Laporan Akhir Praktikum 1 Fadli
Laporan Akhir Praktikum 1 Fadli
Laporan Akhir Praktikum 1 Fadli
OLEH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR
chirobil a’lamin segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang se
nantiasa memberikan rahmat dan karunianya pada seluruh umat manusia. Salawat
dan salam semoga tercurah pada Rasulullah SAW beserta penerusnya hingga akhi
r zaman, Makalah ini dapat disusun.
Penulis mengakui bahwa penulis adalah manusia yang mempunyai keterba
tasan dalam berbagai hal, oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan de
ngan sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang telah penulis selesaik
an. Tidak semua hal dapat penulis deskripsikan dengan sempurna dalam laporan i
ni. Penulis melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang penulis
miliki. Maka dari itu, penulis bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca. Pe
nulis akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang d
apat memperbaiki laporan penulis di masa yang akan datang.
Saya juga ucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Hidrayani, MSc. Dan Ir. Ru
sdi Rusli, MS selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Hama Tumbuhan, serta u
ni Tuti Hardianti dan uni Humaira Jufia selaku asisten praktikum mata kuliah Ilm
u Hama Tumbuhan. Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan membimbing saya.
Halaman
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................................3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................4
2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Kehidupan Seranga............................................................4
2.1.1 Faktor Internal............................................................................................................4
2.1.2 Faktor Eksternal.........................................................................................................5
2.2 Seranga Uji.......................................................................................................................6
BAB III. METODOLOGI.....................................................................................................12
3.1 Waktu dan Tempat.........................................................................................................12
3.2 Alat dan Bahan...............................................................................................................12
3.3 Cara Kerja.......................................................................................................................12
3.4 Metodologi.....................................................................................................................12
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................................13
4.1 Hasil................................................................................................................................13
4.2 Pembahasan....................................................................................................................15
BAB V. PENUTUP.................................................................................................................18
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................................18
5.2 Saran...............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19
LAMPIRAN............................................................................................................................22
1
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
Tabel 1. Perhitungan ……………………………………………………………. 2
5
2
BAB I PENDAHULUAN
Hama biasanya melubangi gabah dan memakan beras yang berada di dala
mnya. Apabila gabah tersebut digiling maka beras yang dihasilkan akan pecah-pec
ah dan mengalami susut yang relatif besar. Akibat dari serangan hama pasca pane
n tersebut beras atau gabah akan menjadi berlubang kecil-kecil, karena beras atau
gabah tersebut disimpan dalam jangka waktu yang relative lama maka beras atau
gabah tersebut menjadi butiran, pecah dan remuk bagaikan tepung (Harahap, 200
3).
Kutu beras (Sitophilus oryzae L.) merupakan hama penyebab utama rusakn
ya beras dalam gudang penyimpanan. Demi menjaga kualitas beras agar tetap bag
us, biasanya beras disimpan selama 3 bulan, lebih dari itu sudah mulai menurun k
ualitasnya. Faktor suhu, kelembaban, dan kadar air beras dapat mempengaruhi kua
litas beras. Selain itu, imago dari kutu beras tersebut merusak bulir-bulir beras dar
i luar, sedangkan larvanya merusak bulir-bulir beras dari dalam beras. Selain meru
sak struktur beras, kutu beras juga memakan nutrisi yang ada di dalam bulir beras,
sehingga kualitas beras menurun.
Kutu beras merupakan serangga dengan ukuran yang relatif kecil, sehingg
a mudah untuk bersembunyi di dalam gudang penyimpanan. Ukuran yang kecil ju
ga menyulitkan petani untuk memantau kehadiran kutu beras dalam gudang. Sebel
um disimpan dalam gudang penyimpanan, ada kemungkinan kutu beras sudah me
nginvestasikan telurnya pada saat panen tiba, karena kutu beras juga memiliki ke
mampuan untuk terbang mencari sumber makanan. Menurut Philips & Throne (20
10) kerusakan yang disebabkan oleh S. oryzae L. berkisar antara 10–20% dari kes
eluruhan produksi. Masa perkembangan, ketahanan hidup dan produksi telur seran
gga hama pascapanen tergantung pada kesesuaian lingkungan dan makanan. Maka
4
nan yang cukup dan sesuai dengan yang dibutuhkan kutu beras dapat mendukung
populasi hama tersebut (BBPP, 2017).
