Resumean Pend Multikultural

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 49

TUGAS MERESUME MATERI PENDIDIKAN MULTIKULRURAL

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

DOSEN PENGAMPU
Dr. H. Metroyadi, SH., M.Pd
Fathul Jannah, M. Pd

DISUSUN OLEH
NAMA : MEIDA NURMINI
NIM : 1910125320041
KELAS 3A PGSD

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
2020/2021
Kelompok 1 (HAKIKATPENDIDIKANMULTIKULTURAL)

1. PENDIDIKANMULTIKULTURAL
Pendidikan Multikultural telah didefinisikan dalam banyak pandangan dan banyak
latar belakang bidang keilmuan seperti antropologi, sosiologi, filsafat dan psikologi.
Pendidikan Multikultural lahir karena permasalahan manusia yang ditindas hanya karena
perbedaan.

KEBUDAYAAN SEBAGAI KEKUATAN DAN STABILITAS MASYARAKAT

Kebudayaan masyarakat merupakan hasil budi manusia untuk mencapai


kesempurnaan hidup atau segala sesuatu yang diciptakan manusia baik yang konkret
maupun abstrak. Sidi Gazalba mendifinisikan kebudayaan sebagai tatacara berpikir
manusia, yang menyatakan diri dalam segi kehidupan dari segolongan manusia yang
membentuk kesatuan sosial, dalam suatu ruang dan waktu. Budaya dan kebudayaan
melekat pada proses berpikir manusia. Program terdiri dari pengetahuan,pendidikan,
konsep dan nilai-nilai yang dimilki anggota kelompok melalui sistem komunikasi.

Menurut Mukti Ali, pluralitas merupakan realitas yang sangat jelas kelihatan.
Setiap agama mengajarkan jalan hidup yang berbeda-beda dan merupakan ekspresi dari
pemeluknya untuk memahami ajaran Tuhan. Menurutnya, nilai pluralisme yang paling
relevan untuk dikembangkan yakni agree in disagreement . Orang yang beragama harus
percaya bahwa agama yang dipeluk itulah yang paling baik dan benar, sedangkan orang
lain dipersilahkan bahkan dihargai untuk mempercayai dan meyakini agama yang
dianutnya.
Setiap agama memiliki persamaan dan perbedaan, maka sikap yang perlu
dikembangkan adalah saling menghargai antar pemelukagama. Pluralisme adalah
penyebab perubahan sosial sampai ketidakpuasan masyarakat akan kondisi sosialnya
yang secara pribadi mempengaruhi diri mereka. Pluralisme di sini berarti perlindungan
negara terhadap hak-hak warga negaranya untuk memeluk agama sesuai dengan apa yang
diyakininya. Pluralisme berarti membangun toleransi, harus mengakui bahwa setiap
agama dengan para pemeluknya masing-masing mempunyai hak yang sama untuk eksis.
Maka yang harus dibangun adalah perasaan dan sikap saling menghormati, yaitu toleransi
dalam arti aktif.
Hakikat Budaya
Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisah-pisahkan. Di mana ada budaya di
situ ada manusia dan sebaliknya di mana ada manusia di situ ada budaya, manusia
berbudaya dan budaya dari manusia. Kebudayaan terwujud dari manusia. Setelah ada
manusia, baru lahir budaya, karena budaya diartikan segala daya upaya manusia untuk
memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan lahiriah mau pun batiniah.
Jadi, tanpa manusia budaya tidak pernah ada, karena budaya lahir dari manusia.
Manusia pada generasi pertama yang hidup berburu dan berpindah-pindah untuk mencari
binatang buruannya. Manusia pada zaman tersebut mewariskan budaya kepada zaman
kedua dan zaman kedua melaksanakan sambil mengembangkan budaya dan selanjutnya
diwariskan kepada zaman ketiga . Setiap generasi menerima warisan budaya dari generasi
sebelumnya dan generasi yang sedang berjalan akan mengembangkan budaya sesuai
dengan pola pikir peradaban masa itu.
Pada saat menerima budaya dari generasi sebelumnya, berbeda dengan budaya
yang diwariskan kepada generasi berikutnya. Kebudayaan generasi tua lebih tua
dibanding kan dengan kebudayaan masa kini, karena kebudayaan generasi tua adalah
kebudayaan yang terjelma dari pola pikir manusia pada generasi sebelumnya.
Kebudayaan generasi tertua adalah kebudayaan generasi awal atau generasi pertama dari
peradaban manusia. Namun, belum tentu terjamin tentang nilai kearifan lokal mau pun
kearifan nasional, yang selalu kitaagung-agungkan.

Kelompok 2 (KONSEP DASAR PENDIDIKAN MULTIKULTURAL)

A. Pengertian Pendidikan Multikultural

Pendidikan Multikultural secara sederhana dapat diartikan sebagai proses pendidikan


dan pengajaran yang dirancang untuk budaya dari beberapa ras yang berbeda dalam suatu
sistem pendidikan. Ada beberapa nama dan istilah yang digunakan untuk menunjukkan
pendidikan multikultural yaitu: intercultural education, interethnic education, transcultural
education, multiethnic education, dan cross-cultural education.
Sedangkan multikultural yaitu berarti sebagai kebudayaan, keragaman, dan aneka
kesopanan. Secara terminologi, pendidikan multikultural berarti proses pengembangan
seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya sebagai
konsekuensinya keragaman budaya, etnis, suku, dan aliran .

Adapun beberapa pengertian pendidikan multicultural menurut para ahli sebagai


berikut.

Menurut Azra , menjelaskan bahwa pendidikan multikultural sebagai pengganti dari


pendidikan interkultural diharapkan dapat menumbuhkan sikap peduli dan mau mengerti atau
adanya politik pengakuan terhadap kebudayaan kelompok manusia, seperti toleransi,
perbedaan etno-kultural dan agama, diskriminasi, HAM, demokrasi dan pluralis,
kemanusiaan universal, serta subyek - subyek lain yang relevan.

Menurut Liliweri menyatakan pendidikan multikultural merupakan strategi


pendidikan yang memanfaatkan keberagaman latar belakang kebudayaan dari peserta didik
sebagai salah satu kekuatan membentuk sikap multikultural.

Pendidikan multikultural adalah proses dan strategi untuk membentuk sikap setiap
orang untuk menghormati orang lain dengan berbagai perbedaan yang ada pada dirinya
dariaspekbudaya, ras, etnik, agama, kels sosial, maupun gender dengan yang dimiliki orang
lain, karena setiap orang memiliki dimensi yang berbeda dalam pengalaman, pikiran,
persepsi, sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

B. Pendidikan Multikultural sebagai Pendekatan


Sejak tahun 1960-an dapat diidentifikasi ada empat pendekatan yang
mengintegrasikan materi etnis dan multikultural ke dalam kurikulum: .

Pertama, pendekatan kontribusi .

Level 1 ini adalah satu dari yang paling sering dan paling luas dipakai dalam fase
pertama dari gerakan kebangkitan etnis . Juga sering digunakan jika sekolah mencoba
mengintegrasikan materi etnis dan multikultural ke dalam kurikulum aliran utama. Ciri
pendekatan kontribusi adalah dengan memasukkan pahlawan etnis dan bendabenda budaya
yang khas ke dalam kurikulum, yang dipilih dengan menggunakan kriteria budaya aliaran
utama. Jadi individu seperti Crispus Attucks, Benjamin Bannaker, Sacajawea, Booker T.
Washington, dan Cesar Chavez sebagai pahlawan dari kelompok multikultural ditambahkan
dalam kurikulum. Mereka dibahas saat pahlawan Amerika aliran utama seperti Patrick
Henry, George Washington, Thomas Jefferson, dan John F. Kennedy dipelajari dalam
kurikulum inti. Elemen budaya yang khas seperti makanan, tari, musik dan benda kelompok
etnis dipelajari, namun hanya sedikit memberi perhatian pada makna dan pentingnya budaya
khas itu bagi komunitas etnis.
Karakteristik penting dari pendekatan kontribusi adalah bahwa kurikulum aliran utama tetap
tidak berubah dalam struktur dasar, tujuan, dan karakteristik. Persyaratan implementasi
pendekatan ini adalah minimal yang hanya mencakup pengetahuan dasar mengenai
masyarakat AS dan pengetahuan tentang pahlawan etnis dan peranan dan kontribusinya
terhadap masyarakat dan budaya AS. Individu yang menentang ideologi, nilai dan konsepsi
masyarakat yang dominan dan yang mendukung reformasi sosial, politik, dan ekonomi
radikal jarang dimasukkan dalam pendekatan kontribusi. Jadi Booker T. Washington lebih
mungkin dipilih untuk studi dibandingkan dengan W.E.B Du Bois, dan Sacajawea lebih
mungkin dipilih daripada Geronimo. Kriteria yang digunakan untuk memilih pahlawan etnis
untuk dipelajari dan penentuan keberhasilan perjuangannya berasal dari masyarakat aliran
utama dan bukan dari komunitas etnis. Akibatnya, pemakaian pendekatan kontribusi
biasanya menghasilkan studi tentang pahlawan etnis yang hanya menggambarkan satu
perspektif penting dalam komunitas etnis. Dalam pendekatan kontribusi, individu yang lebih
radikal dan kurang konformis yang hanya menjadi pahlawan bagi komunitas etnis cenderung
untuk diabaikan dalam buku teks, materi pembelajaran dan aktivitas yang dipakai.

Pendekatan kepahlawanan dan hari libur adalah varian dari pendekatan kontribusi.
Dalam pendekatan ini, materi etnis terutama terbatas pada hari, minggu dan bulan spesial
yang berhubungan dengan peristiwa dan peringatan etnis. Cinco de Mayo, HUT Martin
Luther King, dan Minggu Sejarah Afrika Amerika merupakan contoh hari dan minggu etnis
yang diperingati di sekolah. Selama perayaan ini, pengajar melibatkan siswa dalam pelajaran,
pengalaman, dan pawai sejarah yang berkaitan dengan kelompok etnis yang sedang
diperingati. Ketika pendekatan ini digunakan, kelas mempelajari sedikit atau tidak sama
sekali tentang kelompok etnis sebelum atau sesudah peristiwa atau kesempatan khusus itu.
Pendekatan kontribusi memberi kesempatan pada guru untuk mengintegrasikan
materi etnis ke dalam kurikulum secara cepat dengan memberi pengenalan tentang kontribusi
etnis terhadap masyarakat dan budaya AS. Pengajar yang komit untuk mengintegrasikan
materi etnis ke dalam kurikulum hanya memiliki sedikit pengetahuan tentang kelompok etnis
dan hanya sedikit merevisi kurikulum. Akibatnya, mereka menggunakan pendekatan
kontribusi saat mengajarkan tentang kelompok etnis. Guru-guru ini seharusnya mendorong,
mendukung, dan memberi kesempatan untuk mempelajari pengetahuan dan ketrampilan yang
diperlukan untuk mereformasi kurikulumnya dengan menggunakan satu atau beberapa
pendekatan yang efektif.
Seringkali ada tuntutan politik yang kuat dari komunitas etnis terhadap sekolah untuk
mencantumkan pahlawan, kontribusi dan budaya mereka ke dalam kurikulum sekolah.

Kedua, Pendekatan Aditif

Tahap kedua Pendekatan penting lain terhadap integrasi materi etnis terhadap
kurikulum adalah penambahan materi, konsep, tema dan perspektif terhadap kurikulum tanpa
mengubah struktur, tujuan dan karateristik dasarnya. Pendekatan Aditif ini sering dilengkapi
dengan penambahan suatu buku, unit, atau bidang terhadap kurikulum tanpa mengubahnya
secara substansial. Contoh pendekatan ini meliputi penambahan buku seperti The Color
Purple pada suatu unit tentang abad duapuluh, penggunaan film Miss Jane Patman selama
unit tentang 1960-an, dan penambahan tentang suatu unit pada tawanan Jepang Amerika
selama studi Perang Dunia II di sebuah kelas sejarah Amerika Serikat. Pendekatan aditif
memungkinkan pengajar untuk memasukkan materi etnis ke dalam kurikulum tanpa
restrukturisasi, suatu proses yang akan memakan waktu, usaha, latihan dan pemikiran
kembali dari maksud, sifat dan tujuan kurikulum yang substansial. Pendekatan aditif dapat
menjadi fase awal dalam upaya reformasi kurikulum transformatif yang didesain untuk
menyusun kembali kurikulum total dan untuk mengintegrasikannya dengan materi, perspektif
dan kerangka pikir etnis.

Namun pendekatan ini memiliki beberapa kelemahan seperti dari pendekatan


kontribusi. Yang paling penting adalah pandangan tentang materi etnis dari perspektif
sejarawan, penulis, artis, dan ilmuwan aliran utama yang tidak memerlukan restrukturisasi
kurikulum. Peristiwa, konsep, isu, dan masalah yang diseleksi untuk studi diseleksi dengan
menggunakan kriteria dan perspektif Eurosentris dan aliran utama sentris. Jika mengajar
suatu unit seperti Gerakan Barat pada kelas sejarah di AS kelas 5, guru dapat
mengintegrasikan unit dengan menambahkan materi tentang Oglala Sioux Indian. Namun,
unit tetap berpusat dan difokuskan pada aliran utama. Suatu unit disebut Gerakan Barat dan
Eropah sentris sebagai aliran utama karena berfokus pada orang Eropah Amerika dari bagian
Timur ke Barat Amerika Serikat. Oglala Sioux telah ada di Barat dan akibatnya tidak
bergerak menuju ke barat. Unit mungkin menyebut Invasi dari Timur, dari sudut pandang
Oglala Sioux. Black Elk, orang suci Oglala Sioux, mengeluhkan pemusnahan orangorangnya
yang berpuncak pada kekalahan mereka di Wounded Knee Creek pada 29 Desember 1890.
Kurang lebih 200 laki, perempuan, dan anak Sioux terbunuh oleh pasukan AS. Black Elk
berkata,«Ranting-ranting bangsa patah dan terpencar. Tidak ada lagi pusat, dan pohon yang
dikeramatkan telah mati.

Ketiga, Pendekatan Transformasi

Pendekatan transformasi berbeda secara mendasar dari pendekatan kontribusi dan


aditif. Pada kedua pendekatan, materi etnis ditambahkan pada kurikukulum inti aliran utama
tanpa mengubah asumsi dasar, sifat, dan strukturnya. Dalam pendekatan transformasi ada
perubahan dalam tujuan, struktur, dan perspektif fundamental dari kurikulum. Pendekatan
transformasi mengubah asumsi dasar kurikulum dan menumbuhkan kompetensi siswa dalam
melihat konsep, isu, tema dan problem dari beberapa perspektif dan sudut pandang etnis.
Perspektif berpusat pada aliran utama adalah hanya satu di antara beberapa perspektif
darimana isu, masalah, konsep, dan isu dipandang.

