LP Cholelithiasis
LP Cholelithiasis
LP Cholelithiasis
Disusun Oleh :
Hillalia Nurseha
2110721107
b. Fisiologi empedu
Empedu adalah produk hati, merupakan cairan yang mengandung mucus,
mempunyai warna kuning kehijauan dan mempunyai reaksi basa. Komposisi
empedu adalah garam-garam empedu, pigmen empedu, kolesterol, lesitin, lemak
dan garam organic. Pigmen empedu terdiri dari bilirubin dan bilverdin. Pada saat
terjadinya kerusakan butiran-butiran darah merah terurai menjadi globin dan
bilirubin, sebagai pigmen yang tidak mempunyai unsur besi lagi.
Pembentukan bilirubin terjadi dalam system retikulorndotel di dalam
sumsum tulang, limpa dan hati. Bilirubin yang telah dibebaskan ke dalam
peredaran darah disebut hemobilirubin sedangkan bilirubin yang terdapat dalam
empsdu disebut kolebilirubin. Garam empedu dibentuk dalam hati, terdiri dari
natrium glikokolat dan natrium taurokolat. Garam empedu ini akan menyebabkan
kolesterol di dalam empedu dalam keadaan larutan.
Garam-garam empedu tersebut mempunyai sifat hirotropik. Garam empedu
meningkatkan kerja enzim-enzim yang berasal dari pancreas yaitu amylase tripsin
dan lipase. Garam empedu meningkatkan penyerapan meningkatkan penyerapan
baik lemak netral maupun asam lemak. Empedu dihasilkan oleh hati dan disimpan
dalam kandung empedu sebelum diskresi ke dalam usus.
Pada waktu terjadi pencernaan, otot lingkar kandung empedu dalam
keadaan relaksasi. Bersamaan dengan itu tekanan dalam kantong empedu akan
meningkat dan terjadi kontraksi pada kandung empedu sehingga cairan empedu
mengalir dan masuk ke dalam duodenum. Rangsangan terhadap saraf simpatis
mengakibatkan terjadinya kontraksi pada kandung empedu (Suratun, 2010).
2. Pengertian
Cholelitiasis adalah 90% batu kolesterol dengan komposisi kolesterol lebih
dari 50%, atau bentuk campuran 20-50% berunsurkan kolesterol dan predisposisi
dari batu kolesterol adalah orang dengan usia yang lebih dari 40 tahun, wanita,
obesitas, kehamilan, serta penurunan berat badan yang terlalu cepat. (Cahyono,
2014)
Cholelitiasis adalah terdapatnya batu di dalam kandung empedu yang
penyebab secara pasti belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi beberapa faktor
predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu dan infeksi yang terjadi pada
kandung empedu serta kolesterol yang berlebihan yang mengendap di dalam
kandung empedu tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti, faktor
hormonal selama proses kehamilan, dapat dikaitkan dengan lambatnya
pengosongan kandung empedu dan merupakan salah satu penyebab insiden
kolelitiasis yang tinggi, serta terjadinya infeksi atau radang empedu memberikan
peran dalam pembentukan batu empedu.(Rendi, 2012)
Cholelitiasis merupakan endapan satu atau lebih komponen diantaranya
empedu kolesterol, billirubin, garam, empedu, kalsium, protein, asam lemak, dan
fosfolipid. Batu empedu biasanya terbentuk dalam kantung empedu terdiri dari
unsur- unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memiliki
ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu yang tidak
lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidenya semakin sering
pada individu yang memiliki usia lebih diatas 40 tahun. setelah itu insiden
cholelitiasis atau batu empedu semakin meningkat hingga sampai pada suatu
tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun satu dari 3 orang akan
memiliki penyakit batu empedu, etiologi secara pastinya belum diketahui akan
tetapi ada faktor predisposisi yang penting diantaranya: gangguan metabolisme,
yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, adanya statis
empedu, dan infeksi atau radang pada empedu. Perubahan yang terjadi pada
komposisi empedu sangat mungkin menjadi faktor terpenting dalam terjadinya
pembentukan batu empedu karena hati penderita cholelitiasis kolesterol
mengekskresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang
berlebihan tersebut mengendap di dalam kandung empedu (dengan cara yang
belum diketahui secara pasti) untuk membentuk batu empedu, gangguan kontraksi
kandung empedu atau spasme spingterrodi, atau mungkin keduanya dapat
menyebabkan statis empedu dalam kandung empedu. Faktor hormon (hormon
kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan
kandung empedu, infeksi bakteri atau radang empedu dapat menjadi penyebab
terbentuknya batu empedu. Mukus dapat meningkatkan viskositas empedu dan
unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat pengendapan. Infeksi lebih
timbul akibat dari terbentuknya batu, dibanding penyebab terbentuknya
cholelitiasis. (Haryono, 2012)
3. Klasifikasi
Adapun klasifikasi dari batu empedu menurut (Suratun, 2010) adalah
sebagai berikut:
a. Batu kolestrol
Biasanya berukuran beasar, soliter, berstruktur bulat atau oval, berwarna
kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium dan pigmen. Kolesterol yang
merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air.
Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosofolipid)
dalam empedu. Pada klien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam
hati.
b. Batu pigmen
Terdiri atas garam kalsium dan salah satu dari anion (bilirubinat, karbonat,
fosfat, atau asam lemak rantai panjang). Batu-batu ini cenderung berukuran
kecil, multipel, dan berwarna hitam kecoklatan, batu pigmen berwarna coklat
berkaitan dengan infeksi empedu kronis (batu semacam inilebih jarang di
jumpai). Batu pigmen akan berbentuk bila pigmen tidak terkonjugasi dalam
empedu dan terjadi proses presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi batu.
Resiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada klien sirosis,
hemolisis, dan infeksi percabangan bilier.
4. Etiologi
Menurut Cahyono 2014 etiologi Cholelitiasis yaitu:
1. Supersaturasi kolesterol secara umum komposisi
Komposisi cairan empedu yang berpengaruh terhadap terbentuknya batu
tergantung keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin
tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan garam empedu akan
membuat keadaan didalam kandung empedu menjadi jenuh akan kolesterol
(Supersaturasi kolesterol).
2. Pembentukan inti kolesterol
Kolesterol diangkut oleh misel (gumpalan yang berisi fosfolipid, garam empedu
dan kolesterol). Apabila saturasi, Kolesterol lebih tinggi edulla akan diangkut
oleh vesikel yang mana vesikel dapat digambarkan sebagai sebuah lingkarandua
lapis. Apabila konsentrasi kolesterol banyak dan dapat diangkut, vesikel
memperbanyak lapisan lingkarannya, pada akhirnya dalam kandung empedu,
pengangkut kolesterol, baik misel maupun vesikel bergabung menjadi satu dan
dengan adanya protein musin akan membentuk kristal kolesterol, kristal kolesterol
terfragmentasi pada akhirnya akan dilem atau disatukan.
3. Penurunan fungsi kandung empedu
Menurunnya kemampuan menyemprot dan kerusakan dinding kandung empedu
memudahkan seseorang menderota batu empedu, kontraksi yang melemah akan
menyebabkan statis empedu dan akan membuat musin yang diproduksi dikandung
empedu terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam
kandung empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin pekat
sehingga semakin menyukitkan proses pengosongan cairan empedu. Beberapa
keadaan yang dapat mengganggu daya kontraksnteril kandung empedu, yaitu :
hipomotilitas empedu, parenteral total (menyebabkan cairan asam empedu
menjadi lambat), kehamilan, cedera edulla spinalis, penyakit kencing manis.
7. Komplikasi
Adapun jenis komplikasi sebagai berikut:
1. Kolesistis
Kolesistitis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung
empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan
peradangan kandung empedu.
2. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena
infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah
saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu.
3. Hidrop
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops
kandung empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan
sindrom yang berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh
obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada
kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.
4. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat
membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.
8. Penatalaksanaan Medis
Menurut ((Nurarif & Kusuma, 2013) penatalaksanaan pada kolelitiasis
meliputi :
a. Penanganan Non bedah
1) Disolusi Medis
Oral dissolution therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian
obat-obatan oral. Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria
terapi non operatif diantaranya batu kolestrol diameternya <20mm dan
batu <4 batu, fungsi kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.
2) ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau
balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar menuju lumen duodenum
sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu besar, batu yang
terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu
yang sempit diperlukan prosedur endoskopik tambahan sesudah
sfingerotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik
dan litotripsi laser.
3) ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah pemecahan batu dengan
gelombang suara.
b. Penanganan bedah
1) Kolesistektomi laparaskopik
Indikasi pembedahan karena menandakan stadium lanjut, atau kandung
empedu dengan batu besar, berdiameter lebih dari 2cm. kelebihan yang
diperoleh klien luka operasi kecil (2- 10mm) sehingga nyeri pasca bedah
minimal.
2) Kolesistektomi terbuka
Kolesistektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan cara
mengangkat kandung empedu dan salurannya dengan cara membuka
dinding perut (Sahputra, 2016). Operasi ini merupakan standar terbaik
untuk penanganan klien dengan kolelitiasis sitomatik.
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan penunjang menurut ( NANDA NIC-NOC 2015)
1) Pemeriksaan Laboratorium
2) Pemeriksaan Radiolgi
3) USG. Kolesistografi oral, ERC
4) Foto polos abdomen
b. Pemeriksaan penunjang menurut ( Brunner dan Suddrats, 2014)
1) Kolesistogram, kolangiogram arterografi aksis seliak
2) Laparoskopi
3) Ultrasnografi EUS
4) Pemindai CT heliks dan MRI ERCP
5) Fosfase alkalin serum gamma-glutamil ( GGT) gamma-glutamil
Transpeptudase ( GGTP), LDH
6) Kadar kolesterol
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi, proses inflamasi, prosedur
bedah, infeksi.
2. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan
4. Hipertermi b.d infeksi pada kandung empedu.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
6. Resiko infeksi b.d prosedur pembedahan.
3. Perencanaan keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi,
prosedur pembedahan.
a. Melakukan pengkajian secara komperhensif, observasi dan catat lokasi,
beratnya (skala 1-10) dan karakteristik nyeri (menetap, hilang timbul).
b. Observasi tanda - tanda vital tiap 8 jam.
c. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
d. Beri posisi yang nyaman.
e. Anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi.
f. Kolaborasi dengan dokter pemberrian terapi secara farmakologis.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan
secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Jika hasil evaluasi menunjukan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa
keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali
dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassesment) secara umum
evaluasi ditunjukan untuk :
1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan
2. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum
3. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai
(Asmadi, 2008).
Evaluasi formatif : dilakukan setiap kali selesai melakukan tindakan,
mengevaluasi proses keperawatan yang telah dilakukan, dan biasanya berupa
catatan perkembangan. Evaluasi sumatif : menggunakan rekapan terakhir secara
paripurna, menggunakan catatan naratif, dan pada saat pasien pulang atau pindah.
DAFTAR PUSTAKA