Laporan Akhir Praktikum 1 Fadli

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ILMU HAMA TUMBUHAN

PREFERENSI Sitophilus oryzae TERHADAP BEBERAPA VARIETAS BE


RAS

OLEH

NAMA : MUHAMMAD FADLI


NO BP : 2010251022
KELOMPOK : 1 (SATU)
PERLAKUAN :A
DOSEN PENJAB : 1. Dr. Ir. HIDRAYANI, MSc
2. Ir. RUSDI RUSLI, MS
ASISTEN :1. TUTY HARDIANTI (1710252013)
2. HUMAIRA JUFIA (1910252003)

PROGRAM STUDI PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS
2021
KATA PENGANTAR

chirobil a’lamin segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang se
nantiasa memberikan rahmat dan karunianya pada seluruh umat manusia. Salawat
dan salam semoga tercurah pada Rasulullah SAW beserta penerusnya hingga akhi
r zaman, Makalah ini dapat disusun.
Penulis mengakui bahwa penulis adalah manusia yang mempunyai keterba
tasan dalam berbagai hal, oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan de
ngan sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang telah penulis selesaik
an. Tidak semua hal dapat penulis deskripsikan dengan sempurna dalam laporan i
ni. Penulis melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang penulis
miliki. Maka dari itu, penulis bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca. Pe
nulis akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan yang d
apat memperbaiki laporan penulis di masa yang akan datang.
Saya juga ucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Hidrayani, MSc. Dan Ir. Ru
sdi Rusli, MS selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Hama Tumbuhan, serta u
ni Tuti Hardianti dan uni Humaira Jufia selaku asisten praktikum mata kuliah Ilm
u Hama Tumbuhan. Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan membimbing saya.

Padang, 1 Desember 2021


DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................................3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................4
2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Kehidupan Seranga............................................................4
2.1.1 Faktor Internal............................................................................................................4
2.1.2 Faktor Eksternal.........................................................................................................5
2.2 Seranga Uji.......................................................................................................................6
BAB III. METODOLOGI.....................................................................................................12
3.1 Waktu dan Tempat.........................................................................................................12
3.2 Alat dan Bahan...............................................................................................................12
3.3 Cara Kerja.......................................................................................................................12
3.4 Metodologi.....................................................................................................................12
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................................13
4.1 Hasil................................................................................................................................13
4.2 Pembahasan....................................................................................................................15
BAB V. PENUTUP.................................................................................................................18
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................................18
5.2 Saran...............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19
LAMPIRAN............................................................................................................................22
1

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil praktikum minggu ke-1…………………………………………... 1


4
Tabel 2. Hasil praktikum minggu ke-2 …………………………………………. 1
5
Tabel 3. Hasil praktikum minggu ke-3 …………………………………………. 1
6

DAFTAR LAMPIRAN
Tabel 1. Perhitungan ……………………………………………………………. 2
5
2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beras merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia dan dunia. K
ebutuhan beras di Indonesia sepanjang tahun mengalami peningkatan seiring deng
an pertambahan penduduk. Peningkatan jumlah penduduk terus berlangsung secar
a signifikan sehingga pening katan kebutuhan beras juga terus terjadi. Beras tetap
menjadi komoditas strategis dalam perekonomian dan ketahanan pangan nasional,
sehingga menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian ke depan. Daya saing p
adi terhadap beberapa komoditas lain cenderung turun, namun upaya pengemba-n
gan dan peningkatan produksi padi nasional mutlak diperlukan dengan sasaran uta
ma pencapaian swasembada beras, peningkatan pendapatan, dan kesejahteraan pet
ani. Untuk mencapai sasaran tersebut banyak kendala yang ditemui, salah satu dia
ntaranya adalah faktor penanganan pascapanen yang tidak tepat. Proses penyimpa
nan beras merupakan salah satu mata rantai pascapanen yang sangat penting.

Beras menjadi komoditas strategis dalam perekonomian dan ketahanan pa


ngan nasional, sehingga menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian. Untuk
mencapai sasaran tersebut banyak kendala yang ditemui, salah satu diantaranya ad
alah faktor penanganan pascapanen yang tidak tepat. Proses penyimpanan beras di
gudang merupakan salah satu mata rantai pascapanen yang sangat penting (Hendri
val dan Melinda, 2017)

Beras yang disimpan di dalam gudang tradisional maupun gudang modern


sering mendapat gangguan dari serangga hama. Gangguan tersebut dapat menyeba
bkan terjadinya kerusakan dan kehilangan berat bahan. Besarnya kerusakan dan k
ehilangan tergantung dari cara serangga hama menyerang atau merusak. Produk p
ascapanen merupakan bagian tanaman yang dipanen dengan berbagai tujuan teruta
ma untuk memberikan nilai tambah dan keuntungan bagi petani maupun konsume
n (Wagianto, 2008).
3

Hama biasanya melubangi gabah dan memakan beras yang berada di dala
mnya. Apabila gabah tersebut digiling maka beras yang dihasilkan akan pecah-pec
ah dan mengalami susut yang relatif besar. Akibat dari serangan hama pasca pane
n tersebut beras atau gabah akan menjadi berlubang kecil-kecil, karena beras atau
gabah tersebut disimpan dalam jangka waktu yang relative lama maka beras atau
gabah tersebut menjadi butiran, pecah dan remuk bagaikan tepung (Harahap, 200
3).

