Materi Kapsel Gabung

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 863

Pengantar Kapita

Selekta

Prodi S1 Farmasi
Universitas Bhakti kencana
Maret 2021
STANDAR PENDIDIKAN S1 FARMASI DAN
APOTEKER (APTFI 2013)

OPTIMALISASI PEMBUATAN DAN PELAYANAN


PELAYANAN SEDIAAN
KEAMANAN PENDISTRIBUSIAN INFORMASI OBAT
OBAT
PENGGUNAAN OBAT SEDIAAN FARMASI DAN PENGOBATAN

PENGUASAAN ILMU,
KOMUNIKASI DAN PRAKTEK KEMAMPUAN RISET
KEPEMIMPINAN DAN
KOLABORASU PROFESIONAL LEGAL DAN
MANAJEMEN
INTERPROFESIONAL DAN ETIK OENGEMBANGAN
DIRI
STANDAR KOMPETENSI LULUSAN
S1 FARMASI
Pengampu
• Prodi
• Tim Rubi
1. Ilmu Dasar
2. Analisis Farmakokimia dan Kimia Medisinal
3. Biologi Farmasi
4. Farmasetika dan Teknologi Farmasi
5. Farmakologi dan Farmasi Klinik
6. Farmasi Umum dan Apoteker
Materi UTS
No Materi Dosen
Dr.apt. R. Herni Kusriani,
Pendahuluan : Kontrak Belajar,
M.Si
1 Capaian Pembelajaran, RPS dan
apt. Hendra Mahakam
Deskripsi Mata Kuliah
Putra, M.S.Farm.
2 Biologi Sel, Biokimia dan Mikrobiologi Soni Muhsinin, M.Si.

3 Pharmaceutical Calculation apt. Widhiya Aligita, M.Si.

4 Farmasetika apt. Garnasi Jafar, M.Si.

5 Biofarmasetika dan Farmakokinetika apt. Dadih Supriadi, M.Si.


apt. Winasih Rachmawati,
6 Analisis Farmasi Kualitatif
M.Si.
7 Analisis Farmasi Kuantitatif Dr. apt. Fauzan Zein, M.Si.
Materi UAS
No Materi Dosen

1 Farmakognosi dan Fitokimia apt. Wempi Budiana, M.Si.


Farmakologi dan Farmakoterapi non
2 Dr. apt. Patonah, M.Si.
infeksi
3 Farmakologi dan Farmakoterapi Infeksi Dr. apt.Yani Mulyani, M.Si.

4 Farmasi Klinis apt. Ani Anggriani, M.Si.

5 Farmakoekonomi (1 sks) apt. Mia Nisrina, M.Farm.

6 Farmasi Regulasi dan Etika (1 sks) apt. Rizki Siti Nurfitria, MM.

7 Review 1 (Lat.soal) Prodi

8 Review 2 (Lat. Soal) Prodi


[email protected] 10

Capaian Pembelajaran
Sikap

1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu


menunjukkan sikap religius (S1);
2. Bekerja sama dan memiliki kepekaan sosial serta
kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan
(S6);
3. Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik;
(S8)
4. Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan
di bidang keahliannya secara mandiri; (S9)
[email protected] 11

Capaian Pembelajaran
Pengetahuan
1. Menguasai konsep teoritis ilmu dasar: matematika, kimia (Kimia organik,
biokimia), biologi (biologi sel, anatomi, fisiologi, mikrobiologi, imunologi),
fisika, statistik, dan desain eksperimen (P1);
2. Menguasai konsep teoritis dan metode yang diperlukan dalam bidang
formulasi dan teknologi sediaan farmasi, yaitu farmasi fisika, kimia medisinal,
farmakologi, formulasi, fitokimia, dan biofarmasetika dan penjaminan mutu
Sediaan Farmasi secara fisikokimia, farmakologi, mikrobiologi,
farmakokinetika, dan farmakodinamika (P2);
3. Menguasai konsep teoritis dan metode yang diperlukan dalam bidang
pelayanan kefarmasian yaitu patologi, farmakologi, toksikologi, terminology
medik, informasi obat, farmakoterapi, konseling, pengobatan berbasis bukti,
fitoterapi, dan manajemen farmasi (P3);
4. Menguasai regulasi terkait sediaan farmasi, suplemen dan pelayanan
kefarmasian yaitu Farmakope atau kompendium lainnya (USP, BP, EP), dan
Pedoman CPOB, CPKB, CPOTB atau pedoman lainnya (GMP, GDP, GLP,
ICH, ASEAN guidelines) (P4).
[email protected] 12

Capaian Pembelajaran
Keterampilan Umum (KU)
1. Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam
konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi
yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora yang sesuai dengan
bidang keahliannya (KU 1);
2. Mampu menunjukkan kinerja mandiri, bermutu, dan terukur (KU 2);
3. Mampu mengkaji implikasi pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan
dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora sesuai
dengan keahliannya berdasarkan kaidah, tata cara dan etika ilmiah dalam
rangka menghasilkan solusi, gagasan, desain atau kritik seni (KU 3);
4. Mampu mengambil keputusan secara tepat dalam konteks penyelesaian
masalah di bidang keahliannya, berdasarkan hasil analisis informasi dan data
(KU 5);
5. Mampu melakukan proses evaluasi diri terhadap kelompok kerja yang berada di
bawah tanggung jawabnya, dan mampu mengelola pembelajaran secara
mandiri (KU 8);
[email protected] 13

Keterampilan Khusus (KK)


1. Mampu Menjelaskan pertimbangan pemilihan obat dengan memahami patofisiologi,
penggolongan obat berdasarkan golongan farmakologi terapetik dan peraturan
perundang-undangan, kesesuaian penatalaksanaan penyakit, mekanisme kerja obat,
kesesuain dosis, interaksi obat, adverse drug reaction, dan compliance (KK 1)
2. Mampu Menganalisis kesesuaian rancangan terapi obat berdasarkan DOEN,
formularium RS dan formularium nasional (KK 2).
3. Mampu Mengidentifikasi masalah terkait obat dan alternatif solusinya dengan
monitoring efek samping obat dan evaluasi penggunaan obat (KK 3)
4. Mampu melakukan skrining resep (KK 4).
5. Mampu menggunakan parameter farmakokinetik dan farmakodinamik dalam seleksi
obat (KK 5)
6. Mampu menjelaskan pilihan terapi obat dalam pelayanan swamedikasi (KK 6).
7. Mampu merancang formulasi sediaan obat (KK 7).
8. Mampu mempertimbangkan persyaratan pembuatan sediaan obat (KK 8).
9. Mampu membuat sediaan obat sesuai prinsip penjaminan mutu (KK 9).
10. Mampu mengevaluasi mutu sediaan obat (KK 10).
11. Mampu mendistribusikan obat disertai penjaminan mutu sediaan (KK 11).
12. Mampu mencari, mengevaluasi dan menyiapkan informasi obat (KK 12).
13. Mampu memberikan informasi tentang obat dan kontrasepsi serta pengobatan
(KK 13).
14. Mampu melakukan promosi penggunaan obat yang rasional (KK 14).
Keterampilan Khusus (KK)
[email protected] 14

15. Mampu menerapkan prinsip-prinsip komunikasi efektif (KK 15).


16. Mampu bekerja dalam tim (KK 16).
17. Mampu mengelola tugas mandiri dan/atau tugas kelompok (KK 17).
18. Mampu mengambil keputusan berdasarkan informasi dan/atau data (KK 18).
19. Mampu bertanggung-jawab atas tugas mandiri dan/atau kelompok (KK 19).
20. Mampu menjelaskan ketentuan perundang-undangan dan prinsip-prinsip etik kefarmasian (KK
20).
21. Mampu bersikap sesuai ketentuan perundang-undangan, norma, dan etik kefarmasian (KK 21).
22. Mampu memahami system pelayanan kesehatan (KK 22)
23. Mampu menjelaskan konsep obat, tubuh manusia, dan mekanisme kerja obat (KK 23).
24. Mampu menjelaskan hubungan antara struktur senyawa bahan aktif dengan aktivitasnya serta
menguasai pemodelan molekul dan modifikasi struktur kimia dalam Pengembangan Obat (KK 24).
25. Mampu memahami konsep basic natural science dan pengembangan obat dari bahan alam serta
aplikasinya (KK 25).
26. Mampu memahami konsep dan menguasai ketrampilan di bidang isolasi dan analisa bahan baku
obat dari bahan alam (KK 26)
27. Mampu menjelaskan konsep perjalanan obat dalam tubuh (KK 27).
28. Mampu memahami dan melakukan penetapan sifat fisika, kimia,dan fisiko-kimia, dalam analisis
kimia dan instrumental untuk bahan obat, obat, makanan, kontaminan, parameter klinik
berdasarkan struktur kimia (KK 28)
SASARAN MUTU
PRODI S1 FARMASI

IPK Sistem Kuliah dan


>2,75 akademik praktek Lulus Tepat
sesuai RPS waktu
terstandar
PROFIL LULUSAN PENDIDIKAN FARMASI

CARE GIVER EDUCATOR LEADER

DECISION MAKER COMUNICATOR MANAGER

SCIENTIFIC
PERSONAL&PROFESSIONAL
LONG LIFE LEARNER COMPREHENSIONA &
RESPONSIBILITIES
RESEARCH ABILITIES
FARMAKOTERAPI HIPERTENSI

Target pembelajaran:

Setelah mempelajari materi ini, peserta diharapkan dapat:

 Memahami factor resiko dan patofisiologi hipertensi


 Memahami tujuan terapi hipertensi
 Memahami farmakologi dan target terapi obat anti hipertensi
 Mampu menggunakan algoritma terapi untuk pasien hipertensi
 Mampu memilih obat yang tepat untuk pasien hipertensi
 Memahami monitoring dan evaluasi yang harus dilakukan pada pasien yang
mendapat terapi antihipertensi
 Mampu memberikan edukasi gaya hidup sehat untuk mencegah hipertensi kepada
masyarakat

1. Pendahuluan
Telah diketahui bahwa tekanan darah merupakan target utama dalam menurunkan
resiko penyakit kardiovaskular. Walaupun berbagai upaya meningkatkan
kewaspadaan, terapi dan hal yang dilakukan untuk mengelola tekanan darah tinggi
secara agresif telah dilakukan, namun control secara umum masih suboptimal. Hingga
saat ini berbagai organisasi nasional maupun internasional terus melakukan upaya
perbaikan rekomendasi, berdasarkan data klinik, dalam pengelolaan pasien hipertensi.
Berbagai algoritma (panduan terapi) telah merekomendasikan terapi farmakologi dan
non-farmakologi, dengan harapan bahwa menurunkan tekanan darah tinggi
mengurangi kerusakan organ target sehingga menurunkan resiko stroke, infark
jantung, gagal ginjal terminal, dan gagal jantung. Beberapa algoritma yang dapat
menjadi acuan antara lain:
1. American Society of Hypertension (ASH)
2. International Society of Hypertension (ISH)
3. Joint Clinical Practice Guidelines for the Management of Hypertension in the
Community,
4. Evidence-Based Guideline for the Management of High BP in Adults by the
former panel members appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8)
tahun 2014
5. Guidelines from the American Heart Association and American College of
Cardiology
6. National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) tahun 2011
Secara umum, setiap algoritma memberikan panduan terapi non-farmakologi dan
farmakologi untuk mengelola hipertensi. Panduan tersebut merekomendasikan target
tekanan darah yang harus dicapai dengan terapi yang dilakukan, dalam menurunkan
resiko kardiovaskular dan kerusakan ginjal. Rekomenasi terapi obat biasanya dimulai
dengan 1 atau 2 obat (pada kasus hipertensi stage 2) antihipertensi. Rekomendasi
khusus diberikan pada kondisi gagal jantung, post infark jantung, diabetes, dan gagal
ginjal kronik. (Wells et al., 2014)

Menurut JNC8, bahwa hipertensi adalah peningkatan tekanan darah arterial abnormal
yang berlangsung terus menerus, dengan kategori terpisah antara sistolik (140 mmHg)
dan diastolic (>90 mmHg).
1. Definisi hipertensi
Hipertensi adalah adanya kenaikan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan
darah diastolic ≥ 90 mmHg, atau keduanya, pada pemeriksaan berulang. Definisi
tersebut berlaku untuk pasien usia ≥ 18 tahun. Sedangkan pada pasien usia ≥ 80 tahun
dengan tekanan darah mencapai 150 mmHg masih dianggap normal.
Tujuan terapi hiptertensi adalah menurunkan tekanan darah sampai level di bawah
angka untuk diagnosisnya. Definisi tersebut ditentukan berdasarkan hasil studi klinik
besar yang menunjukkan manfaat terapi pasien mencapai level tekanan darah tersebut.
Algoritma terapi cenderung menggunakan target tekanan darah < 140/90 mmHg yang
harus dicapai untuk pasien dewasa. Algoritma terbaru merekomendasikan target
tekanan darah 130/80 mmHg bagi pasien dengan penyakit penyerta diabetes mellitus
atau gagal ginjal kronik.

2. Prevalensi dan Epidemiologi


Di Indonesia, penyakit kronik menyebabkan 61% dari total kematian setiap tahunnya
dan penyakit kardiovaskuler yang pencetus utamanya adalah hipertensi menempati
urutan kedua terbanyak. Berdasarkan data dari riset kesehatan dasar (RISKESDAS)
tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi sebesar 25.6%.
Terdapat hubungan yang erat antara level tekanan darah dan resiko kejadian
kardiovaskular, stroke dan penyakit ginjal. Resiko tersebut semakin berkurang pada
tekanan darah sekitar 115/75 mmHg. Tekanan darah > 115/75 mmHg, setiap kenaikan
tekanan darah sistolik 20 mmHg atau tekanan darah diastolic 10 mmHg, maka resiko
kejadian kardiovaskular dan stroke meningkat 2 kali lipat. Meningkatnya prevalensi
hipertensi di masyarakat disebabkan oleh 2 hal yaitu meningkatnya usia dan
meningkatnya prevalensi obesitas terutama di negara berkembang. Selain itu di
beberapa komunita menunjukkan bahwa asupan garam yang tinggi menjadi factor
resiko utama hipertensi. Tekanan darah sistolik terus meningkat hingga usia di atas 50
atau 60 tahun yang menggambarkan kekakuan sirkulasi arteri. Tekanan darah sistolik
yang tinggi pada pasien lansia menjadi factor resiko utama kejadian kardiovaskular
dan stroke serta progresi penyakit ginjal.

3. Etiologi
Pada sebagian besar kasus (>90%) kenaikan tekanan darah tidak diketahui
penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer. Pada beberapa kasus hipertensi
diketahui penyebabnya atau disebut sebagai Hipertensi Sekunder. Beberapa penyebab
hipertensi sekunder antara lain:
a. gagal ginjal kronis,
b. Cushing syndrome
c. Penggunaan obat
d. Pheochromocytoma
e. Primary aldosteronism
f. Renovascular hypertension
g. Sleep apnea
h. Thyroid or parathyroid disease
Obat-obat yang dapat memicu kenaikan tekanan darah dan harus dihentikan jika
memungkinkan. Obat tersebut adalah antiinflamasi nonsteroid untuk terapi artritis
dan meredakan nyeri. Antidepresan trisiklik, kontrasepsi oral dosis tinggi, obat
migraine, dan obat flu (mengandung pseudoefedrin). Selain itu, pasien mungkin
menggunakan obat herbal, menyalahgunakan obat (kokain) yang dapat meningkatkan
tekanan darah.

4. Patofisiologi
Patofisiologi hipertensi primer sangat komplek melibatkan 2 hal utama sebagai
determinan tekanan darah yaitu kardiak output dan resistensi perifer. Hal-hal yang
mempengaruhi keduanya sangat banyak dan komplek, kemungkinan multifactorial.
Perkembangan hipertensi primer melibatkan interaksi antara factor genetika dan
factor lingkungan dengan multiple system fisiologi termasuk neural, renal, hormonal,
dan vascular.
 Factor genetic
Telah diketahui adanya efek polimorfisme genetic terhadap tekanan darah
sistolik, tekanan darah diastolic dan respon terhadap obat antihipertensi,
namun perlu penelitian lebih lanjut pada populasi besar atau luas. Sehingga,
informasi yang tersedia hingga saat ini masih jauh dari memadai, informasi
yang diharapkan sebagai panduan praktis untuk klinisi.
 Factor lingkungan
Berbeda dengan factor genetic, kontribusi factor lingkungan terhadap
hipertensi telah diketahui dengan jelas. Rokok dan kafein dapat meningkatkan
tekanan darah melalui pelepasan norepinefrin. Kafein menghambat reseptor
adenosine sebagai vasodilator. Intake alcohol dapat meningkatkan aktivitas
saraf simpatik atau menurunkan vasodilatasi). Beberapa factor lingkungan
lainnya yang dapat mempengaruhi tekanan darah termasuk obesitas,
kurangnya aktivitas fisik, lingkungan janin (malnutrisi maternal, janin terpapar
glukokortikoid), kenaikan bobot badan setelah lahir, lahir premature dan bobot
lahir rendah kekurangan kalium dan magnesium, defisiensi vitamin D, dan
toksin lingkungan.

5. Manifestasi klinik hipertensi


a. Tidak ada gejala nyata dengan kenaikan tekanan darah atau disebut sebagai silent
killer disease
b. Gejala muncul ketika ada progresivitas penyakit

6. Tujuan terapi
Tujuan terapi hipertensi adalah untuk menurunkan resiko penyakit kardiovaskular dan
kerusakan organ target seperti infark jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal.
Mortalitas dan morbiditas dapat diturunkan jika terapi yang diberikan mencapai target
tekanan darah spesifik (lihat algoritma).
Tujuan terapi hipertensi adalah mengelola tekanan darah dan mengendalikan factor
resiko lainnya termasuk dyslipidemia, diabetes atau intoleransi glukosa, obesitas, dan
merokok. Target tekanan darah yang harus dicapai < 140/90 mm Hg. Namun untuk
pasien hipertensi yang disertai dengan diabetes, gagal ginjal kronik, dan penyakit
arteri coroner target tekanan darah yang harus dicapat adalah < 130/80 mmHg
terutama jika telah terjadi albuminuria pada pasien gagal ginjal kronik.
Pentingnya memberikan informasi kepada pasien bahwa terapi hipertensi dilakukan
seumur hidup secara teratur, tidak boleh menghentikan terapi obat atau perubahan
gaya hidup tanpa konsultasi dengan tenaga kesehatan.

7. Terapi hipertensi
a. Algoritma terapi JNC 8
JNC 8 merekomendasikan bahwa pasien dengan tekanan darah > 140/90 mmHg
usia < 60 tahun, atau tekanan darah > 150/90 mmHg pada usia > 60 tahun, atau
tekanan darah > 140/90 mmH pada pasien resiko tinggi (penyakit penyerta
diabetes, gagal ginjal) mulai mendapatkan terapi non farmakologi dengan cara
perbaikan gaya hidup (menurunkan bobot badan, mengurangi asupan garam dan
alcohol, menghentikan merokok). Jika terapi tunggal non Farmakologi tidak
mencapai target tekanan darah yang diharapkan, maka ditambahkan terapi obat.
 Hipertensi tahap 1 (tekanan darah > 140/90 mmHg): pasien usia < 60 tahun
direkomendasikan obat golongan ARB atau ACE-I jika diperlukan tambahkan
CCB atau thiazide untuk mencapai target tekanan darah < 140/90 mmHg.
Pasien usia > 60 tahun direkomendasikan terapi obat golongan CCB atau
thiazide jika diperlukan tambahkan ACEI atau ARB untuk mencapai target
tekanan darah < 150/90 mmHg.
 Hipertensi tahap 2 (tekanan darah > 160/100 mmHg): semua pasien diberikan
kombinasi 2 obat golongan CCB atau thiazide plus ACEI atau ARB.
 Kasus khusus:
1. Hipertensi dengan diabetes: obat pilihan golongan ACEI atau ARB jika
diperlukan tambahkan CCB atau thiazide untuk mencapai target terapi
140/90 mmHg.
2. Hipertensi dengan gagal ginjal kronik: obat pilihan golongan ARB atau
ACEI (ACEI terbukti memiliki efek protektif terhadap ginjal) jika
diperlukan tambahkan CCB atau thiazide untuk mencapai target terapi
140/90 mmHg.
3. Hipertensi dengan riwayat stroke: obat pilihan golongan ACEI atau ARB
jika diperlukan tambahkan CCB atau thiazide untuk mencapai target terapi
140/90 mmHg.
4. Hipertensi dengan gagal jantung: obat pilihan golongan ARB atau ACEI
plus beta blocker, diuretic, spironolakton tanpa mempertimbangkan
tekanan darah. Golongan CCB dapat ditambahkan jika diperlukan untuk
mengontrol tekanan darah. (Bell et al., 2015)
b. Golongan obat farmakologi untuk hipertensi
JNC 8 merekomendasikan 4 golongan obat sebagai terapi pilihan pertama yaitu
diuretic, angiontensin converting enzyme inhibitor (ACE-I), angiotensin reseptor
blocker (ARB) dan calcium channel blocker (CCB).

 Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor


ACE inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II,
dimana angiotensin II adalah vasokonstriktor yang juga merangsang sekresi
aldosteron. ACE inhibitor juga memblok degradasi bradikinin dan
merangsang sintesis zat-zat yang menyebabkan vasodilatasi

Nama obat : Kaptopril


Komposisi : kaptopril
Dosis / posology : Dosis lazim dewasa untuk hipertensi
Dosis awal : 25 mg 2 – 3 x sehari satu jam sebelum makan
secara oral

Dosis pemeliharaan : Dapat ditingkatkan setiap 1 – 2 minggu


hingga 50 mg 3 x sehari secara oral.

Dosis maksimum : 450 mg / hari

Dosis lazim dewasa untuk gagal jantung kongestif


Dosis awal : 25 mg 3 x sehari secara oral
Pemeliharaan : 50 mg 3 x sehari selama setidaknya 2 minggu.

Dosis maksimum : 450 mg / hari

Dosis lazim dewasa untuk disfungsi ventrikel kiri


Dosis awal : 6.25 mg 1 x sehari paling lambat 3 hari pasca
terjadinya infark miokardial, selanjutnya 12.5 mg 3 x sehari;
meningkat menjadi 25 mg 3 x sehari selama beberapa hari ke
depan, kemudian ditingkatkan sampai dosis yang ditargetkan.

Target dosis pemeliharaan : 50 mg 3 x sehari secara oral

Dosis lazim dewasa untuk diabetes nefropati


25 mg 3 x sehari secara oral
Kontraindikasi : Hipersensitif, riwayat angioderma
Efek samping ( khas ) : Proteinuria, batuk
Interaksi obat : Penggunaan bersamaan NSAID (asam mefenamat, natrium
diclofenac, aspirin, ibuprofen) dengan obat-obat ACE inhibitor.
NSAID dapat menurunkan efek antihipertensi ACE inhibitor
Kategori wanita hamil : C, D pada trimester 2 dan 3
Bentuk Sediaan : Tablet

 Angiotensin II Receptor Blocker (ARB)

ARB bekerja dengan cara memblok aktivitas kimia alami yang disebabkan
angiotensin II. Angiotensin II adalah vasokonstriktor kuat (menyebabkan
pembuluh darah kontriksi (menyempit). Penyempitan ini bisa menyebabkan
tekanan darah tinggi dan sedikit aliran darah yang melalui ginjal.

Nama obat : Diovan


Komposisi : Valsartan
Dosis / posology : Untuk hipertensi : 80 mg 1 kali/hari dapat ditingkatkan sampai
160 mg/hari atau dapat ditambah diuretik jika TD belum dapat
terkontrol. Untuk gagal jantung : awal 40 mg 2 kali/hari.
Maksimal : 320 mg/hari dalam dosis terbagi. Untuk pasca infark
miokard : awal 20 mg 2 kali/hari.
Kontraindikasi : Hamil, laktasi, kerusakan hati yang berat, sirosis
Efek samping ( khas ) : Sakit kepala, diare, infeksi saluran panas
Interaksi obat : Suplemen K, diuretik hemat K
Kategori wanita hamil : D
Bentuk Sediaan : Tablet 160mg, 40mg, 80mg

 Calcium channel blocker


Relaksasi otot jantung dengan memblokir saluran kalsium, sehingga
mengurangi masuknya kalsium ekstraseluler ke dalam sel.

Nama obat : Norvask


Komposisi : Amlodipine
Dosis / posology : 5 mg/hari. Maksimal : 10 mg/hari.
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap dihidropiridin. Stenosis aorta, angina
tidak stabil (kecuali angina Prinzmetal)
Efek samping ( khas ) : Sakit kepala, rasa panas dan kemerahan pada wajah, pusing,
edema
Interaksi obat :
Kategori wanita hamil : D
Bentuk Sediaan : Tablet 5mg, 10mg

 Diuretic loop
Penghambatan kompetitif terhadap aldosteron. Bekerja di tubulus renalis rektus
untuk menghambat reabsorpsi Na+, sekresi K+ dan sekresi H+

Nama obat : Lasix


Komposisi : Furosemide
Dosis / posology : Untuk hipertensi : 12.5-50 mg/hari, dapat ditingkatkan samapai
50 mg/hari. Untuk gagal jantung kronik klas 2/3 : awal 25-50
mg/hari. Kasus berat dapat ditingkatkan sampai 100-200
mg/hari. Pemeliharaan : 25-50 mg tiap hari atau 2 hari sekali.
Untuk edema : maksimal 50 mg/hari. Untuk anak : awal 0.5-1
mg/kg berat badan/48 jam. Maksimal : 1.7 mg/kg berat
badan/48 jam.
Kontraindikasi : Anuria , Hipokalemia, hiperkalsemia, hiperurisemia.
Efek samping ( khas ) : hipokalemia, hiperurisemia, peningkatan kadar lemak darah.
Interaksi obat : AINS dapat memperlemah efek diuretik
Kategori wanita hamil : B
Bentuk Sediaan : Tablet 20, 40, 80 mg

 Beta blocker
Memperlambat kerja jantung melalui pengurangan kontraksi otot-otot jantung dan
menurunkan tekanan darah.

Nama obat : Beta-One


Komposisi : Bisoprolol Fumarate (Kardioselektif terhadap beta1 pada dosis
rendah < 20 mg)
Dosis / posology : 5-10 mg/hari. Untuk pasien dengan penyakit ginjal, hepar dan
paru : 2.5 mg/hari.
Kontraindikasi : Gagal jantung, sinus bradikardia, syok kardiogenik
Efek samping ( khas ) : Kram perut, diare
Interaksi obat : penyekat β lain, reserpin, guanetidin, klonidin, rifampulisin,
penghambat pompa Ca seperti verapamil & diltiasem
Kategori wanita hamil : C
Bentuk Sediaan : Tablet 2,5mg, 5 mg

Nama obat : Farmadral


Komposisi : Propranolol (non kardioselektif)
Dosis / posology : Dws & anak >12 thn Angina pektoris 20 mg 3-4 x/hari,
ditingkatkan bertahap s/d 40 mg 3-4 x/hari. Maks 200-280
mg/hari jika perlu. Aritmia jantung 10-30 mg 3-4 x/hari.
Hipertensi 20 mg 3 x/hari. Ditingkatkan stlh 3 hari mjd 40 mg 3-
4 x/hari. Migren (profilaksis) Dws 40 mg 2-3 x/hari.
Kardiomiopati obstruktif hipertrofi 10-20 mg 3-4 x/hari. Anak <
12 thn ½ dosis dws.
Kontraindikasi : Blok AV derajat 2 & 3, syok kardiogenik. Riwayat
bronkospasme & asidosis metabolik.
Efek samping ( khas ) : Gangguan GI, kelemahan otot, lelah.
Interaksi obat :
Kategori wanita hamil : C
Bentuk Sediaan : Tablet

c. Terapi Non Farmakologi


 Makanan rendah garam sebagai bagian pola makan sehat
 Mengurangi/ menghindari konsumsi alkohol
 Meningkatkan aktivitas fisik
 Berhenti merokok
 Lebih banyak makan buah, sayur-sayuran, produk susu rendah lemak, dan
kaya akan kalium, kalsium dan magnesium (peran ion kalsium, kalium, dan
magnesium terhadap perbaikan hipertensi)
 Asupan kalium telah diketahui menurunkan tekanan darah baik pada pasien
hipertensi maupun non hipertensi. Kalium menurunkan tekanan darah secara
signifikan menurunkan kejadian stroke, penyakit jantung coroner, infark
miokard, dan kejadian kardiovaskular lainnya. Meningkatkan konsumsi kalium
4,7 gram perhari dapat menurunkan kejadian kardiovaskular di masa yang
akan datang. (Houston, 2011)
 Asupan magnesium dosis 368 mg/hari selama 3 bulan dapat menurunkan
tekanan darah sistolik dan diastolic sebanyak 2 point. (Zhang et al., 2016)

8. Monitoring dan evaluasi terapi hipertensi


a. Monitoring pengobatan:
 Tekanan darah, harus dievaluasi 2 sampai 4 minggu setelah dimulai terapi
 Kerusakan organ target : Jantung, ginjal, mata, otak
 Interaksi obat dan efek samping obat
 Kepatuhan pasien
b. Evaluasi terapi:
 Menilai gaya hidup dan identifikasi factor-faktor resiko kardiovaskular atau
penyakit penyerta yang mungkin dapat mempengaruhi prognosis sehingga
dapat memberi petunjuk dalam pengobatan
 Mencari penyebab tekanan darah naik
 Menentukan ada tidaknya kerusakan organ target dan penyakit
kardiovaskular

9. Daftar pustaka
Bell, K. et al. (2015) ‘Hypertension: The silent killer: updated JNC-8 guideline
recommendations’, Alabama Pharmacy Association, pp. 1–8.
Houston, M. C. (2011) ‘The importance of potassium in managing hypertension’, Current
hypertension reports. Springer, 13(4), pp. 309–317.
Wells, B. G. et al. (2014) Pharmacotherapy Handbook, 9/E. McGraw Hill Professional.
Zhang, X. et al. (2016) ‘Effects of magnesium supplementation on blood pressure: a meta-
analysis of randomized double-blind placebo-controlled trials’, Hypertension. Am Heart
Assoc, p. HYPERTENSIONAHA-116.

10. Soal ujian CBT


Pilih salah satu jawaban yang tepat!
1. Seorang pasien laki-laki usia 45 tahun datang ke apotek dengan keluhan flu, hidung
tersumbat, bersin-bersin, dan agak demam. Pasien tersebut meminta obat flu kepada
apoteker. Apoteker bermaksud memberikan obat yang mengandung pseudoefedrin.
Riwayat apakah yang penting ditanyakan apoteker kepada pasien tersebut ?
A.tukak lambung
B. hipertensi
C. hiperurikemia
D. hiperlipidemia
E. asma
2. Seorang pasien laki-laki 60 tahun dengan riwayat diabetes, diagnosis hipertensi.
Pasien tersebut mendapat obat HCT (hidroklorotiazid). Bagaimanakah mekanisme
kerja obat tersebut?
a. Menghambat enzim ACE
b. Menghambat reseptor angiotensin
c. Menghambat absorpsi Natrium dan klorida
d. Menghambat reseptor beta 1
e. Vasodilator langsung
3. Seorang pasien laki-laki usia 35 tahun, TD 160/90 didiagnosis dokter hipertensi. Pasien
mendapatkan resep captopril 12,5mg 3 kali 1 tablet sehari. Apakah informasi yang penting
disampaikan oleh apoteker berkaitan dengan efek samping obat pada kasus diatas ?
a. Diare
b. Mual
c. Muntah
d. Batuk kering
e. Sakit kepala
4. Seorang pasien laki-laki usia 35 tahun, TD 160/90 mmHg didiagnosis dokter hipertensi.
Pasien mendapatkan resep captopril 12,5mg 3 kali 1 tablet sehari. Berapakah target tekanan
darah yang harus dicapai pada pasien tersebut menurut JNC 8 ?
a. < 110/90 mmHg
b. < 120/90 mmHg
c. < 130/90 mmHg
d. < 140/90 mmHg
e. < 150/90 mmHg
5. Seorang pasien laki-laki usia 35 tahun, TD 160/90 mmHg didiagnosis dokter hipertensi.
Pasien memiliki riwayat hiperurekimia dengan kadar 9,2 mg/dL. Manakah obat antihipertensi
yang kontraindikasi untuk kasus pasien tersebut?
a. Captopril
b. Furosemid
c. Amlodipin
d. Propanolol
e. Valsartan
6. Seorang laki-laki 50 tahun dengan riwayat hipertensi dan mendapat terapi lisinopril, namun
tekanan darah pasien saat ini 150/100 mmHg. Dua minggu lalu dirawat inap karena
mengalami serangan infark jantung. Dokter memutuskan untuk menambahkan obat kedua
untuk menurunkan tekanan darahnya dan membantu mengurangi beban jantungnya
(kontraktilitas jantung). Obat apakah yang direkomendasikan untuk pasien tersebut?
a. Bisoprolol
b. Losartan
c. HCT
d. Furosemid
e. Clonidin
7. Seorang perempuan 42 tahun memiliki riwayat diabetes 20 tahun. Pasien mengalami
hipertensi dengan tekanan darah 150/94 mmHg. Hasil pemeriksaan urinalisis
menunjukkan adanya proteinuria. Manakah obat yang tepat untuk mengatasi hipertensi
pada pasien tersebut?
a. Enalapril
b. Propranolol
c. Hydrochlorothiazide
d. Nifedipine
e. Amlodipin
8. Seorang laki-laki usia 68 tahun didiagnosa hipertensi dengan tekanan darah. Pasien
mengeluhkan kesulitan berkemih walaupun ingin berkemih dan nokturia. Dokter
menemukan adanya pembesaran prostat. Manakah obat antihipertensi yang dapat
direkomendasikan untuk mengatasi keluhan pasien tersebut?
a. Furosemide
b. Aliskiren
c. Propranolol
d. Terazosin
e. Amlodipin
9. Seorang pasien dengan riwayat rhinitis alergi, dan hipertensi datang ke apotek
meminta obat untuk mengatasi hidung tersumbat. Apoteker akan memberikan obat
untuk mengatasi keluhannya. Komponen obat apakah yang kontraindikasi untuk
pasien tersebut?
a. Difenhidramin
b. Pseudoefedrin
c. Dekstrometorfan
d. Budesonide
e. Ambroksol
10. Seorang perempuan 50 tahun dengan riwayat asma yang terkontrol. Datang ke klinik
dengan keluhan pusing sejak 3 hari lalu, namun keluhan tidak berkurang dengan
parasetamol 500 mg. Hasil pemeriksaan diketahui tekanan darah pasien 150/90
mmHg. Pasien didiagnosis hipertensi. Dokter akan meresepkan obat antihipertensi.
Obat apakah yang kontraindikasi untuk pasien tersebut?
a. Captopril
b. Amlodipin
c. HCT
d. Losartan
e. Propanolol
REGULASI TERKAIT PELAYANAN FARMASI YANG WAJIB DIKETAHUI

1. Peraturan dasar:
a. UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
b. PP No 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian
 Sebagai Landasan Pelayanan Kefarmasian yang Bermutu dan memperkuat otoritas
dan kewenangan praktek kefarmasian oleh Apoteker
2. Peraturan tentang Obat
a. Peraturan ttg obat, obat jadi, obat paten, obat standar, obat asli, obat baru
i. SP Menkes RI No. 193/keb/BVII/71
b. Penggolongan Obat menurut UU:
i. Permenkes Nomor 917/ MENKES/PER/X/1993
ii. Permenkes RI No. 949/Menkes/Per/VI/2000
c. Obat Keras
i. UU obat Keras Nomor. St.1937 No.541
d. Penggolongan Obat DOWA:
i. No. 1 Keputusan Menkes nomor : 347/MenKes/SK/VII/1990
ii. No. 2 Kepmenkes no 924 tahun 1993
iii. Kepmenkes no 925 tahun 1993 tentang perubahan gol. OWA No.1, memuat
perubahan gol. obat terhadap daftar OWA No. 1, beberapa obat yang semula
OWA berubah menjadi OBT atau OB
iv. No. 3 Kepmenkes no 1176 tahun 1999
e. Narkotika:
i. UU No. 35/2009 ttg Narkotika
ii. PMK No 7/2018 ttg Perubahan Gol. Narkotika (yang terbaru PMK No. 5/2020)
1. Obat baru Narkotika gol. 1:
a. Sebelumnya Psikotropika: Ekstasi (MDMA), Lisergida (LSD),
Psilosibina, Amfetamin, Deksamfetamin, Metamfetamin
b. Sebelumnya OK: Karisoprodol
iii. Permenkes No. 3 tahun 2015 ttg Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan
Pelaporan Narkotika
f. Psikotropika
i. UU No 5 tahun 1997 ttg Psikotropika
ii. PMK No. 3/2017 ttg Perubahan Gol. Psikotropika
g. Prekursor
i. PP No 44 Tahun 2010 tentang Prekursor
ii. Per Ka BPOM Nomor 40 Tahun 2013 Tentang Pedoman Pengelolaan Prekursor
Farmasi Dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi
 terbaru Perka BPOM no. 4 thn 2018 ttg Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan
Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi Di Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian:
obat narkotika dan psikotropika harus menggunakan resep baru, tercantum di
poin 4.4, 4.5, 4.22 untuk obat NPP dan 4.19, 4.20 untuk Narkotika saja
h. OOT
i. Peraturan BPOM No. 10 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengelolaan OOT
3. Peraturan tentang Sarana Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian
a. Rumah Sakit
i. UU no. 44 thn 2009 ttg RS,
ii. Permenkes no. 72 thn 2016 ttg Standar Layanan Farmasi di RS
iii. Pedoman Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di RS tahun 2019
b. Apotek
i. Permenkes no. 9 thn 2017 tth Apotek,
ii. Permenkes no. 73 thn 2016 ttg Standar Layanan Farmasi di Apotek
iii. Pedoman Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek tahun 2019
c. Puskesmas
i. Permenkes no. 43 thn 2019 ttg Puskesmas,
ii. Permenkes no 74 thn 2016 ttg Standar Layanan Farmasi di Puskesmas
iii. Pedoman Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas tahun 2019
d. Klinik
i. Permenkes no. 9 thn 2014 ttg Klinik
4. Peraturan tentang Tenaga Kefarmasian
a. UU No. 36 /2014 ttg Tenaga Kesehatan
i. Pasal 44 (1) : Setiap tenaga kesehatan yg menjalankan praktik wajib memiliki
STR
ii. Pasal 46 : Setiap tenaga kesehatan yg menjalankan praktik di bidang pelayanan
kesehatan wajib memiliki izin, dalam bentuk SIP yang diberikan oeh Pemerintah
Kab/kota
b. PP No. 51/2009 Pekerjaan Kefarmasian
i. Pasal 52 ayat (2): Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek,
Puskesmas, atau instalasi farmasi rumah sakit harus menggunakan Surat Izin
Praktik berupa SIPA dan SIK untuk yang Apoteker di fasilitas kefarmasian diluar
Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit
c. Permenkes No. 889/MENKES/PER/V/2011 Tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Praktik,
dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
i. Pasal 1: Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian
wajib memiliki surat tanda registrasi., berupa STRA bagi Apoteker dan STRTTK
bagi tenaga teknis kefarmmasian
d. Permenkes No.31 thn 2016 ttg Perubahan PMK No.889 thn 2011 ttg Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin KerjaTenaga Kefarmasian.
i. Pasal 17 : Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja,
yaitu SIP Apoteker dan SIP Tenaga Teknis Kefarmasian. Penerapan  Integrasi
STRA Online dengan Penerbitan SIPA
5. Sistem Kesehatan Nasional:
a. Perpres No. 72/ 2012 ttg Sistem Kesehatan Nasional
b. PMK 28 tahun 2014 ttg Pedoman pelaksanaan program JKN, Kebijakan Pengelolaan dan
Pelayanan Obat
c. PMK 59 Tahun 2014 ttg standar tariff JKN dan program rujuk balik
d. Formularium Nasional: SK Menkes No. 328/Menkes/SK/IX/2013 tanggal 19 September
2013

e. Kewajiban Menuliskan Obat generic:


i. PP 51 thn 2009 pasal 24 b
ii. Surat keputusan nomor 085/Menkes/SK/I/89 tentang kewajiban menulis resep
dan/ atau menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah.
iii. Peraturan Menteri Kesehatan no 02.02/Menkes/068/I/2010: semua fasilitas
kesehatan pemerintah wajib menuliskan resep dan atau menggunakan obat
generik.
6. Lainnya:
a. Daftar Obat Keadaan Darurat pada Praktik Mandiri Dokter: Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/263/2018
b. Penyelenggaraan Imunisasi: Permenkes No. 12/2017
c. Peraturan tentang Obat Tradisional, Kosmetik, dan Alat Kesehatan (CARI SENDIRI)
d. Peraturan mengenai Industri Farmasi, Registrasi Obat dan Distribusi Obat/PBF (CARI
SENDIRI)
e. TERBARU!! PP RI NOMOR 47 TAHUN 2O2I TENTANG PENYELENGGARAAN BIDANG
PERUMAHSAKITAN, pasal 6 (2) dan pasal 9 --> Apoteker di RS diakui sebagai tenaga
farmasi sebagai hasil dari Usulan Perubahan Permenkes No.3 Tahun 2020 tentang
Klasifikasi dan Perizinan RS yang menggantikan PMK no. 30 thn 2019. Perbedaannya,
pelayanan farmasi pada PMK tahun 2019 masuk kategori pelayanan penunjang medik
sedangkan PMK 2020 masuk kategori pelayanan nonmedik.
ETIK PROFESI

1. Lafal Sumpah Janji Apoteker: PP No. 20 tahun 1962,


https://ropeg.kemkes.go.id/download/pp196220.pdf
2. Sumpah TTK. https://pafi.or.id/media/upload/20200306053147_466.pdf
3. Kode Etik Apoteker Indonesia, https://tetieco.files.wordpress.com/2011/09/kode-etik-apoteker-
indonesia.pdf
4. Kode Etik Tenaga Teknis Kefarmasian: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
573/MENKES/SK/VI/2008, http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Perilaku-dan-Etika-Farmasi-Komprehensif.pdf

SUMPAH APOTEKER

1. SAYA BERSUMPAH / BERJANJI AKAN MEMBAKTIKAN HIDUP SAYA GUNA KEPENTINGAN


PERIKEMANUASIAAN TERUTAMA DALAM BIDANG KESEHATAN.
2. SAYA AKAN MERAHASIAKAN SEGALA SESUATU YANG SAYA KETAHUI KARENA PEKERJAAN SAYA DAN
KEILMUAN SAYA SEBAGAI APOTEKER.
3. SEKALIPUN DIANCAM, SAYA TIDAK AKAN MEMPERGUNAKAN PENGETAHUAN KEFARMASIAN SAYA
UNTUK SESUATU YANG BERTENTANGAN DENGAN HUKUM PERIKEMANUSIAAN.
4. SAYA AKAN MENJALANKAN TUGAS SAYA DENGAN SEBAIK – BAIKNYA SESUAI DENGAN MARTABAT DAN
TRADISI LUHUR JABATAN KEFARMASIAN.
5. DALAM MENUNAIKAN KEWAJIBAN SAYA, SAYA AKAN BERIKHTIAR DENGAN SUNGGUH – SUNGGUH
SUPAYA TIDAK TERPENGARUH OLEH PERTIMBANGAN KEAGAMAAN, KEBANGSAAN, KESUKUAN,
KEPARTAIAN, ATAU KEDUDUKAN SOSIAL.
6. SAYA IKRAR SUMPAH / JANJI INI DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH DENGAN PENUH KEINSYAFAN

KODE ETIK APOTEKER INDONESIA

MUKADIMAH

Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan
keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa
Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya
selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan
moral yaitu :

Kode Etik Apoteker Indonesia


BAB I
KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1
Sumpah/Janji
Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker.
Pasal 2
Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik
Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta
selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan
kewajibannya.
Pasal 4
Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di
bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan
diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di Bidang
Kesehatan pada umumnya dan di Bidang Farmasi pada khususnya.

BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PENDERITA

Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan
masyarakat dan menghormati hak asazi penderita dan melindungi makhluk hidup insani.

BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Setiap Apoteker harus memperlakukan Teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-
ketentuan Kode Etik.
Pasal 12
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik
sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal
rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.

BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER/FARMASIS TERHADAP SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN LAINNYA

Pasal 13
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan
hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati Sejawat Petugas Kesehatan.
Pasal 14
Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan
berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.

BAB V
PENUTUP

Pasal 15
Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia
dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja
maupun idtak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka Apoteker
tersebut wajib mengakui danmenerima sanksi dari pemerintah, Ikatan/Organisasi Profesi Farmasi yang
menanganinya yaitu ISFI dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Ditetapkan di :Denpasar
Pada tanggal:18 Juni 2005
REGULASI
KEFARMASIAN
2020
Hisfarma_Manado2018
REGULASI PELAYANAN KE
FARMASIAN
◦UU No 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan & PP No 51 Tahun 2009
Tentang Pekerjaan Kefarmasian
Sebagai Landasan Pelayanan
Kefarmasian yang Bermutu
◦Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
Contents
Please

1 FILOSOFI PENGATURAN

UU NO. 36/2009 DAN PP No.


2
51/2009

3 SISTEM KESEHATAN NASIONAL (SKN)

OPTIMALISASI PENERAPAN
REGULASI TENAGA KEFARMASIAN
4
MELALUI SISTEM INTEGRASI STRA
ONLINE-SIPA
FILOSOFI
Kesehatan
Merupakan Hak
PENGATURAN
Asasi Dan Salah
Satu Unsur
Kesejahteraan Yang Pengaturan
Harus Diwujudkan
Sesuai Dengan Cita-
Upaya dan
cita-cita Bangsa sumber daya
Indonesia di bidang
Sebagaimana
Tertuang Dalam
kefarmasian
Undang-undang
Dalam Rangka tersebar
Dasar 1945
Meningkatkan
Kesadaran, Kemauan,
dalam
dan Kemampuan berbagai
Hidup Sehat bagi peraturan
setiap orang dalam
rangka mewujudkan perundang-
derajad undangan
kesehatanyang
setinggi-tingginya,
perlu dilakukan
berbagai upaya
kesehatan yang
didukung oleh Sumber
Daya Kesehatan
REGULASI DI BIDANG
KEFARMASIAN

Undang-Undang No.36
Tahun 2009 tentang
Kesehatan
Aspek
Aspek
Sumber Daya di
Upaya
Bidang
Kesehatan
Kesehatan
Tenaga
Kefarmasian,
Pelayanan Sarana/Fasilitas
Kefarmasian Kefarmasian,
Untuk dan Komoditi
mewujukan Kefarmasian
Derajat
Kesehatan
yang
setinggi-
tingginya
bagi
TUJUAN PENGATURAN
TERSEDIANYA
SEDIAAN FARMASI, TERJAMIN
ALAT KESEHATAN KEAMANAN, MUTU
DAN PKRT DAN
(Perbekalan KHASIAT/KEMANFAAT
Kesehatan Rumah AN
Tangga)
MELINDUNGI
TERJANGKAUNYA MASYARAKAT
SEDIAAN FARMASI, TERHADAP
ALAT KESEHATAN PENGGUNAAN
DAN PKRT BAGI YANG TIDAK
MASYARAKAT MEMENUHI STANDAR
DAN PERSYARATAN
MENCEGAH
DAN MENGATASI MEMBERIKAN
AKIBAT YANG KEPASTIAN HUKUM
MUNCUL DARI KEPADA TENAGA
PENGGUNAAN KEFARMASIAN DAN
YANG SALAH DAN MASYARAKAT
PENYALAHGUNAAN
PRINSIP PENGATURAN DALAM
PERATURAN PERUNDANGAN

1. Peraturan yang lebih rendah tidak boleh


bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi
2. Materi muatan Peraturan Perundangan
berisi ketentuan yang dirumuskan dalam
pasal demi pasal. Dalam hal diperlukan
ketentuan lebih lanjut, pengaturannya akan
diamanahkan kepada peraturan yang lebih
rendah (Peraturan Pemerintah, Peraturan
Presiden dan Peraturan Menteri)
UU No. 36/2009 dan PP No.
51/2009
Pada Thn 2009 bulan Oktober, Pemerintah
menerbitkan UU No 36 Thn 2009 tentang kesehatan
dan mencabut UU No 23 Thn 1992 tentang kesehatan.
Sejalan dengan itu,
Pada bulan September 2009 Pemerintah menerbitkan
PP No 51 Thn 2009 , tentang pekerjaan kefarmasian
sebagai implementasi UU No 23 Thn 1992 tentang
kesehatan, yang tetap berlaku sebagaimana diakui
KETENTUAN PERALIHAN
dalam
Pasal 203pasal 203 UU No 36 Thn 2009:
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
UU 36/2009 Tentang
Kesehatan
Bagian Kelima Belas
Pengamanan dan Penggunaan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
Pasal 98
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman,
berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau.
(2) Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan
kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan,
mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat
dan bahan yang berkhasiat obat.
(3)Ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan,
pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi dan
alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan
farmasi yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Tujuan Pengaturan Pengamanan dan
Penggunaan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

Pasal 104 ayat (1):


diselenggarakan untuk melindungi
masyarakat dari bahaya yang
disebabkan oleh penggunaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang tidak
memenuhi persyaratan mutu dan/atau
keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan
Pasal 108
Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan , pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian obat, pelayanan obat UU No
atas resep dokter, pelayanan informasi obat 36/2009 & PP
serta pengembangan obat, bahan obat dan No 51/2009
obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga telah
kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan peraturan
meluruskan
perundang-undangan. format besar
penyelengg
Pasal 108 mengatur otoritas tenaga aaan praktik
kefarmasian profesi
Dan sebagaimana diatur dalam PP 51 Apoteker di
Tahun 2009, bahwa pekerjaan Indonesia
kefarmasian meliputi pengadaan,
produksi, distribusi dan pelayanan
kefarmasian
Penjelasan UU No. 36/2009
Pasal 108 ayat (1) Yang dimaksud dengan
“tenaga kesehatan” dalam ketentuan ini
adalah tenaga kefarmasian sesuai dengan
keahlian dan kewenangannya. Dalam hal
tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga
kesehatan tertentu dapat melakukan praktik
kefarmasian secara terbatas, misalnya antara
lain dokter dan/atau dokter gigi, bidan, dan
perawat, yang dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
JUDISIAL REVIEW PASAL 108
◦ Pasal 108 pernah di judisial review yang diajukan oleh
Misran (perawat), Kepala Puskesmas Pembantu Kuala
Samboja, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, yang
dinilai tak memberikan keadilan bagi perawat di daerah
terpencil.
Misran pernah divonis 3 bulan penjara karena dalam
Puskesmas Bantuan yang ia pimpin terdapat sejumlah
obat daftar G. Kenyataan di lapangan, seluruh
Puskesmas Bantuan di wilayah Kutai Kartanegara tidak
memiliki tenaga dokter. Selain itu, jarak dari Puskesmas
Bantuan ke Puskesmas Induk di wilayah tersebut juga
sangat jauh, sekitar 15 kilometer.
AMAR KEPUTUSAN MK TERHADAP JUDISIAL REVIEW
PASAL 108

Pemahaman Pasal:
•Keputusan MK ini memperkuat pasal 108 dari UU 36/09 bahwa
Praktik
Kefarmasian diakui dan
• Dilaksanakan oleh Tenaga Kefarmasian
• Dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa,
dokter, dokter gigi dan perawat dapat melakukan secara terbatas
•Hanya tenaga kefarmasian sebagai tenaga kesehatan yang memiliki
kekuatan
hukum mengikat dalam menjalankan praktik kefarmasian dan
•Tenaga kesehatan dokter, dokter gigi, perawat secara terbatas
yang melakukan
tugasnya dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan
IMPLIKASI UU 36/2009 DAN PP 51/2009
TERHADAP TATA CARA DAN PROSES
PRAKTIK APOTEKER INDONESIA
•UU No. 36/2009 tentang Kesehatan dan PP 51/2009
memberikan kewenangan kepada apoteker sebagai
satu-satunya tenaga kesehatan yang dapat
menyelenggarakan praktik kefarmasian/ praktik profesi
• Norma “pekerjaan kefarmasian” dalam PP 51/09
berubah menjadi “praktik kefarmasian/ praktik profesi”,
yang memberikan pengakuan legal terhadap praktik
apoteker sebagai praktik “mandiri”.
• Apoteker merupakan “subjek hukum yang mengikat”
dalam berbagai praktik kefarmasian, sehingga dalam
praktik apoteker dapat membuat keputusan
profesional yang dapat dipercaya berdasarkan ilmu
kefarmasian, standar profesi dan etik apoteker.
Regulasi Terkait Tenaga
Kefarmasian
• Pasal 44 (1) : Setiap tenaga kesehatan yg
menjalankan praktik wajib
UU No. 36 /2014
• memiliki STR
Tenaga Kesehatan • Pasal 46 : Setiap tenaga kesehatan yg menjalankan
praktik di bidang
• pelayanan kesehatan wajib memiliki izin, dalam
bentuk SIP yang
• Pasal 52 ayat
• diberikan oeh(2)
Pemerintah Kab/kota
PP No. 51/2009 • Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di
Pekerjaan Kefarmasian Apotek, Puskesmas, atau instalasi farmasi rumah sakit
harus menggunakan Surat Izin Praktik berupa SIPA
dan SIK untuk yang Apoteker di fasilitas kefarmasian
diluar Apotek dan instalasi farmasi rumah sakit
• Pasal 1
Permenkes No. • Setiap tenaga kefarmasian yang menjalankan
889/Menkes/Per/V/2011 pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat
tanda registrasi., berupa STRA bagi Apoteker
dan STRTTK bagi tenaga teknis kefarmmasian

• Pasal 17 : Setiap tenaga kefarmasian yang akan


Permenkes No. 31 Tahun menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib
2016 memiliki surat izin sesuai tempat tenaga
kefarmasian bekerja, yaitu SIP Apoteker dan SIP
Tenaga Teknis Kefarmasian
Permenkes No. 31
Tahun 2016
Tentang Perubahan Atas Peraturan SIP
Menteri Kesehatan Nomor A SIP
889/Menkes/Per/V/2011 tentang dan A
registrasi, Izin Praktik, Dan SIK
Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, A
pada pasal 1, 17, 18 dan 19
◦ Pasal 18
 SIPA bagi Apoteker di fasilitas kefarmasian
hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas
kefarmasian yaitu pada fasilitas produksi dan
distribusi/penyaluran
 SIPA bagi Apoteker di fasilitas pelayanan
kefarmasian dapat diberikan untuk paling
banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan
kefarmasian.
 Apoteker yang telah memiliki Surat Izin Apotek,
maka Apoteker yang bersangkutan hanya
dapat memiliki 2 (dua) SIPA pada fasilitas
pelayanan kefarmasian lain.
OPTIMALISASI PENERAPAN REGULASI TENAGA
KEFARMASIAN MELALUI SISTEM INTEGRASI
STRA
LatarONLINE-SIPA
belakang :
Adanya permasalahan terkait tenaga
kefarmasian
1.Tingkat kehadiran Apoteker di Apotek kurang
Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat kehadiran
Apoteker di Apotek masih kurang, persentase Apoteker di
apotek bekerja paruh waktu (kurang dari 40 jam per minggu)
rerata kehadiran di Apotek 2 kali perminggu
2.Apoter jarang memiliki apoteker pendamping
3.Pelayanan kefarmasian belum dilakukan Apoteker sesuai
standar, seperti pelayanan informasi obat hanya 6,2%
masyarakat yang menerima informasi obat dari Apoteker di
Apotek.
4.Ditemukan kasus penipuan SIPA, dengan mengganti photo
Apoteker pada Dokumen STRA
1,2,3 : hasil penelitian Profesor Riset Dr.Drs.Sudibyo Soepardi,
Apt.M.Kes yang disampaikan saat pengukuhan beliau sebagai
Profesor Riset Badan Litbang Kesehatan tanggal 7 November 2017
Data Jumlah STRA per Tahun yang
diterbitkan KFN
( 2015 – 2018) 2015 • Jumlah STRA 5.537
• Jumlah Re Registrasi
STRA 2.567
• Total STRA 8.104

• Jumlah STRA
6.136

2016 • Jumlah Re
Registrasi STRA
16.097
• Total STRA 22.233

• Jumlah STRA
6.525
2017 • Jumlah Re
Registrasi STRA
7.276
• Total STRA 13.801

Jumlah STRA 2.790


Jumlah Re Registrasi
2018 STRA 2.762
Total STRA 5.552
*DATA STRA Online per 30
Converting your businessJuni 2018to
from Good
Great.
POLA PIKIR
DAMPAK KONDISI YANG
KONDISI SAAT
DIHARAPKAN
INI Kehadiran
1.Tingkat 1. Pelayanan
Apoteker di Apotek kefarmasian 1. Meningkatnya
kurang dilakukan kehadiran apoteker di
2. Pelaksaan pelayanan apoteker tidak fasyanfar sehingga
kefarmasian belum sesuai standar meningkatkan
sesuai standar dan berdampak
profesionalisme
3.Ditemukan kasus thd mutu
pemalsuan SIPA di pelayanan Apoteker
beberapa wilayah kesehatan 2. Pelayanan kefarmasian
dengan modus 2. Masyarakat oleh apoteker sesuai
mengganti photo tidak standar
aoteker pada mendapatkan 3. Adanya sistem
dokumen Ijazah dan sediaan farmasi terintegrasi yang dapat
STRA yang memenuhi monitoring penerbitan
4.Belum ada Sistem untuk
persyaratan
SIPA dan
monitoring monitoring
keamanan, mutu
penerapan dan menyediakan database
penerapan
penerbitan SIPA di khasiat/manfaat praktik /pekerjaan
regulasi tenaga
Kab/kota sehingga tidak kefarmasian di seluruh
kefarmasian
5.Belum ada sistem terwujud patient Indonesia yang dapat
(Integrasi STRA- 22
terintegrasi safety diakses cepat dan
PP No. PELAYANAN KEFARMASIAN
51/2009 SESUAI STANDAR
tentang (Permenkes 72/2016, 73/2016,
74/2016)
Pekerjaan
Kefarmasia
PENGELOLAAN PELAYANAN
n FARMASI
SEDIAAN
1. Pemilihan
2. FARMASI
Perencan KLINIK Meningkat
aan
1. Pengkajian kan patient
3. Pengada Resep outcome
an 2. Penelusuran
riwayat
4. Penerima penggunaan
obat
an 3. Rekonsiliasi
5. Penyimpa obat
4. PIO
nan 5. Konseling
6. Visite Menekan
6. Pendistrib 7. Pemantauan biaya
usian Terapi Obat
kesehatan
8. MESO
7. Pemusna 9. Dispensing
han Sediaan Steril Meningkatk
10. Pemantauan
an
8. Pengend Kadar Obat
dalam Darah kepercaya
alian
Sumber daya Evaluasi mutu an Patient
9. administr masyarakat
kefarmasian
asi pelayanan Safety
- Sumber daya kefarmasian
manusia - Mutu
- Sarana dan manajerial
Prasarana - Mutu pelayanan
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TENAGA
KEFARMASIAN
(UU 36/2014 tentang Tenaga Kesehatan)
Pasal 80
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan
pembinaan dan pengawasan kepada Tenaga Kesehatan
dengan melibatkan konsil masing-masing Tenaga
Kesehatan dan Organisasi Profesi sesuai dengan
kewenangannya

Menteri

Kadinkes Kadinkes
Kab/Kota Provinsi
Pembinaan
dan
Pengawasan

Konsil melibatk
an Organisasi
Kefarmasian
Profesi
(KFN/KTKI)
UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALISME
APOTEKER
PELAYANAN
KEFARMASIAN SESUAI
STANDAR
INPUT PROSES OUTPUT

Sinergi Pusat dan Daerah


• Regulasi yang mengatur pelayanan
kefarmasian di Apotek
• Pembinaan dan Pengawasan dilakukan
secara sinergis antar Pemerintah Pusat,
Pemda, KTKI/KFN, Organisasi Profesi
• Penguatan Peran Apoteker Aoc melalui
program GEMA CERMAT
• Penerapan Permenkes No. 31 Tahun
2016 melalui Integrasi STRA Online
dengan Penerbitan SIPA
SISTEM INTEGRASI
STRA ONLINE – PENERBITAN
SIPA
Untuk mendapatkan TUJUA
1 informasi pada Aplikasi
STRA Online yang N
terintegrasi dengan
penerbitan SIPA
Monitoring penerbitan
2
SIPA yang terintegrasi
dengan STRA dan
Rekomendasi SIPA
Mendapatkan
database dan
3 sebaran
praktik
kefarmasian di
wilayah
SISTEM KESEHATAN NASIONAL
Ketersediaan , pemerataan, dan
keterjangkauan

. Jaminan Keamanan,
PEMBI khasiat/manfaat, dan mutu serta
AYAA UPAYA perlindungan masyarakat
N KESEHA
TAN
KESEH Penyelenggaraan pelayanan
MANAJ
ATAN SEDIAAN
EMEN kefarmasian
FARMASI,
& SKN ALKES, &
MAKANAN
INFOKES
PEMBERD
SDM . Penggunaan obat yang rasional
AYAAN
KESEHAT
MASYAR
AN
AKAT

. Kemandirian obat

TUJUAN PEMBANGUNAN KESEHATAN:


MENINGKATKAN DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT YANG
SETINGGI-TINGGINYA
Ref: Perpres No. 72/ 2012 ttg Sistem Kesehatan
Nasional
MANFAAT OBAT DALAM JKN
Pelayanan Kesehatan
bagi Peserta Jaminan
Kesehatan

KETERSEDIAAN
KETERJANGKAUAN

JAMINAN
KEAMANAN,
MUTU &
MANFAAT
POR

KENDALI MUTU & KENDALI


BIAYA
Upaya Peningkatan Ketersediaan dan
Keterjangkauan Obat dalam JKN

Regulasi obat

ForNas
Penetapan jenis
E-catalogue
berdasarkan kriteria Penetapan harga
pemilihan obat berdasarkan hasil
lelang dan negosiasi
Kendali Mutu – Kendali
Biaya

Obat aman, bermutu,


berkhasiat, Cost-
effectiveness
PENGGUNAAN
POR OBAT
RASIONAL
bertujuan
untuk
menjamin
bhw
masyarakat
memperoleh
obat yg
aman,
bermutu dan
efektif dgn
biaya yg
safety, efficacy,
terjangkau
quality,
economic
Upaya Peningkatan Ketersediaan
Obat Dalam Mendukung
Keselamatan Pasien
Kebijakan dan Program FASILITAS
Peningkatan KESEHATAN
Ketersediaan Obat dan Jaminan
Ketersediaan Obat
POR yang bermutu,
aman dan
berkhasiat

Keselamata
n Pasien
(Patient
Safety)
Daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan
harus tersedia di fasilitas pelayanan
kesehatan sebagai acuan dalam
pelaksanaan JKN
(SK Menkes No. 328/Menkes/SK/IX/2013
tanggal 19 September 2013)
Konsep Obat Esensial Dalam JKN

OBAT BEREDAR
(Safety, Efficacy,
Quality)
KONS
EP
FORNAS
OBAT
(Benefit
ESENS
Risk, Cost-
IAL
Effective)

DOE
N

I
Bukti ilmiah diperoleh dari meta analysis atau systematic
a
review terhadap uji klinik acak terkendali tersamar
ganda dengan pembanding.
I Bukti ilmiah diperoleh dari sekurang-kurangnya satu uji
b klinik acak terkendali, tersamar ganda dengan
pembanding.
MANFAAT
Menjadi acuan
penetapan penggunaan
obat dalam Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN)

Meningkatkan
penggunaan obat yang
rasional

Mengendalikan biaya dan


mutu pengobatan

Mengoptimalkan
pelayanan kepada pasien

Memudahkan
perencanaan dan
penyediaan obat

Meningkatkan efisiensi
KRITERIA
PEMILIHAN
OBAT
Memiliki khasiat dan keamanan
berdasarkan bukti ilmiah
mutakhir dan valid.

Memiliki rasio manfaat-risiko


(benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan.

Memiliki izin edar dan indikasi


yang disetujui oleh Badan
POM.

Memiliki rasio manfaat-biaya


(benefit-cost ratio) yang
tertinggi.

Dalam kriteria ini tidak


FORMULARIUM NASIONAL
Terdiri dari :
◦ Kelas Terapi : 29 SISTEMATI
◦ Sub kelas terapi : 90 KA
◦ 595 item obat/zat aktif, (dalam
1106 kekuatan/bentuk PENULISAN
sediaan), terdiri dari:
◦ 468 item obat /zat aktif
(dalam 838
kekuatan/bentuk ◦ Kelas terapi
sediaan) yang sudah ada
di dalam DOEN 2013, ◦ Nama generik obat
DPHO 2013 dan
Formularium Jamkesmas ◦ Kekuatan dan bentuk
2013 sediaan
◦ 51 obat/zat aktif (dalam ◦ Obat Rujuk Balik
55 kekuatan/bentuk
sediaan) diluar DOEN ◦ Restriksi peresepan
2013, DPHO 2013 dan (Indikasi/Kontraindikasi/
Formularium Jamkesmas Perhatian Khusus)
2013, ◦ Fasilitas Kesehatan (TK 1,
◦ 30 kekuatan dan bentuk TK 2, TK 3)
sediaan baru (dari 30 item
obat/zat aktif yang sudah
ada didalam DOEN 2013,
DPHO 2013 dan
Formularium Jamkesmas
2013)
KEBIJAKAN PENERAPAN
FORNAS
1. Fornas menjadi acuan dalam
pelaksanaan JKN.

2. Obat yang ada dalam Fornas harus


tersedia di faskes.

3. Apabila obat yang dibutuhkan tidak


tercantum dalam Fornas dapat
digunakan obat lain secara terbatas
berdasarkan rekomendasi Komite
Farmasi dan Terapi dan disetujui oleh
Komite Medik atau Kepala/Direktur
Rumah Sakit.

4. Penambahan dan atau pengurangan 38


Upaya
Pengembangan
Formularium
Nasional
ADENDUM FORNAS
• Adendum Fornas dilakukan untuk
mengakomodir dinamika yang terjadi
dalam perkembangan ilmu
pengetahuan serta kebutuhan pasien

• Adendum dilaksanakan setelah


mendapat masukan dari stake holders
dan dibahas oleh Tim Komnas Fornas
• Adendum, contoh : perubahan restriksi
obat, penggunaan obat yang
memerlukan keahlian khusus,
penambahan bentuk sediaan obat dan
perubahan kriteria obat rujuk balik dari 2
• penyakit
Adendummenjadi 9 penyakit. melalui KMK
Fornas ditetapkan
no 159/Menkes/SK/V/2014 tentang
PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI
KESEHATAN NOMOR
328/MENKES/SK/IX/2013 TENTANG
FORMULARIUM NASIONAL
PMK 28 (PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM
JKN) DAN
59 TAHUN 2014 (STANDAR TARIFF JKN)
Sebaran Kebutuhan Obat Berdasarkan
Tingkat dan Model Pelayanan Obat

FKR IFRS, Apotek


595/11 Tersier TL Jejaring
06 TIPE A dan B Obat termasuk
Pendidikan komponen INA
CBG’s
Sekunde
503/94
8 r Instalasi Farmasi,
RS Tipe D, Apotek Jejaring
C dan Non
Pendidikan Obat Termasuk
FKT
Primer P
dalam komponen
kapitasi
Puskesmas, Apotek PPK BPJS
552/9
82 Praktek Obat Program
Dokter Rujuk Balik dapat
ditagihkan diluar
Umum/Gigi, kapitasi*
Klinik
* Catatan : Untuk obat program nasional disediakan oleh
Kementerian kesehatan RI
PMK NO 59/2014
PROGRAM RUJUK
BALIK Diagnosis :
Diabetes Melitus, hipertensi, jantung, asma, Penyakit
Paru Obstruktif Kronis (PPOK), epilepsi, gangguan
kesehatan jiwa kronik, stroke, dan
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
Pelayanan
Ruang Pembiayaan
Harga Obat Obat
FarmasiObat Program Rujuk Biaya
Sesuai Balik yang pelayanan
Puskesmas ditagihkan kefarmasian
dengan
atau kepada BPJS adalah faktor
obat rujuk
instalasi Kesehatan pelayanan
balik yang
farmasi mengacu pada
kefarmasian
tercantum harga dasar obat
klinik dikali Harga
dalam sesuai E-
pratama Dasar Obat
Formularium Catalogue
atau sesuai E-
Nasional ditambah biaya
apotek
Harga Dasar Satuan Obat pelayanan
Faktor Pelayanan Catalogue
jejaring kefarmasian
Kefarmasian
< Rp. 50.000,- 0,28
Rp.50.000,- sampai dengan Rp.250.000,- 0,26
Rp.250.000,- sampai dengan Rp.500.000,- 0,21
Rp.500.000,- sampai dengan 0,16
Rp.1.000.000,-
Rp.1.000.000,- sampai dengan 0,11
OBAT PROGRAM
PEMERINTAH
Pelayanan rumatan metadon
• Obat untuk pelayanan rumatan metadon merupakan
obat program pemerintah yang ditanggung oleh
pemerintah dan/atau pemerintah daerah
• Obat dapat diperoleh di FKTP tertentu yang ditunjuk
sebagai institusi penerima wajib lapor.

Penyediaan obat program, vaksin untuk


imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar
disediakan oleh Pemerintah

Penggunaan obat Program untuk penyakit


HIV dan AIDS, Tuberkulosa (TB), malaria,
kusta, penyakit lain, dan vaksin ditetapkan
oleh Menteri.
PMK NO 28 / 2014
Kebijakan Pengelolaan dan
Pelayanan Obat
NO Uraian Era JKN

•Obat RJTP/ Obat RITP


1 Ruang Lingkup
•Obat RJTL/ Obat RITL
•PKM : Apoteker di Ruang Farmasi
Dalam hal di Puskesmas belum memiliki apoteker
maka
pelayanan obat dapat dilakukan oleh tenaga
teknis
Pemberi Layanan kefarmasian dengan pembinaan apoteker dari
2
Tingkat Pertama Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota.
•Klinik : Apoteker di Instalasi Farmasi / Apotek
Jejaring
•Dokter Praktek Perorangan: Apoteker di Apotek
Jejaring
Pemberi Layanan
3 IFRS atau IFRS beserta Apotek Jejaring RS
Tingkat Lanjutan
Sistem •Faskes Primer : Komponen Kapitasi
Kebijakan Pengelolaan dan
Pelayanan Obat (2)
NO Uraian Era JKN

6 Harga Obat Harga obat ditetapkan melalui E-Catalog

•PKM : Melalui E-Purchasing yang dilakukan oleh


Dinkes Kab/Kota
•RS Pemerintah : E-Purchasing atau pengadaan
Tata Cara
7 lain sesuai mekanisme perundang-undangan
Pemesanan Obat
•Faskes Primer lainnya/RS Swasta : Surat
Pemesanan Obat mengacu E-Catalogue
dilakukan secara manual langsung ke produsen
•FKTP :
Dapat digunakan apabila sesuai dengan indikasi
medis
dan sesuai dengan standar pelayanan
kedokteran yang
biayanya sudah termasuk dalam kapitasi dan
tidak
Peresepan obat
boleh dibebankan kepada peserta.
8 diluar Daftar dan
•FKRTL:
Harga Obat
Berdasarkan persetujuan Komite Medik dan
CARA PELAYANAN
KEFARMASIAN
YANG BAIK
Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan
Langsung ke
Pasien

Identifikasi MTO

Kontribusi
Promosi
MI meningkatk
Efektifitas
an
Kesehatan
Pengobata
SI Kesehatan
n Efektifitas
Pengoabtan
Mencegah yang
Tidak
Dikehendaki
Prinsip
Farmakoekonomi
dlm penggunaan
obat
APOTEKER SEBAGAI TIM TENAGA
KESEHATAN

APOTEKER DIKENALI APOTEKER MAMPU


OLEH PASIEN KOLABORASI
SEBAGAI NAKES DENGAN NAKES
PROFESIONAL LAIN

PERLU UPAYA SINERGIS DAN


BERKESINAMBUNGAN SELURUH STAKE
HOLDER
Kolaborasi Tenaga Kesehatan
Patient
Dokter safety
QoL
Penanganan
pasien oleh tim
multidisiplin
Apoteker Pasie Bidan, mencegah kejadian
TTK n perawat medication error,
DRP dan
mendorong
penggunaan obat
Nakes yang cost
lain effectifve

APOTEKER PERLU MEMILIKI KEMAMPUAN


BERKOMUNIKASI DAN FARMAKOTERAPI
YANG BAIK
PELAYANAN
KEFARMASIAN

RUMAH SAKIT,
PUSKESMAS,KLINIK
APOTEK, TOKO OBAT

APOTEKER
TENAGA TEKNIS
KEFARMASIAN
KOMPETE
NSI
CPFB ,STANDAR
YANFAR

SOP

DOKUMENT
ASI
CPFB dan Standar Pelayanan
Kefarmasian
Cara Pelayanan Standar
Pelayanan
Kefarmasian yang Baik
Kefarmasian
Pengelolaan
Pilar Sediaan
• Pelayanan Farmasi
Langsung ke Pelayanan
Pasien Farmasi
Klinik
• Identifikasi
MTO PMK No. 72/ 2016 ttg
Standar Pelayanan
• Promosi Kefarmasian di RS
Kesehatan PMK No. 73/ 2016 ttg
• Efektifitas Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek
Pengobatan PMK No. 74/ 2016 ttg
• Mencegah Standar Pelayanan
Kefarmasian di
yang Tidak Puskesmas
Dikehendaki
FIP MENYUSUN GPP DAN MEREKOMENDASIKAN SETIAP
NEGARA• Prinsip
UNTUK MEMILIKI SISTEM MANAJEMEN MUTU
Farmakoekono
DALAM PELAYANAN
mi dlm
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit
(Permenkes No. 72 Tahun 2016)

KEBIJAKAN
PERENCANAAN, PENGELOLAAN PENGELOLAA
PELAKSANAAN 
MONEV
SEDIAAN N SISTEM
TINDAKAN THD FARMASI, ALAT SATU PINTU
HASIL MONEV KESEHATAN, &
Pengkajian &
BAHAN MEDIS pelayanan resep,
PENGENDAL HABIS PAKAI penelusuran
IAN MUTU PELAYANA riwayat
PELAYANAN N FARMASI penggunaan
obat, rekonsiliasi,
KEFARMASI KLINIK PIO, Konseling,
AN Visite, PTO, MESO,
EPO, PKOD,
SUMBER Dispensing
PENGORGANIS DAYA sediaan steril
ASIAN KEFARMASI
AN
•TUPOKSI IFRS Rawat Inap
•TFT
•TIM LAIN YG
1 :30
57
TERKAIT Rawat
Fungsi & Kewenangan
dalam Sistem Integrasi
STRA - SIPA
1. Dengan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI)
a. PP IAI : Integrasi Sertifikat Kompetensi – STRA
b. PC IAI : penerbitan rekomendasi SIPA
c. PD IAI : Monitoring SIPA, sebaran tenaga
kefarmasian dan fasilitas kefarmasian di
wilayahnya
2. Dengan Pemerintah Daerah
a. Dinkes Kab/Kota dan PTSP (Pelayanan Terpadu
Satu Pintu) Kab/Kota : Penerbitan SIPA
b. Dinkes Propinsi : Monitoring SIPA, sebaran
tenaga kefarmasian dan fasilitas kefarmasian di
wilayahnya
Penetapan Daftar Obat Keadaan
Darurat Medis
pada Praktik Mandiri Dokter
Ditetapkan melalui Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor
HK.01.07/MENKES/263/2018 tentang Daftar
•Obat Keadaan
Merupakan Darurat
daftar pada
jenis obat yangPraktik Mandiri
diperlukan
Dokter, tanggal 14 kasus
untu k penanganan Mei 2018
pasien dalam
keadaan darurat medis.
• Diperoleh berdasarkan surat permintaan obat
dari dokter ke apotek  memperhatikan
pengelolaan obat yang dapat menjamin mutu,
keamanan dan khasiat/manfaat.
• Jenis dan jumlah obat dapat disimpan sesuai
kebutuhan.
Daftar Obat Keadaan Darurat
pada Praktik Mandiri Dokter
NAMA GENERIK/ KEKUATAN NAMA GENERIK/ KEKUATAN
1. Adrenalin (epinefrin) 9. Ringer Lactat
Inj 0,1% (i.v./s.k./i.m.) - inf
2. Lidokain 10 Glukosa 40 %
- Inj 2% (infiltr/p.v.) .
3. Atropin 11 Diazepam
- Inj 0,25mg/ml (i.v/i.m/s.k) .
4. Isosorbidinitrat - inj 5 mg/mL (i.v.)
- tab 5 mg, - enema 5 mg/2,5 mL
- tab 10 mg - enema 10 mg/2,5 mL
5. Oksigen 12 Klorpromazin (inj)
6. NaCl .
- inf - inj 5 mg/mL (i.m.)
7. Deksametason 13 Difenhidramin
- Inj 5mg/mL (i.v./i.m.) .
8. Salbutamol - Inj 10 mg/mL
- cairan ih 30 mcg 14 Domperidon
- cairan ih 50 mcg .
- tab 10 mg
- sir 5 mg/5 mL
Permenkes No. 12/2017 tentang
Penyelenggaraan Imunisasi
 Berdasarkan jenis penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokan
menjadi imunisasi program dan imunisasi pilihan
 Pelayanan Imunisasi pilhan hanya dapat dilaksanakan oleh
fasyankes berupa :
a. Rumah sakit
b. Klinik, atau
c. Praktik dokter
 Pasal 38
(1) Setiap proses imunisasi pilihan harus memperhatikan keamanan,
mutu dan khasiat vaksin sesuai dengan standar yang ada
(2) Vaksin pilhan harus diperoleh dari industri farmasi atau PBF yang
memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundangan
(3) Dikecualikan dari ketentuan ayat (2), bagi praktik dokter harus
memperoleh vaksin dari apotek yang memiliki izin sesuai
ketentuan peraturan perundangan
KESIMPULAN

Dalam rangka mewujudkan


pelayanan kefarmasian yang
UU No. 36/2009 dan PP bermutu, sebagai tindak lanjut dari
No 51/2009 pelaksanaan UU No.36/2009 dan PP
memperkuat otoritas No.51/2009 telah diterbitkan
dan kewenangan berbagai Peraturan Menteri
praktek kefarmasian Kesehatan yang mengatur
oleh Apoteker pelayanan kefarmasian, tenaga
kefarmasian, fasilitas kefarmasian
dan komoditi kefarmasian.
Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang diberikan
kewenagan dalam melakukan praktek kafarmasian harus
memenuhi sesmua peraturan perundang-undangan
◦ Pustaka :
◦ - Dr, Dra. Agusdini Banun S., Apt, MARS, PIT HISFARMA 2018 di
Menado
◦ - DLL Pustaka.
TERIMA KASIH

66
Etika Profesi
2020
Outline
Etika Profesi Etik Penelitian Kesehatan
• pengertian profesi • Dasar-dasar Etik Penelitian
Kesehatan
• pengertian etika • Panduan Etik Penelitian
• Prinsip Umum Etik Penelitian
• pengertian etika profesi
• Informed Consent (Persetujuan
• etika profesi Apoteker Setelah Penjelasan/PSP)
• Implementasi Hukum dalam
• Kode Etik Apoteker Penelitian Kesehatan
Indonesia • Integritas Peneliti
• Etik pada Berbagai Jenis
Penelitian Kesehatan
• Komisi Nasional Etik Penelitian
Kesehatan (KNEPK) dan Komisi
Etik Penelitian Kesehatan (KEPK)

stnurfitria-2020
Profesi
• Pengertian Profesi adalah suatu jabatan atau juga pekerjaan yang
menuntut keahlian atau suatu keterampilan dari pelakunya.
• Biasanya sebutan dari “profesi” selalu dapat dikaitkan dengan
pekerjaan atau juga jabatan yang dipegang oleh seseorang, akan
tetapi tidak semua pekerjaan atau suatu jabatan dapat disebut
dengan profesi disebabkan karena profesi menuntut keahlian dari
para pemangkunya.
• Hal tersebut berarti bahwa suatu pekerjaan atau suatu jabatan yang
disebut dengan profesi tidak bisa dipegang oleh sembarang orang,
namun memerlukan suatu persiapan dengan melalui pendidikan
serta pelatihan yang dikembangkan khusus untuk itu.

Pekerjaan ≠
profesi.
stnurfitria-2020
Etika Profesi dan Kode Etik
Etika profesi menurut Keiser dalam
(Suhrawardi Lubis, 1994:6-7) Kode etik profesi
• suatu sikap hidup berupa • suatu sistem norma, nilai serta
aturan professsional tertulis yang
keadilan untuk dapat dengan secara tegas menyatakan
memberikan pelayanan apa yang benar serta baik, dan juga
apa yang tidak benar serta tidak
yang professional terhadap baik bagi professional.
masyarakat dengan penuh • menyatakan perbuatan apa yang
ketertiban serta keahlian benar / salah, perbuatan apa yang
harus dilakukan serta juga apa yang
ialah sebagai pelayanan harus dihindari.
dalam rangka melaksanakan • Tujuan kode etik
suatu tugas yang berupakan – Supaya memberikan jasa sebaik-
baiknya kepada pemakai atau juga
kewajiban terhadap customernya (profesional).
masyarakat. – melindungi perbuatan yang tidak
professional.

stnurfitria-2020
PENGERTIAN PROFESIONALISME
suatu komitmen dari para
anggota suatu profesi untuk
dapat meningkatkan
kemampuannya dengan secara
terus menerus atau
berkelanjutan.

