Tugas Pak Jaelani
Tugas Pak Jaelani
Tugas Pak Jaelani
Dosen Pengampu :
M.Jaelani, S.Sos, M.A
DISUSUN OLEH:
ANNISA DINDA HASANAH
(0309163073)
Menurut Syafaruddin dkk, bahwa karakter adalah sebagai pendidikan nilai, budi pekerti,
moral dan pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
1
Syaiful Sagala. 2013. Etika & Moralitas Pendidikan Peluang dan Tantangan. Jakarta: Kencana, h. 42-43
memberikan keputusan baik buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu
dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.2
Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh guru untuk mempengaruhi
karakter peserta didik. Guru membantu dan membentuk watak peserta didik dengan cara
memberikan keteladanan, cara berbicara atau menyampaikan materi yang baik, toleransi, dan
berbagai hal yang terkait lainnya
Pendidikan karakter di sekolah sangat dipengaruhi oleh perilaku guru, karena guru
berhadapan langsung dengan peserta didiknya. Perilaku guru yang negatif dapat membunuh
karakter anak (pemarah/galak, kurang peduli, membuat anak merasa rendah diri,
mempermalukan anak di depan kelas, dan lain-lain). Adapun perilaku guru yang positif,
misalnya sering memberikan pujian, kasih sayang, adil, bijaksana, ramah, dan santun.3
Fenomena kondisi krisis dan dekadensi moral saat ini masih belum bisa teratasi dengan
baik, ketidak mampuan pelaku pendidikan masih belum bisa menyaring dampak negatif
kemajuan teknologi dan informasi. Belakangan ini persoalan kejujuran di dunia pendidikan kita
ramai dibincangkan di berbagai media.
Hal tersebut menjadi suatu masalah yang harus diselesaikan secara tuntas. Terlebih lagi
penyakit-penyakit yang dihadapi guru saat melaksanakan pembelajaran seperti kurang disiplin,
kurang rapi, kurang teliti, kurang menggunakan strategi dan metode yang bervariasi, kurang
terampil menggunakan media pembelajaran, berkata kasar kepada siswa, tidak sesuai
menerapkan hukuman kepada siswa dan lain seabagainya yang dapat menghambat tercapainya
tujuan pendidikan.
Demoralisasi juga terjadi pada peserta didik yang sangat mengkhwatirkan. diberbagai
media massa dapat kita dapatkan informasi mengenai kasus pelajar yang terlibat narkoba, geng
motor, tawuran antar pelajar, free seks, pencurian, bahkan perusakan publik dan sebagainya yang
dapat merusak nama baik sekolah dan martabat keluarga serta menambah jumlah kasus kriminal
di Indonesia. Sedangkan dalam ruang lingkup pembelajaran kesalahan-kesalahan yang sering
terjadi adalah siswa kurang disiplin dalam menaati peraturan sekolah, melalaikan tugas yang
2
Syafaruddin. Asrul dan Mesiono. 2015. Inovasi Pendidikan (Suatu analisis Terhadap Kebijakan Baru
Pendidikan). (Medan: Perdana Publishing, h. 178.
3
Jejen Musfah. 2012. Pendidikan Holistik. jakarta: Kencana, h. 147.
diberikan guru, menyontek saat ujian, membayar orang lain untuk mengerjakan tugas, melawan
guru, kurangnya minat belajar, kurangnya motivasi belajar dan sebagainya.
Untuk itu guru tidak hanya sebagai fasilitator sumber ilmu saja, melainkan sebagai
pendidik yang seharusnya membimbing, memotivasi siswa, membantu siswa dalam membentuk
kepribadian, pembinaan karakter di samping menumbuhkan dan mengembangkan keimanan dan
ketakwaan para siswa melalui keteladanan dan contoh yang baik yang ditampilkan guru baik
melalui ucapan, perbuatan, dan penampilan.