Tidak mungkin dan tidak inginlah untuk melihat setiap isu, konsep, peristiwa atau
masalah dari sudut pandang setiap kelompok etnis AS. Lebih dari itu, tujuan seharusnya
memungkinkan siswa untuk melihat konsep dan isu lebih dari satu perspektif dan melihat
peristiwa, isu, atau konsep yang sedang dipelajari dari sudut pandang kelompok etnis, budaya
dan ras partisipan yang paling aktif, atau berpengaruh paling meyakinkan.
Siswa seharusnya juga mengkaji bagaimana penggunaan bahasa normatif berbeda dalam
konteks sosial, wilayah dan situasi. Pemakaian bahasa Inggris orang kulit hitam sesuai untuk
konteks sosial dan kultural tertentu dan tidak cocok untuk yang lain. Ini juga benar bagi
bahasa Inggris AS baku. AS kaya bahasa dan dialek. Negara ini memiliki lebih dari 20 juta
warga Hispanis. Spanyol adalah bahasa pertama sebagian besar dari mereka. Sebagian besar
dari sekitar 30 juta bangsa Afrika Amerika berbicara baik dengan bahasa Inggris baku
maupun bahasa Inggris kulit hitam. Handy, dan Leontyne Price yang telah mempengaruhi
sifat dan perkembangan musik AS seharusnya dikaji saat mempelajari perkembangan musik
AS. Orang Afrika Amerika dan Puerto Rico mempengaruhi perkembangan tarian orang
Amerika. Penulis dari orang kulit berwarna seperti Langston Hughes, N. Scott Momaday,
Carlos Bulosan dan lain-lain bukan hanya telah mempengaruhi secara signifikan
perkembangan sastra Amerika, namun juga memberikan perspektif unik dan menampakkan
sastra dan masyarakat Amerika.

Jika mempelajari sejarah, bahasa, musik, seni, sains, dan matematika AS, penekanan
seharusnya bukan pada cara-cara di mana berbagai kelompok etnis dan budaya itu telah
berkontribusi pada aliran utama budaya dan masyarakat AS. Lebih dari itu, penekanan
seharusnya pada bagaimana budaya dan masyarakat AS pada umumnya muncul dari sintesis
dan interaksi kompleks dari elemen budaya yang berbeda yang asalnya dari berbagai
kelompok budaya, ras, etnis, dan agama yang membentuk masayarakat Amerika.

Keempat, Pendekatan Aksi Sosial

Pendekatan Aksi Sosial mencakup semua elemen dari pendekatan transformasi


namun menambahkan komponen yang mempersyaratkan siswa membuat keputusan dan
melakukan aksi yang berkaitan dengan konsep, isu, atau masalah yang dipelajari dalam
unit. Tujuan utama dari pengajaran dalam pendekatan ini adalah mendidik siswa
melakukan untuk kritik sosial dan perubahan sosial dan mengajari mereka ketrampilan
pembuatan keputusan. Pendidikan politik di Amerika Serikat secara tradisional
meningkatkan kepasifan politik daripada aksi politik. Tujuan utama dari pendekatan aksi
sosial adalah untuk membantu siswa memperoleh pengetahuan, nilai, dan ketrampilan
yang mereka butuhkan untuk berpartisipasi dalam perubahan sosial sehingga kelompok-
kelompok ras dan etnis yang terabaikan dan menjadi korban ini dapat menjadi
berpartisipan penuh dalam masyarakat AS dan negara akan lebih dekat dalam mencapai
ide demokrasi. Empat pendekatan untuk integrasi materi multikultural ke dalam
kurikulum sering dipadukan dalam situasi pengajaran aktual. Satu pendekatan, seperti
pendekatan kontribusi, dapat dipakai sebagai wahana untuk bergerak ke yang lain, yang
lebih menantang secara intelektual seperti pendekatan transformasi dan pendekatan aksi
sosial. Tidak realistis untuk mengharapkan guru berpindah secara langsung dari
kurikulum yang amat berpusat pada aliran utama ke pendekatan yang berfokus pada
pembuatan keputusan dan aksi sosial.

C. Pentingnya Mempelajari Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural berperan penting sebagai sarana alternatif pemecahan


konflik, upaya agar tidak meninggalkan akar budaya, dan relevan digunakan dalam
demokrasi.

1. Sebagai pemecahan konflik

Pendidikan multikultural diselenggarakan agar dapat menjadi solusi bagi konflik


dan ketidak harmonisan dalam masyarakat, khususnya Indonesia yang terdiri dari
berbagai macam budaya. Struktur kultural Indonesia yang beragam menjadi tantangan
dalam pendidikan untuk mengolah perbedaan menjadi aset, bukan perpecahan.
Pendidikan multikultural dewasa ini mengemban dua tanggung jawab besar, yaitu
menyiapkan bangsa Indonesia dalam mengahadapi era globalisasi dan menyatukan
bangsa . Namun, kenyataannya pendidikan multikultural belum digunakan secara
optimal.

2. Upaya agar tidak meninggalkan akar budaya

Pada era globalisasi ini, pertemuan budaya bisa menjadi ancaman serius. Dengan
beragamnya budaya baik budaya luar dan budaya Indonesia sendiri, peserta didik
diberikan pemahaman yang luas, agar tidak melupakan budaya sendiri . Kemajuan
IPTEK dapat memperpendek jarak dan memudahkan adanya persentuhan antar budaya.
Keanekaragaman budaya dan ras merupakan sebuah kekayaan yang harus dijaga.

3. Sebagai landasan pengembangan kurikulum nasional

Sebagai landasan pengembangan kurikulum, pendidikan multikultural menjadi


sangat penting apabila dalam memberikan sejumlah materi dan isi pelajaran yang harus
dikuasai oleh peserta didik dengan ukuran dan tingkatan tertentu.
b.Harus merubah teori tentang konten yang mengartikannya sebagai aspek substantif
yang berisi fakta, teori, generalisasi, menuju pengertian yang mencakup nilai moral,
prosedur, proses, dan keterampilan yang harus dimiliki generasi muda.
Dengan cara tersebut, perbedaan antarindividu dapat dikembangkan sebagai suatu
kekuatan kelompok dan siswa terbiasa untuk hidup dengan keberanekaragaman budaya.

D. Teori-Teori Pendidikan Multikultural Menurut Para Ahli


Para pakar memiliki visi yang berbeda dalam memandang multikultural. Para
pakar memiliki tekanan yang beragam dalam memahami fenomena multikultural. Ada
yang tetap mempertahankan adanya dominasi kelompok tertentu hingga yang benar-
benar menekankan pada multikultural.

Horace Kallen
Jika budaya suatu bangsa memiliki banyak segi, nilai-nilai dan lain-lain; budaya
itu dapat disebut pluralisme budaya . Teori pluralisme budaya ini dikembangkan oleh
Horace Kallen. Ia menggambarkan pluralisme budaya itu dengan definisi operasional
sebagai menghargai berbagai tingkat perbedaaan, tetapi masih dalam batasbatas menjaga
persatuan nasional. Kallen mencoba mengekspresikan bahwa masing-masing kelompok
etnis dan budaya di Amerika Serikat itu penting dan masing-masing berkontribusi unik
menambah variasi dan kekayaan budaya, misalnya bangsa Amerika. Teori Kallen
mengakui bahwa budaya yang dominan harus juga diakui masyarakat. Dalam konteks ini
Kallen tetap mengakui bahwa budaya WASP di AS itu sebagai budaya yang dominan,
sementara budaya-budaya yang lain itu dipandang menambah variasi dan kekayaan
budaya Amerika. Apa budaya WASP?
Atau mungkin ada yang memandang bahwa budaya Cina yang mulai
menampakkan pengaruhnya? Penggunaan Feng Shui dan adanya Barongsai di berbagai
acara dan di berbagai tempat strategis di tanah air ini saat ini sangat mewarnai budaya
bangsa kita. Namun yang perlu kita perhatikan adalah posisi yang anda tentukan itu
didasarkan atas teori dari Horace Kallen yang belum tentu disetujui oleh kelompok lain.
Penghargaan atau pengakuan terhadap budaya yang dominan dari Horace Kallen oleh
kelompok yang lain ini dipandang bukan merupakan bagian dari teori multikultural.
Nanti akan kita lihat dalam pembahasan teori dari Banks mengenai kelompok Afrosentris
yang antipati terhadap keberadaan kelompok dominan ini.
James A.
Kalau Horace Kallen perintis teori multikultur, maka James A. Banks dikenal
sebagai perintis Pendidikan Multikultur. Jadi penekanan dan perhatiannya difokuskan
pada pendidikannya. Banks yakin bahwa sebagian dari pendidikan lebih mengarah pada
mengajari bagaimana berpikir daripada apa yang dipikirkan. Ia menjelaskan bahwa siswa
harus diajar memahami semua jenis pengetahuan, aktif mendiskusikan konstruksi
pengetahuan dan interpretasi yang berbeda-beda. Siswa yang baik adalah siswa yang
selalu mempelajari semua pengetahuan dan turut serta secara aktif dalam membicarakan
konstruksi pengetahuan. Dia juga perlu disadarkan bahwa di dalam pengetahuan yang dia
terima itu terdapat beraneka ragam interpretasi yang sangat ditentukan oleh kepentingan
masing-masing. Bahkan interpretasi itu nampak bertentangan sesuai dengan sudut
pandangnya. Siswa seharusnya diajari juga dalam menginterpretasikan sejarah masa lalu
dan dalam pembentukan sejarah sesuai dengan sudut pandang mereka sendiri. Mereka
perlu diajari bahwa mereka sebenarnya memiliki interpretasi sendiri tentang peristiwa
masa lalu yang mungkin penafsiran itu berbeda dan bertentangan dengan penafsiran
orang lain. Misalnya, mengapa sampai terjadi perang Diponegoro pada tahun 1825 –
1830. Salah satu sebab kemunculannya adalah pembangunan jalan yang melintasi makam
di daerah Tegal rejo, Yogyakarta yang secara kultural sangat dihormati oleh masyarakat
sekitar pada waktu itu. Dari sudut pandang Belanda tindakan Diponegoro itu dianggap
sebagai pemberontakan dan sudut pandang penguasa waktu itu dianggap sebagai upaya
perebutan kekuasaan dari seorang putera selir yang dalam kultur Jawa kedudukannya
tidak setinggi putera permaisuri.

Bill Martin
Dalam tulisannya yang berjudul Multiculturalism: Consumerist or
Transformational?, Bill Martin menulis, bahwa keseluruhan isu tentang multikulturalisme
memunculkan pertanyaan tentang «perbedaan» yang nampak sudah dilakukan berbagai
teori filsafat atau teori sosial. Sebagai agenda sosial dan politik, jika multikulturalisme
lebih dari sekedar tempat bernaung berbagai kelompok yang berbeda, maka harus benar-
benar menjadi 'pertemuan' dari berbagai kelompok itu yang tujuannya untuk membawa
pengaruh radikal bagi semua umat manusia lewat pembuatan perbedaan yang radikal.
Seperti halnya Banks, Martin menentang tekanan dari Afrosentris dan tradisionalis Barat.
Martin menyebut Afrosentris dan tradisional Barat itu sebagai consumerist
multiculturalism. Selanjutnya, Martin mengusulkan sesuatu yang baru. Multikulturalisme
bukan konsumeris tetapi transformational, yang memerlukan kerangka kerja. Martin
mengatakan bahwa di samping isu tentang kelas sosial, ras, etnis dan pandangan lain
yang berbeda, diperlukan komunikasi tentang berbagai segi pandangan yang berbeda.
Masyarakat harus memiliki visi kolektif tipe baru dari perubahan sosial menuju
multikulturalisme yaitu visi yang muncul lewat transformasi.
Martin memandang perlu adanya perubahan yang mendasar di antara
kelompokkelompok budaya itu sampai diketemukan adanya visi baru yang dimiliki dan
dikembangkan bersama. Untuk mencapai tujuan itu sangatlah dibutuhkan adanya
komunikasi antar berbagai segi pandang yang berbeda. Mengapa ini penting? Karena
selama ini masing-masing kelompok bersikap tertutup terhadap kelompok yang lain dan
tidak ada komunikasi tanpa prasangka di antara kelompok-kelompok yang ada.

Martin J.
Martin J. Beck Matustik berpendapat bahwa perdebatan tentang masyarakat
multikultural di masyarakat Barat berkaitan dengan norma/tatanan. Matustík mengatakan
semua segi dalam pembicaraan budaya saat ini mengarah pada pemikiran kembali norma
Barat yang mengakui bahwa dunia multikultural adalah benar-benar nyata adanya.

Judith M.
Green menunjukkan bahwa multikulturalisme bukan hanya unik di A.S. Secara
unik, Amerika memberi tempat perlindungan dan memungkinkan mereka mempengaruhi
kebudayaan yang ada. Dengan team, kelompok memperoleh kekuatan dan kekuasaan,
membawa perubahan seperti peningkatan upah dan keamanan kerja. Sehingga lewat
pendidikan Amerika meraih kesuksesan terbesar dalam transformasi. Beberapa kelompok
tidak bisa melihat bahwa kita sekarang adalah apa yang selalu ada.

