Laporan Praktikum Peledakan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Peledakan merupakan aktivitas pemisahan yang dilakukan untuk

membebaskan batuan dari batuan induknya yang massive. Tujuan dari

kegiatan peledakan adalah memecah atau membongkar batuan padat

menjadi material yang berukuran tertentu yang cocok untuk dikerjakan

dalam proses produksi selanjutnya. Peledakan merupakan tindak lanjut dari

kegiatan pemboran, dimana tujuannya adalah untuk melepaskan batuan dari

batuan induknya agar menjadi fragmen-fragmen yang berukuran lebih kecil

sehingga memudahkan dalam pendorongan, pemuatan, pengangkutan, dan

konsumsi material pada crusher yang terpasang.

Pada kegiatan peledakan terdapat proses pecahnya batuan yang terdiri

dari tiga fase, yaitu :

1. Fase I (Dynamic Loading)

Pada saat bahan peledak meledak, tekanan tinggi yang ditimbulkan

akan menghancurkan batuan di daerah sekitar lubang tembak, gelombang

kejut yang meninggalkan lubang tembak merambat dengan kecepatan

2750-5200 ft/detik akan mengakibatkan tegangan tangensial yang

menimbulkan rekahan yang menjalar dari daerah lubang tembak.

Rekahan radial pertama terjadi dalam waktu 1-2 ms.

1
2

2. Fase II (Quasi-Siatic Loading)

Tekanan akibat lubang kejut yang meninggalkan lubang tembak

pada proses pemecahan tahap I adalah positif. Apabila gelombang kejut

mencapai bidang bebas (free face), gelombang tersebut akan dipantulkan.

Bersamaan dengan itu tekanannya akan turun dengan cepat dan

kemudian berubah menjadi negatif serta menimbulkan gelombang tarik

(tension wave). Gelombang tarik ini merambat kembali di dalam batuan.

Oleh karena kuat tarik batuan lebih kecil daripada kuat tekan, maka akan

terjadi rekahan (primary failure cracks) karena tegangan tarik yang

cukup kuat, sehingga menyebabkan terjadinya slabbing atau spalling

pada bidang bebas.

3. Fase III (Release Of Loading)

Di bawah pengaruh tekanan sangat tinggi dari gas-gas hasil

peledakan maka rekahan radial utama (tahap II) akan diperbesar secara

cepat oleh efek kombinasi dari tegangan tarik yang disebabkan kompresi

radial dan pembajian (pneumatic wedging). Apabila massa di depan

lubang tembak gagal mempertahankan posisinya dan bergerak ke depan

maka tegangan tekan tinggi berada dalam batuan akan dilepaskan, seperti

spiral kawat yang ditekan kemudian dilepas. Akibatnya pelepasan

tegangan tekan ini akan menimbulkan tegangan tarik yang besar di dalam

massa batuan. Peledakan pada pembuatan terowongan adalah pekerjaan

melepas dan memecah batuan dengan menggunakan bahan peledak

sehingga didapatkan bentuk yang diinginkan dengan ukuran material


3

yang mudah diangkut dan dibuang dengan peralatan yang tersedia atau

peledakan pada proses penambangan pada tambang bawah tanah

dilakukan untuk melepaskan bijih dari batuan induknya ataupun untuk

memperkecil ukurannya untuk memudahkan pengangkutan

kepermukaan. Peledakan pada tambang bawah tanah berbeda dengan

peledakan pada tembang terbuka, perbedaannya yaitu pada peledakan

tambang terbuka dilakukan dengan dua atau lebih arah bidang bebas

sedangkan pada peledakan tambang bawah tanah hanya mempunyai satu

arah bidang bebas. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam peledakan

tambang bawah tanah yaitu:

1. Pemilihan bahan peledak.

2. Metode dan teknik yang digunakan.

3. Pengendalian peledak terkait dengan keselamatan dan kondisi

lingkungan.

4. Asap dan uap hasil peledakan yang mengandung gas-gas berbahaya.

Mengingat dalam proses peledakan tambang bawah tanah

membutuhkan biaya yang besar dan resiko keselamatan kerja dan

lingkungan yang tinggi, maka hendaknya proses peledakan peledakan

dilakukan dengan efektif dan seefisien mungkin dengan memperhatikan

keselamatan kerja dan lingkungan.


4

1.2 RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam laporan ini yaitu :

1. Bagaimana cara merancang peledakan tambang terbuka ?

2. Bagaimana cara merancang peledakan tambang bawah tanah khsusunya

tunneling ?

3. Bagaimana mengetahui ukuran fragmentasi aktual hasil peledakan ?

1.3 TUJUAN

Tujuan dari pratikum ini adalah :

1. Mengetahui cara merancang peledakan tambang terbuka.

2. Mengetahui cara merancang peledakan tambang bawah tanah khsusunya

tunneling.

3. Mengetahui ukuran fragmentasi aktual hasil peledakan.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PELEDAKAN TAMBANG TERBUKA

Teknik peledakan yang secara umum berisikan pengetahuan praktis

tentang praktik peledakan pada penambangan bahan galian yang didalam

pelaksanaannya tanpa meninggalkan azas efisiensi dan efektifitas. Agar

harapan tersebut terpenuhi, maka setiap individu yang berkecimpung

dalam pelaksanaan peledakan harus mempertimbangkan aspek

keselamatan (safety), target produksi (production) dan lingkungan

(environment). Peledakan pada perusahaan tambang dilakukan untuk

memberaikan batuan dari batuan induknya. Dan dilakukan untuk menunjang

operasi penggalian yang dilakukan excavator, karna tujuan dari peledakan

itu sendiri membuat fragmentasi sehingga dapat menghasilkan rekahan pada

batuan, yang dapat memudahkan dalam proses penggalian batuan tersebut.

Peledakan adalah merupakan kegiatan pemecahan suatu material

(batuan) dengan menggunakan bahan peledak atau proses terjadinya

ledakan. Suatu operasi peledakan batuan akan mencapai hasil optimal

apabila perlengkapan dan peralatan yang dipakai sesuai dengan metode

peledakan yang di terapkan. Pekerjaan peledakan adalah pekerjaan yang

penuh bahaya. Oleh karena itu, harus dilakukan dengan penuh perhitungan

dan hati hati agar tidak terjadi kegagalan atau bahkan kecelakaan.
6

Peledakan merupakan kegiatan pemecahan suatu material (batuan)

dengan menggunakan bahan peledak atau proses terjadinya ledakan.

Beberapa istilah dalam peledakan:

1. Peledakan bias (refraction shooting) merupakan peledakan di dalam

lubang atau sumur dangkal untuk menimbulkan getaran guna

penyelidikan geofisika cara seismik bias.

2. Peledakan bongkah (block holing) merupakan peledakan sekunder untuk

pengecilan ukuran bongkah batuan dengan cara membuat lobang tembak

berdiatemeter kecil dan diisi sedikit bahan peledak.

3. Peledakan di udara (air shooting) merupakan cara menimbulkan energi

seismik di permukaan bumi dengan meledakkan bahan peledak di udara.

4. Peledakan lepas gilir (off-shift blasting) merupakan celedakan yang

dilakukan di luar jam gilir kerja.

5. Peledakan lubang dalam (deep hole blasting) merupakan cara peledakan

jenjang kuari atau tambang terbuka dengan menggunakan lubang tembak

yang dalam disesuaikan dengan tinggi jenjang.

6. Peledakan parit (ditch blasting) merupakan proses peledakan dalam

pembuatan parit.

7. Peledakan teredam (cushion blasting) merupakan cara peledakan dengan

membuat rongga udara antara bahan peledak dan sumbat ledak atau

membuat lubang tembak yang lebih besar dari diameter dodol sehingga

menghasilkan getaran yang relatif lembut.