Menurut Pranata (1982), beberapa hama penting yang merusak komoditi b


eras di Indonesia antara lain, Sitophilus oryzae (Coleoptera; Curculionidae), Rhizo
pertha dominica (Coleoptera; Bostrychidae), Tribolium castaneum (Coleoptera; T
enebrionidae), Cryptolestes ferrugineus (Coleoptera; Cucujidae), Tenebroides ma
uritanicus (Coleoptera; Trogosstidae), dan Corcyra cephalonica (Lepidoptera; Pyr
alidae).

Kutu beras (Sitophilus oryzae L.) merupakan hama penyebab utama rusakn
ya beras dalam gudang penyimpanan. Demi menjaga kualitas beras agar tetap bag
us, biasanya beras disimpan selama 3 bulan, lebih dari itu sudah mulai menurun k
ualitasnya. Faktor suhu, kelembaban, dan kadar air beras dapat mempengaruhi kua
litas beras. Selain itu, imago dari kutu beras tersebut merusak bulir-bulir beras dar
i luar, sedangkan larvanya merusak bulir-bulir beras dari dalam beras. Selain meru
sak struktur beras, kutu beras juga memakan nutrisi yang ada di dalam bulir beras,
sehingga kualitas beras menurun.

Kutu beras merupakan serangga dengan ukuran yang relatif kecil, sehingg
a mudah untuk bersembunyi di dalam gudang penyimpanan. Ukuran yang kecil ju
ga menyulitkan petani untuk memantau kehadiran kutu beras dalam gudang. Sebel
um disimpan dalam gudang penyimpanan, ada kemungkinan kutu beras sudah me
nginvestasikan telurnya pada saat panen tiba, karena kutu beras juga memiliki ke
mampuan untuk terbang mencari sumber makanan. Menurut Philips & Throne (20
10) kerusakan yang disebabkan oleh S. oryzae L. berkisar antara 10–20% dari kes
eluruhan produksi. Masa perkembangan, ketahanan hidup dan produksi telur seran
gga hama pascapanen tergantung pada kesesuaian lingkungan dan makanan. Maka
4

nan yang cukup dan sesuai dengan yang dibutuhkan kutu beras dapat mendukung
populasi hama tersebut (BBPP, 2017).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan beberapa rumusan
masalah yaitu sebagai berikut :

1. Apa saja faktor yang mempengaruhi kehidupan serangga?


2. Bagaimanakah serangan Sitophilus oryzae pada beberapa varietas beras?
3. Bagaimanakah kemampuan bertahan hidup Sitophilus oryzae pada beberap
a varietas beras ?

1.2 Tujuan
Berdasarkan praktikum yang dilakukam, penulis merumuskan beberapa tuj
uan yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi kehidupan


serangga
2. Untuk mengetahui tingkat serangan Sitophilus oryzae pada beberapa variet
as beras
3. Untuk mengetahui kemampuan bertahan hidup Sitophilus oryzae pada beb
erapa varietas beras
5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Kehidupan Seranga

2.1.1 Faktor Internal

Menurut Jumar (2000), faktor internal yang mempengaruhi kehidupan sera


ngga diantaranya yaitu :

1. Kemampuan berkembangbiak
Kemampuan berkembang biak suatu jenis serangga dipengaruhi ol
eh kelahiran dan fekunditas serta waktu perkembangan (kecepatan berkem
bangbiak). Kelahiran (natalitas) adalah besarnya kemampuan suatu jenis se
rangga untuk melahirkan keturunan baru. Sedangkan fekunditas (kesubura
n) adalah kemampuan yang dimiliki oleh seekor serangga betina untuk me
mproduksi telur. Lebih banyak jumlah telur yang dihasilkan oleh suatu ser
angga, maka lebih tinggi kemampuan berkembangbiaknya.

2. Perbandingan kelamin
Perbandingan kelamin adalah perbandingan antara jumlah individu
jantan dan betina yang diturunkan oleh serangga betina. Perbandingan kela
min ini pada umumnya adalah 1:1, akan tetapi pengaruh-pengaruh tertentu,
baik faktor internal maupun eksternal seperti keadaan musim dan kepadat
an populasi maka perbandingan kelamin ini dapat berubah.

3. Sifat mempertahankan diri


Seperti halnya hewan lain, serangga dapat diserang oleh berbagai
musuh. Untuk mempertahankan dan melindungi dirinya dari serangan mus
uh kebanyakan serangga akan berusaha melepaskan diri jika diserang mus
uhnya dengan cara terbang, lari, meloncat, berenang atau menyelam.

4. Siklus hidup
6

Siklus hidup adalah suatu rangkaian yang terjadi pada seekor seran
gga selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai menjadi imago (dewa
sa). Pada serangga-serangga yang memiliki metamorfosis sempurna (holo
metabola), rangkaian stadia dalam siklus hidupnya terdiri atas telur, larva,
pupa dan imago. Seperti misalnya kupu-kupu, kumbang dan lalat.

5. Umur imago
Serangga umumnya memiliki umur imago yang pendek. Ada yang
beberapa hari, akan tetapi ada juga yang sampai beberapa bulan. Misalnya
umur imago Nilavapata lugens 10 hari, umur imago kepik 5-10 hari.

2.1.2 Faktor Eksternal

1. Suhu
Serangga memiliki kisaran suhu tertentu diamana dia dapat bertaha
n hidup. Diluar kisaran suhu tersebut serangga akan mati kepanasan atau k
edinginan. Pada umumnya kisaran suhu yang efektif adalah suhu minimu
m 15 derjat celcius, suhu optimum 25 derjat celcius dan suhu maksimum 4
5 derjat celcius. (Yos F. da Lopes. 2021).