E. Teori Sosial: Melting Plot I, Melting Plot II, dan Cultural Pluralisme
Keragaman latar belakang individu dalam masyarakat tersebut berimplikasi pada
keragaman latar belakang peserta didik dalam suatu lembaga pendidikan. Dalam konteks
Indonesia, peserta didik di berbagai lembaga pendidikan diasumsikan juga terdiri dari
peserta didik yang memiliki beragam latar belakang agama, etnik, bahasa, dan budaya.
Hal lain yang melatarbelakangi adanya pendidikan multikultural adalah adanya 3 teori
sosial yang dapat menjelaskan hubungan antar individu dalam masyarakat dengan
beragam latar belakang agama, etnik, bahasa, dan budaya. Ketiga teori tersebut populer
dengan sebutan teori masyarakat majmuk .
Teori ini melihat individu dalam masyarakat secara hirarkis, yaitu kelompok
mayoritas dan minoritas. Bila mayoritas individu dalam suatu masyarakat adalah
pemeluk agama Islam, maka individu lain yang memeluk agama non-Islam harus
melebur ke dalam Islam. Bila yang mendominasi suatu masyarakat adalah individu yang
beretnik Jawa, maka individu lain yang beretnik non-Jawa harus mencair ke dalam etnik
Jawa, dan demikian seterusnya. Teori ini hanya memberikan peluang kepada kelompok
mayoritas untuk menunjukkan identitasnya.
Teori ini tampak sangat tidak demokratis. Teori yang dipopulerkan oleh Israel
Zangwill ini memandang bahwa individu-individu dalam suatu masyarakat yang beragam
latar belakangnya, disatukan ke dalam satu wadah, dan selanjutnya membentuk wadah
baru, dengan memasukkan sebagian unsur budaya yang dimiliki oleh masing-masing
individu dalam masyarakat tersebut. Identitas agama, etnik, bahasa, dan budaya asli para
anggotanya melebur menjadi identitas yang baru, sehingga identitas lamanya menjadi
hilang. Bila dalam suatu masyarakat terdapat individu-individu yang beretnik Jawa,
Sunda, dan Batak, misalnya, maka identitas asli dari ketiga etnik tersebut menjadi hilang,
selanjutnya membentuk identitas baru.
Islam Jawa di kraton dan masyarakat sekitarnya yang merupakan perpaduan
antara nilai-nilai Islam dan nilai-nilai kejawen adalah salah satu contohnya. Teori ini
belum sepenuhnya demokratis, karena hanya mengambil sebagian unsur budaya asli
individu dalam masyarakat, dan membuang sebagian unsur budaya yang lain. Teori yang
dikembangkan oleh Berkson ini berpandangan bahwa masyarakat yang terdiri dari
individu-individu yang beragam latar belakang agama, etnik, bahasa, dan budaya,
memiliki hak untuk mengekspresikan identitas budayanya secara demokratis. Teori ini
sama sekali tidak meminggirkan identitas budaya tertentu, termasuk identitas budaya
kelompok minoritas sekalipun.
Bila dalam suatu masyarakat terdapat individu pemeluk agama Islam, Katholik,
Protestan, Hindu, Budha, dan Konghucu, maka semua pemeluk agama diberi peluang
untuk mengekspresikan identitas keagamaannya masing-masing. Bila individu dalam
suatu masyarakat berlatar belakang budaya Jawa, Madura, Betawi, dan Ambon, misalnya,
maka masing-masing individu berhak menunjukkan identitas budayanya, bahkan
diizinkan untuk mengembangkannya. Masyarakat yang menganut teori ini, terdiri dari
individu yang sangat pluralistik, sehingga masing-masing identitas individu dan
kelompok dapat hidup dan membentuk mosaik yang indah. Untuk konteks Indoneisa,
teori ini sejalan dengan semboyan negara Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika.

F. Pendidikan Multikultural dalam Tinjauan Didaktik dan Metodik


Didaktik berasal dari bahasa Yunani yaitu didaskein yang berarti mengajar atau
didastikas yang berarti pendai mengajar. Jadi, yang dimaksud dengan didaktik adalah
suatu ilmu yang membahas tentang cara membuat persiapan pembelajaran dan mengatur
bahan pembelajaran untuk di sampaikan kepada peserta didik. Didaktik umum berkaitan
dengan penyajian bahan ajar, materi atau kurikulum yang digunakan untuk mengajar
peserta didik. Sedangkan didaktik khusus membahas tentang cara mengajar mata
pelajaran atau suatu bidang studi tertentu yang dimana didaktik umum diperlukan disini. \
Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu metha yang berarti melalui dan hodos
yang berarti cara. Jadi, metode adalah cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu
tujuan. Metodik adalah suatu cara yang harus dilalui untuk menyampaikan bahan
pelajaran oleh tenaga pendidik kepada peserta didik agar tercapainya tujuan pendidikan.
Kurikulum pendidikan multikultural hendaknya menghadirkan tema-tema yang berkaitan
dengan multikulturalisme, namun tetap mempertahankan struktur kurikulum yang
esensial.
Untuk mengurangi kecenderungan tersebut kurikulum pendidikan multikultural
perlu memasukkan materi dan bahan ajar yang berorientasi pada penghargaan kepada
orang lain dan diri sendiri. Sejalan dengan konsepsi ini, Jhon Dewey merekomendasikan
tiga hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan sebuah kurikulum. Dengan
konsep dan penyusunan kurikulum dengan memperhatikan berbagai hal, maka
pendidikan multikultural diharapkan akan menjadikan masyarakat menjadi masyarakat
yang menghargai multikulturalisme dan memiliki sikap toleransi antar suku bangsa.
Dalam proses pembelajaran tentu saja siswa menginginkan lingkungan fisik dan
sosial yang nyaman, sehingga guru harus pintar dalam mempertimbangkan bagaimana
mengatur kelas yang baik seperti posisi meja dan kursi, pencahayaan, posisi lemari buku
dan lain-lain. Selain itu, siswa juga mengharapkan gaya mengajar guru yang
menyenangkan. Gaya kepemimpinan guru ada yang otoriter, demokratis, dan bebas. Guru
yang memiliki gaya kepemimpinan yang otoriter sama sekali tidak memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berpendapat.
Apa yang akan diajarkan oleh guru kepada siswa ditentukan sendiri oleh guru
tersebut. Sedangkan guru yang memiliki gaya kepemimpian yang demokratis akan
memberikan kesempatan bagi siswa untuk berpendapat. Apa yang perlu dipelajari oleh
siswa bisa ditentukan bersama-sama. Lain halnya dengan guru yang memiliki gaya
kepemimpinan yang bebas, guru akan menyerahkan sepenuhnya pendapat atau keputusan
siswa untuk menentukan materi apa saja yang akan mereka pelajari.

Kelompok 3 (ASPEK PENTING DALAM PENDIDIKAN MULTIKULTURAL)

A. Aspek Konsep, Gerak dan Proses Pendidikan Multikulutral


James A. Banks adalah orang yang pertama yang mendefinisikan pendidikan
multikultural, definisi yang tetap sanggat stabil dari waktu ke waktu. Istilah pendidikan
multikultural dapat digunakan baik pada tingkat deskriptif dan normatif yang
menggambarkan isu-isu dan masalah-masalah pendidikan yang berkaitan dengan
masyarakat multikultural . Lebih lanjut Mahfud menjelaskan pendidikan multikultural
mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-
strategi pendidikan dalam masyarakat multikultural. Berdasarkan definisi tentang
pendidikan multikultural di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan multikultural
merupakan penanaman pendidikan tentang pemahaman keragaman budaya. Penanaman
pendidikan multikultural harus diintegrasikan dalam kurikulum pembelajaran. James A.
Banks melihat pendidikan multikultural dari tiga aspek yaitu konsep, gerakan dan proses.
Dari aspek prosesnya, pendidikaan multikultural dapat dipahami sebagai proses
untuk mencapai tujuan agar kesetaraan pendidikan dapat dicapai oleh semua siswa.

B. Tujuan Pendidikan Multikultural


Tujuan utama pendidikan multikultural adalah untuk merestrukturisasi sekolah
sehingga semua siswa memperoleh pengetahuan, sikap dan keahlian yang dibutuhkan
dalam memfungsikan bangsa dan dunia yang secara etnis dan ras berbeda-beda.
Pendidikan multikulturalmenginginkan jaminan kesetaraan pendidikan bagi anggota ras
yang berbeda, etnis,budaya dan kelompok sosio-ekonomi dan untuk memfasilitasi
partisipasi merekasebagai warga negara yang kritis dan reflektif dalam sebuah budaya
nasionalkebangsaan yang inklusif. Yang terkait dengan aspek sikap adalah untuk
mengembangkan kesadaran dan kepekaan kultural, toleransi kultural, penghargaan
terhadap identitas kultural, sikap responsive terhadap budaya, keterampilan untuk
menghindari dan meresolusi konflik. Kemudian yang berkaitan dengan aspek
pengetahuan adalah untuk memperoleh tentang bahasa dan budaya orang lain, dan
kemampuan untuk menganalisis dan menterjemahkan perilaku kultural, dan pengetahuan
tentang kesadaran persepktif kultural.
C. Karakteristik Bangsa Indonesia dan Tantangan Implementasi Pendidikan Multikultural
A. Untuk mengetahui karakteristik bangsa Indonesia dan tantangan implementasi
pendidikan Multikultural,mari kita lihat bagaimana Perkembangan Pendidikan
Multikultural di Indonesia
Sejak itu wacana pendidikan multikultural sering diperbincangkan dalam seminar
seminar. tetapi belum dalam bentuk kebijakan pemerintah yang mengurus bidang
pendidikan. Sekarang kita lihat beberapa pasal dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. " "Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana helajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan.
Pendidikan nasional berfungsi mengembang kan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri. 4 mengatakan, Pendidikan disclcnggarakan scolra demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dcngan men junjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dcngan
sisrcm terbuka dan multimakna. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan. mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang
seagama. dan sarat dengan nilai nilai luhur yang melebihi nilai nilai yang ada dalam
pendidikan multikultural. Jelas terlihar bahwa UU belum mengatur pendidikan
multikultural walaupun realitas kultural dan agama sangat beraneka ragam dibandingkan
negara negara yang telah mengembangkan pendidikan multikultural.
Bila kita bandingkan dengan beberapa negara yang sudah menjalan kan
pendidikan multikultural, Indonesia baru memulai tetapi belum meniadi suatu kebijakan.
Beberapa negara seperti Amerika langsung memperbaiki sistem pendidikan gurunya,
pendidikan mulnkulrurai wajib dipelajari. Begitu juga dengan Taiwan, semua lembaga
yang menghasilkan tenaga guru wajib mempelajari pendidikan multikultural. Indonesia
merupakan negara yang sangar beragam, dari wawancara penulis dengan Tilaar, beliau
mengatakan bila kira berhasil mengimplementasikan pendidikan multikultural di semua
lini, maka Indonesia akan menjadi contoh bagi negara lain.
Di indonesia, menurut Tilaar Pendidikan multikultural bertujuan untuk
mewujudkan visi lndonesia masa depan serta etika berbangsa. Pakar pendidikan
Universitas tadulako Palu, Sulawesi Tengah, Prof Dr Asep Mahfudz MSi, mengatakan
pendidikan multikultural di dunia pendidikan merupakan solusi nyata bagi konflik dan
diskriminasi di tengah masyarakat. Tetapi ini jangka panjang, Pendidikan multikultural
hari ini baru bisa diketahui hasilnya sepuluh atau lima belas tahun mendatang.
B. Tantatangan Implementasi Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural cukup berat dan serius, karena sistem pendidikan formal
kita menghadapi masalah yang lebih mendasar yaitu sumber daya manusia yang kurang
memadai dan infrastruktur yang buruk.

Kelompok 4 (MASYARAKAT INDONESIA DALAM SISTEM SOSIAL)


A. Sistem Sosial Indonesia
Sebagai manusia yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
kita dapat disebut makhluk sosial.
1. Pengertian Sistem Sosial
Sulit dirumuskan definisi sistem yang memadai, mengingat dalam sistem banyak
terkandung unsur-unsur penting. Sistem secara sederhana diartikan sebagai "Kumpulan
bagian-bagian yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud tertentu".
Definisi ini bersifat operasional. Para pembahas menyebut konsep dan pengertian
sistem sosial lebih menekankan pada hubungan-hubungan yang berlangsung antar
manusia dan manusia, manusia dan masyarakat, masyarakat dan masyarakat, yang
hampir selalu atau bahkan selalu dalam kerangka suatu satuan atau organisasi, sebagai
satuan bersistem yang senantiasa berinteraksi, yakni interaksi sosial – sehingga dapat
disebutkan bahwa setiap masyarakat adalah bersistem, yang kemudian dikenal dengan
sistem sosial , yaitu satuan masyarakat yang bersistem. .
"Any, especially a relatively persistent, patterning of social relations across "time-space,‟
understood as reproduced practices" dipahami sebagai sistem sosial . Dalam pengertian
umum demikian, suatu masyarakat atau organisasi sosial atau kelompok, di mana dan
kapan pun ia berada, merupakan suatu sistem sosial, yang di dalamnya dapat
mengandung subsistem sosial dan dalam pola sistematik yang sangat beragam.
2. Sistem Sosial di Indonesia
Demokrasi Pancasila adalah sistem yang dianut Indonesia, dengan musyawarah
dan mufakat sebagai pedoman utamanya. Kompromi dan konsensus menjadi esensi dari
demokrasi yang berdasar Pancasila ini ketimbang konfrontasi(Gunarsa, 2004:72). Dalam
hal ekonomi, Indonesia mengambil sistem ekonomi yang disebut “Ekonomi Pancasila”.
Falsafah di belakang sistem ini berasal dari Undang-Undang Dasar 1945 yang
menekankan “usaha ekonomi bersama yang didasarkan atas prinsip kerja sama
kekeluargaan dan keadilan ekonomi” (Prabowo, 1990) dalam (Ganursa, 2004:72).
3. Struktur Sosial
Sistem sosial adalah suatu sistem yang terdiri atas elemen-elemen sosial.
Keseluruhan hubungan sosial tersebut membentuk struktur sosial dalam kelompok
maupun masyarakat yang akhirnya akan menentukan corak masyarakat tersebut.
a. Pengertian Struktur Sosial
Sistem sosial adalah suatu sistem yang terdiri atas elemen-elemen sosial.
Keseluruhan hubungan sosial tersebut membentuk struktur sosial dalam kelompok
maupun masyarakat yang akhirnya akan menentukan corak masyarakat tersebut.
George C. Homan mengaitkan struktur sosial dengan perilaku sosial elementer dalam
kehidupan sehari-hari. Sementara itu, Talcott Parsons berpendapat bahwa struktur sosial
adalah keterkaitan antarmanusia.
b. Deferensiasi Sosial
Kita telah membahas tentang struktur sosial. Salah satu bentuk struktur sosial itu
adalah deferensiasi sosial. Dalam sosiologi, pengelompokkan atau klarifikasi perbedaan
masyarakat seperti perbedaan kelamin, warna kulit, agama, pekerjaan, ras, dan etnis tidak
bisa dilakukan secara vertikal , tetapi dibuat secara horizontal.
Mongoloid Ras Negroid Ras Kaukasoid Deferensiasi Suku Bangsa Deferensiasi
Klan
Manusia pada prinsipnya adalah makhluk yang memiliki rasa kagum terhadap
sesuatu yang dianggap lebih hebat dari dirinya. Manusia percaya tentang adanya
kekuatan di luar dirinya yang bersifat gaib, seperti adanya petir yang dahsyat, banjir, dan
gunung eletus yang menakutkan. Dalam perkembangannya, masyarakat memengaruhi
agama. Walaupun pengklasfikasian atas dasar tingkatan tidak tepat , pada masyarakat
tertentu, perbedaan jenis kelamin juga menentukan tingkatannya.
Pada masyarakat di Manggarai , misalnya, pembagian tanah warisan hanya
diperuntukkan bagi anak laki-laki. Pengelompokkan masyarakat yang didasarkan pada
jenis pekerjan atau profesinya disebut dengan diferensiasi sosial. Berdasarkan perbedaan
profesi kita mengenal kelompok masyarakat berprofesi sebagai guru, dokter, pedagang,
tentara, pegawai negeri, buruh, dan sebagainya.
c. Stratifikasi Sosial
Kelas ini merupakan kelompok terbesar dalam masyarakat, biasanya meliputi
buruh dan pedagang kecil.
B. Heterogenitas dan Homogenitas Masyarakat dan Konsekuensi Sosialnya
1. Pengertian Heterogenitas
Dalam konteks sejarah sendiri, yang dimaksud dengan Heterogenitas adalah
keanekaragaman atau juga kemajemukan. Indonesia sendiri, oleh karena faktor geografis
dan juga sejarah di masa lalu, memiliki tingkat Heterogenitas yang cukup tinggi dan
bahkan didaulat sebagai salah satu Negara paling beragam di dunia. Wilayah yang terdiri
atas pulau dan juga ragam etnis, agama dan adat istiadat memang menjadikan Indonesia
kaya sekaligus beresiko karena perbedaan yang tidak dikelola dengan baik tentu potensi
konfliknya akan tinggi
2. Pengertian Homogenitas
Homogenitas adalah suatu kelompok yg mempunyai kesamaan yg didasarkan atas
letak geografis, adat istiadat, budaya, kebiasaan, dan kepercayaan yg sama. Contoh :
Masyarakat pedesaan mayoritas punya profesi sebagai petani, Masyarakat pedesaan
pantai berprofesi sebagai nelayan, atau Masyarakat jawa kebanyakan ngomongnya pake
bahasa jawa dan mayoritas agamanya islam.

