Referat Rehabilitasi Medik Pada Pasien Post Amputasi
Referat Rehabilitasi Medik Pada Pasien Post Amputasi
Referat Rehabilitasi Medik Pada Pasien Post Amputasi
Oleh:
Selvira Eklesiana Marthing
20014101024
Masa KKM: 6 Desember – 12 Desember 2021
Penguji:
dr. Jenny Pandeleke, Sp.KFR
Mengetahui,
Penguji
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Pelayanan rehabilitasi medik adalah pelayanan kesehatan terhadap
gangguan fisik dan fungsi yang diakibatkan oleh keadaan atau kondisi sakit,
penyakit atau cedera melalui paduan intervensi medik, keterapian fisik dan atau
rehabilitatif untuk mencapai kemampuan fungsi yang optimal.1
Amputasi merupakan prosedur pembedahan yang paling tertua,
perkembangan teknik pembedahan dan desain prosthetic dimulai akibat dari
peperangan.5 Istilah amputasi berasal dari bahasa latin yaitu “amputare”, mengacu
didalam teks romawi yaitu pemotongan tangan para penjahat. Sampai saat ini
amputasi diartikan sebagai penghilangan anggota tubuh. Ini mungkin terjadi
akibat dari trauma (trauma amputasi) atau dalam upaya untuk mengendalikan
penyakit atau kecacatan (amputasi terapi).6
2. Epidemiologi
Menurut informasi dari National Limb Loss Information Center (NLLIC)
tahun 2008, ada sekitar 1,7 juta orang di Amerika Serikat hidup dengan
kehilangan anggota tubuh dan sekitar 185.000 kasus amputasi setiap tahunnya.
Jumlah kasus baru amputasi tertinggi pada pasien diabetes, terdapat 1 dari setiap
185 pasien diabetes menjalani amputasi digit atau anggota tubuh lainnya
kekurangan anggota tubuh akibat kongenital sebesar 2,6 per 10.000 kelahiran
hidup.7
3. Etiologi
Indikasi amputasi yang paling sering untuk ekstremitas bawah adalah
penyakit pembuluh darah perifer, lebih dari setengah dari amputasi dikaitkan
dengan diabetes mellitus. Trauma adalah penyebab utama amputasi pada populasi
yang lebih muda dan lebih sering terjadi pada pria karena paparan lebih tinggi
3
terhadap bahaya kerja. Amputasi juga dapat diindikasikan pada luka bakar termal
ataupun listrik, frostbite yang parah, dan gangren. Tumor ganas juga dapat
menjadi penyebab amputasi, tetapi hal ini jarang terjadi karena kemajuan dalam
penyelamatan ekstremitas. Infeksi tulang dan jaringan yang berlangsung lama.5,6
Adapun tujuan amputasi sebagai berikut:
a. Live saving (menyelamatkan jiwa), contoh trauma disertai keadaan yang
mengancam jiwa (perdarahan dan infeksi).
b. Limb saving (memanfaatkan kembali kegagalan fungsi ekstremitas secara
maksimal), seperti pada kelainan kongenital dan keganasan.5
4
dipasang dengan prostetik. Fungsi lutut bersifat sangat penting pada manajemen
rehabilitasi dengan penggunaan prostetik sehingga setiap usaha selalu dibuat
untuk menyelamatkan lutut. Amputasi bawah lutut merupakan suatu prosedur
rekonstruktif yang memerlukan perhatian yang cermat terhadap detail tekniknya.
Level ini dipilih berdasarkan ketersediaan jaringan yang sehat termasuk
pemahaman potensi penyembuhan dari alat gerak yang iskemi. Sisi pemotongan
adalah level dimana terdapat cukup jaringan lunak untuk menghasilkan puntung
yang dapat sembuh dengan baik dan mempunyai toleransi terhadap prostetik. 8
Panjang puntung sebaiknya dipertahankan setinggi 14 cm dari tibia plateau.
