Paradigma Dinar Dirham Dalam Perdagangan Internasional

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ILMU EKONOMI MAKRO ISLAM

“PARADIGMA DINAR DIRHAM DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL”

KELOMPOK 7

BOBI AFRIANO NIM 1930403017


CHINTIA KHAIRANI NIM 1930403018

DOSEN PEMBIMBING:

Dr. H. ALIMIN, Lc., M.Ag

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH A


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)
BATUSANGKAR
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa sebelum datangnya Islam (Pra Islam), uang dinar dan dirham telah
digunakan sebagai alat pembayaran dalam transaksi perdagangan. Uang dinar dan dirham
dikenal sejak zaman Romawi dan Persia. Masa Rasulullah SAW dan para sahabat, dibuat
suatu kebijakan terhadap transaksi muamalah yaitu dengan menetapkan alat pembayaran
dinar dirham dan juga dijadikan sebagai standar ukuran hukum syar’i. Rasulullah
Muhammad SAW menetapkan dinar sebagai mata uang resmi yang digunakan sehari-hari
sesuai dengan pedoman Al qur’an dan sunnah. Dinar dan dirham dan juga dijadikan
sebagai standar ukuran hukum syar’i. Beliau melakukannya atas bimbingan Allah SWT
dan demi kemaslahatan umat manusia. Kemaslahatan itu dicapai dengan adanya suatu
nilai mata uang yang kokoh, tidak terpengaruh oleh resesi, devaluasi, maupun inflasi.

Setelah empat belas Abad berlalu dari zaman Rasulullah, perekonomian dunia
terlihat maju dan berkembang dengan berbagai dinamika yang selalu disertai krisis
ekonomi. Salah satu factor yang mempengaruhi terjadinya runtutan krisis ekonomi yang
kerap menimpa dunia adalah bodied money menggantikan fiat money menjadi sangat
relevan. Dalam hal ini, mata uang dinar telah membuktikan lebih unggul dibandingkan
dengan mata uang lainnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep nilai tukar valuta asing (al-sharf) dalam model
perdagangan islami?
2. Bagaimanakah dinar-dirham dalam pendekatan mata uang (currency)?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep nilai tukar valuta asing (al-sharf) dalam model
perdagangan islami
2. Untuk mengetahui dinar-dirham dalam pendekatan mata uang (currency)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Nilai Tukar Valuta Asing (al-sharf) Dalam Model Perdagangan Islami
1. Definisi Ash-Sharf
Secara harfiah sharf adalah penambahan, penukaran, penghindaran, pemalingan,
atau jual beli. Adapun secara istilah sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan
valuta lainnya. Transaksi jual beli valuta asing (valuta asing), dapat dilakukan baik
dengan mata uang yang sejenis(misalnya rupiah dengan rupiah) maupun yang tidak
sejenis (misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya).
Pendapat lain mengatakan bahwa sharf adalah transaksi pertukaran antara emas
dengan perak atau pertukaran valuta asing, dimana mata uang dipertukarkan dengan mata
uang domestik atau mata uang asing lainnya.

2. Landasan Hukum Akad Sharf sebagai Produk Perbankan Syariah


a. Landasan Syariah
Mengenai Sharf sebagai salah satu kegiatan usaha bank disektor jasa memiliki
landasan syariah yang terdapat dalam hadis nabi, yang artinya :
“ jual beli emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma
dengan kurma, anggur dengan anggur, (apabila) satu jenis (harus) sama ( kualitas dan
kuantitasnya dan dilakukan) secara tunai. Apabila jenis berbeda, maka juallah sesuai
dengan kehendakmu dengan syarat secara tunai’.

Hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar juga menjadi dasar hukum dari
kebolehan akad sharf, yang artinya :
“Jangan kamu memperjualbelikan emas dengan emas dan perak dengan perak,
kecuali sejenis, dan jangan pula kamu perjualbelikan perak dengan emas yang salah
satunya ghaib (tidak ada ditempat) dan yang lainnya ada. (H.R. Jamaah).

b. Landasan Hukum Positif


Dalam pasal 20 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah disebutkan bahwa selain melakukan kegiatan usaha sebagaimna
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Bank Umum Syariah dapat pula melakukan
kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah.

