Multikulturalisme Dan Relevansi Pendidikan Islam
Multikulturalisme Dan Relevansi Pendidikan Islam
Multikulturalisme Dan Relevansi Pendidikan Islam
A. Pendahuluan
Pendidikan adalah rancangan kegiatan yang paling banyak berpengaruh
terhadap perubahan perilaku seseorang dan masyarakat. Pendidikan merupakan
model rekayasa sosial yang paling efektif untuk menyiapkan suatu bentuk
masyarakat masa depan yang lebih maju dan bisa menghadapi tantangan. Oleh
karena itu, konsep penyusunan pendidikan Islam secara benar akan merupakan
sumbangan yang cukup berarti tidak saja bagi penyiapan suatu tata kehidupan
umat Islam, akan tetapi juga bagi penyiapan masyarakat bangsa dimasa depan
secara lebih baik. Namun, suatu konsep pendidikan Islam yang menjanjikan masa
depan seperti tersebut di atas tampaknya sulit kita temukan di lapangan. Usaha
untuk merumuskan konsep pendidikan Islam sebagaimana yang dimaksud diatas
ternyata tidak mudah dan selalu ada hambatan untuk melaksanakannya.
Menurut K.H. Abdul Wahid Hasyim hambatan tersebut ialah tumbuhnya
suatu “Ideologi Ilmiah”. Ideologi ilmiah inilah yang kemudian mengontrol dan
mengawasi secara ketat seluruh aktifitas pendidikan dan juga dakwah Islam. Hal
ini tampak pada aktivitas pendidikan Islam sebagai semacam indoktrinasi
pendidik sehingga peserta didik berpendapat, berpikir dan bertindak sebagaimana
si pendidik. Menurut Fazlur Rahman, adanya perdebatan ideologi ilmiah
merupakan situasi dilematis dan kontroversial yang tidak saja menjauhkan
Muslim dari ilmu, akan tetapi juga dari Al-Qur‟an. Akibatnya, potensi pemikiran
kritis dari peserta didik yang seharusnya menjadi orientasi utama proses belajar-
mengajar tidak berkembang .
Pendidikan Islam seharusnya dapat memperhatikan potensi yang ada
pada diri masing-masing peserta didik untuk dikembangkan dan akhirnya dapat
menjadi generasi yang mempunyai kualitas pribadi yang kritis, kreatif dan
mandiri ditengah perubahan sosial yang semakin panas dan penuh dengan
tantangan. Sehinga nantinya akan terjadi proses humanisasi dalam pendidikan
Islam dan bukannya dehumanisasi (meminjam istilah Paolo Freire).
B. Pembahasan
1. Multikulturalisme
a. Pengertian Multikulturalisme
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Pengertian
kebudayaan menurut para ahli sangat beragam, namun dalam konteks ini
kebudayaan dilihat dalam perspektif fungsinya sebagai pedoman bagi
kehidupan manusia. Dalam konteks perspektif kebudayaan tersebut, maka
multikulturalisme adalah ideologi yang dapat menjadi alat atau wahana
untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiannya.
Multikulturalisme/keragaman adalah sebuah ideologi dan sebuah
alat untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaan nya. Untuk
memahami multikulturalisme di pererlukan landasan pengetahuan yag
berupa bangunan konsep-konsep yang relavan yang mendukung
keberadaan serta berfungsinya multikulturalisme dalam kehidupan
manusia. Bangunan konsep-konsep ini harus di komunikasikan di antara
para ahli yang memiliki perhatian ilmiah yang sama tentang
multikulturalisme sehingga terdapat kesamaan pemahaman dan saling
mendukung dalam mempejuangkan ideoogi ini.1
Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme, antara
lain demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersaan
dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan,
kebudayaan suku bangsa,keyakinan keagamaan, ungkapan budaya, domain
privat dan publik, HAM, hak budaya komunitas, dan konsep-konsep
lainnya yang relavan Sebagai sebuah ideologi, multikulturalisme terserap
dalam berbagai interaksi yang ada dalam berbagai struktur kegiatan
kehidupan manusia yang tercakup dalam kehidupan sosial, kehidupan
ekonomi dan bisnis, dan kehidupan politik, dan berbagai kegiatan lainnya
di dalam masyarakat yang bersangkutan. Interaksi tersebut berakibat pada
terjadinya perbedaan pemahaman tentang multikulturalisme. Lebih jauh,
1
Sudarwan Danim, 2004. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka Setia., hal.
16
perbedaan ini berimplikasi pada perbedaan sikap dan perilaku dalam
menghadapi kondisi multikultural masyarakat. Sebagai sebuah ideologi,
multikulturalisme harus diperjuangkan, karena dibutuhkan sebagai
landasan bagi tegaknya demokrasi, hak asasi manusia dan kesejahteraan
hidup masyarakatnya.2
Adapun beberapa teori tentang pendidikan multikulturalisme
menurut beberapa tokoh seperti:
1) Menurut Abraham A.Maslow dalam Theory of Human Motivation,
bahwa salah satu kebutuhan dasar manusia (basic needs)
adalahpengakuan atau penghargaan. Pengingkara masyarakat terhdap
kebutuhan untuk di akui merupakan akar dari ketimpangan di berbagai
bidang kehidupan. Multikulturalisme adalah sebuah ideoogi dan
sebuah alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan
kemanusiannya. Maka, konsep kebudayaan harus di lihat dalam
perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia.
2) Sleeter mengemukakan bahwa pendidikan multikultural adalah
sekumpulan proses yang dilakukan oleh sekolah untuk menentang
kelompok yang menindas.Pengertian-pengertian ini tidak sesuai
dengan konteks pendidikan di Indonesia karena Indonesia memiliki
konteks budaya yang berbeda dari Amerika Serikat walaupun
keduanya memiliki bangsa dengan multi-kebudayaan.Pendidikan
multikultural berasal dari dua kata pendidikan dan multikultural.
