Kelompok 1 (Stroke Hemoragik) - Seruni A
Kelompok 1 (Stroke Hemoragik) - Seruni A
Kelompok 1 (Stroke Hemoragik) - Seruni A
HALAMAN JUDUL...................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................3
1.3 Tujuan................................................................................................................3
1.4 Manfaat..............................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................................4
2.1 Pengertian Stroke...............................................................................................4
2.2 Etiologi.....................................................................................................................5
2.3 Faktor Resiko......................................................................................................5
2.4 Manifestasi Klinis................................................................................................6
2.5 Epidemiologi.......................................................................................................7
2.6 Klasifikasi Stroke.................................................................................................8
2.4..................................................................................................................................9
2.7 Patofisiologi Stroke.............................................................................................9
2.8 Pemeriksaan Penunjang...................................................................................11
2.9 Penatalaksaan Medis........................................................................................11
2.11 Prognosis.........................................................................................................33
2.12 Komplikasi........................................................................................................33
BAB 3...................................................................................................................................................34
PEMBAHASAN ASUHAN KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK........................................................34
3.1 Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan Diagnosa Stroke Hemoragik............34
BAB 4 SIMPULAN DAN SARAN............................................................................................................61
7.1 Simpulan...........................................................................................................61
1. Prevalensi penyakit stroke diIndonesia meningkat seiring bertambahnya umur.
Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas
(43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi
stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan dengan
perempuan (6,8%)........................................................................................................61
2. Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya
adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia,
ii
leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor
otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular................................................61
4.2 Saran................................................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................62
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Indonesia, satu diantaranya karena stroke (Depkes, 2011). Berdasarkan laporan
WHO, kasus stroke yang terjadi di Indonesia tahun 2002 telah menyebabkan
kematian lebih dari 123.000 orang. Menurut Dinas Kesehatan Jawa Tengah
(2009), prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2009 adalah 0,05%,
lebih tinggi dibandingkan dengan angka tahun 2008 sebesar 0,03%. Prevalensi
tertinggi tahun 2009 adalah di Kabupaten Kebumen sebesar 0,29%. Sedang
prevalensi stroke non hemoragik pada tahun 2009 sebesar 0,09%, mengalami
penurunan bila dibandingkan prevalensi tahun 2008 sebesar 0,11%. Prevalensi
tertinggi adalah di Kota Surakarta sebesar 0,75%. Di Indonesia, setiap 1000
orang, delapa orang diantaranya terkena stroke (Depkes, 2011).
Menurut hasil penelitian Bhat, et.al (2008), merokok merupakan faktor
risiko stroke pada wanita muda. Merokok berisiko 2,6 kali terhadap kejadian
stroke pada wanita muda. Merokok dapat meningkatkan kecenderungan sel-sel
darah menggumpal pada dinding arteri, menurunkan jumlah HDL (High Density
Lipoprotein), menurunkan kemampuan HDL dalam menyingkirkan kolesterol
LDL (Low Density Lipoprotein) yang berlebihan, serta meningkatkan oksidasi
lemak yang berperan dalam perkembangan arterosklerosis. Hasil penelitian Rico
dkk (2008) menyebutkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
stroke pada usia muda adalah riwayat hipertensi, riwayat keluarga dan tekanan
darah sistolik. Sedangkan faktor yang tidak memiliki hubungan yang bermakna
dengan kejadian stroke usia muda adalah jenis kelamin, kelainan jantung, kadar
gula darah sewaktu, kadar gula darah puasa, kadar gula darah PP, total kadar
kolesterol darah dan total trigliserida. Dari berbagai faktor yang menyebabkan
terjadinya stroke tersebut, muncullah berbagai manifestasi klinis seperti defisit
lapang pandang, defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit kognitif
dan defisit emosional. Sehingga sebagai tenaga kesehatan perlu melakukan
penatalaksanaan yang tepat bagi penderita stroke yaitu dengan memberikan terapi
pada salah satu tanda dan gejala stroke hemoragik yang umum terjadi yaitu
hemiplegia (kelumpuhan separuh badan). Penatalaksanaan kelumpuhan disebut
juga program rehabilitasi terdiri dari terapi fisik, terapi kerja, akupuntur, terapi
wicara, Constain Induce Treatment Therapy, Functional Electrical Stimulation,
elektroterapi. Penatalaksanaan meliputi observasi dan perawatan untuk semua
2
perubahan dalam status fisiologik dan psikologis dan penatalaksanaan komplikasi
jangka panjang.
Berdasarkan latarbelakang permasalahan diatas, penulis perlu membahas
asuhan keperawatan pada klien dengan stroke hemoragik dalam seminar kasus
keperawatan medikal bedah agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang
tepat bagi penderita.
1.4 Manfaat
Sebagai bahan pembelajaran dan pertimbangan perawat untuk
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.2 Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah
satu empat kejadian yaitu:
1. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain.
3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai darah
ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan,
berpikir, memori, bicara, atau sensasi.
5
2.4 Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2002), antara lain: defisit lapang pandang,
defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit kognitif dan defisit
emosional.