Keberadaan sharf sebagai produk dibidang jasa telah mendapatkan landasan


hukumnya melalui fatwa No. 28/DSN-MUI/III/2002 tentang jual beli mata uang (Al-
Sharf). Substansi fatwa tersebut adalah sebagai berikut ini :

1) Ketentuan umum
Transasaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan
sebagai berikut :
a) Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)

b) Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)

c) Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis, nilainya harus sama
dan secara tunai (at-taqabudh).

d) Apabila berlainan jenis, harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang
berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.

2) Jenis-jenis transaksi valuta asing

a) Transaksi SPOT, yakni traksaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk
penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling
lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh karena
dianggap tunai. Sedangkan dalam waktu dua hari dianggap sebagai proses
penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.

b) Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang


nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang
akan datang, antara 2 X 24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah
haram karena harga yang digunakan adalah harga yang dijanjikan
(muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan dikemudian hari, padahal pada
waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati,
kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang
tidak dapat dihindari (lil-hajah).

c) Transaksi SWAP, yaitu suatu kontrak pembelian dan penjualan valas dengan
harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas
yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram karena mengandung
unsur maisir (spekulasi).

d) Transaksi OPTION, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka


membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah
unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu.
Hukumnya haram karena mengandung unsur maisir (spekulasi).

3) Penetapan
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika
dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan
sebagaimana mestinya. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional No. 28/DSN-
MUI/III/2002 tentang jual beli mata uang (Al-Sharf) diatas, dapat disimpulkan
bahwa dari beberapa tipe jenis transaksi hanya tipe transaksi spot yang
diperbolehkan, sedangkan untuk tipe transaksi forward, swap, dan option tidak
diperbolehkan karena tidak dilakukan secara tunai dan mengandung unsur maysir
(spekulasi).

3. Rukun dan Ketentuan Syariah


Rukun transaksi sharf terdiri atas :
a. Pelaku, terdiri dari pembeli dan penjual.
b. Objek akad berupa mata uang.
c. Ijab qobul/serah terima.

Ketentuan syariah, yaitu :


a. Pelaku, harus cakap hukum dan baliq
b. Objek akad
1) Nilai tukar atau kurs mata uang telah di ketahui oleh kedua belah pihak, misalnya
$1= Rp9.000

2) Valuta yang diperjualbelikan telah dikuasai, baik oleh pembeli maupun penjual,
sebelum keduanya terpisah. Penguasaan bisa berbentuk material maupun hukum.
Penguasaan secara material misalnya pembeli langsung menerima dolar Amerika
Serikat yang dibeli dan penjual langsung menerima uang rupiah. Adapun
penguasaan secara hukum, misalnya pembayaran dengan menggunakan cek.
Apabila kedua nya berpisah sebelum menguasai masing-masing uang penukaran
berdasarkan nilai tukar yang diperjualbelikan, maka akadnya batal karena syarat
penguasaan terhadap objek transaksi sharf itu tidak terpenuhi.

3) Apabila mata uang atau valuta yang diperjualbelikan itu dari jenis uang yang
sama, maka jual beli mata uang itu harus dilakukan dalam kuantitas yang sama,
sekalipun model dari mata uang itu berbeda. Misalnya, antara mata uang rupiah
lembaran Rp 50.000 di tukar dengan mata uang rupiah lembaran Rp 5.000
sebanyak 10 lembar

4) Dalam akad sharf tidak boleh ada hak khiyar syarat bagi pembeli. Hak yang
dimaksud khiyar syarat adalah hak pilih bagi pembeli untuk dapat melanjutkan
atau tidak mlanjutkan jual beli mata uang tersebut setelah akadnya selesai dan
syarat tersebut diperjanjikan ketika transaksi jual beli berlangsung. Alasan tidak
di perbolehkannya khiyar syarat adalah untuk menghindari adanya
ketidakpastian/gharar

5) Dalam akad sharf tidak boleh terdapat tenggang waktu antara penyerahan mata
uang yang saling dipertukarkan, karena sharf dikatakan sah apabila penguasaan
objek akad dilakukan secara tunai atau dalam kurun waktu 2 x 24 jam (harus
dilakukan seketika itu juga dan tidak ada boleh diutang) dan perbuatan saling
menyerahkan itu harus telah berlangsung sebelum kedua belah pihak yang
melakukan jual beli valuta itu berpisah.
c. Ijab kabul: pernyataan ekpresi dan saling ridha/rela diantara pihak-pihak pelaku akad
yang dilakukan secara verbal, tertulis melalui korespodensi atau menggunakan cara-
cara komunikasi modern.