Pendidikan merupakan proses pengembangan sikap dan tata laku
seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui pengajaran, pelatihan, proses, perbuatan dan cara-
cara yang mendidik. Disisi lain Pendidikan adalah Transfer of
knowledge atau memindah ilmu pengetahuan.3
3) Ainul yakin mengemukakan bahwa pendidikan multikultural adalah
strategi pendidikan yang di aplikasikan pada semua jenis mata
2
Nanang Fattah, 2009. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya., hal. 11
3
Hasbullah. 2012. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo., hal. 17
pelajaran dengan cara dengan menggunakan perbedaan-perbedaan
kultural yang ada pada peert didik seperti pebedaan etnis,
agamabahasa, gender, kelas sosial, ras, kemmpuan dan umur agar
proses belajar menjadi efektif dan mudah. Pendidikan multikultural
sekaligus juga akan melatih dan membangun karakter peserta didik
agar mampu bersikap demokratis, humanis,dan prularis dalam
lingkungan mereka. Artinya peserta didik selain di harapkan dapat
dengan mudah memahami, menguasai dan mempunyai kopetensi yang
baik terhadap mata pelajaran yang di ajarkan tenanga pendidikan,
peseta didik juga di harapkan mampu untuk selalu bersikap dan
menerapkan nilai-nilai demokratis, humanisme dan pluralisme di
sekolah ataupun di luar sekolah.
4) Gibson mengemukakan bahwa pendidikan multikulturalisme adalah
ebuah proses di mana individu mengembangkan cara-cara
mempersiapkan, mengevaluasi, berprilaku dalam sistem kebudayaan
sendiri. Peserta didik sangat penting memiliki kemampuan untuk
dapat hidup dalam keragaman4
5) Menurut Jemes Banks, bahwa pendidikan multikultural memiiki
beberapa definisi yang saling berkitan satu sama lain, yaitu: pertama,
content integration, yaitu mengintegrasikan beberapa budaya baik
teori maupun realisasi dalam mata pelajaran atau disiplin ilmu. Kedua,
the knowlwdge construction proses, yaitu membawa peseta didik
untuk memahami implikasi budaya ke dalam sebuah mata peajaran
(disiplin). Ketiga, an quality paedagogy, yaitu menyesuaikan metode
pengjaran degan cara belajar peserta didik dalam angka memfasilitasi
prestasi akademik peserta didik yang beragam baik dari segi ras,
budaya ,agama ataupun sosial. Dan keempat, prejudice reduction,
yaitu mengidentifikikan karakteristik ras peserta didik dan
menentukan metode pengajaran mereka
4
Nanang Fattah, 2009. Ekonomi,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,., hal. 17
6) Banks Meyakini bahwa pndidikan multikultural merupakan suatu
rangkaian kepercayaan (set of beliefs) dan penjelasan yang mengakui
dan menilai pentingya keragaman budaya dan etnis di dalam bentuk
gaya hidup pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan
pendidikan dari individu, kelompok maupun Negara.5
Konsep pendidikan multikultural di negara-negara yang menganut
konsep demokratis seperti Amerika Serikat dan Kanada, bukan hal baru
lagi. Mereka telah melaksanakan nya, khususnya dalam upaya
melenyapkan rasial antara orang kulit putih dan kulit hitam, yang
bertujuan memajukan dan memelihara integritas nasional. Berbagai model
pendidikan multikultural diterapkan di sekolah-sekolah Amerika Serikat
serta hasilnya pun dievaluasi. Di Indonesia, pendidikan multikultural
relatif baru dikenal sebagai suatu pendekatan yang dianggap lebih sesuai
bagi masyarakat Indonesia yang heterogen, terlebih pada masa otonomi
dan desentralisasi yang baru dilaksanakan. Pendidikan multikultural yang
dikembangkan di Indonesia sejalan dengan pengembangandemokrasi
yangdijalankan sebagai counter terhadap kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah.
Apabila hal itu dilaksanakan dengan tidak berhati-hati justru akan
menjerumuskan kita ke dalam perpecahan nasional. Indonesia merupakan
bangsa majemuk dan multikultural, yang terdiri dariribuan pulau dengan
latar belakang ratusan suku bangsa, budaya, bahasa, agama, dan
kepercayaan yang terbingkai dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Pluralisme dan multikulturalisme yang melekat pada bangsa
Indonesia merupakanpotensi dan beban sekaligus.6
Secara historis pendidikan multikultural muncul pada
lembagalembaga pendidikan tertentu di wilayah amerika yang pada
awalnya di warnai oleh sistem pendidikan yang mendukung diskriminasi
etnis, kemudian belakang hari mendapat perhatian srius oleh pemerintah.
5
Nanang Fattah, 2009. Ekonomi,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,., hal. 18
6
Sudarwan Danim, 2004. Ekonomi Sumber,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,., hal. 20
Pendidikan multikultural sendiri merupakan strategi pembelajaran yang
menjadikan latar belakang budaya siswa yang bermacam-macam digunkan
seebagai usaha untuk meningkatkan pembelajaran siswa di kelas dan
lingkungannya.
Di satu pihak, kemajemukan yang dimiliki dapat merupakan
kekayaan bangsa sebagai negara besar dan kuat. Namun demikian, dipihak
lain, kemajemukan dan perbedaan dapat menjadi faktor di sintegratif bagi
keutuhan bangsa. Untuk itulah, sudah barang tentu, kekayaan bangsa yang
berupa kemajemukan dan perbedaan latar belakang perlu ditata, dikelola,
atau di-managesecara baik, tepat, proporsional, agar tetap terintegrasi
dalam NKRI.7
b. Konsep Pendidikan Multikulturalisme Untuk AUD
Pada dasarnya, hakekat pendidikan anak usia dini adalah periode
pendidikan yang sangat menentukan perkembangan dan arah masa depan
seorang anak sebab pendidikan yang dimulai dari usia dini akan membekas
dengan baik jika pada masa perkembangannya dilalui dengan suasana
yang baik, harmonis, serasi, dan menyenangkan. Pendidikan anak usia dini
merupakan dasar dari pendidikan anak selanjutnya yang penuh dengan
tantangan dan berbagai permasalahan yang dihadapi anak.