2. Kelembaban
Kelembaban yang dimaksud adalah kelembaban tanah, udara, dan t
empat hidup serangga dimana merupakan faktor penting yang mempengar
uhi distribusi, kegiatan dan perkembangan serangga. Dalam kelembaban y
ang sesuai serangga lebih tahan terhadap suhu ekstrim. Pada umumnya ser
angg alebih tahan terhadap terlalu banyak air, akan tetapi kebanyakan air s
eperti banjir dan hujan deras merupakan bahaya bagi beberapa jenis serang
ga. Misalnya hujan deras dapat mematikan kupu-kupu berterbangan dan m
enghanyutkan larva atau nimva serangga yang baru menetas. (Yos F. da L
opes. 2021).

3. Cahaya
7

Beberapa aktivitas serangga dipengaruhi oleh responnya terhadap c


ahaya,sehingga timbul jenis serangga yang aktif pada pagi , siang, sore, ata
u malam hari. Cahaya matahari dapat mempengaruhi aktivitas dan distribu
si lokalnya. Selain tertarik pada cahaya, ditemukan juga serangga yang tert
arik oleh suatu warna seperti warna hijau dan kuning. Sesungguhnya seran
gga memiliki preferensi tersendiri terhadap warna dan bau, seperti warna-
warna dan aroma bunga. (Yos F. da Lopes. 2021).

4. Angin
Angin berperan dalam membantu penyebaran serangga, terutama b
agi serangga yang berukuran kecil. Misalnya apid dapat terbang terbawa ol
eh angin sejauh 1300 km. (Yos F. da Lopes. 2021).

2.2 Seranga Uji

Serangga yang digunakan dalam penelitian ini adalah kutu beras (Sitophilu
s oryzae L). beberapa karakteristik atau ciri-ciri tentang serangga ini diantaranya s
ebagai berikut.

1. Taksonomi Sitophylus oryzae


a. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Coleoptera
Family : Curculionidae
Genus : Sitophylus
Species : Sitophylusoryzae L.

b. Morfologi Sitophylus oryzae


Secara morfologi, kumbang beras dewasa berwarna cokelat
tua dengan bentuk tubuh yang langsing dan agak pipih. Pada lapisa
n pronotum terdapat enam pasang gerigi yang menyerupai gigi ger
8

gaji dengan bentuk kepala yang menyerupai segitiga. Pada sayap d


epannya terdapat garis-garis membujur yang jelas. Sayap bagian de
pan memiliki empat bercak kuning agak kemerahan, dua bercak pa
da sayap sebelah kiri dan dua bercak pada sayap sebelah kanan (Ka
lshoven,1981). Pada kedua sayap depannya terdapat 4 bintik kunin
g kemerah-merahan (masing-masing sayar terdapat 2 bintik). Untu
k lapisan kerasnya (Pronatum) terdapat enam pasang gerigi yang m
enyerupai gigi gergaji. Kemudian bentuk kepalanya menyerupai se
gitiga. Untuk tipe alat mulut ini disesuaikan/dikhususkan untuk me
nggerek/melubangi bebijian yang keras seperti beras, jagung pipila
n dan lain-lain. (Kalshoven,1981)
Untuk panjang tubuh imago berkisar antara 3,5-5 mm, terga
ntung dari tempat hidup larvanya. Kumbang betina dapat mencapai
umur 3-5 bulan dan dapat menghasilkan telur hingga 300-400 butir.
Jika akan bertelur kumbang betina membuat lingkaran kecil meng
gunakan moncong sedalam kurang lebih 1 mm. Kumbang betina m
enggerek butiran beras dengan moncongnya dan meletakkan sebuti
r telur lalu lubang itu ditutup dengan sekresi yang keras. Masa kop
ulasi serangga ini relatif lebih lama dibandingkan dengan hama gu
dang lainnya. Aktivitas perkembang biakkan, makan, dan kopulasi
mereka umumnya dilakukan pada malam hari. (Kalshoven,1981)
Kutu beras ini mempunyai moncong panjang, warna cokela
t kehitaman dan kadang-kadang ada 4 bercak kemerahan pada elytr
anya, umurnya dapat mencapai 5 bulan. Jika akan bertelur, kumban
g betina membuat liang kecil dengan moncongnya sedalam kurang
lebih 1 mm. Untuk telurnya, telur Sitophilus oryzae berbentuk oval
berwarna kuning lunak dan licin dengan bentuk ujung telur agak bu
lat. (Jusuf et al., 2015).
9

Gambar 1. Sitophylus Oryzae (Kartasapoetra 1987; IITA 2004)

2. Metamorfosis
Serangga kutu beras (Sitophilus oryzae) mengalami metamorfosa s
empurna (holometabola) yaitu dalam perkembangan dari telur sampai dew
asa melalui empat stadium yaitu telur, larva, pupa dan imago. Ketika kutu
beras betina bertelur, kutu betina membuat liang kecil dengan moncongny
a sedalam kurang lebih 1 mm. Kutu betina menggerek buturan beras denga
n moncongnya dan meletakkan sebutir telur lalu lubang itu ditutup dengan
sekresi yang keras (gelatin) yang merupakan salivanya sehingga dari luar t
idak kelihatan. Masa kovulasi relatif lebih lama dibandingkan dengan ham
a gudang lainnya. (Jusuf et al., 2015).