4. Macam- macam Mata Uang


Uang yang dijadikan sebagai alat untuk melakukan berbagai kegiatan sehari-hari
terbagi dalam berbagai macam. Pembagian ini didasarkan kepada berbagai maksud dan
tujuan penggunaanya sesuai dengan keperluan berbagai pihak yang membutuhkan. Jenis-
jenis uang berkembang sesuai dengan perkembangan zaman baik perkembangan nilai
intrinsiknya, nominalnya maupun fungsi uang itusendiri.
Adapun macam-macam uang yang dapat dilihat dari berbagai sisi adalah sebagai
berikut.
a. Berdasarkan bahan
Jika dilihat dari bahan untuk membuat uang maka jenis uang uang terdiri dari dua
macam, yaitu :
1) Uang logam, merupakan uang dalam bentuk koin yang terbuat dari logam, baik
dari alumunium, kupronikel, bronze, emas, perak atau perunggu dan bahan
lainnya. Biasanya uang yang terbuat dari logam dengan nominal yang kecil.

2) Uang kertas, merupakan uang yang bahannya terbuat dari kertas atau bahan
lainnya. Uang dari bahan kertas biasanya dalam nominal yang besar sehingga
mudah dibawa untuk keperluan sehari-hari. Uang jenis ini terbuat dari kertas yang
berkualitas tinggi, yaitu tahan terhadap air, tidak mudah robek dan luntur.

b. Berdasarkan Nilai
Jenis uang ini dilihat dari nilai yang terkandung pada uang tersebut, apakah nilai
intrinsiknya (bahan uang) atau bahan nominalnya (nilai yang tertera dalam uang
tersebut). Uang jenis ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
1) Bernilai penuh (full bodied money), merupakan uang yang nilai intrinsiknya sama
dengan nominalnya, sebagai contoh uang logam, dimana nilai bahan untuk
membuat uang tersebut sama dengan nominal yang tertulis diuang.
2) Tidak bernilai penuh (representatif full bodied money), merupakan uang yang
nilai intrinsiknya lebih kecil dari nilai nominalnya. Sebagai contoh uang yang
terbuat dari kertas. Uang jenis ini serng disebut uang bertanda atau taken money.
Kadangkala nilai intrinsiknya jauh lebih rendah dari nilai nominalnya yang
terkandung didalamnya.
c. Berdasarkan Lembaga
Berdasarkan lembaga maksudnya adalah badan atau lembaga yang menertibkan
atau mengeluarkan uang. Jenis uang yang diterbitkan berdasarkan lembaga terdiri dari
:
1) Uang kartal, merupakan uang yang diterbitkan oleh Bank Sentral baik uang logam
maupun uang kertas;
2) Uang giral, merupakan uang yang diterbitkan oleh bank umum seperti cek, bilyet
giro, traveller cheque, dan credit card.
Perbedaan nyata dari kedua jenis uang ini adalah sebagai berikut.

1) Uang kartal berlaku dan digunakan diseluruh lapisan masyarakat, sedangkan uang
giral hanya digunakan dan berlaku dikalangan masyarakat tertentu saja.

2) Nominal dalam uang kartal sudah tertera dan terbatas, sedangkan dalam uang giral
harus ditulis lebih dulu sesuai dengan kebutuhan dan nominalnya tidak terbatas.

3) Uang kartal dijamin oleh pemerintah tertentu, sedangkan uang giral hanya dijamin
oleh bank yang mengeluarkan saja.