Pendidikan multikultural (Multicultural education) merupakan
respon terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana
tuntutan persamaan bagi setiap kelompok.8
Sedangkan secara luas pendidikan multikultual mencangkup
seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti gender,
etnis, ras, budaya,sastra sosial dan agama.
Pendidikan multikultural merupakan proses perkembangan sikap
dan tata laku seorang atau sekelompok orang dalam usaha dalam
mendewasakan manusia melalui upaya penjajaran, pelatihan, proses,
7
Sudarwan Danim, 2004. Ekonomi Sumber,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,., hal. 21
8
Sudarwan Danim, 2004. Ekonomi Sumber,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,., hal. 26
perbutan dan cara-cara mendidik yang menghargai pluralitas dan
heterogenitas secara humanistik.
Bentuk pendidikan multikultural yang terjadi pada pendidikan anak
usia dini pada prinsipnya merupakan sebuah jalan baik untuk dapat
memperkenalkan dan menumbuh kembangkan nilai keberagaman, budaya
dalam kehidupan. Sejak dinilah harus diterapkan atau memperkenalkan
anak akan keberagaman budaya, sosial dan lainnya. Prinsipnya dalam
suatu masyarakat yang baru dan demokratis maka pendidikan multikultural
menempati tempat yang sangat sentral di dalam pembinaan generasi
Indonesia baru. Maka dari itu, pelaksanaan pendidikan multikultural
melalui pengembangan pendidikan multikultural dilakukan dengan
transformasi kebudayaan dalam proses pendidikan.9
Kebudayaan yang ada akan termanifestasi dengan baik kepada anak
bila nilai-nilai luhur dari budaya tersebut dapat diserap oleh anak melalui
pembelajaran dan proses pendidikan yang dirasakan oleh anak. maka dari
itu, pendidikan multikultur yang diterapkan pada anak usia dini dipandang
sangat perlu untuk mencipatakan generasi ke depan yang lebih berakhlak
dan toleran.
Pentingnya pendidikan anak usia dini dan menentukan bagi sejarah
perkembangan anak selanjutnya, sebab pendidikan anak usia
dinimerupakan fondasi bagi dasar kepribadian anak. Anak yang
mendapatkan pembinaan sejak usia dini akan dapat meningkatkan
kesehatan dan sejarah teraan fisik dan mental, yang itu akan berdampak
pada peningakatan prestasi belajar, etos kerja dan produktivitas. Pada
akhirnya anak akan lebih mampu untuk mandiri dan mengoktimalkan
potensi yang di miliki.10
Pendidikan Multikultural juga senada dengan tujuan agama yang
berbunyi: “ Tujuan umum syari’ah Islam adalah mewujudkan kepentingan
9
Abdul Kadir, 2012. Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.,
hal. 15
10
Made Pidarta, 2013. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta., hal. 11
umum melalui perlindungan dan jaminan kebutuhan-kebutuhan dasar (al-
daruriyyah) serta pemenuhan kepentingan (al-hajiyyat) dan penghiasan
(tahsiniyyah) mereka.” Dari konsep inilah kemudian tercipta sebuah
konsep al-daruriyyah al-khamsah (lima dasar kebutuhan manusia), yang
meliputi jiwa (al-nafs), akal (al-aql), kehormatan (al-‘irdh), harta benda
(al-mal), dan agama (al-din).11
Sebagaimana dikemukakan Abu Ishak al-Syatibi, dalam kutipan
Saidani dengan perincian sebagai berikut.
a. Memelihara Agama
Agama sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap manusia,
supaya derajatnya terangkat dan memenuhi hajat jiwanya. Agama
Islam harus terpelihara dari ancaman orang yang akan merusak
akidah, syari’ah dan akhlak atu mencampuradukkan ajaran agama
Islam dengan faham atau aliran yang batil. Agama Islammemberikan
perlindungan kepada pemeluk agama lain untuk menjalankan agama
sesuai dengan keyakinannya dan tidak memaksakan pemeluk agama
lain meninggalkan agamanya untuk memeluk Islam (QS. 2: 256).
b. Memelihara Jiwa
Jiwa harus dilindungi, untuk itu hukum Islam wajib
memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan hidupnya,
dan dilarang melakukan sesuatu yang dapat menghilangkan jiwa
manusia dan melindungi berbagai sarana yang digunakan oleh
manusia untuk mempertahankan kemaslahatan hidupnya.12
c. Memelihara akal
Memelihara akal adalah wajib hukumnya bagi seseorang,
karena akal mempunyai peranan sangat penting dalam hidup dan
kehidupan manusia. Dengan akal, manusia dapat mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Seseorang tidak akan mampu
menjalankan hukum Islam dengan baik dan benar tanpa menggunakan
11
Sudarwan Danim, 2004. Ekonomi Sumber,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,., hal. 28
12
Made Pidarta, 2013. Landasan,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,., hal. 15
akal yang sehat. Oleh karena itu Islam melarang orang meminum-
minuman khamr39, karena akan merusak akal. Sebagaimana
dijelaskan dalam QS. Al-Maidah: 90.
d. Memelihara Keturunan
Dalam Islam, memelihara keturunan hal yang sangat penting.
Untuk itu harus ada perkawinan yang dilakukan secara sah menurut
ketentuan yang berlaku yang ada dalam al-Qur’an dan sunnah nabi
dan dilarang melakukan perbuatan Zina. Hukum kekeluargaan dan
kewarisan Islam dalam al-Qur’an merupakan hukum yang erat
kaitannya dengan pemurnian keturunan dan pemeliharaan keturunan.