1.2 Tujuan
Berdasarkan praktikum yang dilakukam, penulis merumuskan beberapa tuj
uan yaitu sebagai berikut :
1. Kemampuan berkembangbiak
Kemampuan berkembang biak suatu jenis serangga dipengaruhi ol
eh kelahiran dan fekunditas serta waktu perkembangan (kecepatan berkem
bangbiak). Kelahiran (natalitas) adalah besarnya kemampuan suatu jenis se
rangga untuk melahirkan keturunan baru. Sedangkan fekunditas (kesubura
n) adalah kemampuan yang dimiliki oleh seekor serangga betina untuk me
mproduksi telur. Lebih banyak jumlah telur yang dihasilkan oleh suatu ser
angga, maka lebih tinggi kemampuan berkembangbiaknya.
2. Perbandingan kelamin
Perbandingan kelamin adalah perbandingan antara jumlah individu
jantan dan betina yang diturunkan oleh serangga betina. Perbandingan kela
min ini pada umumnya adalah 1:1, akan tetapi pengaruh-pengaruh tertentu,
baik faktor internal maupun eksternal seperti keadaan musim dan kepadat
an populasi maka perbandingan kelamin ini dapat berubah.
4. Siklus hidup
6
Siklus hidup adalah suatu rangkaian yang terjadi pada seekor seran
gga selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai menjadi imago (dewa
sa). Pada serangga-serangga yang memiliki metamorfosis sempurna (holo
metabola), rangkaian stadia dalam siklus hidupnya terdiri atas telur, larva,
pupa dan imago. Seperti misalnya kupu-kupu, kumbang dan lalat.
5. Umur imago
Serangga umumnya memiliki umur imago yang pendek. Ada yang
beberapa hari, akan tetapi ada juga yang sampai beberapa bulan. Misalnya
umur imago Nilavapata lugens 10 hari, umur imago kepik 5-10 hari.
1. Suhu
Serangga memiliki kisaran suhu tertentu diamana dia dapat bertaha
n hidup. Diluar kisaran suhu tersebut serangga akan mati kepanasan atau k
edinginan. Pada umumnya kisaran suhu yang efektif adalah suhu minimu
m 15 derjat celcius, suhu optimum 25 derjat celcius dan suhu maksimum 4
5 derjat celcius. (Yos F. da Lopes. 2021).
2. Kelembaban
Kelembaban yang dimaksud adalah kelembaban tanah, udara, dan t
empat hidup serangga dimana merupakan faktor penting yang mempengar
uhi distribusi, kegiatan dan perkembangan serangga. Dalam kelembaban y
ang sesuai serangga lebih tahan terhadap suhu ekstrim. Pada umumnya ser
angg alebih tahan terhadap terlalu banyak air, akan tetapi kebanyakan air s
eperti banjir dan hujan deras merupakan bahaya bagi beberapa jenis serang
ga. Misalnya hujan deras dapat mematikan kupu-kupu berterbangan dan m
enghanyutkan larva atau nimva serangga yang baru menetas. (Yos F. da L
opes. 2021).
3. Cahaya
7
4. Angin
Angin berperan dalam membantu penyebaran serangga, terutama b
agi serangga yang berukuran kecil. Misalnya apid dapat terbang terbawa ol
eh angin sejauh 1300 km. (Yos F. da Lopes. 2021).
Serangga yang digunakan dalam penelitian ini adalah kutu beras (Sitophilu
s oryzae L). beberapa karakteristik atau ciri-ciri tentang serangga ini diantaranya s
ebagai berikut.
