiliki aktivitas ssiwa bersifat individual dan orientasi
guru mengarah pada kelompok. Pada model ini kegiatan utama siswa adalah mendengar dan
mencatat apa yang diceramahkan oleh guru. Seberapa jauh siswa dapat mendengar apa yang
diceramahkan guru tergantung pada ritme guru membawakan ceramah itu sendiri. Siswa akan
dapat mengintegrasikan apa yang di dengar kedalm pengetahuan telah dimiliki apabila siswa dapat
mengaitkan pengetahuan dengan apa yang diingat. Model ini sangat sederhana, tidak memerlukan
dukungan teknologi, cukup papan tulis dan kapur. Keberhasilan model ini banyak ditentukan oleh
otoritas guru.
Persaingan. Model ini memilik aktivitas yang bersifat kelompok, tetapi orientasi guru bersifat
individu. Model ini menenkankan partisipasi siswa dalam kegiatan PBM, semua siswa harus aktif
dalam kegiatan kelompok tersebut. Seberapa jauh siswa dapat berpartisipasi dalam kegiatan akan
dapat membangkitkan semangat kompetisi. Pengetahuan yang diperoleh dan dapat dihayati
merupakan hasil diskusi dengan temannya. Model ini memerlukan teknologi baik berupa alat
ataupun manajemen seperti bentuk konferensi dan seminar. Keberhasilan model ini terutama
ditentukan oleh adanya saling hormat dan saling mempercayai diantara siswa. CBSA merupakan
salah satu contohnya.
Model Cooperative-collaborative. Model ini memiliki aktivitas siswa yang bersifat kelompok
dan orientasi guru juga bersifat kelompok. Model ini menekankan kerjasama diantara para siswa,
khususnya. Kegiatan siswa diarahkan untuk mencapai tujuan bersama yang telah merupakan
consensus di antara mereka. Consensus ini didasarkan pada nilai-nilai yang dihayati bersama.
Keempat model tersebut pada intinya menekankan bahwa dalam proses belajar mengajar apa yang
dilaksanakan memiliki empat aspek berikut ini.
1. Menyampaikan informasi.
2. Memotivasi siswa.
3. Mengontrol kelas.
4. Mengubah social arrangement. (Abdul:2009)
Agar transfer pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang diarahkan oleh nilainilai
pendidikan, kebutuhan-kebutuhan individu siswa, kondisi lingkungan, dan keyakinan yang
dimiliki oleh guru dapat berlangsung dengan lancar, maka guru paling tidak harus senantiasa
melakukan tiga hal berikut ini.
Perubahan peran guru akan bisa dilakukan bila guru memahami hakikat pembelajaran yang
diinginkan dalam kurikulum berbasis kompetensi, misalnya pembelajaran bisa terjadi di dalam
dan di luar kelas dengan metode yang bervariasi, makna pembelajaran dengan pola ini berdasarkan
pada kompetensi dasar yang harus dicapai sehingga pendekatan pembelajaran dalam kurikulum
berbasis kompetensi menuntut guru untuk memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
Akibat pengaruh globalisasi menghadirkan problem baru berupa kesenjangan antara kemajuan
IPTEk sekarang dengan kurikulum sekolah. Di lain pihak, motivasi belajar dan minat belajar siswa
masih rendahyang mengakibatkan kualitas lulusan sebagai hasil pendidikan cenderung merendah
pula.
Persoalan yang dihadapi sekarang yaitu bagaiman menemukan pendekatan yang terbaik untuk
menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan di dalam mata pelajaran tertentu sehingga semua
siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana setiap individual
mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu
pemahaman yang utuh. Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan
siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu dan hubungan
dari apa yang mereka pelajari. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam
dari seluruh siswa sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya
dengan kehidupan nyata sehingga dapat membuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya.
Hal ini merupakan tantangan yang dihadapi guru setiap hari dan tantangan bagi pengembangan
kurikulum.
Masyarakat yang dicita-citakan untuk dibangun, bahkan sejak proklamasi kemerdekaan, baik
secara sosial, budaya, ekonomi, dan politik berbeda dengan masyarakat yang dihayati sehari-hari.