4) Uang kartal ada kepastian pembayaran seperti yang tertera pada nominal uang,
sedangkan uang giral belum ada kepastian pembayaran, hal ini tergantung dari
beberapa hal termasuk lembaga yang mengeluarkannya.

d. Berdasarkan Kawasan
Uang jenis ini dilihat dari daerah atau wilayah berlakunya suatu uang. Artinya
bisa saja suatu jenis mata uang hanya berlaku dalam satu wilayah tertentu dan tidak
berlaku didaerah lainnya atau berlaku diseluruh wilayah. Jenis uang berdasarkan
kawasan adalah sebagai berikut:
1) Uang Lokal, merupakan uang yang berlaku si suatu negara tertentu, seperti
Rupiah di Indonesia atau Ringgit di Malaysia.
2) Uang Regional, merupakan uang yang berlaku di kawasan tertentu yang lebih luas
dari uang lokal seperti untuk kawasan benua eropa berlaku mata uang tunggal
eropa, yaitu EURO.
3) Uang Internasional, merupakan uang yang berlaku antar negara seperti US Dollar
dan menjadi standar pembayaran internasional.

5. Fungsi Uang
Pada awalnya fungsi uang hanyalah sebagai alat guna memperlancar pertukaran.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman fungsi uang pun sudah beralih dari alat
tukar ke fungsi yang lebih luas. Uang sekarang ini telah memiliki berbagai fungsi
sehingga benar-benar dapat memberiknan banyak manfaat bagi pengguna uang.
Beragamnya fungsi uang berakibat penggunaan uang yang semakin penting dan semakin
dibutuhkan dalam berbagai kegiatan masyarakat luas.
Fungsi-fungsi dari uang secara umum yang ada saat ini adalah sebagai berikut.
a. Alat tukar-menukar
Dalam hal ini uang digunakan sebagai alat untuk membeli atau menjual suatu barang
atau jasa. Dengan kata lain, uang dapat dilakukan untuk membayar terhadap barang
yang akan dibeli atau diterima sebagai akibat dari penjualan barang dan jasa.
Maksudnya penggunaan uang sebagai alat tukar dapat dilakukan terhadap segala jenis
barang dan jasa yang ditawarkan.
b. Satuan Hitung
Fungsi uang sebagai satuan hitung menunjukan nilai dari barang dan jasa yang dijual
atau dibeli. Besar kecilnya nilai yang dijadikan sebagai satuan hitung dalam
menentukan harga barang dan jasa secara mudah. Dengan adanya uang akan
mempermudah keseragaman dalam satuan hitung.
c. Penimbunan Kekayaan
Dengan menyimpan uang berarti kita menyimpan atau menimbun kekayaan sejumlah
uang yang disimpan, karena nilai uang tersebut tidak akan berubah. Uang yang
disimpan menjadi kekayaan dapat berupa uang tunai atau uang yang disimpan dibank
dalam bentuk rekening. Menyimpan atau memegang uang tunai disamping sebagai
penimbun kekayan juga memberikan manfaat lainnya. Memegang uang tunai
biasanya memiliki beberapa tujuan seperti memudahkan melakukan transaksi, berjaga
jaga atau spekulasi. Kemudian dengan menyimpan uang dibank justru akan
menambah kekayaan karena akan memperoleh jasa berupa bunga.
d. Standar Pencicilan Utang
Dengan adanya uang akan mempermudah menentukan standar pencicilan utang
piutang secara tepat dan cepat, baik secara tunai ataupun angsuran, begitu pula
dengan adanya uang, secara mudah dapat ditentukan berapa besar nilai utang piutang
yang harus diterima atau dibayar sekarang atau dimasa yang akan datang.