Puntung yang lebih panjang dari ini memerlukan prostetik yang besar karena
sirkumferensial disekitar kruris lebih besar dibanding kaki yang intak. Bentuk
puntung yang baik adalah kerucut, rapat, dan tidak ada perlekatan pada tulang.
Sirkumferensial harus lebih kecil di distal dibanding proximal. 9 Amputasi jari kaki
dan bagian pada kaki dapat menyebabkan perubahan gaya berjalan dan
keseimbangan. Amputasi Syme (modifikasi disartikulasi ankle amputasi) ini
dilakukan paling sering untuk trauma kaki yang luas dan ini bertujuan untuk
mempertahankan ujung ekstremitas yang mampu menahan penuh berat badan.
Below-knee amputation (BKA) lebih sering disukai daripada above-knee
amputation (AKA) oleh karena pentingnya sendi lutut dan tenaga yang
dibutuhkan untuk berjalan. Kebanyakan orang yang memiliki hip disartikulasi
amputasi harus bergantung pada kursi roda untuk mobilitas. Amputasi ekstremitas
atas yaitu amputasi pada lengan bawah yaitu pada tangan yang disebut below-the-
elbow amputation (BEA) dan pada lengan atas disebut above-the-albow
amputation (EAE).3
Berdasarkan teknik yang dipakai untuk amputasi ada 2 yaitu amputasi
guillotine (amputasi terbuka) dan amputasi tertutup. Amputasi guillotine
(amputasi terbuka) adalah amputasi yang dilakukan pada saat darurat, metode ini
dilakukan pada pasien dengan infeksi yang berat, dimana pemotongan dilakukan
pada tingkat yang sama, bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage
agar luka bersih dan luka dapat ditutup setelah infeksi di atasi. Amputasi tertutup
adalah amputasi yang dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana
5
skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong 5 cm dibawah
potongan otot dan tulang. Setelah dilakukan tindakan pemotongan, selanjutnya
meliputi perawatan luka operasi, mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan
otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan dan persiapan untuk
penggunaan prostetik.3
Berdasarkan pelaksanaan amputasi dibedakan menjadi amputasi selektif,
amputasi akibat trauma dan amputasi darurat. Amputasi selektif atau rencana
adalah amputasi pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang
baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu
tindakan alternative terakhir. Amputasi akibat trauma adalah amputasi yang
terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan
adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum
pasien. Amputasi darurat adalah kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh
tim kesehatan. Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat
seperti trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang
luas.3
6
lutut memerlukan ekstensi lutut yang kuat untuk fungsi prostetik yang
memuaskan).
c. Mobilitas sendi, terutama sendi di daerah proksimal level amputasi.
Rentang luas gerak sendi yang normal atau mendekati normal, dengan
mempertahankan ektensi pinggul dan lutut, juga merupakan hal yang
penting untuk fungsi prostetik yang baik.
d. Kondisi pasien sehubungan dengan penyebab amputasi, contoh jika
amputasi dikarenakan iskemi, mungkin terdapat masalah yang sama di alat
gerak yang lainnya.
e. Kelainan fisik yang lain, seperti kebutaan, arthritis berat, stroke atau
penyakit renal tahap akhir (end stage) dapat mempengaruhi kapasitas
fungsional pasien.