Pemeliharaan keturunan berkaitan dengan perkawinan dan kewarisan
disebutkan secara rinci dan tegas misalnya larangan-larangan
perkawinan (QS. An-Nisa ayat 23) dan larangan berzina (QS. Al-Isra
ayat 32).13
e. Memelihara Harta
Menurut hukum Islam, harta merupakan pemberian Allah
kepada manusia untuk kesejahteraan hidup dan kehidupannya, untuk
itu manusia sebagai khalifah (human duties) Allah di muka bumi
diberi amanah untuk menglola alam ini sesuai kemampuan yang
dimilikinya, dilindungi haknya untuk memperoleh harta dengan cara
yang halal, sah menurut hukum dan benar menurut ukuran moral, dan
dipergunakan secara sosial.
Menjamin keamanan dari kebutuhan-kebutuhan hidup
merupakan tujuan pertama dan utama dari pendidikan Islam. Dalam
kehidupan manusia, ini merupakan hal penting, sehingga tidak bisa
dipisahkan. Apabila kebutuhan ini tidak terjamin, akan terjadi
kekacauan di mana-mana.
Kelima kebutuhan yang primer ini disebut dengan istilah Al-
Daruriyat al-Khamsah atau dalam kepustakaan hukum Islam disebut
dengan istilah al-Maqasid alKhamsah, yaitu: agama, jiwa, akal
13
Made Pidarta, 2013. Landasan,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,., hal. 17
pikiran, keturunan, dan hak milik. Jika diperhatikan dengan seksama,
tujuan pendidikan Islam ditetapkan oleh Allah untuk memenuhi
keperluan hidup manusia itu sendiri, baik keperluan primer (al-
maqasidu al-khamsah), sekunder (hajiyat) , dan tertier (tahsinat).14
Oleh karena itu, apabila seorang muslim mengikuti ketentuan-
ketentuan yang ditetapkan Allah, maka ia akan selamat baik di dunia
maupun di akhirat. Beberapa keterangan mengenai tujuan pendidikan
Islam di atas sesuai dengan tujuan pendidikan multicultural, yaitu
untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dalam masyarakat yang
serba majemuk.
2. Relevansi Pendidikan Multikultural dengan Tujuan Pendidikan Islam
Hampir semua orang dikenai pendidikan dan melaksanakan
pendidikan. Sebab pendidikan tidak pernah terpisahkan dengan kehidupan
manusia. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala
anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga, mereka juga akan mendidik
anak-anaknya. Begitu pula di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan
mahasiswa dididik oleh guru dan dosen. Pendidikan adalah khas milik dan alat
manusia, tidak ada makhluk lain yang membutuhkan pendidikan.
Pendidikan pada dasarnya adalah upaya melestarikan nilai-nilai
budaya dalam masyarakat. Manusia sebagai masukan utama dalam pendidikan
secara psikologis adalah makhluk yang mampu berpikir, bersikap, dan
memiliki potensi. Maka keluaran yang harus dicapai adalah manusia dengan
kemandirian yang meliputi kemampuan memahami diri, mengarahkan diri, dan
beradaptasi dengan lingkungan dimana pun dia berada. Sekolah sebagai
lembaga fungsional yang dititipi oleh masyaarakat untuk melakukan fungsi
pengembangan potensi individu untuk mencapai cita-cita dan melestarikan
niali-nilai budaya mendapat masukan besar dari masyarakat.15
Dalam hal ini masyarakat bukan hanya memberikan masukan berupa
peserta didik, tapi juga sumber daya lain yang dibutuhkan untuk menjalankan
14
Suparlan Suhartono, 2009. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media., hal. 14
15
Made Pidarta, 2013. Landasan,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,., hal. 22
tugas dan tanggung jawab sekolah. Baik masukan secara moril berupa
dukungan, penerimaan, partisipasi, dan sebagainya. Maupun masukan secara
materil berupa bantuan pembiayaan, sarana dan prasarana, dan lain sebagainya.
Tujuan pendidikan yang dijalankan oleh sekolah harus memiliki relevansi
dengan kehidupan masyarakat. Yang dimaksud relevansi di sini adalah sekolah
memiliki tujuan yang mengacu pada kebutuhan dan mampu memberdayakan
masyarakat sekitar secara optimal.16
a. Pengertian Relevansi Pendidikan
Relevansi pendidikan merupakan kesesuaian antara pendidikan
dengan perkembangan di masyarakat. Misalnya: Lembaga pendidikan
tidak dapat mencetak lulusan yang siap pakai. tidak adanya kesesuaian
antara output (lulusan) pendidikan dengan tuntutan perkembangan
ekonomi. Masalah relevansi ini pada prinsipnya cukup mendasar. Dalam
kondisi sekarang ini sangat dibutuhkan output pendidikan yang sesuai
dengan tuntutan masyarakat terutama dalam hubungannya dengan
persiapan kerja.
Upaya peningkatan relevansi dalam sistem pendidikan bertujuan
agar hasil pendidikan sesuai dengan kebutuhan peserta didik, dalam artian
proses pendidikan dapat memberikan dampak pemenuhan kebutuhan
peserta didik, baik kebutuhan kerja, kehidupan dimasyarakat, dan
melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi.
Relevansi berkenaan dengan rasio antara tamatan yang dihasilkan
satuan pendidikan dengan yang diharapkan satuan pendidikan di atasnya
atau indtitusi yang membutuhkan tenaga kerja, baik secara kuantitatif
maupun secara kualitatif. Masalah relevansi terlihat dari banyaknya
lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap secara kemampuan
kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya.