Adapun dampak negative heterogenitas masyarakat antara lain sebagai berikut


Masyarakat yang tidak disikapi bijaksana akan memupuk bibit konflik yang
berujung perpecahan di dalam masyarakat. Untuk menciptakan keseragaman dalam
masyarakat sehingga pengelolaan menjadi lebih sulit.
C. Teori Sistem dan Struktur Fungsional
1. Teori Sistem

Teori ini dicetuskan atau dipetakan oleh Geoge Ritzer yang dikhususkan pada
permasalahan sosial yang terkait dengan sistem nilai atau pranata sosial yang mengatur
kehidupan masyarakat. Selain Ritzer, adapun ilmuan lain yang mengembangkan teori
sistem ini, diantaranya Niklas Luhman, Kenneth Bailey dan Walter Buckley. Sama
halnya dengan teori struktur fungsional, teori sistem juga turunan atau bagian dari
paradigma fakta sosial.

Jika dikaitkan dengan sosiologi, maka teori sistem dapat dikonotasikan sebagai
sebuah cara pandang yang melihat bahwa tugas dan peran utama dari sosiolog dan atau
antropolog adalah sebagai perumus kerangka sosial kehidupan manusia, serta menjadikan
fenomena sosial sebagai sebuah objek untuk dikaji guna menemukan hakikat adanya
sosial masyarakat yang berdasarkan suatu hal yang tersusun secara rapi. Artinya teori
sistem adalah sebuah framework yang menjelaskan keterkaitan antar elemen yang
berfungsi melakukan mekanisme kerja, guna mencapai tujuan tertentu dalam suatu
struktur sosial masyarakat. Karenannya sistem sosial merupakan prinsip pendekatan yang
menunjuk kepada aktifitas dan dinamika dalam sosial .

Dari makna teori sistem diatas dapat diambil catatan penting. Pertama, seluruh
teori sistem tersusun dari beberapa subsistem dan setiap sub memiliki tugas dan
fungsinya yangmempengaruhi proses sistem secara keseluruhan. Oleh karena teori sistem
diambil dari ilmu pasti Differensial segmentasi Differensiasi stratifikasi Differensiasi
pusat-pinggiran Differensiasi fungsional , yaitu perbedaan lingkungan karena adanya
pengaruh dari perubahan pada salah satu subsistem.

Jadi meskipun teori sistem dapat diterapkan pada seluruh ilmu sosial, namun hal
tersebut tidak serta merta menegaskan bahwa semua sistem dalam masyarakat terhubung
dan saling mempengaruhi secara langsung.Karena adanya keberagaman dalam satu
masyarakat dengan masyarakat yang lainnya.

2. Struktur Fungsional
Teori struktural fungsional termasuk teori sosiologi yang terhimpun dalam
paradigma fakta sosial.Teori ini populer disebut dengan teori integrasi atau teori
konsensus. Pada mulanya, teori ini dicetuskan oleh beberapa ahli pemikir klasik,
diantaranya Socrates, Plato, Auguste Conte, Spencer, Emile Dukheim, Robert K. Merton,
dan Talcott Parsons.
Menurut teori ini, masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas
bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam
keseimbangan. Konsep imperative tersebut dikenal dengan AGIL.
a.Adaptation. Ini merupakan kemampuan/skill untuk dapat berinteraksi dengan
alam sekitarnya yang mencakup segala hal seperti mengumpulkan sumber-sumber
kehidupan dan komoditas dan redistribusi sosial.
b.Goal attainmet.Kecakapan untuk mengatur dan menyusun tujuan masa depan
serta membuat keputusan yang sesuai dengan tujuan. d.Latency.Pemeliharaan pola dalam
hal nilai kemasyarakatan seperti budaya, bangsa, norma, aturan dan lainnya.

Pandangan Robert K. Merton

Dengan mengacu dan mengembangkan pemikiran-pemikiran dari para ahli


lainnya, Merton berupaya memusatkan perhatian pada struktur sosial dengan membentuk
tiga asumsi atau postulat yang terdapat dalam teori ini.
Pertama, kesatuan fungsional masyarakat merupakan suatu keadaan dimana
seluruh bagian dari sistem sosial bekerjasama dalam suatu tingkat keselarasan atau
konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang
tidak dapat terkontrol.
Kedua, poltusat fungsionalisme universal.
Ketiga, poltusat Indispensability, bahwa dalam setiap tipe peradaban, setiap
kebiasaan, ide, objek, material, dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting,
memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan, dan merupakan bagian penting yang
tidak dapat dipisahka dalam kegiatan sistem sebagai keseluruhan.

3. Kelemahan Teori Struktur Fungsional


Kelemahan dari teori ini bersumber dari Pertama, anggapan dasar struktur
fungsional yang terlalu menekankan pada unsur-unsur normatif dariperilaku sosial yang
dikhususkan pada proses perorangan yang diatur secara normative untuk menjamin
terjaganya stabilitas sosial. Kedua, anggapan dasar bahwa setiap sistem sosial memiliki
kecenderungan untuk mencapai stabilitas atau ekuilibrium di atas konsesus para anggota
masyarakat terhadap nilai-nilai umum tertentu. Dari kelemahan-kelemahan teori ini yang
ternyata mengabaikan kenyataan tersebut, maka struktur fungsional dipandang sebagai
pendekatan yang reaksioner karena dianggap kurang mampu menganalisis permasalahan
perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Struktur fungsional hanya terpusat pada
kelompok konkret, kekuasaan, konflik, dan perubahan sosial sehingga dapat dianggap
telah mengabaikan peran individu.
D. Teori Konflik sebagai Sistem Sosial
Secara sosial, konflik merupakan pertentangan antara dua orang atau lembaga,
yang disebabkan adanya perbedaan dalam mencapai kebutuhannya. Oleh sebab itu,
konflik merupakan kondisi dimana tidak ada kepercayaan antar personal maupun
kelompok yang ada di masyarakat. Dalam banyak kasus, konflik terjadi karena adanya
berbagai persepsi negative yang berkembang di dalam masyarakat. Anggota masyarakat
diliputi suasana saling curiga, jika terus berkembang maka hal ini akan menimbulkan
disharmona dan krisis relasi sosial. Apabila dapat dikendalikan tidak serta merta konflik
bermakna negatif, sebaliknya jika konflik berkembang semakin liar dapat dipastikan akan
meningkat ke dalam bentuk kekerasan. Dapat dikatakan konflik tidak selamanya identik
dengan kekerasan, namun kekerasan dapat terjadi disebabkan adanya konflik.
Dalam sosiologi, kita mengenal adanya teori konflik yang berupaya memahami konflik
dari sudut pandang ilmu sosial.
Teori konflik adalah sebuah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak
terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi
akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan
kondisi semula. Teori konflik lahir sebagai sebuah anti tesis dari teori structural
fungsional yang memandang pentingnya keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik ini
dibangun dalam rangka untuk menentang secara langsung terhadap teori struktural
fungsional, karena itu tidak mengherankan apabila preposisi yang dikemukakan oleh
penganutnya bertentangan dengan preposisi yang terdapat dalam teori structural
fungsional. Teori konflik yang terkenal adalah teori konflik yang dikemukakan oleh Karl
Marx mengenai teori kelas. Dengan munculnya kapitalisme terjadi pemisahan yang tajam
antara mereka yang menguasai alat produksi dan mereka yang hanya mempunyai tenaga.
Teori konflik lainnya adalah teori yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf yang
mengemukakan bahwa masyarakat terdiri atas organisasi-organisasi yang didasarkan
pada kekuasaan atau wewenang yang dinamakan “Imperatively Coordinated
Associations” karena kepentingan kedua pihak dalam asosiasi-asosiasi tersebut berbeda.
E. Tipe-Tipe Masyarakat dalam Konteks Mekanikal dan Organik
Adapun tipe-tipe masyarakat dalam konteks Solidaritas Mekanikal yaitu
diantaranya. Bersama mencakup keseluruhan kepercayaan serta perasaan kelompok yang
sifatnya ekstern dan memaksa.
Solidaritas Organik adalah solidaritas yang didasarkan atas perbedaan-perbedaan,
solidaritas ini muncul akibat timbulnya pembagian kerja yang makin besar, solidaritas ini
didasarkan atas tingkat ketergantungan yang sangat tinggi. Ketergantungan ini di
akibatkan karena spesialisasi yang tinggi di antara keahlian individu. Spesialisasi ini juga
sekaligus mengurangi kesadaran kolektif yang ada dalam masyarakat mekanis.
Akibatnya, kesadaran dan homogenitas dalam kehidupan sosial tergeser.
F. Masyarakat dan Kemajemukan, Ciri dan Faktor yang Mengintegrasikan
Masyarakat.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk. Masing-masing
golongan, suku bangsa, dan etnik mempunyai kebudayaan sendiri secara bersama-sama
hidup dalam satu wadah dan berada dibawah naungan sistem dan kebudayaan nasional
Indonesia yang berlandaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Keberadaan
masyarakat Indonesia sebagai masyarakat majemuk sampai masa reformasi terlihat jelas
dalam pluralitas tetap terintegrasi dalam bingkai negara Kesatuan Negara Republik
Indonesia. Ciri-ciri kemajemukan ini dapat mempengaruhi masyarakat Indonesia.
Struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat
nonkomplementer. Mampu mengembangkan konsensus di antara para anggota-
anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar. Relatif sering kali mengalami
konflik-konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.

Kelompok 5 (PROBLEMA PENDIDIKAN MULTIKULTURAL)


A. Problema Budaya Di Indonesia
Dalam kehidupan multikultralisme, masyarakat akan selalu berinteraksi dengan
masyarakat dari suku, etnik, dan budaya lain. Keragaman dalam masyarakat multikultural
perlu disikapi secara bijak dengan menerapkan sikap saling menghargai, menghormati,
dan menerima perbedaan sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa.
Sebagai contoh, ketika seseorang yg mampu dari segi ekonomi hidup berinteraksi
dengan lingkungan yang mayoritas adalah golongan kaum yang berada. Mereka bergaul
dengan memilih-milih teman yang sederajat dan mengucilkan yang menurut mereka tidak
sekelas dengan mereka. Loyalitas berlebihan dalam Sosiologi disebut in-group feeling
yang berlebihan.
Etnosentrisme merupakan pandangan yang menganggap rendah kebudayaan suku
bangsa lain. Baik dari etnosentrisme maupun ekslusivisme dapat menimbulkan
permasalahan yang menghambat proses integrasi dalam masyarakat multikultural.
Konflik berawal dari kecemburuan-kecemburuan sosial dan ekonomi yang akhirnya
berkembang menjadi besar atau menjadi pergolakan daerah. Konflik antar agama pada
umumnya muncul karena rasa fanatisme agama sehingga berkembang menjadi kebencian
yang mengatasnamakan agama.

