Ok Seminar
Ok Seminar
Ok Seminar
LAPORAN MAGANG
UNIVERSITAS JAMBI
2020
1
AKTIVITAS PERTAMBANGAN BATUBARA DAN KLASIFIKASI
LAPORAN MAGANG
UNIVERSITAS JAMBI
2020
2
HALAMAN PERNYATAAN
i
HALAMAN PENGESAHAN
Disetujui:
Dosen Pembimbing
Diketahui:
ii
RINGKASAN
PT. Allied Indo Coal Jaya adalah salah satu perusahaan tambang
batubara yang berlokasi di Sawahlunto, Sumatera Barat. Sistem
penambangan yang diterapkan ada 2 yaitu sistem tambang
terbuka dengan metode strip mine dan sistem tambang bawah
tanah dengan metode room and pillar. Kegiatan penambangan
yang dilakukan pada tambang terbuka dimulai dari land clearing,
pengupasan tanah pucuk, pengupasan overburden dengan
blasting, coal cleaning, coal getting, dan coal hauling. Untuk
kegiatan penambangan yang dilakukan pada tambang bawah
tanah dimulai dari marking, drilling, charging, blasting, scalling,
penggalian, mucking, transporting dan supporting yang dilakukan
secara siklus. Seluruh hasil penambangan kemudian akan diolah
pada coal processing, kemudian dipasarkan ke PLTU. Pada
tambang bawah tanah terdapat kegiatan supporting yang menjadi
suatu hal yang sangat penting dalam terjalannya tambang bawah
tanah. Dimana supporting salah satunya ialah penyangaan, dalam
menjaga kestabilan tunnel dari bidang diskontinyunitas hal yang
dilakukan pemantauan keadaan batuan pada tunnel. Untuk
melakukan pemantauan tersebut dilakukan klasifikasi massa
batuan metode RMR-System. Dari hasil pengamatan untuk tunnel
1 terdapat 2 klasifikasi massa batuan (RMR-System) yaitu lapisan
batubara dan siltstone dengan nilai 63 dan 62 tergolong kelas II
dinyatakan baik, yang artinya penyangga kayu yang dipakai
perusahaan masih layak untuk digunakan akan tetapi pada area
tunnel 1 yang terdapat banyak indikasi bidang diskontinyu
sebaiknya dilakukan pemantauan rutin RMR-System dan
penyangga yang lebih baik untuk menahan beban runtuhan.
iii
RIWAYAT HIDUP
iv
KATA PENGANTAR
v
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................ii
RINGKASAN..................................................................................iii
RIWAYAT HIDUP...........................................................................iv
KATA PENGANTAR.........................................................................v
DAFTAR ISI...................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................viii
DAFTAR TABEL............................................................................ix
BAB I.............................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................1
I.1 Latar Belakang......................................................................1
I.2 Maksud dan Tujuan..............................................................2
I.3 Manfaat.................................................................................3
BAB II. TINJAUAN UMUM..............................................................4
II.1 Sejarah Perusahaan.............................................................4
II.2 Struktur Organisasi Perusahaan..........................................5
II.3 Lokasi dan Kesampaian Daerah...........................................5
II.4 Geologi Regional...................................................................7
II.5 Iklim dan Cuaca.................................................................13
BAB III. KEGIATAN OPERASIONAL..............................................14
III. 1 Eksplorasi, Cadangan, dan perencanaan tambang...........14
III. 2 Konstruksi (Development).................................................17
III. 3 Penambangan (Eksploitasi)...............................................18
III.3.1 Tambang Terbuka.......................................................18
Produktivitas Alat Gali Muat.....................................................28
III. 4 Pengolahan (Processing)....................................................33
III.5 Pemasaran........................................................................40
III.6 Reklamasi.........................................................................40
III. 3. 2 Tambang bawah tanah..............................................42
BAB IV. KLASIFIKASI GEOMEKANIKA (RMR-SYSTEM) PADA
