LP Kolelitiasis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CHOLELITHIASIS DI RUANG


BEDAH RSUD BRIGJEND. H. HASAN BASRY KANDANGAN

NAMA : GINA MAILANA

NIM : P07120119024

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

JURUSAN KEPERAWATAN

BANJARBARU

2021
LEMBAR KONSUL

Nama : Gina Mailana

NIM : P07120119024

Program Studi : DIII Keperawatan

Ruang : Bedah

Hari/tanggal Revisi Paraf CI


LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Gina Mailana

NIM : P07120119024

Judul : Asuhan Keperawatan Pasien dengan Cholelithiasis di Ruang Bedah RSUD


Brigjend. H. Hasan Basry Kandangan

Mengetahui, November 2021

Pembimbing akademik Pembimbing klinik


LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CHOLELITHIASIS DI RUANG
BEDAH RSUD BRIGJEND. H. HASAN BASRY KANDANGAN

A. Konsep Dasar
1. Definisi Kasus
Cholelithiasis atau dikenal sebagai penyakit batu empedu merupakan
batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam
saluran empedu atau pada kedua-duanya. Cholelithiasis adalah material atau
kristal yang terbentuk di dalam kandung empedu. Fungsi dari empedu sendiri
sebagai ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu proses
pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu. Selain
membantu proses pencernaan dan penyerapan lemak, empedu juga berperan
dalam membantu metabolisme dan pembuangan limbah dari tubuh, seperti
pembuangan hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah
dan kelebihan kolesterol. Garam empedu membantu proses penyerapan
dengan cara meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak, dan vitamin yang
larut dalam lemak (Musbahi et al., 2019).
Cholelitiasis merupakan endapan satu atau lebih komponen diantaranya
empedu kolesterol, billirubin, garam empedu, kalsium, protein, asam lemak,
dan fosfolipid. Batu empedu biasanya terbentuk dalam kantung empedu
terdiri dari unsur- unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu
memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu
tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidenya
semakin sering pada individu yang memiliki usia lebih diatas 40 tahun.
setelah itu insiden cholelitiasis atau batu empedu semakin meningkat hingga
sampai pada suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu
dari 3 orang akan memiliki penyakit batu empedu (Haryono, 2012).
2. Etiologi
Menurut Cahyono 2014, etiologi cholelithiasis yaitu:
a. Supersaturasi kolesterol secara umum komposisi
Komposisi cairan empedu yang berpengaruh terhadap terbentuknya
batu tergantung keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan
lesitin. Semakin tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah
kandungan garam empedu akan membuat keadaan didalam kandung
empedu menjadi jenuh akan kolesterol (Supersaturasi kolesterol).
b. Pembentukan inti kolesterol
Kolesterol diangkut oleh misel (gumpalan yang berisi fosfolipid,
garam empedu dan kolesterol). Apabila saturasi, Kolesterol lebih
tinggi maka ia akan diangkut oleh vesikel yang mana vesikel dapat
digambarkan sebagai sebuah lingkarandua lapis. Apabila konsentrasi
kolesterol banyak dan dapat diangkut, vesikel memperbanyak lapisan
lingkarannya, pada akhirnya dalam kandung empedu, pengangkut
kolesterol, baik misel maupun vesikel bergabung menjadi satu dan
dengan adanya protein musin akan membentuk kristal kolesterol,
kristal kolesterol terfragmentasi pada akhirnya akan dilem atau
disatukan.
c. Penurunan fungsi kandung empedu
Menurunnya kemampuan menyemprot dan kerusakan dinding
kandung empedu memudahkan seseorang menderota batu empedu,
kontraksi yang melemah akan menyebabkan statis empedu dan akan
membuat musin yan diproduksi dikandung empedu terakumulasi
seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung
empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin pekat
sehingga semakin menyukitkan proses pengosongan cairan empedu.
Beberapa keadaan yang dapat mengganggu daya kontraksnteril
kandung empedu, yaitu : hipomotilitas empedu, parenteral total
(menyebabkan cairan asam empedu menjadi lambat), kehamilan,
cedera medula spinalis, penyakit kencing manis.
3. Tanda dan Gejala
Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya
gejala. Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala
asimptomatik (pasien tidak menyadari gejala apapun). Gejala klinik yang
timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala:
1. Nyeri pada perut kanan atas
2. Dispepsia non spesifik
3. Mual, muntah
4. Demam

4. Patofisiologi
Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun dari
pigmen dan tersusun dari kolesterol. Batu pigmen, akan terbentuk bila
pigmen yang terkonjugasi dalam empedu mengalami presipitasi atau
pengendapan, sehingga terjadi batu. Risiko terbentuknya batu semacam ini
semakin besar pada pasien serosis, hemolysis dan infeksi percabangan bilier.
Batu ini tidak dapat dilarutkan dan hanya dikeluarkan dengan jalan operasi.
Batu kolesterol, merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak
larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam empedu dan lesitin
(fosfo lipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu
empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan
sintesis kolesterol dalam hati, mengakibatkan supersaturasi getah empedu
oleh kolesterol dan keluar dari getah empedu mengendap membentuk batu.
Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk
timbulnya batu empedu yang berperan sebagai iritan yang menyebabkan
peradangan dalam kandung empedu (Nanda, 2020).