B. Kasus-Kasus Multikultural di Dunia


1. Negara Belanda
Belanda adalah salah satu negara yang melakukan restriksi atas imigran yang
hendak masuk ke wilayahnya, dan termasuk bagi para imigran yang sudah tinggal di
Belanda. Namun, alasan restriksi yang dilakukan Belanda bukanlah masalah ekonomi.
Masalah yang diangkat oleh Belanda berkenaan dengan restriksi regulasi imigran yang
masuk di Belanda adalah masalah budaya dan identitas nasional . Belanda yang
sebelumnya dikenal sebagau negara multikultural kemudian mengalihkan kiblatnya
menjadi negara yang menuntut adanya sebuah asimilasi budaya dari para imigran yang
hendak masuk atau yang sudah menetap di Belanda. Tentu hal ini mengundang berbagai
pertanyaan hingga akhirnya Belanda mengeluarkan kebijakan imigrasi yang bertolak
belakang dengan moto multikulturalisme yang sejak dulu disematkan pada negara
tersebut .
Pada tahun 1983, pemerintah Belanda mengenalkan kebijakan pengganti
verzuiling bagi kaum migran. Kebijakan yang dikenal dengan nama «Kebijakan
Minoritas Etnik» itu diharapkan dapat membantu dan melindungi kelompok minoritas
etnik yang cenderung terpinggirkan. Kebijakan ini merupakan perwujudan
multikulturalisme lebih lanjut jika dibandingkan dengan verzuiling. Kebijakan minoritas
etnik diajukan pada masa di mana wacana multikulturalisme sedang berkembang baik
pada rumusan kebijakan hingga perdebatan akademis. Masyarakat Belanda secara umum
menjaga sikap dan pembicaraan terkait dengan kelompok minoritas etnik di ruang publik.
Landasan kuat multikulturalisme dapat terlihat dari kebijakan minoritas etnik yang
mendukung keragaman. Kelompok minoritas mendapatkan insentif dalam tiap kegiatan
yang berdasarkan pada tradisi atau nilai-nilai etnik mereka.
Di sisi lain, warga negara Belanda didorong oleh pemerintah agar siap menerima
berbagai macam bentuk keragaman budaya yang dibawa oleh para migran. Sikap ini
dikukuhkan dengan legislasi yang mendukung lahirnya undang-undang pelarangan
tindakan diskriminatif terhadap kelompok etnik minoritas. Jika multikulturalisme dalam
keyakinan Belanda dimaksudkan untuk merangkul kaum migran, maka efek yang terjadi
adalah sebaliknya. Kaum migran di Belanda tetap kesulitan mengakses lapangan
pekerjaan dan pendidikan yang baik. Mereka juga kerap menjadi target cemoohan dari
kelompok sayap kanan. Pelestarian nilai-nilai dan tradisi yang dikembangkan kelompok
minoritas etnik malah menjadi bumerang bagi mereka.
2. Negara Amerika
Beberapa literatur tentang pendidikan multikultural di Amerika Serikat
menjelaskan bahwa tujuan utama pendidikan multikultural adalah mencari Kesetaraan
hak dan sistem pendidikan yang efektif untuk peserta didik yang beragam dan untuk lebih
demokratis dan berkeadilan sosial.
Banks menyarankan agar guru dapat belajar budaya orang lain supaya dapat
melihat budaya diri sendiri. Banks menekankan pembelajaran di sekolah agar siswa
menjadi warganegara yang memiliki sikap dan perilaku yang baik dalam hubungan
antarmanusia . Dia menyatakan «we should educate students to be reflective, moral,
caring, and active citizens in a troubled world». Tujuan ini dilatarbelakangi oleh situasi
sosial dan politik yang berkaitan dengan isu gender, ras, dan disability yang dipandang
sebagai kelompok tertindas dalam masyarakat. Sleeter dan Grant menyarankan guru
untuk menyertakan isu sosial, politik, dan ekonomi dalam pembelajarannya sehingga
siswa terlatih untuk menjadi advokat setelah mereka terjun ke masyarakat.
Banks mengatakan bahwa setiap grup sosial membawa budayanya sendiri.
Seseorang dapat dibentuk dan membentuk dirinya yang dipengaruhi oleh grup-grup sosial
tersebut di atas menjadi sebuah identitas budaya individu yang tercermin dalam cara
bersikap, bertutur, dan berperilaku. Dengan sikap dan perilaku ini diharapkan para guru
di Indonesia tidak membuat stereotype dan prejudice yang dapat mendorong perlakuan
diskriminatif pada siswa.
Stereotype yaitu “pictures in our heads of the people”. Gambaran-gambaran
dalam pikiran kita tentang orang tertentu tersebut dapat dikukuhkan oleh orang atau
mungkin datang dari budaya tertentu yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya
dalam. Cara berpikir ini dapat berlanjut pada sebuah prasangka atau prejudice.

C. Pendekatan Multikultural Sebagai Resolusi Konflik


Berbagai fenomena konflik di tengah-tengah masyarakat yang terjadi akhir-akhir
ini membutuhkan solusi dengan cara membangun sikap toleransi antara masyarakat
karena perbedaan adalah sebuah keniscyaan dalam realitas kehidupan. Sikap empati
dapat menyebabkan terjalinnya interaksi lintas budaya, lintas etnik, lintas agama hingga
lintas generasi . Melalui sikap empati, seseorang dapat tergerak untuk membantu orang
lain. Penerapan sikap inklusif dapat mengembangkan sikap toleransi, demokrasi dan
antidiskriminasi dalam masyarakat .
Sikap demokratis dan antidskriminasi merupakan perwujudan dan pemenuhan hak
asasi setiap individua tau kelompok . sikap demokrasi dan antidiskriminasi dapat
mencegah pertentangan akibat perbedaan latar belakang primordial.

Kelompok 6 (PERAN SEKOLAH SEBAGAI LEMBAGA PENGEMBANGAN


PENDIDIKAN MULTIKULTURAL)
A. Peranan Sekolah sebagai Lembaga Pengembang Pendidikan Multikultural
Multikultural berasal dari kata multi yang artinya banyak, lebih dari satu dan
kultural artinya berhubungan dengan kebudayaan. Multikultural artinya bersifat
keberagaman budaya. . Pendidikan multikultural adalah adalah strategi pendidikan yang
diaplikasikan pada semua jenis mata pelajaran dengan cara menggunakan perbedaan-
perbedaan kultural yang ada pada para siswa seperti perbedaan etnis agama, bahasa,
gender, khas sosial, ras, kemampuan, dan umur agar proses belajar menjadi efektif dan
mudah.
Pendidikan multikultural berasal dari dua kata pendidikan dan multikultural.
Pendidikan merupakan proses pengembangan sikap dan tata laku seseorang atau
sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui pengajaran, pelatihan,
proses, perbuatan dan cara-cara yang mendidik. Disisi lain Pendidikan adalah Transfer of
knowledge atau memindah ilmu pengetahuan.
1. Peranan Sekolah Dasar Sebagai Sistem Sosial
Lingkungan sekolah secara keseluruhan merupakan suatu sistem yang terdiri atas
beberapa variabel dan faktor utama yang dapat diidentifikasi sebagai budaya sekolah,
kebijakan dan politik sekolah, dan kurikulum formal dan bidang studi. Salah satu dari
faktor ini mungkin menjadi fokus dari reformasi sekolah pada awalnya, namun perubahan
itu harus tepat pada masing-masing variabel dalam membantu menciptakan dan
mendukung lingkungan sekolah multi budaya yang efektif.
Sistem sosial adalah proses bertingkah laku yang saling memengaruhi dan
terdapat kegiatan berulang tetap secara teratur. Faktor penting yang memiliki kekuatan
mengintegrasikan sistem sosial adalah konsensus antar anggota masyarakat tentang nilai-
nilai tertentu. Seluruh staf yang mendukung pembelajaran akan sangat membantu
menciptakan kondisi pembelajaran yang diinginkan dan begitu juga sebaliknya. Staf
sekolah bukan sekedar berurusan dengan benda mati seperti kertas, penggaris, alat tulis
atau tanaman yang ada di sekolah, namun bergaul dengan seluruh komponen sekolah.

2. Peranan Sekolah sebagai Lembaga Pengembangan Budaya.


Sekolah sebagai lembaga pengembangan budaya berkaitan erat dengan
pendidikan multikultural. Pendidikan Multikultural merupakan proses di mana tujuan-
tujuannya tidak akan pernah terealisasi secara penuh. Persamaan pendidikan seperti
kebebasan dan keadilan merupakan ideal terhadap mana umat manusia bekerja namun
tidak pernah tercapai secara penuh. Ras, sex, dan diskriminasi akan tetap ada tidak peduli
bagaimana kerja keras kita untuk menghilangkan masalah ini. Pendidikan Multikultural
harus dipandang sebagai suatu proses pelibatan , dan bukan sebagai sesuatu yang kita
«lakukan dengan segera». Oleh karena itu memecahkan masalah ini menjadi target
reformasi Pendidikan Multikultural.
Jika kita bertanya pada staf sekolah yang berusaha mengimplementasikan
Pendidikan Multikultural di sekolahnya, ia berkata bahwa sekolahnya telah «melakukan»
Pendidikan Multikultural tahun lalu dan sekarang sedang memulai reformasi yang lain,
seperti memperbaiki skor membaca. Tetapi posisi sebagai objek yang terabaikan dalam
pengembangan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran ini berubah menjadi subjek
yang menentukan dalam implementasinya. Sekalipun sebenarnya multikultural menjadi
penentu dalam implementasi tetapi tetap tidak dijadikan landasan ketika guru
mengembangkan pembelajaran.Padahal multikultural itu berpengaruh langsung terhadap
kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran, kemampuan sekolah dalam
memberikan pengalaman belajar, dan kemampuan siswa dalam proses belajar serta
mengolah informasi menjadi sesuatu yang dapat diterjemahkan sebagai hasil belajar.
B. Peran Lembaga Nonformal dan Informal sebagai Lembaga Pengembang
Pendidikan Multikultural
1. Pendidikan Nonformal dan Informal
La Belle menyatakan bentuk pendidikan nonformal adalah pendidikan untuk anak
dan pemuda dengan fokus pada pengembangan individual anak sebagai anggota dalam
masyarakat baik dalam bentuk program dari pihak swasta maupun pemerintah;
pendidikan untuk orang dewasa yang dimaksudkan untuk mengembangkan kualitas
individu dan sosial misalnya kegiatan pendidikan moral, pendidikan kesenian,
pemecahan masalah, pemanfaatan waktu luang, dan literasi; dan mengembangkan
kualitas kesehatan dan keselamatan misal kegiatan pendidikan keluarga dan kesehatan
mental, dan pelatihan kerja yang dimaksudkan untuk membekali keterampilan untuk
bekerja yang mungkin tidak dapat diperoleh dari sekolah .
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Pendidikan nonformal dapat
didefinisikan sebagai jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal adalah pendidikan kegiatan
belajar mengajar yang diadakan di luar sekolah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
peserta didik tertentu untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, latihan, dan bimbingan
sehingga mampu bermanfaat bagi keluarga,masyarakat, dan negara.
2. Peran Lembaga Pendidikan Nonformal dan Informal dalam
Pengembangan Pendidikan Multikultural
Pendidikan Multikultural harus dilakukan sejak dini, yaitu mulai pendidikan
formal, informal dan pendidikan non formal, agar sejak usia dini pembentukan watak
yang memiliki sikap toleransi, menghargai sesama, mau menerima perbedaan dan
menolong sesama tanpa ada unsur diskriminasi dapat ditanamkan sehingga setelah besar
kelak akan diperoleh masyarakat yang cerdas yang memiliki jiwa pemimpim yang
merakyat.
Pendidikan non formal sebagai wadah untuk perkembangan kualitas kerja
masyarakat. Pendidikan multikultural memiliki salah satu upaya untuk menghilangkan
atau meminimalisasikan prasangka di masyarakat Indonesia yang majemuk . Hasil yang
diharapkan ialah masyarakat yang dapat memahami perbedaan di antara mereka sehingga
dapat mengembangkan pendidikan multikultural. Penanaman nilai-nilai multikultural bisa
dilakukan melalui sikap dan perilaku dalam pergaulan sehari-hari didalam lingkungan
sosial atau dalam istilah lain disebut pendidikan informal. Dalam prakteknya bisa
dilakukan dengan membentuk kelompok , anak dalam lingkungan keluarga dan adat.
Sifat anak yang masih memakai pola meniru , dapat dimanfaatkan dalam pembentukan
kepribadian anak dengan menirukan perilaku yang menunjukkan sikap menempatkan
semua kebudayaan adalah sederajat. Hal ini akan menjadikan anak meniru apa yang
diperlihatkan.
C. Peran Guru dalam Pendidikan Multikultural
Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Kenyataan ini
dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas.
Pada prinsipnya, pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mengharagai
perbedaan
Oleh karena itu multikulturalisme sebagai ciri utama masyarakat Indonesia,
merupakan lingkup materi yang harus mendapat tempat dalam pelajaran PKN.
Diperlukan adanya tim sosialisasi yang sepenuhnya faham dengan karakteristik
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran multikultural. Pendidikan multikultural harus
didekati dengan strategi pembelajaran dan kurikulum yang mengarahkan kepada proses
pembelajarannya. Hal penting yang dibutuhkan adalah mendesain beberapa isi materi
kurikulum pendidikan bagi para siswa agar dapat menerima orang lain secara sama dan
menghormati agama mereka, budaya, dan perbedaan etnik.
Oleh karenanya model kurikulum dengan beraneka ragam tema adalah suatu
model kurikulum yang sangat dianjurkan.
D. Peran Kurikulum dalam Pendidikan Multikultural
Materi pelajaran sebagai bagian dari kurikulum pun harus mengikuti
pengembangan kurikulum tersebut . mata pelajaran pada semua bidang studi atau bidang
yang paling cocok dapat memasukkan materi budaya itu dalam pembelajaran. Kurikulum
formal dan bidang studi Kurikulum formal dan bidang studi perlu memasukkan
Pendidikan Multikultural itu sebagai bidang studi tersendiri. Perlu ada bidang studi
Pendidikan Multikultural tersendiri di sekolah dasar untuk lebih mengenalkan budaya
secara lebih terencana, terorganisir dan matang, bukan sekedar dititipkan pada materi
yang ada pada bidang studi yang lain.
Oleh karena itu multikulturalisme sebagai ciri utama masyarakat Indonesia,
merupakan lingkup materi yang harus mendapat tempat dalam pelajaran PKN.

Kelompok 7 (IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM PROSES


PEMBELAJARAN)
A. Metode Pembelajaran dalam Pendidikan Multikultural
Metode pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang guru untuk
menyampaikan materi secara sistematis agar mudah dipahami oleh peserta didik.
Pemilihan metode harus di dasari oleh alasan yang kuat dan faktor-faktor pendukung
seperti karakteristik tujuan dan karakterstik anak yang di ajar. Dalam metode
pembelajaran diperlukan sebuah media sebagai alat untuk menunjang kegiatan belajar
mengajar. Adapun metode pembelajaran yang sesuai dengan pendidikan multikultural
ada 4 yaitu :
1. Metode kontribusi
Kekurangan dari metode ini adalah bersifat individual dan perayaan terlihat
sebagai sebuah tambahan yang kenyataannya tidak penting pada wilayah subjek inti

2. Metode Aditif atau Pengayaan


Metode aditif sering kali merupakan tahap pertama dari restrukturisasi kurikulum,
namun dengan sendirinya, pendekatan ini menimbulkan banyak masalah yang sama
dengan pendekatan kontribusi. Kekurangan dari metode ini yaitu gagal membantu siswa
dalam memahami bagaimana budaya dominan dan etnis yang saling berkaitan .

