Makalah Kebijakan Fiskal
Makalah Kebijakan Fiskal
Makalah Kebijakan Fiskal
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada tahun 1936, Keynes menerbitkan bukunya yang berjudul The General Theory of
Employment, Interest, and Money, yang banyak pihak menganggapnya sebagai dasar
mengembangkan kebijakan fiskal, yaitu bagaimana cara memanipulasi penerimaan
dan pengeluaran pemerintah untuk dapat mempengaruhi permintaan agregat .
Pada awalnya kebijakan fiskal hanya mengarah pada situasi yang dihadapi saat itu,
yaitu bagaimana menghadapi masalah pengangguran. Setelah Perang Dunia II
kebijakan fiskal digunakan pula untuk mengatasi keadaan inflasi.
Perkembangan selanjutnya kebijkaan fiskal dan moneter secara bersama dan saling
melengkapi dipergunakan untuk memecahkan masalah perekonomian nasional, baik
pada masa depresi, inflasi, maupun dalam permasalahan ekonomi lainnya yang harus
diatasi, agar perekonomian dapat stabil serta kesejahteraan masyarakat semakin
meningkat.
Untuk Indonesia, yang merupakan negara berkembang, salah satu tujuan kebijakan
fiskalnya adalah untuk menciptakan lingkungan yang baik bagi pertumbuhan ekonomi
yang cepat. Kebijakan fiskal dipengaruhi oleh dua instrumen utama, yaitu pajak dan
pengeluaran pemerintah, yang otoritas penanganannya berada di tangan Pemerintah
yang diwakili oleh Kementerian Keuangan sebagaimana disebutkan dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Sejak Indonesia telah melunasi semua pinjaman dari IMF, yang berarti sudah tidak
ada lagi campur tangan IMF dalam ekonomi kita, maka dapat dikatakan bahwa
Indonesia telah merdeka secara ekonomi. Walaupun masih ada program IMF yang
masih berakibat sampai jangka panjang, misalnya program rekapitulasi perbankan.
Oleh karena itu, kebijakan moneter dan fiskal pemerintah semakin berperan besar
dalam mengarahkan perkembangan ekonomi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan kebijakan fiskal?
2. Apakah tujuan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan fiskal?
3. Bagaimana strategi kebijakan fiskal yang diterapkan pemerintah Indonesia?
4. Bagaimana pelaksanaan kebijakan fiskal di negara lain
1
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pembahasan dalam makalah ini hanya terbatas pada kebijakan fiskal dan
implementasinya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Berdasarkan dari beberapa teori dan pendapat ahli di atas dapat kita simpulkan bahwa
kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah
dalam pengelolaan keuangan negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian
menjadi lebih baik yang terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi
pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN.Singkatnya, kebijakan fiskal adalah
kebijakan pemerintah yangterkait dengan penerimaan atau pengeluaran negara.
Kebijakan fiskal dan kondisi APBN sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi.
Kebijakan fiskal harus dapat berfungsi sebagai stabilisator bagi perekonomiandan
atau bersifat kontra-siklis (countercyclical) yaitu:
4
1. Pada saat ekonomi sedang dalam masa boom, pemerintah dapat menjalankan
Surplus Anggaran,
2. Sebaliknya, pada saat resesi/krisis, pemerintah dapat melakukan ekspansi fiskal
melalui stimulus fiskal, dengan menjalankan Anggaran Defisit,
Sebagai Fiscal Policy Tools (Alat Kebijakan Fiskal), APBN yang sehat adalahAPBN
yang berkesinambungan, yang ditunjukkan oleh:
5
2. Perkembangan dan kinerja perekonomian nasional yangmenggambarkan potensi,
kapasitas dan struktur penerimaan negara. Penerimaanpajak suatu negara akan
meningkat dengan berkembangnya perekonomian dansering diukur dengan rasio
penerimaan pajak terhadap perekonomian yang diukurdengan Produk Domestik
Bruto.