“Profesionalisme” ialah sebutan


yang mengacu ke arah suatu
sikap mental didalam bentuk
komitmen dari para anggota
suatu profesi untuk dapat
senantiasa mewujudkan serta
meningkatkan kualitas
profesionalnya.
stnurfitria-2020
Etika
ETIKA MORALITAS

• Etik/etika berasal dari


kata ethos (Yunani) yang
artinya Karakter, Watak Sistem Nilai (Norma)
kesusilaan atau Adat
Istiadat atau kebiasaan.
• Etika berkaitan dengan
Bagaimana manusia harus
hidup baik

a. nilai-nilai,
b. tata cara hidup yang baik, Adat Kebiasaan
c. aturan hidup yang baik
d. dan segala kebiasaan
yang dianut dan Perilaku yang ajeg dan
berulang
diwariskan dari generasi
ke generasi
Moral merujuk kepada cara
berfikir, dan bagaimana
mereka harus bertindak

stnurfitria-2020
Perbedaan antara moral dengan etika
Etika Moral
Moral
a. Etika menyangkut perbuatan manusia a. Moral tidak terbatas pada cara melakukan
sebuah perbuatan, moral memberi norma
• 2. tentang perbuatan itu sendiri.
b. Etika menunjukkan cara yang tepat b. Moral menyangkut masalah apakah
artinya cara yang diharapkan serta sebuah perbuatan boleh dilakukan atau tidak
ditentukan dalam sebuah kalangan tertentu. boleh dilakukan.

c. Etika hanya berlaku untuk pergaulan. c. Moral selalu berlaku walaupun tidak ada
orang lain.
d. Etika bersifat relatif. Yang dianggap tidak d. Moral bersifat absolut. Perintah seperti
sopan dalam sebuah kebudayaan, dapat saja “jangan berbohong” , “jangan mencuri”
dianggap sopan dalam kebudayaan lain. merupakan prinsip moral yang tidak dapat
ditawar-tawar.

stnurfitria-2020
Etika dan Hukum
Persamaan Perbedaan
• Mempunyai tujuan sosial • Etika ditujukan kepada sikap
yang sama yakni batin manusia, dan sanksinya
dari kelompok masyarakat
menghendaki agar manusia profesi itu sendiri .
melakukan perbuatan yang • Hukum ditujukan pada sikap
baik dan benar lahir manusia, membebani
manusia dengan hak dan
kewajiban, bersifat memaksa,
sanksinya tegas dan konkret
yang dilaksanakan melalui
wewenang
penguasa/pemerintah.

stnurfitria-2020
Perbedaan Etika dan Hukum
Etika Hukum
a) Berlaku untuk lingkungan kelompok a) Berlaku untuk umum
/profesi
• 2)
b) Disusun berdasarkan kesepakatan b) Disusun oleh badan pemerintah
anggota kelompok/profesi
c) Tidak seluruhnya tertulis dengan pasal- c) Tercantum secara rinci di dalam kitab UU
pasal dengan pasal-pasal, termasuk sanksi
terhadap pelanggaran
d) Sanksi terhadap pelanggaran berupa d) Sanksi terhadap pelanggaran berupa
tuntunan dan sanksi organisasi tuntutan, baik perdata maupun pidana

e) Pelanggaran diselesaikan oleh Majelis e) Pelanggaran diselesaikan melalui


Etika (MPEAD dan MPEA) pengadilan atau sanksi administrasi

f) Penyelesaian pelanggaran seringkali tidak f) Penyelesaian pelanggaran memerlukan


diperlukan/disertai bukti fisik bukti fisik
stnurfitria-2020
Norma
• kaidah atau pedoman ETIKA
untuk melakukan sesuatu.
• Tujuan Etika dan Norma
a. Mengarahkan NORMA:
perkembangan
masyarakat menuju 1. Norma Khusus
suasana yang harmonis, 2. Norma Umum:
tertib, teratur, damai dan
sejahtera. a. Norma Sopan Santun
b. Mengajak orang bersikap b. Norma Hukum
kritis dan rasional dalam
mengambil keputusan
secara otonom Etika
Norma

stnurfitria-2020
Macam-macam Norma
1. Norma khusus adalah aturan yang berlaku dalam bidang kegiatan
tertentu atau khusus,
– ex: aturan olahraga, aturan kuliah,dll
2. Norma umum adalah aturan yang bersifat umum dan universal.
– Contoh : Norma sopan santun, Norma hukum , Norma moral.
a. Norma sopan santun : Mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah manusia.
Misal: mengatur perilaku pergaulan, bertamu, minum,makan, berpakaian,
dll.
b. Norma hukum : merupakan norma yang biasanya dimodifikasikan dalam
bentuk aturan tertulis sebagai pegangan bagi masyarakat untuk berperilaku
yang baik maupun sebagai pedoman untuk menjatuhkan hukuman bagi
pelanggarnya.
Misal: UUD 1945, PP, Tap MPR, Keppres, KUHP, dll.
c. Norma moral: Norma yang bersumber dari hati nurani (conscience), menjadi
tolak ukur yang dipakai oleh masyarakat dalam menentukan baik buruknya
tindakan manusia sebagai anggota masyarakat atau sebagai orang dengan
jabatan atau profesi tertentu.

stnurfitria-2020
PROFESI

Profesi adalah: Pekerjaan yang


Profesi  dituntut ketekunan,
dilakukan sebagai nafkah hidup
keuletan, disiplin, komitmen dan
dengan mengandalkan keahlian
irama kerja yang pasti, karena
dan keterampilan yang tinggi dan
pekerjaan ini melibatkan secara
dengan melibatkan komitmen
langsung pihak-pihak lain.
pribadi (moral) yang mendalam

stnurfitria-2020
PROFESIONAL
• Profesional adalah: Orang yang memerlukan
kepandaian khusus untuk melakukan suatu
pekerjaan
• Orang yang professional mempunyai :
1. Disiplin kerja yang tinggi yang muncul dari dalam
dirinya sendiri Tidak karena orang lain.
2. Integritas pribadi yang tinggi dan mendalam.
3. Tahu menjaga nama baiknya,
4. Komitmen moralnya,
5. Tuntutan profesi serta nilai dan cita-cita yang
diperjuangkan oleh profesinya

stnurfitria-2020
Ciri – ciri Profesi
a. Adanya keahlian dan keterampilan khusus yang diatur
dalam aturan yang disebut Dengan kode etik
b. Adanya komitmen moral yang tinggi.
c. Orang yang profesional, hidup dari profesinya
membentuk identitas dari orang tsb
d. Pengabdian kepada masyarakat
e. Ada izin khusus untuk menjalankan profesi tersebut
f. Para profesional biasanya menjadi anggota dari suatu
Organisasi Profesi mis: IDI (dokter), PGRI, dsb

stnurfitria-2020
Pekerjaan Kefarmasian
• Pekerjaan Kefarmasian membutuhkan tingkat keahlian dan
kewenenangan yang didasari oleh suatu standar kompetensi, dan
etika
• Etika profesional farmasi tidak hanya mendorong/meningkatkan
kinerja bagi tenaga farmasi, tetapi juga akan memberikan
peningkatkan kontribusi fungsional /peranan farmasi bagi
masyarakat.
• Ruang lingkup pelayanan kefarmasian meliputi Tanggung jawab,
kewenangan dan hak.
a. Bidang Apotek/Apotek Rumah Sakit
b. Bidang Toko Obat
c. Bidang Pedagang Besar Farmasi
d. Bidang Puskesmas
e. Bidang Industri
f. Bidang Instalasi Perbekalan Farmasi

stnurfitria-2020
KODE ETIK
Fungsi Kode Etik
1. Memberikan arahan bagi • Kode etik harus
suatu pekerjaan profesi disosialisasikan karena :
2. Menjamin mutu moralitas 1. Sebagai sarana kontrol
profesi di mata masyarakat social.
2. Mencegah campur tangan
yang dilakukan oleh pihak
Tuntutan bagi anggota profesi:
luar yang bukan kalangan
1. Keharusan menjalankan profesi
profesinya secara 3. Mengembangkan petunjuk
bertanggung jawab baku dari kehendak manusia
2. Keharusan untuk tidak yang lebih tinggi
melanggar hak-hak orang lain berdasarkan moral.

stnurfitria-2020
Tujuan Kode Etik
a. Melindungi anggota organisasi untuk menghadapi persaingan
pekerjaan profesi yang tidak jujur dan untuk mengembangkan
tugas profesi sesuai dengan kepentingan masyarakat.
b. Menjalin hubungan bagi anggota profesi satu sama lain dan
menjaga nama baik profesi kualifikasi
c. Merangsang pengembanganprofesi pendidikan yang memadai
d. Mencerminkan hubungan antara pekerjaan profesi dengan
pelayanan masyarakat dan kesejahteraan social
e. Mengurangi kesalahpahaman dan konflik baik dari antar anggota
maupun dengan masyarakat umum
f. Membentuk ikatan yang kuat bagi seuma anggota dan melindungi
profesi terhadap pemberlakuan norma hukum yang bersifat
imperatif sebelum disesuaikan dengan saluran norma moral
profesi.

stnurfitria-2020
Ruang Lingkup Kode Etik Apoteker

Kewajiban
Kewajiban
terhadap teman
terhadap Profesi
sejawat

Kewajiban
Kewajiban thd
terhadap
Profesi Kesehatan
Pasien/pemakai
Lainnya
Jasa
stnurfitria-2020
Kode Etik Apoteker Indonesia
(https://tetieco.files.wordpress.com/2011/09/kode-etik-
apoteker-indonesia.pdf)

Kewajiban terhadap Profesi

• Pasal 1: Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan


Sumpah Apoteker.
• Pasal 2: Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
• Pasal 3: Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi
Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip
kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
• Pasal 4: Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan
pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
• Pasal 5: Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi
luhur jabatan kefarmasian.
• Pasal 6: Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang
lain.
• Pasal 7: Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
• Pasal 8: Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-
undangan di Bidang Kesehatan pada umumnya dan di Bidang Farmasi pada khususnya.

stnurfitria-2020
Kewajiban terhadap Pasien/pemakai Jasa

• Pasal 9: Seorang Apoteker dalam melakukan


pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat dan menghormati hak asazi
penderita dan melindungi makhluk hidup insani.

stnurfitria-2020
Kewajiban Apoteker terhadap teman sejawat

• Pasal 10: Setiap Apoteker harus memperlakukan Teman


Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
• Pasal 11: Sesama Apoteker harus selalu saling
mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi
ketentuan-ketentuan Kode Etik.
• Pasal 12: Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap
kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik
sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran
martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa
saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.

stnurfitria-2020
Kewajiban Apoteker terhadap Profesi Kesehatan Lainnya

• Pasal 13: Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan


untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling
mempercayai, menghargai dan menghormati Sejawat Petugas
Kesehatan.
• Pasal 14: Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau
perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya
kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.

stnurfitria-2020
Sumpah/ janji Apoteker
• PP No. 20 tahun 1962
• Demi Allah saya bersumpah/berjanji bahwa:
– Saya akan merahasiakan segala sesuatu yg saya ketahui krn
pekerjaan saya dan kelimuan sy sbg apoteker
– Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan
perikemanusiaan terutama dlm bidang kesehatan
– Saya akan menjalankan tugas saya dgn sebaik-baiknya sesuai dgn
martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian
– Dlm menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dgn
sungguh-sungguh supaya tdk terpengaruh o/ pertimbangan
keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian, atau
kedudukan sosial
– Sekalipun diancam, sy tdk akan mempergunakan pengetahuan
kefarmasian sy u/ sesuatu yg bertentangan dgn hukum
perikemanusiaan
Sy ikrarkan sumpah/janji ini dgn sungguh-sungguh dan dgn penuh
keinsyafan
stnurfitria-2020
SWOT Analysis
Profesi Farmasi di Masyarakat
Kekuatan Peluang
1. Kecenderungan Mayoritas 1. Pelayanan Asuhan
Wanita Kefarmasian Yang Terus
2. Basic Knowledge Yang Berkembang
Dapat Diandalkan 2. Lingkup Bidang Pelayanan
3. Regulasi Yang Menyangkut Obat Yang Masih Luas
Profesi Farmasi 3. Harapan Masyarakat Yang
4. Trend Masyarakat Tetap Tinggi
Membuka Apotek
5. Tawaran Pendidikan Lanjut

stnurfitria-2020
Hambatan Kelemahan
1. Arus Globalisasi 1. Kepercayaan Diri Yang
Rendah.
2. Sistem Birokrasi Yang Ada
2. Basic Knowledge Yang Berkaki
3. Pandangan Sebelah Mata Dua
Profesi Lain 3. Desakan Kebutuhan Hidup
4. Semangat Negatif Anggota 4. Kesadaran Profesional Yang
Profesi Rendah
5. Egoisme Dalam Kebersamaan
Berprofesi
6. Regulasi Yang Kontradiktif
Dengan Profesi

stnurfitria-2020
KAPITA SELEKTA FARMAKOLOGI

“PENYAKIT INFEKSI”

DR.APT YANI MULYANI

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2021
ii

DAFTAR ISI

COVER ...................................................................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ii
Mind-mapping Infeksi ............................................................................................... 1
1. Infeksi Saluran Napas Atas .............................................................................. 2
1.1 Acute Otitis Media .............................................................................................. 2
1.1.1 Definisi ..................................................................................................... 2
1.1.2 Etiologi ..................................................................................................... 3
1.1.3 Patofisiologi ............................................................................................. 3
1.1.4 Terapi Farmakologi .................................................................................. 3
1.2 Sinusitis/Acute Bacterial Rhinosinucitis ............................................................ 5
1.2.1 Definisi .................................................................................................... 5
1.2.2 Etiologi .................................................................................................... 5
1.2.3 Patofisiologi ............................................................................................. 5
1.2.4 Terapi Farmakologi ................................................................................. 5
1.3 Faringitis ............................................................................................................ 6
1.3.1 Definisi .................................................................................................... 6
1.3.2 Etiologi .................................................................................................... 6
1.3.3 Algoritma Terapi ..................................................................................... 7
1.3.4 Terapi Farmakologi ................................................................................. 7
2. Infeksi Saluran Napas Bawah ......................................................................... 8
2.1 Bronkitis ............................................................................................................ 8
2.1.1 Definisi .................................................................................................... 8
2.1.2 Etiologi .................................................................................................... 8
2.1.3 Terapi Farmakologi ................................................................................. 9
2.2 Pneumonia ......................................................................................................... 9
2.2.1 Definisi .................................................................................................... 9
2.2.2 Klasifikasi Pneumonia ............................................................................. 10
2.2.3 Etiologi .................................................................................................... 10
2.2.4 Terapi Farmakologi ................................................................................. 11
3. Influenza ........................................................................................................... 12
3.1 Definisi ............................................................................................................... 12
3.2 Etiologi ............................................................................................................... 12
3.3 Patofisiologi ....................................................................................................... 12
3.4 Terapi Farmakologi ............................................................................................ 12
4. Tuberkolusis (TB) ............................................................................................. 13
4.1 Definisi ............................................................................................................... 13
4.2 Patofisiologi ....................................................................................................... 13
iii

4.4 Terapi Farmakologi ............................................................................................ 13


4.4 Pemantauan Efek Samping Obat ........................................................................ 16
5. Infeksi Saluran Kelamin ................................................................................. 16
5.1 Definisi ............................................................................................................... 16
5.2 Klasifikasi ISK ................................................................................................... 16
5.3 Etiologi ................................................................................................................ 17
5.4 Patofisiologi ....................................................................................................... 17
5.5 Terapi Farmakologi ............................................................................................ 17
6. Infeksi Saluran Cerna ....................................................................................... 18
6.1 Diare ................................................................................................................... 18
6.1.1 Definisi ...................................................................................................... 18
6.1.2 Etiologi ...................................................................................................... 18
6.1.3 Patofisiologi .............................................................................................. 20
6.1.4 Terapi Farmakologi ................................................................................... 20
7. Infeksi Parasit .................................................................................................... 21
7.1 Giardiasis ............................................................................................................ 21
7.2 Amebiasis ........................................................................................................... 21
7.3 Malaria ............................................................................................................... 21
7.3.1 Definisi ..................................................................................................... 21
7.3.2 Etiologi dan Patofisiologi ......................................................................... 22
7.3.3 Presentasi Klinis ....................................................................................... 22
7.3.4 Terapi Farmakologi .................................................................................. 22
7.3.5 Mekanisme dan Golongan ....................................................................... 24
7.4 Trypansomiasis .................................................................................................. 25
7.5 Cacing ................................................................................................................ 25
8. Sexual Transmissin Infection ............................................................................ 25
8.1 Herpes Genital .................................................................................................... 25
8.1.1 Definisi ..................................................................................................... 25
8.1.2 Etiologi ..................................................................................................... 25
8.1.3 Patofisiologi ............................................................................................. 26
8.1.4 Terapi Farmakologi (First-line Theraphy) ............................................... 26
9. Viral Hepatitis (Hepatitis A) ............................................................................. 27
9.1 Definisi ............................................................................................................... 27
9.2 Etiologi ............................................................................................................... 27
9.3 Patofisiologi ....................................................................................................... 27
9.4 Terapi Farmakologi ............................................................................................ 28
9.4.1 Pengobatan ............................................................................................... 28
9.4.1 Pencegahan ............................................................................................... 28
10. Infeksi Jamur (Superfisial Fungal Infection) ................................................. 29
10.1 Etiologi ............................................................................................................... 29
iv

10.2 Jenis Infeksi ........................................................................................................ 29


10.2.1 Vulvo Vaginal Candidiasis (VVC) .......................................................... 29
10.2.2 Kandidiasis Uropharyngeal ...................................................................... 30
10.2.3 Infeksi Mukolitik Kulit, Rambut dan Kuku .............................................. 31
11. HIV AIDS ........................................................................................................... 35
11.1 Stadium HIV ....................................................................................................... 35
11.2 Etiologi ................................................................................................................ 37
11.3 Pengobatan HIV AIDS ........................................................................................ 38
11.3.1 Tujuan Pengobatan HIV AIDS ................................................................ 38
11.3.2 Prinsip Penggunaan ART ......................................................................... 38
11.3.3 Pengobatan Jangka Panjang ..................................................................... 39
12. Vaksin dan Toxoid ............................................................................................. 42
12.1 Definisi ................................................................................................................ 42
12.2 Klasifikasi Vaksin (dengan Mikroorganisme) .................................................... 43
12.2.1 Vaksin yang Dilemahkan ......................................................................... 43
12.2.2 Vaksin yang Dimatikan ............................................................................ 44
12.3 Peranan Vaksin dalam Mencegah Infeksi Menular ............................................ 46
12.4 Rekomendasi Jadwal Imunisasi Anak dan Dewasa ............................................ 47
12.5 Efek Samping yang Mungkin Terjadi Setelah Pemberian Vaksin ...................... 49
1

20-25% soal CBT UKAI.


2

1. Infeksi Saluran Pernafasan Atas


Infeksi saluran pernafasan atas atau upper respiratory tract infections (URI) merupakan
infeksi yang terjadi pada bagian saluran pernafasan atas (Rongga hidung, faring, laring,
tenggorokan). Otitis media, rinosinusitis, dan faringitis merupakan tiga infeksi saluran
pernafasan atas yang paling umum terjadi.

Gambar 1.1 Saluran Pernafasan

1.1. Acute Otitis Media

1.1.1. Definisi
Otitis media adalah peradangan yang terjadi pada telinga bagian tengah. Ada tiga subtipe
otitis media: otitis media akut, otitis media dengan efusi, dan otitis media kronis.
Ketiganya dibedakan berdasarkan tanda dan gejala yang terjadi, dari ke-tiga subtipe
tersebut otitis media akut merupakan subtipe yang sering terjadi.

Normal Akut Kronis

Gambar 1.2 Otitis Media


3

1.1.2. Etiologi
Otitis media dapat disebabkan oleh virus dan bakteri, dimana virus merupakan penyebab
terbesar otitis media akut (40% - 75%). Bakteri yang paling umum penyebab kasus ini
adalah Streptococcus pneumoniae (35% - 40%), Haemophilus influenzae (30% - 35%),
dan Moraxella catarrhalis (15% - 18%).

1.1.3. Patofisiologi

Telinga Tengah

Nasofaring

Mukosiliar
Eustachian Tube

Gambar 1.3 Patofisiologi Otitis media

Penularan virus/bakteri melalui mukosiliar -> nasofaring -> (ET) Eustachian tube (terjadi
inflamasi/disfungsi diimukosa ET) -> telinga tengah (invasi mikrobial) -> Otitis media.

1.1.4. Terapi Farmakologi

1. Pengobatan simptomatik
Obat penggunaan
Paracetamol Obat analgesik dan antipiretik
Ibuprofen Obat analgesik dan antipiretik
Eardrops yang mengandung amethocaine, Anestesi lokal
benzocaine, atau lidocaine.
4

2. Antibiotik

Obat Dosis Mekanisme kerja Keterangan

Terapi awal

Amoxicillin 80-90 mg/kg/hari Merusak cincin beta First-line


(2X1) (Nonsevere)
(Penicillin)

Amoxicillin- 90 mg/kg/hari Merusak cincin beta First-line


clavulanate amoxicillin + 6,4 (Severe)
mg/kg/hari
(Penicillin)
clavulanate, (2X1)

Cefdinir, Menghambat sintesis Non-alergi tipe


Cefuroxime, dinding sel bakteri 1 (Nonsevere)
Cefpodoxime

(Sefalosporin)

Ceftriaxone Menghambat sintesis Non-alergi tipe


dinding sel bakteri 1 (Severe)
(Sefalosporin)

Azithromycin, Menghambat sintesis Alergi tipe 1


Clarithromycin protein dengan mengikat (nonsevere)
subunit ribosom
(Makrolida)

Kegagalan (48-72 jam)

Amoxicillin- 90 mg/kg/hari Merusak cincin beta First-line


clavulanate amoxicillin + 6,4 (Nonsevere)
mg/kg/hari
(Penicillin)
clavulanate, (2X1)

Ceftriaxone Menghambat sintesis First-line


(Sefalosporin) dinding sel bakteri (Severe), dan
Non-alergi tipe
1 (Nonsevere)
5

Clindamycin Menghambat sintesis Non-alergi tipe


protein dengan mengikat 1 (Severe) dan
(Tetracyclin)
subunit ribosom 50S Alergi tipe 1
(nonsevere
dan severe)

*Severe: Suhu tubuh ≥ 39°C (102°F) dan/atau severe otalgia

1.2. Sinusitis /Acute Bacterial Rhinosinucitis

1.2.1. Definisi
Sinusitis adalah peradangan atau infeksi pada sinus paranasal di sekitar hidung

1.2.2. Etiologi
Sinusitis dapat disebabkan oleh virus dan bakteri. Rinosinusitis akut karena bakteri, 50-
70% disebabkan oleh bakteri S. pneumoniae dan H. influenzae.

1.2.3. Patofisiologi
Acute Bacterial Rhinosinucitis di awali oleh infeksi karena virus: peradangan mukosa sinus
-> gangguan sinus ostia (pembengkakan) -> sekresi mukosa terhambat, sehingga bakteri
berkembang biak terutama pada bagian sinus maksila dan ethmoid.

1.2.4. Terapi Farmakologi


1. Pengobatan untuk anak

Antibiotik Golongan obat Dosis Keterangan

Terapi Awal

Amoxicillin-clavulanate Penicillin 45 mg/kg/hari, 2x1 First-line

Amoxicillin-clavulanate Penicillin 90 mg/kg/hari, 2x1 Second-line

Alergi β-lactam

Clindamycin + Cefixim Clindamycin Clindamycin (30-40 Non-alergi tipe 1


(Tetracyclin) mg/kg/hari, 3x1)

Cefixime Cefixime (8 mg/kg


/hari, 2x1)
(sefalosporin)
6

levofloxacin Fluoroquinolon 10-20 mg/kg/hari, Alergi tipe 1


1-2x1

2. Pengobatan untuk dewasa

Antibiotik Golongan obat Dosis Keterangan

Awal terapi

Amoxicillin- Penicillin 500 mg/125 mg 3x1, atau First-line


clavulanate 875 mg/125 mg 2x1

Amoxicillin- Penicillin 2000 mg/125 mg, 2x1 Second-line


clavulanate

Doxycycline Tetracyclin 100 mg, 2x1 Second-line

Alergi β-lactam

Doxycycline Tetracyclin 100 mg, 2x1

levofloxacin Fluoroquinolon 500 mg/kg/hari, 1x1

1.3. Faringitis

1.3.1. Definisi
Faringitis adalah infeksi akut pada faring terutama bagian oropharynx atau nasopharynx.

1.3.2. Etiologi

Virus Bakteri

Rhinovirus (20%) Bakteri GABHS


Coronavirus (<5%)

Adenovirus (5%)

Virus herpes simpleks (4%)


7

Virus influenza (2%)

Virus parainfluenza (2%)

Epstein-Barr virus (<1%)

1.3.3. Algoritma Terapi

1.3.4. Terapi Farmakologi

Antibiotik Golongan Durasi Dosis


obat pemberian

First-line

Penicillin V Penicillin 10 hari Anak : 250mg, 2-3X1


8

Penicillin G Peniciliin 1 dosis <27 kg :0,6 Million Unit


benzathine
≥27 kg: 1,2 Million Unit

(I.M)

Amoxicillin Penicillin 10 hari 50 mg/kg/hari (Max: 1000 mg)

Alergi Penicillin

Cephalexin/cefadroxil Sefalosporin 10 hari Cephalexin : 20 mg/kg/dosis 2X1


(Max: 500 mg/dosis)

Cefadroxil: 30 mg/kg, 1X1 (max:


1000 mg)

Clindamycin Tetracyclin 10 hari 7 mg/kg/dosis 3X1 (Max: 300


mg/dosis)

Azithromycin Makrolida 5 hari 12 mg/kg, 1X1 (Max: 500 mg)

clarithromycin makrolida 10 hari 15 mg/kg/hari (2X1)

2. Infeksi Saluran Pernafasan Bawah


Infeksi saluran pernafasan bawah atau lower respiratory tract infections (LRI) merupakan
infeksi yang terjadi pada saluran pernafasan bagian bawah (bronkus, bronkeolus, atau
paru-paru).

2.1. Bronkitis

2.1.1. Definisi
Bronkitis merupakan kondisi inflamasi elemen besar dari percabangan trakeobronkial
yang biasanya ditandai dengan infeksi saluran pernapasan. Bronkitis diklasifikasikan
menjadi bronkitis akut dan kronis.

2.1.2. Etiologi

Bronkitis Akut Bronkitis kronis

Iklim dingin dan lembab Polusi udara (asap rokok, debu)


9

Polusi udara/ asap rokok Gaya hidup dan Genetik

Virus (virus influenza, adenovirus) Virus

Bakteri (S. pneumoniae, spesies Bakteri


Streptococcus, spesies Staphylococcus,
dan
Spesies Haemophilus)

2.1.3. Terapi Farmakologi

Obat Golongan obat Mekanisme kerja

Bronkitis akut

Paracetamol Antipiretik,analgesik Menghambat prostaglandin

dextromethorphan Antitusif Antagonis reseptor


glutamanergik

Bronkitis kronis

Albuterol Agonis β2 Relaksasi otot polos bronkus

Amoxixillin-clavulanate Penicillin (Antibiotik) Menghambat pembentukan


membran sel bakteri

Azithromycin Makrolida menghambat sintesis protein


mikroorganisme dengan
mengikat subunit ribosom 50s

2.2. Pneumonia

2.2.1. Definisi
Pneumonia merupakan infeksi saluran pernafasan bawah yang menyerang paru-paru dan
biasanya sering terjadi pada anak-anak.
10

2.2.2. Klasifikasi Pneumonia

Tipe pneumonia Keterangan

CAP (Community Acquired Infeksi yang diperoleh dari luar


Pneumonia) Rumah Sakit

HAP (Hospital acquired Penumonia) Infeksi yang diperoleh setelah 48


jam berada di RS
VAP (Ventilator associated Infeksi yang diperolah setelah
penumonia) penggunaan Ventilator, 48-72 jam
setelah penggunaan
HCAP (Health care Acquired Infeksi 30 - 90 hari terapi rawat
Pneumonia) jalan

2.2.3. Etiologi
Pneumonia sering disebabkan karena bakteri streptoccus pneumonia, micobacterium
pneumonia, H. influenzae tipe b, streptococus aureus
11

2.2.4. Terapi Farmakologi

Antibiotik Golongan Mekanisme kerja

Amoxillin-sulbactam Penisilin mengganggu sintesis mukopeptida


Amoxillin-clavulanat dinding sel aktif yang mengakibatkan
piperacillin aktivitas bakterisida terganggu
penicillin
Ceftriaxone Sefalosporin aktivitas bakterisida dengan
Cefotaxime menghambat sintesis dinding sel
Ceftazidime dengan mengikat 1 atau lebih protein
pengikat penisilin

Claritomycin Makrolida Menghambat pertumbuhan bakteri


Erythromycin dengan menghalangi disosiasi tRNA
peptidil pada ribosom, menyebabkan
Azithromycin
sintesis protein pada RNA terganggu

Terapi untuk pneumonia CAP (Community Acquired Pneumonia)


12

3. Influenza

3.1.1. Definisi
Influenza adalah infeksi saluran pernafasan atas yang disebabkan oleh virus influenza
(famili orthomyxoviridae).

3.1.2. Etiologi
Influenza dapat disebabkan oleh virus influenza tipe A, B, dan C. Tetapi yang dapan
menginfeksi manusia adalah virus influenza tipe A (infeksizoonosis), dan virus influenza
tipe B.

3.1.3. Patofisiologi
Penularan influenza dapat terjadi dari individu yang terinfeksi ke individu lainnya, baik
melalui inhalasi, batuk, bersin, dan benda yang terkontaminasi. Masa inkubasi influenza
berkisar antara 1 dan 7 hari, dengan rata-rata inkubasi 2 hari.

3.1.4. Terapi Farmakologi

Obat Golongan obat Mekanisme kerja


13

First-line
Oseltamivir Antivirus/ Inhibitor Menghambat virus neuraminidase,
(Usia >1 tahun) Neuraminidase berhenti melepaskan virus dari sel dan
Zanamivir mencegah virus dari lapisan mukosa
(Usia >7 tahun) saluran pernapasan
Amantadin Antivirus, Agen
Antiparkinson, Agonis Aktivitas antivirus tidak diketahui,
Dopamin utamanya mencegah pelepasan asam
nukleus virus ke sel inang dengan
mengganggu domain transmembran
protein M2 (muskarinik) virus.
Amantadine juga diketahui mencegah
pembentukan virus selama replikasi dan
menghambat replikasi virus influenza A .

4. Tuberkulosis (TB)

4.1. Definisi
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular silent infection yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberkulosis, dan menghasilkan infeksi laten, progresif, serta penyakit
aktif. TB yang tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang progresif yang
berujung kematian.

4.2. Patofisiologi
Penularan dapat terjadi dari individu terinfeksi ke individu lainnya melalui batuk atau
aktivitas lain yang menyebabkan organisme aerosolized “droplet nuclei”.
Droplet yang mengandung bacilli M. Tuberkulosis -> sampai dimakrofag paru -> terjadi
perlawanan imun tubuh -> jika makrofag dapat membunuh virus maka infeksi tidak
terjadi, tetapi jika tidak dapat membunuh maka virus akan berkembang biak (makrofag
pecah) dan terjadi infeksi.
14

4.3. Terapi Farmakologi

TB Laten

Monoterapi

INH 300 mg setiap hari Rifampisin 600 mg setiap Rifampisin diganti


(5-10 mg/kg BB) selama 9 hari selama 4 bulan(jika Rifabutin 300 mg (jika
bulan resistensi INH) sedang mengkonsumsi
obat lain-> resiko tinggi
interaksi obat)

TB Aktif

Kategori 2 (Kambuh/gagal) Anak-anak (Awal terapi)


Kategori 1 (Awal terapi)

Fase Intensif Fase Intensif Fase Intensif

2HRZE -2HRZE+S 2HRZ

-BTA+

Fase Lanjutan Fase Intensif Fase Lanjutan

4H3RE 1HRZE 4RH

Fase Lanjutan

5H3R3E3
15

*Keterangan:

− MDR (Multidrug-resistant) TB : 2-3 Tahun


− Penderita TB dengan HIV/AIDS dilakukan pengobatan TB terlebih dahulu selama
2 bulan (fase intensif diselesaikan), kemudian dilanjutkan dengan pemberian
terapi untuk HIV (ART) secara bersamaan (dasar terapi ART evapirenz)
− TB dengan CNS (Anak, wanita hamil) : Periode pengobatan lebih lama 9-12 Bulan
− Wanita hamil (TB dengan CNS): Golongan PABA, cycloserin digunakan dengan
hati-hati, sedangkan pirazinamide, streptomycin, Gol. aminoglikosida,
Gol.quinolon, dll tidak boleh diberikan.
− Anak (TB dengan CNS): diberikan obat yang sama dengan dewasa, tetapi INH dan
rifampisin ditingkatkan dosisnya.

Obat-obat TB Golongan obat Mekanisme Kerja


Isoniazid (INH) Antitubercular Bersifat bakterisid, dengan
Agents mengganggu sintesis mycolic acid
pada dinding sel
Rifampisin Antitubercular Bersifat bakterisid, Menghambat RNA
Agents polimerase
Pirazinamid Antitubercular Pyrazinamide diubah menjadi asam
Agents pirazinoat (bentuk aktif) oleh
pyrazinamidase mikobakteri, yang
dapat mengganggu metabolisme
membran sel mikobakteri dan fungsi
transportasi
Ethambutol Antitubercular Menghambat sintesis RNA, dan
Agents mencegah terbentuknya mycolic acid
pada dinding sel
16

Rifabutin Antitubercular Menghambat DNA RNA Polimerase


Agents
Rifapentin Antitubercular Menghambat RNA polimerase
Agents

4.4. Pemantauan Efek samping Obat

Nama obat Efek samping

INH Elevansi symptomatik dari aminotransferase, hepatitis klinik, hepatitis


yang fatal, neurotoksisitas perifer, efek sistem CNS, lupus,
hipersensitivitas, keracunan monoamin, diare
Rifampisin hepatotoksisitas, reaksi imunologi parah, perubahan warna oranye
cairan tubuh (sputum, urin, keringat, air mata)

Ethambutol Pengujian rutin ketajaman pengelihatan dan kebutaan wana pada


pasien yang memakai lebih dari 15-20mg/kg, insufisiensi ginjal atau
menggunakan obat lebih dari 2 bulan.
17

Pyrazinamide Hepatotoksisitas, gejala gastrointestinal (mual, muntah),


hiperurisemia, artitis gout akut, reaksi kulit perifer.

5. Infeksi Saluran Kemih

5.1. Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) didefinisikan sebagai adanya mikroorganisme pada saluran
kemih, dan organisme yang ada berpotensi menyerang jaringan urin dan saluran yang
berdekatan. Secara umum ISK banyak terjadi pada wanita subur, tetapi setelah usia 65
tahun faktor resiko pada pria dan wanita sama.

5.2. Klasifikasi ISK


Berdasarkan anatomi yang terlibat, ISK diklasifikasikan menjadi ISK atas yang
berhubungan dengan pielonefritis (infeksi yang melibatkan ginjal) , dan ISK bawah yang
berhubungan dengan sistitis (kandung kemih). ISK bagian atas ditandai dengan demam,
sakit panggul, mual-muntah dan malaise, sedangkan ISK bagian bawah ditandai dengan
ditandai dengan disuria, urgensia, nokturia dan hematuria.

5.3. Etiologi

ISK uncomplicated ISK complicated

Escherichia coli (80-90%) Escherichia coli(<50%)

Staphylococcus saprophyticus Enterococci.

Klebsiella pneumoniae K. pneumoniae

Proteus spp Proteus spp

Pseudomonas aeruginosa Enterobacter spp

Enterococcus spp P. aeruginosa


18

Staphylococcus epidermidis stafilokokus

5.4. Patofisiologi
Organisme masuk melalui tiga rute: ascending, hematogen (descending), dan jalur
limfatik -> sampai di kandung kemih -> bakteri berkembangbiak dan menginfeksi -> dapat
naik ke ureter-ginjal jika terjadi refluks vesicoureteral (refluks urin ke ureter dan ginjal
saat voiding).

5.5. Terapi Farmakologi

Penyakit Obat dan golongan Mekanisme kerja


ISK Atas
pielonefritis Trimetoprim- Menghambat dihidrofolat reduktase
Sulfametoxazol (trimetoprim) dan menghambat sintesis
(Kombinasi asam dihidrofolat dengan berkompetisi
Sulfonamid) dengan PABA (sulfametoxazol)
Ciprofloxacin
(Fluoroquinolon) Menghambat DNA gyrase
Levofloxacin
(Fluoroquinolon)
menghambat sintesis dinding sel bakteri
Amoxicillin-klavulanat (amoxicillin) dan menghambat
(Penicillin) betalaktamase bakteri (asam klavulanat)
ISK bawah
prostatitis berikatan dengan ribosom subunit 50S
Azitromicin bakteri sehingga menghambat sintesis
(Makrolida) protein bakteri
berikatan dengan ribosom subunit 30S
Doxycyclin bakteri sehingga menghambat sintesis
(Tetrasiklin) protein bakteri
-urethritis Menghambat dihidrofolat reduktase
-Sistitis Trimetoprim- (trimetoprim) dan menghambat sintesis
Sulfametoxazol asam dihidrofolat dengan berkompetisi
(Kombinasi dengan PABA (sulfametoxazol)
Sulfonamid)
Ciprofloxacin Menghambat DNA gyrase
(Fluoroquinolon)
Levofloxacin
(Fluoroquinolon)
19

6. Infeksi Saluran Pencernaan


Infeksi Gastrointestinal meliputi berbagai kondisi medis yang menandai terjadinya
inflamasi pada saluran gastrointestinal. Mual, muntah, demam dan diare merupakan
gejala paling umum pada keadaan inflamasi gastrointestinal.

6.1. Diare
6.1.1. Definisi
Diare menggambarkan penurunan konsistensi feces dan peningkatan frekuensi buang air
besar (≥ 3 kali/hari). Diare akut berlangsung selama ≤14 hari, sementara diare persisten
berlangsung >14 hari.

6.1.2. Etiologi
Diare disebabkan oleh virus, bakteri, dan protozoa yang dapat di tularkan melalui Fecal-
oral, makanan, minuman, lingkungan,dll. Diare inflamasi disebabkan oleh dua kelompok
organisme: penghasil enterotoksin/bakteri non-invasif yang dapat menyebabkan wattery
diarrhea dan invasif yang menyebabkan dysentery diarrhea.

Patogen Durasi diare Jenis diare

Virus

Rotavirus 3-7 hari

Norovirus 2-3 hari

Astrovirus 1-4 hari

Enteric adenovirus 7-9 hari Wattery Diarrhea

Pestivirus 3 hari

Coronavirus-like particles 7 hari


20

Enterovirus -

Bakteri

Vibrio cholerae 1-3 hari

Enterotoxigenic E.coli 3-4 hari

Enteropathogenic E.coli - Wattery Diarrhea

Enteroaggregative E.coli -

Enteroinvasive E.coli -

Shigella 1-7 hari

Enterohemorrhagic E.coli 5-7 hari

Compylobacter jejuni 5-7 hari Dysentery Diarrhea

Nontyphoid salmonella 1-5 hari

Yersinia 1-3 hari

Protozoa

E. histolytica - Dysentery Diarrhea

6.1.3. Patofisiologi

a. Wattery Diarhea
Toksin yang dihasilkan (enterotoksin)-> mengakaktifkan adenilat siklase -> cyclic
adenosine monophosphate (cAMP) meningkat -> protein kinase A (PKA) -> mediasi
aktivasi cystic fibrosis transmembrane conductance regulator (CFTR) -> peningkatan
sekresi klorida dan penurunan penyerapan natrium -> diare berair.

b. Dysentery Diarrhea
Bakteri invasif -> merusak mukosa usus untuk menginduksi peradangan akut (aktivasi
sitokin dan mediator inflamasi) -> diare berdarah.
21

E. histolytica (Amoeba) --> menyerang sel mukosa epitel kolon, dan menyebabkan
nekrosis ulcers di submukosa -> diare berdarah.

c. Ttaveler’s Diarrhea
Sama seperti jenis diare lainnya, tetapi diare ini terjadi pada saat melakukan perjalanan.
Biasanya pengunjungan dari negara maju ke negara-negara berkembang.

6.1.4. Terapi Farmakologi

Obat Mekanisme Kerja Keterangan

Rehidrasi

Oralit, Pedialit Menggantikan Cairan Tubuh yang Terapi awal/


hilang
penunjang

Antymotylity Agents

Loperamide Memperlambat motilitas usus melalui Tidak dianjurkan untuk


reseptor opioid; mengurangi volume dysentery diarrhea
fecal; meningkatkan viskositas fecal

Patogen Antibiotik dan Mekanisme kerja


golongannya

Vibrio Cholerae Anak : Erythromycin Menghambat pertumbuhan bakteri, dengan


menghambat disosiasi tRNA peptidil dari
(Makrolida)
ribosom sehingga menyebabkan sintesis
Dewasa:Doxycycline protein terganggu

(Tetracyclin)

Enterotoxigenic Anak : Azithromycin Azithromycin : menghambat sintesis protein


E.coli dengan mengikat subunit ribosom 50S
(makrolida)
Shigella species Ciprofloxacin: Menghambat replikasi dan
Dewasa:Ciprofloxacin
transkripsi DNA baktri
Nontyphoidal
(flluoroquinolon)
22

Protozoa/ Metronidazole Menghambat sintesis asam nukleat dengan


amoeba merusak untai DNA

(E.Histolytica)

*Antibiotik dapat digunakan pada diare berdarah (Dysentery Diarrhea), atau pada saat
setelah terbukti ada bakteri pada feces saat pemeriksaan.

7. Infeksi Parasit

7.1. Giardiasis
Giardia lamblia (juga dikenal sebagai Giardia intestinalis atau Giardia duodenalis),
merupakan protozoa enterik, yaitu parasit intestinal yang paling umum menyebabkan
sindrom diare di dunia. Giardiasis disebabkan oleh adanya kista G. lamblia di dalam air
atau makanan yang terkontaminasi.

7.2. Ameabiasis
Amebiasis adalah salah satu yang penyakit parasit yang disebabkan oleh organisme E.
histolytica, yang mendiami usus besar yang dibedakan dari Entamoeba dispar dan spesies
yang baru diidentifikasi, Entamoeba moshkovskii yang terkait dengan pembawa
asimtomatik.

7.3. Malaria

7.3.1. Definisi
Malaria merupakan penyakit yang paling mematikan dalam hal human suffering dan
ekonomi. Alasan utama kematian adalah kegagalan untuk memakai chemoprophylaxis,
kemoprofilaksis yang tidak tepat, keterlambatan dalam mencari perawatan medis, dan
salah diagnosa.
7.3.2. Etiologi dan Patofisiologi
Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles yang terinfeksi yang membawa
sporozoit (parasit jaringan) plasmodia (P. falciparum, P. vivax, P. malariae, dan P. ovale)
ke dalam aliran darah. Tahap reproduksi aseksual berkembang pada manusia, sedangkan
tahap seksual terjadi di nyamuk.
23

Keterangan :

Sporozoit menyerang parenkim hepatosit, berkembang biak secara bertahap,


dimulai dari tahap exoerythrocytic, dan menjadi bentuk vegetatif hati atau
schizont. Schizont pecah dan melepaskan merozoit, yang kemudian menginfeksi
eritrosit.

7.3.3. Presentasi Klinis


Fase Malaria Presentasi Klinis
Presentasi inisiasi - Demam nonspesifik, menggigil, kaku,
diforesis, malaise, muntah.
- Hipotensi ortostatik
- Abnormalitas elektrolit
Fase Eritrositik - Prodome : sakit kepala, anoreksia, malaise,
lelah dan mialgia. Keluhan nonspesifik seperti
nyeri abdomen, diare, nyeri dada dan
arthralgia.
- Paroxysm : demam tinggi, menggigil dan kaku.
Cold phase (kaku yang parah dan sianosis
pada bibir) → Hot phase (demam antara
40,50C dan 410C) → Sweating phase (Hot
24

phase selama 2-6 jam, demam mereda,


ditandai dengan rasa lelah dan mengantuk,
hangat, kulit kering, takikardi, batuk, sakit
kepala parah, mual, muntah, nyeri abdomen,
diare dan delirium.
Asidosis laktik dan hipoglikemia (malaria
falciparum)
- Anemia
- Splenomegali
Infeksi P. falsiparum Hipoglikemia, gagal ginjal akut, edema paru, anemia
parah, trombositopenia, gagal hati dengan output
tinggi, kongesti serebral, seizure dan koma, dan adult
respiratory syndrome

7.3.4. Terapi Farmakologi

Obat Golongan Mekanisme


First-line Therapy Artesunat Artemisinin Menghasilkan radikal
bebas yang
mengalkalisis membran
parasit
Amodiaquin 4- Mengganggu proses
aminokuinolin pencernaan
dan kuinolin hemoglobin oleh parasit
metanol dengan jalan
berinteraksi dengan
beta hematin atau
menghambat
pembentukan
hemozoin
Primakuin Skizontosida Membunuh Plasmodia
jaringan pada fase
eksoeritrositik di hati,
mencegah invasi
Plasmodia dalam sel
darah).

Second-line Kina
Therapy
25

Doksisiklin Antibiotik Menghambat translasi


protein sehingga
progeni parasit mati)
Primakuin Skizontosida Membunuh Plasmodia
jaringan pada fase
eksoeritrositik di hati,
mencegah invasi
Plasmodia dalam sel
darah).

