Apbn Dan Peran Pemerintah
Apbn Dan Peran Pemerintah
Apbn Dan Peran Pemerintah
DI SUSUN OLEH :
Kelompok 9
Universitas Warmadewa
C. Fungsi APBN
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam
rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas
perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi
kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus
penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun
anggaran berikutnya.
Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian,
pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
2) Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman
bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan
telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk
medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan
membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah
dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan
dengan lancar.
3) Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai
apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan
pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau
tidak. 4) Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk
mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi
dan efektivitas perekonomian.
5) Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan
6) Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
D. Prinsip APBN
Prinsip Penyusunan dan Azas APBN
1. Prinsip APBN
Sejak Orde Baru mulai membangun, APBN kita disusun atas dasar tiga prinsip, yaitu
prinsip berimbang (balance budget), prinsip dinamis, dan prinsip fungsional. Berikut
penjelasan dari masing-masing prinsip tersebut:
Prinsip Anggaran Berimbang, yang dimaksud anggaran berimbang adalah sisi
penerimaan sama dengan sisi pengeluaran, di mana defisit anggaran ditutup bukan
dengan mencetak uang baru melainkan dengan bantuan/pinjaman/utang luar negeri
(Oficial Development Assistance = ODA), atau dalam APBN dikategorikan sebagai
penerimaan pembangunan.
Prinsip Anggaran Dinamis, ada dua pengertian mengenai prinsip anggaran dinamis,
yaitu anggaran dinamis absolut dan relatif. Anggaran dinamis absolut diartikan
sebagai peningkatan jumlah tabungan pemerintah dari tahun ke tahun (peningkatan
surplus anggaran rutin), sehingga kemampuan menggali sumber dalam negeri bagi
pembiayaan pembangunan dapat tercapai. İndikator ini bisa diukur melalui laju
pertumbuhan tabungan pemerintah yang selalu positif dalam perkembangannya.
Sedangkan anggaran dinamis relatif diartikan sebagai semakin kecilnva persentase
ketergantungan pembiayaan pada bantuan luar negeri atau pinjaman luar negeri.
Prinsip Anggaran Fungsional, bahwa fungsi dari bantuan luar negeri hanya untuk
membiayai anggaran belanja pembangunan (pengeluaran pembangunan) dan bukan
untuk membiayai anggaran rutin.
2. Prinsip Penyusunan APBN
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
1 Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
2 Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
3 Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan
denda.
Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:
1 Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
2 Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
3 Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan
memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.
APBN disusun dengan berdasarkan azas-azas:
1 Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri
2 Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.
3 Penajaman prioritas pembangunan.
4 Menitik beratkan pada azas-azas dan undang-undang negara
Indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi.
Kebijakan pendapatan negara.
Kebijakan pembangunan ekonomi.
Perkembangan pemungutan.
Kondisi kebijakan lain.
Sebagai contoh, target penerimaan negara dari SDA migas dipengaruhi oleh besaran
asumsi lifting minyak bumi, lifting gas, Indonesia Crude Price (ICP), dan asumsi nilai
tukar. Target penerimaan perpajakan ditentukan oleh target inflasi serta kebijakan
pemerintah terkait perpajakan seperti perubahan besaran pendapatan tidak kena pajak
(PTKP), upaya ekstensifikasi peningkatan jumlah wajib pajak, dan lainnya
Beberapa contoh hibah adalah (1) hibah uang: hibah uang tunai dan uang untuk
membiayai kegiatan, serta (2) hibah barang atau jasa dan hibah surat berharga.
Berdasarkan mekanisme pencairannya dibagi menjadi dua: hibah terencana dan hibah
langsung. Sementara berdasarkan sumbernya dibagi menjadi hibah dalam negeri dan
luar negeri.
1. Penerimaan Perpajakan
Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam
negeri dan pajak perdagangan internasional.
a. Pendapatan Pajak Dalam Negeri.