TUNNEL 1 DI PT. ALLIED INDO COAL JAYA KOTA SAWAHLUNTO,
SUMATERA BARAT......................................................................51
IV. 1 Klasifikasi Massa Batuan Sistem Rock Mass Rating (RMR)
.................................................................................................51
IV. 2 Uniaxial Compressive Strength (UCS)................................51
IV. 3 Rock Quality Designation (RQD).......................................53
IV. 4 Spasi Bidang Diskontinyu................................................55
vi
IV. 5 Kondisi Bidang Diskontinyu.............................................55
IV. 6 Kemenerusan Bidang Diskontinyu...................................56
IV. 7 Lebar Rekahan Bidang Diskontinyu.................................57
IV. 8 Kekasaran Permukaan Bidang Diskontinyu.....................57
IV. 9 Tingkat Pelapukan...........................................................57
IV. 10 Material Pengisi Bidang Diskontinyu..............................57
IV. 11 Kondisi Air Tanah...........................................................59
IV. 12 Tinggi Runtuh dan Beban Keseluruhan..........................70
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN..............................................73
V. 1 Kesimpulan.......................................................................73
V. 2 Saran................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................75
LAMPIRAN...................................................................................77
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR TABEL
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
Metode yang dipakai adalah metode room and pillar. Dalam
proses penambangan bawah tanah, penyanggaan (supporting)
merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan
operasi kegiatan penambangan. Hal ini berkaitan dengan faktor
keselamatan kerja (safety factor) serta produktivitas kerja.
Pentingnya suatu penyanggaan dapat diperhatikan pada kegiatan
produksi dan development, seperti pada kegiatan pengeboran
untuk peledakan produksi, pemuatan, pengangkutan, kegiatan
pengeboran, dan lain-lain.
Penggunaan sistem penyanggaan yang tepat akan
berdampak pada lokasi kerja yang lebih aman serta target
produksi yang direncanakan dapat tercapai. Untuk memenuhi
tuntutan tersebut, maka pembuatan desain penyanggaan harus
sesuai dengan kondisi batuan dan keadaan ketidakmenerusan
yang terbentuk dari lokasi penambangan dan kaidah dari geologi
teknik yang baik.
Penentuan sistem penyanggaan yang tepat dianalisis
menggunakan sistem klasifikasi massa batuan Rock Mass Rating
(RMR), dimana klasifikasi massa batuan menggunakan sistem
RMR ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dasar dari suatu
batuan yang digolongan dalam beberapa kelas. Sehingga dari
klasifikasi tersebut akan diketahui penggunaan sistem penyangga
yang sesuai dengan kondisi batuan dari lubang bukaan tambang
bawah tanah tersebut.
adalah :
2
1. Mengetahui dan memahami tahapan-tahapan pertambangan
secara keseluruhan yang terdapat pada PT. Allied Indo Coal
Jaya.
2. Mengetahui dan memahami aktivitas penambangan yang
dilakukan PT. Allied Indo Coal Jaya.
3. Mengetahui klasifikasi massa batuan pada tambang bawah
tanah dengan menggunakan sistem Rock Mass Rating (RMR)
pada lubang bukaan (tunnel 1) PT. AIC Jaya.
I.3 Manfaat
3
BAB II. TINJAUAN UMUM
4
diresmikan pada bulan oktober 2003, kegiatan operasional
tambang bawah tanah dilaksanakan oleh kontraktor Telagabar
Makmur (TMS)
Namun pada tahun 2008 PT. Allied Indo Coal berubah nama
menjadi PT. Allied Indo Coal Jaya (PT. AICJ) merupakan izin
Walikota berupa kuasa penambangan dengan luas area 327,40
Ha, kemudian pada tanggal 4 april 2010 izin kuasa Penambangan
menjadi izin usaha penambangan (IUP) dengan luas 327,40 Ha.
5
Sebelah Timur : wilayah jorong bukit bual dan koto
panjang nagari V koto kecamatan koto VII, kabupaten
sijunjung
Sebelah selatan :
1. Wilayah jorng koto panjang nagari V koto
kecamatan koto VII, kabupaten sijunjung
2. wilayah desa salak, kecamatan talawi, kota
sawahlunto
Sebelah barat : wilayah desa salak dan desa sijantang
koto, kecamatan talawi, Kota sawahlunto.
