App Perforasi
App Perforasi
App Perforasi
APP PERFORASI
DI
S
U
S
U
N
OLEH :
DWI NABILA MDR : P00120520007
B. Etiologi
Etiologi appendicitis adalah obstruksi lumen apendiks yang dapat disebabkan oleh
hiperplasia limfoid, infeksi, fekalit, tumor, ataupun infeksi. Obstruksi ini kemudian
menyebabkan distensi lumen dan inflamasi yang menimbulkan manifestasi klinis
appendicitis. Fekalit terbentuk dari garam kalsium dan debris feses menjadi berlapis dan
menumpuk di dalam apendiks. Hiperplasia limfoid dikaitkan dengan berbagai gangguan
inflamasi dan infeksi, seperti Crohn’s disease, gastroenteritis, amebiasis, infeksi
pernapasan, campak, dan mononukleosis. Pada beberapa kasus penyebab pasti
appendicitis tidak diketahui.
Penyebab perforasi bisa bermacam-macam. Berikut contohnya:
Gangguan pencernaan
Apendisitis atau peradangan usus buntu
Kanker saluran cerna
Divertikulitis
Penyakit kantung empedu seperti batu pada kandung empedu atau
infeksi pada kandung empedu
Tukak lambung atau ulkus duodenum
Kanker usus besar
Peradangan divertikulum Meckel, yaitu suatu kelainan bawaan
pada usus halus yang menyerupai usus buntu
Volvulus atau penyumbatan pada usus
Penyebab lainnya
Trauma tumpul pada perut
Cedera pada perut atau panggul, misalnya kecelakaan, tertembak,
atau tertusuk
Operasi pada perut atau panggul
Prosedur medis seperti kolonoskopi atau endoskopi saluran cerna
bagian atas
Luka pada saluran cerna karena penggunaan obat aspirin, obat
antiinflamasi non steroid (OAINS), dan steroid
Kemoterapi
Tekanan pada kerongkongan yang disebabkan oleh muntah yang
terlalu kuat
Menelan benda asing atau zat yang bersifat korosif
D. Patofisiologi
Patofisiologi appendicitis berasal dari obstruksi pada rongga apendiks. Obstruksi
lumen in diikuti dengan pertumbuhan bakteri, inflamasi, dan distensi apendiks.
a. Anatomi
Apendiks adalah suatu bagian dari usus besar (caecum) yang berbentuk
seperti cacing. Apendiks disebut juga sebagai usus buntu, umbai cacing,
vermiform appendix, epityphlitis (diubah dari bahasa Yunani), atau appendix.
Panjang apendiks rata-rata adalah 8─10 cm (berkisar 2─20 cm). Posisi apendiks
tidak terfiksir pada satu tempat, dapat berasal dari sekitar 1,7─2,5 cm di bawah
ileum terminal, dorsomedial terhadap fundus caecum (lokasi paling umum); atau
bersebelahan dengan orifisium ileal.
b. Obstruksi Luminal
Penyebab terjadinya obstruksi pada lumen apendiks beragam, seperti
hiperplasia limfoid, infeksi parasit, fekalit, ataupun tumor. Terlepas dari
penyebabnya, kondisi obstruksi dapat menimbulkan inflamasi, iskemia lokal,
perforasi, dan pembentukan abses, yang juga meningkatkan risiko peritonitis.
Adanya obstruksi akan menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal dan
intramural, mengakibatkan oklusi pembuluh darah kecil dan stasis limfatik.
Penumpukan mukus dan distensi apendiks lama kelamaan akan diikuti dengan
gangguan limfatik dan vaskular, sehingga dinding apendiks menjadi iskemik dan
nekrotik. Apendiks yang mengalami inflamasi akan dikelilingi oleh omentum
dan visera sekitarnya dan membentuk massa apendiks. Insiden perforasi
apendiks makroskopik berkisar 20-30%. Perforasi apendiks dapat berkembang
menjadi peritonitis generalisata atau membentuk abses apendiks.
c. Pertumbuhan Bakteri
Pertumbuhan bakteri yang berlebihan kemudian terjadi pada apendiks
yang mengalami obstruksi, dengan organisme aerob yang mendominasi pada
awal dan campuran aerob dan anaerob di kemudian hari. Organisme yang umum
terlibat adalah Escherichia coli, Peptostreptococcus,
Bacteroides, dan Pseudomonas. Setelah peradangan dan nekrosis yang
signifikan terjadi, apendiks berisiko mengalami perforasi, abses lokal, dan
terkadang peritonitis.
E. Pathway
F. Penatalaksanaan
Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis : Puasakan dan Berikan analgetik dan
antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala n Penelitian menunjukkan bahwa
pemberian analgetik tidak akan menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik. n
Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi. n Berikan antibiotika IV
pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan Laparotomy Perawatan
appendicitis tanpa operasi n Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena
dapat berguna untuk Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat intervensi
operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memilki resiko
tinggi untuk dilakukan operasi Rujuk ke dokter spesialis bedah. Antibiotika preoperative
n Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi post
opersi. n Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative dan anaerob
n Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah. n Antibiotik
profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya digunakan antibiotik
kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole.
Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan
Bacteroides.
Teknik operasi Appendectomy 2,,5 A. Open Appendectomy 1. Dilakukan
tindakan aseptik dan antiseptik. 2. Dibuat sayatan kulit: Horizontal Oblique 3. Dibuat
sayatan otot, ada dua cara: a. Pararectal/ Paramedian Sayatan pada vaginae tendinae M.
rectus abdominis lalu otot disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan
vagina M. rectus abdominis karena fascia ada 2 supaya jangan tertinggal pada waktu
penjahitan karena bila terjahit hanya satu lapis bisa terjadi hernia cicatricalis. 2 lapis
M.rectus abd. sayatan b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting Sayatan berubah-
ubah sesuai serabut otot. Lokasi insisi yang sering digunakan pada Appendectomy B.
Laparoscopic Appendectomy Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic
dapat dipakai sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen
dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk
pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut
ginekologi dari Appendicitis acuta sangat mudah dengan menggunakan laparoskop
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A. (2001).
Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet
all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) s
econd Edition,IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan
Klasifikasi.
Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Brunner & Suddart. Edisi 8.Volume 2. Jakarta, EGC