Pendapatan pajak dalam negeri dibagi menjadi lima, yaitu:
a) Pendapatan pajak penghasilan (PPh), yang menurut UU Nomar 36 Tahun 2008
PPh adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak. Jensjenis pajak penghasilan
(PPh) dalam APBN: PPh Migas, yaitu PPh yang dipungut dari Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap atas penghasilan dari kegiatan usaha hulu minyak bumi dan
gas alam. PPh Non-Migas yaitu PPh yang dipungut dari wajib pajak orang pribadi,
badan, dan bentuk usaha tetap dalam negeri atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak selain penghasilan atas pelaksanaan hulu migas.
b) Pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa serta pajak penjualan atas barang
mewah, berdasarkan UU No. 42 Tahun 2009 Pasal 5 PPnBM adalah pajak yang
dikenakan terhadap penyerahan BKP tergolong mewah yang dilakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di daerah pabean dalam rangka
kegiatan usaha atau pekerjaannya, dan impor BKP yang tergolong mewah.
c) Pendapatan pajak bumi dan bangunan (PBB), berdasarkan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, adalah pajak yang
bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan Oleh keadaan
objek yaitu bumi/tanah atau bangunan. PBB terbagi ke dalam beberapa sektor,
yaitu Sektor Perkotaan, Sektor Pedesaan, Sektor Perkebunan, Sektor Perhutanan,
serta Sektor Pertambangan Migas dan Pertambangan Umum.
d) Pendapatan cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-
barang yang mempunyai sifat atau karakteristik Barang Kena Cukai (BKC).
Walaupun cukai dikategorikan sebagai pajak tidak langsung, tetapi dalam
prakteknya produsen ikut menanggung beban cukai sehingga konsumen
membayar cukai dalam jumlah yang tidak seharusnya.
e) Pendapatan pajak Iainnya merupakan jenis penerimaan perpajakan yang tidak
termasuk dalam kategori penerimaan pajak. Penerimaan pajak Iainnya terdiri dari
(a) Bea Materai, (b) Pendapatan Penjualan Benda Materai, (c) Pajak Tidak
Langsung Lainnya, (d) Denda Penagihan PPh, (e) Denda Penagihan PPN, (f)
Denda Penagihan PPnBM, dan (g) Denda Penagihan Pajak. Penerimaan bea
materai merupakan penerimaan yang dominan dalam pajak Iainnya. Bea materai
sendiri pada dasarnya adalah pajak atas dokumen sesuai dengan UU Nomor 13
Tahun 1985 tentang bea materai.
f) Pendapatan bea masuk adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang
yang diimpor. (Pasal 1 Ayat 15 UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan atas
UU No.10 Tahun 1995 tentang kepabeanan). Pada dasarnya, bea masuk berfungsi
untuk :
• Mencegah kerugian industri dalam negeri yang memproduksi barang
sejenis dengan barang impor tersebut,
• Melindungi pengembangan industri barang sejenis barang barang impor
dalam negeri,
• Mencegah terjadinya serius terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis dan/atau barang yang secara langsung
bersaing,
• Melakukan pembalasan terhadap barang impor yang berasal dari negara
yang memperlakukan barang ekspor Indonesia secara diskriminatif.
g) Pendapatan bea keluar menyangkut kepabeanan terhadap barang ekspor
yang dikenakan kepada negara. Tujuan bea keluar terhadap barang ekspor
adalah:
• Menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri,
• Melindungi kelestarian sumber daya alam, • Mengantisipasi kenaikan
harga yang cukup drastis dan komoditi ekspor tertentu di pasaran
internasional, dan
• Menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri. Sedangkan
barang ekspor yang dikenakan bea keluar adalah rotan, kulit, kayu,
kelapa sawit, serta CPO dan produk turunannya.
2 Transfer ke Daerah
Transfer ke daerah adalah bagian dari belanja negara dalam rangka membiayai
pelaksanaan desentralisasi fiskal berupa dana perimbangan, dana otonomi khusus, dan
dana penyesuaian. Transfer ke daerah disebut juga APBD adalah belanja yang dibagi-
bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah
yang bersangkutan. Rincian anggaran transfer ke daerah adalah:
a. Dana perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan ke daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas: Dana bagi hasil, yaitu dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke daerah berdasarkan
persentase tertentu demi mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi; Dana Alokasi Umum, yang selanjutnya disebut
DAU, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
ke daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah demi
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU
tersebut dialokasikan dalam bentuk block grant, yang penggunaannya
diserahkan sepenuhnya kepada daerah; Dana Alokasi Khusus, yaitu dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan ke daerah tertentu
dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan
daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Komponen Transfer ke Daerah
Iainnya adalah Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian, yang diatur dengar
peraturan perundang-undangan di luar CC perimbangan keuangan.