7

Peledakan akan memberikan hasil yang berbeda dari yang diharapkan

karena tergantung pada kondisi eksternal saat pekerjaan tersebut dilakukan

yang mempengaruhi kualitas bahan kimia pembentuk bahan peledak

tersebut. Panas merupakan awal terjadinya proses dekomposisi bahan kimia

pembentuk bahan peledak yang menimbulkan pembakaran, dilanjutkan

dengan deflragrasi dan terakhir detonasi.

2.1.1 GEOMETRI PELEDAKAN

Geometri peledakan merupakan suatu hal yang sangat menentukan

hasil peledakan dari segi fragmentasi yang dihasilkan, rekahan yang

diharapkan maupun dari segi jenjang yang terbentuk. Dalam kegiatan

peledakan, yang termasuk geometri peledakan adalah : burden, spasi,

stemming, subdrilling, kedalaman lubang ledak, panjang kolom isian,

diameter lubang ledak dan tinggi jenjang.

Peledakan adalah merupakan kegiatan pemecahan suatu material

(batuan) dengan menggunakan bahan peledak. Dalam kegiatan peledakan

perlu diketahui peralatan peledakan. Pada dasarnya peralatan peledakan

adalah perangkat pembantu peledakan yang nantinya dapat dipakai

berulang kali. Dan ini merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan

kegiatan peledakan. Karena tanpa ada peralatan peledakan tidak mungkin

terjadi kegiatan peledakan. Maka dari itu penting untuk mengetahui

peralatan peledakan dalam kegiatan peledakan.


8

Sehingga nanti diharapkan dapat mengetahui apa-apa saja peralatan

peledakan dalam kegiatan peledakan. Dan mengetahui fungsi dari masing-

masing komponen peralatan peledakan.

Gambar 2.1. Geometri peledakan

A. Geometri Peledakan Menurut R.L. Ash

Penentuan parameter-parameter peledakan (geometri peledakan)

menggunakan rumus teori formula R. L. Ash adalah sebagai berikut:

 Burden ( B )

Burden adalah jarak dari lubang tembak dengan bidang bebas

yang terdekat, dan arah di mana perpindahan akan terjadi.

Kb×De
ft
12
B=

Atau
9

Kb×De
m
39 ,3
B=

Keterangan :

B = Burden

De = Diameter lubang tembak

Kb = Burden ratio

Kb koreksi = 30 x Af1 x Af2

Keterangan :

Af1 = Adjusment Factor untuk batuan yang diledakkan

Af2 = Adjusment Factor untuk handak yang dipakai

Dstd
Af1 =
[ ]
D
¿
¿1/3 ¿ ¿

Keterangan :

Dstd = Bobot isi batuan standar

D = Bobot isi batuan yang diledakkan

SG×Ve 2
Af2 =
[ SGstd×Vestd 2 ] ¿
¿1/3 ¿ ¿
Keterangan :

SG = Berat jenis bahan peledak yang digunakan

Ve = VOD bahan peledak yang dipakai


10

Jadi

Kbkoreksi×De
m
B= 39 ,3

 Spacing ( S )

Spacing dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara dua

lubang tembak yang berdekatan dalam satu baris. Yang perlu

diperhatikan dalam memperkirakan spasi adalah apakah ada

interaksi di antara isian yang saling berdekatan. Besar spasi dapat

ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

S = Ks x B

Keterangan :

Ks = Spacing ratio (1,0-2,0). Spacing yang lebih kecil dari

ketentuan akan menyebabkan ukuran batuan hasil

peledakan terlalu hancur.

S = Spacing

B = Burden (m)

Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman penentuan

spacing adalah sebagai berikut :

1. Peledakan serentak, S = 2 B

2. Peledakan beruntun dengan delay interval lama (second delay),

S=B

3. Peledakan dengan millisecond delay, S antara 1 B hingga 2 B


11

4. Jika terdapat kekar yang tidak saling tegak lurus, S antara 1,2 B

– 1,8 B

5. Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lubang

tembak dalam baris yang sama, S=1,15 B

 Stemming ( T )

Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang

bor di atas kolom isian bahan peledak. Fungsi stemming adalah

agar terjadi stress balance dan untuk mengurung gas-gas hasil

ledakan agar dapat menekan batuan dengan kekuatan yang besar.

Sedangkan di dalam penggunaan stemming yang perlu diperhatikan

adalah panjang stemming dan ukuran material stemming.

Stemming yang pendek dapat menyebabkan pecahnya batuan

pada bagian atas, tapi mengurangi fragmentasi keseluruhan karena

gas hasil ledakan menuju atmosfir dengan mudah dan cepat, juga

akan menyebabkan terjadinya flyrock, overbreak pada bagian

permukaan dan juga akan menimbulkan airblast. Panjang

stemming dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :

T = Kt x B

Keterangan :

Kt = Stemming Ratio (0,7 - 1,0)

T = Stemming (m)

B = Burden (m)

 Subdrilling ( J )
12

Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di

bawah lantai jenjang yang dibuat agar jenjang yang dihasilkan

sebatas dengan lantainya dan lantai yang dihasilkan rata. Bila jarak

subdrilling terlalu besar maka akan menghasilkan efek getaran

tanah, sebaliknya bila subdrilling terlalu kecil maka akan

mengakibatkan problem tonjolan pada lantai jenjang (toe) karena

batuan tidak akan terpotong sebatas lantai jenjangnya. Panjang

subdrilling dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

J = Kj x B

Keterangan :

Kj = Subdrilling ratio (0,2 - 0,4)

J = Subdrilling (m)

B = Burden (m)

 Kedalaman Lubang Ledak ( H )

H = Kh x B

Keterangan :

Kh = Rasio kedalaman lubang ledak (1,5 – 4) rata-rata 2,6

H = Kedalaman lubang ledak

B = Burden

 Jumlah Bahan Peledak ( E )

E = PC x de x N .... Lbs

Keterangan:
13

E = Jumlah bahan peledak

PC = Tinggi isian bahan peledak ( H – T )

de = Loading density (kg/m)

N = Jumlah lubang bor

 Berat Batuan Hasil Peledakan ( W )

W = A x L x dr……Ton

Keterangan:

W = Berat batuan hasil peledakan

A = Luas area

L = Tinggi jenjang

dr = Density batuan (Ton/m3)

 Blasting Ratio ( BR )

volume batuan yang diledakkan(BCM )


BR =
Berat bahan peledak(Kg)

 Powder Faktor ( PF )

Berat bahan peledak (Kg)


PF =
Volume batuan yang diledakkan( BCM )

B. Geometri Peledakan Menurut Anderson

Untuk mencapai target produksi pembongkaran over burden tiap

peledakan dilakukan pemboran dan peledakan yang terdiri dari

burden, spacing, subdrilling, stemming dan kedalaman lubang bor.

Formula geometri peledakan yang digunakan penulis adalah formula

berdasarkan teori Anderson.


14

 Burden

Burden adalah jarak terdekat antara bidang bebas (free face)

dengan lubang tembak atau ke arah mana batuan yang diledakkan

akan terlempar (Fragmentasi atau arah hamburan material yang

diledakkan ).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan burden :

 Karakteristik batuan yaitu sifat yang dimiliki oleh batuan

seperti adanya bidang-bidang lemah seperti retakan atau

rekahan (discontinue ).

 Jenis bahan peledak yang digunakan yaitu bahan peledak

yang berupa ANFO dengan karakteristik menghasilkan

banyak gas adalah cocok digunakan untuk jenis batuan yang

memiliki retakan untuk memindahkan material.