Gambar 2. Metamorfosis Sitophylus Oryzae (Kalshoven 1981)


10

3. Stadia

Gambar 3. Stadia (Sitepu dkk, 2004)

Pertumbuhan dan perkembangan serangga ini memiliki empat taha


p perkembangan (stadia) yaitu stadium telur, stadium larva, statium pupa d
an imago.
a. Stadia Telur
Telur berbentuk oval, berwarna kuning, lunak dan licin, ben
tuk ujungnya agak bulat dengan ukuran 0,7 mm x 0,3 mm. Telur di
letakkan di dalam butiran dengan lebih dahulu membuat lubang me
nggunakan rostumnya. Setelah telur diletakkan di dalam bekas gere
kan, lalu ditutupi dengan suatu zat warna putih (gelatin) yang meru
pakan salivanya, sehingga dari luar tidak kelihatan. Gelatin ini berf
ungsi melindungi telur dari kerusakan dan dimangsa oleh predator l
ainnya (Parinduri, 2010). Stadium telur 3 hari pada suhu 20 – 25 ºC.
Dalam satu hari seekor betina dapat bertelur sampai 25 butir, tetap
i rata-rata tiap hari sebanyak 4 butir. Banyak telur yang diletakkan t
iap ekor betina maksimum 575 butir (Rukmana dan Saputra, 1997).

b. Stadia Larva
Larva hidup dalam butiran, tidak berkaki, berwarna putih d
engan kepala kekuning - kuningan atau kecoklatan dan mengalami
4 instar. Pada instar terakhir panjang larva lebih kurang 3 mm. Pad
a umumnya bentuk badan menyesuaikan dengan ukuran makanan t
empat larva itu tinggal. Setelah masa pembentukan instar selesai, la
rva akan membentuk kokon dengan mengeluarkan ekskresi cairan
11

ke dinding endosperm agar dindingnya licin dan membentuk tekstu


r yang kuat. Larva dapat mengkonsumsi 25% berat bagian dalam b
ijian (Parinduri, 2010).

c. Stadia Pupa
Pembentukan pupa terjadi dalam biji dengan cara membent
uk ruang pupa dengan mengekskesikan cairan pada dinding liang g
erek. Stadium pupa berkisar antara 5 - 8 hari. Imago yang terbentu
k tetap berada dalam biji selama sekitar 2 - 5 hari, sebelum membu
at lubang keluar yang relatif besar dengan moncongnya (Tandiaba
ng dkk, 2009).

d. Stadia Imago
Imago dapat hidup cukup lama, tanpa makan selama 36 hari,
dengan makan umurnya mencapai 3-5 bulan. Imago betina dapat
menghasilkan telur sekitar 300-400 butir selama satu siklus hidupn
ya (Sitepu dkk, 2004).
Siklus hidup hama selama 30 - 45 hari pada kondisi optimu
m yaitu pada suhu 29ºC, kadar air biji 14% dan pada kelembapan 7
0%. Imago dapat hidup cukup lama tanpa makan sekitar 36 hari, de
ngan makanan umurnya mencapai 3-5 bulan bahkan satu tahun. Ke
peridian imago betina sekitar 300-400 butir telur (Sitepu dkk, 200
4).

4. Habitat
Kutu beras hidup di tumpukan bahan pangan, seperti beras, jagung,
gandum, dan biji-bijian. Gudang yang kotor seperti banyaknya lekukan ata
u sampah dapat juga menjadi tempat bersembunyinya kutu beras. (Mayasa
ri, 2016).

5. Reproduksi
12

Daur hidup kumbang beras dimulai dari peletakan sebutir telur dilu
bang oleh imago pada butiran beras. Selanjutnya lubang itu ditutup dengan
sekresi/air liur kumbang beras yang keras. Kumbang betina dapat bertelur
sampai 300 butir dalam beberapa minggu. Setelah menetas larva memakan
beras tempat tinggalnya dan berkembang sampai menjadi pupa. (Zewar 19
93).
Pupa kumbang muda keluar dari beras. Setelah menjadi dewasa ku
mbang memakan beras bagian luarnya hingga berlubang. Kumbang betina
menggerek butiran beras dengan moncongnya di lapangan atau di gudang
beras. Daur hidup dari telur sampai dewasa lebih kurang 26 hari. Sementar
a itu umur kumbang dapat mencapai 3-5 bulan (Mound 1989). Jika tidak d
iberi makanan, kumbang betina masih dapat hidup 6-32 hari (Zewar 1993).
Perkembangannnya umumnya dapat berlangsung pada temperature
17 – 34oC dengan kelembaban relative 15 –100%. Perkembangan optimu
m terjadi pada suhu 30 oC dengan kelembaban relative 70%. Jika kelemba
ban relative melebih 18 % kumbang bubuk ini akan berkembang cepat. To
leran terhadap suhu dan bias hidup selama 37 hari pada suhu 0 oC (Zewar
1993).

6. Gejala Serangan
Sitophylus sp. dikenal sebagai kumbang beras (rice weevil). Hama i
ni bersifat kosmopolit atau tersebar luas di berbagai tempat di dunia. Kerus
akan yang ditimbulkan oleh kumbang ini termasuk berat, bahkan sering di
anggap sebagai hama paling merugikan produk pepadian. Kumbang bersif
at polifa bubuk beras ini selain merusak butiran beras, juga merusak simpa
nan jagung, padi, kacang tanah, gaplek, kopra, dan butiran lainnya. (Sibue
a, 2010).
Kerusakan yang diakibatkan oleh kumbang bubuk beras dapat ting
gi pada keadaan tertentu sehingga kualitas beras menurun. Biji-bijan hancu
r dan berdebu, dalam waktu yang cukup singkat serangan hama dapat men
gakibatkan perkembangan jamur, sehingga produk beras rusak total, bau a
pek yang tidak enak dan tidak dapat dikomsumsi (Parinduri, 2010). Akibat
13

dari serangan kumbang bubuk beras menyebapkan butir – butir beras menj
adi borlubang kecil – kecil, sehingga mengakibatkan beras menjadi mudah
pecah dan remuk menjadi tepung. Hal ini sering kita temukan pada butiran
beras yang terserang, dalam keadaan rusak dan bercampur tepung dipersat
ukan oleh air liur larva sehingga kualitas beras menjadi rusak sama sekali
(Sibuea, 2010).