f. Aktivitas hidup sehari-hari
g. Keterampilan rawat diri
h. Keseimbangan saat duduk dan berdiri serta koordinasi
2. Penilaian Status Sosial – Vokasional
Sokongan keluarga dan teman, akomodasi hidup (seperti tangga, lebar pintu,
kemungkinan penggunaan kursi roda), jarak dengan tempat pembuatan dan
perbaikan ortotik prostetik serta keinginan dan kebutuhan pasien akan aktivitas
kekaryaan dan avokasional setelah operasi amputasi.9
3. Penilaian Status Psikologis
Pendekatan psikologis pasien terhadap amputasi, kemampuan pasien untuk
mempelajari tugas-tugas baru termasuk memakai dan melepaskan prostetik,
kemampuan untuk mengamati kulit untuk menghindari cedera di dalam socket
prostetik, dan merawat alat. Serta memiliki motivasi untuk berjalan.9
7
Memastikan terjadinya penyembuhan luka yang cepat dengan jaringan parut
dan adhesi kulit ke tulang yang minimal. Metodenya dapat berupa
penggunaan soft dressing pada luka di atas drain dan biarkan insisi
menyembuh serta penggunaan elastic bandage diatas dressing, rigid
dressing.9
8
di lokasi normalnya. Sementara itu jika pusat gravitasi mengalami
perubahan, maka akan semakin banyak energi yang diperlukan untuk
melakukan ambulasi.
Adanya tendensi kontraktur fleksi lutut terdapat pada amputasi bawah lutut
yang dapat membatasi keberhasilan fitting sebuah prostetik. Deformitas ini
dapat timbul karena nyeri, kerja otot dan pasien yang duduk untuk jangka
waktu lama dalam kursi roda.9
Hal tersebut diatas dapat dicegah dengan cara:
Positioning : Di tempat tidur puntung diletakkan paralel terhadap alat
gerak bawah yang tidak diamputasi tanpa bersandar pada bantal.
Pasien berbaring selurus mungkin untuk jangka waktu yang singkat
selama satu hari dan mulai secara bertahap berbaring telungkup saat
drain telah diangkat bila kondisinya memungkinkan. Posisi ini mula-
mula dipertahankan selama 10 menit kemudian ditingkatkan menjadi
30 menit selama 3 kali per hari. Jika pasien mempunyai masalah
jantung dan pernafasan atau jika posisi telungkup terasa tidak nyaman,
pertahankan posisi telentang selama mungkin. Pada pasien dengan
amputasi di bawah lutut yang mempergunakan kursi roda maka
puntung harus disandarkan pada sebuah stump board saat pasien
duduk. Fleksi lutut yang lama harus dihindari.
Latihan : Latihan luas gerak sendi dilakukan sedini mungkin pada
sendi di bagian proksimal alat gerak yang diamputasi. Latihan
isometrik pada bagian otot quadriceps dapat dilakukan untuk
mencegah deformitas pada amputasi di bawah lutut. Latihan ini
dimulai saat drain telah dilepas dalam 2-3 hari post amputasi.
Tingkatkan latihan mejadi aktif secara bertahap, dari latihan tanpa
tekanan kemudian menjadi latihan dengan tahanan pada puntung.
Pada awalnya puntung sangat sensitif dan pasien didorong untuk
berusaha mengurangi sensitifitasnya.9
9
Gambar 2. Posisi yang tidak boleh dilakukan pada pasien amputasi
secara mandiri.
12
b. Massage puntung : Centripetal massage membantu mengurangi edema,
memperbaiki sirkulasi dan mencegah adhesi serta mengurangi ketakutan
pasien untuk melatih puntungnya.9
C. Mempertahankan kekuatan seluruh tubuh dan meningkatkan kekuatan otot yang
mengontrol puntung
1. Latihan Alat Gerak Bawah di Sisi yang Tidak Diamputasi
a) Foot and Leg Exercises : Alat gerak yang tersisa dilatih untuk
berfungsi sebagai bagian yang dominan. Latihan mencakup latihan
kekuatan dan koordinasi otot-otot kaki, lutut dan panggul. Untuk
mengontrol keseimbangan, weightbearing, akselerasi dan ground
clearance selama swing phase, kaki harus mampu melakukan kontrol
saat plantar fleksi, dorsifleksi, eversi dan inversi. Stabilitas awal dapat
dilatih dengan menggunakan parallel bars, walking frame, dan
crutches. Latihan dimulai pada hari pertama post amputasi dan secara
bertahap ditingkatkan dengan menambahkan tahanan secara manual.