Dalam proses transisi menuju masyarakat industri yang modern, peranan keluarga sebagai salah
satu sentra yang secara tradisional sangat penting menjadi diragukan karena kelangkaan waktu
orangtua bersama anak (karena harus bekerja), kurang memadainya ruang fasilitas rumah sebagai
lingkungan pendidikan.
Tiadanya kepedulian pendidikan dalam kehidupan masyrakat diluar sekolah dan keluarga
yang seharusnya menjadi sentra ketiga pendidikan (tiadanya tempat bermain bagi anak di
lingkungan masyarakat, tiadanya disiplin social dan tingkah laku orang dewasa). (Abdul:2009)
Untuk dapat melaksanakan tugasnya secara professional, efisien, dan efektif, menurut
Gaffar (2005), guru harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.
Memahami teori dan proses globalisasi dan implikasinya terhadap proses pendidikan peserta
didik. (Abdul:2009)
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan tersebut, menurut pasal 20, guru berkewajiban untuk
melaksanakan hal-hal berikut.
Semua kegiatan dan fasilitas yang dipilih serta peranan yang dilakukan guru harus tertuju
pada kepentingan siswa, diarahkan pada memenuhi kebutuhan siswa, disesuaikan dengan kondisi
siswa, dan siswa menguasai apa yang diberikan atau memperoleh perkembangan secara optimal.
Dalam mengoptimalkan perkembangan siswa, ada tiga langkah yang harus ditempuh.
1. Globalisasi
2. Kompleksitas
Kompleksitas mengesankan bahwa sesuatu terjadi secara serentak, sekaligus, dalam waktu
yang sama, dan semrawut. Saat ini, semua pihak, terutama para pesaing, pemimpin perusahaan,
supplier, distributor, ilmuwan, dan pemimpin, berada dan berlomba dalam perubahan yang terus
menerus.
Dalam zaman modern, tidak ada yang tetap kecuali perubahan. Masalahnya, mampukah kita
menyambut dan bermain dengan perubahan sebagai peraturan yang tidak terhindarkan, tanpa kita
atur atau didikte oleh perubahan?
3. Turbulence
Adalah suatu daya atau kekuatan yang dahsyat bagaikan membangunkan harimau tidur di
tengah-tengah sistem kehidupan yang berjalan rutin, normal dan damai. Turbulence berasal dari
istilah yang menggambarkan kekuatan dahsyat dari tenaga mesin seperti “mesin turbo” untuk
menggambarkan kekuatan mobil yang berkemampuan tinggi. Hasil dari turbulence dalah daya
ledak atau daya ubah yang luar biasa, memporak-porandakan sistem peluang emas bagi para
pelaku sistem.
4. Dinamika
Inti pengertian dinamika adalah perubahan. Suka atau tidak suka, kita harus menyambut
perubahan. Paradigma baru dalam memandang dinamika adalah makin dinamis sesuatu, ia makin
stabil, dan stabilitas yang makin kokoh akan semakin menjamin dinamika tinggi pula bagaikan
“gangsing” yang berputar cepat, makin cepat perputaran, makin stabil keseimbangannya.
Sebaliknya, makin lambat perputaran atau gerakannya , makin tidak stabil dan akhirnya jatuh.
Tetapi masalahnya adalah gerakan dinamika yang semakin tinggi juga membuka peluang benturan
antara berbagai komponen atau mata rantai elemen yang menjadi unsure-unsur dari sistem yang
bersangkutan, dan terbuka peluang catastrophes (kecelakaan atau kegagalan)
5. Akselerasi
Adalah gerak naik atau gerak maju yang dalam era informasi hal itu adalah perubahan, dengan
kata-kata kunci akselerasi cepat dan meningkat; di dalam dunia bisnis, factor kunci yang
menentukan sukses adalah kompetisi.