Masalah relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan
pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang
16
Ace Suryadi, 1999. Pendidikan Investasi SDM dan Pembangunan. Balai Pustaka:
Jakarta., hal. 21
belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. Yaitu masalah yang
berhubungan dengan relevansi (kesesuaian) pemilikan pengetahuan,
keterampilan dan sikap lulusan suatu sekolah dengan kebutuhan
masyarakat (kebutuhan tenaga kerja). Contoh: adanya kasus perusahaan-
perusahaan yang masih harus mengeluarkan dana untuk pendidikan atau
pelatihan bagi calon karyawannya, karena mereka dinilai belum memiliki
ketrampilan kerja seperti yang diharapkan. Relevan berarti bersangkut
paut, kait mengait, dan berguna secara langsung.17
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia
untuk pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan
seirama dengan tuntunan zaman. Perkembangan zaman selalu
memunculkan tantangan-tantangan baru yang sebagainya sering tidak
diramalkan sebelumnya.18
Relevansi pendidikan adalah sejauh mana system pendidikan
dapat menghasilkan iuran yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan,
yaitu masalah-masalah seperti yang digambarkan dalam rumusan tujuan
pendidikan nasional. Pendidikan diharapkan dapat mengisi semua sektor
pembangunan yang beraneka ragam seperti sektor produksi maka relevansi
pendidikan dianggap tinggi. Relevansi pendidikan dapat dilihat dengan
mengikuti alur input-proses-output. Masukan (input) dalam komposisi
tertentu yang diproses dengan metode tertentu akan membuahkan dua
macam hasil, yaitu hasil jangka pendek (output) dan hasil jangka panjang
(outcome).
1) Input pendidikan terdiri atas kurikulum, siswa/ peserta didik, guru/
tenaga pendidik, sarana-prasarana, dana, dan masukan lain.
2) Proses pendidikan meliputi seluruh proses pembelajaran yang terjadi
sebagai bentuk interaksi dari berbagai input pendidikan.
3) Hasil pendidikan (output) mencakup antara lain kemampuan peserta
didik, yang dapat diukur melalui prestasi belajar siswa.
17
Irwan Abdullah, 2006, Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan, Yogyakarta: Pustaka,
hal. 19
18
Suparlan Suhartono, 2009. Filsafat,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,., hal. 18
4) Outcome pendidikan antara lain peningkatan mutu lulusan, yang dapat
dilihat antara lain melalui jumlah lulusan yang melanjutkan ke jenjang
pendidikan berikutnya dan jumlah lulusan yang dapat bekerja. Dengan
demikian, mutu input dan mutu proses merupakan faktor penentu
mutu hasil, baik yang berupa hasil jangka pendek maupun hasil jangka
panjang.
Beberapa faktor yang berkenaan dengan input pendidikan dapat
dikelompokkan kedalam faktor rumah atau keluarga, faktor sekolah, dan
faktor siswa. Diantara ketiganya, sekolah merupakan komponen input
yang paling erat hubungannya dengan kebijakan pendidikan.19
b. Relevansi Pendidikan dengan Perkembangan Ekonomi
Peranan ekonomi dalam dunia pendidikan cukup menentukan,
tetapi buka pemegang peranan utama. Memang benar dalam dunia modern
ini lebih-lebih pada zaman sekarang, hampir semuanya dikendalikan oleh
uang. Sehingga tidak mengherankan kalau tujuan kebanyakan orang
bersekolah adalah agar bisa mencari uang atau meningkatkan penghasilan.
Akibatnya masyarakat yang hidupnya untuk mencari uang menjadi super
sibuk dalam urusan bisnis. Situasi seperti ini tampak sekali di kota-kota
besar.
Pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas. Pendidikan merupakan suatu faktor kebutuhan dasar untuk
setiap manusia sehingga upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, karena
melalui pendidikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dapat
diwujudkan. Pendidikan mempengaruhi secara penuh pertumbuhan
ekonomi suatu Negara. Hal ini bukan saja karena pendidikan akan
berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi juga akan berpengaruh fertilitas
masyarakat. Pendidikan dapat menjadikan sumber daya manusia lebih
19
Suparlan Suhartono, 2009. Filsafat,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,., hal. 21
cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan dan pembangunan
suatu Negara.20
Hampir semua negara berkembang menghadapi masalah kualitas
dan kuantitas sumber daya manusia yang diakibatkan oleh rendahnya mutu
pendidikan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya tingkat melek huruf yang
rendah, pemerataan pendidikan yang rendah, serta standar proses
pendidikan yang relatif kurang memenuhi syarat.
Padahal kita tahu, bahwa pendidikan merupakan suatu pintu
untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk itu
peningkatan kualitas sumber daya manusia mutlak harus dilakukan.
Karena dengan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas dapat
memberikan multiplier effect terhadap pembangunan suatu negara,
khsususnya pembangunan bidang ekonomi.
Isu mengenai sumber daya manusia (human capital) sebagai input
pembangunan ekonomi sebenarnya telah dimunculkan oleh Adam Smith
pada tahun 1776, yang mencoba menjelaskan penyebab kesejahteraan
suatu negara, dengan mengisolasi dua faktor, yaitu; 1) pentingnya skala
ekonomi; dan 2) pembentukan keahlian dan kualitas manusia. Faktor yang
kedua inilah yang sampai saat ini telah menjadi isu utama tentang
pentingnya pendidikan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.21
Pemerintah mempuayai peran aktif dalam rangka meningkatkan
kualitas pendidikan agar SDM yang dihasilkan dapat menjadi sumber
untuk pembangunan negara maupan daerah, dan salah satu usaha
pemerintah untuk memajukan pendidikan yaitu dengan mencanangkan
program wajib belajar sembilan tahun. Hal ini diatur dalam undang-
undang, yaitu Undang-Undang No. 20 tahun 2003 yang menyatakan
bahwa setiap warga negara yang berusia 7 sampai dengan 15 tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar. Hubungan investasi sumber daya manusia
(pendidikan) dengan pertumbuhan ekonomi merupakan dua mata rantai.