b) Knee and Hip Exercises : Latihan dimulai dari tingkat yang sederhana
kemudian ditingkatkan secara progresif sesuai kebutuhan. Tahan
setiap latihan sebanyak lima hitungan lambat. Sebaiknya dikerjakan
setiap beberapa jam dengan pengulangan sebanyak 10 kali.
c) Ekstensi lutut (Quadriceps setting) : Untuk pasien amputasi yang
lemah, kontraksi quadriceps isometrik harus mulai dilatih dengan
seluruh kaki disokong pada posisi yang netral dan pasien menekankan
bagian posterior lutut melawan tangan terapis. Kontraksi quadriceps
lebih lanjut kemudian diperkuat dengan secara simultan melatih
dorsofleksi pergelangan kaki. Pergerakan ekstensi lutut secara isotonik
dan isokinetik dikontrol paling baik pada posisi pasien duduk dengan
paha disokong, kaki bagian bawah diekstensikan melawan gravitasi
dan beban dapat diberikan untuk meningkatkan kerja otot.
d) Fleksi lutut pada alat gerak bawah yang tidak diamputasi : Dilatih
dengan posisi miring ke satu sisi (sling suspended) atau telungkup,
dilakukan latihan menekuk, dan meluruskan lutut. Kerja otot yang
13
lebih besar dari otot agonis dan antagonis akan terjadi saat pasien
berlatih dalam posisi berdiri, menekukkan lutut kemudian meluruskan
kembali kakinya, dan menahan posisi sendi pada suatu sudut rentang
luas gerak sendi tertentu.
14
g) Adduksi dan Abduksi Panggul : Untuk melatihnya, pasien harus
berbaring telentang atau tengkurap. Tujuannya adalah menjauhkan
kaki dan puntung serta membawanya kembali mendekat. Tahanan
manual diberikan pada kedua arah pergerakan. Latihan penguatan
abduksi panggul memerlukan perhatian khusus, karena selama
proses berjalan dengan menggunakan prostetik, alat gerak di sisi
yang tidak diamputasi akan mengalami stance phase yang
memanjang untuk mengakomodasi prosthetic swing phase.
h) Rotasi eksternal dan internal panggul : Karena melakukan suatu
fungsi sinergi, pergerakannya sulit untuk diisolasi. Dapat dilatih
dengan menggunakan pola proprioceptive neuromuscular
facilitation (PNF), seperti ekstensi panggul, abduksi dan rotasi
internal yang dilakukan dengan lutut ekstensi dan fleksi serta
melakukan fleksi panggul, adduksi, dan rotasi eksternal juga
dengan lutut ektensi dan fleksi.10
16
3. Latihan Alat Gerak Atas
Pasien memerlukan alat gerak atas untuk mencapai mobilitas di tempat
tidur yang mandiri, transfer yang aman, serta mampu untuk berjalan dengan
alat bantu. Aktivitas ini memerlukan kekuatan dari grip, kekuatan pergelangan
tangan dan siku, serta stabilitasnya. Meremas suatu benda yang kenyal
merupakan satu cara untuk memperbaiki kekuatan grip, dan penggunaan
springs akan membantu memperkuat stabilisasi pergelangan tangan dan
ekstensi siku, sehingga akan membantu memperbaiki kontrol tangan yang
fungsional. Pasien juga dapat mempergunakan exercise blocks untuk melatih
ekstensi siku. Exercise blocks mempunyai dasar berbentuk persegi, tinggi
batang ditentukan dari rentang tubuh yang dapat mengangkatnya. Otot-otot
tangan yang kuat penting untuk crutch walking. Sebuah overhead trapeze
direkomendasikan untuk amputasi bilateral alat gerak bawah, sehingga dapat
menyebabkan pasien bergerak dari tempat tidur ke kursi dengan melakukan
metode “push-pull”. Secara bergantian, satu tangan menggenggam trapeze dan
tangan lain mendorong ke bawah, kedua pergerakan membatu pengangkatan
batang tubuh untuk transfer.10
Beberapa contoh latihan yang dapat dikerjakan seperti :
a. Grasp stretch lying: ekstensi dan adduksi sendi bahu (melawan springs
atau beban)
b. Grasp lying (menekuk siku): meluruskan siku (melawan springs)
c. Duduk : kedua tangan didorong ke bawah, angkat bokong
4. Latihan Puntung
Latihan puntung dimulai saat drain telah diangkat dan secara bertahap
ditingkatkan dari latihan statik ke latihan yang lebih aktif dan dengan
tahanan.