6
II.4 Geologi Regional
7
sebagai bangunan oleh masyarakat setempat. Umur satuan ini
diperkirakan Trias.
Batuan diorit, berwarna abu-abu tua sampai abu-abu semu
hijau dengan bintik-bintik hitam, keras retak-retak secara
setempat berongga. Berstektur trakit, bersusunan felspar dan
mineral mafik dengan masa dasar mikrolitik. Umur batuan ini
diperkirakan Trias.
2. Batuan Sedimen
Anggota Atas Formasi Ombilin, satuan batuan ini terdiri dari
lempung dan napal berwarna abu-abu semu biru sampai semu
hijau dengan sisipan batupasir, konglomerat dan batu pasir
tufaan berwarna kehijau-hijauan, mengandung kapur dan
berfosil. Umur satuan batuan ini Miosen awal.
Formasi Sangkarewang, serpihan napal coklat kua sampai
kehitam-hitaman disisipi oleh batu pasir arkose dan secara
setempat oleh breksi andesit kasar bersudut. Formasi Brani,
konglomerat kasar beranekaragam dengan beberapa sisipan
batupasir.
Struktur Geologi
Cekungan Ombilin terbentuk sebagai akibat gerak mendatar
menganan sistem sesar Sumatra pada masa Paleosen awal
(Marhaendrasworo,1999). Akibatnya terjadi tarikan yang dibatasi
oleh sistem sesar normal berarah utara - selatan. Daerah tarikan
tersebut dijumpai di bagian utara cekungan pada daerah
pengundakan mengiri antara sesar Sitangkai dan sesar
Silungkang yaitu terban Talawi. Sedangkan bagian selatan
cekungan merupakan daerah kompresi yang ditandai oleh
terbentuknya sesar naik dan lipatan (terban Sinamar) seperti pada
lampiran C. Ketebalan batuan sedimen di cekungan Ombilin
8
mencapai 4.500 m terhitung sangat tebal untuk cekungan
berukuran panjang 60 km dan lebar 30 km.
Dari hasil beberapa penyelidikan yang telah dilakukan,
daerah penelitian diyakini terletak pada sub-cekungan Kiliran
yang merupakan bagian dari suatu sistim cekungan intramontana
(cekungan antar pegunungan), yang merupakan bagian tengah
bentangan Pegunungan Bukit Barisan. Cekungan-cekungan
tersebut mulai berkembang pada pertengahan Tersier, sebagai
akibat pergerakan ulang dari patahan-patahan yang menyebabkan
terbentuknya cekungan-cekungan tektonik di daerah tinggi (intra
mountain basin). Cekungan-cekungan yang terbentuk di antara
pegunungan tersebut merupakan daerah pengendapan batuan-
batuan tersier, yang merupakan siklus sedimentasi tahap kedua.
Stratigrafi
Secara regional stratigrafi daerah Sawahlunto dapat dibagi
menjadi dua bagian utama, yaitu komplek batuan Pra – Tersier
dan komplek batuan Tersier. Sratifigrafi daerah sawahlunto
berdasarkan umurnya dapat dibagi menjadi dua bagian utama,
yaitu :
1. Komplek batuan Pra Tersier terdiri dari:
a. Formasi Silungkang
Nama formasi ini mula-mula diusulkan oleh Klompe, Katili
dan Sukendar pada tahun 1958. Secara petrografi formasi
ini masih dapat dibedakan menjadi empat satuan yaitu :
Satuan lava andesit, satuan lava basalt, satuan tufa andesit,
dan satuan tufa basalt. Umur dari formasi ini di perkirakan
Perm sampai Trias.
9
b. Formasi Tuhur
Formasi ini di cirikan oleh lempung abu-abu kehitaman
berlapisan baik dengan sisipan-sisipan batu pasir dan batu
gamping hitam. Formasi ini diperkirakan berumur Trias.