Ada suatu kenyataan bahwa yang modern tidak begitu saja lahir dan mengada atau exist tanpa
yang tradisional. Sebaliknya, yang tradisional hanya akan menjadi dongeng masa lalu tanpa
diinjeksi dengan temuan, nilai, pemikiran, semangat, dan harapan baru.
Dalam zaman modern ini, orang dituntut untuk tetap melestarikan nilai-nilai lama, yang luhur
yang bermoral dan seterusnya-sekalipun dari dimensi teknokratiknya terdapat hal-hal tertentu
yang harus sudah ditinggalkan karena sudah tidak cocok lagi dengan masalah yang dihadapi-
dengan tetap bersumber pada nilai-nilai luhur (moral) dari ajaran agama dan nilai kemanusiaan
yang terus berkembang dalam budaya dan pandangan hidup bangsa.
7. Konektivitas
Dalam zaman modern ini, tidak ada satu entitas yang mampu berdiri sendiri. Semuanya
terkoneksi antara satu dengan yang lain dalam suatu jaringan kerja. Koneksitas bukan hanya
sekadar jaringan kerja computer dan jaringan global, melainkan suatu fenomena di mana suatu
entitas dari suatu kemajuan teknologi dapat masuk ke dalam suatu jaringan kerja global.
8. Konvergensi
Konvergensi muncul bila dua sistem yang berbeda bergerak menuju satu titik temu atau suatu
pola tanpa meleburkan diri ke dalam satu sistem. Namun, berkat teknologi yang semakin canggih
dapat diperoleh model baru yang lebih efektif, produktif, efisien, murah, dan dengan kualitas yang
lebih baik. Dalam era informasi global, terjadi konvergensi yang membawa benturan ide, tradisi,
sistem, dan sebagainya. Dari silang pendapat ini kemudian terdapat nilai-nilai baru yang secara
universal dapat diterima oleh semua pihak, di samping tetap menyisakan nilai-nilai lama yang
berbeda.
Dengan demikian, core konvergensi dalam abad ke-21 adalah lahirnya entitas baru yang
merupakan tuntutan global, yang menyebar dengan lebih cepat, murah, tepat/benar, praktis, dapat
diterima secara universal, serta memiliki kegunaan berkali lipat, tanpa meleburkan diri ke dalam
sistem-sistem yang baru.
9. Konsolidasi
Di era global, terdapat kecenderungan dari berbagai subsistem yang tadinya independen
kemudian mengadakan konsolidasi ke dalam kesatuan unit atau block yang lebih besar sekaligus
dengan strategi baru untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
10. Rasionalisasi
Semua sistem dalam era globalisasi cenderung berpikir ulang dan mengevaluasi kembali alat-
alat dan strateginya agar lebih efektif, efisien, dan produktif dalam mencapai tujuannya. Sering
kali hal itu dilakukan dengan men-setting ulang atau merumuskan kembali tujuan yang ingin
dicapai atau meredefinisikan visi, misi, orientasi, tujuan, strategi, alat, SDM-nya, dan sebagainya;
demi tercapainya cita-cita yang dituju.
Paradox merupakan suatu perumusan atau pernyataan yang absurd, membingungkan karena
tampak bertentangan.sebab, di dalamnya berisi dua entitas yang saling bertentangan satu sama
lain, tetapi dikemas dalam satu perumusan atau satu pernyataan. Meski demikian paradox tetap
abash dan dibenarkan, misalnya “lebih sedikit adalah lebih banyak”. Pernyataan tersebut berasal
dari bidang arsitektur yang maksudnya adalah makin sedikit Anda mengacau suatu gedung dengan
hiasan, makin anggun gedung dimaksud.
Sejarah mencatat, orang berilmu selalu mendapatkan kedudukan social yang lebih tinggi dan
penting. Makin tinggi ilmu yang disandangnya, makin tinggi dan penting kedudukan sosialnya.
Sebaliknya jika semakin maju dan modern suatu masyarakat, maka makin memberikan peluang
bagi warganya untuk meraih ilmu dan kedudukan yang lebih tinggi.