B. Jual Beli Mata Uang (Ash-Sharf) pada Lembaga Keuangan Syariah


Akad sharf dipraktikkan oleh bank syariah dalam produk jasa berupa tukar
menukar mata uang asing dengan mendasarkan pada kurs jual dan kurs beli suatu mata
uang. Pihak bank akan mendapatkan imbalan berupa selisih antara kurs jual dan kurs beli
yang ada, ditambah dengan biaya-biaya administrasi yang besarnya ditentukan sesuai
dengan kebijakan bank yang bersangkutan. Bank syariah memberikan jasa untuk
melakukan transaksi jual beli mata uang sesuai dengan prinsip-prinsip yang dibenarkan
secara syariah.
Teknis penerapan akad sharf sebagai produk perbankan syariah di bidang jasa
dapat berpedoman pada SEBI No. 10/14/DPbS tertanggal 17 Maret 2008. Di dalam SEBI
disebutkan bahwa kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pemberian jasa pertukaran
mata uang atas dasar akad sharf, berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. Bank dapat bertindak baik sebagai pihak yang menerima penukaran maupun pihak
yang menukarkan uang dari atau kepada nasabah;
b. Transaksi pertukaran uang untuk mata uang berlainan jenis (valuta asing) hanya dapat
dilakukan dalam bentuk transaksi spot; dan
c. Dalam hal transaksi pertukaran uang dilakukan terhadap matauang berlainan jenis
dalam kegiatan money changer, maka transaksi harus dilakukan secara tunai dengan
nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan.
Aplikasi sharf juga dapat dilihat dalam praktik money changer, yaitu bank (money
changer) menawarkan jasa, nasabah dan bank (money changer) sama-sama menukarkan
mata uang (valas) lalu bank mendapatkan fee dari transaksi tersebut.
Perbankan syariah, sebagai lembaga keuangan yang mengfasilitasi perdagangan
internasional, tidak dapat menghindarkan diri dari keterlibatan pada pasar valuta asing.
Perbankan syariah harus menyusun pedoman kerja operasional bagi dirinya agar juga
mempunyai akses yang luas ke pasar valuta asing. Disamping itu, transaksi valuta asing
merupakan produk jasa bank kepada nasabahnya untuk memenuhi kebutuhan valuta asing
nasabah, prinsip sharf dapat diterapkan dengan memenuhi ketentuan-ketentuan yang
dibolehkan tanpa harus terlibat pada mekanisme perdagangan yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah. Dengan memperhatikan prinsip sharf tersebut, dalam
pelaksanaannya bank syariah harus memenuhi beberapa ketentuan, antara lain sebagai
berikut:
a. Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (bai’ naqd), artinya masing-masing
pihak harus menerima dan menyerahkan masing- masing mata uang pada saat yang
bersamaan atau dua hari kemudian (dalam transaksi spot).
b. Motif pertukaran adalah dalam rangka mendukung transaksi komersial yaitu transaksi
perdagangan barang dan jasa antar bangsa, bukan dalam rangka spekulasi.
c. Harus dihindari dari jual beli khiyar atau bersyarat. Misalnya, C setuju membeli
barang dari D hari ini, dengan syarat D harus membelinya kembali pada tanggal
tertentu pada masa yang akan datang.
d. Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu
menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
e. Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau tanpa hak kepemilikan
(bai’ fudhuli).
Dengan memperhatikan beberapa ketentuan di atas, maka beberapa perilaku
perdagangan valuta asing yang berlangsung dewasa ini di pasar valuta asing
konvensional harus dihindari, seperti forward, swap, dan option trading yang di dalamnya
mengandung unsur gharar, maisir, dan riba. Oleh karena itu, transaksi valuta asing yang
diperkenankan untuk dijalankan di bank syariah adalah transaksi valuta asing dengan
tunai atau penyerahan dua hari kemudian dalam hal transaksi spot.

Penukaran valuta asing merupakan jasa yang diberikan bank syariah untuk
membeli atau menjual valuta asing yang sama (single currency) maupun berbeda (multi
currency), yang hendak ditukarkan atau dihendaki oleh nasabah.
Tujuan dan manfaat penukaran valuta asing (sharf) bagi bank adalah menyediakan
mata uang (valuta asing) yang dibutuhkan nasabah, mendapatkan keuntungan dari selisih
kurs dalam hal penukaran mata uang yang beredar. Dan bagi nasabah adalah nasabah
memperoleh mata uang yang diperlukan untuk bertransaksi.