2. Komplek batuan Tersier terdiri dari:
a. Formasi Singkarewang.
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastowo dan
Silitonga pada tahun 1975. Formasi ini terutama terdiri dari
serpih gampingan sampai napal berwarna coklat kehitaman,
berlapis halus dan mengandung fosil ikan serta tumbuhan.
Formasi ini di perkirakan berumur Eosen Tengah – Eosen
Atas.
b. Formasi Sawahlunto
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh R.P.
Kusumadinata dan TH. Matasak pada tahun 1979. Formasi
paling penting karena mengandung batubara yang dicirikan
oleh adanya batu lanau, batu lempung, dan berselingan
dengan batubara. Diperkirakan umur formasi ini Oligosen.
c. Formasi Brani
Formasi ini terdiri dari konglomerat dan batu pasir kasar
yang berwarna cokelat keunguan, dengan kondisi terpilah
baik (well sorted), padat, keras, dan umumnya
memperlihatkan adanya suatu perlapisan. Formasi ini
diperkirakan berumur Paleosen.
d. Formasi Sawahtambang
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastowo dan
Silitonga pada tahun 1975. Bagian bawah formasi ini
dicirikan oleh beberapa siklus endapan yang terdiri dari
batu pasir konglomerat, batu lanau dan batu lempung,
sedangkan bagian atas didominasi oleh batu pasir
10
konglomerat tanpa adanya sisipan lempeng atau batu lanau.
Umur formasi ini diperkirakan lebih tua dari Miosen bawah.
e. Formasi Ombilin
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastowo dan
Silitonga pada tahun 1975. Formasi ini terdiri dari lempung
gampingan, napal dan pasir gampingan yang berwarna abu-
abu kehitaman, berlapis tipis dan mengandung fosil. Umur
dari formasi ini diperkirakan Miosen bawah.
f. Formasi Ranau
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Marks pada
tahun 1961. Formasi ini terdiri dari tufa batu apung
berwarna abu-abu kehitaman. Umur dari formasi ini
diperkirakan Pleistosen.
11
Berdasarka data yang didapat dari PT. Allied Indo Coal Jaya
geologi regional daerah yang terdapat yakni formasi sawahlunto
dengan kondisi geologi sebagai berikut :
KONDISI GEOLOGI
No PARAMETER
Sederhana Moderat Komplek
I Aspek Tektonik
II Aspek Sidementasi
12
Secara topografi, wilayah Kota Sawahlunto terletak pada
daerah perbukitan dengan ketinggian antara 250 mdpl – 650
mdpl. Wilayah ini terbentang dari utara ke selatan. Bagian timur
dan selatan memunyai topografi yang relatif curam (kemiringan
>40%). Sedangkan bagian utara bergelombang dan relatif datar.
Posisinya memanjang sepanjang Sesar Sawahlunto,
memisahkan perbukitan terjal yang terletak di kedua sisinya.
Dataran yang relatif landai memungkinkan berkembangnya
permukiman perkotaan hanya dijumpai di Talawi dan Kota
Sawahlunto itu sendiri.
Tabel 2. Kondisi Keterangan Lahan Kota Sawah Lunto
N Luas Lahan (Ha) dengan Kemiringan Lereng (%) Jumlah
Kecamatan
o 0–2 2 – 15 15 – 25 25 – 40 >40
1,420.0 3,195.0 1,653.0
1 Talawi 991.00 2,680.00 9,939.00
0 0 0
1,514.0 3,450.0 2,136.0
2 Barangin 343.00 1,432.00 8,875.00
0 0 0
Lembah 1,836.0 2,110.0
3 240.00 358.00 694.00 5,238.00
Segar 0 0
Silungkan 1,901.0
4 29.00 288.00 735.00 340.00 3,293.00
g 0
3,580.0 8,821.0 7,800.0
Jumlah 1,603.00 5,541.00 21,345.00
0 0 0
Sumber: BPN Kota Sawahlunto
13
tahun dengan rata-rata curah hujan per tahunnya sebesar
1.716,37 mm dengan rata-rata hari hujan 130 hari.