7.3.5. Mekanisme dan Golongan Obat Malaria

Berdasarkan tempat kerja pada siklus hidup Berdasarkan tempat kerja pada
Plasmodium organel subseluler Plasmodium

Skizontosida darah (menyerang Plasmodia 4-aminokuinolin dan kuinolin


di dalam darah). Ex : Klorokuin, Kuinin, metanol (mengganggu proses
Kuinidin, Meflokuin, Tetrasiklin, Atovakuon pencernaan hemoglobin oleh
parasit dengan jalan berinteraksi
dengan beta hematin atau
menghambat pembentukan
hemozoin). Ex : Klorokuin,
Amodiakuin, Kuinin, Meflokuin

Skizontosida jaringan (membunuh Antibiotik (menghambat translasi


Plasmodia pada fase eksoeritrositik di hati, protein sehingga progeni parasit
mencegah invasi Plasmodia dalam sel mati) . Ex : Azitromisin, Doksisiklin,
darah). Ex : Primakuin, Proguanil, Klindamisin
Pirimetamin

Anti malaria Gametosida (membunuh Inhibitor transport elektron dalam


stadium gametosit di darah) mitokondria. Ex : Atovakuon

Anti malaria Sporontosida (mencegah Inhibitor jalur asam folat. Ex :


sporogoni pada tubuh nyamuk) Sulfadoksin-Pyrimetamin,
Klorproguanil-Dapson
26

Artemisinin (menghasilkan radikal


bebas yang mengalkalisis
membran parasit)

7.4. Trypanosomiasis
Dua bentuk yang berbeda dari genus Trypanosoma terjadi pada manusia. Salah satunya
berhubungan dengan African trypanosomiasis (penyakit tidur) dan yang lainnya dengan
American trypanosomiasis (penyakit chagas). Trypanosoma brucei gambiense, T. brucei,
dan T. brucei rhodesiense adalah organisme penyebab African trypanosomiasis. T. brucei
rhodesiense menyebabkan penyakit akut dan lebih ganas dari tiga spesie lain. African
trypanosomiasis ditularkan oleh berbagai jenis lalat tsetse milik genus Glossina.

7.5. Cacing
Nama Penyakit Penyebab

Hookworm Merupakan infeksi pada small intestine yang disebabkan


oleh Ancylostoma duodenale atau Necator americanus.
Ascariasis Disebabkan oleh Ascaris lumbricoides (giant roundworm).
Enterobiasis Disebut pinworm infection, disebabkan oleh Enterobius
vermicularis
Strongyloidiasis Disebabkan Strongyloides stercoralis

Cysticercosis Disebut Tapeworm infection disebabkan oleh T. solium


pada daging babi yang tidak dimasak dengan baik yang
mengandung larva cysticercus.

8. Sexual Transmission Infection

8.1. Herpes Genital

8.1.1. Definisi
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks (HSV).

8.1.2. Etiologi
Genital herpes (GH) disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks (HSV) tipe 1 dan 2. HSV-2
berhubungan paling erat dengan penyakit kelamin, sedangkan HSV-1 paling sering
dikaitkan dengan penyakit orofaringeal. Infeksi herpes genital mewakili penyebab paling
27

umum ulserasi genital yang terlihat di Amerika Serikat. Karena morbiditasnya, sifatnya
berulang, dan potensi komplikasi, serta kemampuannya untuk ditransmisikan secara
asimtomatik, genital herpes menjadi penting untuk diperhatikan.

8.1.3. Patofisiologi

Infeksi mukokutan Pembentukan


Infeksi ganglia Reaktivasi Infeksi berulang
primer latensi

Keterangan :

• Infeksi ditransmisikan melalui inokulasi virus ke permukaan mukosa (seperti


uretra, orofaring, serviks dan konjungtiva) atau melalui kulit yang mengelupas.
• Setelah inokulasi virus, infeksi HSV dikaitkan dengan granulasi sitoplasma,
degenerasi pada sel, dan produksi sel besar mononukleat. Awalnya respon
seluler yang sebagian besar oleh PMN, diikuti oleh respon limfositik.
• Replikasi terjadi dengan penyebaran virus ke sel yang berdekatan dengan saraf
sensorik perifer.
• Keadaan laten terbentuk pada ganglia syaraf sensorik atau otonom. Laten
terjadi pada waktu yang lama dan hanya terganggu oleh pengaktifan kembali
oleh infeksi virus.
• Tidak jelas faktor apa yang penting dalam mempertahankan keadaan laten
tetapi respon imun dan emosional serta stress fisik dapat mengaktifkan
kembali virus laten tersebut.

8.1.4. Terapi Farmakologi (First-line Therapy)


Golongan Obat Mekanisme

Anti Nonretrovirus Acyclovir Mengganggu DNA polymerase


untuk menghambat replikasi DNA
melalui penghentian rantai.
Famcyclovir Prodrug penciclovir yang secara
selektif menghambat replikasi virus
herpes simplex (HSV-1 dan HSV-2)
dan virus Varicella zooster (VZV).
28

Valacyclovir Diubah menjadi Asiklovir oleh


metabolisme di usus dan hati.
Berkompetisi dengan
deoxyguanosine triphosphate bagi
DNA polymerase virus untuk
menghambat sintesis DNA dan
replikasi virus.

9. Viral Hepatitis (Hepatitis A)

9.1. Definisi
HAV (Hepatitis A Virus) adalah Infeksi virus menular yang dapat menyebabkan morbiditas
serius sampai menyebabkan kematian (jarang). HAV merupakan penyakit infeksi akut
yang menyerang liver.

9.2. Etiologi
Virus RNA yaitu hepatovirus dari keluarga picornaviridae, transmisi utama melalui
kotoran rute oral. Masa inkubasi HAV 15-14 hari (rata-rata 4 minggu). Faktor risiko :
kontak pribadi, tempat umum (tempat penitipan anak), perjalanan keluar negeri,
homoseksual laki-laki, penggunaan obat-obatan terlarang. HAV dieksresikan dalam
kotoran selama beberapa minggu dari infeksi, sebelum timbul gejala.

9.3. Patofisiologi
Siklus hidup HAV di host manusia secara klasik dimulai di proses pencernaan. Penyerapan
di perut atau usus halus memungkinkan virus masuk ke sirkulasi dan di-reuptake oleh hati.
Replikasi virus terjadi di dalam hepatosit dan sel epitel gastrointestinal. Partikel virus baru
dilepaskan ke dalam darah dan disekresikan empedu oleh hati. Virus ini kemudian diserap
kembali untuk melanjutkan siklusnya atau diekskresikan ke dalam tinja. Siklus
enterohepatik tersebut akan berlanjut sampai terganggu oleh netralisasi antibodi.

9.4. Terapi Farmakologi


29

9.4.1. Pengobatan

Obat dan golongan Mekanisme


Immunoglobulin (Gamunex, Meningkatkan kekebalan tubuh
Gammaplex, Octagam) pada sindrom immunodefisensi
(hepatitis A)
Analgesic agent (Acetominophen) Mengurangi nyeri ringan sampai
sedang, dengan mempercepat
turunnya panas tubuh melalui
vasodilatasi dan keringat
Antiemetic (Metoclopamide) Antagonis dopamin yang
merangsang pengeluaran
asetilkolin pada myenteric plexus

9.4.2. Pencegahan
Vaksin : Untuk mencegah terjadinya virus Hepatitis A

10. Infeksi Jamur (Superfisial Fungal Infection)

10.1. Definisi
Mikosis superfisial adalah salah satu infeksi yang paling umum terjadi di dunia dan infeksi
vagina merupakan infeksi kedua yang paling umum terjadi di Amerika Utara. Kandidiasis
mukokutan dapat terjadi dalam tiga bentuk ; penyakit oropharyngeal, esofagus, dan
vulvovaginal, dengan penyakit orofaring dan vulvovaginal menjadi yang paling umum.
30

10.1.1 Jenis Infeksi

10.1.1. Vulvo Vaginal Candidiasis (VVC)


1. Etiologi
Infeksi ini merupakan infeksi jamur yang menyerang vagina, disebabkan oleh jamur
Candida albicans. Kandidiasis ulvovaginal (VVC) mengacu pada infeksi pada individu
dengan atau tanpa gejala yang memiliki kultur vagina positif untuk spesies Candida.
2. Patofisiologi
Spesies Candida dapat berperan sebagai anggota komensal dari flora vagina. Candida
organisme dimorfik; blastospores diyakini bertanggung jawab atas kolonisasi (transmisi
dan penyebaran), sedangkan bentuk germinated Candida yang dikaitkan dengan invasi
jaringan dan infeksi simtomatik. Untuk menginvasi vagina, spesies Candida harus dapat
menempel pada mukosa. Struktur permukaan Candida tidak hanya penting untuk
keterikatan, tapi reseptor yang sesuai untuk pelekatan harus ada dalam jaringan epitel.
Perubahan pada lingkungan vagina inang atau respon diperlukan untuk menginduksi
infeksi simtomatik.
3. Terapi Farmakologi
a. Uncomplicated VVC
Obat Golongan Mekanisme
Flukonazol Azol Penghambat selektif dari enzim sitokrom P-
450 yang tergantung pada P-450 Lanosterol
14-alfa-demetilase.
Itrakonazol Azol Menghambat sintesis sitokrom P-450
tergantung ergosterol, menghambat
pembentukan sel membran.
Clotrimazol Azol Mengubah permeabilitas membran sel
Candida; mengikat fosfolipid pada membran
sel jamur, yang mengubah permeabilitas
dinding sel dan menyebabkan hilangnya
unsur intrasel.

b. Complicated VVC
- Immunocompromised atau DM → memperpanjang terapi 10-14 hari.
- Kehamilan → Imidazol topikal selama 7 hari.
-
c. Recurrent VVC
Terapi → Terapi induksi dengan azol topikal atau oral (10-14 hari), diikuti 150
mg Flukonazol sekali seminggu selama 6 bulan.
31

d. Antifungal-resistant VV

Obat Golongan Mekanisme


Asam Borat Antiseptik topikal Antiinfektif topikal yang lemah.
5-Flucytosine Antijamur sistemik Penghambatan kompetitif
purin, pirimidin.

10.1.2. Kandidiasis Oropharyngeal (OPC)


1. Definisi dan Etiologi
Disebut juga sariawan, penyakit ini menyerang mukosa oral yang umum dan
terlokalisir. Infeksi ini dapat menyebar ke kerongkongan, menyebabkan
kandidiasis esofagus. Penyebab penyakit ini adalah Candida albicans.
2. Terapi Farmakologi
Pengobatan yang digunakan adalah berupa krim topikal.

Obat Golongan Mekanisme


Ketokonazol Azol Menghambat sintesis tergantung
sitokrom P450 ergosterol,
menghambat pembentukan sel
membran.
Mikonazol Azol Menghambat enzim sitokrom P450
14-alpha-dementhylase sehingga
menghasilkan inhibisi ergosterol
sintesis.
Clotrimazol Azol Mengubah permeabilitas membran
sel Candida; mengikat fosfolipid
pada membran sel jamur, yang
mengubah permeabilitas dinding
sel dan menyebabkan hilangnya
unsur intrasel.
Nistatin Polien Mengikat sterol dalam membran sel
jamur, mengubah permeabilitas dan
menyebabkan isi seluler bocor.

10.1.3. Infeksi Mukolitik Kulit, Rambut dan Kuku


1. Definisi
Infeksi mikrobakteri superficial pada kulit, atau disebut sebagai dermatofitosis.
32

2. Etiologi
Dermatofit yang diklasifikasikan menurut genera : Trichophyton, Epidermophyton, dan
Microsporum.
3. Jenis dan Terapi
a. Tinea pedis, adalah dermatofitosis yang paling umum yang menyerang kaki,
lebih dikenal dengan istilah "athlete's foot".
Terapi :
Penggunaan Obat Golongan Mekanisme
Topikal Butenafine Antijamur Menghambat
Banzilamin intermediasi dalam
sintesis ergosterol.
Sertaconazole Azol Menghambat sintesis
sitokrom P450
tergantung
ergosterol.
Oral Flukonazol Azol Penghambat selektif
dari enzim sitokrom P-
450 yang tergantung
pada P-450 Lanosterol
14-alfa-demetilase.

b. Tinea mannum, adalah infeksi jamur pada permukaan telapak tangan, bisa
melibatkan kaki.
Terapi :
Penggunaan Obat Golongan Mekanisme
Topikal Ciclopirox Antijamur Menghambat
Banzilamin intermediasi dalam
sintesis ergosterol.

Oral Ketokonazol Azol Menghambat sintesis


tergantung sitokrom
P450 ergosterol,
menghambat
pembentukan sel
membran.

c. Tinea cruris, adalah infeksi paha proksimal dan bokong.


Terapi :
33

Penggunaan Obat Golongan Mekanisme


Topikal Clotrimazol Azol Mengubah
permeabilitas membran
sel Candida; mengikat
fosfolipid pada
membran sel jamur,
yang mengubah
permeabilitas dinding
sel dan menyebabkan
hilangnya unsur intrasel.

Oral Itraconazol Azol Menghambat sintesis


sitokrom P-450
tergantung ergosterol,
menghambat
pembentukan sel
membran.

d. Tinea corporis, adalah infeksi jamur yang menyerang pada seluruh tubuh
terutama bagian lengan dan tungkai.
Terapi :
Penggunaan Obat Golongan Mekanisme
Topikal Ketokonazol Azol Menghambat sintesis
tergantung sitokrom
P450 ergosterol,
menghambat
pembentukan sel
membran.
Miconazol Azol Menghambat enzim
sitokrom P450 14-alpha-
dementhylase sehingga
menghasilkan inhibisi
ergosterol sintesis.
Terbinafin Alinamin Menghambat squalene
epoxidas dan
mengurangi sintesis
ergosterol.
34

Oral Terbinafin Alinamin Menghambat squalene


epoxidas dan
mengurangi sintesis
ergosterol.

e. Tinea capitis, adalah infeksi yang menyerang kulit kepala, folikel rambut, dan
kulit yang berdekatan yang terutama menyerang anak-anak.
Terapi :
Penggunaan Obat Golongan Mekanisme
Topikal Sampo Sampo yang
berhubungan dengan
terapi oral.

Oral Terbinafin Alinamin Menghambat squalene


epoxidas dan
mengurangi sintesis
ergosterol.

f. Tinea barbae, adalah infeksi yang mempengaruhi bulu dan folikel janggut dan
kumis.
Terapi :
Penggunaan Obat Golongan Mekanisme
Topikal Ketokonazol Azol Menghambat sintesis
tergantung sitokrom P450
ergosterol, menghambat
pembentukan sel membran.

Selenium
sulfide
Oral Ketokonazol Azol Menghambat sintesis
tergantung sitokrom P450
ergosterol, menghambat
pembentukan sel membran.
Itraconazol Azol Menghambat sintesis
sitokrom P-450 tergantung
ergosterol, menghambat
pembentukan sel membran
Griseofulvin Antijamur Fungistatik ; diendapkan
gol. lain dalam sel prekursor keratin
dan terikat erat dengan
35

keratin baru, dan


meningkatkan ketahanan
terhadap invasi jamur

g. Tinea versicolor/ Pityriasis versicolor, adalah infeksi yang menyerang daerah


seboroik (kulit kepala, wajah, punggung dan depan batang tubuh), disebabkan
oleh Malassezia.
Terapi :
Tipe Obat Golongan Mekanisme
Subtipe 1 Clotrimazol Azol Mengubah
permeabilitas
membran sel
Candida; mengikat
fosfolipid pada
membran sel jamur,
yang mengubah
permeabilitas dinding
sel dan menyebabkan
hilangnya unsur
intrasel.
Ketokonazol Azol Menghambat sintesis
tergantung sitokrom
P450 ergosterol,
menghambat
pembentukan sel
membran.
Miconazol Azol Menghambat enzim
sitokrom P450 14-
alpha-dementhylase
sehingga
menghasilkan inhibisi
ergosterol sintesis.
Subtipe 2 Ketokonazol Azol Menghambat sintesis
tergantung sitokrom
P450 ergosterol,
menghambat
pembentukan sel
membran.
Fluconazol Azol Penghambat selektif
dari enzim sitokrom
P-450 yang
tergantung pada P-
36

450 Lanosterol 14-


alfa-demetilase.
Itraconazol Azol Menghambat sintesis
sitokrom P-450
tergantung
ergosterol,
menghambat
pembentukan sel
membrane

h. Tinea unguium (Onikomikosis), adalah infeksi yang menyerang kuku.


Terapi :
Penggunaan Obat Golongan Mekanisme
Topikal Ciclopirox Antijamur Menghambat
Banzilamin intermediasi dalam
sintesis ergosterol.

Oral Terbinafin Alinamin Menghambat squalene


epoxidas dan
mengurangi sintesis
ergosterol..

11. HIV AIDS

11.1. Stadium HIV

Stadium I - Asimptomatik.
- Limfadenopati generalisata.
Stadium II - Berat badan menurun < 10%
- Kelainan kulit dan mukosa yang
ringan seperti, dermatitis seboroik,
prurigo, onikomikosis, ulkus oral
yang rekuren, kheilitis angularis.
Stadium III - Berat badan menurun > 10 %.
- Diare kronis yang berlangsung lebih
dari 1 bulan.
- Demam berkepanjangan lebih dari 1
bulan.
- Kandidiasis orofaringeal.
- Oral hairy leukoplakia.
37

- TB paru dalam tahun terakhir.


- Infeksi bakterial yang berat seperti
pnemonia, piomiositis
Stadium IV - HIV wasting syndrome seperti yang
didefinisikan oleh CDC
- Pnemonia Pneumocystis carinii
- Toksoplasmosis otak
- Diare kriptosporidiosis lebih dari 1
bulan
- Kriptokokosis ekstrapulmonal
- Retinitis virus sitomegalo
- Herpes simpleks mukokutan > 1
bulan
- Leukoensefalopati multifokal
progresif
- Mikosis diseminata : histoplasmosis
- Kandidiasis di esofagus, trakea,
bronkus dan paru
- Mikobakteriosis atipikal diseminata
- Septikemia salmonellosis nontifoid
- Tuberkulosis ekstra paru
- Limfoma
- Sarkoma kaposis
- Ensefalopati HIV
Surveillance Case Definition for HIV Infection among Adults and Adolescents (=13 years)—United
States, 2008
38

11.2. Etiologi
HIV adalah virus RNA beruntai tunggal yang terselubung dan merupakan anggota Lentivirinae
retrovirus. Ada dua jenis HIV yang terkait namun berbeda : HIV-1 dan HIV-2. HIV-2, terdiri dari
tujuh garis keturunan filogenetik yang ditunjuk sebagai subtipe (klade) A sampai G. HIV-1 juga
dapat dikategorikan berdasarkan filogeni. Tiga kelompok HIV-1 dikenali : M (utama atau mayor),
N (non-M, non-O), dan O (outlier). Virus HIV-1 baru diklasifikasikan sebagai kelompok P (tertunda
diidentifikasi kasus lebih lanjut). Sembilan subtipe kelompok HIV-1 M diidentifikasi sebagai A
melalui D, F melalui H, dan J dan K. Campuran subtipe disebut sebagai bentuk rekombinan yang
bersirkulasi (CRF). Transportasi modern, pergaulan bebas, dan penyalahgunaan narkoba telah
menyebabkan kejadian yang cepat penyebaran virus di Amerika Serikat dan seluruh dunia.
39

Pict. Life cycle of human immunodeficiency virus with potential targets where replication may be
interrupted. Italicized compounds were in development at the time of this writing. (Reprinted with
permission, Courtney V. Fletcher, 2012.)

11.3. Pengobatan HIV AIDS

11.3.1. Tujuan Pengobatan HIV AIDS


Tujuan pengobatan HIV AIDS adalah sebagai berikut :
- Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat.
- Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV.
- Memperbaiki kualitas hidup ODHA.
- Memulihkan dan/atau memelihara fungsi kekebalan tubuh.
- Menekan replikasi virus secara maksimal dan secara terus menerus.

11.3.2. Prinsip Penggunaan ART


- JANGAN menggunakan monoterapi.
- JANGAN menggunakan biterapi.
40

- Gunakan selalu HAART : Highly Active Antiretroviral Therapy dan selalu gunakan
minimal kombinasi tiga obat antiretroviral.

11.3.3. Pengobatan Jangka Panjang


1. Pengobatan antiretroviral (ARV)
- Diberikan saat perut kosong : Didanosin, Indinavir.
- Diberikan bersama makanan : Protease inhibitor.
- Bisa dengan/tanpa makanan : Zidovudin, Stavudin, Nevirapin, Efavirenz
(hindari lemak).
- Disimpan dalam kulkas : Ritonavir, Suspensi ddI, D4T sol, Lopinavir/rit
kapsul/larutan.

2. Jenis Obat, First-line Regimens dan Mekanisme Kerja ARV


41

Mekanisme Kerja ARV

3. Pengobatan Profilaksis untuk Infeksi Oportunistik


42

Therapies for Prophylaxis of Select First-Episode Opportunistic Diseases in Adults and


Adolescents

4. Obat NRTI dan NNRTI

2 NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors) + 1 NNRTI (Non-Nucleoside


Reverse Transcriptase Inhibitors)

Mekanisme :

Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI), Enzim transkriptase balik


mengonversi RNA virus menjadi DNA provirus sebelum penggabungannya ke
dalam kromosom sel inang.

Non-Nucleoside Revese Transkriptase Inhibitors (NNRTI), memblok aktivitas


enzim transkriptase balik dengan berikatan didekat sisi aktif enzim, sehingga
menginduksi perubahan konformasi disisi ini.
43

5. Efek Samping Obat (ESO)

Obat ESO
Zidovudin (AZT) Mual/muntah, sakit kepala, kembung, anemia,
netropeni, mialgia, miopati, artralgia, kenaikan
transaminase.
Stavudin (D4T) Neuropati perifer, kenaikan transaminase,
asidosis laktat, lipoatrofi, gangguan saluran cerna.
Nevirapin (NVP) Ruam, sindroma Steven Johnson, demam,
gangguan saluran cerna, kenaikan transaminase.

6. Interaksi Obat

Obat IO
NVP + EFV Menurunkan kadar Metadon
XTC + Ritonavir FATAL
Alprazolam, Triazolam, Tidak dianjurkan
Clonazepam, Midazolam,
Zolpidem + ARV
NVP + EFV Menurunkan kadar estrogen
Statin + ARV Rhabdomiolisis, hepatotoksisitas
meningkat

12. Vaksin dan Toxoid

12.1. Definisi
Vaksin dan toxoid merupakan produk terpisah dan berbeda. Namun, kedua jenis produk
ini menginduksi imunitas aktif yaitu, kekebalan yang dihasilkan oleh respon imunologis
alami terhadap antigen (Dipiro, 2014).

Vaksin (PERMENKES RI NO 12 TH 2017) merupakan produk biologis yang berisi antigen


berupa mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup yang dilemahkan masih utuh
atau bagiannya; toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toxoid; protein
rekombinan yang ditambahkan dengan zat lainnya, yang bila diberikan pada seseorang
akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.
44

Toxoid (Dipiro, 2015) merupakan toksin bakteri yang tidak aktif. Mereka
mempertahankan kemampuan untuk merangsang pembentukan antitoksin, yang
merupakan antibodi yang diarahkan melawan toksin bakteri.

12.2. Klasifikasi Vaksin (dengan Mikroorganisme)


45

12.2.1. Vaksin yang dilemahkan


1. Virus
- Vaksin Measles (Campak) : Vaksin virus yang dilemahkan yang
menghasilkan infeksi subklinis. Biasanya dikombinasi dengan Mumps
Rubella (MMR) atau Mumps Rubella Varicella (MMRV).
- Vaksin Mumps (Gondok) : Vaksin hidup yang dilemahkan yang dibuat dari
budidaya embrio ayam. Setiap dosis 0,5 ml vaksin mengandung neomycin
25 mcg. Biasanya dikombinasi dengan Measles Rubella (MMR) atau
Measles Rubella Varicella (MMRV).
- Vaksin Rubella : Mengandung virus rubella yang dilemahkan tumbuh
secara lyophilized dalam kultur sel diploid manusia. Biasanya dikombinasi
dengan Measles Mumps Varicella (MMRV). Setiap dosis 0,5 ml vaksin juga
mengandung neomycin 25 mcg dan diberikan secara subkutan.
- Vaksin Vaccinia
- Vaksin Varicella
- Vaksin Zoster Herpes
Vaksin Varicella (cacar air) dan Zoster (cacar api) terdiri dari virus hidup
(yang dilemahkan) berisi strain virus varicella, yang dilemahkan dan
diperbanyak memlalui beberapa jalur kultur sel yang berbeda. Vaksin
varicella adalah produk terliofilisasi (lyophilized) yang harus dijaga beku
dan terlindung dari cahaya.
- Vaksin Polio : Vaksin yang digunakan untuk mencegah poliomielitis yang
menyebabkan kelumpuhan. Berisi virus polio yang dilemahkan.
- Vaksin Influenza
Influenza adalah infeksi pernapasan virus menular yang biasanya terjadi
selama berbulan-bulan pada musim dingin. Vaksin ini berguna untuk
melindungi dari kemungkinan flu berat.
- Vaksin Rotavirus
- Vaksin Yellow Fever

2. Bakteri
- Vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin)
- Vaksin Tipoid oral
Sifat Bakteri :
BCG → Bakteri Mycobacterium Tuberculosis (gram positif)
Thypoid → Bakteri Salmonella Thypi (gram negatif).
46

12.2.2. Vaksin yang dimatikan


1. Whole Cell Vaccine
a. Virus
- Hepatitis A : Vaksin Hepatitis A adalah vaksin dari virus utuh yang diberikan
dalam rangkaian dua dosis.
-Rabies : Vaksin yang digunakan untuk pencegahan maupun pengobatan rabies
(setelah terpajan) oleh virus rabies. Diindikasikan untuk orang yang memiliki
resiko tinggi untuk terkena rabies, seperti dokter hewan, penangan hewan,
pekerja laboratorium dalam penelitian rabies atau laboratorium diagnostic,
petugas satwa liar dan siapapun yang menangani hewan yang mungkin
menularkan virus.
- Flu.
- Polio.
b. Bakteri
- Pertusis ( Bodetella pertussis) → gram negatif
- Tipus ( Salmonella typhi) → gram negatif
- Kolera (Vibrio cholerae) → gram negatif
- Plague

2. Fractional Vaccine
a. Protein
1) Toksoid
- Tetanus Immunoglobulin
Tetanus Immunoglobulin adalah larutan Immunoglobulin yang steril,
terkonsentrasi, yang dibuat dari manusia yang hiperimunisasi,
digunakan untuk memberikan kekebalan pasif terhadap tetanus setelah
terjadinya luka traumatis pada orang yang tidak diimunisasi atau diobati
dengan sub optimal.
- Tetanus and Diphtheria Toxoid Adsorbed
Tetanus and Diphtheria Toxoid Adsorbed adalah suspensi steril dari
racun yang dimodifikasi dari Corynebacterium diphtheriae yang
menginduksi kekebalan terhada eksotoksin organisme ini, sedangkan
Tetanus toxoid adsorbed adalah suspensi steril toksoid yang berasal dari
Clostridium tetani.
47

2) Subunit
- Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B diproduksi dengan menggunakan teknologi DNA rekombinan
untuk mengekspresikan antigen hepatitis B (HBsAg) pada ragi.
- Influenza
- Vaksin Pertussis Asellular
Vaksin pertussis asellular mengandung komponen organisme Bordettella
pertussis. Semua asellular mengandung toksin, dan beberapa mengandung satu
atau lebih komponen bakteri tambahan (misal : hemaglutinin filamen, pertaktin
dan tipe fimbriae).
- Human Papillomavius Vaccine (HPV)
Infeksi HPV adalah infeksi menular seksual yang paling umum, dengan prevalensi
tertinggi infeksi pada orang dewasa muda yang aktif secara seksual. Virus ini
menyebar melalui kontak seksual yang dapat menyebabkan penyakit seksual
seperti kanker mulut rahim, kutil kelamin, kanker dubur dll.
- Vaksin Anthrax

b. Basis Polisakarida
1) Murni
- Peuneumococcus
- Meningococcus
- Salmonella typhi
2) Konjugat
- Haemophilus influenzae tipe b (Hib)
- Peuneumococcus
- Meningococcus

12.3. Peranan Vaksin dalam Mencegah Infeksi Menular


48

- Antigen (disuntikkan) → ke dalam tubuh (vaksinasi) → sistem kekebalan tubuh


dapat mengenali organisme asing (ex : virus) → menghasilkan antibodi →
melawan patogen sebelum menyebar dan menyebabkan penyakit.
- Infeksi buatan hilang → tubuh memiliki "memori" T-limfosit dan B-limfosit, yang
akan diingat untuk melawan penyakit jika terserang zat asing yang sama. Namun,
biasanya memakan waktu beberapa minggu bagi tubuh untuk memproduksi T-
limfosit dan-limfosit B setelah vaksinasi.

12.4. Rekomendasi Jadwal Imunisasi Anak dan Dewasa


1. Anak
a. Usia 0-18 Tahun
b. IDAI, 2017
49

- US, 2017
50

2. Usia 6 Tahun

3. Dewasa
- PAPDI, 2014

12.5. Efek Samping yang Mungkin Terjadi Selama Pemberian Vaksin


1. Umum
Demam, ruam pada lokasi penyuntikan, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, sakit
mata, malaise, trombositopenia transien (jarang terjadi).
51

2. Periode
PERHITUNGAN DOSIS

APT. WIDHYA ALIGITA, M.SI.


PENGERTIAN DOSIS

Dosis obat adalah jumlah kuantitatif yang diberikan atau


diminum oleh pasien untuk menghasilkan efek pengobatan
yang diinginkan.

• Istilah - istilah dosis:


 Dosis tunggal  jumlah yang diminum per satu waktu
 Dosis perhari/ dosis total  jumlah yang diminum dalam
sekali terapi
 Dosis terbagi  jika dosis per hari dibagi menjadi beberapa
kali pemberian
 Regimen dosis  jadwal penggunaan obat
Contoh soal
Seorang pasien menerima obat dari apotek untuk sakit kepala yang
dialaminya. Obat tersebut dapat diminum tiga kali satu tablet, dengan
kandungan obat per tablet adalah 500 mg. Tentukan dosis tunggal,
dosis per hari, regimen dosis, dan apakah obat ini termasuk dosis
terbagi atau bukan!
Dosis tunggal = 500 mg
Dosis per hari = 1.500 mg
Regimen dosis = 3x1 tablet
Dosis terbagi
Contoh soal
Pasien anak diberikan amoxicillin oleh dokter untuk mengobati radang
tenggorokannya. Obat harus diberikan tiga kali sehari satu sendok
makan selama 3 hari. Dalam satu sendok makan, mengandung 250 mg
amoxicillin. Tentukan dosis tunggal, dosis per hari, regimen dosis, dan
apakah obat ini termasuk dosis terbagi atau bukan!
Dosis tunggal = 250 mg
Dosis per hari = 750 mg
Regimen dosis = 3x1 sendok makan selama 3 hari
Dosis terbagi
Respon individu terhadap dosis

• MEC : minimum effective concentration


• MTC : minimum toxic concentration
Respon individu terhadap dosis
Sendok teh dan sendok makan

TETES
• 1 tetes = 0,05
mL
• 20 tetes = 1 mL
Contoh soal
• Jika dosis suatu obat adalah 200 mg, berapa jumlah dosis yang
terkandung dalam 10 g?
• 10 g = 10.000 mg
• Jumlah dosis yang terkandung dalam 10.000 mg :
• 10.000/ 200 = 50 dosis
• Artinya, obat sebanyak 10 g dapat diberikan 50x untuk dosis
tunggal 200 mg.
Contoh soal
• Jika 1 sendok makan diresepkan sebagai dosis, berapa jumlah dosis
yang akan terkandung dalam 500 mL obat?
• 1 sdm = 15 mL
• Jumlah dosis yang terkandung dalam 500 mL:
• 500/15 = 33,3 dosis = 33 dosis
Contoh soal
• Jika dosis suatu obat adalah 50 µg, berapa dosis yang terkandung
dalam 0,020 g?
• 0,020 g = 0,020 x 1.000.000 = 20.000 µg
• Jumlah dosis dalam 20.000 µg :
• 20.000/ 50 = 400 dosis
Contoh soal
• Berapa sendok teh yang akan diresepkan dalam
setiap dosis obat berbentuk sirup jika 180 mL
berisi 18 dosis?
• Dosis tunggal = 180/ 18 = 10 mL
• = 2 sendok teh
CONTOH SOAL
• Berapa mililiter obat sirup diperlukan untuk
memberi pasien 2 sendok makan dua kali sehari
selama 8 hari?
• 2 sendok makan = 30 mL
• Jumlah dosis = 2 x 8 = 16 dosis
• Volume obat yang diperlukan = 30 x 16 = 480 mL
Contoh soal
• Diperlukan sekitar 4 g salep untuk menutupi kaki
pasien dewasa. Jika dokter meresepkan salep untuk
pasien dengan eksim untuk dioleskan dua kali sehari
selama 1 minggu, manakah dari ukuran produk
berikut yang harus diberikan: 15 g, 30 g, atau 60 g?
• Jumlah dosis = 2 x 7 = 14 dosis
• Ukuran dosis = 4 g
• Total obat yang diperlukan = 14 x 4 = 56 g
• Jadi ukuran produk yang diberikan adalah 60 g
Contoh soal
• Berapa gram bahan obat yang dibutuhkan untuk
membuat 120 mL larutan yang tiap sendok tehnya
mengandung 3 mg bahan obat?
• Konsentrasi obat = 3 mg/ 5 mL
• Jumlah obat yang diperlukan untuk 120 mL = 120 x
3/ 5 = 72 mg
KAPITA SELEKTA
Cost Analysis : Dilihat dari sisi biaya saja

Studi Klinik : Dilihat dari sisi outcome saja

BIAYA Rx OUTCOME
Input yang digunakan Produk Obat atau Pelayanan Output atau Luaran dari
untuk mendapatkan produk pilihan terapi
atau pelayanan farmasi

Farmakoekonomi: Dilihat dari sisi biaya dan outcome

Farmakoekonomi mengidentifikasi, mengukur dan membandingkan biaya (sumber daya


yang digunakan) dengan outcome (klinik, ekonomik, humanistik) dari produk dan
pelayanan farmasi
FARMAKOEKONOMI ?

Studi Farmakoekonomi → memperkirakan biaya secara relatif terhadap


efektivitas dari penggunaan biaya itu sendiri dalam rangka untuk
menyediakan suatu pelayanan kesehatan. Studi tersebut selalu
mempertimbangkan, minimal 2 pilihan atau alternatif, misalnya suatu
terapi obat dengan terapi standar yang sudah ada.

4
JENIS STUDI FARMAKOEKONOMI
Jenis Studi Input (Biaya) Output/Luaran Penerapan dan Keterangan
(Outcome)
Cost Minimization Analysis Satuan Moneter Tidak Diukur Output atau outcome dari pilihan terapi
(CMA) / Analisis Minimalisasi (dianggap sama)
Biaya
Cost Benefit Analysis (CBA) / Satuan Moneter Satuan Moneter Output apapun dari suatu pilihan terapi
Analisis Manfaat Biaya diubah menjadi satuan moneter (uang)
Cost Effectiveness Analysis Satuan Moneter Parameter Klinis Output yang diukur menggunakan parameter
(CEA) / Analisis Efektivitas klinis seperti yang digunakan pada uji klinis,
Biaya misal : Tekanan darah Angka kejadian stroke,
kematian
Cost Utility Analysis (CUA) / Satuan Moneter Humanistik : Output yang digunakan dapat berupa :
Analisis Efektivitas Biaya Quality adjusted life - QALYs yang merupakan satuan dari
years (QALYs), lamanya hidup dengan kualitas hidup yang
Disability adjusted life sempurna, atau
years (DALYs) - DALYs yang merupakan satuan dari waktu
kehilangan kondisi sehat seseorang
LUARAN FARMAKOEKONOMI

Humanistik
Klinis Moneter

Luaran antara Luaran akhir klinis


(intermediate outcome) (clinical endpoint)
LUARAN KLINIS
Jenis Teknologi Kesehatan Luaran Antara Luaran Akhir Klinis

Antihipertensi Penurunan tekanan darah Penurunan jumlah kejadian stroke,


serangan jantung, atau kematian

Vaksinasi HPV Peningkatan jumlah antibody Penurunan jumlah kasus dan kematian
spesifik HPV yang disebabkan oleh kanker serviks
Antiretroviral Peningkatan CD4 dan CD8 Penurunan jumlah orang yang tertular,
jumlah kematian

Analgetik - Hilangnya rasa nyeri

Promosi penggunaan Jumlah pemakai kontrasepsi Angka kelahiran atau pertambahan


kontrasepsi jumlah penduduk
BIAYA PELAYANAN KESEHATAN
Biaya Pelayanan Perspektif
No Definisi Contoh Biaya
Kesehatan
Komponen biaya
1 Biaya langsung Biaya yang dikeluarkan Pengobatan, monitoring terapi, Pasien Provider Payer Societal
medis terkait jasa pelayanan medis administrasi terapi, konsultasi
(direct medical untuk mencegah suatu dan konseling pasien, tes Biaya Langsung Medis:
cost) penyakit diagnostik, rawat inat, kunjungan
dokter, kunjungan medik ke - Biaya pelayanan
kesehatan + + + +
rumah, jasa perawat, jasa
ambulance
- Biaya cost sharing patient + - − +
2 Biaya langsung non Biaya yang dikeluarkan tidak Transportasi, tinggal di
medis terkait secara langsung penginapan untuk pasien atau
Biaya langsung non-medis:
(direct non-medical dengan pelayanan medis keluarga, jika perawatan di luar
cost) kota -Biaya transportasi, parker,
dsb + - − +
3 Biaya tidak Biaya yang dapat mengurangi Produktivitas pasien yang hilang
langsung produktivitas pasien/biaya Produktivitas dari caregiver yang
(indirect cost) yang hilang akibat kehilangan tidak terbayarkan Biaya Tidak Langsung:
produktivitas
- Biaya hilangnya
produktivitas + - − +
4 Biaya tak teraba Biaya yang dikeluarkan bukan Nyeri, lemah, cemas
(intangible cost) hasil tindakan medis dan Biaya tak teraba + - − +
tidak dapat diukur dalam
mata uang Ket :
+ : disertakan
- : tidak disertakan
Cost Effectiveness
Analysis (CEA)
Istilah dalam CEA

Singkatan Kepanjangan Rumus

ACER Average cost-effectiveness ratio


Rata−rata Total Biaya
ACER =
Rata−rata Efektivitas

ICER Incremental cost-effectiveness ratio 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐴−𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐵


ICERB-A = Efektivitas kelompok A−kelompok B
Cost-effectiveness plane

Perhitungan CEA
Rata−rata Total Biaya
ACER = Rata−rata Efektivitas

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐴−𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐵


ICERB-A = Efektivitas kelompok A−kelompok B

Cost-effectiveness grid
Soal CEA
Kematian yang
Biaya dihindarkan per 100
Obat per 100 pasien pasien

A 6.000.000 3

B 22.000.000 5

C 30.000.000 1

- Tentukan posisi alternatif pengobatan dalam cost-effectiveness plane dan


cost-effectiveness grid
- Tentukan nilai ACER dari masing-masing obat
- Tentukan Nilai ICERA->B
Kematian yang
Biaya dihindarkan per 100
Obat per 100 pasien pasien

A 6.000.000 3

B 22.000.000 5

C 30.000.000 1

Obat B terhadap A berada di posisi


kolom I dan Kuadran I
(tukaran/trade-off)
Contoh Soal CEA ACER =
Rata−rata Total Biaya
Rata−rata Efektivitas

Kematian yang 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐴−𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐵


Biaya ACER ICERB-A = Efektivitas kelompok A−kelompok B
dihindarkan per
Obat per 100 pasien (rupiah per kematian yang
100 pasien
dicegah)

A 6.000.000 3 6.000.000/3 = 2.000.000

B 22.000.000 5 22.000.000/5 = 4.400.000

C 30.000.000 1 30.000.000/1 = 30.000.000

Semakin kecil ACER semakin baik

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐵−𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐴 22.000.000−6.000.000


ICERA->B = = = Rp. 8.000.000/kematian yang dapat dicegah
Efektivitas kelompok 𝐵−kelompok 𝐴 5−3

Untuk mendapatkan efektivitas yang lebih baik, perlu mengganti obat A menjadi B dengan biaya tambahan Rp.
8.000.000/kematian yang dapat dicegah
Cost Utility Analysis
Analysis (CUA)
PENGUKURAN UTILITAS
DENGAN EQ-5D-5L
Soal CEA

QALY = Jumlah tahun harapan hidup x Utilitas

- Tentukan posisi alternatif pengobatan dalam cost-effectiveness plane dan


cost-effectiveness grid
- Tentukan Nilai ICERB->A
Kemoterapi A terhadap B berada
di posisi kolom I dan Kuadran I
(tukaran)
QALY = Jumlah tahun harapan hidup x Utilitas
Contoh Soal CUA ACER =
Rata−rata Total Biaya
Rata−rata Efektivitas

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐴−𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐵


ICERB-A = QALY kelompok A−kelompok B

QALY = Jumlah tahun harapan hidup x Utilitas

QALY = Quality adjusted life years / jumlah


tahun yang disesuaikan

Untuk mendapatkan QALY yang lebih baik, perlu mengganti kemoterapi B menjadi A dengan biaya tambahan
Rp. 319.148,936/QALY
REFERENSI
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2013. Pedoman Penerapan
Kajian Farmakoekonomi. Jakarta : Kemenkes RI.
Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2016. Pedoman Teknis Analisis
Farmakoekonomi. Jakarta : Kemenkes RI.
Didik dkk. 2017. Farmakoekonomi Modeling. Purwokerto : UM Purwokerto Press.
Rascati, K, L. 2009. Essential of Pharmacoeconomics. Philadelphia : Walters Kluwer
Health.
Latihan
Rata-rata jumlah kematian
Rata-rata Biaya yang dapat dicegah
Program

A 45.000.000 7

B 12.000.000 3

C 10.000.000 2

- Tentukan posisi alternatif pengobatan dalam cost-effectiveness plane dan


cost-effectiveness grid (A terhadap B)
- Tentukan nilai ACER dari masing-masing program
- Tentukan Nilai ICERB->A (A menggantikan B)
Learning Outcome untuk Sidang Akhir S1 Farmasi Bidang Clinical Science and Basic Science (CSBS)
Bidang CSBS terdiri dari 2 RUBI yaitu:

Farmakologi dan Farmasi Klinis

Farmasi Umum dan Apoteker

Farmakologi

1. Memahami anatomi dan fisiologi normal tubuh serta mengenali patogenesis penyakit yang
berkaitan sistem saraf (nyeri dan inflamasi), kardiovaskular (hipertensi), endokrin (diabetes),
saluran cerna (diare dan tukak lambung), saluran pernapasan (asma), penyakit infeksi.

2. Memahami konsep mekanisme kerja obat dan target obat dalam memanipulasi keadaan
patofisiologi menjadi seperti keadaan fisiologis.

3. Memahami terminologi medis dan konsep dasar farmakologi yang meliputi aspek
farmakokinetika dan farmakodinamika obat

4. Memahami teori dan konsep berbagai metode uji farmakologi terkait aktivitas farmakologi
suatu obat.

5. Mampu mendesain penelitian bidang farmakologi dan menginterpretasikan datanya.

Farmasi Klinis dan Komunitas

1. Mampu mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah terkait obat berlandaskan prinsip-


prinsip ilmiah untuk mengoptimalkan terapi.

