APBN Dan Utang Negara
APBN Dan Utang Negara
APBN Dan Utang Negara
A. APBN
1. Pengertian APBN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan rencana keuangan
tahunan Pemerintah Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi
daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara
selama satu tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan
pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. Dijabarkan
dalam Undang-Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang dimaksud dengan
APBN adalah:
∙ Rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh DPR (Pasal 1, Ayat
7).
∙ Terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan (Pasal 11, Ayat 2).
∙ Meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember (Pasal 4).
∙ Ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang (Pasal 11 Ayat 1).
∙ Mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi (Pasal 3, Ayat 4).
B. Utang Negara
1. Pengertian Utang Negara
Utang negara berdasarkan Undang-Undang nomor 1 tahun 2004 merupakan jumlah uang yang
wajib dibayar pemerintah pusat dan/atau kewajiban pemerintah pusat yang dapat dinilai
dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, atau
berdasarkan sebab lain yang sah.
Utang sering kali menjadi permasalahan yang pelik dalam lingkup nasional, karena telah
tertanam dalam benak mayoritas masyarakat sebuah doktrin general yang memberikan sinyal
buruk terhadap utang, khususnya utang negara. Namun ternyata utang merupakan salah satu
bagian penting dalam menetapkan kebijakan fiskal (APBN) dimana juga merupakan begian
dari suatu sistem besar yang disebut pengelolaan ekonomi.
Tujuan dari pengelolaan ekonomi tersebut adalah:
1. Menciptakan kemakmuran rakyat dalam bentuk:
a. Penciptaan kesempatan kerja.
b. Mengurangi kemiskinan.
c. Menguatkanpertumbuhanekonomi.
2. Menciptakan keamanan.
Dari Undang-undang Keuangan Negara No. 17 tahun 2003, batas rasio utang terhadap PDB
adalah 60%. Jika sudah lewat batas aman tersebut maka negara akan terjebak utang dan tidak
bisa membayar. Angka rasio utang ini terus mengalami naik turun di beberapa kepemimpinan
presiden.
∙ Era Soeharto
Setelah pergantian presiden, Soekarno pun mewarisi utang pemerintah ke tangan Soeharto.
Menurut data, utang di masa pemerintahan Soeharto berada di kisaran Rp 551,4 triliun.
Sementara PDB saat itu di kisaran Rp 955,6 triliun.
Bedanya, Soeharto tidak memilih utang dari negara blok timur, tapi cenderung ke blok barat
dan lembaga asing semisal Bank Dunia dan IMF. Warisan utang dari Hindia Belanda yang
sempat dibatalkan oleh Soekarno , justru di re-schedule ulang oleh Soeharto pada 1964.
Ekonomi Publik
Materi 1 (Setelah Mid Tes)
Dr. Muhammad Nur Afiat, SE., M.Si
Selain mereschedule ulang, Soeharto juga mendapat komitmen pinjaman baru. Utang di era
Soeharto , disebutkan diarahkan untuk pertumbuhan ekonomi. Mulai dari pembangunan
infrastruktur, pabrik, industri, dan lain-lain.
Saat Orde Baru Presiden Soeharto rasio utang 57,7% terhadap PDB dan utang pemerintah
berada di level Rp 551,4 triliun, sementara PDB Rp 955,6 triliun. Rasio utang era Presiden
Joko Widodo saat ini lebih kecil dari era Soeharto. Namun yang menjadi catatan kondisi utang
di Era Soeharto dan Jokowi sangat berbeda.
∙ Era BJ Habibie
Setelah Soeharto dilengserkan pada tahun 1998, warisan utang negara itupun diberikan
kepada Presiden BJ Habibie. Proses akumulasi utang pun terus berlanjut di era Presiden
Habibie. Bahkan, Habibie tercatat sebagai presiden yang membuat utang Indonesia makin
besar hanya dalam waktu singkat. Era Presiden BJ Habibie, rasio utang terhadap PDB
melambung tinggi. Saat itu, utang di era Habibie sekitar Rp 938,8 triliun, sementara PDB Rp
1.099 triliun. Sehingga rasio utang terhadap PDB berada di level 85,4%.