3. Metode Transformatif
Metode transformatif memungkinkan peserta didik melihat konsep-konsep dari
sejumlah sudut pandang budaya, etnik dan agama secara kritis. Metode ini dapat
mengubah struktur kurikulum, dan memberanikan peserta didik untuk memahami isu dan
persoalan dari beberapa sudut pandang suku bangsa dan agama tertentu. Metode ini
menuntut pembelajar mengolah pemikiran kritis dan menjadikan prinsip kebhinekaan
sebagai premis dasarnya .
4. Metode Keputusan dan Aksi Sosial
Tujuan utama metode ini adalah untuk mengajarkan kepada peserta didik untuk
berpikir dan memiliki kemampuan mengambil keputusan guna memberdayakan dan
membantu mereka mendapatkan sense kesadaran terhadap dinamika yang berkembang di
masyarakat dan turut berperan serta dengan aksi-aksi nyata .
B. Pembelajaran yang Humanis Menurut Jurgen Habermas
1. Teori Belajar Humanistik
Teori humanistik dipelopori oleh Jurgen Habermas. Menurut teori humanistik,
proses belajar harus dimulai dan di tujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia
itu sendiri. Oleh sebab itu, teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan lebih
mendekati kajian bidang kajian filsafat teori kepribadian, dan psikoterapi, daripada
bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistik sangat mementingkan isi yang
dipelajari daripada proses belajar itu sendiri.
2. Pandangan Habermas Terhadap Belajar
Habermas adalah tokoh humanis yang memiliki banyak pengaruh terhadap teori
belajar humanis. Menurut Habermas, belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara
individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud adalah lingkungan
alam sosial, sebab diantara keduanya tidak dapat dipisahkan.
a. Belajar teknis
Belajar teknis adalah belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan
lingkungan alamnya secara benar. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu alam atau lainnya sangat
penting dalam belajar teknis.
b. Belajar Praktis
Belajar praktis adalah belajar bagaimana seseorang dapat berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang disekelilingnya dengan baik. Kegiatan
belajar ini lebih mengutamakan terjadinya interaksi yang harmonis antar sesama manusia.
Oleh karena itu, interaksi yang benar antara individu dengan lingkungan alamnya hanya
akan tampak dari kaitan antara relevansinya dengan kepentingan manusia.

c. Belajar Emansipatoris
Belajar emansipatoris menekankan upaya agar seseorang mencapai suatu
pemahaman daan kesadaran yang tinggi akan terjadi perubahan budaya dalam lingkungan
sosialnya.
C. Lembaga-Lembaga Pendidikan Non Formal dan Informal dalam Penerapan Pendidikan
Multikultural
Multikulturalisme sebagai penghormatan dan penghargaan tentang segala bentuk
keberagaman dan perbedaan baik etnis, suku, ras, agama maupun simbol-simbol
perbedaan lainnya menjadi penting untuk ditanamkan dalam dunia pendidikan .
Pendidikan adalah media yang amat strategis untuk menyemaikan nilai-nilai
multikultural.
1. Pendidikan Non Formal
Di lihat dari lingkungan pendidikan, masyarakat disebut lingkungan pendidikan
nonformal yang memberikan pendidikan secara sengaja dan berencana kepada seluruh
anggotanya, tetapi tidak sistematis. Secara fungsional masyarakat menerima semua
anggotanya yang pluralistik itu dan mengarahkan menjadi anggota masyarakat yang baik
untuk tercapainya kesejahteraan sosial para anggotanya yaitu kesejahteraan mental
spiritual dan fisikal atau kesejahteraan lahir dan batin.
Di Indonesia pendidikan nonformal meliputi: pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan.
2. Lembaga Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah pendidikan yang berlangsung atau terselenggara
secara wajar di dalam lingkungan hidup sehari-hari. Pendidikan informal antara lain
berlangsung di dalam keluarga, pergaulananak sebaya, pergaulan di tempat bekerja,
kegiatan-kegiatan ritual keagamaan, pelaksanaan adat kebiasaan oleh masyarakat, dan
sebagainya. Dalam prakteknya bisa dilakukan dengan membentuk kelompok , anak
dalam lingkungan keluarga dan adat. Sifat anak yang masih memakai pola meniru , dapat
dimanfaatkan dalam pembentukan kepribadian anak dengan menirukan perilaku yang
menunjukkan sikap menempatkan semua kebudayaan adalah sederajat . Lembaga adat
dan lembaga agama juga dapat dimanfaatkan dalam penanaman nilai-nilai
multikuluralisme. Dalam hal ini aktor dalam lembaga adat dan agama perlu memiliki
pemahaman dan pandangan bahwa semua kebudayaan adalah sederajat.

Kelompok 8 (PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DALAM KERAGAMAN BUDAYA)


A. Definisi Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural masih diartikan sangat ragam, dan belum ada
kesepakatan, apakah pendidikan multikultural tersebut berkonotasi pendidikan tentang
keragaman budaya, atau pendidikan untuk membentuk sikap agar menghargai keragaman
budaya . Pendidikan multikultural merupakan sebuah komitmen untuk meraih persamaan
pendidikan, mengembangkan kurikulum yang menumbuhkan pemahaman tentang
kelompok-kelompok etnik dan memberantas praktik-praktek penindasan. Sementara itu,
Sain Hanafi dengan mengutip tulisan James Banks menjelaskan bahwa pendidikan
multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaan dan penjelasan yang mengakui dan
menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam bentuk gaya hidup, pengalaman
sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun negara.
Indonesia memiliki falsafah berbeda suku, etnik, bahasa, agama dan budaya, tapi
memiliki satu tujuan, yakni terwujudnya bangsa Indonesia yang kuat, kokoh, memiliki
identitas yang kuat, dihargai oleh bangsa lain, sehingga tercapai cita-cita ideal dari
pendiri bangsa sebagai bangsa yang maju, adil, makmur dan sejahtera. Untuk itu, seluruh
komponen bangsa tanpa membedakan etnik, ras, agama dan budaya, seluruhnya harus
bersatu pada, membangun kekuatan di seluruh sektor, sehingga tercapai kemakmuran
bersama, memiliki harga diri bangsa yang tinggi dan dihargai oleh bangsa-bangsa lain di
dunia. Oleh sebab itu, mereka harus saling menghargai satu sama lain, menghilangkan
sekat-sekat agama dan budaya.
B. Problematika Pendidikan dalam Keragaman Budaya
Pendidikan multikultural yang akhir-akhir ini sedang hangat dibicarakan ternyata
tidak terlepas dari berbagai problem yang menghambatnya. Namun demikian,
penggunaan budaya lokal dalam pembelajaran berbasis keragaman budaya tidak terlepas
dari berbagai permasalahan yang terdapat dalam setiap komponen pembelajaran, sejak
persiapan awal dan implementasinya.

C. Pengaruh Kergaman Budaya dalam Dunia Pendidikan


Dengan adanya keragaman budaya dalam dunia pendidikan maka terjadinya
integrasi pendidikan multikultural yang akan menciptakan kultur yang sehat dalam
sekolah yaitu antara lain
Dapat memperlakukan siswa secara adil, berlaku demokratis, dan berkembang suasana
yang fair sehingga dapat memacu kreativitas siswa. Kesalahan komunikasi dan mengambil
kesempatan untuk berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda.

D. Pendidikan Multikultural dalam Dunia Pendidikan Di Indonesia


Praktek pendidikan multikultural di Indonesia nampaknya tidak dapat
dilaksanakan seratus persen ideal seperti di Amerika Serikat, walaupun ditinjau dari
keragaman budaya memang banyak kemiripan. Hal itu disebabkan oleh perjalanan
panjang histori penyelenggaraan pendidikan yang banyak dilatarbelakangi oleh
primordialisme. Oleh karenanya praktek pendidikan multikultural di Indonesia dapat
dilaksanakan secara fleksibel dengan mengutamakan prinsip-prinsip dasar multikultural.
Apapun dan bagaimanapun bentuk dan model pendidikan multikultural, mestinya tidak
dapat lepas dari tujuan umum pendidikan multikultural.
Mengembangkan pemahaman yang mendasar tentang proses menciptakan sistem
dan menyediakan pelayanan pendidikan yang setara. Prinsip fleksibilitas pendidikan
multikultural juga disarankan oleh Gay sebagaimana, dikatakan bahwa amat keliru kalau
melaksanakan pendidikan multikultural harus dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah
atau monolitik. Sebaliknya, dia mengusulkan agar pendidikan multikultural diperlakukan
sebagai pendekatan untuk memajukan pendidikan secara utuh dan menyeluruh.
Pendidikan multikultural juga dapat diberlakukan sebagai alat bantu untuk menjadikan
warga masyarakat lebih memiliki toleran, bersifat inklusif dan memiliki jiwa kesetaraan
dalam hidup bermasyarakat, serta senantiasa berpendirian suat masyarakat secara
keseluruhan akan lebih baik, manakala siapa saja warga masyarakat memberikan
kontribusi sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang dimiliki bagi masyarakat
sebagai keutuhan.
Pengembangan identitas kultural yakni merupakan kompetensi yang dimiliki
siswa untuk mengidentifikasi dirinya dengan suatu etnis tertentu. Yakni suatu
kemampuan untuk mengembangkan secara terus menerus apa yang dimiliki berkaitan
dengan kehidupan multikultural. Pendidikan multikultural juga sangat relevan dengan
pendidikan demokrasi di masyarakat plural seperti Indonesia, yang menekankan pada
pemahaman akan multi etnis, multi ras dan multikultur yang memerlukan konstruksi baru
atas keadilan, kesetaraan dan masyarakat yang demokratis.

Kelompok 9 (KARAKTERISTIK PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI BERBAGAI


NEGARA)
A. Makna dan Karakteristik Pendidikan Multikultural diberbagai Negara
Pendidikan Multikultural di berbagai negara memiliki karakteristik yang berbeda
beda sesuai dengan sejarah, unsur-unsur kebudayaan yang dimiliki dan visi dalam
memandang tentang multikultural. Dengan mengenali fenomena kekhasan multikultural
itu, nantinya bisa kita gunakan untuk menelaah fenomena yang terjadi di tanah air.
Sejak Perang Dunia II, beberapa kelompok imigran telah tinggal di Inggris dan di negara
Eropah daratan seperti Perancis, Belanda, Jerman, Swedia, dan Swiss. Kelompok seperti
orang Italia, Yunani, dan Turki telah bermigrasi ke negara di Eropah Utara dan Barat
dalam jumlah besar. Populasi etnis dan imigran telah meningkat secara signifikan di
Australia dan Kanada sejak PD II. Sebagian besar kelompok imigran dan etnis di Eropah,
Australia, dan Kanada menghadapi masalah yang sama dengan yang dialami oleh
kelompok etnis di AS.
1. Negara Amerika
Pendidikan di AS pada mulanya hanya dibatasi pada imigran berkulit putih, sejak
didirikan sekolah rendah pertama tahun 1633 oleh imigran Belanda dan berdirinya
Universitas Harvard di Cambridge, Boston tahun 1636. Baru tahun 1934 dikeluarkan
Undang Undang Indian Reservation Reorganization Act di daerah reservasi suku Indian.
Tujuan pendidikannya adalah proses Amerikanisasi. Di samping itu ada sekolah yang di
dalamnya terdapat imigran berbahasa Spanyol yang disebut Hispanis. Sebelum
membicarakan kelompok etnis yang ada di Amerika, perlu terlebih dahulu dijelaskan
pengertian kelompok etnis.
White Anglo Saxon Protestan (WASP)
Pendidikan di AS didominasi oleh budaya dominan yaitu budaya WASP artinya
dikhususkan untuk kelompok berkulit putih yang kebanyakan berasal dari Inggris, atau
yang berbahasa Inggris dan beragama Protestan. WASP adalah sebuah tradisi tentang
siapa yang seharusnya menjadi penguasa di Amerika Serikat. Pada awalnya, tradisi ini
diperkenalkan dan dipertahankan oleh orang Inggris yang merasa superior karena
merekalah yang membangun AS dengan pengetahuan dan ketrampilan mereka.
1. Orang Amerika Keturunan Penduduk Asli Amerika (Native Americans)
Native Americans adalah penduduk asli Amerika yang kini populasinya
diperkirakan setengah juta orang. Bangsa India ini disebut penduduk asli karena telah ada
di benua Amerika sebelum terjadi gelombang migrasi dari kelompok etnik dari Eropah,
Afrika, maupun Asia selama lima ratus tahun.
2. Orang Amerika Keturunan Afrika (African Americans)
Orang Afrika Amerika merupakan kelompok etnik dari benua Afrika yang
pertama yang dijadikan budak oleh orang Spanyol dalam eksplorasi ke dunia baru,
Amerika sejak 1619 sampai dengan abad 18. Jumlah mereka di AS diperkirakan 10 juta
orang yang tinggal di bagian barat benua. Masalah umum yang dihadapi oleh kelompok
ini adalah pendapatan yang rendah, bekerja pada jenis pekerjaan kasar dengan jumlah
pengangguran dua kali lebih besar dari orang kulit putih.
3. Orang Amerika Keturunan Asia (Asian Americans)
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah sekitar 4 persen dari penduduk
Amerika Serikat dengan mayoritas berasal dari Cina dan Jepang, di samping imigran dari
Filipina, Korea, disusul orang Vietnam yang baru masuk ke AS dalam beberapa tahun
terakhir ini. Mereka dikenal sebagai pekerja keras di wilayah Barat AS. Pertumbuhan
orang Cina di AS kini sangat cepat dibandingkan pertumbuhan orang Cina di berbagai
belahan dunia, termasuk Cina sendiri. Orang Jepang jumlahnya sedikit dan dikenal selalu
menghindari prasangka dan diskriminasi langsung sebagaimana yang terjadi atas orang
Cina.
4. Orang Amerika yang Berkebudayaan Spanyol (Hispanic Americans)
Secara etimologi Hispanis/Hispano berasal dari bahasa Latin Hispanus, yang
merupakan kata sifat dari Hispania, nama yang diberikan oleh orang Rowawi selama
periode Republik Romawi pada seluruh Iberian Peninsula. Untuk jaman modern Iberian
Peninsula mencakup Spanyol dan Portugal. Di dalam era modern, Hispanis/Hispano
biasanya hanya diterapkan pada Spanyol, orang-orang dan budayanya, sedangkan
Portugal dan orang-orangnya secara umum disebut Luso/Lusitanis. Ekspansi ini terutama
berpusat pada benua Amerika, khususnya pada apa yang disebut Hispanis Amerika , yang
terdiri dari semua negara-negara benua Amerika yang menjadi bagian dari Kerajaan
Spanyol. Negara-negara ini, mewarisi budaya nenek moyang orang Spanyol, dan
selanjutnya, orang-orang mereka dan budayanya dipandang sebagai Hispanic.
Di antara hispanis ini kurang lebih 2/3 nya adalah Mexican American tinggal di Texas,
New Mexico, dan Chicago. Pada umumnya keturunan Mexico - Amerika merupakan
orang miskin yang jumlahnya diperkirakan dua kali lipat rata-rata dari kemiskinan
nasional. Warga puerto rico yang jumlahnya sekitar tiga juta orang di AS ini memiliki
identitas etnis berupa kemampuan berbahasa Spanyol dan status sosial ekonominya lebih
tinggi.