1. Defisit Lapang Pandangan
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
b. Kesulitan menilai jarak
c. Diplopia
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama).
b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4. Defisit Verbal
a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami)
b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
d. Depresi
e. Menarik diri
6
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah
g. Perasaan isolasi
2.5 Epidemiologi
Tingginya angka kejadian stroke bukan hanya dinegara maju saja, tetapi
jugamenyerang negara berkembang seperti Indonesia karena perubahan
tingkahlaku dan pola hidup masyarakat (Hartanti, 2012). Usia merupakan salah
satufaktor resiko stroke, semakin tua umurnya maka resiko terkena stroke
punsemakin tinggi. Penelitian WHO MONICA (1986) menunjukan bahwa insiden
strokebervariasi antara 48 sampai 240 per10000 per tahun pada populasi usia
45sampai 54 tahun, stroke dapat menyerang terutama pada mereka
yangmengkonsumsi makanan berlemak. Life style atau gaya hidup selalu
dikaitkandengan berbagai penyakit yang menyerang usia produktif. Generasi
mudasering menerapkan pola makan yang tidak sehat dengan
seringnyamengkonsumsi makanan siap saji yang sarat dengan lemak dan
kolesterol tapirendah serat (Turana, 2007).Di Indonesia belum ada penelitian
epidemiologi tentang kejadian stroke terutama stroke berulang. Pola hidup
masyarakat yang meliputi pola makan,aktifitas fisik atau olah raga, merokok,
konsumsi alkohol dan stress merupakan salah satu faktor resiko yang diduga
berperan dalam menimbulkan pemicu terjadinya stroke. Keadaan rawan stroke di
Indonesia semakinmeningkat, karena dikombinasi perubahan fisik, lingkungan,
kebiasaan, gayahidup dan jenis penyakit yang berkembang dengan tiba-tiba,
menyebabkan resiko masyarakat terkena stroke, di Indonesia secara kumulatif
bisameningkat menjadi 10 sampai 15 kali atau yang pasti jauh lebih
besardibandingkan di masa-masa sebelumnya (Yayasan stroke indonesia, 2007).
Prevalensi stroke di indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk. Halini
menunjukan sekitar 72,3 % kasus stroke dimasyarakat telah didiagnosisoleh
tenaga kesehatan. Prevalensi stroke tertinggi dijumpai di nangro aceh darussalam
(16,6%) dan terendah di papua (3,8%).
7
2.6 Klasifikasi Stroke
Terdapat dua macam bentuk stroke yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke iskemik merupakan 80% dari penyebab stroke, disebabkan
oleh gangguan pasokan oksigen dan nutrisi ke sel-sel otak akibat bentukan
trombus atau emboli. Keadaan ini dapat diperparah oleh terjadinya penurunan
perfusi sistemik yang mengaliri otak. Sedangkan stroke hemoragik intraserebral
dan subarakhnoid disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah kranial (Smith et al.,
2005).
stroke
Iskemik Hemoragi
1. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak
(disebut hemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam
ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak (disebut hemoragia subaraknoid).
Menurut Ghofir (2009), stroke hemoragik dibagi atas :
1) Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari
pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma.
Perdarahan ini banyak disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab
lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah, penyakit darah seperti
hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan angiomatosa
dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.
2) Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya
darah ke dalam ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena
8
pecahnya aneurisma (50%), pecahnya malformasi arteriovena atau MAV
(5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak diketahui.
2. Stroke Iskemik
Stroke iskemik mempunyai berbagai etiologi, tetapi pada prinsipnya
disebabkan oleh aterotrombosis atau emboli, yang masing-masing akan
mengganggu atau memutuskan aliran darah otak atau cerebral blood flow (CBF).
Nilai normal CBF adalah 50–60 ml/100 mg/menit. Iskemik terjadi jika CBF < 30
ml/100mg/menit. Jika CBF turun sampai < 10 ml/mg/menit akan terjadi
kegagalan homeostasis, yang akan menyebabkan influx kalsium secara cepat,
aktivitas protease, yakni suatu cascade atau proses berantai eksitotoksik dan pada
akhirnya kematian neuron. Menurut Debian (2013) stroke iskemik dibedakan
menjadi:
1) Stroke trombosis
Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik yang
menyebabkan penyempitan atau stenosis di arteria karotis interna atau, yang
lebih jarang di pangkal arteria serebri media atau di taut ateria vertebralis dan
basilaris. Stroke jenis ini terjadi sekitar 51% dari total kejadian stroke.
2) Stroke embolik
Stroke embolik terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit
neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Embolus
berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung atau
katup mitralis. Stroke jenis ini terjadi sekitar 32% dari total kejadian stroke.
9
neurologik. Tingkat iskeminya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra
iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hyperemic akibat adanya
aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah
yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat di reperfusi dan sel-
sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada faktor waktu dan jika
tak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur-angsur mengalami
kematian.
Pada stroke hemoragi, peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah sehingga dapat terjadi perdarahan
dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembes
kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intracranial.
Ekstravasi darah terjadi di daerah otak dan subaraknoid, sehingga jaringan yang
ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan
otak, sehingga dapat mengakibatkan penekanan pada arteri disekitar perdarahan.
Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil karena terjadi
penekanan maka daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan
mengalami nekrosis karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair,
sehingga terbentuk suatu rongga (Smeltzer & Bare, 2002).
Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh
darah yang mengalami gangguan biasanya arteri yang berhubungan langsung
dengan otak. Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat secara cepat
dan konstan, berlangsung beberapa menit bahkan beberapa hari. Gambaran klinis
yang sering muncul antara lain: pasien mengeluh sakit kepala berat, leher bagian
belakang kaku, muntah penurunan kesadaran dan kejang. Sembilan puluh persen
menunjukan adanya darah dalam cairan serebrospinal, dari semua pasien ini 70-75
% akan meninggal dalam waktu 130 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya
perdarahan sampai kesistem ventrikel, herniasi lobus temporal dan penekanan
mesensefalon atau mungkin disebabkan karena perembesan darah ke pusat-pusat
yang vital. Penimbunan darah yang cukup banyak di bagian hemisfer serebri
masih dapat ditolerir tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata
sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah
dapat mengakibatkan kematian (Smeltzer & Bare, 2002).
10
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang stroke hemoragik, antara lain;
1. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan anteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskuler.
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial.
3. CT Scan
Pemeriksaan ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi dan besar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan
otak.