C. Jual Beli Mata Uang (Ash-Sharf) Lembaga Keuangan Syariah Prespektif Fikih
Menurut Istilah Syara‟, al-Sharf adalah jual beli satu mata uang dengan mata
uang yang lain baik mata uang tersebut satu jenis atau berlainan jenis. Jual beli mata uang
berdasarkan pada QS. 2: 275 tentang kebolehan jual beli; Allah Menghalalkan jual beli
dan mengharamkan Riba, dan hadits tentang jual-beli mata uang (al-Sharf) di antaranya
mendasarkan pada hadits riwayat Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa‟i dan Ibnu Majah
dari Ubadah bin Shamit tentang tukar menukar emas dan perak.
Syarat-syarat jual beli mata uang (al-Sharf ) adalah sebagai berikut:
1. Serah terima dalam majlis kontrak
2. Jika dengan mata uang yg sama, jumlahnya harus sama
3. Tidak boleh ada khiyar syarat
4. Tidak boleh ditangguhkan, masing masing pihak yang bertransaksi tidak boleh
menangguhkan penyerahan barang untuk jangka waktu tertentu karena barang
tersebut harus diterima dan jatuh sebagai hak milik masing masing pembeli sebelum
mereka berpisah.
Imam Hanafi dan Imam Syafi‟I berpendapat bahwa jual beli mata uang terjadi
secara tunai selama kedua belah pihak belum berpisah, baik penerimaannya itu segera
atau lambat. Jadi penerimaannya bisa dengan perjanjian waktu tertentu. Berbeda dengan
Imam Malik yang berpendapat bahwa jika penerimaan pada majlis terlambat, maka jual
beli itu batal, meski kedua belah pihak belum berpisah. Karena Ia tidak menyukai janji-
janji didalamnya.

Sementara itu ulama kontemporer, seperti Yusuf al-Qaradhawi, dalam hal


memperjualbelikan mata valuta asing yang tidak dilakukan secara tunai, mengatakan
tidak diperbolehkan. Selanjutnya beliau mengatakan tidak sah jual beli uang dengan
sistem penangguhan, bahkan harus dilakukan secara tunai di tempat transaksi. Hanya saja
yang menjadi kriteria tunainya sesuatu itu menurut ukurannya sendiri-sendiri. Dalam hal
ini menurut Yusuf al-Qaradhawi, syara‟ telah menyerahkan ukuran tersebut kepada adat
kebiasaan yang berlaku di suatu masyarakat. Walaupun demikian, realita tunai ini juga
mengikuti hukum darurat yang diukur sesuai dengan ukurannya. Justru itu umat Islam
tidak diperkenankan untuk menjual apa yang dibelinya kecuali setelah diterimanya
terlebih dahulu barang itu menurut adat kebiasaan yang berlaku.

Berdasarkan uraian diatas, bahwa semua pendapat sepakat dibolehkannya jual beli
mata uang dengan syarat-syarat khusus, yaitu: tunai dan kadarnya sama. Perbedaannya
hanya terletak pada interpretasi batasan istilah tunai dalam transaksi. Syafi‟I dan Hanafi
berpendapat bahwa tenggang waktu bisa diundur selama kedua belah pihak belum
meninggalkan majlis, sedangkan Malik tidak ada tenggang waktu antara terjadinya akad
dengan terjadinya serah terima barang. Dan pada prinsipnya praktek jual beli mata uang
di lembaga keuagan syariah seperti al-sharf diperbolehkan dalam Islam. Dari beberapa
hadist dapat dijelaskan sebenarnya praktek as-sharf diperbolehkan jika dilakukan atas
dasar kerelaan antara kedua belah pihak dan secara tunai, serta tidak boleh adanya
penambahan antara suatau barang yang sejenis karena kelebihan tersebut dinamakan riba.