BAB III. AKTIVITAS PERTAMBANGAN
14
Setelah dilakukannya beberapa studi kelayakan maka kondisi
akhir neraca cadangan batubara PT. Allied Indo Coal Jaya (PT.
AICJ) adalah sebagaimana tercantum dalam tabel 2.
Tabel 3. Cadangan batubara PT. Allied Indo Coal Jaya (PT. AICJ)
N Lokasi tambang Sisa cadangan yang dapat
o (central area) ditambang (ton)
1 Seam A 40.00,00
2 Seam B1 796.695,71
3 Seam C1 1.018.185.05
4 Seam C2 854.168,00
Tabel 4. Hasil analisis PT. Allied Indo Coal Jaya (PT. AICJ) terhadap
kualitas batubara
N Parameter Satuan Angka
o
1 Proximat analysis
a. Inherent moisture (IM) % 3,11
b. Volatile matter (Vm) % 36,39
c. Ash content (Ash) % 16,33
d. Fixed carbon (Fc) % 47,61
2 Caloric value (ADB) Kkal/kg 6,810
3 Total Sulfur % 0,67
Sumber : PT. Allied Indo Coal Jaya (PT. AICJ)
Keterangan :
a. Analis Prosimat (Proximat analysis)
15
Suatu analisis pada batubara yang bertujuan untuk
mmemperoleh data-data kualitas batubara yang meliputi :
1) Kandungan air bawaan (Inherent moisture)
Kandungan ari bawaan adalah kandungan air yang
pada batubara bersamaan dengan tebentuknya batubara
itu, air bawaan ini mengisi pada pori-pori dari batubara
tersebut.
2) Kandungan abu (Volatile matter)
Merupakan sisa zat organik yang terkandung dalam
batubara setelah dibakar, kandungan abu tersebut dapat
dihasilkan dari pengotoran bawaan dari pembentukan
batubara maupun dari proses penambangan.
3) Kandungan zat terbang (Ash content)
Zat terbang merupakan zat akitf yang menghasilkan
energi atau panas apabila batubara tersebut dibakar. Zat
terbang umumnya terdiri dari gas-gas yang mudah
terbakar, seperti hidrogen (H), karbon monoksida (CO)
dan methan (CH4). Dalam pembakaran batubara dengan
zat terbang tinggi akan mempercepat pembakaran,
sebaliknya zat terbang rendah akan mempersulit proses
pembakaran.
4) Kandungan karbon tertambat (Fixed carbon)
Merupakan karbonyang tertinggal sesudah zat terbang
dan kandungan airnya hilang. Dengan adanya
pengeluaran zat terbang dan kandungan air maka karbon
tertambat secara otomatis akan naik, sehingga makin
tinggi kandungan karbonnya kelas batubara akan naik.
a. Kandungan nilai kalori (Caloric value)
16
Nilai kalori batubara adalah panas yang dihasilkan
oleh pembakaran setiap satuan berat batubara dalam
sejumlah oksigen pada kondisi standar.
17
keperluan kegiatan penambangan, serta fasilitas pengolahan
bahan galian.
PT. Allied Indo Coal Jaya memiliki 2 kantor utama yaitu 1
kantor untuk tambang terbuka dan 1 kantor untuk tambang
bawah tanah. Setiap kantor dilengkapi fasilitas atau bangunan
umum dan workshop untuk perbaikan alat berat dan mesin.
Fasilitas umum seperti Mushola, Ruang Ganti Pekerja, Kamar
mandi, kantin dan lainnya. Terdapat 2 workshop unruk tambang
terbuka dan tambang bawah tanah masing-masing dilengkapi
pembangkit listrik atau trafo. PT. Allied Indo Coal Jaya juga
memiliki mess karyawan berjarak 20 menit ditempuh
menggunakan kendaraan dari perusahaan. Fasilitas pengolahan
batubara yang dimiliki PT. Allied Indo Coal Jaya seluas 2 Ha
dimana terdapat alat Crusher, Washing Plant, Timbangan
Batubara, Stockpile, serta Laboratorium analisis batubara.