11
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada
fase akut.
b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
4. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darahotak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita
beberapapenyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskularyang
luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga
saluranpernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
12
2.10 Penatalaksanaan Keperawatan
13
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
a. Nafsu makan hilang
b. Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
c. Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
d. Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
a) Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
b) Obesitas ( faktor resiko )
6. Sensori neural
Data Subyektif:
a) Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
b) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid.
c) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
d) Penglihatan berkurang
e) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan
pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
f) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
a) Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan
tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi
kognitif
b) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflek tendon
dalam ( kontralateral )
c) Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
d) Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
14
e) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil
f) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
g) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi
ipsi lateral
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
a) Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data Obyektif:
b) Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
Data Subyektif:
Perokok ( faktor resiko )
Tanda:
a. Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
b. Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
c. Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
9. Keamanan
Data Obyektif:
a. Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
b. Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
c. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
d. Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu
tubuh
e. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri
10. Interaksi sosial
Data Obyektif:
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
11. Pengajaran / pembelajaran
15
Data Subjektif :
a. Riwayat hipertensi keluarga, stroke
b. Penggunaan kontrasepsi oral
12. Pertimbangan rencana pulang
a. Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
b. Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan
diri dan pekerjaan rumah
16
Intervensi Keperawatan Stroke Hemoragik
Diagnosa
Tujuan Intervensi
Keperawatan
Ketidakefektifan Setelah dilakukan Monitorang neurologis
Perfusi jaringan tindakan keperawatan 1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan
serebral b.d aliran selama 3 x 24 jam, bentuk pupil
darah ke otak diharapkan suplai aliran 2. Monitor tingkat kesadaran klien
terhambat. darah keotak lancar 3. Monitir tanda-tanda vital
dengan kriteria hasil: 4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual,
1. Nyeri kepala / vertigo muntah
berkurang sampai de- 5. Monitor respon klien terhadap pengobatan
ngan hilang 6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
2. Berfungsinya saraf 7. Observasi kondisi fisik klien
dengan baik
3. Tanda-tanda vital Terapi oksigen
stabil 1.
Bersihkan jalan nafas dari sekret
2.
Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3.
Berikan oksigen sesuai intruksi
4.
Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan
sistem humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
7. Monitor respon klien terhadap pemberian
oksigen
2. 8. Anjurkan klien untuk tetap memakai
oksigen selama aktifitas dan tidur
Kerusakan Setelah dilakukan 1. Libatkan keluarga untuk membantu
komunikasi verbal tindakan keperawatan memahami / memahamkan informasi
b.d penurunan selama 3 x 24 jam, dari / ke klien
sirkulasi ke otak diharapkan klien mampu 2. Dengarkan setiap ucapan klien dengan
untuk berkomunikasi penuh perhatian
lagi dengan kriteria 3. Gunakan kata-kata sederhana dan
hasil: pendek dalam komunikasi dengan klien
1. dapat menjawab 4. Dorong klien untuk mengulang kata-
pertanyaan yang kata
diajukan perawat 5. Berikan arahan / perintah yang
2. dapat mengerti dan sederhana setiap interaksi dengan klien
memahami pesan- 6. Programkan speech-language teraphy
pesan melalui gambar 7. Lakukan speech-language teraphy
3. dapat setiap interaksi dengan klien
mengekspresikan
perasaannya secara
verbal maupun
nonverbal
Defisit perawatan Setelah dilakukan 1 Kaji kamampuan klien untuk perawatan
diri; tindakan keperawatan diri
mandi,berpakaian, selama 3x 24 jam, 2 Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat
makan, diharapkan kebutuhan bantu dalam makan, mandi, berpakaian
17
mandiri klien terpenuhi, dan toileting
dengan kriteria hasil: 3 Berikan bantuan pada klien hingga klien
1. Klien dapat makan sepenuhnya bisa mandiri
dengan bantuan orang 4 Berikan dukungan pada klien untuk
lain / mandiri menunjukkan aktivitas normal sesuai
2. Klien dapat mandi de- kemampuannya
ngan bantuan orang 5 Libatkan keluarga dalam pemenuhan
lain kebutuhan perawatan diri klien
3. Klien dapat memakai
pakaian dengan
bantuan orang lain /
mandiri
4. Klien dapat toileting
dengan bantuan alat
Kerusakan Setelah dilakukan 1 Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak
mobilitas fisik b.d tindakan keperawatan aktif pada sisi ekstrimitas yang sehat
kerusakan selama 3x24 jam, 2 Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi
neurovas-kuler diharapkan klien dapat ekstrimitas yang parese / plegi dalam
melakukan pergerakan toleransi nyeri
fisik dengan kriteria 3 Topang ekstrimitas dengan bantal untuk
hasil : mencegah atau mangurangi bengkak
1. Tidak terjadi 4 Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan
kontraktur otot dan dan kemampuan klien
footdrop 5 Motivasi klien untuk melakukan latihan
2. Pasien berpartisipasi sendi seperti yang disarankan
dalam program 6 Libatkan keluarga untuk membantu klien
latihan latihan sendi
3. Pasien mencapai
keseimbangan saat
duduk
4. Pasien mampu
menggunakan sisi
tubuh yang tidak sakit
untuk kompensasi
hilangnya fungsi pada
sisi yang parese/plegi
Resiko kerusakan Setelah dilakukan 1 Beri penjelasan pada klien tentang: resiko
integritas kulit b.d tindakan perawatan adanya luka tekan, tanda dan gejala luka
immobilisasi fisik selama 3 x 24 jam, tekan, tindakan pencegahan agar tidak
diharapkan pasien terjadi luka tekan)
mampu mengetahui dan 2 Berikan masase sederhana
mengontrol resiko 3 Lakukan alih baring
dengan kriteria hasil : 4 Berikan manajemen nutrisi
1. Klien mampu menge- 5 Berikan manajemen tekanan
nali tanda dan gejala
adanya resiko luka
tekan
2. Klien mampu
berpartisi-pasi dalam
pencegahan resiko
18
luka tekan (masase
sederhana, alih ba-
ring, manajemen
nutrisi, manajemen
tekanan).