7. Tingkat Kerusakan
Kerugian pada komoditas pertanian di seluruh dunia mulai dari
20–90% akibat serangan kutu beras (Abebe et al., 2009). merusak
serealia yang menyebabkan susut berat, penurunan kualitas melalui
peningkatan asam lemak bebas, dan menghancurkan serealia yang
disimpan (Trematera et al., 2007). Serangan kutu beras dapat mengurangi
kandungan gizi, perkecambahan, dan menurunkan nilai pasar (Napoleão
et al.,2013; Tefera et al., 2011).
Kerusakan yang terjadi pada beras dapat menyebabkan kerugian
pascapanen dan ketahanan pangan di daerah tropis. Serangan juga dapat
menyebabkan penurunan viabilitas dan kandungan kualitas nutrisi pada
serealia (Danho et al., 2002; Ashamo, 2006). Bubuk beras adalah bubuk
yang terbentuk dari hancuran beras yang menjadi rapuh selama
penyimpanan akibat konsumsi beras oleh hama primer Sitophilus spp.
Pembentukan bubuk beras membuat beras menjadi rusak dan tidak dapat
dikonsumsi. Informasi tentang kerentanan beras dari beberapa varietas
padi memiliki peran penting dalam meminimalkan kerugian selama
penyimpanan dan bermanfaat bagi pengembangan varietas padi baru
melalui upaya pemuliaan yang memiliki ketahanan terhadap kutu beras.
Informasi tentang kerentanan beras dari varietas padi akan bermanfaat
bagi pengembangan varietas padi baru melalui upaya pemuliaan yang
memiliki ketahanan terhadap kutu beras. (Danho et al., 2002; Ashamo,
2006).
14

BAB III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Waktu pelaksanaan praktikum preferensi Sitophilus oryzae terhadap beber
apa varietas beras dilakukan pada tanggal 18 September 2021 sampai dengan tang
gal 19 Oktober 2021 yang bertempatan di Koto Tuo, Limau Manis, Pauh, Padang.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu gelas bening, kain
kasa atau tisu, karet gelang dan timbangan.

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu beras varietas ci
sokan dan varietas IR 42, serta kutu beras sebanyak 150 ekor.

3.3 Cara Kerja


Pembiakan S. oryzae dilakukan selama empat minggu sesuai dengan siklus
hidup S. oryzae. Pemisahan imago S. oryzae dari media beras dilakukan setelah m
asa infestasi selesai. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah imago S.
oryzae setiap perlakuan. Penghitungan populasi imago S. oryzae dilakukan pada b
eras sebanyak Cisokan dan IR 42 secara terpisah. Beras dalam wadah penelitian te
rlebih dahulu diaduk hingga diperkirakan imago-imago tersebut terdistribusi secar
a merata di dalam gelas.

3.4 Metodologi

Pada praktikum ini menggunakan metode berupa Rancangan Acak Lengka


p (RAL) dengan 2 perlakuan dan 7 ulangan.
15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