Besarnya burden dipengaruhi oleh faktor koreksi batuan yang

akan diledakkan dan faktor koreksi bahan peledak yang digunakan

serta besarnya diameter bit, secara teoritis besarnya burden dapat

ditentukan dengan persamaan yang dikemukakan oleh Anderson :

B = 0,11  d. h atau B = 0,1  d . h

Dimana :

B = Burden ( Feet, meter )

h = Kedalaman Lubang Tembak ( meter )

d = Diameter Lubang Tembak


15

Gambar 2.2. Geometri Peledakan

Keterangan :

H = Tinggi Lubang Tembak

J = Subdrilling

Pc = Tinggi Isian ANFO

T = Tinggi Stemming

L = Tinggi Jenjang

 Spacing

Spacing adalah jarak antara lubang-lubang bor dirangkai

dalam satu baris (row) dan diukur sejajar terhadap pit wall,

biasanya spacing tergantung pada burden, kedalaman lubang bor,

letak primer, dan delay. Besarnya spacing dapat digunakan

persamaan sebagai berikut :

S = 1,25 B

Besarnya spacing ratio ( Ks ) menurut waktu delay yang

dipergunakan adalah sebagai berikut :


16

 Long interval delay Ks = 1

 Short periode Ks = 1 – 2

 Normal Ks = 1,25 – 1,8

Prinsip dasar penentuan spacing adalah sebagai berikut :

 Apabila lubang-lubang bor dalam satu baris (row)

diledakan secara sequence delay maka Ks =1, maka S = B

 Apabila lubang-lubang bor dalam satu baris (row)

diledakan secara simultan (serentak), maka Ks = 2 jadi S =

2B

 Apabila dalam banyak baris (multiple row) lubang-lubang

bor dalam satu baris diledakan secara sequence delay dan

lubang-lubang bor dalam arah lateral dari baris yang

berlainan di ledakan secara simultan maka pemborannya

harus dibuat squard arregement.

Apabila dalam multiple row lubang-lubang bor dalam satu

baris yang satu dengan yang lainnya di delay, maka harus

digunakan staggered pattern.

Besarnya spacing dipengaruhi oleh burden, diameter lubang

ledak dan struktur bidang batuan. Penentuan bisanya spacing pada

spacing ratio yang biasanya ditentukan ( 1 – 1,5 meter ). Atau

dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut :

S = ( 1,0 – 1,5 ) B

Dimana :
17

S = Spacing ( meter ) B = Burden ( meter )

 Stemming

Stemming ( T ) adalah bagian dari lubang ledak yang tidak

diisi dengan bahan dengan material hasil pemboran ( Cutting ).

Fungsi stemming adalah untuk mengurung gas yang terbentuk

pada saat peledakan dan untuk mencegah terjadinya ” flyrock “

(batuan yang beterbangan dari suatu peledakan ) yang tinggi pada

saat peledakan. Pengisian stemming harus padat dan rapat agar

dapat menghindari terjadinya “air blast“ yang akan mengakibatkan

tekanan peledakan pada lubang ledak berkurang.

Stemming disebut juga “Collar”. Sangat menentukan stress

balance dalam lubang ledak. Fingsi lainnya adalah mengurung gas

yang timbul serta mengurung air blast. Dapat dihitung

menggunakan persamaan :

Panjang isian stemming tergantung pada stemming ratio ( 0,5

– 1,0 ) dan burden yang digunakan. Stemming dapat ditentukan

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

T = Kt X B

T = ( 0,5 – 1,0 ) B

Dimana : T = Stemming ( meter )

 Sub Drilling

Sub Drilling adalah penambahan kedalaman pada suatu

lubang bor di luar rencana lantai jenjang. Penggunaan sub drilling


18

dimaksudkan agar batuan dapat terbongkar tepat pada suatu

kedalaman yang ditentukan atau dengan kata lain batuan dapat

terbongkar secara “full face“ sebagaimana yang diharapkan.

Apabila batuan tidak terbongkar secara “full face“ akan

mengakibatkan lantai jenjang yang tidak rata atau adanya tonjolan

– tonjolan (toes) akan menyulitkan setelah dilakukan peledakan

terutama pada kegiatan pemuatan dan pengangkutan.

Untuk menghitung sub drilling, perlu diketahui struktur

batuan yang akan diledakkan sehingga dapat menentukan sub

drilling ratio. Sub drilling ratio yang digunakan pada tambang

terbuka / Surface Mining ( 0,2 – 0,3 ). Dalam kondisi batuan

tertentu, seperti banyaknya crack tidak perlu menggunakan banyak

sub drilling.

Sub drilling dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

J = Kj X B

J = ( 0,2 – 0,3 ) B

Dimana :

J = Sub Drilling ( meter )

 Kedalaman Lubang Bor

Secara teoritis, kedalaman lubang bor tidak boleh lebih kecil

daripada burden. Hal ini untuk mencegah terjadinya “ over break “

atau “ cratering “. Di samping itu juga diperhitungkan alat bor

yang dipakai.
19

H = Kh x B

Dimana :

Kh = Hole Depth Ratio

H = Kedalaman Lubang Bor ( meter )

 Tinggi Jenjang ( L )

Secara Spesifik tinggi jenjang maksimum sangat dipengaruhi

oleh peralatan bor dan alat muat yang tersedia. Ketinggian jenjang

disesuaikan dengan kemampuan alat bor dan diameter lubang.

Lebih tepatnya, jenjang yang lebih rendah dipakai diameter kecil

demikian pula sebaliknya. Dapat dihitung sacara matematis sebagai

berikut:

L=H–J

Dimana :

L = Tinggi Jenjang ( m )

H = Kedalamam Lubang Ledak ( m )

J = Sub Drill ( m )

 Powder Colomb ( Pc )

Powder colomb merupakan bagian dari lubang bor yang akan

terisi oleh bahan peledak, merupakan selisih dari kedalaman lunag

ledak dengan stamming. Powder colomb menentukan banyaknya

pemakaian bahan peledak yang dipakai dalam sebuah lubang bor.

Pesamaannya sebagai berikut :


20

Pc = H - T

Dimana :

Pc = Powder Colomb( m )

H = Kedalaman Lubang Ledak

T = Stamming ( m )

C. Geometri Peledakan Menurut C.J. Konya

Geometri peledakan menurut Konya (1990). Untuk memperoleh

hasil pembongkaran batuan sesuai dengan yang diinginkan maka perlu

suatu perencanna ledakan dengan memperhatikan besaran-besaran

geometri peledakannya, dengan rumus sebagai berikut:

Instantaneous singgle-row blastholes

H+ 2 B
H < 4B  S =
3

H > 4B  S = 2B

Dimana : B = Burden (ft),

De = Diameter bahan peledak (inci),

ρe = Berat jenis bahan peledak

ρr = Berat jenis batuan.

Spasi ditentukan berdasarkan sistem delay yang direncanakan

yang kemungkinannya adalah : penentuan diameter lubang dan tinggi

jenjang mempertimbangkan 2 aspek, yaitu efek ukuran lubang ledak

terhadap fragmentasi, airblast, flyrock, dan getaran tanah biaya

pengeboran tinggi jenjang (H) dan burden (B) sangat erat


21

hubungannya untuk keberhasilan peledakan dan ratio H/B (yang

dinamakan Stifness Ratio) yang bervariasi memberikan respon

berbeda terhadap fragmentasi, airblast, flyrock, dan getaran tanah

yang hasilnya. Sementara diameter lubang ledak ditentukan secara

sederhana dengan menggunakan "Peraturan Lima (Rules of Five)",

yaitu ketinggian jenjang (ft) "Lima" kali diameter lubang ledaknya

(inci).