2. Mampu memberikan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pasien disertai penjaminan mutu
perbekalan farmasi (perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyaluran dan
pelaporan)

3. Mampu mencari, mengevaluasi, dan memberikan informasi tentang obat, pengobatan, dan
penggunaan obat yang rasional.

4. Mampu melaksanaan pekerjaan secara bertanggungjawab sesuai ketentuan perundang-


undangan, norma, dan etik kefarmasian
Mata Kuliah Kapita
Selekta Farmasetika

Apt. Garnadi Jafar, M.Si


SEJARAH FARMASI

 Pengertian Obat: Suatu zat yang dimaksudkan untuk


dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit,
mengobati atau mencegah penyakit pada manusia
autopen hewan
SECARA UMUM
 Semua Bahan tunggal/ campuran yang
dipergunakan oleh semua mahluk hidup untuk
bagian dalam ataupun luar, guna mencegah,
meringankan ataupun menyembuhkan penyakit
SEJARAH FARMASI

 Obat telah ada jauh lebih lama dari


manusianya itu sendiri.
 Penyakit pada manusia dan nalurinya
untuk mempertahankan hidup, setelah
bertahun-tahun membawa kepada
penemuan-penemuan.
 Bentuk obat yang sangat sederhana dan
dalam penggunaan berdasarkan
pengalaman atau secara turun-temurun
PARADIGMA ZAMAN PRIMITIF

 Penyakit disebabkan
- Masuknya roh jahat dalam tubuh
- Kutukan dari dewa yang disembahnya
 Pengobatan
Mengusir pengganggu dengan mantra,
bunyia-bunyian dan pemberian ramuan-
ramuan
Membuat sesajen untuk para dewa
dengan anggapan adanya kutukan karena
tidak dipenuhinya permintaan/kebiasaan
PERAPOTEKAN YANG PERTAMA

 Dihubungkan dengan yang gaib


 Para pelakunya dianggap memiliki hub dengan
yang gaib
 Anggapan bekerjanya obat :

- pemilik mahluk gaib


- karena kebaikan atau kejahatan
- Rasa kasihan dari dewa
BERDASARKAN PARA AHLI
ARKEOLOGI
Telah ditemukan banyak tablet kuno 3000 tahun sebelum masehi

 Catatan papyrus Ebers kertas bertulisan yang


panjangnya 60 kaki dan lebarnya satu kaki yang
berisi formula-formula obat dengan menguraikan lebih
800 formula atau resep dan 700 obat-obatn yang
berbeda
FIGUR SEJARAH KEFARMASIAN
 Hippocrates
Seorang yang genius dari Yunani dan
kreativitasnya mempunyai pengaruh
revolusioner terhadap perkembangan kedokteran
dan farmasi
 Galen
Seorang ahli kedokteran dan Farmasi bangsa
Yunani dikenal sebagai Bapak Galenika
BAHASA LATIN RESEP
Singkatan Kepanjangan Arti
aa Ana Masing-masing
a.c Ante coenam Sebelum makan
a.d Auris dextrae Telinga kanan
a.h Alternis horis Selang satu jam
a.l Auris laevae Telinga kiri
a.p Ante prandium Sebelum sarapan pagi
ad Add Sampai
Ad libit Ad libitum Sesukanya
b.in d Bis in die Dua kali sehari
b.d.d Bis de die Dua kali sehari
C Cochlear Sendok makan
C.th Cochlear thea Sendok teh
Collut Collutio Obat cuci mulut
Collyr Collyrium Obat cuci mata
d da Berikan
d.in 2plo Da in duplu Berikan dua kali jumlahnya

d.in dim Da in dimidio Berikan setengahnya


d.c Durante coenam Pada waktu makan
d.d De die Tiap hari
d.t.d Da tales doses Berikan dalam dosis
demikian
det detur Diberikan
dil dilutus Diencerkan
g gramma Gram
gr grain Kira-kira 65 mg
gtt guttae Tetes
h.m Hora matutina Pagi hari
h.s Hora somni Waktu tidur
h.v Hora vespertina Malam hari
i.o.d In oculo dextro Pada mata kanan
i.o.s In oculo sinistro Pada mata kiri
m.f Misce fac Campur dan buat
m.f.pulv Misce fac pulveres Campurkan buat powder
ndt Ne detur Tidak diberikan
p.r.n Pro re nata Bila diperlukan
p.c Post coenam Setelah makan
Part.dol Part dolente Pada bagian yang sakit
BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO)
PARAMETERS OF DRUG QUALITY

1. SAFE (AMAN)
TIDAK MENIMBULKAN EFEK SAMPING YANG TIDAK
DIKEHENDAKI PADA PEMBERIAN DOSIS TERAPEUTIK

2. EFFECTIVE (BERKHASIAT)
MENIMBULKAN EFEK FARMAKOLOGIS PADA HEWAN
ATAU MANUSIA

3. ACCEPTABLE (NYAMAN)
DAPAT DITERIMA OLEH PASIEN (PENGGUNA OBAT)
UNIT PROSES DISPENSING

Preformulation

Formulation

Evaluation
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PEMILIHAN BSO
1. Obat, misal :
 rasanya pahit :kapsul atau emulsi
 dapat dirusak oleh asam lambung : injeksi atau
suppositoria.
2. Penderita, Misal:
 Umur dan berat badan
 Kesadaran emergensi
 Ekonomi
3. Penyakit
- emergensi
- area
KEBUTUHAN AKAN BENTUK
SEDIAAN OBAT
 Bahan obat jarang diberikan sendiri-sendiri,
tetapi lebih sering merupakan suatu formula
yang dikombinasikan dengan satu atau lebih
bahan yang bukan berkhasiat obat
Disamping usaha untuk mendapatkan
obat yang manjur, tidak beracun dan
mudah dipakai, bentuk sediaan
membutuhkan hal-hal lain sebagai
berikut:
 Untuk melindungi zat obat dari pengaruh yang merusak
seperti oksigen dan kelembaban (misalnya tablet salut dan
ampul tertutup rapat).
 Untuk melindungi zat obat terhadap pengaruh yang merusak
seperti asam lambung sesudah pemberian oral (misalnya
tablet salut enterik).
 Menutupi rasa pahit, asin, atau bau tak enak dari zat obat
(misalnya kapsul, tablet bersalut, sirup-sirup yang diberi
pengenak rasa).
 Menyediakan sediaan cair dari zat yang tidak larut atau tidak
stabil dalam pembawa yang diinginkan (misalnya suspensi).
 Menyediakan sediaan cair yang larut dalam pembawa yang
diinginkan (misalnya larutan).
 Menyediakan obat dengan kerja yang luas, dengan cara
mengatur pelepasan obat (misalnya tablet dan kapsul dengan
pelepasan obat diatur).
 Mendapatkan kerja yang optimum pada tempat pemberian
secara topikal (misalnya salep, krim, plester, obat mata, obat
telinga dan obat hidung).
 Memberikan penempatan obat ke dalam salah satu lubang tubuh
(misalnya suppositoria melalui anus dan ovula melalui vagina).
 Memberikan penempatan obat secara langsung ke aliran darah
atau jaringan tubuh (misalnya injeksi).
 Memberikan kerja obat yang optimum melalui pengobatan
inhalasi (misalnya aerosol).
PENGGOLONGAN BENTUK SEDIAAN
FARMASI

Bentuk
sediaan obat

Bentuk
sediaan Non Bentuk
Steril sediaan Steril

Mengikuti
Likuida Semi Solida solida bentuk sediaan
non steril
a. BAF tidak larut air, Log P > a. BAF Larut air atau
dari 3 kelarutan rendah Log P
b. Secara fisik Opaque maksimal 3
c. Sediaan dipengaruh Sirup b. Secara fisik transparan
suspending agent Larutan c. Faktor utamanya kelarutan
d. Penstabil dalam suasana Sejati d. Penstabil dalam suasana
Aques
Aques
e. Evaluasi Sedimentasi e. Evaluasi tranparansi

Sediaan
Suspensi Emulsi
Likuida

a. BAF tidak larut air, Log P > dari


3 atau BAF berupa oil
b. Secara fisik Opaque
c. Sediaan dipengaruh Emulgator
dan kesesuaian HLB
d. Penstabil dalam suasana
Aques
e. Evaluasi tipe emulsi dan
a. BAF tidak larut air, Log P > a. BAF Larut air atau
dari 3 kelarutan rendah Log P
b. Basis air dan basis lemak maksimal 3
b. Gelling Agent
Gel
c. Secara fisik Opaque
d. Kandungan air sangat c. Secara fisik transparan
seedikit d. Terdapat globul
e. Memiliki viskositas yg e. Sineresis
tinggi f. pH, Viskositas, daya sebar
f. Evaluasi daya sebar, pH
dan viskositas

Sediaan
Salep semi Emulsi
solida

a. BAF berupa oil atau larut


minyak
b. Fase air dan fase minyak
c. Secara fisik Opaque
d. Sediaan dipengaruh Emulgator
dan kesesuaian HLB
e. Penggunaan topikal
f. Evaluasi viskositas , daya
DRUG PRODUCT MANUFACTURE
API
Excipients milling

oven drying
blending crystallization
filtration

Direct
compression
lubrication
Wet
granulation Dry granulation
/ milling tableting
coating

Fluid Bed Dryer

Process combines the drug and imprinting


excipients into the dosage form Dosage Form
PROCESSING ROUTES
Direct Compression Dry Granulation Wet Granulation
Drug
Drug Mixing Drug Mixing Mixing
Diluent
Diluent Diluent
Glidant Lubricant Compression Binder Wetting
Disintegrant
Solvent
Comminution Granulation

Drying
Disintegrant Screening Disintegrant Screening
Glidant Glidant
Lubricant Mixing Lubricant Mixing Lubricant Mixing

Fill die
Tablet Other Routes
Compression
Fluidized bed granulation
Compress Tablet
Extrusion / rotary granulation

Coating, Packaging etc..


SISTEM PELEPASAN TABLET
UNIT PROSES FARMASI

Garnadi Jafar,S.Farm,M.Si., Apt


2
Pengertian Secara Umum

Alur atau daur

Prosedur atau SOP

Tahapan
Gambaran Garis besar

Unit Proses

Unit Proses

user
Faktor -Faktor yang Berpengaruh

Impian

Budgeting Penelitian

PRODUK

Ketersediaan
Regulasi
sarana

Ketersediaan
bahan baku
Impian / Angan angan
Sangat dipengaruhi zaman / Kekinian

Futuristik
Modern
Kuno/Klasik
Bilingual system
Metode klasikal/ konvensional
Metode Modern
Kuisioner Eksperimental

Research

Studi Banding Survey


Regulasi

Pengguna

Pemerintah

Jalur
Produsen
distribusi
Bahan Baku

Bahan Alam

Sintetik

Sumber lain : Bioteknologi dan Radionuklir


Ketersediaan Sarana

Bangunan
Gambaran Secara
Umum
Kekokohan

Topografi Lingkungan
Budgeting

Modal
Investor
sendiri

Pinjaman
Bank
Ruang Lingkup Sediaan

Alat
Kesehatan Obat
Alat Kesehatan
PERTEMUAN KE 2
Sediaan Farmasi

Science Non
Health Steril

Steril
Likuid

Non
Steril
Solid Semisolid
Likuida

Larutan
Sejati
Setiap sediaan
memiliki unut
proses yang
berbeda Suspensi

Emulsi
Proses yang akan terlibat

Pengadaan

Pengemasan Penimbangan

Pengisian Pencampuran
Timbangan

Neraca
Penggunaan
yang
Proforsional Digital

Analitik Lebih Akurasi


Alat Pencampuran

Klasikal
Tergantung
dari jenis

Modern sediaan
yang
diproduksi

Modern dan
Terukur
Pencampuran
• Pencampuran adalah suatu proses yang
melibatkan penyisipan antar partikel jenis
yang satu di antara partikel jenis yang lain
dengan menggunakan gaya mekanik untuk
menghasilkan pencampuran yang homogen.
• Pengadukan adalah proses yang menciptakan
terjadinya gerakan dari bahan yang diaduk
seperti molekul-molekul yang bergerak atau
komponennya menyebar ( terdispersi).
Tujuan Pencampuran
• Menghasilkan campuran bahan dengan komposisi tertentu
dan homogen
• Mempertahankan kondisi campuran selama proses kimia dan
fisika agar tetap homogen
• Mempunyai luas permukaan kontak antar komponen yang
besar, menghilangkan perbedaan konsentrasi dan perbedaan
suhu, mempertukarkan panas, mengeluarkan secara merata
gas-gas dan uap-uap yang timbul
• Menghasilkan bahan setengah jadi agar mudah diolah pada
proses selanjutnya atau menghasilkan produk akhir yang baik
Faktor2 yang Berpengaruh
Luas permukaan bahan

Konsentrasi

Suhu

Tekanan

Ion Senama

Ion Asing
Jenis – Jenis Pencampuran
Cairan
• Sirup Larutan
vs Sejati
Cairan

Cairan
vs • Susupensi
Padatan

Cairan
Vs • Emulsi
Minyak
Pencampuran pada kasus cair vs cair
Bagaimana dengan High Shear mixer
Campuran Cairan vs Padatan
• Metode yang paling sering digunakan untuk
mencampur cairan dengan padatan adalah
dengan menggerakkan cairan di dalam bejana
secara turbulen.
• Gerakan turbulen dapat dihasilkan oleh
pengaduk ataupun pencampur getar.
• Gerakan turbulen ditandai oleh turun-naiknya
kecepatan cairan secara acak pada setiap titik
dalam sistem.
Alat Pencampur Padatan Pencampuran terjadi pada tiga
vs Cairan tingkatan yang berbeda yaitu :
• Mekanisme konvektif :
pencampuran yang disebabkan
aliran cairan secra keseluruhan
(bluk flow)
• Eddy diffusion : pencampuran
karena adanya gumpalan-gumpalan
fluida yang terbentuk dan
tercampakn dalam medan lain.
• Diffusion : pencampuran karena
gerakan molekuler
Ketiga mekanisme terjadi secara bersama-sama,
tetapi yang paling menentukan adalah eddy
diffusion. Mekanisme ini membedakan
Ingat !!!! pencampuran dalam keadaan turbulen dengan
Fenomena yg terjadi pada pencampuran dalam medan aliran laminer. Sifat
Suspensi fisik fluida yang berpengaruh pada proses
pengadukan adalah densitas dan viskositas.
Alat pengaduk yang paling sering digunakan untuk
masalah pencampuran cairan dengan padatan

• Alat pengaduk jangkar


Alat pengaduk ini terdiri dari sebuah batang yang
dilengkungkan sehingga menyerupai sebuah
jangkar. Kelengkungan disesuaikan dengan bentuk
bejana pengaduk. Pengaduk jangkar memiliki
diameter yang besar (misalnya 95% dari diameter
bejana) dan berputar lambat. Bejana ini dapat
digunakan untuk bahan-bahan yang sangat viskos
atau bahan-bahan dengan berat spesifik yang tinggi
seperti suspensi
Alat Pengaduk Jangkar

Pengaduk ini
memungkinkan
terjadinya pertukaran
panas, mencegah
terjadinya
pengendapan atau
pelekatan padatan
pada dasar bejana.
Pengaduk ini
menghasilkan derajat
pencampuran yang
cukup besar
Alat Pengaduk Bingkai
• Pengaduk ini terdiri dari sebuah bingkai
persegi atau dua buah lengan jangkar yang
dipasang bersusun. Pengaduk ini mempunyai
diameter 2/3 dari diameter bejana tersebut
dan berputaran lambat
Alat Pengaduk Palet
• Pengaduk ini terdiri atas tiga daun yang melengkung.
Biasanya daun tersebut agak bengkok keatas sehingga
sesuai dengan bentu dasar bejana. Pengaduk impeler
mempunyai diameter sebesar 2/3 hingga ½ dari
diameter bejana dan frekuensi putarannya 100-200
rpm. Pengaduk impeler dibuat dari satu atau beberapa
bagian. Bersama dengan perangkat penggerak yang
dapat dikontrol, pengaduk impeler dapat dimanfaatkan
secara serba guna, misalnya untuk melarutkan,
mensuspensikan atau mengemulsikan padatan dalam
cairan serta juga untuk reaksi-reaksi kimia dan proses-
proses pertukaran panas
Alat Pengaduk Propeler

Pengaduk ini terdiri atas


sebuah propeler yang
mirip dengan baling-baling
pendorong kapal dengan
dua atau tiga daun yang
dipasang miring. Biasanya
alat pengaduk propeler
dibuat dalam dua bagian
dan berputar dengan
cepat. Pengaduk propeler
digunakan untuk
mengaduk bahan dengan
viskositas rendah (pada
viskositas yang tinggi,
biasanya bahan tidak dapat
digerakkan oleh propeler
Alat pengaduk Turbin

Jenis sederhana dari


pengaduk ini terdiri atas
sebuah cakram yang sisi
bawahnya mempunyai
beberapa sudu vertikal
yang disususun secara
radial. Pengaduk turbin
lebih sering digunakan
untuk bahan dengan
viskositas yang rendah.
Pengaduk ini seringkali
disebut sebagai pengaduk
serba guna karena dapat
digunakan untuk berbagai
jenis keperluan.
Pencampur Getar
• Alat ini terdiri atas sebuah cakram mendatar dengan
lubang-lubang yang berbentuk kerucut. Sebuah sumber
getar elektromagnetik digantungkan dengan pegas
pada kerangka alat. Melalui sebuah batang
penghubung, cakram digetarkan vertical oleh sumber
getar. Akibat getaran tersebut, bahan ditekan untuk
melewati lubang-lubang cakram dari bawah ke atas
atau sebaliknya. Dengan demikian terjadi suatu aliran
vertical yang kuat di sekitar cakram, dan terjadi
turbulensi yang tinggi dalam seluruh bahan.
Pencampur getar sesuai misalnya untuk membuat
larutan, suspensi atau emulsi dengan viskositas yang
rendah
Kecepatan pengaduk

• Salah satu variasi dasar dalam proses


pengadukan dan pencampuran adalah
kecepatan putaran pengaduk yang digunakan.
Variasi kecepatan putaran pengaduk bias
memberikan gambaran mengenai pola aliran
yang dihasilkan daya listrik yang dibutuhkan
dalam proses pengadukan dan pencampuran.
Secara umum klasifikasi kecepatan putaran
pengaduk dibagi tiga, yaitu :
Level Kecepatan Pengadukan
Kecepatan rendah yang Kecepatan sedang yang Kecepatan tinggi yang
digunakan berkisar digunakan berkisar digunakan berkisar
pada kecepatan 400 pada kecepatan 1150 pada kecepatan 1750
rpm. Pengadukan rpm. Pengaduk dengan rpm. Pengaduk dengan
dengan kecepatan ini kecepatan ini umumnya kecepatan ini umumnya

Kec Tinggi
Kec Rendah

Kec Sedang
umumnya digunakan digunakan untuk digunakan untuk fluida
untuk minyak larutan sirup kental dan dengan viskositas
kental,lumpur dimana minyak pernis. rendah misalnya air.
terdapat serat atau Jenis ini paling sering Tingkat pengadukan ini
pada cairan yang dapat digunakan untuk menghasilkan
menimbulkan busa meriakkan permukaan permukaan yang cekung
pada viskositas yang pada viskositas yang
rendah rendah dan dibutuhkan
ketika waktu
pencampuran sangat
lama atau perbedaan
viskositas sangat besar
Jumlah pengaduk

• Penambahan jumlah pengaduk yang digunakan


pada dasarnya untuk menjaga agar efektifitas
pengadukan pada kondisi yang berubah.
Ketinggian fluida yang lebih besar dari diameter
tangki,disertai dengan viskositas fluida yang lebih
besar dan diameter pengaduk yang lebih kecil
dari dimensi yang biasa digunakan merupakan
kondisi dimana pengaduk yang lebih dari satu
buah,dengan jarak antar pengaduk sama dengan
jarak pengaduk paling bawah ke dasar tangki.
Pengaruh Jumlah Pengaduk
Pemilihan Pengaduk

Viskositas dari cairan adalah salah satu dari beberapa faktor yang
mempengaruhi pemilihan jenis pengaduk. Indikasi dari rentang
viskositas pada setiap jenis pengaduk adalah :
• Pengadukan jenis baling-baling digunakan untuk viskositas fluida
dibawah Pa.s (3000 cP)
• Pengadukan jenis turbin bias digunakan untuk viskositas di bawah
100 Pa.s (100.000 cP)
• Pengaduk jenis gaying yang dimodifikasi sperti pengaduk jangkar
bias digunakan untuk viskositas antara 50-500 Pa.s (500.000 cP)
• Pengaduk jenis pita melingkar biasa digunakan untuk viskositas di
atas 1000 Pa.s dan telah digunakan hingga viskositas 25.000 Pa.s.
Untuk viskositas lebih dari 2,5 – 5 Pa.s (5000 cP) dan diatasnya,
sekat tidak diperlukan karena hanya terjadi pusaran kecil
Pencampuran Air vs Minyak
EMULSI

Dispersi koloidal dua cairan yang tidak bersatu

(immiscible liquid), globul terdispersi di dalam

fasa pendispersi (ukuran globul : 100 – 100.000

nm)
EMULSI

Faktor penting : RATIO Fasa dalam / fasa luar = 0,74


partikel sferis dalam posisi rapat

Untuk sferis rigid, tergantung viskositas, hukum


Einsten :  = o (1 + 2,5 )
sp = /o -1 = a + b2 +c3 + ............
Emulsi konsentrat , tidak Newtonian,  tergantung
kecepatan gojok (tiksotropi dan reopeksi), ukuran
tetesan dan distribusi ukuran
Faktor-faktor yang diperlukan dalam proses emulsifikasi
1. Pembentukan globul sferis polidispersi  pengadukan
dispersi fasa dalam ke dalam fasa luar
2. Ketidak stabilan sistem  enegsi antarmuka dua cairan
tidak bercampur  usaha energi antar muka minimum
3. Stabilisasi fenomena antar muka
4. Bahan peningkat vikositas  mengurangi kecepatan
penggabungan globul terdispersi
Macam tipe makromolekul
EMULSI

Apa kata FI IV
tentang emulsi?

Emulsi adalah sistem dua fasa, yang salah satu


cairannya terdispersi dalam cairan yang lain,
dalam bentuk tetesan kecil. FI IV hal 6

Sediaan emulsi :
Tipe emulsi : • lotion
• emulsi minyak/air • krim
• emulsi air/minyak • salep
Karena • cairan oral
mengandung • liniments
air dan minyak
yang tdk bisa
bercampur
Fenomena Emulsi
Titik Kritis dalam Pembentukkan
Emulsi

Proses peningkatan suhu dan mempertahankannya

Kecepatan Pengadukan

Penambahan Zat pembantu

Penurunan suhu yang teratur


Sumber Pemanasan

Waterbath Hotplate Oven

Sonikasi Elemen
TEORI PEMBENTUKAN EMULSI
1. Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)
Daya kohesi : daya tarik menarik antara molekul yang sejenis.
Daya adhesi : daya tarik menarik antarmolekul yang tidak sejenis

Daya kohesi suatu zat selalu sama sehingga pada permukaan


suatu zat cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak
adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada
pada permukaan tersebut dinamakan “tegangan permukaan”
(surface tension).
Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan
tegangan bidang batas dua cairan yang tidak dapat bercampur
(immicible liquid). Tegangan yang terjadi antara dua cairan
tersebut dinamakan “tegangan bidang batas” (interfacial tension).
TEORI PEMBENTUKAN EMULSI
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi di bidang
batas, semakin sulit kedua zat cair tersebut untuk
bercampur.

Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah dengan


penambahan garam-garam anorganik atau senyawa
elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan
senyawa organik tertentu seperti sabun (sapo).

Dalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator


akan menurunkan atau menghilangkan tegangan yang
terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair
tersebut akan mudah bercampur.
TEORI PEMBENTUKAN EMULSI
2. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge)
Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi
berdasarkan adanya kelarutan selektif dari bagian
molekul emulgator: ada bagian yang bersifat suka air
atau mudah larut dalam air, dan ada bagian yang suka
minyak atau mudah larut dalam minyak.
Jadi, setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua
bagian, yaitu :
a. Bagian hidrofilik, yaitu bagian emulgator yang suka
air.
b. Bagian lipofilik, yaitu bagian emulgator yang suka
minyak.
TEORI PEMBENTUKAN EMULSI
Masing-masing bagian akan bergabung dengan zat cair yang
disenanginya, bagian hidrofil ke dalam air, dan bagian lipofil ke
dalam minyak. Dengan demikian, emulgator seolah-olah menjadi
tali pengikat antara air dan minyak. Antara kedua bagian tersebut
akan membuat suatu keseimbangan.

Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang besarnya


tidak sama. Harga keseimbangan ini dikenal dengan istilah HLB
(Hydrofol Lypofil Balance), yaitu angka yang menunjukkan
perbandingan antara bagian hidrofil dengan bagian lipofil.
Semakin besar harga HLB, maka semakin banyak bagian yang suka
air, artinya emulgator tersebut lebih mudah larut dalam air dan
demikian sebaliknya.
TEORI PEMBENTUKAN EMULSI
Dalam tabel di bawah ini dapat dilihat kegunaan suatu
emulgator ditinjau dari harga HLB-nya.
Harga HLB Kegunaan
1-3 Antifoaming agent
4-6 Emulgator tipe a/m
7-9 Pembasah (wetting agent)
8-12 Emulgator tipe m/a
13-15 Detergent
16-18 Peningkat kelarutan
TEORI PEMBENTUKAN EMULSI
3. Teori Film Plastik (Interfacial Film)
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan
diserap pada batas antara air dan minyak,
sehingga terbentuk lapisan film yang akan
membungkus partikel fase dispers atau fase
internal.
Dengan terbungkusnya partikel tersebut, usaha
antara partikel yang sejenis untuk bergabung
menjadi terhalang. Dengan kata lain fase dispers
menjadi stabil.
TEORI PEMBENTUKAN EMULSI
Bagaimana suatu emulgator bekerja
berdasar teori interfacial film?

Melalui pembentukan film/lapisan antar


permukaan

Lapisan monomolekuler Lapisan multimolekuler Lapisan serbuk terbagi halus


TEORI PEMBENTUKAN EMULSI
4. Teori Lapisan Listrik Rangkap (Electric Double Layer)
Jika minyak terdispersi ke dalam air, satu lapis air yang
langsung berhubungan dengan permukaan minyak akan
bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya akan
mempunyai muatan yang berlawanan dengan lapisan di
depannya. Dengan demikian seolah-olah tiap partikel
minyak dilindungi oleh 2 benteng lapisan listrik yang saling
berlawanan.
Bneteng tersebut akan menolak setiap usaha partikel
minyak yang akan mengadakan penggabungan menjadi
satu molekul yang besar, karena susunan listrik yang
menyelubungi setiap partikel minyak mempunyai susunan
yang sama. Dengan demikian antara sesama partikel akan
tolak-menolak, dan stabilitas emulsi akan bertambah.
TEORI PEMBENTUKAN EMULSI

- - - - - -
- + + - - + + -
- + + - - + + -
- + + - - + + -
--- ---
Mekanisme stabilisasi emulsi

1. Emulgator Surfaktan
Pembentukan lapisan film monolayer pada
antar muka globul , ada beberapa macam
surfaktan 62
Skema tipe surfaktan berdasarkan tipe bagian kepala
yang polar :: anionik, kationik, non ionik dan zwitter
ionik

63
Mekanisme pembentukan film
campuran pada stabilisasi
Globul terdispersi
1. Setil sulfat Na dengan kolesterol
 film kompleks dan rapat 
stabilita emulsi baik
2. Setil sulfat Na dengan oleyl
alkohol  film kompleks
tidakkurang rapat  stabilita
emulsi jelek
3. Setil alkohol dengan Natrium
oleat  film kompleks
tidakkurang rapat stabilita
emulsi kurang baik

64
65
66
Harga HLB butuh fase minyak dalam emulsi O/W atau W/O

67
2. Emulgator Koloid Hidrofil
Pembentukan lapisan film multilayer pada antar muka globul dan
dapat meningkatkan viskositas

68
3. Emulgator Pertikel halus
Pembentukan lapisan film monolayer pada antar muka globul
karena kemampuan partikel halus teradsorpsi pada permukaan

globul Partikel halus


Sudut
kontak

Film lebih rigid

69
SUMBER EMULGATOR
1. Emulgator alam
Dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu :
a. Emulgator dari tumbuh-tumbuhan
Pada umumnya termasuk golongan karbohidrat dan
merupakan emulgator tipe o/w, sangat peka
terhadap
elektrolit dan alkohol kadar tinggi, dan dapat dirusak
oleh
bakteri. Oleh karena itu, pembuatan emulsi dengan
emulgator
ini harus selalu emnambahkan pengawet.
SUMBER EMULGATOR
Contoh emulgator dari tumbuhan
Emulgator Jumlah air utk Ket.
mengembangkan
Gom arab Korpus emulsi = 2 : 1 : 1,5 Untuk obat minum.
(2 = minyak, 1 = emulgator, Kerja : dengan membentuk koloid
1,5 = air) pelindung (teori interfacial film) dan
membentuk cairan kental sehingga
laju pengendapan menjadi kecil.
Tragakan 20x berat tragakan Kerja : membentuk cairan kental
sehingga laju pengendapan menjadi
kecil.
Agar-agar Dilarutkan dengan air -Kurang efektif jika digunakan sendiri.
mendidih. Dinginkan -Ditambahkan untuk menambah
pelan-pelan sampai suhu viskositas emulsi dengan gom arab.
tidak kurang dari 45C. -Biasanya digunakan 1-2%
SUMBER EMULGATOR
Contoh emulgator dari tumbuhan (lanjutan)
Emulgator Jumlah air utk Ket.
mengembangkan
Chondrus Penyiapan seperti pada Sangat baik dipakai untuk emulsi
agar-agar minyak ikan karena dapat
menutupi rasa dan bau minyak
ikan.
Pektin, metil Biasa digunakan 1-2%
selulosa,
karboksimetilsel
ulosa (CMC)
SUMBER EMULGATOR
b. Emulgator hewani
Emulgator Ket.
Kuning telur Mengandung :
-Lesitin : emulgator tipe o/w
-Kolesterol : emulgator tipe w/o
Adeps lanae Untuk pemakaian luar.
Mengandung kolesterol : emulgator tipe w/o.
Dalam keadaan kering, dapat menyerap air 2x
bobotnya.
SUMBER EMULGATOR
c. Emulgator dari mineral
Emulgator Ket.
Magnesium alumunium Untuk pemakaian luar.
silikat (veegum) Emulgator tipe o/w.
Pemakaian yang lazim : 1%.
Bentonit Mengabsorpsi sejumlah besar air
sehingga membentuk massa seperti
gel.
Konsentrasi pemakaian : 5%.
SUMBER EMULGATOR
2. Emulgator Buatan/Sintetis
Emulgator Ket.
Sabun Untuk pemakaian luar.
Sangat peka terhadap elektrolit.
Emulgator tipe o/w dan w/o.
Tween 20; 40; 60; 80
Span 20; 40; 80

Emulgator dapat digolongkan menjadi :


1. anionik : sabun alkali, Na-lauril sulfat
2. kationik : senyawa amonium kuartener
3. nonionik : tween dan span
4. amfoter : protein, lesitin.
Sudahkah Anda Siap !!!
Bagaimana Pembentukkan Emulsi
Lainnya
Pembentukkan Emulsi
Reduksi ukuran partikel emulsi
Reduksi ukuran partikel emulsi
Reduksi ukuran partikel emulsi
1. Sediaan Farmasi terdiri dari berbagai komponen yang
harus diproses melalui unit operasi dengan pasti.

2. Setelah melalui proses yang sesuai, baik zat aktif


maupun bahan pembantu yang digunakan dalam
pembuatan sediaan farmasi.

3. Proses tersebut berlaku pula bagi senyawa-senyawa


kimia maupun bahan yang berasal dari tumbuhan
atau hewan. Proses-proses ini merupakan dasar
operasional penting dalam bidang teknologi farmasi.
4.Pada hakekatnya proses-proses tersebut melibatkan
semua kegiatan operasional sampai terjadinya
sediaan obat.

5.Seperti proses penghalusan, pendistibusian partikel,


pengeringan, pencampuran, penggranulan, dan
seterusnya.

6.Semua proses memerlukan peralatan yang


merupakan unit-unit operasi yang harus diketahui
dan dipahami agar memudahkan menggunakan dan
akhirnya diperoleh produk yang dikehendaki.
Stages of pharmaceutical manufacturing

API Finished
Product

Primary Secondary
API Packaging Packaging

Excipients

Starting Materials
(Chemicals)
Drug product manufacture
API
Excipients milling

oven drying
blending crystallization

filtration

Direct
compression
lubrication
Wet
granulation Dry granulation
/ milling tableting
coating

Fluid Bed Dryer

Process combines the drug and imprinting


excipients into the dosage form Dosage Form
Solid dosage forms
• Oral • Inhaled
– Tablets – Aerosol
• Lozenges • Metered dose inhalers
• Chewable tablets • Dry powder inhalers
• Effervescent tablets
• Multi-layer tablets
• Modified release
– Capsules
• Hard gelatin
• Soft gelatin
– Powders
Singh, Naini (2002), Dosage Forms: Non-Parenteral, Encyclopedia of Pharmaceutical Technology
Produksi kapsul
Processing routes
Direct Compression Dry Granulation Wet Granulation
Drug
Drug Mixing Drug Mixing Mixing
Diluent
Diluent Diluent
Glidant Lubricant Compression Binder Wetting
Disintegrant
Solvent
Comminution Granulation

Drying
Disintegrant Screening Disintegrant Screening
Glidant Glidant
Lubricant Mixing Lubricant Mixing Lubricant Mixing

Fill die
Tablet Other Routes
Compression
Fluidized bed granulation
Compress Tablet
Extrusion / rotary granulation

Coating, Packaging etc..


Inovasi Tablet
Gambar 1. : Bentuk-bentuk tablet penting dan penandaannya.
h = tinggi sisi f = sisi faset
c = tebal t = tinggi faset
d = diameter α = sudut faset
r = jari-jari rw = jari-jari cembung
Penghalusan suatu proses mengurangi besar partikel
menjadi partikel lebih halus sesuai ukuran yang
dikehendaki, dengan menggunakan tenaga
mekanis.

Teori hancurnya partrikel merupakan dasar operasional dalam


proses penghalusan dalam bidang teknologi farmasi dengan
proses penggilingan. Proses ini melibatkan gaya tekan, gaya
bentur, gaya gesek dan gaya geser. Gaya antar partikel yang
ditimbulkan kontak antar partikel terjadi tegangan,
perubahan tegangan akan menghancurkan partikel.
PEROBAHAN DAN TEGANGAN AKAN SA-
LING TEKAN MELALUI HUKUM MEKANIS
MATERIAL/BAHAN, YANG DAPAT DILIHAT
BERDASARKAN SIFAT ELASTIS, PLASTIS
Deformasi Plastis
DAN VISKOELASTISNYA. GAMBAR 1 MEM
Kekuatan PERLIHATKAN KURVA HUBUNGAN ANTA
Pecahan RA TEKANAN (STRESS) DAN TEGANGAN
Tekanan

(STRAIN) DARI SUATU BAHAN PADAT.


Titik lrntur DI DALAM GRAFIK DAPAT DIPERHATIKAN
HUBUNGAN LINEAR PADA AWAL KURVA,
DIMANA TEKANAN SEIMBANG DENGAN
TEGANGAN DAN INI MEMENUHI HUKUM
STOKE DAN MODULUS YOUNG, YANG DI
NYATAKAN DENGAN KEMIRINGAN KURVA

^L /L = 1/E .
Tegangan
DIMANA E = MODULUS YOUNG, HARGA E
MENYATAKAN KETEGARAN (STIFFNESS)
Gambar 1. : Grafik hubungan tekanan dan tegangan,
ATAU KELEMBUTAN (SOFTNESS) DARI
suatu zat padat
MATERIAL.

SELANJUTNYA BILA TEKANAN MENINGKAT MAKA HUBUNGAN MENJADI TIDAK LINEAR LAGI, YANG
DIMULAI PADA TITIK LENTUR. BILA TEKANAN TERUS MENINGKAT, MAKA DEFORMASI AKAN MEN
JADI TIDAK DAPAT DIUBAH (IRREVERSIBLE). DAN AKHIRNYA MATERIAL AKAN HANCUR.
MAKA UNTUK MEMILIH PENGGILING UNTUK MENGHALUSKAN MATERIAL SANGAT BERGANTUNG
KEPADA SIFAT-SIFAT FISIKANYA, SEPERTI KEKERASAN, KELENGKETAN, ELASTISITAS, KERAPUH
AN, DAN VISKOSITI, UKURAN PARTIKEL BAHAN AWAL DAN UKURAN PARTIKEL PRODUK AKHIR
YANG DIKEHENDAKI. TEMPERATUR DAN KELEMBABAN JUGA MEMPENGARUHI, SEHINGGA PRO
SES PENGHALUSAN DIKENAL PROSES PENGHALUSAN KERING DAN BASAH.
METODA PENGHALUSAN

1. Metoda Pemotong, seri pisau berlawanan arah pada


rotor horizontal dan statis pada dinding, pengurangan
partikel pematahan partikel antara kedua pisau, dengan
kasa tapisan penahan meterial, sesuai derajat ukuran
partikel.
2. Metoda Kompresi, prinsip operasi pengura-ngan ukuran
partikel menggunakan pistil atau mortir dg putaran
ujung dan pinggir, mekanikal mortir bersifat kompresi.
Teknik alternatif dg penggilingan kompresi dua silinder
dg puncak datar, berputar pd sumbu yg panjang,
pengurangan partikel terjadi secara erosi.
3. Metoda Benturan, dg penggiling pemukul, partikel
ditahan dg penyekat dg distribusi partikel berbeda.
Alternatif lain dg penggiling vibrasi. Penggiling bentur
rotor kecepatan tinggi.
METODA PENGHALUSAN

4.Metoda Erosi, prinsip mesin giling dg prinsip


erosi/gesekan untuk pengurangan partikel, dg
dua atau tiga baja atau porselen dipasang
secara horizontal dg celah berbagai ukuran
dapat lebih kecil dari 20 um.

5. Metoda kombinasi benturan dan erosi, prinsip


operasi penggiling bola-bola yg berputar
didalam silinder kosong.
a. Penggiling tenaga aliran
b. Penggiling udara kencang
c. Penggiling pin.
PROSES PENGERINGAN
Pengeringan merupakan proses penting di dalam proses sediaan farmasi, proses
awal, ‘in proses’ dan proses akhir, karena sisa kelembaban dikembalikan sangat
lambat untuk melindungi degenerasi produk dan sifat-sifat pengaliran, akan
mengalami perubahan, gambar berikut memperlihatkan kekompakan ikatan air
di dalam suatu partikel serbuk. Maka perlu dipahami istilah bentuk ikatan air
suatu partikel atau zat padat.
• Air Adhesi, ikatan air pada bagian permukaan dan rongga besar dalam zat padat.
Ia tidak terikat sehingga dapat bergerak bebas.
• Air Kapiler, dalam kapiler makro dengan jari-jari > 0,1 um ada air adhesi.
Pengisian berlaku oleh uap air jenuh atau pembasahan dengan air, tekanan
dalam kapiler sama dg tekanan jenuh. Pada kapiler mikro dg jari-jari < 0,1 um
tekanan uap bergantung pd jari-jari kurva permukaan, jika kapiler mikro terisi dg
air tekanan uap akan turun. Proses penyerapan air dari udara mengandung
lembab relatif rendah maka pori jari-jari kecil terisi lebih dulu dg meningkatnya
lembab, pori jari-jari yan lebih besar mulai terisi sesuai dg membesarnya ukuran
pori kapiler. Pada proses pengeringan akan berlangsung hal yang sebaliknya
dimana hilangnya air dimulai dari pori berukuran besar dan berakhir pd pori
berukuran kecil, dimana gaya kapiler (gaya adhesi) ikut berperan.
• Air Pengembang, molekul-molekul organik berukuran makro yg bersifat hidrofil
(misal Selulosa dan Gelatin) mampu menyimpan air di permukaan melalui
absorbsi di antara rantai-rantai polimer dan kemudian mengembang. Kekuatan
ikatannya lemah. Suatu pengembangan yg terbatas akan mengarah pada
pembentukan gel, sedang yang tidak terbatas akan mengarah pada
pembentukan larutan koloidal.
• Air Adsorpsi, molekul air terikat kuat pada permukaan zat padat melalui gaya
adhesi. Proses pengeringan dilakukan dg teknik pengeringan intensif.
PROSES PENGERINGAN

• Air Hidrat, Bahan-bahan hasil kristalisasi air dapat terikat berupa air hidrat, dimana
molekul air ikut menggambarkan struktur kisi-kisi kristal. Karena ikatannya sangat
kuat maka pengusiran air jenis ini baru bisa berlangsung pada suhu tinggi dg lebih
dulu merusak kristal. Jika ikatan yang ada saling tumpang tindih, akan memberikan
sebuah diagram prngeringan, yang menunjukkan ketergantungan bahan lembab
terhadap kecepatan pengeringan berupa titik patah kurva sehingga batasan setiap
bagian pengeringan akan tampak jelas, perhatikan gambar berikut.

Pemilihan cara pengeringan bergantung dari jenis bahan yang dikeringkan (cairan
kental, berupa pasta, butiran, serpihan kasar), dari jumlah dan sifat-sifat kimia-
fisikanya. Produk farmasi yang umum dikeringkan adalah cairan kental atau padatan.

Pengeringan umumnya menjamin stabilitas zat menjadi lebih baik, karena dalam
kondisi kering tidak terjadi reaksi penguraian secara kimia maupun mikrobiologis,
tetapi kalau masih terjadi hanya berlangsung lambat. Hala tersebut berlaku pula bagi
bahan-bahan kimia maupun produk yang berasal dari tumbuhan atau hewan.
Hilangnya air menjamin stabilisasi dan pengawetan yang efektif. Jika proses
pengeringan melibatkan penggunaan panas maka proses harus dilakukan sesingkat
mungkin, karena meningkatnya suhu umumnya meningkatkan kecepatan reaksi-reaksi
kimia. Proses pengeringan dalam dunia farmasi memegang peran yang sangat
penting, misalnya pada pembuatan granulat, tablet, pellet, tablet salut, ampul kering
dan eksrak kering.
Pengeringan bahan padat lembab/basah.
Untuk memahami proses ini memerlukan penjelasan pendahuluan bebera
pa pengertian istilah berikut.
Kadar air ( kadar kelembaban).
Suatu bahan padat lembab diekspresikan sebagai kg air yang terikat
dg satu kg bahan padat kering. Kadar air o,4 diartikan dg 0,4 kg air yg hilang
drpd air yg terkandung per kg bahan padat kering yg akan bertahan sampai
bahan kering sempurna, Diekspresikan juga persen (%) kadar air.

Kesetimbangan kadar air (‘ Equilibrium moisture content ‘).