1. Tabel Hasil Pengamatan Minggu Pertama

Perlakuan Ulangan Natalitas Jumlah Yang Mortalitas %Mortalitas


Hidup

Varietas 1 0 Ekor 10 Ekor 0 Ekor 0%


Beras IR42
2 0 Ekor 9 Ekor 1 Ekor 10%

3 3 Ekor 13 Ekor 0 Ekor 0%

4 0 Ekor 10 Ekor 0 Ekor 0%

5 5 Ekor 15 Ekor 0 Ekor 0%

6 4 Ekor 14 Ekor 0 Ekor 0%

7 2 Ekor 9 Ekor 3 Ekor 30%

Varietas 1 1 Ekor 10 Ekor 1 Ekor 10%


Beras
Cisokan 2 2 Ekor 12 Ekor 0 Ekor 0%

3 0 Ekor 7 Ekor 3 Ekor 30%

4 1 Ekor 11 Ekor 0 Ekor 0%

5 2 Ekor 12 Ekor 0 Ekor 0%

6 1 Ekor 11 Ekor 0 Ekor 0%

7 0 Ekor 10 Ekor 1 Ekor 10%


16

2. Tabel Hasil Pengamatan Minggu ke 2

Perlakuan Ulangan Natalitas Jumlah Yang Mortalitas %Mortalitas


Hidup

Varietas Beras 1 0 Ekor 9 Ekor 1 Ekor 10%


IR42
2 0 Ekor 9 Ekor 0 Ekor 0%

3 0 Ekor 12 Ekor 1 Ekor 10%

4 0 Ekor 9 Ekor 1 Ekor 10%

5 0 Ekor 15 Ekor 0 Ekor 0%

6 1 Ekor 15 Ekor 0 Ekor 0%

7 0 Ekor 9 Ekor 0 Ekor 0%

Varietas Beras 1 0 Ekor 9 Ekor 1 Ekor 10%


Cisokan
2 0 Ekor 11 Ekor 1 Ekor 10%

3 0 Ekor 7 Ekor 0 Ekor 0%

4 0 Ekor 11 Ekor 0 Ekor 0%

5 1 Ekor 13 Ekor 0 Ekor 0%

6 0 Ekor 11 Ekor 0 Ekor 0%

7 0 Ekor 10 Ekor 0 Ekor 0%

3. Tabel Hasil Pengamatan Minggu ke 3

Perlakuan Ulangan Natalitas Jumlah Yang Mortalitas %Mortalitas


17

Hidup

Varietas 1 5 Ekor 14 Ekor 0 Ekor 0%


Beras IR42
2 6 Ekor 15 Ekor 0 Ekor 0%

3 3 Ekor 15 Ekor 0 Ekor 0%

4 5 Ekor 13 Ekor 1 Ekor 10%

5 5 Ekor 20 Ekor 0 Ekor 0%

6 8 Ekor 21 Ekor 2 Ekor 20%

7 10 Ekor 17 Ekor 2 Ekor 20%

Varietas 1 1 Ekor 10 Ekor 0 Ekor 0%


Beras
Cisokan 2 2 Ekor 13 Ekor 0 Ekor 0%

3 3 Ekor 9 Ekor 1 Ekor 10%

4 0 Ekor 10 Ekor 1 Ekor 10%

5 0 Ekor 13 Ekor 0 Ekor 0%

6 1 Ekor 12 Ekor 0 Ekor 0%

7 2 Ekor 11 Ekor 1 Ekor 10%

4.2 Pembahasan
Hasil penelitian tentang preferensi kumbang beras terhadap varietas beras
yang berbeda menunjukkan bahwa pada minggu pertama percobaan tingkat mortal
itas kumbang beras jauh lebih tinggi dibanding pada minggu-minggu selanjutnya.
Hal ini disebabkan karena kumbang beras membutuhkan waktu untuk beradaptasi
pada lingkungan yang berbeda. Sedangkan untuk tingkat natalitas atau kelahiran
kumbang beras baru terjadi pada minggu kedua dengan tingkat natalitas 1 ekor pa
da varietas beras cisokan dan 1 ekor pada varietas beras IR 42, begitupun pada mi
nggu ketiga tingkat natalitas pada varietas beras anak daro lebih tinggi yaitu seban
yak 10 ekor pada IR 42 sedangkan pada varietas beras cisokan hanya 3 ekor. Men
18

urut Fara et al. (2005), tersedianya pakan yang cukup dan cocok bagi kehidu
pan kumbang beras menyebabkan populasi hama akan meningkat.

Menurut Kurniawan (2013) perbedaan biji-bijian mungkin menyebabkan p


erbedaan mutu gizi, dan akan memberi pengaruh yang berlainan pada pertumbuha
n dan perkembangan populasi serangga. Indikator terhadap preferensi serangga pa
da biji-bijian ditentukan oleh jumlah telur yang diletakkan oleh induk betina, juml
ah telur yang menetas menjadi imago, dan lama daur hidup. Makin besar jumlah t
elur yang diletakkan dan makin banyak imago yang terbentuk serta semakin pende
k daur hidupnya menunjukkan preferensi serangga pada biji makin besar. Pada bij
ibijan yang lebih disukai olah Sitophilus oryzae, tingkat kerusakan yang ditimbulk
an menunjukkan hubungan yang linier.

Menurut Yasin (2009), secara alami serangga hama akan mampu memilih
sumber makanan yang disenangi. Serangga akan mempunyai suatu kecenderungan
tertentu dalam mengakses sumber makanannya. Perbedaan dalam hal tekstur dan s
truktur, jenis varietas dan komposisi kimia yang terkandung dalam beras akan ber
pengaruh besar pada sifat prefensi komsumsi.

Untuk hasil penelitian preferensi kumbang beras terhadap varietas beras ci


sokan dan IR 42 ini rata-rata tingkat kehilangan berat beras juga lebih tinggi pada
varietas beras IR 42 yaitu sebesar 18% dan pada varietas beras cisokan sebesar 13
%. Perbedaan dari penyusutan berat pada setiap perlakuan dapat disebabkan oleh
ketidaksesuaian beras seperti butiran beras yang terlalu keras atau kandungan nutr
isi di dalam beras yang kurang sesuai. Menurut Ashamo, (2006) serangga dewasa
dan larva kumbang beras akan merusak biji-bijian dengan memakan karbohidrat
dalam butiran biji sehingga terjadi penurunan susut berat pangan dan kontamina
si produk, mengurangi viabilitas benih, menurunkan nilai pasar, dan meng
urangi nilai gizi.

Perbedaan dari penyusutan berat pada setiap perlakuan dapat disebabkan o


leh ketidaksesuaian beras seperti butiran beras yang terlalu keras atau kandungan
nutrisi di dalam beras yang kurang sesuai. Menurut Ashamo, (2006) serangga de
wasa dan larva kumbang beras akan merusak biji-bijian dengan memakan karbo
hidrat dalam butiran biji sehingga terjadi penurunan susut berat pangan dan ko
19

ntaminasi produk, mengurangi viabilitas benih, menurunkan nilai pas


ar, dan mengurangi nilai gizi.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa preferensi konsumsi kumbang b


eras berpengaruh sangat nyata terhadap kehilangan berat pada setiap perlakuan. Pe
nyusutan berat paling besar terdapat pada beras ketan putih yang mengalami peny
usutan sebesar 6,6 gram dan persentase preferensi yang paling rendah yaitu sebesa
r 1,5 %, penyusutan ini terjadi diakibatkan dari karakteristik dari beras ketan putih
yang memiliki tekstur beras lebih lembut dibandingkan dengan tekstur beras pada
varietas lain sehingga mempengaruhi persentase preferensi konsumsi yang dihasil
kan. Menurut Yasin (2009), secara alami serangga hama akan mampu memilih su
mber makanan yang disenangi. Serangga akan mempunyai suatu kecenderungan t
ertentu dalam mengakses sumber makanannya. Perbedaan dalam hal tekstur dan st
ruktur, jenis varietas dan komposisi kimia yang terkandung dalam beras akan berp
engaruh besar pada sifat prefensi komsumsi.