2. Metamorfosis
Serangga kutu beras (Sitophilus oryzae) mengalami metamorfosa s
empurna (holometabola) yaitu dalam perkembangan dari telur sampai dew
asa melalui empat stadium yaitu telur, larva, pupa dan imago. Ketika kutu
beras betina bertelur, kutu betina membuat liang kecil dengan moncongny
a sedalam kurang lebih 1 mm. Kutu betina menggerek buturan beras denga
n moncongnya dan meletakkan sebutir telur lalu lubang itu ditutup dengan
sekresi yang keras (gelatin) yang merupakan salivanya sehingga dari luar t
idak kelihatan. Masa kovulasi relatif lebih lama dibandingkan dengan ham
a gudang lainnya. (Jusuf et al., 2015).
3. Stadia
b. Stadia Larva
Larva hidup dalam butiran, tidak berkaki, berwarna putih d
engan kepala kekuning - kuningan atau kecoklatan dan mengalami
4 instar. Pada instar terakhir panjang larva lebih kurang 3 mm. Pad
a umumnya bentuk badan menyesuaikan dengan ukuran makanan t
empat larva itu tinggal. Setelah masa pembentukan instar selesai, la
rva akan membentuk kokon dengan mengeluarkan ekskresi cairan
11
c. Stadia Pupa
Pembentukan pupa terjadi dalam biji dengan cara membent
uk ruang pupa dengan mengekskesikan cairan pada dinding liang g
erek. Stadium pupa berkisar antara 5 - 8 hari. Imago yang terbentu
k tetap berada dalam biji selama sekitar 2 - 5 hari, sebelum membu
at lubang keluar yang relatif besar dengan moncongnya (Tandiaba
ng dkk, 2009).
d. Stadia Imago
Imago dapat hidup cukup lama, tanpa makan selama 36 hari,
dengan makan umurnya mencapai 3-5 bulan. Imago betina dapat
menghasilkan telur sekitar 300-400 butir selama satu siklus hidupn
ya (Sitepu dkk, 2004).
Siklus hidup hama selama 30 - 45 hari pada kondisi optimu
m yaitu pada suhu 29ºC, kadar air biji 14% dan pada kelembapan 7
0%. Imago dapat hidup cukup lama tanpa makan sekitar 36 hari, de
ngan makanan umurnya mencapai 3-5 bulan bahkan satu tahun. Ke
peridian imago betina sekitar 300-400 butir telur (Sitepu dkk, 200
4).
4. Habitat
Kutu beras hidup di tumpukan bahan pangan, seperti beras, jagung,
gandum, dan biji-bijian. Gudang yang kotor seperti banyaknya lekukan ata
u sampah dapat juga menjadi tempat bersembunyinya kutu beras. (Mayasa
ri, 2016).
5. Reproduksi
12
Daur hidup kumbang beras dimulai dari peletakan sebutir telur dilu
bang oleh imago pada butiran beras. Selanjutnya lubang itu ditutup dengan
sekresi/air liur kumbang beras yang keras. Kumbang betina dapat bertelur
sampai 300 butir dalam beberapa minggu. Setelah menetas larva memakan
beras tempat tinggalnya dan berkembang sampai menjadi pupa. (Zewar 19
93).
Pupa kumbang muda keluar dari beras. Setelah menjadi dewasa ku
mbang memakan beras bagian luarnya hingga berlubang. Kumbang betina
menggerek butiran beras dengan moncongnya di lapangan atau di gudang
beras. Daur hidup dari telur sampai dewasa lebih kurang 26 hari. Sementar
a itu umur kumbang dapat mencapai 3-5 bulan (Mound 1989). Jika tidak d
iberi makanan, kumbang betina masih dapat hidup 6-32 hari (Zewar 1993).
Perkembangannnya umumnya dapat berlangsung pada temperature
17 – 34oC dengan kelembaban relative 15 –100%. Perkembangan optimu
m terjadi pada suhu 30 oC dengan kelembaban relative 70%. Jika kelemba
ban relative melebih 18 % kumbang bubuk ini akan berkembang cepat. To
leran terhadap suhu dan bias hidup selama 37 hari pada suhu 0 oC (Zewar
1993).