Gambar 2.3.Geometri Peledakan Menurut Konya

2.1.2 POLA LEDAKAN

Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang –

lubang ledak dalam satu baris dengan lubang ledak pada garis

berikutnyaataupun antar lubang ledak satu dengan lainnya. Pola peledakan

ditentukanberdasarkan urutan waktu peledakan serta arah runtuhan

material yang diharapkan.

Secara umum pola peledakan menunjukkan urutan ledakan dari

sejumlah lubang ledak. Adanya urutan peledakan berarti terdapat jeda

waktu ledakan diantara lubang-lubang ledak yang disebut waktu tunda


22

(delay time). Berikut ini adalah keuntungan yang diperoleh dengan

menerapkan waktu tunda pada sistem peledakan antara lain :

a. Mengurangi getaran.

b. Mengurangi over break dan batuan terbang (fly rock).

c. Mengurangi gegaran akibat air blast dan suara (noise).

d. Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan.

e. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan.

Berdasarkan arah runtuhan batuan , pola peledakan diklasifikasikan

sebagai berikut:

a. Box Cut , yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan

dan membentuk kotak.

b. ”V“ Cut , yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan.

Gambar 2.4. Pola peledakan V cut / Box cut

c. Corner Cut (Echelon) , yaitu pola peledakkan yang arah runtuhan

batuannya kesalahsatu sudut dari bidang bebasnya.


23

Gambar 2.5. Pola Peledakan Echelon

d. Flat Face, flat face adalah pola peledakan dengan waktu tunda yang

sama untuk tiap deret lubang ledak .

Gambar 2.6.Pola Peledakan Flat face

Berdasarkan urutan waktu peledakan, pola peledakan diklasifikasi-

kan sebagai berikut :

a. Pola peledakkan serentak, adalah suatu pola peledakan yang terjadi

secara serentak untuk semua lubang ledak.

b. Pola peledakkan beruntun, adalah suatu pola yang menerapkan

peledakandengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris

lainnya.
24

2.2 PELEDAKAN TAMBANG BAWAH TANAH

Secara umum pengertian tambang bawah tanah adalah sesuatu sistem

penambangan mineral taupun batubara dimana seluruh aktivitas

penambangan tidak berhubungan langsung dengan udara terbuka. Tambang

dalam atau tambang bawah tanah (underground mining) adalah metode

penambangan yang segala kegiatan atau aktifitas penambangannya

dilakukan di bawah permukaan bumi, dan tempat kerjanya tidak langsung

berhubungan dengan udara luar. Tambang bawah tanah mengacu pada

metode pengambilan bahan mineral yang dilakukan dengan membuat

terowongan menuju lokasi mineral tersebut. Tujuan peledakan pada

tambang bawah tanah diantaranya untuk membuat lubang bukaan sebagai

jalan, saluran, ruangan untuk gudang dan sebagainya serta juga untuk

melepaskan material ore dari batuan induknya.

Berbagai macam logam bisa diambil melalui metode ini seperti

emas, tembaga, seng, nikel, dan timbal. Karena letak cadangan yang

umumnya berada jauh dibawah tanah, jalan masuk perlu dibuat untuk

mencapai lokasi cadangan. Jalan masuk dapat dibedakan menjadi beberapa:

1. Ramp, jalan masuk ini berbentuk spiral atau melingkar mulai dari

permukaan tanah menuju kedalaman yang dimaksud. Ramp biasanya

digunakan untuk jalan kendaraan atau alat-alat berat menuju dan dari

bawah tanah.
25

2. Shaft, yang berupa lubang tegak (vertikal) yang digali dari permukaan

menuju cadangan mineral. Shaft ini kemudian dipasangi semacam lift

yang dapat difungsikan mengangkut orang, alat, atau bijih.

3. Adit, yaitu terowongan mendatar (horizontal) yang umumnya dibuat disisi

bukit atau pegunungan menuju ke lokasi bijih.

Ada dua tahap utama dalam metode tambang bawah tanah:

development (pengembangan) dan production (produksi). Pada tahap

development, semua yang digali adalah batuan tak berharga. Tahap

development termasuk pembuatan jalan masuk dan penggalian fasilitas-

fasilitas bawah tanah lain. Sedang tahap production adalah pekerjaan

menggali sumber bijih itu sendiri. Tempat bijih digali disebut stope

(lombong). Disini uang mulai bisa dihasilkan.

Dengan semua pekerjaan yang dilakukan di bawah tanah dengan

panjang terowongan yang mencapai ribuan meter, maka diperlukan usaha

khusus untuk mengalirkan udara ke semua sudut terowongan. Pekerjaan ini

menjadi tugas tim ventilasi tambang. Selain mensuplai jumlah oksigen yang

cukup, ventilasi juga mesti memastikan agar semua udara kotor hasil

pembuangan alat-alat diesel dan gas beracun yang ditimbulkan oleh

peledakan bisa segera dibuang keluar. Untuk memaksa agar udara mengalir

ke terowongan, digunakanlah fan (kipas) raksasa dengan berbagai ukuran

dan teknik pemasangan. Untuk menjaga kestabilan terowongan diperlukan

pula penyangga-penyangga terowongan. Berbagai metode penyanggaan


26

(ground support) telah dikembangkan. Penyanggaan yang optimal akan

mendukung kelangsungan kinerja dan juga keselamatan semua pekerja.

Pada proses penambangan bawah tanah terdapat bermacam-macam

cara untuk membuat lubang bukaan atau terowongan. Salah satunya adalah

dengan cara peledakan. Peledakan pada pembuatan terowongan adalah

pekerjaan melepas dan memecah batuan dengan menggunakan bahan

peledak sehingga didapatkan bentuk yang diinginkan dengan ukuran

material yang mudah diangkut dan dibuang dengan peralatan yang tersedia

atau peledakan pada proses penambangan pada tambang bawah tanah

dilakukan untuk melepaskan bijih dari batuan induknya ataupun untuk

memperkecil ukurannya untuk memudahkan pengangkutan kepermukaan.

Peledakan pada tambang bawah tanah berbeda dengan peledakan pada

tembang terbuka, perbedaannya yaitu pada peledakan tambang terbuka

dilakukan dengan dua atau lebih arah bidang bebas sedangkan pada

peledakan tambang bawah tanah hanya mempunyai satu arah bidang bebas.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam peledakan tambang bawah

tanah yaitu :

1. Pemilihan bahan peledak metode dan teknik yang digunakan.

2. Pengendalian peledak terkait dengan keselamatan dan kondisi

lingkungan.

3. Asap dan uap hasil peledakan yang mengandung gas-gas berbahaya.

Mengingat dalam proses peledakan tambang bawah tanah

membutuhkan biaya yang besar dan resiko keselamatan kerja dan


27

lingkingan yang tinggi, maka hendaknya proses peledakan peledakan

dilakukan dengan efektif dan seefisien mungkin dengan memperhatikan

keselamatan kerja dan lingkungan.

Pemilihan bahan peledak pada tambang bawah tanah.

Pada dasarnya bahan peledak (explosive) terdiri dari campuran tiga

bahan yaitu :

a. Zat kimia yang mudah bereaksi, yang berfungsi debagai bahan

peledak dasar (explosive base), misalnya Nitrogliserin (NG),

Trinitrotiliene (TNT), Ethylene glycoldinitrate,dan lain-lain.

b. Oksidator, yang berfungsi memberikan oksigen, misalnya KClO3,

NaClO3, NaNO3, dan sebagainya.

c. Zat penyerap/tambahan misalnya serbuk kayu, serbuk batubara, dan

lain-lain.