Menurut Koswara (2009), beras biasa dan beras ketan memiliki perbedaan
baik secara fisik dan kandungan senyawanya. Beras biasa memiliki tekstur lebih k
eras dibandingkan tekstur beras ketan yang lebih rapuh, warna dari beras biasa put
ih cemerlang sedangkan beras ketan memiliki warna buram putih seperti kapur da
n memiliki ukuran besar dari beras biasa yang menyebabkan penyusutan ketan put
ih lebih tinggi.

Kandungan karbohidrat didalam beras biasa sebesar 79 g dan didalam bera


s ketan sebesar 81,68 g. Karena kandungan karbohidrat didalam ketan putih lebih
tinggi menyebabkan penyusutan bobot beras dan preferesi konsumsi pada ketan p
utih pun tinggi.

Tekstur ketan hitam yang hampir sama dengan ketan putih membuat ketan
hitam mengalami penyusutan berat yang lebih banyak dari beras putih, merah dan
hitam. Walaupun kandungan karbohidrat didalam ketan hitam sebesar 74,5 g lebi
h rendah dibandingkan varietas beras lain, karena tekstur beras yang rapuh memb
uah kumbang beras lebih mudah untuk melakukan penggerekan.
20

Kandungan karbohidrat didalam beras merah sebesar 76,2 g yang lebih re


ndah dibandingkan dengan beras putih sebesar 77,1 g tidak mempengaruhi persent
ase preferensi konsumsi pada beras merah, hal ini terjadi karena adanya indikasi z
at kimia didalam beras putih yang menyebabkan kumbang beras sukar untuk men
gkonsumsi beras putih.

Dari kesemua varietas beras yang diujikan beras putih merupakan varietas
beras yang mengalami kekurangan bobot dan kerusakan beras paling sedikit. Wala
upun kandungan karbohidrat didalam beras putih paling besar setelah ketan putih
akan tetapi preferensi konsumsi pada beras putih merupakan yang terendah. Hal in
i terjadi karena beras putih yang diujikan diduga terdapat zat kimia yang mempen
garuhi preferensi konsumsi yang dapat mengganggu peletakkan telur dan permuka
annya lebih licin, sehingga imago betina kumbang beras tidak suka untuk bertelur.
Sedangkan untuk 4 varietas beras lain merupakan varietas beras organik yang san
gat sangat rentan terhadap serangan hama gudang. Hasil penelitian yang sama jug
a dilaporkan oleh Harinta (2016) bahwa rata-rata jumlah telur yang menetas menja
di imago, dapat diketahui pada beras hitam lebih tinggi dari pada perlakuan beras
yang lain (beras merah dan putih).

Preferensi dan jumlah populasi kumbang beras pada pada beras da


pat menjadi penanda bahwa beras yang disimpan mengandung pestisida atau tidak
Karena beras yang mengandung pestisida tidak disukai oleh kumbang beras dan s
ebaliknya jika beras tidak mengandung pestisida maka kumbang beras akan sanga
t suka dan menimbulkan kerusakan yang besar. Semakin banyak bobot beras yang
menyusut menandakan bahwa tingkat kesukaan kumbang beras terhadap beras ter
sebut tinggi, dan sebaliknya semakin rendah tingkat kesukaan kumbang beras pad
a varietas beras maka tingkat kerusakannya rendah. Hal ini sesuai dengan pendapa
t Kardiman A. (2005), yang menyatakan bahwa residu pestisida bagi serangga ha
ma bersifat racun perut yang bisa mengakibatkan serangga hama mati.
21

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan
22

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang preferensi Sitophilus


oryzae L. terhadap varietas beras yang berbeda dapat disimpulkan bahwa :

1. Perkembangan populasi kutu beras ini mengalami peningkatan yang tinggi


pada varietas beras IR 42, dan mengalami peningkatan yang rendah pada v
arietas beras cisokan. Hal tersebut biasa disebabkan oleh beberapa factor s
eperti kekerasan atau ketebalan butir beras, jenis beras yang ditempatinya,
kemampuan kutu beras untuk berkembang biak, dan lain-lain.
2. Dapat dilihat pada varietas beras IR 42, banyak mengalami kerusakan yan
g disebabkan oleh kutu beras, yang mencapai 30 %. Sedangkan pada variet
as beras cisokan, perkembang biakan kutu beras hanya bertambah sekita 1
sampai 2 saja per minggu nya. Kerusakan yang terjadi pada varietas beras
cisokan hanya sedikit, atau sekitar 10% saja.
3. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini mengenai preferensi kutu
beras Sitophilus oryzae terhadap 2 jenis varietas beras yaitu varietas Cisok
an dan IR 42 dapat disimpulkan bahwa banyak ditemukan imago kutu bera
s sitophylus oryzae pada varietas beras IR 42.
4. Kemampuan bertahan hidup kumbang beras juga jauh lebih tinggi pada va
rietas IR 42 dengan jumlah kumbang beras yang hidup di akhir penelitian l
ebih banyak dibandingkan pada varietas beras cisokan.