STRIP MINING
18
Strip mining merupakan pertambangan kupas atau
pertambangan baris yang secara khusus merupakan sistem
tambang terbuka atau tambang permukaan untuk batubara.
Sistem penambangan ini pada dasarnya terbagi dua, yaitu
tambang area dan tambang kontur. Pertambangan kupas adalah
merupakan operasi pengupasan tanah atau batuan penutup
lapisan batu bara dengan bentuk pengupasan baris-baris serjajar.
Strip mining pada umumnya digunakan untuk endapan batubara
yang memiliki kemiringan endapan (dip) kecil atau landai dimana
sistem penambangan yang lain sulit untuk diterapkan karena
keterbatasan jangkuan alat-alat. Selain itu endapan
batubaranya harus tebal, terutama bila lapisan tanah
penutupnya juga tebal. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan
perbandingan yang masih ekonomis anatara jumlah tanah
penututp yang harus dikupas dengan jumlah batubara yang dapat
digali (economic stripping ratio).
CONTOUR MINING
Sistem penambangan ini biasanya diterapkan untuk
cadangan batubara yang tersingkap di lereng pegunungan atau
bukit. Kegiatan penambangan diawali dengan pengupasan tanah
penutup di daerah singkapan (outcrap) di sepanjang lereng
mengikuti garis kontur, kemudian diikuti dengan penggalian
endapan batubaranya. Penggalian kemudian dilanjutkan ke arah
tebingsampai mancapai batas penggalian yang masih ekonomis,
mengingat tebalnya tanah penutup yang harus dikupas untuk
mendapatkan batubaranya. Karena keterbatasannya daerah yang
biasanya digali, maka daerah menjadi sempit tetapi panjang
sehingga memerlukan alat-alat yang mudah berpindah-pindah.
Umur tambang bisanya pendek.
Kerugian sistem ini ialah :
19
a. Keterbatasannya jumlah cadangan yang ekonomis untuk
ditambang karena tebalnya tanah penutup yang harus
dikupas.
b. Tempat kerjanya sempit.
c. Tebing (highwall) yang terbentuk bisa terlalu tinggi
sehingga menyebabkan kemantapan lerengnya rendah.
d. Juga mudah terjadi kelongsoran pada timbunan tanah
buangan (timbunan tanah penutup).
20
Clearing digunakan untuk bahan pembuatan jembatan pada
lorong saluran air asam tambang.
21
terlebih dahulu dilakukan pembongkaran dengan peledakan
(blasting) kemudian dilakukan kegiatan penggalian. Peledakan
yang akan dilakukan perlu dirancang sedemikian rupa hingga
sesuai dengan produksi yang diinginkan. PT. AIC Jaya melakukan
peledakan dimana terdapat 6 unit alat bor beserta kompresor, 3
unit Epiroc dengan 7m Total Depth 3,6 m/batang bor dengan
kompresor Atlas Copco, 3 unit Furukawa PCR 200, total Depth 3
m/batang bor dengan kompresor Ingershole Red 12.
Perencanaan peledakan yang dilakukan PT. AIC Jaya pola
pengeboran zig-zag, pola peledakan row by row, rangkaian seri,
metode Eldeto (Elektronik Detonator), dengan deflaut geometri B.S
= 3x3 (m), PF = 28, L = 6 (m), jumlah lubang tergantung dengan
target produksi.
Pemakaian handak yang dilakukan ialah 1 karung handak
memeiliki variasi beras 25 Kg, penggunaan 3 karung untuk 4
lubang. Kegiatan yang dilakukan pada pengupasan overburden
dalam divisi drilling and blasting ialah sebagai berikut :
1. Merancang Geometri peledakan dengan deflaut PT. AIC Jaya
yaitu menghitung volume atau target yang didapatkan
setelah peledakan. Dimana B.S = 3x3 (m), L = 6 m, dan n =
90 lubang. Kemudian dimasukkan ke formula perhitungan
Volume Target yaitu V = B.S.L.n sehingga :
V = 3 m x 3 m x 6 m x 90
= 4860 m3
2. Melakukan Ploting lubang bor, menggunakan patok yang
bertali yang telah diatur besaran jarak 3 m, dimana setelah
di plot akan diberi batu sebagai penanda lokasi plot
3. Mengamati proses pengeboran lubang ledak, mengamati
proses alat bor Furukawa PCR 200.