Penggunaan bahan peledak didalam tambang bawah tanah  harus

diperhatikan faktor-faktor :

1. Sifat dari bahan Peledak

a. Api peledaknya kecil.

b. Peledakan berlangsung cepat.

c. Temperatur peledakan relatif rendah.

d. Tidak menghasilkan gas beracun.

2. Disesuaikan dengan material yang diledakkan.

3. Particular set dari standar blasting (OB dan BR).

4. Besarnya biaya.
28

Macam bahan peledak yang digunakan untuk pembuatan terowongan

dan proses penambangan pada tambang bawah tanah yaitu :

1. Blasting agent, yaitu bahan peledak yang merupakan

suatu campuran kimiawi atau komposisi kimia dari bahan-bahan yang tak

mengandung Nitrogliserin dan hanya dapat diledakkan oleh “High

strength ecplosive primer”. Sifat-sifatnya yang mengentungkan adalah

lebih aman dalam faktor pengangkuta karena tidak mengandung

Nitrogliserin, tidak membuat rasa pusing akibat baunya, dapat dipaket

dalam satu tabung metal sehingga tahan terhadap air dan harganya lebih

murah.

2. Permissible Explosive, yaitu bahan peledak yang khusus

dipakai pada tambang bawah tanah, misalnya tambang batubara. Bahan

peledak ini tidak mengandung gas-gas beracun, mengandung 60-80%

Amonium Nitrate dan 7-15% Nitrogliserin. Syarat-syarat untuk

permissible explosive adalah :

a. Api peledakannya kecil dan peledakan berlangsung cepat.

b. Temperatur peledakan relatif rendah.

c. Tidak menghasilkan gas-gas beracun.

3. Water gels (slurries), yaitu campuran oxidizer seperti sodium nitrat

dan ammonium nitrat, bahan bakar sebagai sensitizer dan air kurang lebih

15%. Water gels sangat cocok digunakan pada tambang bawah tanah

oleh karena ketahanannya terhadap air. Kelebihan lain water gels adalah :

a. Tidak meledak bila dibanting ataupun diledakkan secara tiba-tiba.


29

b. Tidak meledak bila dipanaskan ataupun dibakar tetapi akan

mengeluarkan asap dengan tekanan tinggi.

c. Setelah ledakan uap atau asap ledakannya lebih sedikit bila

dibandingkan dengan ANFO atau Dinamit.

4. Dinamit, terdiri dari granular dinamit, semi gelatin dan gelatir dinamit.

Peledakan untuk tambang bawah tanah sangat berbeda dengan

peledakan tambang terbuka. Pada prinsipnya, untuk peledakan

underground, tujuannya hanya untuk merekahkan batuan sehingga proses

penggalian dan pengangkutannya lebih mudah. Sedangkan peledakan

tambang terbuka tujuannya adalah untuk menghancurkan batuan tersebut.

Perbedaan itu tentunya karena keterbasan “ruang” pada tambang bawah

tanah, sehingga arah peledakan dan arah lemparnya batuan harus benar-

benar di control, yaitu tepat di depan bidang ledak (face tambang atau

opening). Salah satu caranya adalah penggunaan detonator dengan waktu

tunda yang panjang (Long Period Detonator) sehingga batuan diberi

kesempatan untuk terlempar akibat meledaknya lubang pertama, sehingga

tercipta bidang bebas kedua, dan kemudian baru lubang kedua meledak,

menciptakan bidang bebas ketiga, dan lubang tiga meledak. Sehingga, Inti

dari penggunaan LP detonator adalah untuk memberikan kesempatan

kepada batuan untuk terlempar terlebih dahulu sehingga terbentuk lah

bidang bebas. Bidang bebas ini sangat penting sebagai bidang dimana

batuan diarahkan untuk terlempar kebidang tersebut. Apabila bidang bebas

tidak ada, maka getaran peledakan akan disalurkan ke struktur solid


30

disekitar terowongan, dan bisa berbahaya. Kalau di tambang terbuka, bidang

bebasnya tentu saja lereng tambang yag akan diledakan dan langit, sehingga

control peledakannya tidak terlalu rumit seperti peledakan bawah tanah.

Tabel 2.1. Perbedaan Peledakan Tambang Bawah Tanah dan Peledakan


Tambang Terbuka
Faktor Tambang Bawah Tanah Tambang Terbuka
Lebih luas karena

Tebatas, sesuai dimensi bukaan terdapat dipermukaan

Luas area yang luasnya dipengaruhi oleh bumi dan dapat

kestabilan udara tersebut memilih area yang

cocok.
Lebih besar, bisa
Terbatas, karena dibatasi oleh
mencapai ratusan ribu
luas permukaan bukaan,
Volume hasil meter kubik per
diameter mata bor dan
pledakan peledakan, sehingga
kedalaman pengeboran,
dapat di rencanakan
sehingga produksi kecil.
target yang besar
Tidak bermasalah
Supply Udara Tergantung pada jaminan sistem
karena dilakukan pada
segar ventilasi yang baik
udara terbuka.
Kritis, diakibatkan oleh ruang Relatif lebih aman

Keselamatan yang terbatas, guguran batu dan karena seluruh

kerja atap, tempat untuk pekerjaan dilakukan

penyelamatan diri terbatas. pada area terbuka.


2.2.1 GEOMETRI PELEDAKAN TAMBANG BAWAH TANAH

MENURUT SWIDISH TECHNIQUE


31

Desain Peledakan Pada Tambang Bawah Tanah Peledakan pada

tambang bawah tanah berbeda dengan peledakan pada tembang terbuka,

perbedaannya yaitu pada peledakan tambang terbuka dilakukan dengan

dua atau lebih arah bidang bebas sedangkan pada peledakan tambang

bawah tanah hanya mempunyai satu arah bidang bebas. Dalam kegiatan

peledakan biasanya terdapat 2 atau lebih bidang bebas. Maka dalam

melakukan kegiatan peledakan tambang bawah tanah perlu dibuat bidang

bebas kedua yang dinamakan cut. Cut itu sendiri dapat dibagi menjadi

beberapa persegiempat.

A. Pola Lubang Tembak

Peledakan didalam terowongan selalu dimulai dengan satu atau lebih

peledakan pemula untuk menciptakan satu gua atau bolongan pada

permukaan terowongan yang akan ditembus. Gua atau bolongan ini

disebut “Cut” yang berfungsi sebagai bidang bebas terhadap paledakan

berikutnya. “Cut” ini kemudian diperbesar dengan peledakan dua atau

lebih susunan lubang tembak “easer”. Peledakan berikutnya atau yang

terakhir adalah peledakan lubang “trimmer” yang menentukan bentuk dari

terowongan.

Efisiensi peledakan didalam terowongan sangat tergantung pada

sukses tidaknya peledakan “cut”. Cut dapat dibuat melalui beberapa pola

lubang tembak. Nama-nama pola ini disebut sesuai dengan jenis “cut”

yang dibentuk. Dalam memilih tipe “cut” yang sesuai maka pertimbangan

harus didasarkan atas :


32

- Kondisi batuan yang akan ditembus.

- Bentuk dan ukuran terowongan.

- Kemajuan yang ditargetkan, yaitu besar kemajuan setiap ronde peledakan

yang ditentukan oleh kedalaman daripada “cut”.

Perhitungan pembuatan cut pada face :

Perhitungan pembuatan cut pada face terowongan :

Gambar 2.7. Istilah Peledakan pada Face

Yang meliputi geometri peledakan tambang bawah tanah adalah :

a. Pembuatan Cut

1) Cut 1

a = 1,5 Ǿ

2) Cut 2

√2 B1 = W 1
W =a
33

C – C = 1,5 W1 W2 = 1,5 W1

3) Cut 3

B2 = W2

C – C = 1,5 W2

W3 = 1,5 W2

4) Cut 4

B3 = W3

C – C = 1,5 W3

W4 = 1,5 W3 √2
Dimana :

a = C – C jarak antara lubang ledak dengan empty hole.