Dari peneliti awal yang peneliti lakukan di MIS Hidayatullah Batang Kuis, guru-guru
sudah berupaya untuk menanamkan nilai-nilai moral untuk membentuk karakter siswa, sehingga
4
Undang-Undang Sisdiknas RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Fokus
Media, h. 6.
5
Fuad bin Abdul Aziz Asy-Syalhub. 2011. “Begini Seharusnya Menjadi Guru” Terjemah “Al-Mua’allim al
awwal (Qudwah likulli Mu’allim wa Mu’allimah)”. Jakarta: Darul Haq, h. 1.
para siswa di MIS Hidayatullah Batang Kuis memiliki sikap yang hormat kepada guru dan
memiliki sikap kepedulian sosial, mematuhi tata tertib sekolah, berpakaian sesuai aturan sekolah,
memanfaatkan waktu pembelajaran seoptimal mungkin, memiliki rasa empati dan simpati
kepada teman, bertutur kata yang baik, walaupun masih ada sebagian kecil siswa belum
menunjukkan karakter yang baik saat berada di lingkungan sekolah.
Peneliti meyakini bahwa keteladanan guru kelas turut menentukan pembentukan karakter
siswa. Atas dasar fakta di lapangan, serta gagasan dan pemikiran yang ada maka peneliti merasa
tertarik dan memandang perlunya melaksanakan penelitian tentang “Keteladanan Guru Kelas
Dalam Pembentukan Karakter Siswa di MIS Hidayatullah”.
B. Fokus Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi fokus penelitian ini
adalah Keteladanan Guru Kelas dan Pembentukan Karakter Siswa yang dilakukan di MIS
Hidayatullah Batang Kuis Kabupaten Deli Serdang. Untuk mendapatkan informasi yang
tepat dalam penelitian ini, maka perlu kiranya dirumuskan penelitian ini dalam bentuk
pertanyaan penelitian yaitu:
1. Bagaimana karakter siswa MIS Hidayatullah Batang Kuis?
3. Bagaimana peran keteladanan guru kelas dalam membentuk karakter siswa di MIS
Hidayatullah Batang Kuis?
4. Apa faktor pendukung pembentukan karakter siswa di MIS Hidayatullah Batang Kuis?
5. Apa faktor penghambat dalam pembentukan karakter siswa di MIS Hidayatullah Batang Kuis?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai pertanyaan penelitian yang tercantum dalam rumusan masalah di atas,
maka yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui deskripsi karakter siswa MIS Hidayatullah Batang Kuis
3. Untuk mengetahui peran keteladanan guru kelas dalam membentuk karakter siswa di MIS
Hidayatullah Batang Kuis
4. Untuk mengetahui faktor pendukung pembentukan karakter siswa di MIS Hidayatullah Batang
Kuis
5. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam pembentukan karakter siswa di MIS Hidayatullah
Batang Kuis.
D. Manfaat Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian diharapkan memperoleh manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini di harapkan bermanfaat bagi peneliti dalam bentuk menambah
khasanah keilmuan dan wawasan khususnya dan umumnya bagi pembaca atau peneliti
lainnya.
2. Manfaat Praktis
a. Dengan dilaksanakan penelitian Keteladanan guru kelas dalam pembentukan karakter siswa di
MIS Hidayatullah Batang Kuis, diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bentuk panduan
dalam pembentukan karakter siswa di MIS Hidayatullah Batang Kuis.
b. Kepada pendidik, sebagai bahan masukan dan pemikiran bagi guru dalam memperbaiki
kualitas pembelajaran khususnya meningkatkan kompetensi kepribadian guru.
c. Penelitian ini bermanfaat sebagai masukan untuk membuat pelatihan membentuk karakter
siswa di MIS Hidayatullah Batang Kuis.
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Keteladanan Guru Kelas
Teladan berarti tingkah laku, cara berbuat, dan berbicara akan ditiru oleh anak.