Resiko Aspirasi Setelah dilakukan Aspiration Control Management :
berhubungan tindakan perawatan 1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk
dengan penurunan selama 3 x 24 jam, dankemampuan menelan
tingkat kesadaran diharapkan tidak terjadi 2. Pelihara jalan nafas
aspirasi pada pasien 3. Lakukan saction bila diperlukan
dengan kriteria hasil : 4. Haluskan makanan yang akan diberikan
1. Dapat bernafas 5. Haluskan obat sebelum pemberian
dengan
mudah,frekuensi
pernafasan normal
2. Mampu
menelan,mengunyah
tanpa terjadi aspirasi
19
Discharge planning bagi pasien stroke
1. Memastikan keamanan bagi pasien setelah pemulangan
2. Memilih perawatan, bantuan, atau peralatan khusus yang dibutuhkan
3. Merancang untuk pelayanan rehabilitasi lanjut atau tindakan lainnya di rumah (misal
kunjungan rumah oleh tim kesehatan)
4. Penunjukkan health care provider yang akan memonitor status kesehatan pasien
5. Menentukan pemberi bantuan yang akan bekerja sebagai partner dengan pasien untuk
memberikan perawatan dan bantuan harian di rumah, dan mengajarkan tindakan yang
dibutuhkan.
2.11 Prognosis
Menurut Dewanto (2009) prognosis pada pasien stroke adalah bergantung pada jenis
stroke dan sindrom klinis stroke. Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung
pada lokasi, ukuran, patologi lesi, ukuran, serta usia pasien dan penyakit yang menyertainya.
Stroke hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada 30 hari pertama risiko meninggal 50%
sedangkan pada stroke iskemik hanya 10%.
2.12 Komplikasi
Menurut Muttaqin (2008) setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami
komplikasi yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Dalam hal imobilisasi meliputi: infesksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi dan
tromboflebitis
2. Dalam hal paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
3. Dalam hal kerusakan otak meliputi peningkatan TIK, tonus otot abnormal, nyeri kepala
4. Hidrosefalus
Menurut Smeltzer (2001) komplikasi stroke meliputi:
1. Hipoksia serebral
2. Embolisme serebral
3. Infark serebri
20
BAB 3
PEMBAHASAN ASUHAN KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK
IDENTITAS
Nama pasien : Ny. S Tanggal MRS : 10/11/2016
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Petani
Alamat : Barongkrajan, Sidoarjo
KELUHAN UTAMA
klien mengeluh kesulitan untuk berkomunikasi (bicara pelo) dan separuh bagian tubuhnya
tidak bisa digerakkan (hemiplegi dextra).
21
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Klien memiliki keluarga yang juga menderita hipertensi
Genogram
Keterangan :
1. Laki – laki
48
2. perempuan
28 27
Klien berusia 48 tahun tinggal bersama dengan dua anaknya yang berusia 28 tahun
dan 27 tahun. Klien sudah bercerai dengan suaminya. Klien memiliki empat saudara namun
tidak tinggal dalam satu rumah, sehingga saat klien sakit, klien dirawat sepenuhnya oleh
kedua anaknya.
22
3. SISTEM KARDIOVASKULAR
a. TD : 150/90 mmHg
Tidak ditemukan masalah
b. N : 88x/mnt
c. Keluhan nyeri : tidak ada
d. Irama jantung : regular
e. Suara jantung : normal (s1/s2 tunggal)
f. CRT : <1 detik
g. Akral : hangat kering merah
h. Sirkulasi perifer : saturasi oksigen 98% dengan pemakainan masker non-
rebreathing mask Flow 6 Lpm
4. SISTEM PERSYARAFAN
a. S : 36,9◦C
Gangguan Perfusi Jaringan
b. GCS : 446 Serebral
c. Reflek fisiologis : Patella, triceps, biceps Gangguan Komunikasi
d. Reflek patologis : tidak ada Verbal
Intoleransi aktivitas
e. Keluhan pusing : tidak ada
f. Lain –lain :
- Brudzinsky I-IV (-)
- Nervus VI : gerakan bola mata bisa ke segala arah
- Nervus VII: Facial palsy dekstra tipe (Upper motor neuron) UMN
- XII : Lingual palsy dekstra tipe (Upper motor neuron) UMN
- Motorik 4 5
4 5
- Sensorik : sulit dievaluasi
- RF : BPR +3
TPR +3
KPR +3
- RP: Bab/Var +/-
- H/T -/-
g. Pemeriksaan saraf cranial
N1 : Klien dapat mencium bau
N2 : Pengeliatan klien normal
N3 : Gerakan bola mata bisa ke segala arah
23
N4 : Gerakan bola mata bisa kesegala arah
N5 : Klien tidak mampu untuk mengunyah makanan
N6 : Gerakan bola mata bisa ke segala arah
N7 : Saat diminta untuk tersenyum wajah tidak simetris
N8 : Pendengaran klien normal
N9 : Klien mampu untuk menelan
N10 : Reflek menelan bagus
N11 : Mampu untuk menelan
N12 : Klien tidak mampu mengeluarkan suara atau bicara pelo
h. Pupil : isokor dengan diameter 3 mm/ 3mm
i. Sclera : anikterus
j. Konjungtiva : ananemis
k. Istirahat / Tidur : 8 jam / hari, tidak ada gangguan tidur
l. Lain- lain : Terdapat perdarahan intraserebral sinistra tanpa midline shift.