 = Diameter empty hole

Gambar 3.3.Perhitungan Pembuatan Cut pada Permukaan Terowongan


34

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat


Praktikum Peledakan UNISBA”, Bandung.
Grafik 2.1 Grafik Konsentrasi Minimum Pengisian Handak (kg/m) dan
Maksimum Jarak C – C (m) untuk Diameter Empty Hole yang Berbeda-
Beda

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat


Praktikum Peledakan UNISBA”, Bandung.
Grafik 2.2 Konsentrasi Minimum Pengisian Handak (kg/m) dan Maksimum
Jarak C – C (m) untuk Jarak antara Lubang Ledak yang Berbeda-beda.

b. Kedalaman Lubang Ledak

Dengan rumus :

L = 0,15 + 34,1 (Ѳ) – 39,4 (Ѳ)

Keterangan :

(Ѳ) = D Lubang Kosong

c. Jumlah Lubang Ledak

1) Floor

Lebar Terowongan
n=
Spasi Floor
35

2) Wall

Tinggi Abutment −burden wall terkoreksi


n=
Spasi Wall

3) Roof

K−burden
n=
SpasiWall

K = (1/4 x 3,14) x ((2x Tinggi Busur) + Lebar Terowongan)

d. Stopping

1) Upwards

Lebar Terowongan
n=
SpasiUpwards

2) Horizontal

Lebar Terowongan
n=
Spasi Horizontal

3) Downwards

Lebar Terowongan
n=
Spasi Roof

e. Jumlah Bahan Peledak

E = ( L – T ) x LD x n à (kg)

Dengan,

LD = ¼ π (D)2 x ρ handak x 0,1 à (kg/m3)

Keterangan :

D = Diameter lubang ledak (m)

L = Kedalaman lubang ledak (m)

T = Stemming (m)

ρ handak = Densitas bahan peledak (gr/cc)


36

Sumber : Laboratorium Tambang,2013, “Diktat Praktikum


Peledakan UNISBA”, Bandung.
Grafik 2.3 Hubungan antara Burden dengan Konsentrasi Pengisian Bahan
Peledak untuk Diameter Lubang Ledak dan Bahan Peledak yang Berbeda

Tabel 2.2.Geometri Peledakan pada Permukaan Terowongan


Height Charge
Part of
Burden Spacing Bottom Concentration Stemming
Time
(m) (m) Chrarge Bottom Coloum (m)
Round
(m) (kg/m) (kg/m)
Floor 1xB 1,1 x B 1/3 x H Lb 1,0 x lb 0,2 x B
Wall 0,9 x B 1,1 x B 1/6 x H Lb 0,4 x lb 0,5 x B
Roof 0,9 x B 1,1 x B 1/6 x H Lb 0,3 x lb 0,5 x B
Stoping :
Upwards 1xB 1,1 x B 1/3 x H Lb 0,5 x lb 0,5 x B
Horizontal 1xB 1,1 x B 1/3 x H Lb 0,5 x lb 0,5 x B
Downward

s 1xB 1,2 x B 1/3 x H Lb 0,5 x lb 0,5 x B


B. Pola Pemboran
37

Pola pemboran pada bukaan terowongan bawah tanah. Mengingat

ruang sempit yang membatasi kemajuan pengeboran dan hanya terdapat

satu bidang bebas, maka harus dibuat suatu pola pengeboran yang

disesuaikan dengan kondisi tersebut. Seperti telah diuraikan sebelumnya

bahwa minimal terdapat dua bidang bebas agar proses pelepasan energi

berlangsung sempurna, sehingga batuan akan terlepas atau terberai dari

induknya lebih ringan. Pada bukaan bawah tanah umumnya hanya terdapat

satu bidang bebas, yaitu permuka kerja atau face. Untuk itu perlu dibuat

tambahan bidang bebas yang dinamakan cut.

a. Center Cut/Pyramid/Diamond Cut

Empat atau enam lubang dengan diameter yang sama dibor ke

arah satu titik, sehingga berbentuk piramid. Puncak pyramid di bagian

dalam dilebihkan sekitar 15 cm (6 inci) dari kedalaman seluruh lubang

bor yang ada. Pada bagian puncak pyramid terkonsentrasi bahan

peledak kuat.

Dengan meledakkan center cut ini secara serentak akan terbentuk

bidang bebas baru bagi lubang-lubang ledak disekitarnya. Center cut

sangat efektif untuk betuan kuat, tetapi konsumsi bahan peledak banyak

dan mempunyai efek gegaran tinggi yang disertai oleh lemparan batu-

batu kecil.
38

Gambar 3.4 Center Cut

b. Wedge Cut/ V-Cut/Angle Cut

Setiap pasang dari empat atau enam lubang dengan diameter yang

sama dibor ke arah satu titik, tetapi lubang bor antar pasangan sejajar,

sehingga terbentuk baji. Cara mengebor tipe ini lebih mudah dibanding

pyramid cut, tetapi kurang efektif untuk meledakkan batuan yang keras.

Gambar 3.5.Wedge Cut

c. Drag Cut atau Pola Kipas

Bentuknya mirip dengan wedge cut, yaitu berbentuk baji.

Perbedaannya terletak pada posisi bajinya tidak ditengah-tengan

bukaan, tetapi terletak pada bagian lantai atau dinding bukaan. Cara

membuatnya adalah lubang dibor miring untuk membentuk rongga di


39

lantai atau dinding. Pengeboran untuk membuat rongga dari bagian

dinding disebut juga dengan fan cut atau cut kipas.

Gambar 3.6. Drag Cut

d. Burn Cut Atau Cylinder Cut

Pola ini sangat cocok untuk batu yang keras dan regas seperti

batupasir (sandstone) atau batuan beku. Pola ini tidak cocok untuk

batuan berlapis, namun demikian, dapat disesuaikan dengan berbagai

variasi.

Ciri-ciri pola burn cut antara lain:

1) Lubang bor dibuat sejajar, sehingga dapat mengebor lebih dalam

dibanding jenis cut yang lainnya

2) Lubang tertentu dikosongkan untuk memperoleh bidang bebas

mini, sehingga pelepasan tegangan gelombang kompresi menjadi

tarik dapat berlangsung efektif. Disamping itu lubang kosong

berperan sebagai ruang terbuka tempat fragmentasi batuan terlempar

dari lubang yang bermuatan bahan peledak.


40

Walaupun banyak variabel yang mempengaruhi keberhasilan

peledakan dengan pola burn cut ini, namun untuk memperoleh hasil

peledakan yang memuaskan perlu diperhatikan beberapa hal sebagai

berikut:

1) Pola lubang harus benar-benar akurat dan tidak boleh ada lubang

bor yang konvergen atau divergen, jadi harus benar-benar lurus dan

sejajar.

2) Harus digunakan bahan peledak lemah (low explosive) untuk

menghindari pemadatan dari fragmen batuan hasil peledakan di

dalam lubang yang kosong.

Lubang cut harus diledakkan secara tunda untuk memberi

kesempatan pada fragmen batuan terlepas lebih mudah dari cut.