Dengan teladan ini, lahirlah gejala identifikasi positif, yakni penyamaan diri dengan
orang yang ditiru. Keteladanan adalah metode pendidikan yang diterapkan dengan cara
memberi contoh-contoh (teladan) yang baik berupa perilaku nyata, khususnya ibadah dan
akhlak. Dengan adanya teladan yang baik, maka akan menumbuhkan hasrat bagi orang
lain untuk meniru atau mengikutinya, dengan adanya contoh ucapan, perbuatan dan
contoh tingkah laku yang baik dalam hal apapun, maka hal itu merupakan amaliyah yang
penting bagi pendidikan anak.6
Secara etimologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “teladan” memiliki arti sesuatu
yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh tentang sifat, perbuatan, kelakuan dan sebagainya.8
Sedangkan keteladanan berarti hal yang dapat ditiru atau dicontoh. Sedangkan dalam bahasa
Inggris “model is a person or thing or the best kind”.
Keteladanan merupakan suatu upaya untuk memberikan contoh perilaku yang baik sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Pemberian contoh atau teladan harus dilakukan oleh seluruh
pegawai yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan, yang meliputi guru, kepala sekolah, dan
stakeholders lainnya, pengawas, dan juga staf tata usaha. Dalam hal ini, guru merupakan orang
yang paling utama dan pertama yang berhubungan dengan siswa. Baik buruknya perilaku guru,
apalagi guru agama, akan dapat mempengaruhi secara kuat terhadap siswanya. Oleh karena itu,
keteladanan guru menjadi sesuatu yang mutlak untuk dilakukan sebab guru yang baik akan
menjadi contoh yang baik bagi anak didiknya.
Keteladanan adalah perilaku yang terpuji dan disenangi karena sesuai dengan nilai-nilai
kebaikan dan kebenaran. Menjalankan keteladanan merupakan cara yang bisa dilakukan para
pendidik dalam memotivasi para siswa untuk lebih giat lagi belajar agar tercapai tujuan yang
diinginkan.
6
Abdul Majid. 2012. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, h. 150.
Dari penjelasan di atas, yang terkait dengan defenisi keteladanan, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa Keteladanan harus dimiliki oleh orang dewasa yang berada dilingkungan
pendidikan, di antaranya kepala sekolah, guru, pegawai dan komite sekolah. Keteladanan
dipandang sebagai bentuk perilaku yang manjadi contoh bagi orang yang di bawahnya yaitu
siswa.
Guru akan mampu memjadi icon bagi siswa, jika mampu memperlihatkan bukti nyata
dari perilaku yang mengarah pada keteladanan, seperti bertanggung jawab. Artinya guru sudah
terlebih dahulu menunjukkan perilaku tanggung jawab pada setiap apa yang diamanahkan
kepadanya untuk dikerjakan.
B. Pengertian Guru
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1991, guru diartikan sebagai
orang yang pekerjaannya mengajar. Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No.14
Tahun 2005 Pasal 2, guru dikatakan sebagai tenaga profesional yang mengandung arti
bahwa pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi
akademik, kompetensi, dan sertifikasi pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap
jenis dan jenjang pendidikan tertentu.
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi siswa pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah. Orang yang disebut guru adalah orang yang
memiliki kemampuan merancang program pembelajaran, serta mampu menata dan mengelola
kelas agar siswa dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai
tujuan akhir dari proses pendidikan.7
Jadi, guru bukanlah seseorang yang hanya bertindak mengajar sembarang tempat, tetapi
di tempat-tempat khusus dan juga berkewajiban mendidik siswa dengan mengabdikan dirinya
untuk cita-cita mulia, yaitu mencapai tujuan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan
tujuan pembelajaran.
7
Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional, (Jogjakarta; Ar-ruzz Media, 2013), h. 24.
Kepribadian adalah hubungan antara materi tubuh dan jiwa seseorang yang
perkembangannya dibentuk oleh pengalaman dan kondisi alam bawah sadar yang
terbentuk sejak awal pertumbuhan manusia, terutama akibat peristiwa-peristiwa
psikologis yang penting dalam pertumbuhan dirinya. Banyak yang beranggapan bahwa
tidak ada orang yang memiliki dua kepribadian, kecuali orang yang sakit jiwa.