REFORMASI PENDIDIKAN
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan mengacu pada sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak aspek dan
sifatnya sangat kompleks. Karena sifatnya yang kompleks itu, maka tidak sebuah batasan pun
yang cukup memadai untuk menjelaskan arti pendidikan secara lengkap. Batasan tentang
pendidikan yang dibuat para ahli beraneka ragam, dan kandungannya berbeda yang satu dari yang
lain. Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang
menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya.
Pendidikan menurut Edgar Dalle adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga,
masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang
berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan perserta didik
agar dapat mempermainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa
yang akan datang.
Pendidikan menurut UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan
masyarakat.
B. Pengertian Reformasi
Reformasi menurut Prof. Dr. Emil Salim dan Dr. Din Syamsuddin (dalam Tilaar 1998)
perubahan dengan melihat keperluan masa depan, yang kembali dalam bentuk asal.
Menurut Banathy (1991) dalam buku menyemai benih teknologi pendidikan, reformasi
dikatakan sebagai usaha “doing more of the same”. Usaha ini kemudian ditingkatkan dengan
“doing more of the same but doing it better”, yang merupakan usaha peningkatan efesiensi.
Menurut Khan, reformasi adalah suatu perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang
bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama.
Reformasi berarti perubahan dengan melihat keperluan masa depan, menekankan kembali
pada bentuk asal, berbuat lebih baik dengan menghentikan penyimpangan-penyimpangan dan
praktek yang salah atau memperkenalkan prosedur yang lebih baik, suatu perombakan
menyeluruh dari suatu sistem kehidupan dalam aspek politik, ekonomi, hukum, sosial dan tentu
saja termasuk bidang pendidikan.
Pendidikan merupakan pilar tegaknya bangsa: Melalui pendidikanlah bangsa akan tegak mampu
menjaga martabat. Dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 3 disebutkan “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potenssi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandidri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sementara itu kebijakan adalah suatu ucapan atau tulisan yang memberikan petunjuk umum
tentang penetapan ruang lingkup yang memberi batas dan arah umum kepada manajer untuk
bergerak. Kebijakan juga berarti suatu keputusan yang luas untuk menjadi patokan dasar bagi
pelaksanaan manajemen. Kebijjakan adalah keputusan yang dipikirkan secara matang dan hati-
hati oleh pengambil keputusan puncak.
Dengan demikian reformasi kebijakan pendidikan adalah upaya perbaikan dalam tataran konsep
pendidikan, perundang-undangan, peraturan dan pelaksanaan pendidikan serta menghilangkan
praktek-praktek pendidikan dimasa lallu yang tidak sesuai atau kurang baik sehingga segala aspek
pendidikan dimasa mendatang menjadi lebih baik.
Reformasi berarti perubahan radikal untuk perbaikan dalam bidang social, politik atau agama
dalam suatu masyarakat atau negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang beradasarkan
pada peraturan negara tersebut, misalkan di negara Indonesia berarti pendidikan nasional
Indonesia adalah pendidikan yang berdasarkan pada pancasila dan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia tahun 1945.