D. Dinar-Dirham Dalam Pendekatan Mata Uang (Currency)


1. Pengertian Dinar dan Dirham
Dinar berasal dari bahasa Romawi yaitu denarius, sementara dirham berasal dari
bahasa Persia yaitu drachma. Masuknya dinar dan dirham sebagai mata uang ke
jazirah Arab tidak terlepas dari ekspansi pedagang Syam yang di bawah pengaruh
bangsa Romawi serta pedagang dari Yaman di bawah pengaruh bangsa Persia.
Perlahan, ketika itu dinar dan dirham diterima dan mulai menjadi alasan mengapa
barter ditinggalkan. Rasulullah sendiri tidak menolak menggunakan dinar dan dirham
sebagai alat transaksi ekonomi tetapi justru menerima dan memodifikasinya. Ketika
itu, Rasulullah saw menetapkan dinar dan dirham sabagi alat tukar menukar barang
yang sah dalam perniagaan dan membuat standar tiga jenis dirham yang beredar
menjadi satu jenis dirham yakni dirham 14 qirat.
Karena dinar dan dirham adalah uang yang berbahan dasar emas, nilai tukarnya
sejak dahulu selalu tetap sehingga tidak pernah mengalami inflasi maupun deflasi.
Misalnya harga satu ekor kambing ketika masa Rasulullah saw di kisaran harga 1
dinar atau setara Rp2,2 juta yang itu artinya masih sama hingga saat ini.

Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat at-taubah ayat 34 :

Artinya;

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang


alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan
jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-
orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah,
maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih” (At-taubah 34).

Disamping disebutkan dalam ayat Al-qur’an, dinar dan dirham disebutkan juga
dalam hadis Nabi Muhammad SAW diantaranya:

a. Dinar dan dirham, tidak ada kelebihan antara keduanya (jika dipertukarkan
dirham dengan dinar tidak ada kelebihan diantara keduanya jika dipertukarkan.

b. Dalam hadis yang lain Nabi Muhammad SAW menggunakan istilah Wariq “uang
logam perak yang jumlahnya dibawah lima auqiyah tidak ada kewajiban zakat
atasnya”. (H.R Bukhari dan Muslim)

2. Sejarah Dinar dan Dirham Sebagai Mata Uang


Umat islam telah akrab dengan mata uang yang terbuat dari emas, disebut Dinar
dan mata uang yang terbuat dari perak disebut dirham. Mata uang ini telah digunakan
secara praktis sejak kelahiran Islam hingga runtuhnya Khalifah Utsmaniyah di Turki
pasca perang Dunia 1. Oleh karena itu, kebanyakan Negara Islam dijajah oleh Barat
dengan system kapitalisnya, maka seluruh aspek ekonomi dan kehidupan juga
mengikuti pola-pola kapitalis, termasuk masalah mata uang.
Dinar dan dirham yang digunakan orang arab waktu itu tidak didasarkan pada
nilai nominalnya, melainkan menurut beratnya. Sebab dinar dan dirham tersebut
dianggap sebagai mata uang yang dicetak, mengingat bentuk timbangan dirham yang
tidak sama dan karena kemungkinan terjadinya penyusutan berat akibat peredarannya.
Datangnya Rasulullah SAW, sebagai tanda kedatangan Islam, maka beliau mengakui
berbagai muamalah yang menggunakan dinar Romawi dan dirham Persia.