5. Pemeriksaan penunjang
- Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan
dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi
hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat pasien
terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling
akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung
empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra sound
berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau
duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
- Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya.
Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver
tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang
mengalami obstruksi.
- Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal.
- ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang
hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi
endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai
duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus
koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan
ke dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus
dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan bilier.
- Pemeriksaan Laboratorium
1. Kenaikan serum kolesterol.
2. Kenaikan fosfolipid.
3. Penurunan ester kolesterol.
4. Kenaikan protrombin serum time.
5. Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl).
6. Penurunan urobilirubin.
7. Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (N: 5000 - 10.000/iu).
8. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu di
duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml).
6. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Nonbedah
- Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung
empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan
nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda
sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk. Manajemen
terapi : 1. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein 2.
Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut. 3. Observasi
keadaan umum dan pemeriksaan vital sign. 4. Dipasang infus
program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok. 5.
Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati).
- Disolusi medis Oral Dissolution Therapy
adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obat-obatan oral.
Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada
chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada
penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan
aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang. Pemberian obat-
obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien dengan
kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai
lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi. Disolusi
medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi nonoperatif
diantaranya batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4
batu, fungsi kandung empedu baik dan duktus sistik paten. Pada
anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anakanak dengan
risiko tinggi untuk menjalani operasi.
- Disolusi kontak Terapi contact dissolution
adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan
memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui
kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter
nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan
ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu
dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam
24 jam. Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus
dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang
digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan
adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu.
- Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) Prosedur non invasive
ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock Wave)
yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau
duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi
beberapa sejumlah fragmen.
- Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) Pada
ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke
dalam saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi.
Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu
empedu yang menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus.
ERCP dan sfingterotomi telah berhasil dilakukan pada 90% kasus.
Kurang dari 4 dari setiap 1.000 penderita yang meninggal dan 3-7%
mengalami komplikasi, sehingga prosedur ini lebih aman
dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif
dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang
kandung empedunya telah diangkat.
2) Penatalaksanaan Bedah
- Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna
yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada
0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini
kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
- Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990
dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara
laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini
karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal (0,1-
0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi pada
jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang yang
dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. Indikasi awal
hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis
akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah
mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut
dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan
tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat
mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan,
pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan
kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah keamanan dari
prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera
duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparoskopi.