a) Fleksi dan Ekstensi Puntung Lutut : Ekstensi puntung lutut merupakan
penggerak dominan dari otot quadriceps dan hamstring, dapat
mengontrol kecepatan berjalan, juga membantu mempertahankan sendi
lutut agar tetap stabil sepanjang stance phase. Baik otot quadriceps dan
17
hamstring, harus diperkuat melalui sejumlah latihan yang spesifik.
Latihan quadriceps, sebagai contoh, dapat ditingkatkan dari isometrik ke
isotonik dan ke isokinetic. Sebuah EMG biofeedback unit dapat juga
dipergunakan untuk memperbaiki kerja otot quadriceps. Frekuensi dan
atau volume sinyal suara yang dihasilkan unit tersebut memberikan
feedback pada pasien dengan amputasi tentang kualitas dan intensitas
kerja otot. Otot hamstring, dipergunakan untuk memfleksikan lutut dan
membantu ekstensi panggul. Pada awalnya dapat dilatih dengan posisi
pasien berbaring ke samping dengan sling suspended. Fleksi puntung
lutut lalu dapat dilakukan dengan panggul ekstensi dan fleksi. Fleksi
puntung lutut yang dilakukan pasien dalam posisi telungkup akan
mengurangi fleksi panggul; yang selanjutnya dapat distimulasi oleh
terapis dengan memberikan tahanan melawanan fleksi lutut pada posisi
tersebut. Sekali lagi, peningkatan beban dan spring dapat dipergunakan
untuk meningkatkan kekuatan otot puntung, koordinasi dan ketahanan.
Jika perlengkapan latihan isokinetik dipergunakan untuk latihan otot
puntung, disarankan agar puntung menggunakan socket selama latihan.
Pasien dengan amputasi akan lebih nyaman dengan kondisi tersebut
karena distribusi tahanan lebih merata pada seluruh permukaan
puntung.10
Fase Prostetik
1) Peresepan
Langkah pertama dari fase ini adalah membuat suatu peresepan
prostetik. Hal ini paling baik dilakukan oleh suatu tim rehabilitasi yang harus
dapat memantau pasien selama periode pre dan postprosthetic fitting.
Penilaian untuk peresepan prostetik ditentukan saat puntung telah sembuh,
sekitar 2-3 minggu post amputasi. Tidak seluruh pasien dapat secara otomatis
di fitted dengan sebuah prostetik. Evaluasi yang menyeluruh diperlukan
(bandingkan dengan penilaian saat pra operasi). Beberapa karakteristik di
bawah ini harus dipertimbangkan saat peresepan.11
Usia dan keadaan umum pasien.