Gambar 3.7. Burn Cut

Peledakan pada terowongan dapat dilakukan dengan beberapa

metode yaitu :

a. Metode Full Face adalah suatu cara peledakan yang

seluruh medan kerjanya (permukaan terowongan) diledakkan secara

bersamaan. Metode ini sangat cocok untuk terowongan yang


41

mempunyai ukuran kecil hingga terowongan dengan terowongan

dengan diamater 3 meter.

b. Metode Heading dan Bench adalah cara peledakan yang

dimulai dari bagian atas terowongan yang dilanjutkan dengan

bagian bawahnya. Setelah penggalian bagian atas mencapai panjang

3-3.5 mm dan penggalian bagian bawah terowongan dikerjakan

sampai membentuk penampang terowongan yang diinginkan.

c. Metode Drift adalah menggali terlebih dahulu suatu

lubang bukaan berukuran kecil sepanjang lintasan terowongan yang

kemudian diperbesar sampai membentuk penampang yang

direncanakan. Ada beberapa drift yang digolongkan menurut posisi

lubangnya relatif terhadap sumbu terowongan yang direncanakan

yaitu center drift, side drift, top drift, dan bottom drift.

d. Metode Sumuran Vertikal, dilaksanakan dengan membuat

lubang vertikal tegak lurus sampai pada terowongan yang akan

digali.

e. Metode Pilot Tunnel dengan ukuran 2 x 2 m2 sampai 3 x

3 m2 digali paralel dengan jarak kurang lebih 25 meter dari sumbu

terowongan yang direncanakan. Penggalian pada terowongan sendiri

dilakukan dengan metode drift. Kemudian pada setiap interval

tertentu pada pilot tunnel digali suatu terowongan silang (crosscut)

sampai memotong sumbu utama terowongan yang direncanakan.


42

Peledakan bawah tanah hanya memiliki satu bidang bebas (free

face). Oleh karena itu perlu dibuat bidang bebas kedua yang dapat

diperoleh dengan membuat cut pada medan kerja (front). Macam-

macam cut yang dapat dipergunakan diantaranya adalah :

a. Burn-Cut adalah lubang bor di bagian

tengah yang terdiri dari sejumlah lubang-lubang bor yang diisi dan

tidak diisi bahan peledak yang paralel dengan kemajuan lubang

bukaan atau sumbu terowongan.

Gambar 3.8. Burn Cut

b. Paralel Hole Cut atau Cylinder Cut

adalah pengembangan dari burn-cut yang terdiri dari satu atau lebih

lubang tembak kosong yang berdiameter besar, dikelilingi oleh

lubang berdiameter kecil yang berisi muatan bahan peledak.


43

Gambar 3.9. Cylinder Cut

c. V-Cut adalah suatu cut yang membentuk

sudut pada polanya yang lebar agar tersedia tempat kerja untuk alat

bor.

advance

face

Gambar 3.10. V-Cut

d. Instaneous Cut adalah variasi dari V-cut

yang meliputi pemboran lubang lubang yang agak miring dan

penyalaan dilakukan secara bersamaan.


44

advance

face

Gambar 3.11. Instaneous Cut

e. Fan Cut jika kemajuan terowongan

kurang dari lebar terowongan, maka tersedia ruangan yang cukup

untuk membuat lubang yang miring pada front. Fan cut dapat

digunakan untuk membuat ruang kerja yang dibutuhkan untuk

peledakan berikutnya.

advance

face

Gambar 3.12. Fan Cut

f. Pyramid Cut adalah lubang-lubang

tembak yang membentuk sudut dan bertemu pada satu titik atau

membentuk suatu piramida.


45

Gambar 3.13. Pyramid Cut

2.3 FRAGMENTASI

Fragmentasi adalah istilah umum untuk menunjukkan ukuran setiap

bongkah batuan hasil peledakan. Ukuran fragmentasi tergantung pada

proses selanjutnya. Untuk tujuan tertentu ukuran fragmentasi yang besar

atau bongkah diperlukan, misalnya disusun sebagai penghalang (barrier)

ditepi jalan tambang. Namun kebanyakan diinginkan ukuran fragmentasi

yang kecil karena penanganan selanjutnya akan lebih mudah. Adapun

ketentuan umum tentang hubungan fragmentasi dengan lubang ledak yaitu :

1. Ukuran lubang ledak yang besar akan menghasilkan bongkahan

fragmentasi maka dikurangi dengan menggunakan bahan peledak yang

lebih kuat.

2. Penambahan bahan  peledak akan menambah lemparan.

3. Batuan dengan intensitas tinggi dan jumlah bahan peledak sedikit

dikombinasikan dengan jarak spasi pendek akan menghasilkan

fragmentasi kecil

Ada dua prinsip yang harus digunakan untuk mengontrol ukuran

fragmentasi, yaitu cukupnya jumlah energi yang dihasilkan bahan peledak

terpakai di dalam massa batuan dan saat pelepasan energi juga tepat agar
46

terjadi interaksi yang tepat. Lebih jauh, distribusi energi di dalam massa

batuan terpecah ke dalam dua tahap yang berbeda. Pertama harus ada energi

yang cukup untuk menghancurkan massa batuan dengan menggunakan

jumlah bahan peledak yang tepat. Bahan peledak juga harus ditempatkan

dalam suatu konfigurasi geometri sehingga energi optimum untuk

fragmentasi. Konfigurasi geometri ini biasanya disebut dengan pola

peledakan. Pelepasan energi pada waktu yang salah dapat mengubah hasil

akhir, bahkan meskipun sejumlah energi yang tepat ditempatkan dengan

strategis diseluruh massa batuan dalam pola yang tepat. Jika waktu inisiasi

tidak tepat, maka dapat terjadi perbedaan pada pecahan batuan, getaran,

airblast, flyrock dan backbreak.

Kepentingan dari fragmentasi tidak bisa diremehkan karena pada

tingkatan yang luas fragmentasi merupakan ukuran dari suksesnya

peledakan, hal ini mempengaruhi biaya operasional dan perawatan dari

operasi-operasi selanjutnya serta termasuk pengoperasian alat berat seperti

penggalian atau pemuatan, pengangkutan dan crushing. Oleh karena itu

pengeboran dan peledakan sangat berhubungan dengan optimasi operasi-

operasi selanjutnya. Fragmentasi yang buruk menghasilkan oversize atau

bongkahan besar yang mengakibatkan bertambahnya biaya penghancuran

sekunder untuk mengurangi ukurannya sampai pada ukuran yang dapat

diolah secara ekonomis, aman dan efisien dengan alat-alat angkut dan muat.

Faktor fragmentasi batuan dapat digolongkan dalam tiga kelompok

parameter:
47

1. Parameter peledak, mencakup densitas, kecepatan detonasi, volume gas

dan energi yang tersedia.

2. Parameter pemuatan lubang ledak, mencakup diameter lubang ledak,

stemming, de-coupling, serta tipe dan titik inisiasi.

3. Parameter batuan yang berhubungan dengan densitas batuan, kekuatan

(compressive dan tensile), tekstur dan kecepatan propagasi.

Produksi berlebih dari batuan undersize atau berukuran halus juga

tidak diinginkan karena mengindikasikan penggunaan berlebih yang tidak

berguna dari bahan peledak, pengurangan ukuran yang ekonomis dapat

dicapai dengan penggunaan instalasi crushing yang sesuai. Biar

bagaimanapun dibawah kondisi tertentu, fragmentasi dapat diperbaiki

dengan mengadopsi salah satu atau lebih langkah berikut (diterapkan dalam

peledakan bench):

1. Mengurangi spacing antara lubang yang saling sejajar

dalam baris.

2. Mengurangi jarak burden.

3. Menggunakan detonator dengan short delay.

Sangat penting mengetahui fragmentasi hasil peledakan secara teoritis

sebelum peledakan dilakukan. Peramalan fragmentasi dengan

memperhitungkan faktor geologi disamping beberapa parameter peledakan

lain biasanya dilakukan dengan cara Kuz-Ram.