Klien mengalami penurunan kemampuan untuk mengunyah
dan muka terlihat merot ke kanan
5. SISTEM PERKEMIHAN
a. Kebersihan genitalia : bersih
Tidak ditemukan masalah
b. Sekret : tidak ada
c. Ulkus : tidak ada
d. Kebersihan meatus urethra : bersih
e. Keluhan kencing : tidak ada
f. Kemampuan berkemih : Alat bantu kateter
Jenis : Dower kateter
Ukuran : 16 Fr
Hari ke- 5
g. Produksi urine : warna kuning cerah
h. Kandung kemih : tidak ada pembesaran atau distensi
i. Nyeri tekan : tidak ada
j. Balance cairan :
Intake = output
(6x 200) + 1500 = 2200 + 500
Hasil = balance
24
6. SISTEM PENCERNAAN
a. TB : 165 cm
b. BB : 70 kg
c. Mulut : bersih
d. Membrane mukosa: lembab
e. Nyeri tekan : tidak ada
f. Luka operasi : tidak ada
g. Peristaltik : 20 x/ menit
h. BAB : 1 x/ 2 hari
i. Konsistensi : lunak
j. Diet : cair
k. Nafsu makan : menurun
l. Porsi makan : habis
7. SISTEM PENGELIHATAN
a. Keluhan nyeri : tidak ada
b. Luka operasi : tidak ada
8. SISTEM PENDENGARAN
Tidak ditemukan masalah
a. Keluhan nyeri : tidak ada
b. Luka operasi : tidak ada
9. SISTEM MUSKULOSKELETAL
a. Pergerakan sendi : bebas
Tidak ditemukan masalah
b. Kekuatan otot : 4 5
4 5
c. Kelainan ekstrimitas : tidak
d. Kelainan tulang belakang : tidak ada
e. Fraktur : tidak ada
f. Traksi : tidak
g. Penggunaan spalk/gips : tidak
h. Keluhan nyeri : tidak
i. Turgor kulit : baik
j. Luka operasi : tidak
k. ROM : pasif
25
10. SISTEM INTEGUMEN
a. Penelian risiko dekubitus :
- Persepsi sensori : tidak ada gangguan (4)
- Kelembaban : kadang basah (3)
- Aktivitas : bed rest (1)
- Mobilisasi : keterbatasan ringan (3)
- Nutrisi : Adekuat (3)
- Gesekan dan pergeseran : tidak menimbulkan masalah (3)
Total nilai = 36 (Low risk)
b. Warna : Merah
c. Pitting edema : tidak ada Tidak ditemukan masalah
d. Ekskoriasis : tidak
e. Psoriasis : tidak
f. Pruritus : tidak
g. Urtikaria : tidak
11. SISTEM ENDOKRIN
a. Pembesaran tyroid : tidak Tidak ditemukan masalah
b. Pembesaran kelenjar getah bening : tidak
c. Hipoglikemia : tidak
d. Hiperglikemia : tidak
e. Infeksi : tidak
f. Kondisi luka DM : tidak
g. Riwayat amputasi sebelumnya : tidak
h. Riwayat luka sebelumnya : tidak
12. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya : klien merasa penyakitnya merupakan cobaan
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya : murung / diam
c. Reaksi saat interaksi : kooperatif
Tidak ditemukan masalah
d. Gangguan konsep diri : tidak ada
26
13. PERSONAL HYGIENE DAN KEBIASAAN
a. Kebersihan diri : kebersihan diri klien terjaga, keluarga mengganti pakaian klien 1
hari sekali dan diseka 2x sehari, oral hygiene dilakukan oleh perawat setiap pagi
hari
b. Kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan : dibantu sepenuhnya
27
HASIL PEMERIKSAAN LAB (10 November 2016)di RS Anwar Medika jam 1.30 WIB
Hematologi
PCT 0,1 %
Elektrolit
Hasil pemeriksaan lab (10 November 2016) diRSUD Dr. Soetomo jam 11.42
28
Kimia Klinik
Hematologi
Elektrolit
29
Klorida 110 Mmol/l 97-103
Gas Darah
PH 7,45
SO2 80,6
A 103,2 mmHg
a/A 0,4
RI 1,4
Klorida 97 Meq/L
SGOT 17 u/L
SGPT 20 u/L
GDA 60 Mg/dl
30
ANALISA DATA
DO :
- GCS : 446
- Kaku kuduk : (-)
- Reflek babinski : (-)
- TD : 150/90 mmHg
- Hasil CT-Scan :
perdarahan intraserebral
(S) tanpa midline shift
15/11/2016 DS : Perdarahan pada PD Defisit perawatan
- Klien mengeluh lemas di intraserebral (S) diri : mandi,
- Klien mengeluh tangan berpakaian, makan
dan kaki kanan lemas Antisipasi minum dan toileting
untuk digerakkan perdarahan lebih
lanjut
DO : Klien diharuskan
- Anggota badan kanan bedrest total
lemas
- Klien dalam fase akut Klien tidak mampu
ICH beraktivitas secara
- Klien bed rest total mandiri
karena ada perdarahan
intraerebral Defisit perawatan
diri
31
perdarahan lebih
DO : lanjut
- Perdarahan
intraserebral (S) Klien diharuskan
- Klien harus bedrest total bedrest total
Klien memiliki
keterbatasan energi
dalam beraktivitas
Intoleransi aktivitas
32
perfusi jaringan serebral dapat 1. Berikan terapi oksigen
kembali optimal dengankriteria 2. Mematau peningkatan
hasil : tekanan darah sistolik
1. Circulation status 3. Menginstruksikan
2. Neurologis status pasien untuk bed rest
3. Tissue perfusion: cerebral total dengan posisi
4. Tekanan sistole dan kepala head up 15°- 30°
diastole dalam batas 4. Mengobservasi tanda-
normal (S : 100-120, D : tanda peningkatan
60-80) intrakranial
5. Tidak ada peningkatan 5. Catat perubahan pasien
PTIK dalam merespon
6. Pasien tenang /tidak stimulus
gelisah 6. Monitor balance cairan
7. Pasien dapat 7. Menginstruksikan