Pasien berusia lanjut dan lemah tidak cocok tidak dapat diberikan
prosthesis. Dilakukan beberapa penilaian seperti pada :
20
a) Fungsi Kardiovaskular
Penggunaan prostetik alat gerak bawah akan meningkatkan jumlah
energi yang diperlukan selama ambulasi dibandingkan dengan
ambulasi berkecepatan yang sama pada alat gerak yang normal. Pada
beberapa pasien, peningkatan energi ini akan menimbulkan beban yang
berlebihan pada miokardium, dengan beberapa iskemia. Jadi
penggunaan prostetik dapat mempresipitasi gagal jantung atau
menyebabkan timbulnya miokard infark. Status kardiopulmoner
terkadang bukan sesuatu masalah yang signifikan untuk amputasi di
bawah lutut, karena energi yang dibutuhkan untuk ambulasi lebih kecil
dengan mempergunakan sebuah prostetik dibandingkan sebelum
prosthetic fitting (ambulasi dengan walker atau crutches).
Bagaimanapun juga, uji menyeluruh kemampuan untuk berambulasi
tanpa menggunakan prostetik tetap dapat memberikan suatu penilaian
tentang kebugaran secara keseluruhan dari pasien.11
b) Fungsi muskuloskeletal
Kekuatan otot dan rentang luas gerak sendi harus dievaluasi pada sisi
yang diamputasi ataupun yang tidak. Kekuatan otot di seluruh
kelompok otot sekitar lutut dan pinggul harus dalam kondisi yang baik.
Bila seorang pasien post amputasi sudah diputuskan dapat
mempergunakan prosthesis maka dilakukan penetapan tujuan dari
prosthetic fitting, apakah fungsional, kosmetik atau keduanya.
Prostetik ditujukan untuk menggantikan fungsi tetapi tidak total
menggantikan fungsi bagian tubuh yang telah diamputasi.11
c) Kondisi mental
Bermotivasi baik dan tidak tampak bingung. Dinilai pula penyesuaian
psikologis terhadap amputasinya. Hal ini penting karena pasien harus
belajar untuk memakai prostetik dan mempelajari pola jalan yang
sedikit berbeda dari biasanya.11
d) Kondisi puntung
21
Puntung harus sembuh sempurna dan tidak mengalami pembengkakan
atau mengalami konstriksi. Jaringan parut pada puntung tidak melekat
pada jaringan dibawahnya. Perlekatan jaringan akan menimbulkan gaya
tarikan pada kulit di dalam socket dan dapat mendorong timbulnya
kerusakan kulit selama ambulasi. Integritas jaringan lunak terutama
penting di ujung tulang. Sisi yang paling sering tempat timbulnya
kerusakan kulit pada puntung di bawah lutut adalah di bagian ujung
distal anterior puntung, dimana terjadi gesekan dengan prostetik.
Integritas kulit di atas tendon patellar dan tonjolan tibia juga harus baik
karena merupakan area utama dari weightbearing. Puntung untuk
amputasi bawah lutut secara ideal berbentuk silinder, tidak nyeri dan
mudah ditekuk atau dibentuk pada bagian distal.11
e) Ukuran
Untuk amputasi bawah lutut, maka panjang tibial idealnya 5-7 inchi,
atau tepat 1/3 dari panjang tibia sebelumnya. Fibula sebaiknya tidak
lebih panjang dari tibia dan idealnya sedikit lebih pendek (1,5 cm di
atas tibia). Pengukuran panjang tibial lebih baik dari dimulai garis sendi
medial lutut dibandingkan dari tuberositas tibial (landmark bersifat
lebih difus). Panjang tulang yang kurang dari 2 inchi memberikan short
lever arm pada penggunaan prosthetic sehingga akan menyulitkan.
Panjang tibial yang lebih dari 8 inchi akan membuat standard fitting
menjadi sulit. Puntung yang terlalu panjang mempunyai peliputan otot
yang buruk, karena 1/3 kaki bawah diliputi sebagian besar oleh tendon
dibandingkan oleh otot gastrocnemius/soleus, sehingga akan
memberikan suatu bentuk bantalan yang kurang baik pada ujung tibia.