3. Kemampuan perencanaan, pengelolaan,dan pengendalian belanja negara. Hal ini
berkaitan dengan politik anggaran danmasalah serta kualitas birokrasi. Belanja
negara yang dilandasi suatu pilihanpolitik tertentu akan menyebabkan pola dan
alokasi anggaran yang berbeda-beda. Belanja negara cenderung terus meningkat
setiap tahun, namun apabiladialokasikan pada proritas belanja yang tidak tepat
misalnya untuk membiayaipembangunan-pembangunan yang tidak sesuai
kebutuhan rakyat danperekonomian, maka akan berdampak sangat kecil/minimal
terhadapkesejahteraan rakyat. Belanja yang besar dapat juga digerogoti oleh
birokrasi baikdalam bentuk kebocoran maupun ketidak-efisienan, sehingga tidak
akanmenghasilkan manfaat kesejahteraan bagi masyarakat keseluruhan.
4. Kemampuan pengelolaan pembiayaan anggaran. Bila suatu negara memiliki
APBNyang surplus, maka masalah pembiayaan adalah bagaimana
dilakukanpengelolaan dan pemanfaatan surplus anggaran terutama untuk tujuan
antisipasikebutuhan negara di masa depan. Di negara-negara maju, kebutuhan
negaramasa depan dikaitkan dengan kondisi demografi (penduduk) yang
semakindidominasi oleh kelompok usia tua, sehingga diperkirakan akan
memakananggaran pelayanan kesehatan dan menjaga kesejahteraan hari tua yang
semakintinggi. Sedang bila negara mengalami APBN defisit, maka tantangan
terbesaradalah bagaimana mendapatkan pembiayaan anggaran yang paling
beresiko keciltermasuk jatuh tempo utang yang berdurasi panjang dan berbiaya
(beban bungautang) rendah. Hal ini sangat ditentukan oleh akses pembiayaan
(utang) baik dariberasal dari dalam negeri (pasar obligasi/surat utang domestik)
maupuninternasional. Akses tersebut ditentukan oleh tingkat perkembangan pasar
suratberharga (obligasi), peringkat (rating), dan tingkat resiko dari negara
tersebut.Risiko suatu negara ditentukan oleh seluruh kualitas APBN, baik dari segi
jumlah,
komposisi penerimaan, tingkat utang dan jatuh tempo, dan keseluruhan aspek
pengelolaan resiko dan beban baik yang langsung maupun yang
bersifatkemungkinan (kontinjensi). Negara yang memiliki tingkat hutang tinggi,
6
sertakondisi politik yang cenderung tidak stabil dan terus mengakibatkan
belanjanegara yang berlebihan dan tidak hati-hati, serta memiliki kualitas
birokrasi yangburuk, akan dipersepsikan memiliki resiko gagal (tidak mampu)
mengelolaanggaran dan utangnya. Dengan demikian peringkat utang negara ini
menjadiburuk (non-investment grade), dan berakibat pada akses untuk
mendapatpembiayaan menjadi sulit atau sangat mahal, sehingga makin
mempersulit kondisi
dan porspek perbaikan pengelolaan ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya.
5. Faktor-faktor non-ekonomi seperti terjadinya bencana alam, perubahaniklim,
gejolak politik atau sosial, gangguan keamanan dan terorisme, sertaterjadinya
perang. Faktor-faktor tersebut selain akan menyebabkan pendapatannegara
menurun karena aktivitas perekonomian akan sangat terganggu ataubahkan
berhenti, juga akan menyebabkan belanja negara melonjak untukpenanganan
masalah. Dengan demikian APBN akan mengalami beban ganda.
Sementara itu, faktor eksternal penting yang juga turut berdampak padaperkembangan
APBN Indonesia di antaranya meliputi perkembangan kondisiekonomi global,
pergerakan nilai tukar rupiah dan antar-mata uang asing(khususnya mata uang kuat
dunia yang menjadi mitra dagang utama dankerjasama ekonomi dengan Indonesia),
harga minyak mentah di pasarinternasional, serta tingkat bunga internasional.