mempertahankan / kepada keluarga untuk
meningkatkan menjaga ketenangan
kesadarannya dan membatasi jumlah
pengunjung agar klien
dapat beristirahat
8. Kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian
obat-obatan
9. Instruksikan kepada
klin untuk menghindari
mengejan dan batuk
Rabu, 2 NOC : Self-care : ADLs Self care assistance : ADLs
16/11/16 Setelah dilakukan tindakan 1. Mengobservasi
keperawatan selama 3 x 24 jam, kemampuan klien
kebutuhan dasar klien dapat dalam merawat diri
terpenuhi dengan kriteria hasil : (Mandi, makan,
1. Mandi terlaksana minum, berpakaian,
2. Berpakaian rapi setelah dan toileting)
mandi 2. Mengkaji kebersihan
33
3. Makan dan minum kulit, mulut, kuku,
terpenuhi sesuai diit rambut dan vulva
4. Dapat toileting dengan 3. Mengkaji kemampuan
nyaman klien untuk mengunyah
dan menelan
4. Menyediakan alat
untuk membantu
pemenuhan dasar klien
(pispot, tirai)
5. Melakukan oral higiene
dan vulva higiene
6. Membantu keluarga
untuk menyeka apabila
keluarga memerlukan
bantuan
Rabu, 3 NOC : Joint movement passive NIC : Exercise Therapy
16/11/16 Setelah dilakukan tindakan Joint Mobility
keperawatan 3x 24 jam, gangguan 1. Mengkaji kemampuan
kelemahan ekstremitas dextra klien untuk melakukan
dapat teratasi dengan kriteria latihan ROM
hasil: 2. Menjelaskan kepada
1. Klien meningkat dalam klien dan keluarga
aktivitas fisik tujuan dari latihan
2. Klien dan keluarga 3. Anjurkan klien
memahami tujuan dari memakai pakaian yang
peningkatan mobilitas longgar
4. Damping klien dalam
melakukan aktivitas
ROM pasif
5. Monitor adanya nyeri
saat latihan
6. Catat kenaikan tekanan
sistol setelah
melakukan latihan
34
ROM
7. Mengajarkan keluarga
cara melakukan ROM
pasif
Rabu, 4 NOC : Communication NIC : Communication
16/11/16 Selama dilakukan perawatan di Enchacement : Speech
RS klien mampu untuk deficit
mempertahankan atau 1. Monitor kecepatan
meningkatkan kemampuan berbicara, tekanan,
berbicara dengan kriteria hasil volume dan kejelasan
1. Klien mampu menerima berbicara
pesan melalui metode 2. Monitor emosional
alternatif (komunikasi klien seperti rasa
tertulis, bahasa isyarat, frustasi, marah dan
bicara yang jelas pada depresi terkait
telinga sehat) penurunan kemampuan
2. Klien memperlihatkan bicara
peningkatan usaha untuk 3. Kenali isyarat tubuh
berkomunikasi klien sebagai bentuk
3. Klien memperlihatkan komunikasi
peningkatan kemampuan 4. Sediakan alat bantu
untuk memahami untuk komunikasi
komunikasi secara verbal seperti kertas dan
bolpoin
5. Sesuaikan bentuk
komunikasi dengan
kondisi klien (berdiri
mendekat ke klien saat
berbicara, dengarkan
dengan seksama,
berbicara perlahan
kepada klien)
6. Menjaga lingkungan
agar tetap tenang
35
7. Instruksikan kepada
pasien untuk bicara
perlahan
8. Ulangi perkataan klien
untuk memastikan
9. Jika pasien belum
mampu bicara,
sederhanakan
pertanyaan dan
anjurkan pasien
menjawab ‘ya’ dan
‘tidak’ dengan isyarat
anggkukan dan
gelengan kepala
10. Menjelaskan kepada
klien dan keluarga
untuk selalu melatih
bicara
11. Minta pasien untuk
berlatih bicara dengan
kalimat sederhana
12. Anjurkan kepada
keluarga untuk
mengajak klien
berbicara mengenai
kesehatan klien
36
Hari/Tangg No. Jam Implementasi Para Jam Evaluasi (SOAP) Paraf
al/Shift Dx f
Rabu/ 16- 1 10.00 Memberikan terapi oksigen non 10.00 S : Klien mengatakan tidak ada
11-2016 rebreathing mask 6 lpm pusing atau nyeri pada leher
Memantau tekanan darah sistolik (17/11
pasien /2016) O :
Menginstruksikan pasien untuk SpO2 : 98%
bedrest dengan posisi kepala trunk up Vital Sign :
30° TD : 140/90 mmHg
Memantau adanya tanda – tanda RR : 16 x/menit
peningkatan TIK (Hipertensi, Nyeri N : 88x/menit
kepala, papiledema, muntah, dan S : 36,7°C
bradikardi) GCS : 456
Mencatat apabila terdapat perubahan Klien bedrest dengan posisi
pada pasien dalam merespon atau ada kepala trunk up 15° - 30°
penurunan GCS
Tangan kanan dan kaki kanan
Memonitor balance cairan telah mampu diangkat tapi
Menginstruksikan kepada keluarga lemah.
untuk menjaga ketenangan dan Kekuatan motorik
membatasi jumlah pengunjung agar
klien dapat beristirahat 4 5
Menginstruksikan kepada klien agar
klien tidak boleh mengejan dan batuk
Memastikan makan telah diberikan 4 5
melalui sonde
Balance cairan :
I = O + IWL
1200 = 700 + 500
Terdapat kelemahan pada
wajah kanan dan lidah kanan
Pemeriksaan hasil lab:
37
K : 3,9
Na : 141
Cl : 0,7
BUN : 15
SK : 0,63
SGOT : 17
SGPT : 20
GDA : 60
WBC : 10,81
Plt : 212
A : masalah perfusi jaringan
serebral belum teratasi.