Menurut david D. Curris (2000), memngemukakan ada empat strategi mayor dalam reformasi
pendidikan, yaitu:
Dengan menetapkan standar pengeluaran yang jelas, serta pengujian secara sistematik atas
kemajuan siswa, berupa statement kepercayaan dimana guru dan siswa akan di dorong pada focus
usaha pembelajaran dan arah yang benar. Ada lima elemen kunci akuntabilitas berbasis standart,
yaitu:
Bentuk kebijakan yang hanya memacu target spesifuk, struktur, dan metode-metode
instruksional yang kaku. Reformasi pendidikan persekolahan yang berpijak pada serba
keterbatasan, hanya memilih cara termudah dan termurah dalam pengalokasian sumbersumber,
dan dukungan political yang minim, maka hasil yang akan dicapai tidak lebih bersifat
terfragmentasi dan temporal. Karena itulah, usaha-usaha kekinian dimaksudkan untuk mencapai
reformasi sekolah secara menyeluruh. Untuk hal ini diperlukan investasi yang mahal, dan
perumusan kebijakan dilakukan dilakukan dengan berbasis kepada hasilhasil penelitian,
pendekatan komprehensif, terkoordinasi, target-target pencapaina yang terukur, dan dukungan
yang kuat di tingkat sekolah
3. Strategi pasar
Sebagai perantara sosial yang menawarkan jasa layanan yang bersifat intelektual, afeksi,
psikomotorik, emosional, dan spiritual. Untuk merenspons kebutuhan dan tuntutan masyarakat
yang semakin bervariasi, sekolah-sekolah harus dapat tampil secara difernsiatif, memiliki
keunggulan yang berbeda dibandingkan dengan sekolah lain. Keunggulankeunggulan dimaksud
menyangkut satu atau beberapa bidang, seperti akademik, ekstrakulikuler, tenaga pengajar,
kedisiplinan, bangunan fisik, elitis, pemberian beasiswa, dan lain-lain. Termasuk dalam skema
unggulan ini adalah kemampuan sekolah menyediakan semacam voucher atau beasiswa bagi
anak-anak yang dikategorikan kurang beruntung karena kemiskinan, yaitu piatu, diabaikan oleh
keluarga, terisolasi secara geografis, dll.
Pembuatan keputusan yang bersifat demokratis atau pelimpahan kewenangan dan pembuatan.
Jadi reformasi pendidikan nasional adalah perubahan radikal yang ada dalam suatu instansi
pendidian yang berada dalam naungan suatu negara kebangsaan.
Tentu saja aspek moral tidak boleh dilupakan. Sekolah adalah tempat menumbuhsuburkan
nilai-nilai luhur dalam diri aanak bangsa yang menjadi peserta didik. Tawuran perilaku asusila
sebagian oknum pelajar/ mahasiswa adalah cermin belum terimplementasikannya amanat UUD
1945 dan UU system pendidikan nasional tentang nilai-nilai agama. Kegiatan sekolah lebih besar
porsinya untuk pengajaran. Padahal pengajaran tanpa bingkai pendidikan moral hanya
menciptakan orang pintar yang kehilangan arah dari hakikat kemuliaan eksistensinya sebagai
makhluk mulia yang bertakwa kepada tuhan yang maha esa.
Karena itu, seluruh komponen bangsa haurs bersatu padu dan meninkatkan komitmen untuk
merumuskan merealisasikan kebijakan peningkatan mutu pendidikan. Sebab, pembangunan dan
penyelenggara pendidikan nasional yang benar dan efektif merupakan amanat konsttusi sekaligus
tuntutan zaman yang tak bisa dielakan.tanpa itu, bangsa besar ini akan masuk dalam daftar sejarah
sebagai bangsa yang kalah dan musnah.
G. Kelebihan Dan Kelemahan Reformasi Pendidikan
Sistem pendidikan nasional (baik yang dilakukan oleh sekolah maupun madrasah) yang ada yang
selama ini sebagaimana didedskripsikan oleh banyak ahli pendididkan seperti HAR Tilaar
mengandung beberapa kelemahan berikut:
• Sistem pendidikan yang kaku dan sentralistik. Hal ini mencakup uniformitas dalam segala
bidang, termasuk cara berpakaian (seragam sekolah), kurikulum, materi ujian, materi ujian
system evaluasi , dan sebagainya. Pendek kata, sentralisasi telah dipraktekan dalam sgala
bidang yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan nasional sedetail-detailnya. Pada
aspek kurikulum, asalnya hampir tidak ada ruang sama sekali bagi sekolah sebagai garda
terdepan penyelenggara pendidikan untuk menambah , apalagi ikut mendesain kurikulum
yang diajarkan di sekolahnya.
• Sistem pendidikan nasiolnal tidak pernah mempertimbangkan kenyataan yang ada di
masyarakat. Lebih parah lagi, masyarakat dianggap hanya sebagai obyek pendidikan yang
diperlakukan sebagai orang-orang yang tidak memepunyai daya atau kemampuan untuk
ikut menentukan jenis dan bentuk pendidikan yang sesuai dengan kebutuhannya sendiri.