Kepribadian orang itu digunakan untuk merespons lingkungan sekitarnya. Bukan
berarti segala tingkah laku orang ditentukan kepribadiannya, melainkan ada saat-saat
tertentu lingkungan luar diri bisa mengubah kepribadian seseorang jika lingkungan itu
punya pengaruh yang besar. Karena itulah, kepribadian bisa berubah jika lingkungan tiba-
tiba berubah.
Menurut Fatchul Mu’in, kepribadian ini harus melekat kuat dalam diri guru karena guru
diharapkan akan menjadi kaum yang mengarahkan kepribadian orang, bahkan lingkungan.
Dengan demikian, kepribadian dan karakter guru harus kuat agar ia tak dibawa oleh situasi yang
membuat kepribadiannya kalah dengan keadaan. Kepribadian kuat dan kukuh dibutuhkan untuk
menciptakan peran yang juga berfungsi membentuk keperibadian murid-muridnya. Kepribadian
yang dimiliki guru adalah apa yang harus diteladani orang lain, terutama siswa dan masyarakat.8
Menurut Abd. Rachman Shaleh dan Soependri Suriadinata dalam Fatchul Mu’in,
beberapa ciri kepribadian yang harus dimiliki oleh guru, antara lain sebagai berikut:
1. Guru harus bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifat, sikap, dan
amaliahnya yang mencerminkan ketakwaannya tersebut.
2. Guru harus suka bergaul, khususnya bergaul dengan anak-anak. Orang yang tidak menyukai
anak-anak jelas bukanlah orang yang tepat untuk menjadi guru karena anak-anak adalah
kalangan yang akan menjadi teman dialog mereka.
3. Guru adalah orang yang penuh minat, penuh perhatian, mencintai profesinya dan
pekerjaannya, dan berusaha untuk mengembangkan dan meningkatkan profesinya itu agar
kemampuan mengajarnya lebih baik.
4. Guru adalah orang yang suka belajar secara terus menerus. Meski ia adalah pendidik yang
identik dengan orang yang menularkan pengetahuan dan menyebarkan wawasan, tetapi dia juga
8
Fatchul Mu’in. 2011. Pendidikan Karakter Konstruksi Teoritik dan Praktik. Yogyakarta; Ar-ruzz Media,
h. 349-352.
harus menjadi orang yang terdidik yang selalu mempelajari hal-hal baru karena pada dasarnya
ilmu yang ada di dunia ini tak akan pernah habis untuk dipelajari.
Menurut Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan dalam bukunya Kemampuan Dasar Guru
dalam Proses Belajar Mengajar, karakter dan kepribadian yang harus dimiliki guru masa kini
untuk menjadi guru yang secara kualitatif memiliki karakter yang tepat untuk menajdi pengajar
yang berperan maksimal, antara lain: a) Memiliki kemantapan dan integritas pribadi; b) Peka
terhadap perubahan dan pembaruan; c) Berpikir alternatif; d) Adil, jujur, dan objektif, e)
Berdisiplin dalam melaksanakan tugas; f) Ulet dan tekun bekerja; g) Berusaha memperoleh hasil
kerja yang sebaik-baiknya; h) Simpatik dan menarik luwes, bijaksana, dan sederhana dalam
bertindak; i) Bersifat terbuka; j) Kreatif; k) Berwibawa.
E. Pembentukan Karakter
Sigmund Freud menyatakan “character is a striving sistem wich underly behavior”
karakter adalah kumpulan nilai yang mewujud dalam suatu sistem daya juang yang melandasi
pemikiran, sikap, dan perilaku. Karakter adalah bawaan hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti,
perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, etos, dan watak. Karakter mengacu pada
serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan
(skills). Jadi, karakter terdiri dari watak, akhlak dan budi pekerti yang diwujudkan melalui nilai-
nilai norma yang dipatrikan untuk menjadi nilai instrinsik dalam diri dan mewujud dalam suatu
sistem daya juang. Berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan
berwatak.10
9
Rani Wulandari. 2013. Teknik mengajar Siswa dengan Gangguan Bicara dan Bahasa. Yogyakarta:
Imperium, h. 26-27.