P : intervensi 1 – 9 dilanjutkan
38
3 10.00 Mengkaji kemampuan klien untuk 10.00 S : klien mengatakan masih
melakukan latihan ROM merasakan kelemahan pada
Menjelaskan kepada klien dan (17/11 tangan dan kaki kanan
keluarga tujuan dari latihan /2016)
O:
Anjurkan klien memakai pakaian
yang longgar Klien mampu melakukan
ROM pasif pada
Damping klien dalam melakukan
ekstremitas kiri
aktivitas ROM pasif
Ekstremitas kanan masih
Monitor adanya nyeri saat latihan
terdapat kelemahan
Catat kenaikan tekanan sistol
Kekuatan otot
setelah melakukan latihan ROM
Mengajarkan keluarga cara 45
melakukan ROM pasif
45
TD : 140/90 mmHg
Tidak ada nyeri saat
latihan ROM
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
4 10.00 Mengkaji kemampuan klien dalam 10.00 S : klien mengatakan lidah
berbicara dan melakukan latihan kanan terasa lemas
otot wajah dan lidah (17/11
Mengkaji kondisi emosional pasien /2016) O :
seperti frustasi, kemarahan, depresi Wajah kanan terlihat
atas penurunan kemampuan untuk jatuh
berbicara Bibir kanan merot ke
Memfasilitasi klien untuk berbicara arah kiri
dengan menggunakan media kertas Klien pelo saat berbicara
dan bolpoin untuk menulis atau A : masalah belum tertatasi
dengan menggunakan bahasa tubuh
39
lain seperti mengedipkan mata atau P : intervensi dilanjutkan
menggerakkan tangan
Mengulangi kata-kata yang telah
diucapkan oleh klien untuk
memastikan kata-kata yang telah
diucapkan oleh klien
Menganjurkan klien untuk
berbicara perlahan
Menyederhanakan pertanyaan agar
klien dapat menjawab dengan ‘iya’
atau ‘tidak’
Berkolaborasi dengan terapi wicara
untuk melatih kemampuan bicara
klien
Memotivasi klien untuk tetap
bersabar dan tabah dalam menjalani
terapi
Kamis/ 17- 1 14.00 Memberikan terapi oksigen non 14.00 S : Klien mengatakan tidak ada
11-2016 rebreathing mask 6 lpm pusing atau nyeri pada leher
Memantau tekanan darah sistolik (18/11
Shift sore pasien /2016) O :
Menginstruksikan pasien untuk SpO2 : 98%
bedrest dengan posisi kepala trunk Vital Sign :
up 30° TD : 140/90 mmHg
Memantau adanya tanda – tanda RR : 16 x/menit
peningkatan TIK (Hipertensi, Nyeri N : 88x/menit
kepala, papiledema, muntah, dan S : 36,7°C
bradikardi) GCS : 456
Mencatat apabila terdapat Klien bedrest dengan posisi
perubahan pada pasien dalam kepala trunk up 15° - 30°
merespon atau ada penurunan GCS
Tangan kanan dan kaki kanan
40
Memonitor balance cairan telah mampu diangkat tapi
Menginstruksikan kepada keluarga lemah.
untuk menjaga ketenangan dan Kekuatan motorik
membatasi jumlah pengunjung agar
klien dapat beristirahat 5
4
Menginstruksikan kepada klien
agar klien tidak boleh mengejan 45
dan batuk
Memastikan makan telah diberikan Balance cairan :
melalui sonde I = O + IWL
1200 = 700 + 500
Terdapat kelemahan pada
wajah kanan dan lidah kanan
A : masalah perfusi jaringan
serebral belum teratasi.
P : intervensi 1 – 9 dilanjutkan
41
apabila kluarga memerlukan A : masalah belum teratasi
bantuan
P : intervensi 1-6 dilanjutkan
3 14.00 Mengkaji kemampuan klien untuk 14.00 S : klien mengatakan bisa
melakukan latihan ROM mengangkat tangan kanan dan
Menjelaskan kepada klien dan 18/11/ kiri
keluarga tujuan dari latihan 2016
O:
Anjurkan klien memakai pakaian
yang longgar Klien mampu melakukan
Damping klien dalam melakukan ROM aktif pada
aktivitas ROM pasif ekstremitas kiri
Monitor adanya nyeri saat latihan Ekstremitas kanan masih
Catat kenaikan tekanan sistol terdapat kelemahan
setelah melakukan latihan ROM Kekuatan otot
Mengajarkan keluarga cara
melakukan ROM pasif 4 5
4 5
TD : 140/90 mmHg
A : masalah belum teratasi
P : intervensi 1-7 dilanjutkan
Jumat/ 18- 1 14.00 Memberikan terapi oksigen non 14.00 S : Klien mengatakan tidak ada
11-2016 rebreathing mask 6 lpm pusing atau nyeri pada leher
Memantau tekanan darah sistolik 19/11/
Shift sore pasien 2016 O:
Menginstruksikan pasien untuk SpO2 : 98%
bedrest dengan posisi kepala trunk Vital Sign :
up 30° TD : 140/90 mmHg
Memantau adanya tanda – tanda RR : 18 x/menit
43
peningkatan TIK (Hipertensi, Nyeri N : 72x/menit
kepala, papiledema, muntah, dan S : 36,7°C
bradikardi) GCS : 456
Mencatat apabila terdapat Klien bedrest dengan posisi
perubahan pada pasien dalam kepala trunk up 15° - 30°
merespon atau ada penurunan GCS Tangan kanan dan kaki kanan
Memonitor balance cairan telah mampu diangkat tapi
Menginstruksikan kepada keluarga lemah.
untuk menjaga ketenangan dan Kekuatan motorik
membatasi jumlah pengunjung agar
klien dapat beristirahat 5-5
Menginstruksikan kepada klien
agar klien tidak boleh mengejan
5-5
dan batuk
Memastikan makan telah diberikan
Balance cairan :
melalui sonde
I = O + IWL
1200 = 700 + 500
Terdapat kelemahan pada
wajah kanan dan lidah kanan
A : masalah perfusi jaringan
serebral belum teratasi.