Hal ini kemudian akan mendorong rusaknya kulit. Sebagai tambahan,
lever arm dari alat gerak juga menjadi lebih panjang, menghasilkan
gaya yang lebih besar pada bagian distal kulit selama berjalan, dan
menambah masalah kerusakan pada kulit.11
2) Prostethic Fitting
22
Waktu untuk melakukan prosthetic fitting dipengaruhi oleh banyak faktor
akan tetapi secara garis besar dimulai saat pasien dinyatakan merupakan
kandidat untuk penggunaan prostetik (contoh : ketahanan berdiri selama 20
menit karena sebagian besar prosthetist melakukan fitting pada pasien dengan
amputasi alat gerak bawah dalam posisi pasien berdiri), puntung siap untuk
dicasting dan telah dilakukan peresepan untuk suatu prostetik yang sifatnya
sementara atau permanen (definitif). Periode ini akan berlanjut hingga
selesainya latihan penggunaan prosthesis. Waktu untuk dilakukannya
prosthetic fitting untuk alat gerak bawah lebih bersifat kontroversial
dibandingkan untuk alat gerak atas. Karena mayoritas amputasi alat gerak
bawah terjadi karena komplikasi penyakit vaskuler perifer, penyembuhan luka
primer merupakan hal yang penting. Pada suatu keadaan, immediate
postoperative fitting dengan sebuah rigid dressing dan pylon prosthesis lebih
disarankan untuk mempercepat rehabilitasi amputasi alat gerak bawah. Tetapi
karena keterbatasan dari jumlah orang dengan pengalaman dan keterampilan
membuatnya menyebabkan hal ini tidak lagi direkomendasikan, karena akan
mengganggu penyembuhan luka primer dan bahkan menyebabkan
kemungkinan adanya reamputasi pada level yang lebih proksimal. Akan tetapi
jika hal ini diberikan secara tepat baik pembuatan dan pemberiannya, maka
immediate postoperatif prosthesis sesungguhnya dapat dipergunakan dengan
aman untuk ambulasi dengan partial weight bearing.9,11
3) Latihan
Latihan sebaiknya dikerjakan oleh seorang yang berpengalaman, dengan
tidak melupakan untuk memotivasi pasien. Latihan prostetik sebaiknya
melibatkan edukasi pasien tentang penggunaan dan perawatan prothesis.
Latihan ini dapat meningkatkan kepercayaan diri pasien untuk
mempergunakan prostetik. Tujuan utama dari latihan prostetik adalah
mengembalikan fungsi yang hilang.10
a) Latihan Keseimbangan
23
Karena keseimbangan juga diperlukan untuk prosthetic gait, pasien
dengan amputasi harus melatih keseimbangannya sebelum belajar urutan
posisi langkah. Latihan ini membantu pasien untuk terbiasa terhadap
beban, potensi pergerakan, dan penempatan prostetik. Pasien juga dapat
melatih keterampilan melakukan prosthetic weightbearing, keterbatasan
yang disebabkan oleh prostetik, mengontrol postur, dan juga bagaimana
mengendalikan keseimbangan ke segala arah.
Beberapa latihan keseimbangan telah dipilih untuk menekankan pada
tujuan aktivitas menyeimbangkan:
Swaying : Pasien diminta untuk mempertahankan posisi berdiri
tegak sementara ia mengayunkan tubuhnya ke depan dan ke
belakang, mempertahankan panggul pada posisi netral dan
meluruskan lututnya. Latihan ini mengajarkan pasien untuk
mengetahui rentang luas gerak yang dapat dilakukan sebelum ia
kehilangan keseimbangannya.
Weightshifting : Pergeseran beban dari satu sisi ke sisi yang
lainnya dengan batang tubuh tetap tegak, membantu pasien
merasakan pergerakan pelvis dari satu kaki ke lainnya dan melatih
penggunaan otot abduktor panggul secara efektif sehingga dapat
mempertahankan stabilitas pelvis selama stance phase.