Selanjutnya, karena isi, komposisi, dan nilai dalam APBN sangatdipengaruhi oleh
struktur dan kemajuan perekonomian suatu negara, makaperkembangan APBN
sebenarnya mencerminkan secara langsung kondisi dankeadaan ekonomi suatu
negara. Salah satu indikator untuk melihat perkembangan APBN dari tahun ketahun
adalah dari segi defisit/surplus anggaran. Data menunjukkan bahwapada sebagian
besar periode pemerintahan orde baru APBN sebenarnya mengalami defisit, kecuali
pada kurun waktu lima tahun menjelang krisis (1998) APBN Indonesia sempat
mengalami surplus. Defisit tertinggi terjadi pada tahun 1975/1976 sekitar 3,2%
terhadap PDB dan tahun 1986/1987 sekitar 3,3% terhadap PDB. Sedangkan defisit
terendah terjadi pada tahun 1978/1979 sekitar 0,09% terhadap PDB. Pada kurun
waktu lima tahun sebelum krisis, APBN mengalami surplus rata-rata 2,0% terhadap
PDB. Pada saat krisis berlangsung, APBN kembali menjadi defisit karena APBN
menanggung beban sangat berat biaya pemulihan dan penyehatan sektor perbankan
dan untuk menciptakan stimulus fiskal dalam rangka pemulihan ekonomi. Namun
7
demikian, defisit anggaran sejak tahun 1998/2000 terus menurun, yaitu dari 4%
terhadap PDB menjadi hanya 1,2% terhadap PDB tahun 2004.
8
dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah (G) atau menurunkan pajak (T)
untuk meningkatkan output (Y), adapun mekanisme peningkatan pengeluaran
pemerintah ataupun penurunan pajak (T) terhadap output adalah sebagai berikut,
pada gambardi atas dapat dijelaskan bahwa disaat pengeluaran pemerintah (ΔG)
naik atau selisih pajak (ΔT) turun maka akan menggeser kurva pengeluaran
agregat keatas sehingga pendapatan akan naik dari (Y1) menjadi (Yf).
Dampakkebijakanfiskalekspansifterhadappendapatan,
tingkatbungadannilaitukarbergantungpadaapakahkebijakandilakukansecaraperma
nenatautemporer.Kebijakanfiskalekspansifakanefektifjikadilakukansecaratempor
er,
dankurangefektifuntukmeningkatkanpendapatanjikakebijakandilakukansecaraper
manen (Yarbrough & Yarbrough, 2002).
2) Kebijakan fiskal kontraktif, adalah kebijakan untuk menurunkan belanja
negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan
daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi. Kebijakan pemerintah untuk
membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik
anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi
yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
Adapun mekanisme
penurunan
pengeluaran
pemerintah (G)
ataupun kenaikan
pajak (T) terhadap
output (Y) adalah
sebagai berikut:
Pada gambar dapat
dijelaskan bahwa
disaat pengeluaran pemerintah (ΔG) turun atau selisih pajak (ΔT) naik maka akan
menggeser kurva pengeluaran agregat kebawah sehingga Pendapatan akan turun
dari (Y1) menjadi (Yf).
9
Banyak kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi kelesuan ekonomi
negara. Dewasa ini pemerintah mengadakan deregulasi dan debirokratisasi di
berbagai bidang dengan tujuan memperbaiki keadaan ekonomi agar tercapai tingkat
pertumbuhan yang tinggi. Kebijakan deregulasi dan debirokratisasi merupakan
bagian dari kebijakan fiskal pemerintah. Secara umum kebijakan fiskal dapat
ditempuh dengan empat jenis pembiayaan, yaitu sebagai berikut:
1. Pembiayaan Fungsional (functional finance)
Kebijakan anggaran pembiayaan fungsional (functional finance), adalah kebijakan
yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat berbagai akibat tidak
langsung terhadap pendapatan nasional dan bertujuan untuk meningkatkan
kesempatan kerja. Pembiayaan pengeluaran pemerintah ditentukan sedemikian
rupa sehingga tidak berpengaruh langsung terhadap pendapatan nasional. Tujuan
utamanya adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja (employement).