20
Abuddinnata, 2010, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana., hal. 11
21
Suparlan Suhartono, 2009. Filsafat,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,., hal. 24
Namun demikian, pertumbuhan tidak akan bisa tumbuh dengan baik
walaupun peningkatan mutu pendidikan atau mutu sumber daya manusia
dilakukan, jika tidak ada program yang jelas tentang peningkatan mutu
pendidikan dan program ekonomi yang jelas.
Perhatian terhadap faktor manusia menjadi sentral akhir-akhir ini
berkaitan dengan perkembangan dalam ilmu ekonomi pembangunan dan
sosiologi. Para ahli di kedua bidang tersebut umumnya sepakat pada satu
hal yakni modal manusia berperan secara signifikan, bahkan lebih penting
daripada faktor teknologi, dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Modal
manusia tersebut tidak hanya menyangkut kuantitas, tetapi yang jauh lebih
penting adalah dari segi kualitas.
Karena itu, investasi di bidang pendidikan tidak saja berfaedah
bagi perorangan, tetapi juga bagi komunitas bisnis dan masyarakat umum.
Pencapaian pendidikan pada semua level niscaya akan meningkatkan
pendapatan dan produktivitas masyarakat. Pendidikan merupakan jalan
menuju kemajuan dan pencapaian kesejahteraan sosial dan ekonomi.
Sedangkan kegagalan membangun pendidikan akan melahirkan berbagai
problem krusial: pengangguran, kriminalitas, penyalahgunaan narkoba,
dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi
pemerintah.22
Lalu pertanyaannya, apakah ukuran yang dapat menentukan
kualitas manusia? Ada berbagai aspek yang dapat menjelaskan hal ini
seperti aspek kesehatan, pendidikan, kebebasan berbicara dan lain
sebagainya. Di antara berbagai aspek ini, pendidikan dianggap memiliki
peranan paling penting dalam menentukan kualitas manusia. Lewat
pendidikan, manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan, dan dengan
pengetahuannya manusia diharapkan dapat membangun keberadaan
hidupnya dengan lebih baik.
22
Achmadi, 2004, Idiologi Pendidikan Islam: Paradigma Humanisme Teosentrisme,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar., hal. 11
Dari berbagai studi tersebut sangat jelas dapat disimpulkan bahwa
pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi melalui
berkembangnya kesempatan untuk meningkatkan kesehatan, pengetahuan,
dan ketarmpilan, keahlian, serta wawasan mereka agar mampu lebih
bekerja secara produktif, baik secara perorangan maupun kelompok.
Implikasinya, semakin tinggi pendidikan, hidup manusia akan semakin
berkualitas. Dalam kaitannya dengan perekonomian secara umum
(nasional), semakin tinggi kualitas hidup suatu bangsa, semakin tinggi
tingkat pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa tersebut.23
c. Relevansi Pendidikan dengan Perkembangan Budaya
Pendidikan secara praktis tak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai
budaya. Dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan sendiri, secara
proses mantransfernya yang paling efektif dengan cara pendidikan.
Keduanya sangat erat sekali hubungannya karena saling melengkapi dan
mendukung antara satu sama lainnya. Tujuan pendidikan pun adalah
melestarikan dan selalu meningkatkan kebudayaan itu sendiri, dengan
adanya pendidikanlah kita bisa mentransfer kebudayaan itu sendiri dari
generasi ke generasi selanjutnya. Dan juga kita sebagai masyarakat
mencita-citakan terwujudnya masyarakat dan kebudayaan yang lebih baik
ke depannya, maka sudah dengan sendirinya pendidikan kita pun harus
lebih baik lagi.
Kebudayaan sebagai hasil budi manusia, dalam hal berbagai
bentuk dan menifestasinya, dikenal sepanjang sejarah sebagai milik
manusia yang tidak kaku, melainkan selalu berkembang dan berubah dan
membina manusia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
kultural dan tantangan zaman tradisional untuk memasuki zaman modern.
Manusia sebagai mahluk berakal dan berbudaya selalu berupaya untuk
mengadakan perubahan-perubahan. Dengan sifatnya yang kreatif dan
dinamis manusia terus berevolusi meningkatkan kualitas hidup yang
23
M. Athiyah Al Abrasy, 1979, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (terj.) Bustami A.
Gani, Jakarta: Bulan Bintang., hal. 14
semakin terus maju, ketika alamlah yang mengendalikan manusia dengan
sifatnya yang tidak iddle cuiriousity (rasa keinginan tahuan yang terus
berkembang) makin lama daya rasa, cipta dan karsanya telah dapat
mengubah alam menjadi sesuatu yang berguna, maka alamlah yang
dikendalikan oleh manusia. Kebudayaan merupakan karya manusia yang
mencakup diantaranya filsafat, kesenian, kesusastraan, agama, penafsiran
dan penilaian mengenai lingkungan.24
Menurut Sahiq Sama’an dalam al-Syaibany (1979) pendidikan
adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik-pendidik dan filosofis untuk
menerangkan, menyelaraskan, mengecam dan merubah proses pendidikan
dengan persoalan-persoalan kebudayaan dan unsur-unsur yang
bertentangan didalamnya. Dilihat dari sudut pandang individu, pendidikan
merupakan usaha untuk menimbang dan menghubungkan potensi individu.
Adapun dari sudut pandang kemasyarakatan, pendidikan merupakan usaha
pewarisan nilai-nilai budaya dari generasi tua kepada generasi muda, agar
nilai-nilai budaya tersebut tetap terpelihara. Maka sudah jelas bahwa
pendidikan dan kebudayaan sangat erat sekali hubungan karena keduanya
berkesinambungan, keduanya saling mendukung satu sama lainnya.