b. Dana Otonomi Khusus, yaitu dana yang dialokasikan untuk membiayai
pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah. Dana ini dibatasi hanya 20 tahun
yang saat ini untuk Provinsi Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam.
c. Dana Penyesuaian, yaitu dana yang dialokasikan untuk membantu daerah
dalam rangka melaksanakan kebijakan pemerintah pusat dan membantu
mendukung percepatan pembangunan di daerah.
3 Pembiayaan
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang harus dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, haik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya. Besaran pembiayaan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara Iain asumsi dasar makro ekonomi kebijakan
pembiayaan; serta kondisi dan kebijakan Iainnya.
• Pembiayaan Dalam Negeri, yang meliputi:
a Pembiayaan perbankan dalam negeri yang bersumber dari Sisa
Anggaran Lebih (SAL), penerimaan cicilan pengembalian Subsidiry
Loan Agreement (SLA)/Rekening Dana Investasi (RDI), rekening
pembangunan hutan, dan rekening pemerintah Iainnya. Sedangkan
pembiayaan nonperbankan dalam negeri bersumber dari privatisasi,
Hasil Pengelolaan Aset (HPA), penerbitan Surat Berharga Negara
(SBN), penarikan pinjaman dalam negeri, dana investasi pemerintah
dan Penyertaan Modal Negara (PMN), serta dana pengembangan
pendidikan nasional, dan
b Pembiayaan nonperbankan dalam negeri; Hasil pengelolaan aset; Surat
berharga negara neto; Pinjaman dalam negeri neto; Dana investasi
pemerintah; dan Kewajiban penjaminan.
• Pembiayaan Luar Negeri, yang meliputi :
a Penarikan Pinjaman Luar Negen, yang terdiri atas Pinjaman Program
dan Pinjaman Proyek, dan
b Penerusan pinjaman, serta Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar
Negeri, yang terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
c Fungsi Pengawasan. Pengawasan yang dilakukan oleh DPR terdiri dari dua hal,
yaitu i). Pengawasan terhadap Pemerintah dalam melaksanakan Undang-undang;
dan ii). Pengawasan terhadap Pemerintah dalam melaksanakan APBN.
Pengawasan DPR terhadap Pemerintah dalam melaksanakan APBN dapat
dilakukan melalui dua hal, yaitu:
Melalui rapat-rapat kerja yang dilakukan oleh komisi-komisi DPR dengan
departemendepartemen pemerintahan. Dalam rapat kerja tersebut, DPR
dapat mengadakan pembahasan mengenai berbagai hal dengan
Pemerintah. Selain itu, DPR juga membahas hasil dengar pendapat komisi-
komisi dengan masyarakat, NGO, akademisi. Fungsi pengawasan dan
fungsi penganggaran akan beririsan ketika DPR melakukan pembahasan
dengan Pemerintah untuk menyetujui RUU APBN atau PAN yang
diajukan oleh Pemerintah.
Menerima dan membahas laporan dari BPK. Berdasarkan Pasal 23E UUD
1945 Perubahan Ketiga, ditetapkan bahwa hasil pemeriksaan keuangan
negara diserahkan kepada DPR, DPD, DPRD, sesuai dengan
kewenangannya. Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK akan
digunakan oleh DPR untuk mengevaluasi pertanggungjawaban Pemerintah
dalam pelaksanaan APBN. Menurut pasal 145 Peraturan Tata Tertib DPR,
DPR membahas hasil pemeriksaan tersebut yang diberitahukan oleh BPK
dalam bentuk Hasil Pemeriksaan Semester, yang kemudian disampaikan
dalam rapat paripurna DPR untuk dipergunakan sebagai bahan
pengawasan. Hasil pemeriksaan juga membantu DPR dalam rangka
memberikan persetujuan atas PAN yang diajukan oleh Pemerintah.