Penerimaan pemerintah dari sektor pajak bukan ditujukan untuk meningkatkan
penerimaan pemerintah tetapi bertujuan untuk mengatur pengeluaran pihak
swasta. Oleh karena itu dalam hal terjadi pengangguran, penerimaan pajak tidak
terlalu diperlukan. Sedangkan untuk menekan inflasi diatasi dengan kebijakan
pinjaman. Jika sektor pajak dan pinjaman tidak berhasil, tindakan lain yang dapat
dilakukan pemerintah adalah mencetak uang. Jadi dalam hal ini sektor pajak
dengan pengeluaran pemerintah menjadi satu hal yang terpisah.
2. Pengelolaan Anggaran (the finance budget approach)
Kebijakan pengelolaan anggaran (the finance budget approach), adalah kebijakan
untuk mengatur pengeluaran pemerintah, perpajakan, dan pinjaman untuk
mencapai stabilitas ekonomi yang mantap. Penerimaan dan pengeluaran
pemerintah dari perpajakan dan pinjaman adalah satu paket yang tidak dapat
dipisahkan dalam rangka menciptakan kestabilan ekonomi. Kemudian dalam
pengelolaan anggaran dibutuhkan anggaran berimbang dengan perumusan jika
terjadi depresi, maka ditempuh anggaran defisit. Jika terjadi inflasi maka
ditempuh anggaran surplus.
3. Stabilisasi Anggaran Otomatis (the stabilizing budget)
Kebijakan stabilisasi anggaran otomatis (the stabilizing budget), adalah kebijakan
yang mengatur pengeluaran pemerintah dengan melihat besarnya biaya dan
manfaat dari berbagai program. Tujuan kebijakan ini adalah agar terjadi
penghematan dalam pengeluaran pemerintah. Dalam stabilisasi anggaran ini,
10
diharapkan terdapat keeimbangan antara penerimaan dan pengeluaran tanpa
campur tangan pemerintah yang disengaja. Dengan stabilisasi anggaran ini,
pengeluaran pemerintah lebih ditekan pada asas manfaat dan biaya relatif dari
berbagi program. Pajak ditetapkan sedemikian rupa sehingga terdapat anggaran
belanja surplus dalam kesempatan kerja penuh.
4. Anggaran Belanja Seimbang
Cara yang diberlakukan dalam hal ini adalah anggaran yang disesuaikan dengan
keadaan (managed budget). Tujuannya adalah tercapainya anggaran berimbang
dalam jangka panjang. Dalam keadaan terpaksa, seperti ketika terjadi
ketidakstabilan ekonomi, ditempuh anggaran defisit. Sedangkan pada masa inflasi
ditempuh anggaran surplus.
Kebijakan/Politik Anggaran
Kebijakan anggaran atau biasa disebut politik anggaran lazim digunakan pemerintah
suatu negara dalam menjalankan kebijakan fiskal. Kebijakan masing-masing negara
bisa berbeda tergantung pada keadaan dan arahyang akan dicapai dalam jangka
pendek maupun jangka panjangnya. Berikut adalah macam-macam anggaran yang
biasa ditempuh beberapa negara dalam mencapai manfaat tertinggi dalam mengelola
anggaran, antara lain:
Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi bilamana pemerintah menetapkan pengeluaran sama
besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya
kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin anggaran karena pengeluaran
tidak boleh dilaksanakan melebihi penerimaan.
Pada anggaran berimbang, diusahakan agar pengeluaran (belanja) dan pendapatan
atau penerimaan sama. Keadaan seperti ini dapat menstabilkan ekonomi dan
anggaran. Dalam hal ini, pengeluaran disesuaikan dengan kemampuan keuangan
suatu negara.
Fokus kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan
menstabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah
uang yang beredar. Jadi topik utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan
pajak. Perubahan tingkat dan komposisi pajak serta pengeluaran pemerintah dapat
memengaruhi hal-hal seperti permintaan agregat dan tingkat aktivitas ekonomi,
pola persebaran sumberdaya serta distribusi pendapatan. Kebijakan ini kurang
11
lebih serupa dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar,
namun kebijakan fiskal menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja
pemerintah.