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan pada prakttikum ini adalah perlu adanya
metode penelitian lebih lanjut tentang preferensi Sitophilus oryzae terhadap beber
apa varietas beras.
23

DAFTAR PUSTAKA

Abebe, F., T. Tefera, S. Mugo, Y. Beyene,and S. Vidal. 2009. Resistance of maize


varieties to the maize weevil Sitophilus zeamais (Motsch.) (Coleoptera:
Curculionidae). African Journal of Biotechnology 8(21): 5937–5943.

Akpodiete, O.N., N.E.S. Lale, O.C. Umeozor, and U. Zakka. 2015 Role of
physical characteristics of the seed on the stability of resistance of maize
varieties to maize weevil (Sitophilus zeamaisMotschulsky). Journal of
Environmental Science, Toxicology, and Food Technology 9(2): 60–66.

Anggara, A.W. dan Sudarmaji. 2008. Hama Pascapanen padi dan


pengendaliannya.Di dalam: Darajat A.A., A. Setyono, A.K. Makarim, dan
A. Hasanuddin. (Editor). Padi: Inovasi Teknologi Produksi. Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi. Jakarta. LIPI Press. hlm: 565–590.

Ashamo, M.O. 2006. Relative susceptibility of some local and elite rice varieties
to the rice weevil, Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae).
Journal of Food, Agriculture, and Environment 4(1): 249–252.

Banks, H.J. 1979. Identification of Stored Product Cryptolestes spp (Col:


Cucujidae); A Rapid Techique for Preparation of Suitale Mount. Journal
of the Australian Entomology Society, Vol. 18.

Brower, J. 2003. Stored Product Management. Oklahoma Cooperative Extension


Service Division of Agricultural Sciences and Natural Resources
Oklahoma State University. www.okstate.edu/ag/aged cm4h/pearl/
e912/ch13/ch13f29

Buntin, G. D., S. P. Keith., M.J. Weiss, and James A. Webster, 2003. Handbook
of Small Grain Insects. photographs, Maps, and Identification Keys.
Entomological Society of America and APS PRESS
24

Chaubey M. K. 2012. Responses of Tribolium castaneum (Coleoptera:


Tenebrionidae) and Sitophilus oryzae (Coleoptera: Curculionidae) Against
Essential Oils and Pure Compounds. Herba Polonica, 58 (3): 33-45.

Chaubey M. K. 2018. Study of insecticidal properties of Trachyspermum


ammiand Mentha arvensis essential oils against Sitophilus zeamais L.
(Coleoptera: Curculionidae). Current Life Science, 4 (1): 10-17.

Devi S.R., A. Thomas, K.B. Rebijith, dan Ramamurthy. 2017. Biology,


Morphology and Molecular Characterization of Sitophilus oryzae and
Sitophilus zeamais (Coleoptera: Curculionidae). Journal of Stored
Research, 73: 135-141.

Haryadi, Y. 2010. Peranan Penyimpanan Dalam Menunjang Ketahanan Pangan.


Bogor: Artikel Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut
Pertanian Bogor.

Hendrival dan Melinda, L. 2017. Pengaruh Kepadatan Populasi Sitophilus oryzae


(L.) terhadap Pertumbuhan Populasi dan Kerusakan Beras. Biospecies
Vol. 10 No. 1.

Haines, C. 1991. Insects and Arachnids of Tropical Stored Products: Their


Biology and Identification. NRI. Second Edition. United Kingdom.

Hendrival dan R. Meutia. 2016. Pengaruh periode penyimpan beras terhadap


pertumbuhan populasi Sitophilus oryzae (L.) dan kerusakan beras.
Biogenesis 4(2): 95–101.

Hendrival dan L. Melinda. 2017. Pengaruh kepadatan populasi Sitophilus oryzae


(L.) terhadap pertumbuhan populasi dan kerusakan beras. Biospecies
10(1): 17– 24

Isnaini, M. Pane, E. R. dan Wiridianti, S. 2015. Pengujian Beberapa Jenis


Insektisida Nabati Terhadap Kutu Beras (Sitophilus oryzae L). Jurnal
Biota Vol.1 No.1.

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta :PT Rineka Cipta


25

Kurniawan, D. 2013. Preferensi Sitophilus oryzae Terhadap Beberapa Jenis Beras


Serta Evaluasi Kesehatan Benih Jagung Dan Kedelai Terhadap Patogen
Benih. Malang: Universitas Brawijaya.

Mound, L. (Editor). (1989). Common insect pests of stored food products.


Economic Series No. 15. (7th Edn). Pp. 68. British Museum (Natural
History). London, UK.

Parinduri, M.A., 2010. Uji Efektivitas Beberapa Rimpang Zingiberaceae


Terhadap Pengendalian Kumbang Beras. Fakultas Pertanian USU. Medan

Phillips TW and Throne JE. 2010. Biorational approaches to managing stored


product. Annual Review of Entomology. vol 55: 375–397.

Zewar, M.M. (1993). The use of high temperatures for disinfesting wheat from
Sitophilus granarius L., and cowpea Callosobruchus maculatus (F.).
Egyptian Journal of Agricultural Research. 71: 3, 671-678
26

LAMPIRAN

No Nama Dokumentasi
1 Alat - Gelas Plastik

- Karet Gelang

- Timbangan

- Kain Kasa
27

2 Bahan - Beras IR 42 dan Beras Cisokan

- Kutu Beras

3 Percobaan dan
Pengamatan
28

Anda mungkin juga menyukai