6. Gejala Serangan
Sitophylus sp. dikenal sebagai kumbang beras (rice weevil). Hama i
ni bersifat kosmopolit atau tersebar luas di berbagai tempat di dunia. Kerus
akan yang ditimbulkan oleh kumbang ini termasuk berat, bahkan sering di
anggap sebagai hama paling merugikan produk pepadian. Kumbang bersif
at polifa bubuk beras ini selain merusak butiran beras, juga merusak simpa
nan jagung, padi, kacang tanah, gaplek, kopra, dan butiran lainnya. (Sibue
a, 2010).
Kerusakan yang diakibatkan oleh kumbang bubuk beras dapat ting
gi pada keadaan tertentu sehingga kualitas beras menurun. Biji-bijan hancu
r dan berdebu, dalam waktu yang cukup singkat serangan hama dapat men
gakibatkan perkembangan jamur, sehingga produk beras rusak total, bau a
pek yang tidak enak dan tidak dapat dikomsumsi (Parinduri, 2010). Akibat
13
dari serangan kumbang bubuk beras menyebapkan butir – butir beras menj
adi borlubang kecil – kecil, sehingga mengakibatkan beras menjadi mudah
pecah dan remuk menjadi tepung. Hal ini sering kita temukan pada butiran
beras yang terserang, dalam keadaan rusak dan bercampur tepung dipersat
ukan oleh air liur larva sehingga kualitas beras menjadi rusak sama sekali
(Sibuea, 2010).
7. Tingkat Kerusakan
Kerugian pada komoditas pertanian di seluruh dunia mulai dari
20–90% akibat serangan kutu beras (Abebe et al., 2009). merusak
serealia yang menyebabkan susut berat, penurunan kualitas melalui
peningkatan asam lemak bebas, dan menghancurkan serealia yang
disimpan (Trematera et al., 2007). Serangan kutu beras dapat mengurangi
kandungan gizi, perkecambahan, dan menurunkan nilai pasar (Napoleão
et al.,2013; Tefera et al., 2011).
Kerusakan yang terjadi pada beras dapat menyebabkan kerugian
pascapanen dan ketahanan pangan di daerah tropis. Serangan juga dapat
menyebabkan penurunan viabilitas dan kandungan kualitas nutrisi pada
serealia (Danho et al., 2002; Ashamo, 2006). Bubuk beras adalah bubuk
yang terbentuk dari hancuran beras yang menjadi rapuh selama
penyimpanan akibat konsumsi beras oleh hama primer Sitophilus spp.
Pembentukan bubuk beras membuat beras menjadi rusak dan tidak dapat
dikonsumsi. Informasi tentang kerentanan beras dari beberapa varietas
padi memiliki peran penting dalam meminimalkan kerugian selama
penyimpanan dan bermanfaat bagi pengembangan varietas padi baru
melalui upaya pemuliaan yang memiliki ketahanan terhadap kutu beras.
Informasi tentang kerentanan beras dari varietas padi akan bermanfaat
bagi pengembangan varietas padi baru melalui upaya pemuliaan yang
memiliki ketahanan terhadap kutu beras. (Danho et al., 2002; Ashamo,
2006).
14
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu beras varietas ci
sokan dan varietas IR 42, serta kutu beras sebanyak 150 ekor.
3.4 Metodologi
4.1 Hasil
Hidup
4.2 Pembahasan
Hasil penelitian tentang preferensi kumbang beras terhadap varietas beras
yang berbeda menunjukkan bahwa pada minggu pertama percobaan tingkat mortal
itas kumbang beras jauh lebih tinggi dibanding pada minggu-minggu selanjutnya.
Hal ini disebabkan karena kumbang beras membutuhkan waktu untuk beradaptasi
pada lingkungan yang berbeda. Sedangkan untuk tingkat natalitas atau kelahiran
kumbang beras baru terjadi pada minggu kedua dengan tingkat natalitas 1 ekor pa
da varietas beras cisokan dan 1 ekor pada varietas beras IR 42, begitupun pada mi
nggu ketiga tingkat natalitas pada varietas beras anak daro lebih tinggi yaitu seban
yak 10 ekor pada IR 42 sedangkan pada varietas beras cisokan hanya 3 ekor. Men
18
urut Fara et al. (2005), tersedianya pakan yang cukup dan cocok bagi kehidu
pan kumbang beras menyebabkan populasi hama akan meningkat.