• Kedua sistem tersebut diatas (sentaralistik dan tidak adanya pemberdayaan masyarakat) di
tunjang oleh sistem birokrasi kaku yang tidak jarang dijadikan alat kekuasaan atau alat
politik penguasa. Birokrasi model seperti ini menjadi lahan subur Tumbuhnya budaya
KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) dan melemahnya atau bahkan hilangnya budaya
prestasi dan profesionalisme.
• Terbelenggunya guru dan dijadikannya guru sebagai bagian dari birokrasi. Birokrasi yang
merupakan alat politik penguasa sperti uraian diatas mencengkramkan kukunya kepada
guru. Birokrasi pendidikan telah meletakan dan memeperlakukan guru sebagai
“bawahan”. Kebijakan seperti ini sangat memebelenggu profesinalisme guru. Akibatnya,
guru menjadi apatis, kretifitas, dan inovasinya mati, etos kerjanya menurun, dan tanggung
jawabnya sebagai guru yang bertugas mendidik dan mengajar murid juga hilang.
• Pendidikan yang da tidak berorientasi pada pembentukan kepribadian, namun lebih pada
proses pengisian otak (kognitif) pada anak didik. Itulah sebabnya etika, budi pekerti, atau
akhlak anak didik tidak pernah menjadi perhatian atau uuran utama dalam kehidupan baik
didalam maupun disekolah.
• Anak tidak pernah didik atau dibiasakan untuk kreatif dan inovatif serta berorienatsi pada
keinginan untuk tahu (curiousity atau hirs). Kurangnya perhatian terhadap aspek ini
menyebabkan anak hanya dipaksa menghafal dan menerima apa yang dipaketkan guru.
Sebagai dari akibat dari enam kelemahan sistem pendidikan kita diatas, penekanan bahwa
setiap anak didik harus jadi warga Negara (citizen) yang bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa/
negaranya (ternmasuk dirinya sendiri) kurang biasa diakukan dalam pendidikan nasionl .
Rumusan tujuan pendidikan nasional dalam Undang-undang No.2 Tahun 1989. Pasal 4
undang-undang tersebut menyatakan bahwa:
Sementra itu, rumusan tujuan pendidikan nasional yang terbaru dapat dibaca dalam USU NO.
20 tahun 2003 Bab II pasal 3 dari UU sisdiknas hasil revisi tahun 2010, yang menegaskan bahwa:
Manajeman berbasis sekolah (MBS) memang bisa disebut suatu pergeseran paradigm dalam
pengelolaan pendidikan, namun tidak berate paradigm ini “baru” sama sekali, karena sebelumnya
kita pernah memiliki Inpres No. 10/1973. Sekolah-sekolah dikelola secara mikro dengan
sepenuhnya diperankan oleh kepala sekolah dan guru-guru sebagai pengelola dan pelaksana
pendidikan pada setiap sekolah yang juga tidak terpisahkan dari lingkungan masyarakatnya.
Dengan MBS, pemecahan masalah internal sekolah, baik yang menyangkut proses
pembelajaran maupun sumber daya pendukungnya cukup dibicarakan di dalam sekolah dengan
masyarakatnya, sehingga tidak perlu diangkat ke tingkat pemerintahan daerah apalagi ke tingkat
pusat. Tugas pemerintah (pusat dan daerah) adalah memberikan fasilitas dan bantuan pada saat
sekolah dan masyarakat memenuhi jalan buntu dalam suatu pemecahan masalah.
Paradigma MBS beranggapan bahwa satu-satunya jalan masuk yang terdekat menuju
peningkatkan mutu dan relevansi adalah demokratisasi, partisipasi, dan akuntabilitas pendidikan.