10
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia
yang berhubungan dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Dari penjelasan tersebut dapat dipahami, bahwa untuk mempengaruhi karakter peserta
didik ialah mencakup keteladanan guru seperti perilaku guru, cara guru berbicara, cara guru
dalam menyampaikan materi dan sebagainya, oleh sebab itu untuk menghasilkan sumber daya
manusia yang baik diperlukanlah guru yang berprilaku atau berkarakter positif pula, karena
dalam membentuk karakter seorang murid tentunya memerlukan bimbingan dari orang yang
lebih dewasa. Hal ini dapat dipahami dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap
orang yang baru lahir.
Keluarga adalah faktor penting dalam pendidikan seorang anak. Karakter seorang anak
berasal dari keluarga. Karakter seorang anak terbentuk terutama pada saat anak berusia 3 hingga
10 tahun. Pembentukan karakter anak adalah tugas kita sebagai orang tua untuk menentukan
input seperti apa yang masuk ke dalam pikirannya, sehingga bisa membentuk karakter anak yang
berkualitas. Karakter adalah sesuatu yang dibentuk, dikonstruksi, seiring dengan berjalannya
waktu dan semakin berkembangnya seorang anak.
Pendidikan karakter terdapat nilai-nilai luhur yang harus dimiliki dan dipraktikkan
terlebih dahulu oleh guru, baru kemudian diajarkan kepada anak didik dalam kehidupan nyata,
adapun nilai-nilai luhur itu yakni religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
kasih sayang, gotong royong, sopan santun, tanggung jawab, peduli sosial, cinta tanah air, rasa
ingin tahu, cinta damai, menghargai prestasi, peduli lingkungan dan demokrasi.11
Masnur Muslich. 2013. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidemensional. Jakarta:
11
1. Moral Knowing, menanamkan dengan baik pada anak tentang arti kebaikan. Mengapa harus
berprilaku baik, dan apa manfaat berprilaku baik
2. Moral Feeling, membangun kecintaan berprilaku baik pada anak yang akan menjadi sumber
energi anak untuk berprilaku baik. Membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya.
3. Moral Action, bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi tindakan nyata. Moral Action
ini merupakan outcome dari dua tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar
menjadi moral behavior.
Dengan tiga tahapan ini, proses pembentukan karakter akan jauh dari kesan praktik
doktrinasi yang menekan, justru sebaliknya, siswa akan mencintai berbuat baik karena dorongan
internal dari dalam dirinya sendiri.
Dengan demikian, sikap siswa disekolah tidak terlepas dari peran guru, karena apa yang
dilakukan siswa akan kembali kepada apa yang ditunjukkan oleh guru. Bukankah murid adalah
cerminan dari guru, anak adalah cerminan orang tua, rakyat adalah cerminan pemimpin.
Sehingga ada interaksi timbal balik antara guru dan siswa. Sehingga pada akhirnya, hasil belajar
siswa akan menentukan apakah setelah siswa mengikuti pembelajaran akan berubah kearah yang
lebih baik atau sebaliknya, baik itu pengetahuan, keterampilan maupun sikap siswa.
H. Penelitian Relevan
Berdasarkan landasan teoritis yang penulis uraikan terlebih dahulu, berikut ini akan
dikemukakan beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian yang akan diteliti, yaitu:
1. Maraudin, Judul : Keteladanan Guru Dalam Menanamkan Nilai Karakter Akhlak Pada
Siswa SMP Swasta Yayasan Pesantren Modern Adnan Medan Sunggal.
Untuk menggali faktanya penulis menggunakan penelitan deskriptif kualitatif.