2.3.1. KUZRAM
48

Model Kuz-Ram merupakan gabungan dari persamaan Kuznetsov

dan persamaan Rossin – Rammler. Persamaan Kuznetsov memberikan

ukuran fragmen batuan rata-rata dan persamaan Rossin – Rammler

menentukan persentase material yang tertampung diayakan dengan

ukuran tertentu. Persamaan Kuznetsov adalah sebagai berikut:

0.8
V
x̄=Ax o
Q() ¿
xQalignl¿ 0.167 ¿ ¿

Dengan :

X = Ukuran rata-rata fragmentasi batuan (cm)

A = Faktor batuan

Vo = Volume batuan yang terbongkar (m3)

Q = Berat bahan peledak tiap lubang ledak (kg)

Persamaan di atas untuk tipe bahan peledak TNT. Untuk itu

Cunningham memodifikasi persamaan tersebut untuk memenuhi

penggunaan ANFO sebagai bahan peledak. Sehingga pesamaan tersebut

menjadi:

0 .8
V E −0 ,63

()
x̄= Ax o
Q
xQalignl¿ 0 .1667 ¿
¿
( )
115
¿

Dengan:

Q = Berat bahan peledak tiap lubang ledak (kg)

E = RWS bahan peledak : ANFO = 100, TNT = 115

Untuk menentukan distribusi fragmen batuan hasil peledakan

digunakan persamaan Rossin – Rammler, yaitu:


49

X n
−( )
Xc
R= e
Dengan:

R = Persentase massa batuan yang lolos dengan ukuran X (cm)

Xc = Karakteristik ukuran (cm)

X = Ukuran Ayakan (cm)

n = Indeks Keseragaman

Xc dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:

x
Xc=
( 0 , 693)1/ n
Indeks n adalah indeks keseragaman yang dikembangkan oleh

Cunningham dengan menggunakan parameter dari desain peledakan.

Indeks keseragaman (n) ditentukan dengan persamaan di bawah ini:

14 B W A−1 PC
(
n= 2,2−
D )(1−
B
1+ )(
2 H )( )
Dengan:

B = Burden (m) PC = Panjang muatan handak (m)


D = Diameter (m) W = Standar deviasi lubang bor (m)
A = Ratio spasi/burden H = Tinggi jenjang (m)
Salah satu data masukan untuk model Kuz-Ram adalah faktor

batuan yang diperoleh dari indeks kemampuledakkan atau Blastability

index (BI). Nilai BI ditentukan dari penjumlahan bobot lima parameter

yang diberikan oleh Lily (dalam Hustrulid, 1999), yaitu : Rock mass

description (RMD), join plane spacing (JPS), joint plane orientation


50

(JPO), specific gravity influence (SGI), dan Moh’s hardness (H).

Parameter-parameter tersebut kenyataanya sangat bervariasi. Secara lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.3. Pembobotan Masa Batuan Untuk Peledakan


Parameter Pembobotan
1. Rock Mass Description (RMD)

o Powdery / Friable 10

o Blocky 20

o Totally massive 50
2. Joint Mass Description (JPS)

o Close (Spasi < 0,1 m) 10

o Intermediate (Spasi 0,1 - 1 m) 20

o Wide (Spasi > 1 m) 50


3. Joint Plane Orientation (JPO)

o Horizontal 10

20
51

o Dip out of face 30

o Strike normal to face 40

o Dip into face


4. Spesific Gravity Influence (SGI)

SGI = 25 x SG – 50
5. Hardness (H) 1 – 10

Tabel 2.4. Skala Moh’s

Kekerasan Nama Mineral Alat penguji

1 Talc (Talk) Sangat Lunak

2 Gypsum (Gipsum) Tergores kuku manusia

3 Calcite (Kalsit) Tergores koin perunggu

4 Flourspar (Flourite) Tergores paku besi

5 Apatite (Apatit) Tergores kaca

6 Feldspar / Ortoklas Tergores pisau lipat

7 Quartz (Kuarsa) Tergores pisau baja

8 Topaz Tergores amplas

9 Corondum

10 Diamond (Intan)
52

Hubungan antara kelima parameter tersebut terhadap BI dapat dilihat

pada persamaan berikut:

BI = 0,5 (RMD+JPS+JPO+SGI+H)

Persamaan yang memberikan hubungan antara faktor batuan dengan

indeks kemampuledakkan suatu batuan menurut Lily (1986) adalah

sebagai berikut :

RF = 0,12 x (BI)

2.3.2. SPLIT DESKTOP TRIAL 2.0

Program Split Desktop Trial 2.0 merupakan program yang berfungsi

untuk menganalisa ukuran fragmen batuan. Split Desktop Trial 2.0 adalah

program penganalisaan gambar yang dikembangkan oleh Universitas

Arizona, Amerika Serikat. Pada penelitian ini program Split Desktop Trial

2.0 digunakan untuk membantu menganalisis gambar fragmen material

hasil peledakan, hasilnya berupa grafik presentase lolos material dan

ukuran fragmen rata-rata yang dihasilkan dalam suatu peledakan.

Kelebihan program Split Desktop Trial 2.0 adalah sebagai berikut:

1. Dapat membaca file gambar dengan format : TIF, JPEG atau Windows

BMP.

2. Mengambil gambar dari video (video capture) dengan Scion

Framegrabber.
53

3. Digital Video Capture dengan IEEE 1394 (fireware).

4. Kelebihan prosesing gambar standar (Scaling, filtering, dan

sebagainya).

5. Peralatan edit gambar (image editing tools).

6. Digitasi automatik partikel batuan.

7. Identifikasi automatik partikel halus.

8. Menggunakan ukuran ayakan yang bisa disesuaikan (standar ISO, US,

UK).

9. Hasil berupa grafik distribusi ukuran butir yang bisa disesuaikan.

10. Basis pelaporan dalam HTML dan Text.

11. Menggunakan perhitungan algoritma untuk menggabung dua gambar

yang berbeda skala.

12. Kalkulasi automatik parameter dengan pendekatan metode distribusi

Rossin-Ramler atau Schumann.

Split Desktop Trial 2.0 merupakan program pemprosesan gambar

(image analysis) untuk menentukan distribusi ukuran dari fragmen batuan

pada proses penghancuran batuan yang terjadi pada proses penambangan.

Program Split Desktop Trial 2.0 dijalankan oleh engineer tambang

atau teknisi di lokasi tambang dengan mengambil input data berupa foto

digital fragmentasi. Sistem Split Desktop Trial 2.0 terdiri dari software,

computer, keyboard dan monitor. Terdapat mekanisme untuk mengunduh

gambar dari kamera digital kedalam komputer. (Duna, 2010)


54

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 HASIL

3.1.1 RANCANGAN PELEDAKAN TAMBANG TERBUKA

1. Langka Kerja ShotPlus

a. Panel 1 (Echelon)

b. Panel 2 (Box Cut)

c. Panel 3 (V-Cut)

2. Hasil

3.1.2 RANCANGAN PELEDAKAN TAMBANG BAWAH TANAH

1. Perhitungan Peledakan Tambang Bawah Tanah

2. Gambar Rangkaian Tambang Bawah Tanah


55

3.1.3 FARGMENTASI BATUAN

1. Langkah Kerja Split Dekstop Trial 2.0

2. Hasil (6 gambar)

3.2 PEMBAHASAN

3.2.1 RANCANGAN PELEDAKAN TAMBANG TERBUKA

1. Panel 1 (Echelon)

2. Panel 2 (Box Cut)

3. Panel 3 (V-Cut)

3.2.2 RANCANGAN PELEDAKAN TAMBANG BAWAH TANAH

3.2.3 FRAGMENTASI

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Anda mungkin juga menyukai