3. Sejarah Uang Dinar dan Dirham


Pada masa sebelum datangnya Islam, uang dinar merupakan uang yang digunakan
dalam transaksi perdagangan berbagai jenis uang dinar emas dan perak dirham
beredar dalam perdagangan sebagai akibar dari banyaknya bangsa arab yang
berdagang dengan bangsa Romawi, Byzantium, dan para pedagang yang melewati
daerah Arab. Pada saat itu kota Mekah menjadi pusat perdagangan dan pertukaran
mata uang, sehingga banyak para pedagang dari berbagai negeri dating ke kota
Mekah untuk bertemu dan melakukan transaksi perdagangan.
Dalam sejarah umat Islam, Rasulullah dan para sahabat menggunakan dinar dan
dirham sebagai mata uang mereka, disamping sebagai alat tukar, dinar dan dirham
juga dijadikan sebagai standar ukuran hokum-hukum syar’I, seperti kadar zakat. Pada
masa kenabian, uang dinar dan dirham digunakan sebagai alat transaksi perdagangan
oleh masyarakat Arab.
Dinar dan dirham dicetak pertama kali pada masa pemerintahan Khalifah Abdul
Malik bin Marwan pada tahun 695M/ 77H. ddalam perjalannya mata uang yang
digunakan, dinar dan dirham cenderung stabil dan tidak mengalami inflasi yang
cukup besar selama + 1500 tahun. Penggunaan dinar dan dirham berakhir pada
runtuhnya Khalifah Islam Turki Usman 1924.
Dinar dan dirham yang dicetak umat Islam pada masa kemasan mencantumkan
nama penguasa atau amir atau khalifah. Fakta sejarah menunjukkan bahwa
kebanyakan kepingan dinar dan dirham yang dicetak pada masa Khulafatul Rasyidin
mencantumkan tahun Hijriyah sebagai penanda waktu koin dirham atau dinar dicetak.
Pemerintah Muslim di bawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khatab pun telah
menetapkan standar koin dirham dan dinar. Berdasarkan standar yang telah
ditetapkan, berat 7 dinar setara dengan 10 dirham. Khalifah Umar bin Khatab pun
telah menetapkan standar dinar emas yakni memakai emas dengan kadar 22 karat
dengan berat 4,25 gram. Sedangkan dirham perak haruslah menggunakan perak murni
dengan berat 2,975 gram. Keputusan itu telah menjadi ijma ulama pada awal Islam
dan pada masa para sahabat dan tabi’in, sehingga 10 dinar merupakan kelipatan dinar
yang berdasarkan pada nishab zakat, yaitu 20 dinar.
Mata uang dinar dan dirham pun menjadi mata uang resmi dinasti maupun
kerajaan Islam yang tersebar diberbagai penjuru. Penggunaan dinar dan dirham
perlahan mulai menghilang setelah jatuhnya masa kejayaan kekhalifahan Islam.
Ketika dunia dilanda era kolonialisme Barat, mulailah diterapkan penggunaan kertas.
Sejarah membuktikan bahwa emas dan perak merupakan alat tukar paling stabil
yang pernah dikenal dunia. Sejak awal sejarah Islam sampai saat ini, nilai dari mata
uang Islam yang didasari oleh mata uang bimetl ini secara mengejutkan sangat stabil
jika dihubungkan dengan bahan makanan pokok . nilai inflasi mata uang ini selama
14 abad lamanya adalah nol.

4. Perdagangan Internasional
Secara umum perdagangan internasional merupakan sarana untuk melakukan
pertukaran barang dan jasa internasional. Perdagangan internasional merupakan
elemen penting dari proses globalisasi. Membuka perdagangan dengan berbagai
Negara didunia akan memberikan keuntungan dan membawa pertumbuhan dalam
negeri, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tahun 1995 terbentuk
organisasi perdagangan dunia WTO (World Trade Organization). Tujuan utama
didirikannya WTO untuk mendorong dan mengembangkan liberalisasi perdagangan
dan menyediakan sebuah system perdagangan dunia yang aman.

5. Peraturan Penetapan Uang Dinar dalam Perdagangan Internasional


Ada tiga aturan(illegal issue) yang berkenaan dengan perdagangan internasional
yaitu:
a. Internasional Legal Impediments yaitu mengharuskan Negara-negara anggota
mengkonversikan mata uang mereka.
b. Financial Infrastructure yaitu salah satu faktor yang akan menyukseskan
implementasi uang dinar sebagai alat transaksi perdagangan internasional
c. Dispute Settlement yaitu untuk membantu perdagangan berjalan secara bebas
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Perdagangan internasional merupakan sarana untuk melakukan pertukaran barang


dan jasa internasional. Perdagangan internasional merupakan elemen penting dari proses
globalisasi. Membuka perdagangan dengan berbagai Negara didunia akan memberikan
keuntungan dan membawa pertumbuhan dalam negeri, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
DAFTAR PUSTAKA

Gampito.2013.Ekonomi Makro Islam Suatu Pengantar, Batusangkar STAIN Batusangkar Press


Huda, Nurul, 2009.Ekonomi Makro Islam, Jakarta:Kencana
Karim, Adiwarman,2001. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer,Jakarta: Gema Insani Press
Suprayitno, Eko,2005, Ekonomi Makro Isla, Yogyakarta: Graha Ilmu
Mursid dan Muklisin. (2013). Ikhtiar menjadi dinar-dirham sebagai mata uang di Indonesia.
Journal Ekonomi

Anda mungkin juga menyukai