12
mengusahakan peningkatan penerimaan pemerintah dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan rakyat dengan cara menyesuaikan pengeluaran dan penerimaan
pemerintah. Pencegahan timbulnya pengangguran merupakan tujuan yangpaling
utama dari kebijakan fiskal karena perekonomiansuatu negara dapat mencapai laju
pertumbuhan yang dikehendaki melaluitingkat penggunaan tenaga kerja penuh (full
employment). Full employmentdapat diartikan sebagai suatu keadaan yang
menunjukkanseluruh angkatan kerja memperoleh pekerjaan. Kondisi ini dapat
terwujudbila pemerintah mampu menambah lapangan kerja melalui berbagai
kebijakan sehinggadapat menampung seluruh tenaga kerja yang tersedia. Kebijakan
yang dilakukanpemerintah untuk mencapai kondisi full employment antara lain
dengan mengundang investorasing untuk berinvestasi di Indonesia. Dari dalam negeri,
pemerintahmenambah pengeluaran untuk membuka lapangan kerja padat
karyamelalui proyek-proyek pembangunan infrastruktur fisik. Sementara di bidang
moneter, bank sentral dapat menerbitkan regulasi yang memudahkan pengajuan kredit
usaha dan penentuan suku bunga yang kondusif bagi dunia usaha.
Dengan berbagai tujuan tersebut, maka secara bersamaan terdapat kebijakan fiskal
jangka pendek atau stabilisasi, dan kebijakan fiskal jangkapanjang. Hal ini terutama
karena di dalam kenyataan, kebanyakan dari langkah-langkahkebijakan fiskal jangka
pendek juga mempunyai konsekuensi jangkapanjang, dan dengan cara yang sama
berbagai langkah kebijakan fiskal jangkapanjang juga mempunyai implikasi-implikasi
jangka pendek. Berdasarkan berbagai tujuan tersebut, terdapat tiga aktivitas utama
dari otoritas fiskal yangmencerminkan fungsi-fungsi spesifik dari kebijakan fiskal.
Ketiga fungsi spesifikdari kebijakan fiskal itu adalah fungsi alokasi, distribusi, dan
stabilisasi. Namun demikian, fungsi kebijakan fiskal lebih jelas ketika meminimalisir
volatilitasatau fluktuasi siklus bisnis, dimana fungsi “stabilisasi” sangat
dibutuhkanperekonomian. Tujuan utama dari fungsi stabilisasi kebijakan fiskal
adalahmemelihara tingkat pendapatan nasional aktual mendekati potensialnya.
Dengantujuan seperti itu, maka “kebijakan stabilisasi” seringkali dimaknai
sebagaimanipulasi dari permintaan agregat agar pada saat yang sama mencapai
fullemployment dan stabilitas harga (price stability).Dalam kerangka fungsi stabilisasi
tersebut diatas, kebijakan fiskaldipandang sebagai alat yang sangat ampuh dalam
membantu memperkecil siklusbisnis. Mengingat sumber penyebab terjadinya
fluktuasi ekonomi jangka pendekberasal dari guncangan permintaan agregat dan
penawaran agregat, maka usahauntuk mengendalikan fluktuasi siklus bisnis
13
seharusnya dilakukan denganmengendalikan permintaan agregat dan penawaran
agregat melalui berbagaiinstrumen kebijakan ekonomi makro, baik kebijakan moneter
maupun kebijakanfiskal yang tepat. Kebijakan-kebijakan ini mempengaruhi siklus
bisnis, sehinggasangat berpotensi menstabilkan perekonomian dari berbagai fluktuasi
siklus bisnisjika dilaksanakan secara baik, tepat, akurat, dan prudent. Sebaliknya,
jikakebijakan-kebijakan tersebut tidak dijalankan dan dikelola dengan baik, justru
akandapat menciptakan masalah baru pada ketidakstabilan ekonomi yang bukan
tidakmungkin bahkan akan lebih buruk lagi (Mankiw, 2007).