Proses pengeringan tidak dapat menghilangkan semua kemungkinan
keberadaan air dan bbrp caiarn dapat dikembalikan dari udara jika bahan pa-
dat kering menyerap air. Kesetimbangan air berubah bergantung pada kondi-
si lingkungan. Air terabsorbsi pd permukaan yg dipengaruhi tekanan uap. Air
yg terikat lebih sukar dikeringkan dari yg tidak terikat yg dipengaruhi tekanan
uapnya.

Kelembaban relatif.
Udara pd temperatur tertentu dapat mengambil uap air sampai je
nuh (pd kelembaban relatif 100 %). Jika temperatur ditingkatkan udara
Dapat mengambil air yg banyak, kelembaban relatif akan turun.
MIXING
Pencampuran
• Pencampuran diperlukan untuk menghasilkan
distribusi dari dua atau lebih bahan
sehomogen mungkin.
• Pencampuran zat padat dilakukan dengan
kombinasi satu atau lebih bahan padat
• Setiap bahan padatan memiliki karakter yg
unik dan berbeda
Pengertian
• Proses pencampuran adalah suatu proses yang
penting dilakukan dalam formulasi, bahkan mesin
pencampur ditemukan di hampir semua industri
pengolahan farmasi maupun non farmasi mulai
dari pencampuran yang sederhana sampai
pencampuran yang rumit seperti pada industri
farmasi.
• Mesin pencampur dapat digolongkan dalam
kategori mesin pengolah dalam suatu industri
yang menunjang proses pengolahan bahan
menjadi produk
Tujuan
• Bergabungnya bahan menjadi suatu campuran
yang sedapat mungkin memiliki kesamaan
penyebaran yang sempurna. Berhubung
secara fisik bahan-bahan yang ada di alam
tersedia dalam berbagai bentuk fasa, maka
secara teoritis banyak sekali variasi
pencampuran bahan yang mungkin timbul
MUATAN ELEKTROSTATIK SERBUK

• Muatan elektrostatik ini dapat timbul karena terjadinya


gesekan-gesekan antara partikel, antar granul atau
antar partikel dengan dinding wadah atau dapat juga
terjadi akibat benturan-benturan yang terjadi antar
serbuk atau granul
• Adanya muatan elektrostatik ini dapat menyebabkan
terjadinya gumpala-gumpalan dari partikel serbuk atau
granul yang dapat mempengaruhi alirannya.
• Partikel-partikel tersebut dapat dipisahkan dalam jarak
tertentu dan tidak dipengaruhi lagi oleh gaya-gaya Van
der Waals, sehingga muatan anatar partikel tidak saling
mempengaruhi
fenomena
• Tetapi apa bila partikel-partikel tersebut
didekatkan satu sama lainnya dan dibiarkan
saling kontak maka akan terjadi distribusi
muatan secara merata yang dibebaskan
melalui setiap titik kontak yang ada sehingga
timbul gaya kohesi.
Fenomena
• Apabila Partikel-partikel dengan ukuran yang sama
bergerak tanpa terjadi gesekan maupun benturan-benturan
maka baik ukuran maupun muatannya adalah tetap sama
atau simetris antar sesamanya,
• Sedangkan bila partikel tersebut dalam pergerakannya
mengalami gesekan-gesekan atau benturan-benturan,
maka akan terjadi pengurangan dalam ukuran maupun
muatannya.
• Akibatnya benturan-benturan atau gesekan-gesekan
tersebut dapat menyebabkan pembentukan partikel-
partikel yang tidak simetris lagi, baik dalam bentuk ukuran
maupun muatannya, maka pada saat tersebut timbul
muatan elektrostatik
Pada proses pencampuran bahan
padat
• Besarnya gaya
• Gravitasi
• Inersial

Kesemuanya dapat menyebabkan gerakan relatif antar


partikel terhadap gaya permukaan yang menahan
gerakan tersebut
Fenomena
• Sebagai akibat gaya antarpartikel yang tinggi,
jika dibandingkan dengan gaya gravitasi, hanya
sedikit serbuk-serbuk yang ukuran partikelnya
rata-rata kurang dari 10 mikrometer yang
mengalir bebas
• Kerapatan partikel, elastisitas, kekasaran
permukaan, dan bentuk juga memberikan
pengaruh pada sifat-sifat bulk serbuk
Target homogenitas
• Pada proses pembuatan produk yang siap
untuk diperdagangkan dan pada pengolahan
produk setengah jadi, seringkali bahan-bahan
padat harus dicampurkan dengan sejumlah
kecil cairan. Di sini dapat terbentuk bahan
padat yang lembab atau campuran yang
sangat viskos seperti pasta atau adonan
Contoh
• Mencampur serbuk dengan cairan untuk
membuat butiran-butiran (granulat)
• Mencampur pasta pada industri farmasi dan
kosmetik dengan bahan-bahan aktif.
• Mencampur masa sintetik yang plastis dengan
bahan-bahan penolong (misalnya bahan
pelunak, stabilisator, bahan pewarna).
Mekanisme pada pencampuran
zat padat dilakukan dengan
kombinasi satu atau lebih
Pencampuran konvektif

• Dapat dianggap sebagai analog transpor bulk


dalam pencampuran cairan.
• Tergantung pada tipe mikser yang digunakan,
pencampuran konvektif dapat terjadi dengan
memutar bidang serbuk dengan pisau-pisau
pedang atau dayung, dengan sekrup yang
berputar atau dengan metode lain dengan
memindahkan suatu massa yang relatif besar dari
suatu bidang serbuk ke bidang serbuk yang lain.
Pencampuran shear

• Akibat gaya di dalam massa partikel,


terbentuklah bidang-bidang licin. Tergantung
pada sifat aliran serbuk, hal ini dapat terjadi
secara sendiri-sendiri atau sedemikian rupa
sehingga dapat menimbulkan aliran laminer
Pencampuran difusiv
• Pencampuran dengan “difusi” dinyatakan
terjadi jika gerakan acak partikel dalam suatu
bidang (wadah) serbuk menyebabkan mereka
relatif berubah posisi satu sama lain.
• Pertukaran tempat partikel-partikel tunggal
tersebut mengakibatkan berkurangnya
intensitas pemisahan
Fenomena
• Jika dilihat sepintas, zat padat farmasi atau granul
tablet terlihat bersifat agak seperti cairan
multipartikel sebagai bulk.
• Maka zat padat multipartikel tersebut kelihatan
seperti aliran zat cair jika dituang dari satu wadah
ke wadah yang lain, dan seolah-olah memiliki
volume bulk yang konstant.
• Serbuk-serbuk yang tidak sama dapat dicampur
pada tingkat partikel seperti cairan-cairan yang
saling bercampur
Fenomena
• Sebaliknya, jika dibandingkan dengan
pencampuran cairan, pencampuran bahan-
bahan padat dapat menimbulkan masalah-
masalah yang sangat berbeda.
• Serbuk-serbuk yang telah dicampur dengan
baik sering mengalami pemisahan substansial
selama penanganan rutin. Pemisahan
demikian dapat terjadi juga selama
pencampuran
fenomena
• Sifat aliran umum serbuk sampai batas
tertentu menentukan kemudahan mencampur
partikel utama, yaitu menentukan betapa
mudahnya massa serbuk dapat dipindahkan
melalui tempat serbuk, dan betapa mudahnya
massa ini dihancurkan untuk mendapatkan
pencampuran yang baik dari masing-masing
partikel
fenomena
• Pencampuran partikel yang permukaannya tidak
kondusif (secara elektrik) sering berakibat
timbulnya muatan permukaan, seperti
ditunjukkan oleh kecenderungan serbuk untuk
menggumpal setelah melalui proses agitasi.
• Selama pencampuran, harus dihindari terjadinya
muatan permukan partikel karena akan
cenderung mengurangi proses “difusi” antar
partikel
Peralatan yang biasa digunakan
dalam pencampuran
• Mixer tipe V merupakan
salah satu jenis mixer
yang biasa dipakai dalam
proses pencampuran
solid-solid karena
memiliki beberapa
keuntungan antara lain
bentuk sederhana,
mudah dibersihkan, dan
memiliki kapasitas besar.
Beberapa faktor yang
mempengaruhi kualitas
pencampuran adalah
kecepatan putar mixer,
waktu pencampuran dan
ukuran partikel.
• Ribbon mixers
adalah alat
pencampuran yang
pada dasarnya
terdiri dari palung
berbentuk casing
dengan bawah
berbentuk setengah
lingkaran, dipasang
dengan horisontal
longitudinal batang
yang sudah
terpasang pada
lengan
Pencampur kerucut ganda

• Alat pencampuran ini


terdiri dari dua kerucut
yang berputar pada
porosnya. Pencampuran
tipe ini memerlukan energi
dan tenaga yang lebih
besar. Oleh karena itu,
diperhatikan jangan sampai
energi yang dikonsumsi
diubah menjadi energi
panas yang menyebabkan
terjadinya kenaikan
temperatur dari produk.
Jenis alat pencampur
adonan ini kadang-kadang
harus dilengkapi dengan
alat pendingin
Pencampur kubus
Kesimpulan
• Pencampuran zat padat dilakukan dengan kombinasi satu
atau lebih bahan padat. Pada proses pencampuran bahan
padat ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel penting
karena sangat menetukan besarnya gaya, gravitasi, dan
inersial yang dapat menyebabkan gerakan relatif antar
partikel terhadap gaya permukaan yang menahan gerakan
tersebut.
• Mekanisme pada pencampuran zat padat dilakukan dengan
kombinasi satu atau lebih mekanisme yaitu : Pencampuran
konvektif, Pencampuran shear, Pencampuran difusiv
• Peralatan yang biasa digunakan dalam pencampuran yaitu :
Pencampur V, Pencampur ribbon, Pencampur kerucut ganda,
dan Pencampur kubus
SIEVING
Pengayakan
• Pengayakan adalah sebuah cara
pengelompokan butiran, yang akan
dipisahkan menjadi satu atau beberapa
kelompok.
• Dengan demikian dapat dipisahkan anatara
partikel lolos ayakan (butiran halus) dan yang
tertinggal di ayakan ( butiran kasar).
• Ukuran butiran tertentu yang masihdapat
melintasi ayakan dinyatakan sebagai butiran
batas
Pengayakan
• Pengayakan merupakan pemisahan berbagai
campuran partikel padatan yang mempunyai
berbagai ukuran bahan dengan
menggunakan ayakan.
• Proses pengayakan juga digunakan sebagai
alat pembersih, pemisah kontaminan yang
ukurannya berbeda dengan bahan baku.
• Pengayakan memudahkan kita untuk
mendapatkan serbuk dengan ukuran yang
seragam.
pengayakan
• Pengayakan dengan berbagai rancangan telah banyak
digunakan dan dikembangkan secara luas pada proses
pemisahan bahan-bahan berdasarkan ukuran.
• Pengayakan yaitu pemisahan bahan berdasarkan
ukuran mesin atau lubang ayakan.
• Bahan yang mempunyai ukuran lebih kecil dari
diameter lubang akan lolos dan bahan yang
mempunyai ukuran lebih besar akan terjerap pada
permukaan lubang ayakan.
• Bahan-bahan yang lolos melewati lubang ayakan
mempunyai ukuran yang seragam dan bahan yang
terjerap dikembalikan untuk dilakukan penggilingan
ulang
TEKNIK PENGAYAKAN

• Pengayakan merupakan suatu metode yang


digunakan untuk mendapatkan ukuran
partikel yang diinginkan.
• Metode ini memiliki dua teknik yang dapat
diaplikasikan dalam pembuatan sediaan
farmasi, yaitu teknik pengayakan manual dan
teknik pengayakan mekanik.
Pengayakan manual
• Teknik pemisahan ini
merupakan teknik manual,
teknik ini dapat dilakukan
untuk campuran heterogen
khususnya campuran
dalam fasa padat. Proses
pemisahan didasari atas
perbedaan ukuran partikel
didalam campuran
tersebut. Sehingga ayakan
memiliki ukuran pori atau
lubang tertentu, ukuran
pori dinyatakan dalam
satuan mesh
Pengayakan mekanik
• Suatu ayakan terdiri dari bingkai ayakan dan
jaringan ayakan dalam hal ini dikenal dengan
istilah mesh.
• Mesh adalah jumlah lubang per inchi kuadrat.
Biasanya jaringan tersebut dilengkapi dengan
peralatan lain sesuai dengan jenis ayakan,
misalnya pada ayakan goyang bingkai ayakan
dihubungkan dengan batang penggerak ke
roda gerak
Mekanik
• Vibrating screener
merupakan alat yang
digunakan untuk
memisahkan padatan
dengan cairan dengan
menggunakan peralatan
penyaringan berlapis serta
adanya nilai mesh saringan
yang berbeda-beda.
Peralatan ini memanfaatkan
getaran dan tambahan air
yang memudahkan bahan
yang hendak dipisahkan
bisa lewat saringan
keunggulan
• Memiliki kapasitas penyaringan yang tinggi
• Mudah dalam pemeliharaan dan desain
yang tersusun rapi dan rapat
• Luas daerah getaran (fibrasi) dapat mudah
berubah dari keseimbangan berat
• Memiliki energi vibrasi yang konstan
• Dapat digunakan dalam ukuran dan
kapasitas yang berbeda-beda
fenomena
• Bahan yang diayak bergerak-gerak diatas
ayakan, berdesakan melalui lubang
kemudian terbagi menjadi fraksi-fraksi
yang berbeda.
• Hal ini dapat terjadi sebagai akibat dari
perubahan posisi permukaan ayakan atau
melalui pergeseran bahan yang diayak.
• Beberapa mesin pengayak bekerja
dengan gerakan melingkar atau elipsoid
terhadap permukaan ayakan.
fenomena
• Oleh karena itu penggunaan ayakan dari
logam sering menyebabkan tidak
tersatukan dengan bahan obat (asam
salisilat, reaksi gugus hidroksil fenolik
dengan ion Fe3+, belerang, warna hitam
akibat terbentuknya tembaga sulfida,
asam askorbat, penguraian oksidatif),
maka ayakan dari bahan sintetis menjadi
semakin banyak digunakan
STANDAR AYAKAN
• Standar ayakan yang akan dibahas kali ini
adalah Standar Amerika, Standar Tyler dan
Standar menurut United States Pharmacopeia
( USP )
• Skala standar Tyler didasarkan pada ukuran
lubang (0,0029”) pada kasa yang mempunyai
200 lubang pada setiap 1 inci , yaitu 200-
mesh.
• Skala Standar Amerika yang dianjurkan oleh
Biro Standar Nasional umumnya
Standar Amerika Standar Tyler
Mikron Mesh Mikron Mesh
5660 3½ 5613 3½
4760 4 4699 4
4000 5 3965 5
3360 6 3327 6
2830 7 2794 7
2380 8 2362 8
2000 10 1651 10
1680 12 1397 12
1410 14 1168 14
1190 16 991 16
1000 18 883 20
840 20 701 24
710 25 589 28
590 30 495 32
500 35 417 35
420 40 351 42
350 45 295 48
297 50 246 60
250 60 208 65
210 70 175 80
177 80 147 100
149 100 124 115
125 120 104 150
105 140 88 170
88 170 74 200
74 200
62 230
53 270
44 325
37 400
Fenomena
• Waktu merupakan faktor penting pada
pengayakan.
• Beban atau ketebalan serbuk per satuan luas
dari ayakan mempengaruhi waktu
pengayakan. Untuk satu set ayakan tertentu
kira – kira sebanding dengan beban ayakan.
• Oleh karena itu pada analisis ukuran dengan
cara mengayak, tipe gerakan , waktu
pengayakan dan beban harus distandardisasi.
fenomena
• Partikel dari serbuk obat mungkin berbentuk
sangat kasar dengan ukuran ± 10.000
mikron atau 10 mm atau mungkin juga
sangat halus mencapai ukuran koloidal , 1
mikron atau lebih kecil.
• Agar ukuran partikel serbuk ini mempunyai
standar maka USP menggunakan suatu
batasan dengan istilah “ Very Coarse, Coarse
, Moderately Coarse , Fine dan Very Fine”
(sangat kasar, kasar , cukup kasar ,halus dan
sangat halus ), yang dihubungkan dengan
USP XXI-NF XVI
Nomor Ayakan Lubang Ayakan
2 9,5 mm
3,5 5,6 mm
4 4,75 mm
8 2,36 mm
10 2,00 mm
20 850 µm
30 600 µm
40 425 µm
50 300 µm
60 250 µm
70 212 µm
80 180 µm
100 150 µm
120 125 µm
200 75 µm
230 63 µm
270 53
325 45
400 38
fenomena
• Very Coarse powder ( serbuk sangat kasar atau
nomor 8 ) semua partikel serbuk dapat melewati
lubang ayakan nomor 8 dan tidak lebih dari 20%
melewati lubang ayakan No. 60.
• Coarse powder (serbuk kasar atau nomor 20 )
semua partikel serbuk dapat melewati lubang
ayakan nomor 20 dan tidak lebih dari 40% yang
melewati lubang ayakan nomor 60.
• Moderately Coarse ( serbuk cukup kasar atau
nomor 40 ) semua partikel serbuk dapat melewati
lubang ayakan nomor 40 dan tidak lebih dari 40%
melewati lubang ayakan nomor 80.
• Fine Powder (serbuk halus atau nomor 60 ) semua
Pengisian powder
•TABLET
Definisi
• sediaan bentuk padat yang mengandung substansi obat
• dengan atau tanpa bahan pengisi
• Berdasarkan metode pembuatannya, dapat diklasifikasikan sebagai
USP 26 tablet atau tablet kompresi

• sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan


pengisi.
• Berdasarkan metode pembuatan dapat digolongkan sebagai tablet
FI IV cetak dan tablet kempa

• sediaan padat kompak, dibuat scr kempa cetak, dalam bentuk tabung
pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat
tambahan
FI III • Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat
pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau zat lain yang
cocok
Kriteria Tablet

mengandung zat mengandung zat


aktif dan non aktif aktif yang Bebas dari
yang memenuhi homogen dan kerusakan fisik
persyaratan stabil

Zat aktif harus


Keadaan fisik harus Waktu hancur dan
dapat dilepaskan
cukup kuat laju disolusi harus
secara homogen
terhadap gangguan memenuhi
dalam waktu
fisik/mekanik persyaratan
tertentu

Keseragaman
. Harus stabil . Tablet memenuhi
bobot dan
terhadap udara persayaratan
penampilan harus
dan suhu Farmakope yang
memenuhi
lingkungan berlaku
persyaratan
Kelebihan Tablet
• Bekerja pada rute oral yang paling banyak dipilih.

• memberikan ketepatan yang tinggi dalam dosis.

• mengandung dosis zat aktif dengan volume yang kecil sehingga


memudahkan proses pembuatan, pengemasan, pengangkutan, dan
penyimpanan.

• cocok untuk zat aktif yang sulit larut dalam air

• sediaan yang kering sehingga zat aktif lebih stabil


Lanjutan
• bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran
kimia, mekanik, dan stabilitas mikrobiologi yang paling
baik

• diproduksi besar-besaran, sederhana, cepat, sehingga


biaya produksinya lebih rendah

• Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling


mudah dan murah; tidak memerlukan langkah pekerjaan
tambahan bila menggunakan permukaan pencetak yang
bermonogram atau berhiasan timbul
Kekurangan Tablet
• Orang tertentu yang tidak dapat menelan tablet (dalam
keadaan tidak sadar pingsan)
• Formulasi tablet cukup rumit
• Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan
kompak
• Warnanya cenderung memberikan bahaya
• Obat yang rasanya pahit, baunya tidak sedap dan tidak dapat
dihilangkan atau obat yang peka terhadap oksigen dan
kelembaban udara perlu ditambahkan zat yang sesuai yang
tentunya dapat mengurangi kekurangan tersebut.
Masalah Dalam Pembuatan Tablet

Cracking
• pemisahan • keadaan
sebagian Laminasi
dimana
atau bagian
keseluruhan bawah • keadaan
bagian • pemisahan tablet dimana tablet
atas/bawah tablet terpotong pecah, lebih
tablet dari menjadi dua sering di
bagian atau bagian atas-
badan tablet lebih tengah
Capping Chipping
Lanjutan

• perpidahan bahan
dari permukaan Sticking • keadaan
tablet dan dimana
menempel pada distribusi zat
permukaan punch • keadaan dimana warna pada
granul menempel
permukaan
pada dinding die
(ada adhesi) tablet tidak
merata
Picking
Molting
Sistem pelepasan tablet
Tablet Kompresi
• tablet kompresi yang dibuat dengan sekali tekanan
menjadi berbagai bentuk tablet dan ukuran, biasanya
kedalam bahan obatnya diberi tambahan sejumlah
bahan pembantu
Tablet Kompresi Ganda
• tablet kompresi berlapis, dalam
pembuatannya memerlukan lebih dari satu
kali tekanan
Tablet Salut Gula
• tablet kempa yang terdiri dari penyalut gula
• Tujuannya untuk melindungi obat dari udara dan
kelembapan serta member rasa atau untuk
menghindarkan gangguan dalam pemakaiannya
akibat rasa atau bau bahan obat
Tablet Salut Selaput
• Tablet kompresi ini disalut dengan selaput tipis dari
polimer yang larut atau yang tidak larut dalam air
maupun membentuk lapisan yang meliputi tablet.
Tablet Salut Enterik
• Tablet yang disalut dengan lapisan yang tidak atau
hancur dilambung tapi diusus
Tablet Hisap
• Tablet hisap merupakan bentuk sediaan padat
berbentuk cakram yang mengandung bahan
pewangi, dimaksudkan untuk secara perlahan
melarut dalam rongga mulut untuk efek
setempat.
Tablet Kunyah
• tablet yang dikunyah lembut, segera hancur ketika
dikunyah adalah dibiarkan larut dalam mulut, terasa
enak dan menarik, biasa digunakan untuk tablet
anak, antisid dan antibiotic.
Tablet Sublingual Dan Bukal
• Yaitu tablet yang disisipkan dipipi dan dibawah lidah.
Biasanya bentuknya datar, tablet oral yang
direncanakan larut dalam kantung pipi adalah
dibawah lidah untuk diabsorpsi melalui mukosa oral.
Tujuannya agar obat dapat diabsorpsi dengan cepat.
Tablet Effervescent
• tablet berbuih dilakukan dengan cara kompresi granulasi yang
mengandung garam-garam effer adalah bahan bahan lain
yang mampu melepaskan gas ketika bercampur dengan air.
Campurannya biasanya adalah asam dan basa. Asamnya
adalah as. Sitrat atau as. Tartrat. Sadangkan basanya adalah
basa karbonat
Tablet Implant
• Tablet implantasi atau depo dimaksudkan untuk
ditanam dibawah kulit manusia.
• Tujuannya untuk mendapatkan efek obat dalam
jangka waktu yang lama sehingga obat yang
terkandung dilepaskan dengan kecepatan konstan.
Tablet Vaginal
• Tablet vaginal disisipkan pada vaginal yang
dimaksudkan agar larut secara perlahan dan
melepaskan obat yang terkandung didalammnya ke
rongga vaginal
KOMPOSISI UTAMA TABLET

Zat aktif Pengikat

Penghancur Lubrikan

Glidan Pengisi
Zat Aktif
• Kebanyakan zat aktif tidak dapat dikempa langsung menjadi tablet
karena tidak punya daya ikat yang cukup yang perlu untuk membuat
suatu tablet, disamping itu tidak semua zat aktif mempunyai sifat alir
Zat Aktif yang baik.

• dimaksudkan untuk memberikan efek sistemik setelah terdisolusi dalam


cairan salura cerna kemudian diabsorbsi, terhadap zat aktif yang harus
diperhatikan formulasinya, desain, bentuk dan manufaktur untuk
zat Aktif menghasilkan tablet yang diinginkan. Sifat kelarutannya merupakan
Larut Air dasar untuk memformulasi dan mendesain produk yang efektif

• dimaksudkan untuk memberikan efek local pada saluran cerna,


Zat Aktif misalnya adsorben untuk tukak lambung (Norit)
Tak Larut
Air
Sifat zat aktif
• Struktur kristal kubus dapat dicetak langsung karena pada pengempaan kristal
diremukan dan pecahannya membentuk pengaturan susuanan padat rapat,
tetapi bentuk non kubus diperlukan beberapa penyusunankembali yang
Struktur memungkinkan pengurangan ikatan
kristal

• Unit proses sangat tergantung dari tingkat dosis, sifat fisika dan kimia,
penggunaan sampai ke arah absorbsi dan ketersediaan hayati. Sebagai
Pemrosesa contoh dosis yg sangat kecil tablet kontrasepsi akan berpengaruh
n terhadap stabilitas dan kandungan

• Indeks tegang : ukuran entropi internal berkaitan dengan zat jika dikempa
• Indeks ikatan : ukuran kemampuan zat membentuk ikatan sehingga mengubah bentuk secara
Indeks plastis
Pengempa • Indeks rapuh remuk: ukuran kerapuhan dan pengempaan suatu zat
an
contoh: eritromisin yg memiliki kecenderungan keping dan
laminasi saat dikempa memiliki kekuatan mengikat yg
relatif baik dan memiliki indeks tegang yang tinggi yang
menghalangi ikatan dalam hal ttt
Eksipien
• Tidak toksik dan dapat diterima oleh lembaga
regulator semua negara tempat produk tablet
dipasarkan
• Tersedia secara komersial
• Tersedia dengan biaya yang rendah yang dapat
diterima
• Tidak kontraindikasi oleh bahan itu sendiri
contoh: sukrosa bagi yg diabetes, natrium bagi yg
H.Tensi
• Inert secara fisiologis
• Kompatibel dengan zat warna
PENGISI

Tujuan Kriteria Contoh


Menggenapkan Mikrokristalin
Inert
bobot tablet selulosa

Meningkatkan Stabil secara


Lactosa
aliran fisika dan kimia
Pengisi berpengaruh terhadap
biofarmasetik
• Garam kalsium mengganggu absorpsi
tetrasiklin disaluran pencernaan
• Interaksi basa amin atau garamnya
dengan laktosa dalam lubrikan basa c/
magnesium stearat terjadi perubahan
Hal ini terjadi karena kontak
rapatwarna
reaktan yg dikempa rapat
bersama-sama dalam padatan
Maka zat yg mampu
tablet
membentuk campuran
eutektiks dapat menjadi
masalah jika dikempa dalam
tablet, membentuk suatu
padatan yg cepat melunak
Pengisi
Cara pengisi mengikat lembab lebih
Pada pemilihan pengisi akan dijumpai yg penting daripada daya tarik zat pada
lembab atau jumlah lembab yg ada
mengandung 2 jenis lembap : terikat
dan tidak terikat

Kalsium fosfat dibasik dan Contoh kalsium sulfat dihidrat


kalsium sulfat dihidrat mengandung lembab 12
mengandung lembab %sebagai lembab terikat
takterikat dalam konsentrasi (sebagai air kristal)
rendah dan memiliki daya
tarik rendah terhadap lembab
atmosfer
Sifat higroskopis eksipien dalam
formulaasi
• Berhubungan dgn sorpsi & desorpsi maka
lembab yang terabsorpsi tidak mudah
dikeluarkan selama pengeringan
• Lembab dapat mempengaruhi cara sistem
menerima larutan penggranulasi berair
• Kandungan dan kecepatan menagkap lembab
akan berpengaruh terhadap fungsi suhu dan
kelembaban yg harus dipertimbangkan
• Akan membantu dalam pemilihan metode
pembuatan tablet
Contoh bahan pengisi
Contoh Fenomen pada pengisi
Mikrokristalin selulosa
MCC menghasilkan tablet yang keras dengan
pengempaan yg rendah dengan metode
granulasi basah
MCC bersifat sbg pengikat basah untuk
membantu meningkatkan kekerasan granul
dengan sedikit fines

MCC mengurangi penyumbatan kasa penapis


dengan meningkatkan pengeringan yg cepat
dan seragam

MCC Meningkatkan distribusi warna yang


seragamyang seragam tanpa bercak

Selulosa mikrokristal dibuat


Tetapi MCC memiliki koefisien friksi yang dengan cara hidrolisis terkontrol alfa
selulosa, suatu pulp dari tumbuhan yang
sangat rendah baik statis maupun dinamis berserat dengan larutan asam mineral
sehingga memerlukan lubrikan encer (Rowe, et al., 2009)
PENGIKAT
• Memberi daya adhesi pada massa
• Menambah daya kohesi antar pengisi
Tujuan • Meningkatkan kompaktibilitas

• Polivinilpirolidon (Polimer sintetis


• Amilum (Polimer alam)
Contoh • Gelatin (Polimer alam  hewan)

• Pembuatan larutan pengikat


Proses • Penambahan serbuk kering
Kriteria pemilihan pengikat
• Kompatibilitas dengan komponen tablet
lainnya
• Pengikat harus memberikan kohesi yang
cukup spt pada
perekatan,lubrikasi,pengempaan dan
pengemasan)
Tetapi tablet hrs memungkinkan terjadinya disintegrasi dan
sediaan terlarut setelah dicerna dan melepaskan zat aktif
untuk diabsorbsi
Contoh bahan pengikat
PENGHANCUR

Tujuan Contoh
Memecah
tablet menjadi Gom
granul

Memecah
granul menjadi
partikel- Amilum
partikel

Sediaan penuhi Derivat


syarat waktu
hancur selulosa
LUBRIKAN

Tujuan Contoh Proses

Mengurangi Ditambahkan
gesekan antara Talk setelah
tablet & cetakan
terbentuk masa
homogen.
Mencegah tablet
menempel pada Asam stearat
punch
Ditambahkan
dan dicampur
Mencegah
keausan punch Starch sekitar 2 – 5
dan cetakan menit
GLIDAN

Tujuan Contoh Proses


• Peningkat aliran • Talk • Ditambahkan
granul • Silikon dioksida setelah terbentuk
• Mengurangi koloidal masa homogen.
gesekan antar • Starch jagung • Ditambahkan dan
partikel dicampur sekitar
• Mendistribusikan 2 – 5 menit
tekanan pada
saat pengempaan
KOMPOSISI TAMBAHAN

Pemanis Pewarna

Pengaroma
Pemanis

• Menutupi atau
menghilangkan rasa
dari zat aktif yang
tidak enak Contoh
• Meningkatkan minat
pasien agar patuh
• Sucralose
dalam
penggkonsumsian • Sukrosa
obat • Manitol

Tujuan
Pewarna
1. Tujuan
• Estetika, sebagai pembantu sensori untuk pemberi rasa yang
digunakan dan untuk tujuan kekhasan dari produk.

2. Contoh
• Caramel
• karbon hitam
• karmin
• Klorofil
• eosin, indigo, riboflavin,
• tartazin, sunset yellow
Pengaroma

Tujuan Menutupi aroma Contoh


dari zat aktif yang
biasanya Vanili
memiliki bau
tidak sedap

Meningkatkan Lemon
kepatuhan
pasien lavender
Metode Pembuatan Tablet

Kempa Langsung

Granulasi Basah

Granulasi Kering
Kempa Langsung
• Kempa langsung adalah pembuatan tablet dengan mengempa
langsung campuran zat aktif dan eksipien kering.tanpa melalui
perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini merupakan
metode yang paling mudah, praktis, dan cepat pengerjaannya,
namun hanya dapat digunakan pada kondisi zat aktif yang
kecil dosisnya, serta zat aktif tersebut tidak tahan terhadap
panas dan lembab.
Keuntungan Kempa Langsung
• Lebih ekonomis karena validasi proses lebih sedikit
Lebih singkat prosesnya.
• Karena proses yang dilakukan lebih sedikit, maka waktu yang diperlukan
untuk menggunakan metode ini lebih singkat, tenaga dan mesin yang
dipergunakan juga lebih sedikit.
• Dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan
lembab.
• Waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melewati proses
granul, tetapi langsung menjadi partikel.
• tablet kempa langsung berisi partikel halus, sehingga tidak melalui proses
dari granul ke partikel halus terlebih dahulu
Kekurangan Kempa Langsung
• Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara zat aktif
dengan pengisi dapat menimbulkan stratifikasi di antara
granul yang selanjutnya dapat menyebabkan kurang
seragamnya kandungan zat aktif di dalam tablet.
• Zat aktif dengan dosis yang besar tidak mudah untuk dikempa
langsung karena itu biasanya digunakan 30% dari formula agar
memudahkan proses pengempaan sehingga pengisi yang
dibutuhkanpun makin banyak dan mahal.
• Dalam beberapa kondisi pengisi dapat berinteraksi dengan
obat seperti senyawa amin dan laktosa spray dried dan
menghasilkan warna kuning.
Lanjutan
• Pada kempa langsung mungkin terjadi aliran statik
yang terjadi selama pencampuran dan pemeriksaan
rutin sehingga keseragaman zat aktif dalam granul
terganggu.
• Sulit dalam pemilihan eksipien karena eksipien yang
digunakan harus bersifat; mudah mengalir;
kompresibilitas yang baik; kohesifitas dan adhesifitas
yang baik
Komponen Dalam Kempa Langsung
• zat aktif,
• bahan pengisi,
• bahan pengikat,
• desintegran,
• Lubrikan
• bahan pengaroma
• pemanis
Zat Aktif Yang Cocok
Bentuknya
kristal

Mampu
menciptakan
Kompresibilitas
adhesifitasdan
kohesifitas dalam baik
massa tablet

Alirannya Baik
Proses Pembuatan Tablet Kempa Langsung

Zat Aktif, Zat Pengisi,


Siapkan Alat dan Zat Pengikat, Zat
Bahan Penghancur, Zat
Tambahan Lainnya

Mesin Tablet Mixer


Granulasi
• Granul
• Granulasi adalah suatu proses pembesaran
ukuran ketika partikel-partikel kecil dibentuk
menjadi gumpalan yang lebih besar, kuat
secara fisik, sedangkan partikel-partikel orisinil
masih dapat diidentifikasi.
Granulasi Basah
• yaitu memproses campuran zat aktif dan eksipien
menjaddi partikel yang lebih besar dengan
menambahkan cairan pengikat dalam jumlah yang
tepat sehingga didapat masa lembab yang dapat
digranulasi.
• Metode ini biasanya digunakan apabila zat aktif
tahan terhadap lembab dan panas
Lanjutan
• Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak langsung
karena sifat aliran dan kompresibilitasnya tidak baik.
• Prinsip dari metode granulasi basah adalah
membasahi masa tablet dengan larutan pengikat
teretentu sampai mendapat tingkat kebasahan
tertentu pula, kemudian masa basah tersebut
digranulasi.
Lanjutan
• Metode ini membentuk granul dengan cara mengikat serbuk dengan suatu
perekat sebagai pengganti pengompakan, tehnik ini membutuhkan
larutan, suspensi atau bubur yang mengandung pengikat yang biasanya
ditambahkan ke campuran serbuk atau dapat juga bahan tersebut
dimasukan kering ke dalam campuran serbuk dan cairan dimasukan
terpisah.
• Cairan yang ditambahkan memiliki peranan yang cukup penting dimana
jembatan cair yang terbentuk di antara partikel dan kekuatan ikatannya
akan meningkat bila jumlah cairan yang ditambahkan meningkat, gaya
tegangan permukaan dan tekanan kapiler paling penting pada awal
pembentukan granul, bila cairan sudah ditambahkan pencampuran
dilanjutkan sampai tercapai dispersi yang merata dan semua bahan
pengikat sudah bekerja, jika sudah diperoleh massa basah atau lembab
maka massa dilewatkan pada ayakan dan diberi tekanan dengan alat
penggiling atau oscillating granulator tujuannya agar terbentuk granul
sehingga luas permukaan meningkat dan proses pengeringan menjadi
lebih cepat, setelah pengeringan granul diayak kembali ukuran ayakan
tergantung pada alat penghancur yang dugunakan dan ukuran tablet yang
akan dibuat
Keuntungan Granulasi basah
• Memperoleh aliran yang baik
• Meningkatkan kompresibilitas
• Untuk mendapatkan berat jenis yang sesuai
• Mengontrol pelepasan
• Mencegah pemisahan komponen campuran
selama proses
• Distribusi keseragaman kandungan
Kekurangan Granulasi Basah
• Banyak tahap dalam proses produksi yang
harus divalidasi
• Biaya cukup tinggi
• Zat aktif yang sensitif terhadap lembab dan
panas tidak dapat dikerjakan dengan cara ini.
• Untuk zat termolabil dilakukan dengan pelarut
non air
Proses Pembuatan Tablet Granulasi
Basah
Zat Aktif, Pengisi,
+ disintergator,
Penghancur dan Granulator kering
glidan, lubricant
lainnya

Mixer Pengering Mesin tablet

+ bahan pengikat Granulator basah


Granulasi Kering
• Granulasi kering disebut juga slugging, yaitu metode
yang memproses partikel zat aktif dan eksipien
dengan mengempa campuran bahan kering menjadi
massa padat, selanjutnya dipecah lagi untuk
menghasilkan partikel yang berukuran yang lebih
bessar dari serbuk semula(granul).
• Prinsip dari metoda ini adalah membuat granul
secara mekanis, tanpa bantuan bahan pengikat dan
pelarut.
Metode ini digunakan dalam
kondisi-kondisi
• Kandungan zat aktif dalam tablet yang tinggi
• Zat aktif memiliki aliran yang buruk
• Zat aktif sensitif terhadap panas dan lembab
Teknologi granulasi kering secara
kempa terdiri dari dua metode
1. Pembuatan Bongkah (Slugging)
Pembuatan bongkah terdiri dari: menghaluskan tiap komponen secar
individu, mencampur keringseluruh komponen, dan mengempa
campuran serbuk menjadi tablet besar atau bongkahan pada mesin
kempa.

• Ada berbagai keterbatasan pada proses pengempaan bongkahan,


yaitu:
Skala ekonomi yang buruk dan hasil rendah.
Pemeliharaan peralatan lebih banyak dibutuhkan.
Hasil per jam rendah.
Polusi udara dan bunyi yang berlebihan.
Kebutuhan wadah dan ruang penyimpanan meningkat.
Lanjutan
2. Pembuatan Lempengan (Kompaktor Gulungan)
Keuntungan dari proses teknologi pengempaan gulung
adalah:
Menyederhanakan pengolahan.
Mempermudah mampu alir serbuk.
Memperbaiki keseragaman kandungan.
Menghasilkan produk kering.
Mencegah pemisahan.
Memperbaiki siklus waktu.
Memudahkan sistem manufaktur kontinu.
Menghasilkan disintegrasi tablet yang baik.
Menggunakan lebih sedikit bahan mentah.
Tidak memerlukan ruangan dan peralatan tahan ledakan.
Kelebihan Granulasi kering
· Peralatan lebih sedikit karena tidak menggunakan
larutan pengikat, mesin pengaduk berat dan
pengeringan yang memakan waktu
· Baik untuk zat aktif yang sensitif terhadap panas dan
lembab
· Mempercepat waktu hancur karena tidak terikat oleh
pengikat
Kekurangan Granulasi Kering
· Memerlukan mesin tablet khusus untuk membuat slug

· Tidak dapat mendistribusikan zat warna seragam

· Proses banyak menghasilkan debu sehingga


memungkinkan terjadinya kontaminasi silang
Proses Pembuatan Tablet Granulasi
kering
Zat pengisi,
penghancur
dan Mill Mesin tablet
tambahan
lainnya

Mixer Sieving

+disintegrator,
glidan,
Slugger
lubrican, zat
aktif
Evaluasi granul
a. Waktu Alir
Ditimbang 100 g granul, kemudian dimasukan kedalam corong
yang ujung tangkainya ditutup. Penutup corong dibuka dan
granul dibiarkan mengalir sampai habis. Granul memiliki
waktu alir yang baik bila mempunyai waktu alir tidak lebih dari
10 detik. (Fudholi, 1993).

b. Sudut Diam
Granul seberat 100 g, dimasukan secara perlahan melalui
lubang bagian atas silinder sementara bagian bawah ditutup.
Setelah semua serbuk dimasukan, penutup dibuka dan serbuk
dibiarkan keluar. Lakukan pengukuran, sudut diam antara 30-
40° menunjukan sifat alir yang baik. (Banker& Andreson,
1994).
Lanjutan
c. Kemampatan
Granul dimasukan kedalam gelas ukur dengan volume 100 ml secara
perlahan-lahan dan kemudian dicatat volume awalnya, kemudian gelas
ukur dipasang kedalam alat uji kemudian alat dihidupkan. Catat
perubahan volume hingga volume konstan. Granul dinyatakan baik jika
memiliki sifat alir indeks tetapnya tidak lebih dari 20%. (Faishi dan
Kanfer, 1986).

d. Uji Kelembaban
Pada uji ini digunakan moisture balance. Pada alat tersebut dimasukan
1 gram garanul dalam alumunium foil lalu ditara dan diukur kadar
airnya dengan menekan tombol start maka akan diddapat persen kadar
air. Pengukuran dilakukan hingga didapat kadar air yang konstan pada 3
kali pengukuran.
Evaluasi Tablet
Keseragaman bobot
• Setiap tablet yang sudah di cetak di mesin tablet
disiapkan kemudian ditimbang untuk mengetahui
keseragaman bobot dari tablet. (Departemen Kesehatan
RI, 1995).
Keseragaman ukuran
• Setiap tablet disiapkan sekitar 20-30 tablet, kemudian
diukur diameternya menggunakan jangka sorong.
Diameter tablet tidak kurang dari satu pertiga tebal
tablet. (Departemen Kesehatan RI, 1979)
Lanjutan
• Kerapuhan
20 tablet dibebas debukan, kemudian ditimbang dalam neraca
analitik, kemudian tablet dimasukan kedalam alat friabilator.
Alat dijalankan selama 4 menit dengan keceoatan 25 putaran
per menit. Setelah itu dikeluarkan dari alat dan dibebas
debukan. Selanjutnya ditimbang kembali, tablet sebelum diuji
tidak boleh berkurang lebih dari 1% dari berat awal tablet
awal uji.(Ansel,2005)
• Kekerasan tablet
Tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan tertentu
serta tahan terhadap berbagai guncangan mekanik pada
pembuatan, pengepakan dan pengangkutan.(Lachman,2008)
Lanjutan
• Uji Disolusi <1231>
Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera
dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket
dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul
gelatin lunak kecuali bila dinyatakan dalam masing-masing monografi. Bila pada etiket
dinyatakan bahwa sediaan bersalut enterik, sedangkan dalam masing-masing monografi, uji
disolusi atau uji waktu hancur tidak secara khusus dinyatakan untuk sediaan bersalut enterik,
maka digunakan cara pengujian untuk sediaan lepas lambat seperti yang tertera pada uji
Pelepasan Obat <961>, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi. Dari jenis
alat yang diuraikan disini, pergunakan salah satu sesuai dengan yang tertera dalam masing-
masing monografi.
• Alat 1. Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan
lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang
berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran
sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37º ± 0,5 ºC selama
pengujian berlangsung dan.menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap.
Bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan
gerakan, goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat
pengaduk. Penggunaan alat yang memungkinkan pengamatan contoh dan pengadukan
selama pengujian berlangsung. Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder dengan
dasar setengah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm
dan kapasitas nominal 1000 ml. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah
penguapan dapat digunakan suatu penutup yang pas. Batang logam berada pada posisi
sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertikal
wadah berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur
kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan putaran yang
dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti yang tertera dalam masing-masing
monografi dalam batas lebih kurang 4%.
• Komponen batang logam dan keranjang yang me-rupakan
bagian dari pengaduk terbuat dari baja tahan karat tipe 316
atau yang sejenis sesuai dengan spesifi-kasi pada Gambar 1.
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi,
gunakan kasa 40 mesh. Dapat juga digunakan keranjang
berlapis emas setebal 0,0001 inci (2,5 µm). Sediaan
dimasukkan ke dalam keranjang yang kering pada tiap awal
pengujian. Jarak antara dasar bagian dalam wadah dan
keranjang adalah 25 mm ± 2 mm selama pengujian
berlangsung.
• Alat 2. Sama seperti Alat 1, bedanya pada alat ini digunakan
dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai
pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga
sumbunya tidak lebih dan 2 mm pada setiap titik dari
sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa
goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang
sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung memenuhi
spesifikasi pada Gambar 2. Jarak 25 mm ± 2 mm antara
daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama
• Uji kesesuaian alat Lakukan pengujian masing-masing alat
menggunakan 1 tablet Kalibrator Disolusi FI jenis disintegrasi dan 1
tablet Kalibrator Disolusi FI jenis bukan disintegrasi sesuai dengan
kondisi percobaan yang tertera. Alat dianggap sesuai bila hasil yang
diperoleh berada dalam rentang yang diperbolehkan seperti yang
tertera dalam sertifikat dari kalibrator yang bersangkutan.
• Media disolusi Gunakan pelarut seperti yang tertera dalam masing-
masing monografi. Bila Media disolusi adalah suatu larutan dapar,
atur pH larutan sedemikian hingga berada dalam batas 0,05 satuan
pH yang tertera pada masing-masing monografl. [Catatan Gas
terlarut dapat membentuk gelcmbung yang dapat merubah hasil
pengujian. Oleh karena itu, gas terlarut harus dihilangkan terlebih
dahulu sebelum pengujian dimulai.]
• Waktu Bila dalam spesifikasi hanya terdapat satu waktu, pengujian
dapat diakhiri dalam waktu yang lebih singkat bila persyaratan
jumlah minimum yang terlarut telah dipenuhi. Bila dinyatakan dua
waktu atau lebih, cuplikan dapat diambil hanya pada waktu yang
ditentukan dengan toleransi ± 2%.
Alat yang digunakan
TERIMAKASIH
BENTUK PENGERING YANG MUDAH, EFISIEN DENGAN SIRKULASI LANGSUNG, ALIRAN UDARA BER
PUTAR KESETIAP RAK YANG BERISI MATERIAL DIATAS DULANG DATAR, UDARA PANAS MENGA LIR
SECARA PERIODIK BERUPA PANASLATEN SECARA KONVEKSI BAHAN LEMBAB AKAN KERING.