Dalam konteks ini dapat dilihat hubungan antara pendidikan
dengan tradisi budaya serta kepribadian suatu masyarakat betapapun
sederhananya masyarakat tersebut. Hal ini dapat dilihat bahwa tradisi
sebagai muatan budaya senantiasa terlestarikan dalam setiap masyarakat,
dari generasi ke generasi. Hubungan ini tentunya hanya akan mungkin
terjadi bila para pendukung nilai tersebut dapat menuliskannya kepada
generasi mudanya sebagai generasi penerus. Transfer nilai-nilai budaya
dimiliki paling efektif adalah melalui proses pendidikan. Dalam
masyarakat modern proses pendidikan tersebut didasarkan pada program
pendidikan secara formal. Oleh sebab itu dalam penyelenggarannya
dibentuk kelembagaan pendidikan formal.25
24
Suparlan Suhartono, 2009. Filsafat,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,., hal. 28
25
M. Athiyah Al Abrasy, 1979, Dasar-Dasar,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,., hal. 18
Seperti dikemukakan Hasan Langgulung bahwa pendidikan
mencakup dua kepentingan utama, yaitu pengembangan potensi individu
dan pewarisan nilai-nilai budaya. Maka sudah jelas sekali bahwa kedua hal
tersebut pendidikan dan kebudayaan berkaitan erat dengan pandangan
hidup suatu masyarakat atau bangsa itu masing-masing, kedua hal tersebut
tidak dapat dipisahkan karena saling membutuhkan antara satu sama
lainnya. Pendidikan dalam hubungan dengan individu dan masyarakat,
akan tetapi dapat dilihat bagaimana garis hubung antara pendidikan dan
sumber daya manusia. Dari sudut pandangan individu pendidikan
merupakan usaha untuk mengembangkan potensi individu, sebaliknya dari
sudut pandang kemasyarakatan pendidikan adalah sebagai pewarisan nilai-
nilai budaya.
Dalam pandangan ini, pendidikan mengemban dua tugas utama,
yaitu peningkatan potensi individu dan pelestarian nilai-nilai budaya.
Manusia sebagai mahluk berbudaya, pada hakikatnya adalah pencipta
budaya itu sendiri. Budaya itu kemudian meningkatkan sejalan dengan
peningkatan potensi manusia pencipta budaya itu.26
d. Relevansi Pendidikan dengan Perkembangan IPTEK
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia sekarang
telah berlangsung dalam lintasan sejarah yang cukup panjang. Sejak
kurang lebih abad ke tiga sebelum Masehi, ilmu pengetahuan telah
berusaha dikembangkan oleh para filsuf Yunani kuno. Sedangkan
teknologi baru mulai sejak Zaman renaisance. Keberadaan ilmu
pengetahuan dan teknologi merupakan akibat langsung dari eksistensi
manusia yang kemudian membentuk historisitas pendidikan sejak lahir
sampai mati. Jadi, jika manusia tidak eksis dalam rentetan panjang
kependidikan, sesungguhnya ilmu pengetahuan dan teknologi tidak
mungkin ada. Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah suatu sistem
intelektual pemberdayaan manusia yang dihasilkan dari sistem kegiatan
26
M. Athiyah Al Abrasy, 1979, Dasar-Dasar,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,., hal. 19
pendidikan. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, segala perubahan
yang direncanakan oleh pendidikan dapat dikerjakan.27
Fakta membuktikan bahwa teknologi mampu mempraktikkan
teori ilmu dalam sistem perindustrian. Dengan perindustrian, dinamika
kehidupan manusia mengalami perubahan yang begitu cepat. Dengan
teknologi dan perindustrian, kini manusia seolah-olah bisa melakukan
semua hal sesuai dengan yang dikehendaki. Ada yang berpendapat bahwa
dengan teknologi dan industri, manusia semakin mampu untuk
membuktikan bahwa dirinya adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling
istimewa.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, ilmu pengetahuan dan
teknologi mendukung tanggungjawab untuk membudayakan eksistensi
kehidupan manusia. Artinya: dengan peralatan ilmu pengetahuan dan
teknologi, manusia semakin lebih berpeluang untuk menciptakan
perubahan-perubahan yang bermanfaat bagi kehidupan yang lebih
berkembang dan maju. Perkembangan di bidang ilmu pengetahuan
misalnya, telah mampu memberikan manusia paradigma-paradigma yang
baru. Sebagai contoh: dulunya manusia menganggap bahwa adalah
mustahil kita bisa sampai ke bulan, namun ternyata pada abad 20 karena
pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, orang bisa
merakit sebuah pesawat dan bisa sampai di bulan (pesawat Apollo yang
dikendarai Neil Amstrong dapat sampai ke bulan). Selain itu, dengan
teknologi, pendidikan mampu membuat perubahan; dan dengan
pendidikan, teknologi diharapakan mampu membuat kehidupan semakin
berkembang dan maju. Berkembang dan maju dalam arti bernilai kultural
manusiawi, sehingga segala kebutuhan hidup dapat lebih mudah dicukupi
dan dapat dimanfaatkan secara adil dan merata. Dengan pendidikan
teknologi, jalan menuju kesejahteraan umum semakin terbuka.
Dengan adanya teknologi, manusia mampu menciptakan berbagai
mesin dan alat-alat elektronik yang bisa menunjang pendidikan. Misalnya:
27
M. Athiyah Al Abrasy, 1979, Dasar-Dasar,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,., hal. 22
mesin foto copy, komputer, LCD, internet dan lainnya. Tentunya semua
sarana ini sangat memberikan sumbangan yang berarti bagi pendidikan
manusia sehingga pola pikir manusia bisa berkembang dan maju dalam
segala segi kehidupan manusia.28
Pendidikan yang relevan idealnya harus mampu melahirkan
manusia-masusia yang memiliki kompetisi sesuai dalam menjawab
tantangan dan kebutuhan di jamannya. Relevansi harus memiliki
pandangan secara futuristik. Misalnya, sekolah mengajarkan bahasa pada
setiap jenjang pendidikan sebab bahasa bersifat universal. Dimanapun kita
berada, media yang digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa.