Secara singkat dapat kita simpulkan bahwa secara umum kebijkan fiskal bertujuan
untuk:
1. meningkatkankesempatankerja;
2. meningkatkanstabilitasekonomiditengahketidakstabilaninternasional;
3. menanggulangiinflasi;
4. meningkatkandanmendistribusikanpendapatannasional
"Secara garis besar, kebijakan pendapatan negara tahun 2019 diarahkan untuk
mendorong optimalisasi pendapatan negara. Kebijakan perpajakan maupun
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) akan terus mengedepankan perbaikan
dan kemudahan layanan, menjaga iklim investasi yang kondusif, dan
keberlanjutan usaha," papar Menkeu. Dari sisi perpajakan, melihat perkembangan
positif pertumbuhan penerimaan perpajakan pasca Tax Amnesty dan momentum
pertumbuhan ekonomi, maka diharapkan tax ratio tahun 2019 dapat mencapai
14
11,4-11,9 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Sementara itu,
kebijakan PNBP diarahkan untuk optimalisasi produksi hulu migas dan
pertambangan minerba dengan diikuti upaya efisiensi biaya produksi. Lebih lanjut
dari sisi belanja, Menkeu memaparkan kebijakan belanja ditujukan untuk
penguatan kualitas SDM, menciptakan pendidikan yang berkualitas dan
berkarakter. "Kebijakan belanja juga diarahkan untuk meningkatkan efektivitas
program perlindungan sosial. Kita terus melakukan akselerasi pengentasan
kemiskinan dan pengurangan kesenjangan serta melindungi daya beli masyarakat
miskin dan rentan," tambahnya. Tak hanya itu, Menkeu juga mengungkapkan
pembiayaan APBN tahun 2019 dilaksanakan secara hati-hati (prudent). Defisit
dan rasio utang akan tetap dikendalikan dengan kecenderungan yang menurun dan
dalam batas aman. Pemerintah pun akan mendorong keseimbangan primer menuju
positif untuk memperkuat kesehatan APBN.
15
4) 1980an – 1990an
Karena rasio obligasi terhadap pengeluaran yang sudah begitu besar,
Pemerintah Jepang mulai melakukan upaya-upaya mengurangi deficit-
financing bond, yaitu dengan menerapkan batas anggaran untuk masing-
masing sektor serta reformasi di bidang fiskal.
5) 1990an – 1996
Ambruknya masa buble economy menyebabkan kelesuan dalam
perekonomian. Upaya Pemerintah Jepang antara lain: penciptaan mega proyek
dan pemotongan pajak secara signifikan, yang menyebabkan kembali
memuncaknya penjualan obligasi pemerintah.
6) 1997 – 2000
Krisis ekonomi membuat Pemerintah Jepang melakukan konsolidasi fiskal,
yaitu menaikkan pajak pertambahan nilai, melakukan review, dan
penghematan dari sisi pengeluaran.
7) 2001
Merubah tujuan kebijakan fiskal dari pemulihan ekonomi menjadi reformasi
struktural.
8) 2005 - 2008
Obligasi masih mempunyai peran relative besar terhadap penerimaan negara,
namun penerimaan pajak mulai menunjukkan trend peningkatan.
9) 2013
Perekonomian Jepang telah pulih. Langkah yang telah diambil adalah
penerapan kebijakan fiskal yang fleksibel, agresifitas moneter dan reformasi
struktural. Contoh: memberikan stimulus kepada perusahaan Jepang.
Dalam kebijaksanaan fiskal, indikator yang biasanya dipakai adalah anggaran defisit,
yakni selisih antara pengeluaran pemerintah dengan penerimaan, yang biasa
diformulasikan sebagai berikut:
Defisit = G – tY + R
Di mana:
G = Pengeluaran pemerintah
t = Tarif pajak
Y = Pendapatan nasional
R = Pengeluaran untuk transfer
Sebetulnya, formulasi di atas kurang tepat jika dipakai sebagai indikator bagi
kebijaksanaan fiskal. Sebabnya adalah karena penerimaan pajak dan transfer tergantung
16
dari pendapatan, sehingga semua faktor yang mempengaruhi pendapatan juga akan
mempengaruhi defisit. Oleh karena itu defisit ini tidak lagi merupakan variabel eksogen,
sehingga kurang tepat dipakai sebagai indikator kebijaksanaan fiskal, sebab besarnya
defisit sulit untuk dikontrol oleh pemerintah. Pemerintah dapat mempengaruhi defisit
dengan merubah G, t, atau R, tetapi hal ini bukan merupakan satu-satunya faktor.