Kecepatan penghantaran panas?


Kecepatan pengeringan di dalam lapisan?
Periode kecepatan konstant?
Periode kecepatan penurunan pertama?
Periode kecepatan penurunan kedua?

PENGERING TUNNEL

PENGERING ROTARI

MODIFIKASI PENGERING TUNNEL DIMANA MATERIAL / PARTIKEL DILEWATKAN SILINDER BERPUTAR,


ALIRAN UDARA PANAS BERLAWANAN ARAH PUTARAN, MATERIAL DAPAT DIKERINGKAN PERPAR
TIKEL BUKAN LAPISAN STATIS.PENGERING ROTARI DIGUNAKAN UNTUK PENGERINGAN TERUS ME
NERUS DALAM SKALA BESAR BERBAGAI BAHANPADAT, SERBUK ATAUPUN GRANUL.
PENCAMPURAN SUATU PROSES DIMANA DUA
ATAU LEBIH KOMPONEN DISATUKAN ATAU DI
GABUNGKAN SEHINGGA TERJADI KONTAK AN
TAR PARTIKEL DARI KOMPONEN YG DISATUKAN

TUJUAN PROSES ADALAH MEMPRODUKSI :


1. PENYATUAN PARTIKEL PADAT(SERBUK)
2. SUSPENSI PARTIKEL PADAT TAK LARUT
3. CAMPURAN CAIRAN MISIBEL
4. DISPERSI PARTIKEL DLM SETENGAH PADAT

PROSES PENCAMPURAN PERLU DIPERHITUNG


KAN UNTUK PROSES PEMBUATAN SEDIAAN SUA
TU BENTUK SEDIAAN. DENGAN TUJUAN UNTUK
MENCAPAI PEMBAGIAN TERATUR DARRI DUA A
TAU BEBERAPA BAHAN. EFEK PENCAMPURAN
BIASANYA ADALAH PERPINDAHAN TEMPAT DARI
PARTIKEL PERSATUAN WAKTU, SEPERTI GERAK
AN TIGA DIMENSI. TIGA TIPE GERAKAN DARI PEN
CAMPURAN SERBUK SEPERTI GERAKAN KONVE
KSI, DIFUSI DAN GESERAN.
a. CAMPURAN SEGRESI
b. CAMPURAN IDEAL
c. CAMPURAN RANDOM
APA SAJA YANG PERLU DIPERHATIKAN UNTUK
PEMILIHAN METODA PENCAMPURAN?
METODA UNTUK MENDAPATKAN KONTAK YANG BAIK ANTARA UDARA PANAS DAN MATERIAL/ PAR
TIKEL, TEKNIK SISTEM PENGALIRAN DIGUNAKAN UNTUK BAHAN CAIR MAUPUN PADAT. PENGALI
RAN DAPAT SEBAGAI CAIRANATAU GAS, TETAPI UDARA LEBIH DISARANKAN SEPAN JANG SESUAI
UNTUK PROSES PENGERINGAN.FAKTOR PEN TING ADALAH MEMPRODUKSI KONDISI TURBULEN
TINGGI, PARTIKEL BERCAMPUR SEHINGGA KONTAK YANG BAIK ANTARA UDARA DAN PARTIKEL.
JIKA UDARA PANAS DIGUNAKAN, KONDISI TURBULEN MENYEBABKAN PENIN KAT AN PANAS DAN
MENINGKATKAN KECEPATAN PENGHANTARAN, TEKNIK LAPISAN PENGALIRAN SANGAT BERGUNA
UNTUK PENGERINGANYANG CEPAT.SKEMA ALAT UNTUK KAPASITAS LEBIH 200 kg UNTUK SKALA
LABORATORIUM HANYA LEBIH KURANG 10 kg.
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN?

OVEN VACUM

PROSES KONTAK PANAS DENGAN SUATU PERMUKAAN PANAS DAN KEMAMPATAN PENGHANTA
RAN PANAS TERJADI OLEH KONDUKSI DI DALAM BAHAN PADAT BASAH.
OVEN VACUM ADALAH SISTENM PENGERING KONDUKSI, TERDIRI DARI BEJANA BERSELUBUNG
CUKUP KUAT UNTUK MENAHAN VACUM ANTARA OVEN DAN TEKANAN UAP AIR DI DALAM SELU
BUNG. PINTU DITUTUP KUAT DENGAN SIL KEDAP UDARA. OVEN DIHUBUNGKAN DENGAN POMPA
DENGAN KONDENSER. TEKANAN 0,03 – 0,06 BAR. PENGERING VACUM BERPUSINGAN UNTUK
SKALA INDUSTRI BENTUK “Y-CONE”
JIKA SUATU BAHAN PENAMBAH SUATU CAMPURAN SERBUK DITAMBAHKAN SUATU FINE , SERING
BENTUK MIKRONISASI, KEMUDIAN DICAMPURKAN PADA PARTIKEL KASAR (PARTIKEL PEMBAWA)
YANG DAPAT MENGABSORBSI PARTIKEL SANGAT HALUS PADA BAHAGIAN PERMUKAANNYA DAN
INI DITARIK DENGAN KUAT. CONTOH BERIKUT ADALAH BAHAN PEMBAWA NATRIUM KLORIDA,
TABLETOSA DAN SORBITOL DENGAN SERBUK HALUS PRIMAQUIN (GAMBAR).
CAMPURAN TERATUR (ORDERED) DAPAT BERCAMPUR DENGAN SEMPURNA ANTARA BAHAN KHA
SIAT DAN PEMBAWA, CAMPURAN YANG KONTRAS DENGAN INI ADALAH CAMPURAN RANDOM, PAR
TIKEL PENAMBAH TIDAK TERGANTUNG SATU SAMA LAIN, PERTIKEL PERUMAH MEMERLUKAN PER
GERAKAN BEBERAPA PARTIKEL YANG TERADSORBSI DENGANNYA.

PENCAMPUR ‘TUMBLING’
MATERIAL YANG MUDAH MENGALIR DAPAT DICAMPUR DI DALAM PENCAMPUR INI, DIMANA BEJA
NA BERPUTAR DG BERBAGAI BENTUK, BAHAN AKAN MENGALIR BILA SUDUT ISTIRAHAT DILAM
PAUI. PENCAMPUR BENTUK Y („Y-CONE‟) SUATU CONTOH TIPE INI (GAMBAR). PERPUTARAN PE
NGALIRAN MATERIAL KE DALAM DUA TANGAN ATAS BENTUK Y DAN KEMUDIAN KEMBALI KE TA
NGAN KE TIGA. PENCAMPURAN TERJADI SECARA GESERAN DAN DIFUSI. PENCAMPURAN SERING
DIGUNAKAN UNTUK MENCAMPUR LUBRIKAN DENGAN GRANUL TABLET SEBELUM PENCETAKAN.
WAKTU DAN KECEPATAN OPTIMUM PERLU DIATUR SEHINGGA TERJADI PENGALIRAN DAN PEN
CAMPURAN BERHASIL DENGAN BAIK.

PENCAMPUR AGITATOR
PENCAMPUR DG GERAKAN MATA PISAU ATAU PADEL(DAYUNG) YAITU PENCAMPURAN SECARA
KONVEKSI, SEPERTI PENCAMPUR ‘RIBBON’(GAMBAR), PISAU BENTUK ‘HELICAL’ BERPUTAR DA
LAM BAK HEMISFERIKAL TETAPI RUANGAN MATI (‘DEAD SPACE’) TIDAK SUKAR MENGELIMINASI
REAKSI GESERAN DARI ‘RIBBON’ TIDAK CUKUP MEMECAH AGREGAT. ‘NAUTAMIXER’ CONTOH
PENCAMPURAN YG LEBIH BAIK KOMBINASI DIFUSI, GESERAN DAN CAMPURAN KONVEKSI.
SUATU PENCAMPURAN YANG HOMOGEN MERUPAKAN PENOPANG DARI TIPE PENCAMPURAN/PERA
LATAN YANG AKAN DIGUNAKAN. PENCAMPURAN BAHAN PADAT DALAM INDUSTRI DILAKUKAN SE
CARA ROTASI (PUTARAN DRUM) SEPERTI PENCAMPURAN BAHAN BANGUNAN. ADA PENCAMPUR
RIBBON, KUBUS, KERUCUT GANDA DAN PENCAMPUR BENTUK V. EFEK PENCAMPURAN YANG BAIK
DAPAT DICAPAI DENGAN CARA CENTRIFUGAL, CARA PUSINGAN DAN CARA PENIUPAN UDARA KEN
CANG.

PENGARUH AGREGAT
SERBUK HALUS SECARA TEORI MEMBENTUK PENCAMPURAN YANG BAIK. TETAPI SERBUK HALUS
ATAU UKURAN PARTIKEL YANG KECIL AKAN TERJADI PENINGKATAN KOHESI SEHINGGA SERBUK
AKAN MENGUMPUL ATAU PENGGUMPALAN. MEMECAH AGREGAT DAPAT DILAKUKAN DENGAN
KONVEKSI YANG KUAT ATAU PENCAMPURAN GUNTINGAN DAN PARTIKEL TERDISPERSI KEDALAM
PADATAN
SEGRAGASI (‘DEMIXING’)
DI DALAM PRAKTEK CAMPURAN SERBUK TIDAK AKAN TERSUSUN PARTIKEL SPERIS DALAM SATU
UKURAN. PERBEDAAN PARTIKEL PENYEBAB UTAMA TERJADINYA SEGREGASI, JUGA BENTUK DAN
BERAT JENISNYA. PARTIKEL HALUS DAPAT MASUK KEDALAM RONGGA ANTAR PARTIKEL BESAR.

TIPE-TIPE SEGREGASI, a) SEGREGASI PERKOLASI, PERGERAKAN PARTIKEL HALUS MELALUI LO-


BANG ANTAR PARTIKEL KASAR SUATU LAPISAN SERBUK. b) SEGREGASI TRAJEKTORI, ENERGI KI
NETIK PARTIKEL KASAR LEBIH BESAR DAN CENDRUNG BERGERAK DG JARAK LEBAR MUDAH TER
JADI PEMISAHAN BAIK HORIZONTAL MAUPUN VERTIKAL. c) SEGRAGASI DENSIFIKASI, SEGREGASI
KARENA PERBEDAAN BERAT JENIS ANTAR PARTIKEL, INI DAPAT TERJADI DALAM „HOPPER‟ MESIN
TABLET DG AYAKAN VIBRASI SEHINGGA PARTIKEL HALUS MASUK KEDALAM LOBANG „HOPPER‟,
PERBEDAAN BERAT JENIS BESAR JUGA CENDRUNG BERGERAK SEPERTI SERBUK HALUS.
WAKTU PENCAMPURAN JUGA AKAN BERPENGARUH UNTUK TERJADINYA SEGREGASI, BIASANYA
WAKTU PENCAMPURAN NON-SEGRESI TIDAK LEBIH 8 – 10 MENIT, PERPANJANGAN WAKTU AKAN
DAPAT TERBENTUKNYA SEGREGASI, JADI PERLU DICARI WAKTU OPTIMUM PENCAMPURAN.
ALAT PENCAMPUR SKALA INDUSTRI FARMASI.
PENCAMPUR/GRANULATOR KOMBINASI KEDUA
SEBELUMNYA DALAM PENGOPERASIANNYA,
YANG MEMPUNYAI SUATU SUSUNAN PENDORONG
SENTRAL SEPERTI GAMBAR. BILA CAMPURAN
BERPUTAR, PENCAMPURAN BEREAKSI MENGA
LIRKANNYA TANPA MEMERLUKAN HEMBUSAN
ANGIN MELALUI MASSA SEPERTI PENGERING LA
PISAN PENGALIRN UDARA. BILA PENCAMPURAN
GRANULASI DAPAT DITAMBAHKAN DAN DIDISTRI
BUSIKAN PADA KECEPATAN RENDAH. KELEMBAB
AN MASSA DIKURANGI UNTUK GRANUL OLEH
PISAU PEMOTONG BAHAGIAN DALAMNYA.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH ………….
SISTEM PENGHANTARAN
OBAT BARU INTRA ORAL
Dalam praktek pengobatan jarang dijumpai pemberian
obat secara oral bagi penderita dalam bentuk senyawa
murninya, pada umumnya obat diberikan setelah
diformulasi dalam bentuk suatu sediaan
Sediaan lepas lambat (sustained-released) merupakan
bentuk sediaan yang digunakan untuk
mengidentifikasi sistem penyampaian obat yang
didesain untuk mencapai efek terapeutik yang
diperpanjang, pelepasan obat secara kontinyu dalam
waktu yang lebih lama setelah pemberian suatu dosis
tunggal
Sediaan lepas lambat (sustained-released) merupakan
bentuk sediaan yang digunakan untuk
mengidentifikasi sistem penyampaian obat yang
didesain untuk mencapai efek terapeutik yang
diperpanjang, pelepasan obat secara kontinyu dalam
waktu yang lebih lama setelah pemberian suatu dosis
tunggal
Sediaan lepas lambat dapat berbentuk sediaan tunggal
umumnya berupa tablet atau kapsul dan sediaan
jamak berupa mikosfer. Polimer-polimer yang
digunakan untuk membuat mikrosfer
INTRAORAL DELIVERY SYSTEM – RONGGA MULUT
PREGASTRIC ROUTES
DISADVANTAGES
PRODUK MARKET

Main driver of market growth


 ethical fast dissolve
 OTC
PRODUK DI PASAR YANG MENERAPKAN
INTRA ORAL DELIVERY SYSTEM
ANATOMI RONGGA MULUT

Terdiri dari 4 jenis jaringan unik:

 Palatal  jaringan sekeliling gigi


 Gingival  langit2 mulut
 Sublingual  di bawah lidah
 Mukosa bukal  bagian dalam pipi, bagian
dalam atas dan bawah bibir
Epitelial oral secara umum ada 3 kategori:

1. Specialized mucosa terlokasi pada dorsum


lidah
2. Masticatory  gingival dan palatal
3. Lining mucosa  bagian rongga mulut lain selain
2 di atas
Mulut secara kontinu terbasuk oleh air ludah yang bertujuan
untuk membantu proses penelanan, pencernaan makanan, dan
pembersihan mulut dari bakteri  turnover produksi saliva
yang tinggi
Output saliva tiap hari: 750-1000 ml
pH: 5,8 – 7,6
Mucus-coating barrier

TANTANGAN DESIGN INTRAORAL DELIVERY


UNTUK PROLONGED ACTION  obat harus
tertahan lama di rongga mulut
KEUNTUNGAN INTRA ORAL DELIVERY

 Lebih nyaman
 Untuk beberapa obat memberikan aksi lebih cepat
 Terhindar dari 1st pass metabolism
 Absorpsi lebih baik dengan ketersediaan hayati yang
meningkat
 Memungkinkan lokalisasi sediaan obat dengan dosis
tepat
 Memungkinkan melakukan modifikasi permeabilitas
jaringan secara langsung
 Terhindar dari aktivitas protease atau menekan respon
imun dari obat

SISI TARGET PEMBERIAN OBAT DENGAN


BERBAGAI BENTUK SEDIAAN UNTUK
EFEK LOKAL DAN SISTEMIK
PENGHANTARAN INTRA ORAL

 Sublingual  pemberian obat melalui mukosa sublingual


(membran permukaan ventral lidah dan dasar lidah
untuk tujuan sistemik
Permeabel, membolehkan terjadinya absorpsi sistemik
yang cepat, nyaman, aksesible dan target yang ideal
untuk penghantaran obat

 Bukal  pemberian obat melalui mukosa bukal (daerah


pipi dan antara gusi dan bagian atas bibir) untuk tujuan
sistemik
Kurang permeabel dan absorpsi sistemik kurang vs
sublingual

 Periodontal, gingival dan odontal  pengobatan lokal


untuk terapi dalam rongga mulut: infeksi rongga mulut
penyakit periodontal , sakit gigi, aftous ulser,
stomatitis gigi
ABSORPSI OBAT INTRAORAL

 Luas permukaan absorpsi bukal: 0,01 m2


 Lower enzymatic activity
 Kondisi lingkungan yang lebih lunak
 Stabilitas obat termasuk protein dan peptida lebih baik
 Suplai pembuluh darah tinggi
JARINGAN EPITEL BUKAL

 Fungsi mukosa bukal: melindungi jaringan dan organ


sekelilingnya dari zat asing

 Permukaan mukosa bukal terdiri dari epitel squamosa


yang dipisahkan dari jaringan penghubung (lamina
propria dan submukosa) oleh membran basal.

 Epitel squamosa terdiri dari lapisan-lapisan


terdiferensiasi dari sel (keratinosit)

 Ada 40-50 lapisan sel yang membentuk jaringan dengan


ketebalan 500-600 um

 Lapisan epitel berperan sebagai barier mekanik,


terdapat suplai pembuluh darah dan syaraf
1. Epitelium tersusun oleh 40-50 lapisan sel skuamosa
tanpa jaringan keratin, ketebalan 500-800 um

2. Lamina propria terdiri dari serat kolagen yang


mendukung lapisan jaringan konektif, pembuluh darah
dan otot halus. Strukturnya tidak rapat dan bukan
bertindak sebagai barier penetrasi obat.
Mengandung matrik terhidrasi yang memfasilitasi
permeasi senyawa hidrofilik dan makromolekul

3. Submukosa, merupakan jaringan konektif yang relatif


rapat, mengandung kelenjar saliva,
Anatomi rongga mulut
Sublingual dan bukal paling banyak
Organisasi intraseluler domain

Granul yang melapisi membran dalam lapisan epidermis


adalah nonkeratin

Granul yang melapisi membran pada lapisan epitel yang


mengandung keratin mengandung lamela lipid yang rapat
Barier sistem penghantaran obat melalui bukal

 Lokasi barier permeabilitas: 1/3-1/4 bagian atas dari


epitel bukal

 Karakteristik barier permeabilitas: bervariasi tiap


bagian tergantung sifat senyawa lipid yang
terkandung:

 Lapisan epitel nonkeratin mengandung fosfolipid


polar, kolesterol, dan glikokeramid

 Daerah antar sel nonkeratin terdiri dari lipid


polar
 Lapisal saliva, lapisan mukosa, membran dasar dan barier
metabolik
Lapisan saliva dan mukosa

 Sekresi saliva dihasilkan oleh kelenjar saliva:


submandibular, parotid dan sublingual

 Ketebalan lapisan saliva: 70-100 um

 Lapisan saliva berperan sebagai barier antara


permukaan epitel dan lingkungan eksternal  barier
penghantaran obat
Membran dasar

 Berperan sebagai barier untuk transport senyawa


makromolekul: imun kompleks dan protein

 Peranannya sebagai barier penghantaran obat <


jaringan epitel permukaan

Barier metabolik

Walaupun penghantaran bukal dapat menghindarkan 1st


pass metabolism, namun dalam rongga mulut
kemungkinan terjadi biotransformasi, terutama untuk
protein dan peptida oleh aktivitas enzim proteolitik
(peptidase/aminopeptidase)
 Enzim-enzim lain yang berperan sebagai barier
metabolik dihasilkan oleh sel epitel: esterase,
oksidase, reduktase, fosfatase, karbohidrase
FISIOLOGI DAN LINGKUNGAN
RONGGA MULUT

 Rongga mulut berfungsi sebagai protektor jaringan


gingival dan pata terhadap abrasi bahan makanan
 Merupakan tuan rumah berbagai mikroorganisme
 Berperan penting sebagai barier absorpsi toksin
yang diproduksi oleh mikroorganisme
 Saliva yang diproduksi oleh kelenjar sublingual dan
submandibular sebanyak 2 L/hari, distimulasi oleh
pikiran, bau, rasa makanan. pH saliva : 6.2-7.4
 Adanya bakteri dan hasil metabolisme karbohidrat
dapat menurunkan pH sampai 3-4
 Saliva tersusun oleh air, mukus, protein, garam
mineral dan enzim amilase dan ptalin, antibodi dan
lisosim untuk membunuh bakteri dalam mulut
 Mukus mengandung glikoprotein (mucin)
MEKANISME ABSORPSI INTRA ORAL

 Difusi Pasif
Mekanisme absorpsi utama untuk senyawa obat
nonionik

 Carrier mediated transport


Bersifat jenuh dan stereospesific (struktur
molekul)
Misalnya absorpsi senyawa polisakarida, vitamin,
antibiotik
Ada 2 jalur dimana transpor pasif terjadi:

 Transeluler
 Paraseluler

Obat dapat melintasi kedua jalur secara bersamaan


Jalur yang lebih dipilih obat ditentukan oleh
fisikokimia molekul obat:

 Bobot molekul
 Polaritas
 Permeabilitas
 Potensial ikatan hidrogen
 Muatan
 Konformasi
JALUR TRANSELULER

 Permeasi obat melalui sel epitel melibatkan transport


melintasi membran sel apikal, ruang antar sel dan
membran basolateral

 Disebut juga jalur intra sel secara transport pasif


molekul kecil (difusi, partisi pH) atau transport aktif
(difusi terfasilitasi atau termediasi karier) dari
senyawa ionik dan polar, dan endositosis dan
transitosis makromolekul
 Transport melalui jalur transeluler adalah fenomena
kompleks bergantung pada parameter fisikokimia
obat

 Untuk transport senyawa lipofilik dan hidrofobik


kecil

 Karena membran sel bersifat lipofilik, maka senyawa


hidrofilik sulit berpenetrasi karena mempunyai
koefisien partisi yang kecil

 Molekul kecil larut air (asam amino, ion dan gula)


datransport melalui pori2 berair dalam membran sel

 Pasif transport senyawa hidrofilik (protein,peptida)


dapat ditingkatkan dengan eksipien yang
meningkatkan absorpsi melaui peningkatan interaksi
bilayer fosfolipid dan protein
KINETIKA MEKANISME
TRANSPORT TRANSELULER
JALUR PARASELULER

 Permeasi obat melalui sel epitel juga melibatkan


transport melalui lipid atau diantara sel-sel epitel
 Disebut juga jalur antar sel
 Transport untuk senyawa hidrofobik melalui bilayer
lipid dan senyawa hidrofilik melalui daerah berair
yang berdekatan dengan gugus polar bilayer lipid
 Turtuositas dan jarak antar sel berperan terhadap
permeabilitas obat
 Obat yang larut baik dalam air dan lipid akan
mengalami transport trans dan para seluler
 Jalur paraseluler sangat baik untuk protein dan
peptida karena daerah antar sel tidak mengandung
peptidase
KINETIKA MEKANISME
TRANSPORT PARASELULER
SISTEM TRANSPORT AKTIF
(CARRIER-MEDIATED)

Terutama untuk senyawa kecil (monosakarida dan asam


amino)
Selektivitas transport berdasarkan stereoisomer asam
amino dan gula
ABSORPSI OBAT INTRAORAL DAN JALUR TRANSPORT

Jalur transport suatu molekul obat dapat berubah


karena perubahan bentuk kimianya oleh lingkungan
daerah absorpsi (pH dsb)

Transport pasif non selektif melalui jalur berpori


biasanya dialami oleh spesi bermuatan
Molekul yang sangat hidrofilik (mis dekstran)
berpermeasi melalui jalur paraseluler
Solubilisasi antar matrik lipid antar sel dapat
mengubah transformasi dari paraseluler ke
transeluler
PERMEABILITAS MUKOSA BUKAL

 Total area rongga mulut: 100cm2


 Menunjukkan struktur, ketebalan dan aliran darah
yang bervariasi bergantung pada lokasi anatominya
dalam rongga mulut

 Mukosa oral merupakan jaringan yang kompleks


dengan serangkaian lapisan yang berbeda
permeabilitasnya

 Mukus ada pada lapisan epitel mempunyai muatan


positif dan negatif bertindak sebagai barier untuk
peptida
PENINGKATAN TRANSPORT MUKOSA

1. Kimia
Menggunakan penetration enhancer
 Aman
 Non toksik
 Inert
 Non iritan
 Non alergenik

 Garam empedu, surfaktan, asam lemak dan


turunannya, pengkelat, siklodekstrin, kitosan,
inhibitor enzim
MEKANISME PENETRATION ENHANCER
Oral sublingual mukosa  absorpsi cepat ke
vena retikular  transport melalui vena muka,
 vena jugular internal  vena brasiosepalik
 sirkulasi darah

x
1st pass hepatic metabolism
KLASIFIKASI BENTUK SEDIAAN INTRA ORAL

Berdasarkan kecepatan disolusi dan disintegrasi:

 Quick dissolution (QD): detik – 1 min


 Slow dissolving (SD): 1 – 10 min
 Non dissolving (ND): > 10 min
QUICK DISSOLVING DELIVERY SYSTEM

 Disolusi/disintegrasi sediaan terjadi di saliva dalam


beberapa detik – 1 menit

 Pelepasan zat aktif terjadi di rongga mulut

KLASIFIKASI QD:

1. Lphilized wafer:
Proses melibatkan liofilisasi yang
menghasilkan tablet menyerupai wafer dan
porous
2. Orally Disintegrating Tablet
 Dibuat dengan in situ molding atau operasi
tableting konvensional dengan kecepatan tinggi

 Tablet yang dihasilkan lebih keras dibandingkan


lyophilized wafer

3. Thin Film and Strips


Film akan terlarut dengan cepat (dalam orde
detik) untuk melepaskan zat aktifnya, tapi juga
dapat dimodifikasi lebih lambat dengan mengatur
ketebalan film dan jenis polimer yang digunakan
 Film atau strip dapat didefinisikan sebagai bentuk
sediaan yang menggunakan polimer larut air
(hidrokoloid, bioadesif) yang menyebabkan sediaan
terhidrasi, melekat dan terlarut cepat ketika
diletakkan di atas lidah atau dalam rongga mulut
(bukal, palatal,gingival,lingual atau sublingual) untuk
segera menghantarkan obat baik terapi lokal maupun
sistemik

 Pelepasan obat dapat cepat (detik) atau lambat


(menit) bergantung pada kecepatan disolusi film

 Film merupakan matrik monolitik dan melepaskan zat


aktifnya secara multidireksional ketika sediaan
berada dalam rongga mulut
4. Quick dissolve
Terlarut cepat ketika berada dalam rongga mulut
CONTOH PRODUK QD
SLOW DISSOLVING DELIVERY SYSTEM

 Lozenge
 Tablet sublingual
 Tablet mukoadesif
 Tablet hisap
KAPITA
SELEKTA OBAT
BAHAN ALAM
Apt, Wempi Budiana, M.Si
SIMPLISIA
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali
dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
Contoh : Zingiberis Rhizoma, Abri Folium, dll)
Herbal adalah bahan alam yang diolah ataupun tidak diolah
digunakan untuk tujuan pengobatan dapat berasal dari
tumbuhan, hewan atau mineral.
JENIS-JENIS SIMPLISIA
1. Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat
tanaman.
Contoh : Rhizoma, herba, folium dll)

2. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat yang
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
Contoh : Adeps lanae, mel depuratum dll.

3. Simplisia mineral adalah simplisia yang berupa mineral (pelikan) yang belum diolah atau
diolah dengan cara sederhana dan belum zat kimia murni.
Contoh : vaselin album, paraffinum, belerang dll.
EKSTRAKSI
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair.
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan
menyari simplisia nabati menurut cara yang cocok, diluar pengaruh
cahaya matahari langsung.
Kadar sisa pelarut ekstrak kental??
Kadar sisa pelarut ekstrak kering??
FRAKSINASI
Adalah Pemisahan komponen senyawa dalam ekstrak, berdasarkan
kepolaran.
Contoh pelarut : Non polar (n-Heksana), Semi polar (Etilasetat) dan
Polar (etanol)
Metode fraksinasi: • Ekstraksi cair-cair • Kromatografi (KK, KCV…)
• Metode lain …
*Pemisahan komponen dari cairan dengan cairan lain yang tidak
saling bercampur, dengan pengocokan berulang
ISOLASI
Isolasi adalah proses pengambilan atau pemisahan senyawa bahan
alam dengan menggunakan pelarut yang sesuai.
Isolat adalah senyawa kimia murni tunggal hasil dari proses isolasi.
Contoh : kurkumin, apigenin, antosianin dll
TUMBUHAN
Metabolisme adalah
kumpulan proses kimia
yang terjadi pada
organisme hidup untuk
mempertahankan
kehidupan. Ribuan
senyawa kimia terlibat
dalam metabolisme
organisme hidup.
METABOLIT PRIMER
Metabolit primer  zat atau senyawa esensial,
berperan pada proses kehidupan organisme
tsb, (kebutuhan dasar bagi kelangsungan
hidup organisme).
Metabolit primer biasanya terbentuk selama fase
pertumbuhan karena metabolisme energi
Contoh : karbohidrat, protein, lemak dan asam
amino.
JENIS METABOLIT PRIMER
Metabolit Primer Contoh
Asam amino Asam glutamat, asam aspartat
Nukleotida 5 ‘asam guanylic
Asam organik Asam asetat, asam laktat
karbohidrat Monosakarida, disakarida, dll
Vitamin Vitamin B2
METABOLIT SEKUNDER
Metabolit sekunder adalah senyawa organik kecil yang
dihasilkan melalui modifikasi metabolit primer.
Mereka terbentuk di dekat fase diam pertumbuhan.
Metabolisme sekunder tidak berperan dalam
pertumbuhan, perkembangan, atau reproduksi.
Namun, mereka memainkan peran dalam fungsi
ekologi seperti mekanisme pertahanan,
berfungsi sebagai antibiotik, dan menghasilkan
pigmen.
Diproduksi karena ada gangguan dari luar.
Contoh : alkaloid, flavonoid, saponin, tanin,
steroid/terpenoid, kumarin, kuinon, lignan
dan lignin, minyak atsiri.
Metabolit sekunder yang dihasilkan berbeda pd tiap
tumbuhan dan terdapat organisme spesifik.
Kelompok organisme tertentu untuk mengasilkan st
metabolit (senyawa marker). Senyawa ini juga tidak selalu
dihasilkan, hanya pada saat dibutuhkan saja atau fasa2
tertentu.
JENIS METABOLIT SEKUNDER
Metabolit Sekunder Contoh
Pigmen Karotenoid, Anthocyanin
Alkaloid Morfin, Codeine
Terpenoid Monoterpena, Diterpen
Flavonoid Apigenin, Kuersetin
Tanin Galat, Katekat
Saponin
Kuinon
DIAGRAM ALIR ISOLASI SENYAWA KIMIA
Sampel
Metode Ekstraksi

Ekstrak
Pemantauan KLT
Ekstrak Terpilih
Fraksinasi metode I
Fraksinas
i
Pemantauan KLT
Fraksinasi terpilih
Fraksinasi metode II
Sub fraksi
Pemantauan KLT
Subfraksi Terpilih
Pemurnian & Uji kemurnian
Isolat Karakterisasi & identifikasi
PARAMETER MUTU STANDAR
OBAT BAHAN ALAM
Standardiasasi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah
proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar
(dilakukan oleh pihak terkait).
Bahan alam seringkali diperoleh dari berbagai sumber dan lokasi
tempat tumbuh, varietas berbeda, umur tanaman berbeda, dan masa
panen yang berbeda, sehingga akan terdapat variasi kandungan kimia
dan efek yang dihasilkan.
Tumbuham sebagai sumber bahan baku obat bahan alam dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tumbuhan liar dan tumbuhan
budidaya.
PARAMETER NON SPESIFIK
1. Kadar air dan Susut Pengeringan
2. Kadar abu
3. Sisa Pelarut
4. Residu Pestisida
5. Cemaran logam berat
6. Cemaran mikroba
7. Cemaran kapang khamir & aflatoksin
8. Kadar Sari Larut Air dan Larut Etanol
PARAMETER SPESIFIK

Identitas:
1. Meliputi deskripsi tata nama, bagian tumbuhan
yang digunakan dan senyawa identitas.
2. Organoleptik
Meliputi penggunaan panca indera untuk
mendeskripsikan bentuk (padat, serbuk, kental,
cair), warna, bau dan rasa
3. Kandungan kimia
Untuk memberikan gambaran awal jumlah
senyawa terkandung
PENGELOMPOKKAN OBAT BAHAN ALAM
SEDIAAN OBAT HERBAL

1. JAMU
Jamu merupakan salah satu obat herbal yang merupakan
bahan atau ramuan bahan yang secara tradisional telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
CONTOH JAMU
SEDIAAN OBAT HERBAL

2. OBAT HERBAL TERSTANDAR (OHT)


Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional dari
penyarian atau ekstrak bahan alam yang berupa mineral,
binatang, maupun tanaman obat yang diproduksi dengan
teknologi maju serta pembuktian ilmiah berupa uji toksisitas
akut maupun kronis, standar pembuatan obat tradisional yang
higienis, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, dan
standar kandungan bahan berkhasiat.
CONTOH OHT
SEDIAAN OBAT HERBAL
3. FITOFARMAKA
Adalah Obat herbal yang sudah melalui studi praklinis
dan klinis dimana formula mengandung obat yang
berefek kuratif atau menyembuhkan dan telah melalui
uji toksikologi (pembuktian syarat keamanan obat
secara formal), uji klinik (manfaat pencegahan dan
penyembuhan penyakit atau gejala penyakit, dan uji
farmakologi (pembuktian efek atau pengaruh obat).
CONTOH FITOFARMAKA
Analisis Kualitatif

apt. Winasih Rachmawati, M.Si.


KK AFKM
Tujuan
Mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan tujuan analisis farmasi kualitatif
2. Memaparkan metode-metode yang digunakan dalam analisis kualitatif
3. Menjelaskan alasan penggunaan metode dalam analisis kualitatif
4. Mahasiswa dapat melakukan interpertasi hasil analisis kualitatif
Analisis Farmasi
Analisis Analisis
Kualitatif Kuantitatif

Go to menti.com
pengertian pengertian
Code:
…..

contoh contoh
Identifikasi senyawa obat

• Senyawa obat tersusun dari atom/unsur kimia yang dapat di uji


secarakualitatif
• Identifikasi senyawa obat dapat dilakukan dengan 1 Langkah uji
reaksi dan dapat lebih dari 1 langkah
• Uji reaksi dapat dibantu dengan pemanasan dan didinginkan
• Setiap senyawa obat memiliki uji reaksi dan hasil spesifik yang
berbeda
Analisa Farmasi Kualitatif
1) Identifikasi secara organoleptis (bentuk, warna, bau, rasa dan
lainnya), kelarutan, tetapan fisika (titik lebur, titik beku, titik
didih, berat jenis, viskositas, dan lainnya), mikroskopis (melihat
partikel obat menggunakan mikroskop).
2) Kimia analisa dengan menambahkan zat-zat kimia (reagen) ke
dalam bahan obat/obat yang diperiksa sehingga menimbulkan
reaksi-reaksi tertentu yang dapat diidentifikasi secara kasat mata
seperti terbentuknya endapan, warna, bau dan lainnya.
3) Mikroskopis analisa ini adalah dengan melihat partikel dari
unsur/senyawa yang terkandung dalam bahan obat/obat. Dapat
dilihat langsung menggunakan mikroskop, atau direaksikan
terlebih dahulu dengan zat kimia tertentu kemudian dilihat
menggunakan mikroskop.
4) Instrumental yaitu analisa/penentuan jenis suatu unsur/senyawa
dari suatu bahan obat menggunakan instrumen/alat yang
kompleks/modern seperti spektrofotometer, kromatografi,
Atomic Absorbans Spektrofotometri (AAS), dan lainnya.
Farmasi Analsis

Analisis Kualitatif Analisis Kuantitatif


(ada/tidaknya zat dalam sampel) (berapa jumlah zat di dalam sampel)

Ada Reaksi Perhitungan


Spesifik Selektif Sensitif perubahan Spesifik Selektif Sensitif
yang diamati spontan Stoikiometri

- Warna Titran dan


- Endapan titer tepat
bereaksi
- Bau

Kriteria Reaksi Kimia


Kriteria reaksi kimia u/ analisis kualitatif

Ada
Spesifik Selektif Sensitif perubahan
yang teramati

Satu pereaksi keberadaan zat


hanya dapat dalam jumlah
Reaksi khas bereaksi sedikit
dengan gugus memberikan Terbentuknya:
tertentu hasil yang jelas
➢ Warna
Untuk senyawa ➢ Endapan
Identifikasi ➢ Bau/gas
amin aromatis
boraks:
Zat + pDAB → Kepekaan >> ➢ Panas
Dibakar warna
(+) kuning
api hijau
jingga

Memisahkan golongan senyawa


4.1. Terbentuknya warna
Pembentukan senyawa kompleks antara molekul organik dengan logam
contoh:
identifikasi fenol dengan feri klorida

OH + FeCl3 Fe(O- )3

Kristal bening kuning ungu


4.2. Terbentuknya endapan
➢Hasil reaksi / produk merupakan senyawa dengan kelarutan yang
sangat kecil
➢Contoh:
identifikasi Klor dengan penambahan perak

Cl- + Ag+ → AgCl


(larut dalam air) (larut dalam air) ( tidak larut dalam air/endapan putih)
4.3. Terbentuknya Bau

Metanol + asam salisilat → + H2SO4, dipanaskan, bau


metil salisilat (bau balsem)

Proses ini dinamakan proses Esterifikasi


Hidroksil ( -OH)
Aldehid
Karbonil ( -C=O)
Analisis
Keton
Gugus Fungsi
Karboksil ( -C(O)-OH)

Identifikasi Amin ( -NH2)

Alkohol

Fenol

Analisis
Karbohidrat
Golongan Senyawa

Asam karboksilat

Sulfonamida
ANALISIS GOLONGAN ALKOHOL & FENOL
Analisis Gugus Fungsi
Analisa untuk menentukan gugus apa saja yang terdapat dalam
suatu senyawa organik

Analisis gugus fungsional ini sangat bermanfaat sebagai reaksi


pendahuluan yang akan mengarahkan pemeriksaan yang
dilakukan pada golongan senyawa yang diperiksa.

Misal: - gugus -OH


- gugus -NH2
- gugus -COOH
Alkohol (R-OH)
1. Alkohol primer (1o)
c/ metanol, etanol, 2 metil 1-propanol

2. Alkohol sekunder (2o)


c/ 2-propanol, 2-butanol

3. Alkohol tersier (3o)


c/ 2 metil 2 propanol
Reaksi Penggolongan
Reaksi Lucas
Jernih Alkohol 1O

ZnCl2 + HCl p Keruh Alkohol 2O

Endapan
Alkohol 3O
putih
Reaksi spesifik

Alkohol 1o Alkohol 2o Alkohol 3o


• Zat + KMnO4 → Zat + aqua brom + Zat + HgO + H2SO4 →
ungu + H2SO4 → legal rothera → merah Hg2SO4 (kuning)
ungu hilang coklat / violet
dipanaskan
• Zat + Aq Brom/H2O2 Legal Rothera:
+ asam + reagen Na Nitroprusid 5% + end. Abu-abu
Schiff → merah NH4OH
violet
Fenol
Fenol dibagi ke dalam dua golongan, yaitu:
1. Fenol monovalent, yaitu fenol yang hanya mengikat satu gugus hidroksil.
Contoh: Phenol, o-Chlorophenol, m-Cresol, p-Hydroxybenzoic acid.
2. Fenol polivalen , yaitu fenol yang memiliki banyak gugus hidroksil terikat
pada inti fenil. Contoh, catechol, hydroquinone, resorcinol, asam galat, dll.
Fenol sangat banyak pemanfaatannya dalam kehidupan sehingga disintesis
secara besar-besaran dalam industri atau diekstrak dari tumbuhan alam.

Fenol o-chlorophenol resorcinol Hidrokuinon as. galat


Identifikasi

Organoleptis See next slide

• Zat + FeCl3 1%→ ungu/merah


Rx. Umum • + etanol → warna ungu hilang

• Marquis
Rx. Khusus • Formaldehid : H2SO4 p (1:9)
1. Organoleptik
• Bentuk •Bau
Cairan, contohnya kresol dan karvakol. Beraroma khas.
Padatan, contohnya timol dan naftol.
• Rasa
• Warna Asam, contohnya asam galat.
Putih, contohnya nipagin dan nipasol. Manis, contohnya floroglusin.
Tidak berwarna, contohnya kresol. Pahit, contohnya nipasol.