B. Konsep keperawatan
1. Pengkajian Fokus
- Identitas pasien
Meliputi: nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tinggal, tempat
tanggal lahir, pekerjaan dan pendidikan. Kolelitiasis biasanya ditemukan
pada 20 -50 tahun dan lebih sering terjadi anak perempuan pada
dibanding anak laki – laki. (Cahyono, 2014)
- Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat
pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri
abdomen pada kuadran kanan atas, dan mual muntah.
- Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien,
quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi
yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa
nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri
tersebut.
2) Riwayat kesehatan dahulu
kaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah
memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga (genogram)
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit
kolelitiasis. Penyakit kolelitiasis tidak menurun, karena penyakit ini
menyerang sekelompok manusia yang memiliki pola makan dan gaya
hidup yang tidak sehat. Tapi orang dengan riwayat keluarga
kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan tanpa
riwayat keluarga.
- Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan umum.
Pemeriksaan tingkat kesadaran, tanda–tanda vital yaitu tekanan darah,
nadi, RR, dan suhu.
2) sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya
pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh
tangan karena terjadi pembengkakan pada kantung empedu
- Pola kebutuhan fisik
1) nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
2) aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan
anjuran bedrest
3) aspek psikologis
Kaji tentang emosi, pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati
4) aspek penunjang
Hasil pemeriksaan laboraturium, obat-obatan atau terapi sesuai
anjuran dokter
2. Diagnosa Keperawatan utama yang sering muncul
- Nyeri akut berhubungan dengan Agen injuri biologi
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Berhubungan
dengan : Ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi
oleh karena faktor biologis
- Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3. Rencana Asuhan
No. Diagnosa
keperawatan Rencana keperawatan
(NANDA)
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan - Pain Level - Lakukan pengkajian
dengan: - pain control nyeri secara
Agen injuri biologi - comfort level komprehensif termasuk
Setelah dilakukan tindakan lokasi, karakteristik,
keperawatan selama …. durasi, frekuensi,
Pasien tidak kualitas dan faktor
mengalami nyeri, dengan presipitasi
kriteria hasil: - Observasi reaksi
- Mampu mengontrol nonverbal dari
nyeri (tahu penyebab ketidaknyamanan
nyeri, mampu - Bantu pasien dan
menggunakan tehnik keluarga untuk mencari
nonfarmakologi untuk dan menemukan
mengurangi nyeri, dukungan
mencari bantuan) - Kontrol lingkungan yang
- Melaporkan bahwa dapat mempengaruhi
nyeri berkurang nyeri seperti suhu
dengan menggunakan ruangan, pencahayaan
manajemen nyeri dan kebisingan
- Mampu mengenali - Kurangi faktor
nyeri (skala,intensitas, presipitasi nyeri
frekuensi dan tanda - Kaji tipe dan sumber
nyeri) nyeri untuk menentukan
- Menyatakan rasa intervensi
nyaman setelah nyeri - Ajarkan tentang teknik
berkurang non farmakologi: napas
- Tanda vital dalam dalam, relaksasi,
rentang normal distraksi, kompres
- Tidak mengalami hangat/ dingin
gangguan tidur - Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
- Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
2. Ketidakseimbangan NOC : - Kaji adanya alergi
nutrisi kurang dari - Nutritional status: makanan
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient - Kolaborasi dengan
Berhubungan - Nutritional Status : ahli gizi untuk
dengan : food and Fluid Intake menentukan jumlah
Ketidakmampuan - Weight Control kalori dan nutrisi
untuk memasukkan Setelah dilakukan tindakan yang dibutuhkan
atau mencerna keperawatan pasien
nutrisi oleh karena selama….nutrisi kurang - Yakinkan diet yang
faktor biologis teratasi dengan kriteria dimakan
hasil: mengandung tinggi
- Porsi makanan yang serat untuk mencegah
dihabiskan konstipasi
meningkat - Ajarkan pasien
- Tidak ada bagaimana membuat
penurunan Berat catatan makanan
badan harian.
- Nafsu makan - Monitor adanya
membaik penurunan BB dan
- Perasaan cepat gula darah
kenyang menurun - Monitor lingkungan
selama makan
- Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak selama
jam makan
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar
Ht
- Monitor mual dan
muntah
- Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
- Monitor intake
nuntrisi
- Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang manfaat
nutrisi
- Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan seperti
NGT/ TPN sehingga
intake cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan.
- Atur posisi semi
fowler atau fowler
tinggi selama makan
- Kelola pemberan anti
emetik:.....
- Anjurkan banyak
minum
- Pertahankan terapi
IV line
- Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila lidah dan
cavitas ova
3. Kecemasan NOC NIC :
berhubungan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction
dengan perubahan - Koping (penurunan kecemasan)
status kesehatan Setelah dilakukan asuhan - Gunakan pendekatan
selama………klien yang menenangkan
kecemasan teratasi - Nyatakan dengan
dgn kriteria hasil: jelas harapan
- Klien mampu terhadap pelaku
mengidentifikasi pasien j
dan mengungkapkan - elaskan semua
gejala cemas prosedur dan apa
- Mengidentifikas, yang dirasakan
mengungkapkan dan selama prosedur
xmenunjukkan - Temani pasien untuk
teknik untuk memberikan
mengontrol cemas keamanan dan
- Vital sign dalam mengurangi takut
batas normal - Berikan informasi
- Postur tubuh, faktual mengenai
ekspresi wajah, diagnosis, tindakan
bahasa tubuh dan prognosis
tingkat aktivitas - Libatkan keluarga
menunjukkan untuk mendampingi
berkurangnya klienx
kecemasan - Instruksikan pada
pasien untuk
menggunakan tehnik
relaksasi
- Dengarkan dengan
penuh perhatian
- Identifikasi tingkat
kecemasan
- Bantu pasien
mengenal situasi
yang menimbulkan
kecemasan
- Dorong pasien untuk
mxengungkapkan
perasaan,ketakutan,
persepsi
- Kelola pemberian
obat anti cemas

DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, B. S. 2014. Tatalaksana Klinis di Bidang Gastro dan Hepatologi. Jakarta :
Sugeng Seto. Djumhana,A. 2010. Jurnal Kedokteran Batu Empedu pada
Wanita Lebih Besar. Bandung : Fakultas kedokteran Unpad-Rumah Sakit
Hasan Sadikin.

Haryono, R. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta:


Gosyen Publishing. J. Kedokt Meditek Volume 23, No.63 , diakses 22
November 2017)

Hidayat Anwar, 2012. Kumpulan Diagnosa Keperawatan Nanda NIC NOC.


https://scribd.com/document/104033837/Kumpulan-Diagnosa-Keperawatan-
Nanda-NIC-NOC

Musbahi, A., Abdulhannan, P., Bhatti, J., Dhar, R., Rao, M., & Gopinath, B. (2019).
Outcomes and risk factors of cholecystectomy in high risk patients: A CASE
SERIES. Annals of Medicine and Surgery.
http://doi.org/10.1016/j.amsu.2019.12.003

Shigemi Kamitsuru, PhD,RN,FNI & T. Heather Herdman, PhD,RN,FNI (2018)


NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020. Edisi 11.
Penerbit Buku Kedokteran. EGC

Anda mungkin juga menyukai