17
d. Kebijakan fiskal diarahkan untuk mendukung penyelenggaraan Desentralisasi dan
Otonomi Daerah. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar
pemerintahan pusat dan yang ada di daerah-daerah.
2. Strategi kebijakan fiskal dalam APBN
a. Berusaha menurunkan beban hutang negara, pembiayaan yang efisien, dan memacu
dan menjaga kredibilitas pasar modal.
b. Menurunkan defisit anggaran terhadap PBD.
c. Memperbaiki pendapatan negara melalui pajak maupun bukan pajak.
d. Mengefisienkan anggaran belanja negara.
e. Menstimulus kegiatan ekonomi agar perekonomian tumbuh dengan baik dan
berkualitas.
f. Senantiasa mereformasi administrasi, perpajakan, kepabeanan, dan cukai.
g. Mempertajam alokasi kebutuhan prioritas anggaran belanja negara.
h. Mengalokasikan anggaran belanja ke daerah sesuai dengan ketentuan perundangan-
undangan.
i. Mengoptimalkan kebijakan pembiayaan defisit anggaran dengan biaya dan risiko
yang rendah.
H.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi makro yang otoritas utamanya
berada di tangan pemerintah. Secara singkat kebijakan fiskal merupakan kebijakan
pemerintah yang terkait dengan penerimaan atau pengeluaran negara.
Tujuan yang ingin dicapai melalui kebijakan fiskal adalah terciptanya stabilitas ekonomi
yang lebih mantap melalui peningkatan kesempatan kerja, peningkatan stabilitas ekonomi
ditengah ketidak stabilan internasional, menanggulangi inflasi, serta meningkatkan dan
mendistribusikan pendapatan nasional.
Dalam penerapannya di Indonesia selama periode 2001-2004, kebijakan fiskal lebih
diarahkan untuk konsolidasi fiskal guna mewujudkan kesinambungan fiskal (fiscal
sustainability), dan ketahanan utang yang berkelanjutan (debt sustainability) sehingga
defisit APBN cenderung menurun. Sementara itu, dalam periode 2005 sampai dengan
saat ini, kebijakan fiskal lebih diarahkan untuk memberikan stimulus pada perekonomian
dalam batas kemampuan keuangan negara dengan tetap menjaga ketahanan fiskal yang
berkelanjutan.
B. Saran
Penentuan jenis kebijakan fiskal yang akan diterapkan di suatu negara hendaknya
disesuaikan dengan keadaan ekonomi serta tujuan yang hendak dicapai. Ketika suatu
negara hendak mendorong pertumbuhan ekonomi dengan memberikan stimulus pada
perekonomiannya, maka negara tersebut dapat menerapkan kebijakan anggaran defisit.
Namun, penggunaan anggaran harus dilakukan secara efektif dan efisien agar kebijakan
defisit anggaran yang dilakukan tidak menjadi sia-sia dan dapat benar-benar memberikan
stimulus pada perekonomian. Terutama apabila pembiayaan atas defisit tersebut
dilakukan melalui utang. Diharapkan economic rate of return utang yang digunakan oleh
pemerintah lebih besar dari cost of debt sehingga dengan demikian utang tersebut masih
dapat dikategorikan sehat dan bermanfaat.
19
DAFTAR PUSTAKA
Sadono Sukirno. Makroekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persaja. 1994.
Case, Fair, Oster. Principles of Macroeconomics. Ninth Edition. New Jersey: Pearson
Education. 2002.
Noor Cholis Madjid, Kebijakan Fiskal dan Penyusunan APBN. Jakarta: Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan Anggaran dan Perbendaharaan, BPPK, Kementerian Keuangan.
2012.
Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran
2014.
Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran
2013.
Macroeconomic Dashboard Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada.
Indonesia Economic Review and Outlook. No 3/Tahun II/September 2013.
http://www.kemenkeu.go.id/
http://www.fiskal.kemenkeu.go.id/
20