• Kelarutan
Fenol monovalent umumnya larut dalam
pelarut organic.
Fenol polivalen umumnya larut dalam air.

Nipagin kresol
ANALISIS GUGUS FUNGSI KARBONIL (ALDEHID & KETON)
DAN GOLONGAN KARBOHIDRAT
Contoh senyawa
Aldehid Keton
1. Formaldehid 1. Aseton
2. Asetaldehid 2. Kamfer
3. Sinamil aldehid 3. Fruktosa
4. Benzaldehid
5. Vanilin
6. Glukosa
7. Galaktosa
Identifikasi Aldehid

BENEDICT

(+) Endapan tembaga(I) oksida merah, kuning, kuning kehijauan


Identifikasi Aldehid

TOLLENS

Terbentuk cermin perak atau endapan hitam

AgNO3 + NH4OH Ag2O + H2O + NH4NO3


Ag2O + NH4OH Ag(NH3)2OH + H2O
Identifikasi Aldehid

OH
HO OH

O
HO OH

Fuchsin, NaHSO3 (asam) Pembentukan larutan violet-purple

(+) aldehid alifatik


Zat + Na nitropusid 5%

+ NH4OH Identifikasi
KETON
(+) violet

1. Legal Rohtera
2. Taufell Tauler
• Untuk gugus keton alifatis
• - CH2 – CO – CH2 -
50 mg zat
+ 0,5 ml salisaldehid

+ aquades
+ H2SO4 p

(+) merah
Identifikasi KETON
GOLONGAN KARBOHIDRAT
Monosakarida Disakarida Polisakarida
Glukosa (G) Maltosa (G+G) Amilum
Galaktosa (Ga) Laktosa (G+Ga) Glikogen
Fruktosa (F) Sukrosa (G+F) Selulosa

Disakarida Polisakarida
Sampel

Uji Molisch

(-) (+) cincin ungu


Bukan KH KH

Uji Iodium

(-) (+) ungu


Mono/Di Polisakarida

Next…
Mono/Di

Uji Barfoed

Endapan merah cepat Endapan merah lama


* Monosakarida * Disakarida

Uji Uji
Seliwanoff Benedict

(+) (-) (+) (-)


Fruktosa Gula aldosa Gula pereduksi Sukrosa

Uji
Osazon

Glukosa, Galaktosa, Arabinosa Maltosa, Laktosa


ANALISIS GUGUS FUNGSI KARBOKSIL
Gugus karboksil
• Gugus karbonil merupakan gugus fungsional dalam asam – asam karboksilat
misalnya asam asetat, asam sitrat, asam benzoat, asam oksalat dan lain - lain.
Dalam air asam karboksilat terdisosiasi menjadi ion karboksilat dan ion
hidroksonium

RCOOH + H2O → RCOO- + H3O+

As. Asetat As. Sitrat As. Benzoat As. oksalat


Senyawa derivat karboksil
• As. karboksilat
• Ester
• Amida
• Laktam

(Tugas: Carilah 2 contoh senyawa yang mempunyai gugus di atas, lingkarilah bagian
gugus karboksilnya)
Identifikasi as. karboksilat
• Dapat memerahkan kertas lakmus biru
• Dengan logam dapat menghasilkan hidrogen.
• Dengan alkohol dapat menghasilkan ester yang berbau harum.
• Dapat melepaskan iodium dari campuran KI dan KIO3, dan iodium yang terbentuk
dapat membirukan amilum.

• Dapat melepaskan belerang dari larutan tiosulfat


2CH3COOH + Na2SO3 → 2CH3COONa + S2 + O3 +H2
Contoh identifikasi asam asetat
ANALISIS GUGUS FUNGSI AMIN
DAN GOLONGAN SULFONAMIDA
Sifat
Penggolongan dan Sifat Amin
Sifat fisika amina
Penggolongan • Titik didihnya berada diantara titik
didih senyawa tanpa ikatan hidrogen
(alkana/eter) dan senyawa berikatan
Amin primer hidrogen kuat (alkohol) dengan
bobot yang sama.

Sifat kimia amina


Amin sekunder • Merupakan basa lemah dan bersifat
nukleofil, jika bereaksi dengan asam
mineral membentuk garam
ammonium kuarterner yang larut
Amin tersier dalam air.

(Fessenden, 1986)
Zat + basa kuat, dipanaskan → bau amoniak (gas NH3) + HCl → kabut putih (NH4Cl) →
lakmus merah jadi biru
Golongan Sulfonamida

Asam sulfonat Sulfonamida Sulfanilamid

• Beberapa sulfonamida dimungkinkan diturunkan dari asam sulfonat dengan


menggantikan gugus hidroksil dengan gugus amina.
• Dalam kimia, gugus fungsi sulfonamida dituliskan -S(=O)2-NH2, sebuah
gugus sulfonat yang berikatan dengan amina.
• Rumus dasarnya adalah sulfanilamid
Reaksi Umum

Amin Amida Sulfon


• Rx batang korek Sampel + NaOH Sampel + H2O2
api → jingga + netralkan 30% + 1 tts FeCl3 +
• Rx Diazo dengan HCl + HNO3 + BaCl2 →

gugus

gugus
gugus

→merah- jingga CuSO4 → warna BaSO4 (↓ putih)


• Rx Erlich → biru / ungu
kuning-jingga
Definisi alkaloid
Contoh alkaloid
(morphin)
Tugas Alkaloid

1. Pengertian alkaloid (dari pustaka)


2. Ciri struktur alkaloid
3. Reaksi umum alkaloid (Uji penggolongan)
4. Alkaloid terbagi menjadi 8 kelompok yaitu: opium, barbital,
xanthin, pyrazolon, chinae cortex, solanaceae, anilin dan amin
aromatik dengan inti artomatik
Cari 2 contoh obat yang masuk ke dalam kelompok di atas dan
cari reaksi khusus untuk setiap kelompok alkaloid tersebut
Tuliskan pustakanya!
IDENTIFIKASI MENGGUNAKAN INSTRUMENTASI
Interpertasi untuk Identifikasi
Teknik Interpertasi Data
Spektrofotometri UV-Vis

Spektrometri infra merah

KLT

KCKT

KG

Cat: Semua dibandingkan terhadap bahan baku standar


Parasetamol
INFRA RED
Tugas Identifikasi
1. Asam salisilat
2. Metampiron

Lakukan identifikasi bahan baku tersebut:


- Berdasarkan analisis gugus fungsi/golongan (boleh dari slide)
- Berdasarkan pustaka → Farmakope
- Lengkapi dengan reaksi atau interpertasi datanya
- Tuliskan pustakanya

Batas pengumpulan maksimum 1 minggu setelah perkuliahan


Upload ke link bit.ly/kapselkualitatif2021
Kapita Selekta
Farmasi Analisis : Analisis Kuantitatif
Analisis Farmasi
1. Analisis Obat
2. Analisis Obat Tradisional
3. Analisis Kosmetik
4. Analisis Pangan
5. Analisis Bahan Tambahan Pangan
6. Analisis Cemaran
Metode
1. Metode kimia
2. Metode fisikokimia
Titrimetri
1. Titrasi asam basa : untuk senyawa asam dan basa ☺
2. Titrasi presipitasi (argentometri) : untuk senyawa halide
3. Titrasi kompleksometri : untuk garam logam atau kompleks logam
4. Titrasi Redoks : untuk antioksidan dan senyawa reduktor lain
Titrimetri
Sulfanilamid, dkk → titrasi nitrimetri
Sulfonilurea (glibenklamid, tolbutamide, dkk) → titrasi asam basa bebas air
Antibiotik beta lactam 1 (penisilin, dkk) → titrasi iodometri
Antibiotik beta lactam 2 (sefalosporin, dkk) → titrasi asam basa bebas air
Barbiturat (fenobarbital, dkk) → titrasi asam basa bebas air
Salisilat → titrasi asam basa
Alkaloid → titrasi asam basa (+ bebas air)
Alkaloid bentuk garam halida (pseudoefedrin HCl, dkk) → titrasi
argentometri
Dll..
Spektroskopi
1. Spektrofotometri ultraviolet → identifikasi, penetapan kadar (bahan baku murni)
2. Spektrofotometri cahaya tampak → identifikasi, penetapan kadar (bahan baku murni)
senyawa berwarna
3. Spektrofotometri inframerah → identifikasi, penentuan gugus fungsi
4. Spektrofluorometri → identifikasi, penetapan kadar (bahan baku murni) senyawa
senyawa berfluoresensi
5. Spektrofotometri serapan atom → penetapan kadar logam, cemaran logam
6. Spektrofotometri emisi atom → identifikasi dan penetapan kadar logam, cemaran
logam
7. Spektroskopi massa → identifikasi, menentukan bobot molekul, elusidasi struktur
8. Spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR) → identifikasi, elusidasi struktur
9. Spektroskopi difraksi sinar X (XRD) → penentuan struktur kristal
Kromatografi
1. KLT → identifikasi, analisis bahan kimia obat, pewarna sintetis, dll
2. KKt → identifikasi, analisis bahan kimia obat, pewarna sintetis, dll
3. KCKT → identifikasi dan penetapan kadar obat dalam sediaan
4. KG → penetapan kadar senyawa yg mudah menguap (minyak atsiri,
dkk), penetapan kadar residu pestisida, dll
Hitungan penetapan kadar
Titrimetri:
Kadar analit = perbandingan mol x molaritas pereaksi x volume pereaksi x BM analit x 100%
Bobot sampel
Soal 1
Seorang apoteker di bagian QC suatu Industri Farmasi mendapatkan
bahan baku ampisilin dari vendor baru yang akan digunakan untuk
membuat sediaan Tablet Ampisilin.
Metode analisis apakah yang dapat digunakan untuk menetapkan
kadar bahan baku tersebut?
A. Titrasi alkalimetri
B. Titrasi argentometri
C. Titrasi iodometri
D. Titrasi kompleksometri
E. Titrasi asam basa bebas air
Soal 2
Seorang apoteker di Balai Besar POM menentukan residu pestisida
klorpirifos pada sampel tomat yang diambil dari suatu supermarket.
Metode analisis apa yang digunakan untuk menentukan kadar residu
tersebut?
A. Spektrofotometri massa
B. Kromatografi cair kinerja tinggi
C. Spektrofotometri emisi nyala
D. Kromatografi gas
E. Spektrofotometri serapan atom
Soal 3
Seorang apoteker di bagian QC suatu Industri Obat Tradisional
menetapkan kadar eugenol pada bahan baku minyak cengkeh yang
akan digunakan dalam pembuatan sediaan Minyak Cengkeh.
Metode analisis apa yang digunakan untuk menentukan kadar bahan
aktif tersebut?
A. Spektrofotometri massa
B. Kromatografi cair kinerja tinggi
C. Kromatografi gas
D. Spektrofotometri ultraviolet
E. Spektrofotometri serapan atom
Soal 4
Seorang apoteker di suatu industri farmasi menentukan cemaran Cd
(Cadmium) pada sampel air baku yang akan digunakan sebagai pelarut
pada sediaan sirup piperazin sitrat.
Metode analisis apa yang digunakan untuk menentukan kadar cemaran
tersebut?
A. Spektrofotometri inframerah
B. Spektrofotometri serapan atom
C. Spektrofluorometri
D. Spektrofotometri ultraviolet
E. Spektrofotometri visibel
Soal 5
Seorang apoteker di Balai Besar POM mendapatkan sampel Tablet
Famotidin yang diduga substandar.
Metode analisis apakah yang dapat digunakan untuk menentukan
pemenuhan kriteria tablet tersebut sesuai persyaratan Farmakope
Indonesia edisi V?
A. Kromatografi cair kinerja tinggi
B. Spektrofotometri cahaya tampak
C. Spektrofotometri emisi atom
D. Kromatografi gas
E. Spektrofotometri serapan atom
Soal 6
Seorang apoteker di bagian QC menetapkan kadar bahan baku Bisakodil
menggunakan metode titrasi asam basa bebas air. Sebanyak 250 mg
sampel bisakodil, dengan bobot molekul 361,39, direaksikan dengan
pereaksi asam perklorat 0,1 M LV dengan perbandingan mol 1 : 1.
Jika jumlah pereaksi yang dibutuhkan sampai titik akhir sebanyak 6,9
mL, berapa kadar sampel bahan baku tersebut?
Soal 7
Seorang apoteker di bagian QC menetapkan kadar Fenfluramin HCl
dalam sediaan tablet menggunakan metode KCKT. Suatu larutan
sampel diperoleh dari 50mg sampel yang dilarutkan dg 100mL air dan
diencerkan 100x memberikan AUC sebesar 98.125. Sementara larutan
baku Fenfluramin HCl 5 ug/mL memberikan AUC sebesar 99.421.
Berapakah kadar bahan aktif tersebut dalam sampel?
8. Seorang apoteker di bagian QC suatu industri farmasi menetapkan kadar
bahan baku Amobarbital menggunakan metode titrasi asam basa bebas air.
Sebanyak 100 mg sampel Amobarbital, dengan bobot molekul 226,27,
direaksikan dengan pereaksi natrium metoksida 0,1 M LV dengan perbandingan
mol 1 : 1. Jika jumlah pereaksi yang dibutuhkan sampai titik akhir sebanyak 4,3
mL, berapa kadar sampel bahan baku tersebut?
9. Seorang apoteker di bagian QC menetapkan kadar bahan baku Ergometrin
maleat yang akan digunakan untuk pembuatan sediaan Injeksi Ergometrin
Maleat menggunakan metode spektrofotometri Uv. Sebanyak 40 mg bahan baku
Ergometrin Maleat dibuat menjadi larutan sampel dengan prosedur yang sama
dengan pembuatan larutan baku, diukur pada 555nm memberikan absorban
sebesar 0,423. Sementara larutan baku Ergometrin maleat 40 ug/mL
memberikan absorban sebesar 0,437.Berapakah kadar bahan aktif tersebut
dalam sampel?
10. Seorang apoteker di bagian QC menetapkan kadar bahan baku Albendazol
menggunakan metode titrasi asam basa bebas air. Sebanyak 250 mg sampel
bisakodil, dengan bobot molekul 265,33, direaksikan dengan pereaksi asam
perklorat 0,1 M LV dengan perbandingan mol 1 : 1.
Jika jumlah pereaksi yang dibutuhkan sampai titik akhir sebanyak 9,0 mL, berapa
kadar sampel bahan baku tersebut?
Soal 8
Seorang apoteker di bagian QC suatu industri farmasi menetapkan
kadar bahan baku Amobarbital menggunakan metode titrasi asam basa
bebas air. Sebanyak 100 mg sampel Amobarbital, dengan bobot
molekul 226,27, direaksikan dengan pereaksi natrium metoksida 0,1 M
LV dengan perbandingan mol 1 : 1.
Jika jumlah pereaksi yang dibutuhkan sampai titik akhir sebanyak 4,3
mL, berapa kadar sampel bahan baku tersebut?
Soal 9
Seorang apoteker di bagian QC menetapkan kadar bahan baku
Ergometrin maleat yang akan digunakan untuk pembuatan sediaan
Injeksi Ergometrin Maleat menggunakan metode spektrofotometri Uv.
Sebanyak 40 mg bahan baku Ergometrin Maleat dibuat menjadi larutan
sampel dengan prosedur yang sama dengan pembuatan larutan baku,
diukur pada 555nm memberikan absorban sebesar 0,423. Sementara
larutan baku Ergometrin maleat 40 ug/mL memberikan absorban
sebesar 0,437.
Berapakah kadar bahan aktif tersebut dalam sampel?
Soal 10
Seorang apoteker di bagian QC menetapkan kadar bahan baku
Albendazol menggunakan metode titrasi asam basa bebas air. Sebanyak
250 mg sampel bisakodil, dengan bobot molekul 265,33, direaksikan
dengan pereaksi asam perklorat 0,1 M LV dengan perbandingan mol 1 :
1.
Jika jumlah pereaksi yang dibutuhkan sampai titik akhir sebanyak 9,0
mL, berapa kadar sampel bahan baku tersebut?
PENDAHULUAN BIOFARMASI

Apt. Dadih Supriadi, M.Si


Pendahuluan

 3 (2 – 1)
 Penilaian : UTS, UAS, Praktikum, Kuis, Kehadiran,
Tugas
 Mata kuliah yang menjadi dasar adalah Farmasi
Fisik
BIOPHARMACEUTIC

Biology Pharmaceutic

Interaksi fisik obat dengan tubuh


Bukan interaksi farmakologi
BIOFARMASI
ILMU YANG MEMPELAJARI HUBUNGAN ANTARA
(1) SIFAT FISIKO-KIMIA ZAT AKTIF,
(2) FAKTOR FORMULASI SEDIAAN OBAT (DOSAGE FORM)
(3) FAKTOR TEKNOLOGI PEMBUATAN SEDIAAN OBAT,

DENGAN

BERBAGAI PROSES YANG DIALAMI OBAT DALAM


TUBUH SAMPAI ZAT AKTIF MASUK KE DALAM
SISTEM PEREDARAN DARAH:

LIBERASI DISOLUSI DIFUSI TRANSFER ABSORPSI


KEGUNAAN BIOFARMASI
UNTUK MENDAPATKAN SEDIAAN OBAT (DRUG DOSAGE FORM)
YANG MEMILIKI KINERJA (PERFORMANCE) YANG DIINGINKAN

Efektif

Cepat bekerja

Menghindari efek samping

Bekerja dalam jangka waktu yang


diinginkan

Dosis efisien
PUSTAKA UTAMA
1. SHARGEL, L. AND YU, A., APPLIED
BIOPHARMACEUTICS & PHARMACOKINETICS, 5TH
ED., APPLETON & LANGE, NEW YORK, 2004.
2. KRISHNA R., BIOPHARMACEUTICS APPLICATIONS IN
DRUG DEVELOPMENT, SPRINGER, 2008.
Sifat fisiko-kimia zat aktif:
•Kelarutan
•Ukuran partikel
•Bentuk kristal
•Sifat Asam basa
•dll
Faktor formulasi:
Jenis
• Eksipien

Jumlah
• Eksipien

CONTOH BAHAN PENGHANCUR TABLET, PENGIKAT TABLET,


PENGISI TABLET, BASIS SUPOSITORIA, DLL
Faktor teknologi:
Kekuatan pencetakan tablet

Cara dan lama waktu pencampuran

Dan lain-lain
PROSES BIOFARMASETIK YANG DIALAMI
OBAT DALAM TUBUH :

Pelepasan (liberation)
Pelarutan (dissolution)
Transfer (partition)
Difusi (diffusion)
Absorpsi (absorption)
Contoh untuk sediaan TABLET

TABLET
DISINTEGRATION I

GRANUL

DISINTEGRATION II (LIBERATION)

POWDER (DRUG AND EXIPIENT)


DISSOLUTION

DRUG DISSOLVED IN G.I.T. MEDIUM

ABSORPTION

DRUG IN BLOOD CIRCULATION


Contoh untuk sediaan SUSPENSION

DISINTEGRATION I

DISINTEGRATION II (LIBERATION)

SUSPENSION
DISSOLUTION

DRUG DISSOLVED IN G.I.T. MEDIUM

ABSORPTION

DRUG IN BLOOD CIRCULATION


Materi UTS

 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses


biofarmasetik
 Proses Biofarmasetik
 Mekanisme absorpsi
 Studi biofarmasetik oral
 Disolusi terbanding
Materi UAS

▪ REKTAL
▪ PERCUTAN
▪ INTRA-NASAL
▪ INTRA-OKULAR (OPTALMIK)
▪ INTRA-PULMONAR
▪ INTRA-MUSKULAR
BIOFARMASI
Ilmu yang mempelajari hubungan antara
(1) sifat fisiko-kimia zat aktif,
(2) faktor formulasi sediaan obat (dosage form)
(3) faktor teknologi pembuatan sediaan obat,
dengan
berbagai proses yang dialami obat dalam
Tubuh sampai zat aktif masuk ke dalam
sistem peredaran darah:

LIBERASI DISOLUSI DIFUSI TRANSFER ABSORPSI


PROSES BIOFARMASETIK

 Proses pelepasan (liberation)


 Proses pelarutan (dissolution)
 Proses difusi (diffusion)
 Proses transfer
 Proses absorpsi
PROSES PELEPASAN (LIBERATION)

Mekanisme yang terjadi tergantung


keadaan zat aktif dalam sediaan:
 Zat aktif tercampur secara fisik
(bentuk sediaan padat: tablet)
 Zat aktif terlarut dalam pembawa
(supositoria, salep)
 Zat aktif terdispersi (suspensi,
emulsi)
Pelepasan dari sediaan TABLET

TABLET SALUT

PELARUTAN PENYALUT

TABLET INTI (TIDAK BERSALUT)

DISINTEGRATION I

GRANUL

DISINTEGRATION II (LIBERATION)
POWDER (DRUG AND EXIPIENT)
Mekanisme penghancuran Tablet

 Pengembangan bahan penghancur


 Reaksi kimia (pembebasan gas CO2)
 Pengikisan
Bahan penghancur tablet yang
mengembang :
 Pati/amilum (singkong, beras, dll.)
 Pati yang dimodifikasi (pre-gelatinized)
 Ac-Disol
 Dll.
Bahan penghancur karena reaksi
kimia:
 Natrium bikarbonat
Pelepasan dari supositoria

 Hancurnya pembawa
 Difusi dalam pembawa (jika
terlarut dalam pembawa) dan
partisi dari pembawa ke cairan
rektal
Mekanisme hancurnya supositoria

 Meleleh pada suhu tubuh (pembawa


lemak, seperti Ol. Cacao)
 Melarut dalam cairan rektal (seperti
basis PEG)
Proses difusi

 Terjadi dalam medium dalam


keadaan zat aktif terlarut dalam
medium.
 Molekul zat aktif bergerak dari kadar
tinggi ke kadar rendah.
Proses pelarutan/disolusi

 Proses pelarutan/disolusi terjadi jika zat


aktif dalam keadaan tidak terlarut dalam
sediaan (misalnya dispersi dalam pembawa
minyak).
 Proses pelarutan terjadi dalam pembawa
sediaan atau setelah lepas dari sediaan
(misalnya dari sediaan tablet.
Proses pelarutan/disolusi

 Hukum Fick:
dm
 k.S (Cs  C )
dt
 Hukum Noyes & Whitney:

dC D. A
 (Cs  C )
dt h
Proses difusi suatu molekul dalam
suatu medium
Mengikuti hukum Stoke-Einstein :

k '.T
D
6 .r.
k’= tetapan Boltzman
T= suhu mutlak medium
r= jari-jari molekul
= kekentalan/viskositas medium
Proses perpindahan/partisi

 Perpindahan zat dari suatu medium


ke medium lain berdasarkan
perbedaan konsentrasi dan koefisien
partisi.
 Terjadi pada antar-permukaan
STUDI KASUS
(PROSES BIOFARMASETIK SEDIAAN SUPOSITORIA)
Proses biofarmasetik sediaan suppo. Basis
lemak, zat aktif terlarut dalam pembawa

► Meleleh
► Difusi (zat aktif dalam pembawa berdifusi
menuju cairan rectum yang konsentrasinya
lebih kecil)
► Partisi (keluar dari lelehan menuju cairan
rectum)  liberasi
► Difusi (menuju dinding rectum)
► Absorpsi
Proses biofarmasetik sediaan suppo. Basis
lemak, zat aktif terdispersi dalam pembawa

► Meleleh
► Disolusi (zat aktif melarut dalam pembawa)
► Difusi (zat aktif dalam pembawa berdifusi
menuju cairan rectum yang konsentrasinya
lebih kecil)
► Partisi (keluar dari lelehan menuju cairan
rectum)  liberasi
► Difusi (menuju dinding rectum)
► Absorpsi
Proses biofarmasetik sediaan suppo.
Basis larut air, zat aktif terdispersi dalam
pembawa
► Melarut (Basis larut)  liberasi
► Disolusi (zat aktif larut di cairan rectum)
► Difusi (menuju dinding rektum)
► Absorpsi
Proses biofarmasetik sediaan suppo. Basis
larut air, zat aktif terlarut dalam pembawa

► Melarut (Basis larut)  liberasi


► Difusi (menuju dinding rektum)
► Absorpsi
EVALUASI BIOFARMASETIK
SEDIAAN PADAT

1
•WAKTU HANCUR

2
• DISOLUSI
WAKTU HANCUR
► Sediaan padat untuk oral harus hancur
secepatnya menjadi partikel halus dan
melepaskan obat
► Uji waktu hancur terdapat di farmakope
(secara in vitro)
► Namun demikian proses hancur tidak selalu
langsung berhubungan dengan disolusi
WAKTU HANCUR
► Persyaratan waktu hancur  tergantung
monografi
► Jika tidak ada persyaratan waktu hancur di
monografi Farmakope  batas waktu waktu
hancur 15 menit
DISOLUSI
UJI DISOLUSI MENURUT FI VI
Yang harus diperhatikan
► Jenis dan Volume medium disolusi
► Tipe alat
► Kecepatan putaran pengadukan
► Waktu disolusi
► Penetapan kadar
► Nilai Q
► Suhu medium disolusi
► Uji Kesesuaian alat
► Interpretasi Hasil
Jenis dan Volume medium disolusi

► Tergantung monografi zat yang akan di uji


► Bila media adalah suatu larutan dapar 
atur pH larutan sedemikian hingga berada
dalam batas 0,05
► Jika pada monografi digunakan dapar posfat
pH 5,8  maka rentang pH yang
diperbolehkan pd pembuatan dapar tersebut
adalah 5,75 s/d 5,85
Tipe alat
► Tipe 1  pengaduk berbentuk keranjang
► Tipe 2  pengaduk berbentuk dayung
► Tipe yang laih lihat di Farmakope VI
► Bahan baja tahan karat
► Posisi pada sumbu
► Berputar dengan halus tanpa goyangan
yang berarti
Kecepatan Pengadukan
► Kecepatan putaran disesuaikan dengan
masing-masing monografi
► Dapat mempertahankan putaran lebih
kurang 4%
► Contoh: jika di monografi dipersyaratkan
kecepatan pegadukan 100 putaran per
menit  maka saat uji disolusi hanya
diperbolehkan pengadukan antara 96 s/d
104 putaran per menit
Waktu disolusi & Penetapan kadar

► Waktu disolusi disesuaikan dengan masing-


masing monografi
► Penetapan kadar disesuaikan dengan
masing-masing monografi
Nilai Q
►Q adalah persen obat yang sudah terlarut
pada waktu yang telah ditetapkan pada
monografi terhadap dosis di etiket
► Nilai Q tergantung dari masing-masing
monografi
► Contoh : di monografi dipersyaratkan Q 30
menit = 80%
Suhu medium disolusi
► Disolusitidak boleh dilakukan sebelum suhu
medium disolusi mencapai 37o ± 0,5o
► Suhu diatur dengan menggunakan
waterbath
Uji Kesesuaian alat
► Untuk menguji alat disolusi yang digunakan
apakah kinerjanya baik atau tidak
► Menggunakan 1 tablet kalibrator disolusi
jenis disintegrasi dan 1 tablet kalibrator
disolusi bukan disintegrasi
Interpretasi Hasil

Jumlah
Tahap Kriteria penerimaan
yang diuji
S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q + 5%
S2 6 Rata-rata dari 12 unit (S1 + S2) adalah sama
dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu
unit sediaan yang lebih kecil dari
Q – 15%
S3 12 Rata-rata dari 24 unit (S1 + S2 + S3) adalah
sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak
lebih dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q
– 15% dan tidak satu unitpun yang lebih kecil
dari Q – 25%
STUDI KASUS
Hasil uji tablet parasetamol menunjukkan obat
larut sebanyak 400 mg dalam waktu yang telah
ditetapkan dalam Farmakope. Kekuatan sediaan
parasetamol diketahui sebesar 500 mg
► Berapa nilai Q (%) tablet tersebut
STUDI KASUS
Bagian pengawasan mutu di industri farmasi sedang
melakukan evaluasi disolusi tablet parasetamol. Nilai
Q tablet azatioprin di monografi diketahui sebesar
80%. Hasil uji tahap pertama menunjukkan nilai Q
tablet ke-1 s/d ke-6 berturut-turut sebesar
82,25 ; 81,75 ; 87,35 ; 83,75 ; 88;25 ; 82,75.
► Bagaimana kesimpulan beserta alasan dari hasil uji
dosilusi tersebut?
Faktor pato-fisiologi organ
► Kapasitas cairan tubuh
► Karakteristik cairan tubuh (pH, viskositas/
konsistensi, kandungan senyawa endogen, dll.)
► Luas permukaan absorpsi
► Kondisi penyakit tertentu
► Waktu kontak antara obat dengan tempat absorpsi
► Gerakan yang ada
► Aliran darah
PERTEMUAN 3 DAN 4

FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PROSES
BIOFARMASETIK
Proses biofarmasetik
kapsul/tablet
FAKTOR
PROSES
1. SIFAT BIOFARMASETIK
FISIKOKIMIA 1. LIBERASI
2.FORMULASI 2. DISOLUSI
3. DIFUSI
3. TEKNOLOGI 4. ABSORPSI
PEMBUATAN
Faktor Fisikokimia Obat

Stability (Stabilitas)

Solubility (Kelarutan)

pH dan pKa

Particle Size (Ukuran partikel)


Faktor Fisikokimia Obat

Crystalline form / Polymorphism


(bentuk kristal / polimorfisme)

Surface properties (Sifat


permukaan)

Salt form (Bentuk garam)


Stabilitas

•Stabilitas saat
1 penyimpanan

•Stabilitas saat di
2 dalam tubuh
Stabilitas dalam tubuh

Pertimbangan
1. Perubahan pH fisiologis
2. Adanya sejumlah enzim yang sangat
reaktif

Reaksi utama  hidrolisis


Contoh kasus Stabilitas

 Penisilin G, metisilisina sangat mudah terurai


dalam cairan lambung
 Salut enterik (penisilin G) tdk banyak
membantu  penisilin G sedikit diserap di
duodenum
 Hidrolisis terhadap senyawa tertentu dapat
merupakan keuntungan  bila hasil
reaksinya diabsorpsi dan aktif  contoh
kloramfenikol stearat dan ester steroida
Contoh kasus Stabilitas

 Eritromisin cepat terhidrolisis


pada suasana asam
 eritromisin tablet salut enterik
 atau digunakan garam
eritromisin yang kelarutannya
rendah dalam cairan lambung
Solubility

 Tahap penentu kecepatan (Rate


limiting Step) Absorpsi adalah
kecepatan pelarutan (disolusi)
dC DS
= (Cs - C)
dt h

dC/dt  Disolusi
Cs  Kelarutan
Solubility

Faktor kelarutan ada kaitannya dengan faktor-


faktor yang lain seperti
 pH
 Polimorfisme
 Bentuk garam
 Ukuran partikel
 Kompleksasi
pH dan pKa

 Rasio bentuk tak terion dan bentuk terion


dari obat asam lemah (pKa) akan tergantung
pH lingkungannya

 Persamaan Handerson-Hasselbach

Bentuk terion
𝑝𝐻 = 𝑝𝐾𝑎 + 𝐿𝑜𝑔
Bentuk tak terion
pH dan pKa

 Asam lemah akan lebih


banyak obat tersedia
untuk diabsorpsi (bentuk
tak terion) pada suasana
asam
Ukuran partikel
Ukuran partikel

 Penelitian Higuchi

Kelarutan hanya akan


meningkat 1% bila
ukuran partikel yang
diperoleh sekitar 1 µm
Ukuran partikel

Bila laju pelarutan intrinsik zat aktif


sangat kecil (untuk zat aktif yang diserap
setelah pemberian bentuk padat) maka
proses penyerapan akan meningkat bila
luas permukaan spesifik ditingkatkan

DOSIS DAPAT
DIKURANGI
USP
Contoh kasus mempersyaratkan
ukuran harus
microsize
 Griseofulvin

Awalnya menggunakan ukuran


partikel yang konvensional

O,5 g
griseofulfin
mikrokristal

Ketersediaan hayatinya setara


dengan pemberian satu gram
griseofulvin ukuran lebih besar
Contoh kasus

 Kloramfenikol  per oral pada kelinci

Ketersediaan hayati kloramfenikol


optimal pada rentang ukuran 800 – 200
µm, di bawah 200 µm menjadi tidak lebih
baik

< 200 µm Sifat hidrofobisitas meningkat


dan dapat terjadi reaglomerasi
Bentuk kristal

 Kristalin  struktur internal


teratur
 Amorf  struktur internal tidak
teratur

Umumnya kelarutan bentuk amorf


lebih besar dibandingkan dengan
bentuk kristal
Contoh kasus
Contoh kasus

Novobiosina hanya aktif


dalam bentuk amorf 
kelarutan amorf 10 kali
lebih besar drpd bentuk
kristal
Contoh kasus

 Dalam suspensi berair 


secara perlahan novobiosina
akan berubah menjadi bentuk
kristal
 Solusinya  menggunakan
garam natrium novobiosina
amorf
Contoh kasus

Ester kloramfenikol
stearat dan palmitat
hanya aktif dalam
bentuk amorf
Polimorfisme
Struktur internal yang berbeda-beda
Polimorfisme

Kloramfenikol
palmitat yang
banyak
mengandung
polimorf B
yang aktif
Sifat permukaan

Hidrofobik
Hidrofilik
Berpengaruh dalam
keterbasahan zat oleh medium
cairan tubuh
Bentuk garam

 Asam lemah atau basa lemah dapat dibuat


dalam bentuk garamnya

AKAN MENGUBAH SIFAT FISIKOKIMIA DAN


BIOFARMASERTIKNYA, NAMUN UMUMNYA
JARANG MERUBAH FARMAKOLOGINYA,
NAMUN MUNGKIN INTENSITAS EFEK DAPAT
BERUBAH
Bentuk garam

 Bentuk garam yang paling umum

Garam
Asam lemah
natrium
Natrium diklofenak

Basa lemah Garam HCl


Diltiazem hidroklorida
BENTUK GARAM
Efek pembentukan garam
terhadap kelarutan
Faktor Formulasi

Contoh untuk sediaan tablet :


 Bahan pengisi
 Bahan penghancur
 Bahan pengikat
 Bahan pelincir
 Bahan pelicin
 Bahan penyalut
 Bahan tambahan tertentu/khusus
Faktor Formulasi
Faktor Formulasi

Contoh untuk sediaan supositoria :


 Pembawa : kelarutan, titik leleh, viskositas,
kemampuan melarutkan zat aktif
 Senyawa lain yang ditambahkan
Faktor Formulasi

Contoh untuk sediaan kulit :


 Pembawa : kelarutan, titik leleh, viskositas,
kemampuan melarutkan zat aktif
 Senyawa lain yang ditambahkan
[

FAKTOR TEKNOLOGI

Contoh untuk sediaan tablet :


 Cara pembuatan: cetak langsung atau
granulasi
 Kekuatan pencetakan
 Bentuk sediaan (luas permukaan)
FAKTOR TEKNOLOGI

Contoh untuk sediaan krim :


 Kekuatan pengadukan (ukuran fase
dalam)
Faktor pato-fisiologi organ

►Kapasitas cairan tubuh


►Karakteristik cairan tubuh (pH, viskositas/
konsistensi, kandungan senyawa endogen, dll.)
►Luas permukaan absorpsi
►Kondisi penyakit tertentu
►Waktu kontak antara obat dengan tempat
absorpsi
►Gerakan yang ada
►Aliran darah
MEKANISME ABSORPSI
MEMBRAN SEL
MEMBRAN SEL

 Lapisan tipis bimolekular lemak


dengan tebal ± 5 nm
 Dipisahkan oleh cairan intraselular
dan ektraselular
 Struktur bilayer tersebut
memperlihatkan permiabilitas tinggi
untuk molekul yg bersifat hidrofobik
dan permiabilitas rendah untuk
molekul hidrofilik
MEMBRAN SEL

 Terasosiasi dengan protein intrinsik


dan protein ekstrinsik
 Protein dapat berbentuk saluran
(channels), pembawa (cariers), atau
pompa (pumps) yang dapat
memungkinkan senyawa polar dapat
melewati membran
MEKANISME ABSORPSI

 SIMPLE OR PASSIFE MEMBRAN


TRANSPORT
 TRANSPORT PROTEINS
Channels
Carrier (Facilitated Diffusion)
Pumps (Transport aktif)
 PINOCYTOSIS AND ENDOCYTOSIS
DIFUSI PASIF

 Sebagian besar obat melalui mekanisme


ini
 Sangat tergantung kelarutan dalam lemak
dan gradien konsentrasi
 Molekul hidrofobik  koefisien partisi
besar
 Molekul hidrofilik  koefisien partisi kecil
 Molekul asam atau basa lemah dalam
bentuk tak terion yang melewati membran
DIFUSI PASIF

 Hanya bentuk yg sdh terlarut


(aqueous) yg dapat melewati
membran
 Ada paradoks antara sifat kelarutan
(dlm air) dengan kelarutan dalam
minyak
TRANSPORT PROTEIN

 Molekul  kelarutan rendah dalam


minyak, permiabilitas rendah
 Termasuk molekul polar
 Terabsorpsi lebih cepat dibandingkan
prediksinya
 Beberapa dapat menembus melawan
gradien konsentrasi
 Dapat dijelaskan  transport protein
TRANSPORT PROTEIN

 Channels (saluran)
 Carrier (Facilitated Diffusion/

Difusi terfasilitasi)
 Pumps (Transport aktif)
CHANNELS (SALURAN)

 Spekulasi awal terhadap keberadaan


small aqueous pores dalam membran
berdasarkan kenyataan membran
sangat permiabel terhadap molekul
polar yang kecil
 Contoh air dan ion
 Ada dua channel (water channel dan
Ion channels)
DIFUSI TERFASLITASI
(Facilitated Diffusion)
 Meknisme untuk menjelaskan absorpsi
senyawa larut air
 Tidak butuh energi
 Masih tergantung gradien konsentrasi
 Dapat jenuh
 Dapat terjadi kompetisi
 Contoh untuk gula dan asam amino
POMPA (PUMPS)

 Adalah protein yang dapat


mentransport senyawa melawan
gradien konsentrasi menggunakan
Adenosin -5triphosphate (ATP) sebagai
energi
PINOSITOSIS

 Untuk menjelaskan mekanisme


absorpsi bagi makromolekul
 Mirip seperti fagositosis
 Molekul seperti “dimakan” oleh
struktur yang ada di membran
absorpsi
STUDI BIOFARMASETIK PEMBERIAN
OBAT SECARA ORAL

BAGIAN pH WAKTU TRANSIT

Mulut 6,7 - 7 2-10 detik


Oesofagus
Lambung 1-2 (puasa) 10 mn – 1 jam (puasa)
1-8 jam (isi makanan)
Duodenum 4–6 5-15 mn

Jejunum 6–7 2 j - 3,5 jam

Ileum 7-8 3 - 6 jam

Kolon (usus 7 - 8 K.menaik: 1 j


besar) K.mendatar: 3-4 j
K.menurun: 3 j
K.pinggul: sampai 18 j
Mulut

 Kapasitas relatif kecil


 Cairan: air liur (0,5-1 l/hari) dengan enzim
ptialin, pH 6,7-7,0
 Di bawah lidah ada pembuluh darah
cukup besar: vena lingualis yang
bergabung dengan vena raninus
 Waktu transit umumnya pendek, kecuali
ditahan seperti sub-lingual
Oesofagus

 Tidak bermakna dalam penyerapan obat


Lambung

 Volum: 1 – 1,5 liter


 Ada kantong udara
 Cairan: bersifat asam, mengandung
enzim pepsin, katepsin, kimosin,
lipase
 Mengandung mukus yang melindungi
mukosa
 Mukoprotein termolabil (faktor
intrinsik) yang memfasilitasi
penyerapan vit. B12
 Gerakan lemah (gelombang
kontraksi)
 Ada pilorus yang menutup dan
membuka
 Debit darah 250 ml/menit menuju hati
Waktu pengosongan lambung

Diperlambat oleh Dipercepat oleh


Volume Kebasaan
Konsistensi Gas CO2
Keasaman Posisi tidur pada sisi kiri
Kandungan bahan Keadaan berjalan
berlemak
Hipertonisitas
Emosi
Posisi tidur pada sisi kanan
Usus Halus

 Duodenum (usus 12 jari)


 Jejunum
 Ileum (panjang dengan
jejunum 6 meter)

 Terdiri dari 3 lapisan: otot,


mukosa dan mukus
 Mengandung lipatan dan vili
(luas 40-50 m2)
 Getah: pankreas, empedu,
getah usus
Jonjot usus
Usus halus

 Mengandung banyak enzim (amilase, lipase,


enzim proteolitik)
 Mengandung getah empedu (musin dan garam
empedu)
 Garam empedu bersifat sebagai surfaktant
 Musin dapat membentuk kompleks dengan
berbagai senyawa dan memfasilitasi
penyerapannya
 pH 3,5 – 8 (ada pengeluaran karbonat)
 Konsistensi: cair sampai pasta lunak
 Gerakan: macam-macam
Gerakan pada usus halus

 Gerakan segmentasi
 Gerakan peristaltik
 Gerakan penduler (pada
lengkungan usus)
Gerakan segmentasi
Usus Besar (kolon)

 Usus besar menaik


 Usus besar mendatar
 Usus besar menurun
 Colon ileocaecal

Fungsi lebih banyak untuk


resorpsi air. Untuk
penyerapan obat kurang
bermakna
Usus besar (lanjutan)

 Penggetahan: kurang
 Konsistensi: sangat kental sampai pasta
 pH: 7,5 – 8
 Mengandung flora yang mengasilkan
penisilinase dan zat-zat yang dapat
meningkatkan absorpsi vitamin tertentu.
Berbagai bentuk sediaan obat yang
diberikan secara oral

 Sediaan tablet
 Sediaan serbuk
 Sediaan cair (larutan, suspensi, emulsi)
Bagaimana memodifikasi disposisi?

 Bagaimana mempercepat disposisi?


 Bagaimana memperlambat disposisi?
Evaluasi biofarmasetik sediaan oral

 Uji waktu hancur


 Uji disolusi
 Uji ketersediaan hayati
Kondisi uji in vitro

 Jenis/komposisi cairan uji


 Volum cairan uji
 Suhu
 Pengadukan
DISOLUSI TERBANDING
t % Disolusi Produk Pembanding (R = Refence) Pada Tablet ∑
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
10’ R10
15’ R15
30’ R30
45’ R45
60’ R60

t % Profil Disolusi Produk Uji (T =Test) Pada Tablet ∑


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
10’ T10
15’ T15
30’ T30
45’ T45
60’ T60

Anda mungkin juga menyukai