Kepala sekolah, guru, dan masyarakat adalah pelaku utama dan terdepan dalam penyelenggaan
pendidikan di sekolah sehingga segala keputusan dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah
sehingga segala keputusan menganai penanganan persolan pendidikan pada tingkatan mikro harus
dihasilkan dari interaksi ketiga pihak tersebut. Masyarakat adalah stakeholder pendidikan yang
memiliki kepentingan akan keberhasilan pendidikan di sekolah, karena mereka adalah pembayar
pendidikan, baik melalui uangsekolah maupun pajak, sehingga sekolah-sekolah seharusnya
bertanggung jawab terhadap masyarakat.
1. Pembaruan Kurikulum
Ada dua faktor pengendali yang menentukan arah pembaruan kurikulum, yaitu yang sifatnya
mempertahankan dan yang mengubah. Termasuk yang pertama ialah landasan filosofis, yaitu
falsafah bangsa Indonesia dan landasan historis mencakup unsur-unsur yang dari dahulu hingga
menguasai kebutuhan hidup orang banyak.
Pembaruan ini termasuk pendidikan yang meliputi pembaruan jenjang dan jenis pendidikan,
waktu belajar pada suatu satuan pendidikan.
Pancasila seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 merupakan kepribadian,
tujuan dan pandangan hidup bangsa. Selanjutnya UUD 1945 dituangkan kedalam TAP MPR
tentang GBHN khusunya dalam bidang pendidikan. Dalam TAP MPR No. IV/MPR/1973 s.d TAP
MPR RI No. II/1993 dengan jelas dikemukakan program umum pembaruan dan pembangunan
pedidikan yang mencakup:
5. Pengembangan budaya,
6. Pembinaan generasi muda.
Keenam macam program pokok sebagai kebijakan pembangunan sisitem pendidikan tersebut
sejalan dengan UUD 1945, yakni bahwa pembangunan pendidikan bermaksud mewujudkan cita-
cita kemerdekaan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa agar tercipta kesejahteraan umum.
Upaya untuk memperbaiki pendidikan nasional iak hanya menyangkut masalah fisik dan dana
saja. Tapi harus lebih mendasar dan strategis. Sistem pendidikan nasional perlu direformasi
dengan memandukan wahyu tuhan dan ilmu pengetahuan sebagai arena uatama aktifivitas
pendidikan.
Pelaksanaan proses pendidikan harus efektif untuk menanamkan jiwa kebebasan, kemandirian
dan kewirausahaan. Kurikulum diarahkan untuk member pengalaman belajar yang seimbang yang
meliputi :
Agenda strategis yang harus dilakukan untuk memperbaiki dan membangun dunia pendidikan,
diantaranya yaitu :
5. Melakukan monitoring dan evaluasi system terhadapberbagai aspek onsep dan operasional
system pendidikan nasional
6. Menerapkan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan 7. Meninkatkan kualitas
pengelolaan manajemen sekolah
8. Terselenggaranya pendidikan yang murah dan bermutu,
9. Memberiperhatian yang khusus pada anak yang mempunyai kekurangan seperti cacat.
Teori Gardner dikenal dengan istilah Mulitiple Intellegences. Pendapat Gardner bahwa intelegensi
tidak hanya ditentukan oleh satu faktor saja yaitu faktor g. Gardner mengembangkan teori
intelegensi berbasis skill dan kemampuan berbagai kelompok yang terdiri atas delapam kelompok
skill:
Kemampuan multiple intelligence atau kecerdasan majemuk tidak sama untuk setiap individu.
Tabel berikut mejelaskan tentang multiple intelligence dan contoh individu yang relevan dengan
setiap jenis inteligensi tersebut.
Inteligensi Contoh Individu Penjelasan
Bodily kinesthetic Penari, atlit, ahli Kemampuan dalam
bedah, pemahan dll. mengkoordinasi gerakan fisik
dengan baik.
melestarikannya.
Visual spacial Pelaut yang mampu Kemampuan mengetahui
melakukan navigasi tanpa alat lokasi ataupun tempat secara
navigasi modern, ahli bedah,
pemahat, pelukis, dll. tepat, kemampuan untuk
menyelesaikan pekerjaan
yang membutuhkan
menvisualisasi tiga dimensi
dan kemampuan
menempatkan tangan di
berbagai bagian tubuh.