Datanya diperoleh langsung dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan guru-guru,
serta segenap unsur pendidikan yang berada di SMP Swasta Yayasan Pesantren Modern
Adnan Medan Sunggal. Adapun dalam prosedur pengumpulan datanya dengan
menggunakan metode observasi (pengamatan), wawancara dan dokumentasi yang
dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa upaya yang dilakukan sekolah
beserta tenaga pendidik di SMP Pesantren Modern Adnan Medan Sunggal guna
menanamkan karakter akidah akhlak pada siswa, selain beberapa hal di atas upaya
lainnya adalah membuat peraturan selama siswa di sekolah secara tertulis dan diletakkan
di masing-masing kelas. Memberi surat orang tua atau wali siswa jika terdapat siswa
yang melanggar tata tertib sekolah lebih dari tiga kali. Dan lain sebagainya.
2. Hidayanti, judul : Keteladanan Pendidik dalam Pembentukan Perilaku Siswa Di MTs. Al-
Jam’iyatul Washliyah Tembung.
Untuk menggali faktanya penulis menggunakan penelitian lapangan (field research),
dengan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui bagaimana keteladanan pendidik dalam pembentukan perilaku siswa
MTs. Al-Jam’iyatul Washliyah Tembung. Adapun subjek dan informan penelitian ini
adalah kepala madrasah, seorang guru bimbingan konseling dan 3 orang guru mata
pelajaran di antaranya, 1 orang guru pendidikan kewarganegaraan, 1 orang guru
pendidikan jasmani dan rohani (penjas), dan 1 orang guru akidah akhlak. Serta 3 orang
siswa kelas IX di MTs. Al-Jam’iyatul Washliyah Tembung.
Selanjutnya, Tehnik pengumpulan data melalui : Pertama, observasi: perilaku
pendidik dalam pembentukan keteladanan, penerapan keteladanan, dan respon siswa saat
pendidik menerapkan keteladanan. Kedua, wawancara/ interview: dilakukan kepada
kepala sekolah, guru dan siswa di MTs. Al-Jami’iyatul Washliyah Tembung. Ketiga,
dokumentasi: pada saat wawancara dengan kepala sekolah, guru, siswa/siswi, serta sarana
dan prasarana. Hasil penelitian tersebut adalah keteladanan guru di MTs. Al-Jam’iyatul
Washliyah Tembung dilakukan dilaksanakan dengan berpakaian rapi, mengucapkan
salam, menertibkan suasana kelas, menjaga ucapan, menggunakan metode pembelajaran
yang tepat, bersikap adil kepada siswa dan mengevaluasi hasil belajar siswa, selanjutnya
kondisi peserta didik masih ada juga yang tidak tertib di dalam kelas dan untuk mengatasi
pembentukan perilaku siswa ada koordinasi antara pihak sekolah dengan orang tua siswa.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini secara substansi digunakan untuk mendeskripsikan, mengamati
dan menganalisis tentang Keteladanan Guru Kelas Dalam Pembentukan Karakter Siswa
MIS Hidayatullah Batang Kuis.
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian mendalam yang menggunakan teknik pengumpulan data dari informan
penelitian dalam setting-setting alamiah. Penelitian menafsirkan fenomena dalam
pengertian yang dipahami informan. Para penelitian kualitatif memabangun gambaran
yang kompleks dan holistik tentang masalah yang ditetliti peneliti dengan deskripsi yang
detail dari perspektif informan.37
Peneliti memfokuskan perhatian pada proses dari pada hasil yang akan diperoleh dari
lapangan penelitian. Penelitian kualitatif cenderung untuk menganalisa data secara
induktif serta makna menjadikan perhatian terutama dalam pendekatan kualitatif.
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga Maret 2018, dan apabila hasil penelitian
ini masih membutuhkan keperluan data, maka kemungkinan waktu penelitian akan diperpanjang
hingga data penelitian sudah mencukupi.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah informan. Informan adalah orang dalam pada latar penelitian
atau orang di manfaatkan untuk memberi informasi tentang situasi dan kondisi latar (lokasi
tempat penelitian). Jadi dalam penelitian ini yang menjadi informan di antaranya adalah Guru,
Siswa dan Kepala Sekolah di MIS Hidayatullah Batang Kuis.
Observasi dilakukan saat peneliti memasuki lapangan penelitian, melihat apa yang
terjadi sebenarnya, mencari bukti-bukti yang berhubungan dengan yang diteliti mengenai
keteladanan guru dan Karakter Siswa MIS Hidayatullah Batang Kuis.
2. Interview atau Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi
yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya jawab. Wawancara
dalam penelitian kualitatif sifatnya mendalam karena ingin mengeksplorasi informan
secara holistic dan jelas dari informan.40 Wawancara pada penelitian ini dilakukan
kepada guru kelas, Kepala Madrasah, dan siswa menurut sumber primer yang telah
ditentukan.
3. Dokumentasi
Dokumen dan record adalah setiap bahan atau pernyataan tertulis ataupun film yang
disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau akunting
dilakukan pada setiap momen dan bukti atau hasil penelitian yang harus disimpan dalam bentuk
foto maupun catatan sebagai bukti penelitian benar dilakukan dan menambah keakuratan data.
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan merupan teknik analasis data
yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Analisis data kualitatif berarti suatu proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara dan
dokumentasi. Analisis data dalam penelitian kualitatif sejak sebelum memasuki lapangan, selama
dilapangan dan setelah selesai di lapangan.
1. Reduksi Data
Menurut Miles dan Hubberman, reduksi data merupakan suatu bentuk analsis
yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang, yang tidak perlu dan
mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan
finalnya dapat ditarik dan diferifikasi. Reduksi data adalah menelaah kembali data-data
yang telah ditemukan (baik melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi, serta
studi kepustakaan) sehingga ditemukan data yang sesuai dengan kebutuhan untuk fokus
penelitian.
Dala penelitian ini, data yang diperoleh dari informasi kunci, yaitu kepala
Madrasah dan tenaga pengajar lainnya. Informasi disusun secara penelitian yaitu
keteladanan Guru dalam Pembentukan Karakter Siswa di MIS Hidayatullah Batang Kuis.
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah langkah mengorganisasi data dalam suatu tatanan informasi yang
padat atau kaya makna sesingga dengan mudah dibuat kesimpulan. Penyajian data biasanya
dibuat dalam bentuk cerita atau teks. Penyajian ini disusun dengan sebaik-baiknya sehingga
memungkinkan pelaku riset dapat menjadikannya sebagai jalan untuk menuju pada pembuatan
kesimpulan.
Data yang disajikan adalah data yang dikumpulkan dan dipilih mana data yang
berhubungan dan terkait lansung dengan rencana dan usaha melalui keteladanan guru
dalam pembentukan karakter siswa di MIS Hidayatullah Batang Kuis.
3. Kesimpulan
Setelah data disajikan yang terdapat dalam rangkaian analisis data, maka proses
selanjutnya adalah menarik kesimpulan dan melakukan verifikasi terhadap kesimpulan
yang dibuat. Kesimpulan yang dibuat adalah jawaban terhadap masalah riset. Akan tetapi,
sesuai tidaknya isi kesimpulan dengan keadaan sebenarnya, dalam arti valid atau tidaknya
kesimpulan yang dibuat, perlu diverifikasi. Verifikasi adalah upaya membuktikan
kembali benar atau tidaknya kesimpulan yang dibuat, atau sesuai atau tidaknya
kesimpulan dengan kenyataan.42
Data awal yang terwujud dengan kata-kata tulisan dan tingkah laku perbuatan yang telah
dikemukakan dalam penelitian ini diperoleh melalui hasil observasi, interview (wawancara) dan
studi dokumentasi sebenarnya sudah dapat memberikan kesimpulan, tetapi sifatnya masih
longgar. Dengan bertambahnya data yang dikumpulkan secara sirkuler bersama reduksi dan
penyajian, maka kesimpulan merupakan suatu konfigurasi yang utuh.