P : intervensi 1 – 9 dilanjutkan
45
4 14.00 Mengkaji kemampuan klien dalam 14.00 S : klien mengatakan lidah
berbicara dan melakukan latihan 19/11/ kanan masih lemas
otot wajah dan lidah 2016
Mengkaji kondisi emosional pasien O:
seperti frustasi, kemarahan, depresi Facial palsy dekstra
atas penurunan kemampuan untuk
Slight lingual palsy
berbicara
dekstra
Memfasilitasi klien untuk berbicara
Klien pelo saat berbicara
dengan menggunakan media kertas
Klien tidak mampu
dan bolpoin untuk menulis atau
mengucapkan huruf ‘R’
dengan menggunakan bahasa tubuh
dan mengucapkan kata-
lain seperti mengedipkan mata atau
kata dengan huruf ‘T’
menggerakkan tangan
dengan lugas seperti
Mengulangi kata-kata yang telah
‘sikat’, ‘cepat’
diucapkan oleh klien untuk
A : masalah belum teratasi
memastikan kata-kata yang telah
diucapkan oleh klien P : intervensi dilanjutkan
Menganjurkan klien untuk
berbicara perlahan
Menyederhanakan pertanyaan agar
klien dapat menjawab dengan ‘iya’
atau ‘tidak’
Berkolaborasi dengan terapi wicara
untuk melatih kemampuan bicara
klien
Memotivasi klien untuk tetap
bersabar dan tabah dalam menjalani
terapi
46
47
BAB 4
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
Prevalensi penyakit stroke diIndonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus
stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan
terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan
jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan dengan perempuan (6,8%).
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh
darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak
disebabkan oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik,
diskrasia darah, penyakit darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian
antikoagulan angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis
serebrovaskular.
4.2 Saran
Penderita stroke yang mengalami kerusakan persarafan atau kelumpuhan dapat bersifat
permanen. Oleh karena itu, perlu adanya pendampingan kepada klien maupun kepada
keluarga selama menjalani pengobatan dan masa rehabilitasi.
DAFTAR PUSTAKA
48
Asuhan Keperawatan Stroke Hemoragic. Diakses pada tanggal 6 Februari 2012 di
http://nursingbegin.com/askep-stroke-hemoragik/
Konsep Teori Stroke Hemoragik. Diakses pada tanggal 6 Februari 2012
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/109/
Cohen SN. The subacute stroke patient: Preventing recurrent stroke. In Cohen SN.
Management of Ischemic Stroke. Mc Graw Hill. 2000. pp. 89-109.
Corwin, J.E. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Currie CJ, Morgan CL, Gill L, Stott NCH, Peters A. Epidemiology and costs of acute hospital
care for cerebrovascular disease in diabetic and non diabetic populations. Stroke
1997;28: 1142-6.
Dewanto G., Suwono W.J., Riyanto B., Turana Y., 2007. Diagnosis dan tatalaksana penyakit
saraf. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 24-25
Doenges. M.E; Moorhouse. M.F; Geissler. A.C. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3.
Jakarta: EGC.
Hacke, W., Kaste, M., Bogousslavsky, J., et al. 2003. European Stroke Initiative
Recommendation for Stroke Management Update 2003. Cerebrovasculer Disease, 16:
311-37
Harsono, 1993. Kapita Selekta Neurologi. Edisi Pertama. Yogyakarta : Gadjahmada
University Press
Harsono, 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi Pertama. Yokyakarta : Gajah Mada
University Press.
Harsono, 2000. Kapita Selekta Neurologi ,Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Hartanti, G. (2012). Makalah epidemiologi penyakit non menular “stroke”. http Gusti ayu
endang hartanti: makalah epidemiologi penyakit. Jakarta
Junaidi, I. (2011). Stroke waspadai ancamannya. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2000). Kapita Selekta
Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika
Price, S.A & Wilson. L.M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 vol 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol
3. Jakarta: EGC
49
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo…(dkk),
EGC, Jakarta.
Smith EE, Koroshetz WJ. Epidemilogy of stroke. In: Furie KL, Kelly PJ,eds. Handbook of
Stroke Prevention in Clinical Practice. New jersey: humana pre, 2004:1-8.
Wanhari, M.A. (2008). Asuhan Keperawatan Stroke
(http://askepsolok.blogspot.com/2008/08/stroke.html) di akses 14 November 2016.
WHO MONICA Project Investigators. The World Health Organization MONICA Project
(Monitoring trends and determinants in cardiovascular disease). J Clin Epidemiol 41,
105-114. 1988.
Yayasan Stroke Indonesia. 2007. Angka kejadian stroke meningkat tajam.
http://www.yastroki.or.id/read.php?id=317. 4 Februari 2009
50
WOC KASUS
Faktor Resiko :
Hipertensi yang tidak terkontrol dan tidak pernah diperiksakan
MK : Perfusi Gangguan
Masa perawatan ICH akut 14 hari di RS
jaringan pada nervus
serebral VII dan XII
Imobilisasi selama 14 hari inefektif inefektif
Klien memiliki Klien diharuskan bedrest total Kelemahan pada otot wajah dan
keterbatasan selama fase akut (14 hari) lidah (D)
energi untuk
aktivitas
Tidak mampu memenuhi Wajah merot ke arah kiri dan pelo
kebutuhan secara mandiri saat bicara
MK : Intoleransi
aktivitas
MK : Defisit MK : Gangguan komunikasi verbal
perawatan diri
51
woc teori
Faktor Resiko
Hipertensi
Diabetes Melitus
Aneurisma
Neurofibromatosis
Darah masuk ke jaringan Darah masuk ke jaringan Iskemik jaringan otak Klien diharuskan bedrest
otak otak (PSA) total
Hematoma serebral Peningkatan TIK MK : Perfusi jaringan Klien tidak mampu Klien memiliki
serebral inefektif memenuhi kebutuhan energi terbatas
secara mandiri
Peningkatan TIK Vasopasme PD serebral MK : Intoleransi
MK : Defisit perawatan aktivitas
diri
MK : Nyeri akut Disfungsi otak global
Disfungsi otak fokal
52
Penurunan kesadaran Hemiparesis Afasia
MK : Gangguan
mobilitas fisik
53