Menurut Yasin (2009), secara alami serangga hama akan mampu memilih
sumber makanan yang disenangi. Serangga akan mempunyai suatu kecenderungan
tertentu dalam mengakses sumber makanannya. Perbedaan dalam hal tekstur dan s
truktur, jenis varietas dan komposisi kimia yang terkandung dalam beras akan ber
pengaruh besar pada sifat prefensi komsumsi.
Menurut Koswara (2009), beras biasa dan beras ketan memiliki perbedaan
baik secara fisik dan kandungan senyawanya. Beras biasa memiliki tekstur lebih k
eras dibandingkan tekstur beras ketan yang lebih rapuh, warna dari beras biasa put
ih cemerlang sedangkan beras ketan memiliki warna buram putih seperti kapur da
n memiliki ukuran besar dari beras biasa yang menyebabkan penyusutan ketan put
ih lebih tinggi.
Tekstur ketan hitam yang hampir sama dengan ketan putih membuat ketan
hitam mengalami penyusutan berat yang lebih banyak dari beras putih, merah dan
hitam. Walaupun kandungan karbohidrat didalam ketan hitam sebesar 74,5 g lebi
h rendah dibandingkan varietas beras lain, karena tekstur beras yang rapuh memb
uah kumbang beras lebih mudah untuk melakukan penggerekan.
20
Dari kesemua varietas beras yang diujikan beras putih merupakan varietas
beras yang mengalami kekurangan bobot dan kerusakan beras paling sedikit. Wala
upun kandungan karbohidrat didalam beras putih paling besar setelah ketan putih
akan tetapi preferensi konsumsi pada beras putih merupakan yang terendah. Hal in
i terjadi karena beras putih yang diujikan diduga terdapat zat kimia yang mempen
garuhi preferensi konsumsi yang dapat mengganggu peletakkan telur dan permuka
annya lebih licin, sehingga imago betina kumbang beras tidak suka untuk bertelur.
Sedangkan untuk 4 varietas beras lain merupakan varietas beras organik yang san
gat sangat rentan terhadap serangan hama gudang. Hasil penelitian yang sama jug
a dilaporkan oleh Harinta (2016) bahwa rata-rata jumlah telur yang menetas menja
di imago, dapat diketahui pada beras hitam lebih tinggi dari pada perlakuan beras
yang lain (beras merah dan putih).
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
22
5.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan pada prakttikum ini adalah perlu adanya
metode penelitian lebih lanjut tentang preferensi Sitophilus oryzae terhadap beber
apa varietas beras.
23
DAFTAR PUSTAKA
Akpodiete, O.N., N.E.S. Lale, O.C. Umeozor, and U. Zakka. 2015 Role of
physical characteristics of the seed on the stability of resistance of maize
varieties to maize weevil (Sitophilus zeamaisMotschulsky). Journal of
Environmental Science, Toxicology, and Food Technology 9(2): 60–66.
Ashamo, M.O. 2006. Relative susceptibility of some local and elite rice varieties
to the rice weevil, Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae).
Journal of Food, Agriculture, and Environment 4(1): 249–252.
Buntin, G. D., S. P. Keith., M.J. Weiss, and James A. Webster, 2003. Handbook
of Small Grain Insects. photographs, Maps, and Identification Keys.
Entomological Society of America and APS PRESS
24
Zewar, M.M. (1993). The use of high temperatures for disinfesting wheat from
Sitophilus granarius L., and cowpea Callosobruchus maculatus (F.).
Egyptian Journal of Agricultural Research. 71: 3, 671-678
26
LAMPIRAN
No Nama Dokumentasi
1 Alat - Gelas Plastik
- Karet Gelang
- Timbangan
- Kain Kasa
27
- Kutu Beras
3 Percobaan dan
Pengamatan
28