Meskipun mungkin bahasa yang digunakan berbeda-beda sesuai dengan
tempat dan kebutuhan. Atau pelajaran berhitung yang mengajarkan
manusia membuat proyeksi untuk masa depannya. Maka pada tingkat
dasar anak diajarkan konsep dasar berhitung, dan kemudian dikembangkan
sesuai dengan tingkat, jenjang, kebutuhan dan kemampuan yang dimiliki.
Kemajemukan dan keragaman budaya adalah sebuah fenomena
yang tidak mungkin dihindari. Kita hidup di dalam keragaman budaya dan
merupakan bagian dari proses kemajemukan, aktif maupun pasif. Ia
menyusup dan menyangkut dalam setiap seluruh ruang kehidupan kita, tak
terkecuali juga dalam hal kepercayaan. Kemajemukan dilihat dari agama
yang dipeluk dan faham-faham keagamaan yang diikuti, oleh Tuhan juga
tidak dilihat sebagai bencana, tetapi justru diberi ruang untuk saling
bekerjasama agar tercipta suatu sinergi.29
Di samping itu, kita juga menghadapi kenyataan adanyaberbagai
agama dengan umatnya masing-masing, bahkan tidak hanya itu, kita pun
menghadapi –orang yang tidak beragama atau tidak bertuhan. Dalam
menghadapi kemajemukan seperti itu tentu saja kita tidak mungkin
mengambil sikap anti pluralisme. Kita harus belajar toleran tehadap
28
Burhan al Din Al Zarmuji, 1978, Ta‟limu al Muta‟allim Thariq al Ta‟allum, Kudus:
Menara Kudus., hal. 16
29
Qadri Azizy, 2002, Pendidikan (Agama) untuk Membangun Etika Sosial, Semarang:
Aneka Ilmu., hal. 18
kemajemukan. Kita dituntut untuk hidup di atas dasar dan semangat
pluralisme agama.
Tujuan pendidikan Islam bukan sebatas mengisi pikiran siswa
dengan ilmu pengetahuan dan materi pelajaran akan tetapi membersihkan
jiwanya yang harus diisi dengan akhlak dan nilai-nilai yang baik dan
dikondisikan supaya biasa menjalani hidup dengan baik
Dari tujuan pendidikan Islam tersebut, dapat disimpulkan bahwa
siswa diharapkan dapat menjadi manusia yang berakhlak mulia dan dapat
menghargai keragaman budaya di sekitarnya. Hal tersebut senada dengan
prinsip yang ada dalam pendidikan multicultural. Dalam literatur
pendidikan Islam, Islam sangat menaruh perhatian (concern) terhadap
segala budaya dan tradisi (‘urf) yang berlaku di kalangan umat manusia
dalam setiap waktu dan kondisi, baik yang bersifat umum atau hanya
berlaku dalam satu komonitas. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya
ketetapan-ketetapan dalam Islam yang berdasarkan ‘urf yang berlaku.
Sabda Rasulullah SAW yang dijadikan sebagai salah satu dalil dari bentuk
concern Islam terhadap ‘urf.30
C. Penutup
Konsep pendidikan multikultural di negara-negara yang menganut konsep
demokratis seperti Amerika Serikat dan Kanada, bukan hal baru lagi. Mereka
telah melaksanakan nya, khususnya dalam upaya melenyapkan rasial antara orang
kulit putih dan kulit hitam, yang bertujuan memajukan dan memelihara integritas
nasional. Berbagai model pendidikan multikultural diterapkan di sekolah-sekolah
Amerika Serikat serta hasilnya pun dievaluasi. Di Indonesia, pendidikan
multikultural relatif baru dikenal sebagai suatu pendekatan yang dianggap lebih
sesuai bagi masyarakat Indonesia yang heterogen, terlebih pada masa otonomi dan
desentralisasi yang baru dilaksanakan. Pendidikan multikultural yang
dikembangkan di Indonesia sejalan dengan pengembangan demokrasi yang
dijalankan sebagai counter terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah.
30
Azyumardi Azra, 2012, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi di Tengah
Tantangan Millenium III, Jakarta: Kencana., hal. 11
Pendidikan pada dasarnya adalah upaya melestarikan nilai-nilai budaya
dalam masyarakat. Manusia sebagai masukan utama dalam pendidikan secara
psikologis adalah makhluk yang mampu berpikir, bersikap, dan memiliki potensi.
Maka keluaran yang harus dicapai adalah manusia dengan kemandirian yang
meliputi kemampuan memahami diri, mengarahkan diri, dan beradaptasi dengan
lingkungan dimana pun dia berada. Sekolah sebagai lembaga fungsional yang
dititipi oleh masyaarakat untuk melakukan fungsi pengembangan potensi individu
untuk mencapai cita-cita dan melestarikan niali-nilai budaya mendapat masukan
besar dari masyarakat.
Dalam hal ini masyarakat bukan hanya memberikan masukan berupa
peserta didik, tapi juga sumber daya lain yang dibutuhkan untuk menjalankan
tugas dan tanggung jawab sekolah. Baik masukan secara moril berupa dukungan,
penerimaan, partisipasi, dan sebagainya. Maupun masukan secara materil berupa
bantuan pembiayaan, sarana dan prasarana, dan lain sebagainya. Tujuan
pendidikan yang dijalankan oleh sekolah harus memiliki relevansi dengan
kehidupan masyarakat. Yang dimaksud relevansi di sini adalah sekolah memiliki
tujuan yang mengacu pada kebutuhan dan mampu memberdayakan masyarakat
sekitar secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA