Laporan Anatomi Pemeriksaan Fisik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRATIKUM ANATOMI FISIOLOGI TUBUH

MANUSIA
PEMERIKSAAN FISIK

DISUSUN OLEH:
NAMA : NORHALIDA
NPM : 182114155
KEL/GROUP : D2/4
NAMA ASISTEN : 1. KEVIN IHZA ABDULLAH
2. ERICK STEVEN
3. INDAH AFRIANI
4. ADE JULIANDI
5. IRVAN ANDREANSYAH
6. NURUL DAHLIA HARAHAP S. Farm
7. ELSA MAHARANI

LABORATORIUM ANATOMI FISIOLOGI TUBUH MANUSIA


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL-WASHLIYAH
MEDAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari
seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis
penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan
pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan
perawatan pasien. Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai
dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ
utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes
khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.
Untuk bisa melakukan pemeriksaan fisik yang tepat dan akurat maka
diperlukan suatu pengetahuan tentang bagaimana anatomi dan fisiologi fisik.
Dengan demikian nantinya bisa ditentukan apakah pemeriksaan fisik yang
dilakukan itu memberikan hasil yang normal ataukah abnormal.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik, ahli
medis dapat menyusun sebuah diagnosis diferensial, yakni sebuah daftar
penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes akan
dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut. Sebuah pemeriksaan yang
lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum dan sistem organ
yang spesifik.
Beberapa tes akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut. Sebuah
pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi pasien secara umum
dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya, tanda vital atau pemeriksaan
suhu, denyut dan tekanan darah selalu dilakukan pertama kali.
Teknik dasar pemeriksaan fisik terdiri atas inspeksi (periksa lihat), palpasi
(periksa raba), perkusi (periksa ketuk), dan auskultasi (periksa dengar). Pada
umumnya, teknik dasar ini dilakukan secara berurutan atau sistematis. Namun,
pada keadaan tertentu urutan pemeriksaan tidak harus demikian. Usia pasien dapat
mempengaruhi urutan pemeriksaan tersebut, terutama jika pasien masih sangat
muda (bayi dan anak-anak) atau sangat lanjut usia (Manalu, 2016).
1.2 Tujuan Praktikum
a. Mahasiswa diharapkan mampu menentukan anatomi dan fisiologi tubuh
manusia pada kondisi sehat.
b. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan penilaian secara sistematis
terhadap keadaan umum pasien.
c. Mahasiwa diharapkan mampu melakukan pemeriksaan fisik terhadap
kepala dan wajah, mata, hidung telinga, mulut dan kerongkongan, leher,
dada, ketiak, abdomen dan ekstremitas.

1.3 Manfaat Praktikum


a. Mahasiswa mampu menentukan anatomi dan fisiologi tubuh manusia pada
kondisi sehat.
b. Mahasiswa mampu melakukan penilaian secara sistematis terhadap
keadaan umum pasien.
c. Mahasiwa mampu melakukan pemeriksaan fisik terhadap kepala dan
wajah, mata, hidung telinga, mulut dan kerongkongan, leher, dada, ketiak,
abdomen dan ekstremitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Faktor Kondisi Fisik


Kondisi fisik merupakan faktor dasar bagi setiap atlet dan turut berperan
dalam menentukan faktor resiko cedera atlet. Yang mana resiko terjadinya cedera
dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor internal keahlian atlit sendiri (intrinsik)
dan faktor ektrinsik. Faktor intrinsik terdiri dari komponen yang dimiliki oleh atlit
diantaranya kondisi fisik dan keterampilan teknik. Dimana komponen tersebut
mempengaruhi dari performa atlit ketika berlatih dan bertanding dan faktor resiko
ini dapat diminimalisir.
Selain itu, faktor resiko tersebut memiliki potensi yang mempengaruhi
kejadian cedera, yaitu potensi yang dapat dimodifikasi. Kondisi fisik yang baik
dan prima serta siap untuk menghadapi lawan bertanding merupakan unsur yang
penting dalam permainan sepak bola. Seorang pemain sepakbola dalam bertahan
maupun menyerang kadang-kadang menghadapi benturan keras, harus lari dengan
kecepatan penuh ataupun berkelit menghindari lawan, dan berhenti menguasai
bola dengan tiba-tiba. Sehingga apabila pemain memiliki kondisi fisik yang tinggi
maka makin kecil resiko terjadinya cedera, sebaliknya makin rendah tingkat
kondisi fisik, maka makin tinggi resiko cedera. Unsur-unsur kondisi fisik terdiri
dari, “Kelentukan (fleksibilitas), kelincahan (agilitas), daya tahan (endurance),
stamina, kekuatan, daya ledak otot (power), daya tahan otot (muscle-endurance),
dan kecepatan (speed).”
Untuk memastikan adanya hubungan atau tidak antara tingkat kondisi fisik
terhadap resiko cedera, tentunya memerlukan alat untuk mengukur resiko cedera.
Resiko cedera dapat diprediksi dengan cara mengobservasi setiap gerakan
fungsional dalam aktivitas olahraga. Observasi tersebut menilai ada tidaknya
gerakan kompensasi ataupun kehilangan keseimbangan dalam gerakan fungsional
yang dijadikan sebagai pemeriksaan. Penilaian tersebut dengan Functional
Movement Screening (FMS). FMS digunakan untuk mengidentifikasi faktor
resiko yang potensial untuk melihat resiko cedera muskuloskeletal yang mungkin
akan terjadi (Puspitasari, 2019).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa
tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan
dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu
dalam penegakan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien. Biasanya,
pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan
berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa tes khusus mungkin
diperlukan seperti test neurologi. Oleh sebab itu perawat dituntut untuk memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan proses kerepawatan yang
termasuk proses pengumpulan data dari pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh
perawat (Manalu, 2016).

Pemeriksaan Tanda Vital


Pemeriksaan tanda vital terdiri dari pemeriksaan: tekanan darah, frekuensi
nadi,respirasi dan suhu, yang secara lengkap diuraikan di bawah ini.

1. Pemeriksaan Tekanan darah


Metode klasik memeriksa tekanan ialah dengan menentukan tinggi kolom
cairan yang memproduksi tekanan yang setara dengan tekanan yang diukur. Alat
yang mengukur tekanan dengan metode ini disebut manometer. Alat klinis yang
biasa digunakan dalam mengukur tekanan adalah sphygmomanometer, yang
mengukur tekanan darah. Dua tipe tekanan gauge dipergunakan dalam
sphygmomanometer. Pada manometermerkuri, tekanan diindikasikan dengan
tinggi kolom merkuri dalam tabung kaca. Pada manometer aneroid, tekanan
mengubah bentuk tabung fleksibel tertutup, yang mengakibatkan jarum bergerak
ke angka.

2. Pemeriksaan nadi/arteri
Jantung bekerja memompa darah ke sirkulasi tubuh (dari ventrikel kiri)
dan ke paru (dari ventrikel kanan). Melalui ventrikel kiri, darah disemburkan
melalui aorta dan kemudian diteruskan ke arteri di seluruh tubuh. Sebagai
akibatnya, timbullah suatu gelombang tekanan yang bergerak cepat pada arteri
dan dapat dirasakan sebagai denyut nadi. Dengan menghitung frekuensi denyut
nadi, dapat diketahui frekuensi denyut jantung dalam 1 menit.

3. Pemeriksaan Pernafasan
Bernafas adalah suatu tindakan involunter (tidak disadari), diatur oleh
batang otak dan dilakukan dengan bantuan otot-otot pernafasan, Saat inspirasi,
diafragma dan otot-otot interkostalis berkontraksi, memperluas kavum thoraks
dan mengembangkan paru-paru. Dinding dada akan bergerak ke atas, ke depan
dan ke lateral, sedangkan diafragma terdorong ke bawah. Saat inspirasi berhenti,
paru-paru kembali mengempis, diafragma naik secara pasif dan dinding dada
kembali ke posisi semula

4. Pemeriksaan Suhu Tubuh


Suhu merupakan gambaran hasil metabolisme tubuh.Termogenesis
(produksi panas tubuh) dan termolisis (panas yang hilang) secara normal diatur
oleh pusat thermoregulator hipothalamus. Pemeriksaan suhu dapat dilakukan di
mulut, aksila, atau rektal, dan ditunggu selama 3–5 menit. Pemeriksaan suhu
dilakukan dengan menggunakan termometer baik dengan glass thermometer atau
electronic thermometer. Bila menggunakan glass thermometer, sebelum
digunakan air raksa pada termometer harus dibuat sampai menunjuk angka 35°C
atau dibawahnya (Sugiarto, 2017).

Pertimbangan khusus
Teknik dasar pemeriksaan fisik terdiri atas inspeksi (periksa lihat), palpasi
(periksa raba), perkusi (periksa ketuk), dan auskultasi (periksa dengar). Pada
umumnya, teknik dasar ini dilakukan secara berurutan atau sistematis. Namun,
pada keadaan tertentu urutan pemeriksaan tidak harus demikian. Usia pasien dapat
mempengaruhi urutan pemeriksaan tersebut, terutama jika pasien masih sangat
muda (bayi dan anak-anak) atau sangat lanjut usia.

Persiapan pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang dan dengan cahaya yang
cukup terang. Pemeriksa berada di sebelah kanan penderita yang terlentang. Posisi
tidur penderita diatur sedemikian rupa agar merasa nyaman. Misalnya, pada
pasien yang sesak nafas, posisi tidur diatur setengah duduk. Pakaian dibuka
seperlunya, sesuai dengan bagian tubuh yang diperiksa.

Dasar-dasar Pemeriksaan Fisik


1. Inspeksi
Langkah pertama pada pemeriksaan pasien adalah inspeksi, yaitu melihat
dan mengevaluasi pasien secara visual. Metode ini merupakan metode tertua yang
digunakan untuk mengkaji/menilai pasien. Inspeksi dapat dibagi menjadi inspeksi
umum dan inspeksi lokal. Pada inspeksi umum, pemeriksa melihat perubahan
yang terjadi secara umum, sehingga dapat diperoleh kesan keadaan umum pasien.
Pada inspeksi lokal, dilihat perubahan- perubahan lokal sampai yang sekecil-
kecilnya. Untuk bahan pembanding, perlu diperhatikan keadaan sisi
kontralateralnya. Pada keadaan tertentu, kadang inspeksi kulit membutuhkan
pencahayaan khusus untuk memeriksa efluresensi.

2. Palpasi
Palpasi adalah penggunaaan sensasi taktil untuk menentukan ciri-ciri suatu
sistem organ. Palpasi dilakukan dengan menyentuh atau meraba menggunakan
telapak tangan dan memanfaatkan alat peraba yang terdapat pada telapak tangan
serta jari tangan.

3. Perkusi
Perkusi berkaitan dengan sensasi taktil dan bunyi yang dihasilkan apabila
suatu pukulan keras dilakukan pada suatu daerah yang diperiksa. Tindakan ini
dapat memberikan informasi berharga mengenai struktur organ atau jaringan di
bawahnya. Adanya perbedaan suara ketuk dapat digunakan untuk menentukan
batas-batas suatu organ, misalnya paru, jantung, dan hati atau mengetahui batas-
batas massa abnormal di rongga abdomen.
4. Auskultasi
Auskultasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop untuk
mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh organ dalam. Suara yang didengar
dibedakan berdasarkan frekuensi (pitch), intensitas (keraslemahnya), durasi,
kualitas (timbre), dan waktunya. Dengan auskultasi dapat didengar suara
pernapasan, bunyi atau bising jantung, peristaltik usus, serta aliran darah dalam
pembuluh darah (Sutejo, 2016).

Pemeriksaan Fisik Pada Pasien Gagal Jantung


Pasien dengan gagal jantung kongestif (CHF) mengalami tanda-tanda
dyspnea dan kelelahan selama beraktifitas terutama saat berolahraga, dikarenakan
cardiac output dan aliran darah perifer mengalami penurunan. Terapi yang dapat
dilakukan untuk pasien CHF meliputi terapi fisik, terapi okupasi, terapi
pernapasan, dan nutrisi. Jika CHF tidak segera ditangani maka akan menurunkan
cara kerja jantung dan darah tidak akan berfungsi dengan baik saat memompa
darah.
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa mengirup udara yang mengandung
oksigen dari luar tubuh hingga ke dalam tubuh serta mengeluarkan
karbondioksida dari dalam tubuh keluar tubuh. Sistem pernapasan berperan
menyediakan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida, proses bernafas
berlangsung dengan dukungan sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler.
Terapi fisik diberikan pada pasien yang mempunyai keterbatasan untuk
melakukan pencapaian aktivitas. Terapi okupasi dilakukan untuk memenuhi ADL
secara mandiri supaya dapat kembali ke gaya hidup sebelumnya dan dapat
mengurangi stres. Terapi pernapasan dilakukan untuk kontinuitas perawatan dan
berpartisipasi dalam perencanaan keperawatan untuk mendapat oksigenasi yang
adekuat. Nutrisi diberikan untuk memenuhi kebutuhan pemenuhan nutrisi pada
pasien.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan meliputi pemberian oksigen 2
sampai 5 liter/menit, pemberian furosemod 1 mg/kg IV , turunkan demam dengan
asetaminofen, hindari cairan masuk melalui IV jika tidak syok, berikan morfin,
berikan nitrat sublingual 0,4 mg, tinggikan kepala tempat tidur 45’, berikan terapi
kronik (Jannah, 2017).

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat

a. Senter 1 buah
b. Stetoskop 2 buah

3.2 Bahan

Tidak memerlukan bahan

3.3 Prosedur Kerja

a. Atur posisi pasien senyaman mungkin


b. Perhatiakan topografi bidang, arah dan regio pada tubuh
c. Lakukan penilaian secara sistematis keadaan umum pasien, dengan inspeksi
terhadap :
1. Keadaan umum
2. Status gizi
3. Tekstur kulit
4. Pigmentasi
d. Lakukan pemeriksaan fisik terhadap :

1. Kepala dan wajah


a. Adakah kesimetrisan, pembengkakan, lesi, udema, bau, kebersihan
b. Warna rambut, jaram/lebat, sembab atau tidak
c. Kesan muka pucat atau tidak, sembab atau tidak
d. Adakan cloesma pada wajah
2. Mata
a. Pergerakan bola mata, posisi dan kesejajaran mata, kelainan pada bola mata
strasbismus.
b. Adakah pembengkakan palbera

c. Adakah secret pada sclera dan konjungtiva


d. Apakah sclera tampak kuning/putih
e. Apakah konjungtiva tampak pucat atau tidak

3. Hidung
a. Memeriksa sptum hiding berada ditengah atau tidak
b. Adakah benda asing, secret hidung, perdarahan, polip mulut dang
kerongkongan

4. Mulut dan Kerongkongan


a. Rongga mulut : adakah stomatitis, kemampuan mengigit dan menelan
b. Bibir : warna, simetris, lesi, kelembapan, pengelupasan dan bengkak.
c. Gusi : warna dan udema
d. Gigi geligi : karang gigi, caries, sisa gigi
e. Lidah : kotor, warna, kesimetrisan, luka, bercak dan pembengkakan
f. Kerongkongan : tamsil, peradangan, lender, secret.

5. Telinga
a. Memeriksa kebersihan kanalis
b. Memeriksa radang atau cairan yang keluar
c. Memeriksa adakah benda asing

6. Leher
a. Inspeksi : untuk melihat kesimetrisan, pergerakan, adakah masa kekakuan
b. Kelenjar tiroid : melihat besar nya juga bentuk nya
c. Palpasi : kelenjar tiroid dengan cara satu tangan dari samping atau dua tnagan
dari arah belakang, lalu jari-jari meraba permukaan kelenjar dan pasien
diminta untuk menelan bila yang teraba saat diminta ikut tertelan hal itu
menandakan kelenjar tiroid yang membesar
d. Vena jugularis : untuk melihat apakan vena jugularis tersebut
mengembangkan secara nyata.
e. Kelenjar limfe : bila ada tentukan ukuran, bentuk, morbiditas, dan
konsistensinya

7. Dada
a. Inspeksi : apakah pola pernapasan normal, apakah ada tanda-tanda ketidak
nyamanan bernafas
b. Palpasi : sistem fermitus, ada tidaknya bagian thorax yang tertinggal.
c. Perkusi : suara sonok atau pekak
d. Auskultasi : dinding thorax dengan menggunakan stetoskop yaitu pasien
diminta bernapas dalam dengan mulut terbuka lalu diletak secara sistematis
dari atas kebawah dengan membandingkan antara kiri dan kanan.

8. Ketiak
a. Inspeksi dan palpasi : adakah benjolan atau pembesaran kelenjar getah bening
(sarung tangan).

9. Abdomen
a. Ispeksi : regio abdomen, simetris, adakah benjolan venektasi.
b. Palpasi : dimulai dari palpasi umum keselurruhan dari abdomen untuk
mencari tanda nyeri umum ( peritioniutis, pankreatistis) lalu cari adakah
masa, bengkolan, tumor.
c. Melakukan pemeriksaan tugor kulit hepar dengan menggunakan jari tangan
kanan bawah berangsur- angsur naik mengikuti irama nafas dan gembungan
perut, rasakan sentuhan tepi hepar pada jari telunjuk, bila normal maka hepar
tidak bisa teraba, lien dengan bimanual dimana jari-jari tangan kiri
mengangkat dengan cara mengait dinding perut kiri atas dari arah belakang,
sedangkan tangan kanan berupaya meraba lien ( bila normal maka tidak akan
teraba ).
d. Perkusi : dengan cara mengetuk, jari tengan tangan kiri ditempelkan di
dinding abdomen, masa padatan atau cair akan menimbulkan suara pekak.
e. Auskultasi : mendengarkan suara bising usus

10. Ekstemitas
a. Inspeksi : adakah udema bila ada udema lakukan pemeriksaan dengan
penekanan pada daerah yang dianggap terdapat udema biala ada cekungan hal
tersebut menandakan adanya udema. Amati ekstremitas simestris atau tidak,
pergerakan bebas atau tidak, kelainan – kelainan lain. Ada nya varises atau
tidak.
b. Perkusi : estremitas bawah tungkai direfleksikan dan digantung, misalnya
pada tempat tidur kemudian diketok pada tendon maskulus kuardiseptis
vemoris, di bawah atau diatas patella.
DAFTAR PUSTAKA

Jannah, M. L. 2017. Intervensi Keperawatan Dalam Upaya Peningkatan


Keefektifan Pola Nafas Pada Pasien CHF. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Manalu, N. V. 2016. Pelaksanaan Pemeriksaan Fisik Oleh Perawat Rumah Sakit


Advent Bandar Lampung. Jurnal Skolastik Keperawatan Vol. 2, No.1

Puspitasari, N. 2019. Faktor Kondisi Fisik Terhadap Resiko Cedera Olahraga


Pada Permainan Sepakbola. Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi (JFR) Vol.
3, No.1

Sugiarto, 2017. Buku Manual Keterampilan Klinik Topik Dasar Pemeriksaan


Fisik. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Sutejo, 2016. Modul Keterampilan Klinik Dasar Blok 6 Pemeriksaan Fisik Dasar
Dan BLS. Universitas Jember.

Anda mungkin juga menyukai