2. Negara Kanada
Di Kanada ada konsep dan kebijakan multikultrual yang harus memajukan bangsa
dengan membandingkannya dengan Negara lain. Negara ini berusaha keras untuk tidak terlalu
menggantungkan ekonominya pada AS mencoba mempersatukan multikulturalnya demi
kemajuan bangsa.
Sejarah pertumbuhan penduduk Kanada dapat diidentifikasi atas empat kelompok
Asli ada sekitar 50 jenis dengan berbagai bahasa yang hidup secara nomaden sebagai
pemburu dan petani. Inggris setelah Treaty of Paris yang ditambah etnis Perancis yang terlibat
Perang Kemerdekaan Amerika 1776. Pada tahun 1960-an terjadi perkembangan ekonomi
Kanada yang membutuhkan tenaga terdidik untuk memenuhi kebutuhan metropolitan. Berbeda
dengan AS yang menerapkan politik asimilasi, Pemerintah Liberal Kanada menerapkan politik
multi kulturalisme yang memberlakukan status yang sama untuk bahasa Perancis dan Inggris
sebagai bahasa resmi.
Kanada nmerupakan Negara pertama yang memberikan pengakuan legal terhadap
multikulturalisme. Kebijakan multicultural dimasukkan dalam bentuk yang berbeda-beda di
dalam program sekolah, penataran guru. Kurikulum dikaji ulang untuk dilihat hal-hal yang
mengandung stereotype dan prasangka antaretnis. Demikian pula di dalam pendidikan oleb
Ontario Heritage Language Programme yang didirikan tahun 1977 memberikan bantuan
terhadap pengajaran bahasa etnis yang bermacam-macam sesudah jam resmi sekolah.
Diberikan penataran guru untuk menyebarluaskan sumber-sumber yang bebas dan prasangka,
terutama kelompok kulit berwarna .
Makna multikultural di kanada
Kamus ini menyitir kalimat dari surat kabar Kanada, Montreal Times yang menggambarkan
masyarakat Montreal sebagai masyarakat Multikulur dan Multilingual . Tetapi istilah multicultur
ini diambil dari Kanada yakni multiculturalism yang digunakan untuk mendukung makna yang
sama dari pluralism dan perbedaan dimaksud terjadi karena perbedaan Negara yang
menerapkan prinsip tadi. Pendapat ini didukung oleh Sal Murgiyanto yang mengutip Moore,
"Jika multikulturalisme Smerika disepakati dengan popular sebagai melting pot, maka
multikulturalisme Kanada dibandingkan dengan sebuah kebudayaan salad, dalam suatu tempat
setiap kompunen mempertahankan citrasanya" , sedangkan multikulturalisme Indonesia
tercermin pada moto "Bhineka Tunggal Ika atau bersatu dalam keanekaragaman" . Sebuah
definisi yang sangat menarik karena terkandung makna adanya kerja keras dalam memahami
perbedaan atau keragaman.
3. Negara Inggris
Pada awalnya Inggris terkenal sebagai masyarakat yang monokultur dan baru sesudah
PD II menjadi multikultur ketika kedatangan tenaga kerja untuk pembangunan dari
kepulauan Karibia dan India. Ide ini mendapat dukungan kuat selama tahun 1800-an, dan
banyak wanita yang mulai melakukan kampanye menuntut reformasi. Pendidikan
Multikultural berkembang sejalan dengan banyaknya kaum imigran yang memasuki
Inggris, namun masih terdapat perlakuan yang diskriminatif sehingga memunculkan
berbagai gerakan yang berlatar belakang budaya. Gerakan ini merupakan gerakan politik
yang didukung pandangan liberal, demokrasi dan gerakan kesetaraan manusia.
Hal ini tidak lepas dari pemikiran kelompok progresif di Universitas Birmingham
yang melahirkan studi budaya pada tahun 1964 yang mengetengahkan pemikiran
progresif kaum terpinggirkan yang didukung oleh Kaum Buruh . Pendidikan
Multikultural terjadi karena dorongan dari bawah, yaitu kelompok liberal bersama
dengan kelompok kulit berwarna. Hal ini diperkuat oleh politik imigrasi melalui
undangundang Commonwealth Immigrant Act tahun 1962 yang mengubah status
kelompok kulit berwarna dari kelompok imigran menjadi «shelter» . Pada tahun 1968
didirikan Select Community on Race Relations and Immigration yang bertugas meninjau
kebijakan imigrasi.
4. Negara Indonesia
Pada Demokrasi, Kesetaraan dan Keadilan. Sedangkan Nilai kesetaraan dalam
demokrasi mengacu pada keyakinan bahwa manusia diciptakan setara. Semua manusia
diperlakukan kesetaraan memperoleh pendidikan, kesetaraan dimuka hukum dan
kesetaraan. Setara dalam mengembangkan potensi yang dimaki setiap manusia. Tidak
adanya hak-hak superior pada setiap manusia . Nilai kemanusiaan seorang manusia itu
secara alamiah dan sosial juga didasarkan pada kemampuannya menghargai kode etik
dan sopan santun sebagai makhluk berbudaya yang tidak liar. Dalam kehidupan sehari-
hari, manusia dihargai bukan karena bangunan tubuhnya yang indah, akan tetapi karena
kualitas perbuatannya yang didasarkan pada kematangan pemikiran dan kesadaran yang
membentuk sikap hidup yang bijak. Kapasitas akal manusia itulah yang menjadi ciri
utama kemanusiaan dan aktualitasnya dalam kehidupan konkret .
Memanusiakan manusia adalah bersikap memanusiakan antar sesamanya. Karena
dirinya adalah manusia dan orang lain adalah manusia. sikap memanusiakan manusia
memiliki manfaat bagi dirinya dan manusia lainnya. Sikap menerima, mengakui dan
menghargai keragaman penting dalam hubungan sosial di masyarakat yang
beranekaragam. Dalam masyarakat beragam ada bagian masyarakat yang dominan dan
minoritas.
Makna Pendidikan Multikultural di Indonesia
Calarry Sada dengan mengutip tulisan Sleeter dan Grant , menjelaskan bahwa
pendidikan multikultural memiliki empat makna , yakni: pengajaran tentang keragaman
budaya sebuah pendekatan asimilasi kultural; pengajaran tentang berbagai pendekatan
dalam tata hubungan sosial; pengajaran untuk memajukan pluralisme tanpa membedakan
strata sosial dalam masyarakat; dan pengajaran tentang refleksi keragaman untuk
meningkatkan pluralisme dan kesamaan. Gagasan pendidikan multikultural di Indonesia
sendiri, sebagaimana digagas oleh H.A.R Tilaar adalah pendidikan untuk meningkatkan
penghargaan terhadap keragaman etnik dan budaya masyarakat . Untuk itu, seluruh
komponen bangsa tanpa membedakan etnik, ras, agama dan budaya, seluruhnya harus
bersatu padu, membangun kekuatan di seluruh sektor, sehingga tercapai kemakmuran
bersama, memiliki harga diri bangsa yang tinggi dan dihargai oleh bangsa-bangsa lain di
dunia.
Oleh sebab itu, mereka harus saling menghargai satu sama lain, hilangkan sekat-
sekat agama dan budaya. Semua itu, sebagaimana Azyumardi Azra tegaskan , bukan
sesuatu yang taken for granted tetapi harus diupayakan melalui proses pendidikan yang
multikulturalistik, yakni pendidikan untuk semua, dan pendidikan yang memberikan
perhatian serius terhadap pengembangan sikap toleran, respek terhadap perbedaan etnik,
budaya, dan agama, dan memberikan hak-hak sipil termasuk pada kelompok minoritas.
Pendidikan multikultural melalui pendidikan agama Islam, dapat dilakukan melalui
pemberdayaan slot-slot kurikulum atau penambahan atau perluasan kompetensi hasil
belajar dalam konteks pembinaan akhlak mulia dengan memberi penekanan pada
berbagai kompetensi dasar sebagaimana telah terpapar di atas. Kemudian, pendi- dikan
multikultur melalui pendidikan agama juga harus dilaku- kan dalam pendekatan deduktif
diawali dengan kajian ayat dalam tema- tema yang relevan, kemudian dikembangkan
menjadi norma-norma keagamaan, baik norma hukum maupun etik.
5. Negara China
Konsekuensi lain adalah panggilan umuk reformasi pendidikan. Pendidikan
multikultural pertama kali muncul di Taiwan pada tahun 1990. Pada awalnya akademisi
memperkenalkan konsep pluralisme budaya, lalu berkembang kepada konsep
multikulturalisme dan pcndidikan multikultural, yang semua dipinjam dari dunia Barat
tetapi telah mengalami proses penyesuaian lokal di Taiwan. Konsep yang sering dibahas
adalah multikultralisme dan pendidikan multikultural karena makna multikulturalisme
lebih luas dan lebih populer daripada pluralisme budaya.
Perkembangan Pendidikan Multikultural di Taiwan dipengaruhi olch sosial politik
dengan konteks yang lebih luas serta promosi akademisi dan peneliti pendidikan.
Keduanya bergabung bersama-sama menciptakan berkembangnya pendidikan
Multikultural. Pendidikan Multikultural mengacu pada Pendidikan yang dipengaruhi oleh
konsep multikul-turalisme. Dalam dua decade, Pendidikan Multikultural mengalami
perkembangan yang pesat dalam akademis baru, dan perkembangan desain kurukulum
yang relavan.
Banyak pekerjaan besar telah dicapai dalam promosi Pendidikan Multikultural,
dan tidak banyak perdebatan dan interogasi. Perubahan ideologi poitik pemerintah
Komintang adalah tonggak sejarah untuk pengembangan Pendidikan Multikultural di
Taiwan berkaitan dengan isu tentang etnis, budaya etnis, kesetaraan gender, kelas social,
siswa yang kurang beruntung, identitas migran perempuan yang menikah dan pendatang
baru. Upaya pertama dari akademisi dan peneliti Pendidikan untuk mempromosikan
Pendidikan Multikultural adalah menerbitkan sebuah buku Pendidikan Multikultural pada
tahun1993 oleh China Education Society. Buku ini ditulis oleh akademisi Taiwan untuk
mengekplorasi teori dan praktek Pendidikan Multikultural.
GIME adalah Lembaga pertama berbasis penelitian Pendidikan Multikultural.
Setelah pembentukan GIME popularitas Pendidikan Multikultural meningkat. Konferensi
Internasional pertama diselenggarakan dengan pembahasan tentang Teori dan Praktek
Multikultural Pendidikan. Selain itu, Pendidikan Multikultural telah menjadi popular
tentu saja dalam program Pendidikan guru di perguruan tinggi.
6. Negara Jepang

Bangsa Jepang selama ini dipandang sebagai masyarakat monokultur atau


homogen sebagaimana yang dikonsepsikan oleh Nihonjinron. Di saat negara-negara besar
lainnya tengah berlomba-lomba mengembangkan konsep multikulturalisme di negaranya
masing-masing maka di Jepang dengan mudah dapat ditemukan homogenitas.
Penyebabnya karena konsep ini telah dianut Jepang sejak dahulu dan telah menjadi nilai
dan sistem yang kaku. Bangsa Jepang masih menganut fasisme yang dimaknai sebagai
paham dimana suatu negara menganggap rasnya adalah ras unggul dan sudah
sepantasnyalah didalam negara tersebut ras ini diutamakan dan dijaga kemurniannya dari
ras-ras yang lemah. Imigrasi awal pada zaman Palaelotikum adalah orang proto-
Mongoloid dari Asia Tenggara atau Cina Selatan. Pada abad pertengahan, ekspansi
Jepang ke Korea menyebabkan banyak orang Korea yang menjadi warga ‘Jepang’.
Keberadaan orang asing di Jepang turut memperkuat beragamnya budaya Jepang, Mereka
tersebar dalam beberapa kategori, misalnya pelajar, pekerja asing, atau warga keturunan,
serta orang asing yang menikah dengan orang Jepang.

Klaim tentang kehomogenitasan bangsa Jepang yang telah disebarluaskan oleh


para elit politik dan para pemimpin Jepang itu patut dipertanyakan. Jika Jepang
merupakan bangsa yang homogen, maka kelompok-kelompok minoritas dan pekerja
asing itu seharusnya tidak ada di Jepang. Namun, Jepang sampai pada era sebelum
Perang Dunia II secara jelas masih membedakan satatus sosial berdasarkan elit
keturunan, yaitu rumah tangga kekaisaran , bangsawan , dan mantan samurai dan rakyat
jelata , serta Burakumin . Meskipun shizoku hanya enam persen dari total populasi,
mereka mengisi lebih dari setengah dari total jumlah mahasiswa kekaisaran pada awal
abad kedua puluh. Hambatan formal untuk perkawinan dan pekerjaan sudah diakhiri,
tetapi pembatasan secara informal masih tetap kokoh. Demikian pula, kemiskinan
perkotaan dan yang lebih buruk lagi, kemiskinan di pedesaan menyebar di seluruh negeri.
Di luar masalah hirarki vertical sebagai sebuah komponen dari kebudayaan Jepang,
ketimpangan sosial adalah fakta yang tak terbantahkan dalam masyarakat Jepang
kontemporer. Tidak ada yang berani mempertanyaan keberadaan hirarki universitas yang
menempatkan Universitas Tokyo dan Kyoto University berada di puncaknya.