Hand-raising : Mengangkat kedua tangan diatas kepala pada posisi
berdiri tanpa berpegangan, memerlukan berat badan yang
disebarkan secara merata pada kedua kaki sementara ekstensi
batang tubuh total dipertahankan. Pasien dapat beradaptasi dengan
mempergunakan fleksi panggul dan menahan tangan ke depan.
Simultaneous alternating arm-swinging forward and backward to
shoulder level : Latihan ini dipergunakan untuk melatih dan
mempertahankan keseimbangan sementara melatih rotasi spinal.
Rotasi spinal penting untuk mempertahankan keseimbangan dan
berperan pada pola jalan yang ritmis. Jika dilakukan arm swing dan
24
kepala berpaling untuk mengikuti tangan ke posisi back swing,
rotasi spinal dapat didorong maksimum.10
b) Latihan Berjalan
Posisi Langkah Untuk Mengawali Proses Berjalan dengan Prostetik
Untuk memfasilitasi latihan memposisikan langkah, pasien harus
melatih prosthetic swing dan stance phase secara terpisah, diantara
parallel bars. Karena untuk berjalan, proses belajar pola pergerakan
secara teoritis merupakan perkembangan dari stabilitas ke mobilitas,
terapis sering memilih untuk memulai latihan prosthetic stance terlebih
dahulu. Pendapat lain mempercayai, bahwa stabilitas alat gerak yang
tersisa memberikan keamanan yang lebih baik, maka latihanya dimulai
dengan latihan prosthetic swing phase.
Prosthetic Swing Phase : Pasien harus memposisikan langkah pertama
dengan meletakkan prostetik di posterior, menyokong berat badan.
Pasien lalu mencoba melakukan sejumlah pergerakan secara simultan,
dimulai dengan ekstensi panggul dari alat gerak yang diamputasi.
Pergerakan ini akan menginisiasi prosthetic heel dan toe – off,
akselerasi tubuh ke depan dan pergeseran berat ke depan ke alat gerak
normal. Hal ini akan menyebabkan fleksi panggul pada puntung
hingga mengakselerasi prostetik ke dalam swing phase. Fase swing
akan berlanjut hingga prostetik mencapai heel contact dan foot flat.
Prosthesis weight bearing lalu terjadi lagi, dengan ekstensi panggul
pada puntung akan menstabilisasi prostetik.
Prosthetic Stance Phase : Pasien memposisikan langkah dengan alat
gerak yang normal di bagian posterior untuk menahan berat badan.
Pasien lalu melakukan kombinasi pergerakan secara simultan, dimulai
dengan heel dan toe off dengan ekstensi pada panggul. Pergerakan ini
akan membantu mendorong tubuh ke depan dan pergeseran beban ke
prostetik. Ekstensi panggul pada puntung kemudian akan mengontrol
stabilitas prosthetic stance sehingga fleksi panggul dapat
25
mengakselerasi alat gerak yang tersisa ke dalam swing phase. Pada
tahap ini, beban ditanggung seluruhnya oleh prostetik, dan untuk
mempertahankan stabilitas lutut hingga alat gerak yang normal
mencapai heel contact dan foot flat (siap untuk menerima beban),
puntung harus tetap mempertahankan ekstensi panggul pada puntung.
Selama proses berjalan yang normal, otot-otot ekstensor panggul
bekerja paling aktif di permulaan dan di akhir stance phase dan sedikit
pada midstance. Selama prosthetic gait, otot tersebut harus tetap aktif.
Setelah pasien mampu melakukan prosthetic swing dan stance phase,
latihan berjalan dapat dimulai dan latihan tahapan individual diatas
dihentikan. Latihan prosthetic gait pasien lalu ditingkatkan dari
parallel bars ke latihan berjalan dengan crutches dan tongkat serta
kemudian tanpa alat bantu sama sekali.10
26
BAB III
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28
11. Garrison, S.J.. 1995. Handbook of Physical Medicine and Rehabilitation
Basics. Philadelphia : J.B Lippincolt Company.
29