Kelompok 10 (PEMBELAJARAN MULTIKULTURAL DARI BERBAGAI PEMIKIRAN)


A. Konsep Pembelajaran Multikultural
Berdasarkan dari definisi kata, multikultural terdiri dari gabungan kata multi dan
kulturan. Multi berarti lebih dari satu, sedangkan kultural berarti sesuatu yang terkait
dengan kebudayaan kelompok tertentu secara kebiasaan mereka yang meliputi
kepercayaa, tradisi, kesenian dan sebagainya. Sehingga secara sederhana multikultural
dapat diartikan sebagai keberagaman budaya. Istilah multikultural identik dengan
masyarakat yang multikultural. J.S. Furnival menyebutkan definisi masyarakat
multikultural adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih komunitas atau struktur
kelembagaan yang berbeda-beda satu sama lainnya. Hal senada juga dijelaskan oleh
Parekh yang menyatakan bahwa masyarakat multikultural merupakan masyarakat yang
terdiri dari beragam jenis komunitas budaya dengan segala manfaat dan sedikit perbedaan
yang ada di dalam konsepsi dunia, nilai, sistem makna, bentuk organisasi, adat istiadat,
sejarah, serta kebiasaan yang ada.
Pembelajaran multikultural adalah proses pembelajaran yang tidak bisa terlepas
dari unsur-unsur kebudayaan. Konsep multikuluralisme selain mengandung unsur
keberagaman agama dan budaya juga mengandung unsur kesedarajatan. Konsep
kesedarajatan harus dipandang sebagai adanya penghargaan terhadap derajat sesama
warga negara sekalipun berbeda suku, adat istiadat, bahasa, ras, agama dan budayanya.
Kesederajatan berarti adanya persamaan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia ,
keadilan, hukum, potiltik dan budaya. Jadi konsep multikulturalisme menunjuk kepada
adanya kesederajatan dalam keberagaman.
Multikulturalisme merupakan kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya,
sebagai potensi yang harus dikembangkan dan dibina. Sebaliknya apabila keberagaman
ini tidak dimanfaatkan, dan dibina secara benar akan berkembang menjadi sesuatu yang
menakutkan. Oleh karena itu, pendidikan yang berbasis multikulturalisme merupakan
suatu keharusan dan apabila tidak dilakukan saat ini akan berubah menjadi malapetaka,
pendidikan multikultural adalah «conditio cine quanon». Dulu keberagaman merupakan
kekayaan bangsa yang paling dibanggakan, dibangun atas dasar tujuan dan kepentingan
bersama yaitu kemerdekaan Indonesia. Saat ini, keberagaman sering dipandang sebagai
perbedaan, perbedaan semakin dipertajam dan sering dimanfaatkan sebagian orang untuk
memenuhi ambisi dan kepentingan pribadi atau golongannya. Keberbedaan kepentingan,
golongan dan idologi ini semakin tajam dan mengarah pada konflik antar kelompok.
Kelompok yang satu tidak mau lagi hidup berdampingan dengan kelompok lainnya.
Keberagaman yang semula menjadi kebanggaan berubah menjadi suatu yang
menakutkan, yaitu terganggunya stabilitas nasional dan disintegrasi bangsa. Ingat ketika
peristiwa Monas, kelompok yang satu bentrok dengan kelompok lain yang sebenarnya
mereka mempunyai keyakinan dan agama yang sama. Sering terjadi bentrokan antar
warga kampung tertentu dengah kelompok warga kampung lainnya yang hanya
dipisahkan oleh jalan raya. Bukankah diantara kelompok warga itu agamanya sama,
bahasanya sama, dan etnisnya juga ada yang sama?
Bangsa Indonesia adalah bangsa multikultural, dan plural terdiri dari masyarakat
yang sangat beragam baik etnik, adat istiadat, bahasa, budaya, agama dan golongan.
Masing-masing golongan masyarakat mempunyai karakteristik dan kepentingan yang
berbeda-beda. Bagaimana upaya pendidikan jangan sampai konflik dan kerusuhan seperti
ini berkelajutan? Salah satu upaya tersebut adalah melalui pendidikan.
B. Strategi Pengelolaan Pembelajaran Multikultural
Menurut Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 4 mulai butir sampai dengan butir menunjukkan bahwa multikulturalisme
menjadi landasan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Maka strategi pengolahan
pembelajaran multikultural dalam hal ini difokuskan pada penerapan pembelajaran
perdamaian, Hak-hak Asasi Manusia dan demokratisasi.
Hak Asasi Manusia
Strategi untuk mempelajari nilai-nilai inti yang berhubungan dengan hak-hak
asasi manusia adalah belajar tentang hak asasi manusi. Belajar tentang nilai-nilai inti
yang berhubungan dengan hak-hak asasi manusia memerlukan pengetahuan yang relevan,
pengembangan dan praktek ketrampilan yang diperlukan untuk membela dan promosi
nilai-nilai. Pengetahuan dan ketrampilan yang dipelajari tentang nilai itu perlu diperkuat
melalui hakikat dari lingkungan ruangan kelas, kualitas hubungan antar pribadi dan
metode pembelajaran harus menciptakan penghargaan intrinsic pada hak-hak peserta
didik dan pendidik. Apabila hal-hal tersebut sudah ada, maka dapat digunakan untuk
mengembangkan pengambilan keputusan yang efektif, demokratis pada semua tingkatan
yang akan mengarah pada kewajaran, keadilan dan perdamaian.
Selain itu, strategi yang dapat dikembangkan untuk tercapainya tujuan pendidikan
nasional berbasis multikultural , antara lain sebagai berikut.
Sistem Pendidikan Tinggi
Menghindari pandangan-pandangan yang menganggap bahwa kelompok yang
satu lebih unggul dari kelompok yang lain. Dialog amat dibutuhkan di tengah-tengah
kehidupan masyarakat yang plural. Dialog merupakan jembatan bagi interaksi di antara
kelompok-kelompok yang berbeda.
C. Peran Guru, Pendidik dalam Menerapkan Pendidikan Multikultural
Pendidikan merupakan sarana untuk penjagaan nilai-nilai yang dirasakan mampu
mendorong perkembangan dan keberlangsungan hidup di masyarakat. Dalam pendidikan
multikultural diharapkan seorang guru dituntut profesional, akan tetapi juga harus mampu
menanamkan nilai-nilai seperti demokrasi, humanisme dan pluralisme. Dengan
penanamannilai-nilai tersebut diharapkan peserta didik akan menjunjung tinggi prinsip-
prinsip moralitas, kedisiplinan, kepedulian, humanistik dan kejujuran dalam prilaku
keseharian. Berkaitan dengan implementasi pendidikan multikultural dalam membangun
kesadaran peserta didik untuk menyikapi keragaman yang ada di Indonesia, maka guru
dapat melakukan beberapa hal.
a. Membangun Sikap Persamaan (Equality)
Sejarah kehidupan manusia selama berabad-abad menunjukkan bahwa persamaan
dan perbedaan antar manusia selalu menjadi bahan kajian yang mungkin mendasari
hampir semua teori tentang manusia dan seluk-beluk kehidupannya. Dengan menekankan
bahwa setiap orang dengan latar belakang apapun memiliki persamaan dalam haknya
sebagai warga negara. Tidak boleh satu kelompok mendominasi dan melanggar hak
kelompok yang lainnya. Kelompok mayoritas tidak boleh menghegemoni kelompok
minoritas. Disinilah penanaman nilai multikultural ini menjadi penting dalam pendidikan
di Indonesia. Peserta didik hendaknya ditanamkan semangat bekerjasama dalam
kesedaerajatan, kesamaan dan tidak melakukan diskriminasi atas dasar ras, etnis, agama
maupun gender. Menurut Abdurrahman Wahid, kata kunci dalam kehidupan berbangsa
adalah adanya persamaan perlakukan untuk mendapatkan pengakuan atau dihormati
keberadaannya, persamaan mendapatkan kesempatan, dan perlakukan yang sama atas
hukum, apapun budaya, ras, etnis, ras dan agama.
b. Mendorong Demokrasi Substansial
Guru dengan pendidikan multikulturalnya selalu mendorong untuk menegakkan
demokrasi sebagai sarana membangun konsensus seluruh warga negara. Pendidikan
multikultural menginginkan adanya demokrasi yang substansional, tidak hanya
prosedural. Demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya seremonial. Karena demokrasi
yang demikian akan selalu mendorong adanya persamaan warga dalam hukum.
Pendidikan multikultural harus mampu mendorong sikap yang inklusif, toleransi dan
terbuka terhadap berbagai keragaman yang ada. Pendidikan harus mampu membangun
sikap hidup yang multikultural bukan monokultural, cara hidup pambaruan bukan
pembauran, pro-eksistensi bukan ko-eksistensi, bukan separasi tetapi interaksi. Guru
melalui pendidikan multikultural merupakan sarana yang paling baik untuk proses
pembudayaan. Peserta didik akan terlatih dan terbangun kesadarannya untuk bersikap
demokratis, humanis dan pluralis dalam kehidupan mereka.
D. Nilai Demokratisasi Pendidikan dan Implementasinya di Sekolah,
Masyarakat dan Keluarga Pentingnya pendidikan multikultural di Indonesia yaitu
sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, peserta didik diharapkan tidak
meninggalkan akar budayanya, dan pendidikan multikultural sangat relevan digunakan
untuk demokrasi yang ada seperti sekarang.
1. Sarana Alternatif Pemecahan Konflik
Penyelenggaraan pendidikan multikultural di dunia pendidikan diakui dapat
menjadi solusi nyata bagi konflik dan disharmonisasi yang terjadi di masyarakat,
khususnya di masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai macam unsur sosial dan
budaya. Dengan kata laun, pendidikan multikultural dapat menjadi sarana alternatif
pemecahan konflik sosial-budaya.
Struktur kultural masyarakat Indonesia yang amat beragam menjadi tantangan
bagi dunia pendidikan untuk mengolah perbedaan tersebut menjadi suatu aset, bukan
sumber perpecahan. Saat ini pendidikan multikultural mempunyai dua tanggung jawab
besar, yaitu menyiapkan bangsa Indonesia untuk mengahadapi arus budaya luar di era
globalisasi dan menyatukan bangsa sendiri yang terdiri dari berbagai macam budaya.
Pada kenyataannya pendidikan multikultural belum digunakan dalam proporsi yang
benar. Maka, sekolah dan perguruan tinggi sebagai instirusi pendidikan dapat
mengembangkan kurikulum pendidikan multikultural dengan model masing-masing
sesuai dengan otonomi pendidikan atau sekolahnya sendiri.
2. Agar Peserta Didik tidak Meninggalkan Akar Budaya
Selain sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, pendidikan multikultural juga
signifikan dalam upaya membina peserta didik agar tidak meninggalkan akar budaya
yang ia miliki sebelumnya, saat ia berhubungan dengan realitas sosial-budaya di era
globalisasi. Pertemuan antar budaya di era globalisasi ini bisa menjadi ‘ancaman’ serius
bagi peserta didik. Untuk menyikapi realitas tersebut, peserta didik tersebut hendaknya
diberikan pengetahuan yang beragam. Sehingga peserta didik tersebut memiliki
kemampuan global, termasuk kebudayaan.
Dengan beragamnya kebudayaan baik di dalam maupun di luar negeri, peserta
didik perlu diberi pemahaman yang luas tentang banyak budaya, agar siswa tidak
melupakan asal budayanya. Jika tidak ditanggapi dengan serius terutama dalam bidang
pendidikan yang bertanggung jawab atas kualitas Sumber Daya Manusia maka, peserta
didik tersebut akan kehilangan arah dan melupakan asal budayanya sendiri.
3. Sebagai landasan pengembangan kurikulum nasional
Pendidikan multikultural sebagai landasan pengembangan kurikulum menjadi
sangat penting apabila dalam memberikan sejumlah materi dan isi pelajaran yang harus
dikuasai oleh peserta didik dengan ukuran dan tingkatantertentu. Harus merubah teori
tentang konten yang mengartikannya sebagai aspek substantif yang berisi fakta, teori,
generalisasi, menuju pengertian yang mencakup nilai moral, prosedur, proses, dan
keterampilan yang harus dimiliki generasi muda. Dengan cara tersebut, perbedaan
antarindividu dapat dikembangkan sebagai suatu kekuatan kelompok dan siswa terbiasa
untuk hidup dengan keberanekaragaman budaya.
4. Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural
Eksistensi keberanekaragaman tersebut dapat terlihat dari terwujudnya sikap saling
menghargai, menghormati, dan toleransi antar kebudayaan satu sama lain.
Penerapan multikultural di sekolah
Penanaman ini tidak hanya menjadi tanggung jawab guru mata pelajaran tertentu ,tetapi
melibatkan seluruh guru yang memiliki interaksi dengan siswa di kelas. Pendidik perlu
memastikan keterlibatan setiap individu siswa dalam proses tersebut dan jangan sampai terjadi
dominasi oleh seseorang atau sekelompok orang atas yang lainnya. Perlu disadari bahwa
dengan latar belakang dan sifat individu yang berbeda, masing-masing siswa punya preferensi
tersendiri untuk melibatkan dirinya dalam kelompok sosial. Keberpihakan guru adalah pada
pembentukan karakter positif dalam diri siswa, dengan menghindari perilaku yang
menguntungkan seseorang atau sekelompok orang dan merugikan yang lain. Sikap guru yang
objektif terhadap seluruh siswanya akan memberikan kesan pada siswa bahwa memperlakukan
orang lain harus dengan adil dan bijak. Toleransi sebenarnya merupakan penyimpangan
terhadap kesepakatan atau nilai-nilai yang dianut.
Penerapan pendidikan multikultural di lingkungan keluarga
Keluarga menjadi tempat pertama bagi anak-anak menerima pendidikan sebelumnya ia
menerima pendidikan dari sekolah dan masyarakat umum kesadaran, pendidikan keluarga
merupakan media strategis untuk menumbuhkan kesadaran multikultural, orang tua harus
mampu menanamkan pemahaman yang memiminimalkan prasangka yang disebabkan oleh
pandangan antar kelompok, orang tua harus mampu menamakan sikap terbuka karena kontak
antar manusia yang di sadari toleransi, saling menghargai dan menghormati, serta kebersamaan
yang tulus adalah sangat penting. Didalam keluarga orang tua adalah guru yang akan memberi
materi pendidikan multikultural ini, oleh karena itu peran orang tua dalam pendidikan
multikultural ini tidak bisa diabaikan begitu saja, tetap harus mendapat perhatian serius dan
segera dapat di optimalkan. Dalam penerapan pendidikan multicultural di keluarga, peran orang
tua sangat signifikan karena mereka akan menjadi guru bagi anak-anaknya. Penguatan kapasitas
orang tua juga tidak kalah penting dalam hal mengajarkan pendidikan multicultural di
lingkungan keluarga.
Ibu dan anak akan mengikuti bagaimana tingkah pola ayah dalam melaksanakan
pendidikan multicultural ini. Dimensi atau strategi pendidikan multikulrural yang dikemukakan
oleh James A. Bank dalam dapat juga diterapkan dalam pendidikan multicultural di lingkungan
keluarga. Orang tua memberikan pengertian kepada anak bahwa semua manusia adalah baik .
Strategi lainnya menurut Hardiyana dalam adalah pendidikan multikultural dapat diterapkan
dalam kehidupan keluarga dengan cara memberikan pendidikan anak sejak dini mengenai
perbedaan budaya. Salah satu caranya adalah dengan mengenalkan asal-usul orang tua yang
berbeda suku dan bahasa. Oleh karena itu, akvitas yang riil dan konkret dapat dilakukan orang
tua dengan cara pendidikan dan pengasuhan berbasis keragaman budaya.

Anda mungkin juga menyukai