a. Persiapan dalam menyalakan alat bor dan kompresor
22
b. Pemberian oli pada batang bor sebelum dilakukan
kegiatan
c. Dilakukan pengeboran untuk 1 batang pertama,
kemudian batang bor kedua sebelum memasuki
batang bor kedua kembali diberi oli
d. Diangkat batang bor kedua di cabut dari bit kemudian
disangkutkan pada pengkait disamping bor, untuk
batang bor pertama tinggal diangkat saja
e. Berpindah tempat ke lokasi plot titik bor berikutnya
f. Dilakukan berulang kali sampai jumlah lubang
terpenuhi seluruhnya
Arah pengeboran yang dilakukan oleh operator sesuai keadaan
arah angin. Dimana diusahakan memulai pengeboran dari
arah pelipis atau bibir jenjang. Peletakan kompresor hanya
pada 1 tempat saja yang strategis dan optimal saat
perpindahan lokasi titik bor.
23
dengan waktu pindah 11s, untuk Furukawa 5m 32s 88ms
dengan waktu pindah 8s
5. Mengikuti kegiatan perangkaian peledakan dan primering,
merangkai detonator dengan 2 powergell kemudian mengisi
handak kedalam lubang
24
Gambar 7. Dumping Overburden di Disposal
Pengamatan dilakukan dalam Loading Disposal pada PT. AIC
Jaya, dimana dapat diamati produktivitas alat gali muat dan alat
angkutnya. Terdapat 3 area disposal yaitu disposal barat, timur,
dan puncak. Jam kerja 07.00 WIB – 17.30 WIB jam istirahat 1,5
jam pada pukul 12.00 WIB – 13.30 WIB, berikut pengamatan
waktu kerja yang dilakukan PT. AIC Jaya :
Tabel 5. Waktu Kerja PT. AIC Jaya
Sabtu – Kamis Jum'at
Kegiatan Waktu Durasi Kegiatan Waktu Durasi
Kerja Produktif 1 07.00 5 Kerja Produktif 07.00 4,5
-12.00 Jam 1 -11.30 Jam
Istirahat 12.00 - 1,5 Istirahat 11.30 - 2 Jam
13.30 Jam 13.30
Kerja Produktif 2 13.30 - 4 Kerja Produktif 13.30 - 3,5
17.30 Jam 2 17.00 Jam
Total Waktu Kerja Produktif 9 8 Jam
Jam
1 trip = 5 bucket Excavator Komatsu 300
1 jam = 5 trip
1 hari kerja = 9 jam
1 hari kerja = 45 trip
1 hari kerja = 225 bucket
1 bucket Excavator Komatsu 300 = 1.8 m3 atau 1.8 ton
Kapasitas kerja/hari = 225 bucket x 1.8 ton/bucket
= 405 ton/hari
25
Waktu edar (cycle time) adalah waktu yang diperlukan alat
mulai dari aktivitas pengisian atau pemuatan (loading),
pengangkutan (hauling) untuk truck dan sejenisnya atau swing
untuk back hoe dan shovel, pengosongan (dumping), kembali
kosong dan mempersiapkan posisi (manuver) untuk diisi atau
dimuat. Disamping aktivitas-aktivitas tersebut terdapat pula
waktu menunggu (delay time) bila terjadi antrian untuk mengisi
atau memuat. Komponen waktu edar (cycle time) untuk alat
dorong, misalnya bulldozer adalah waktu dorong material sampai
jarak tertentu, waktu kembali mundur, manuver, maupun siap
dorong kembali.
Waktu edar (cycle time) terdiri dari dua jenis, yaitu waktu
tetap (fixed time) dan waktu variable (variable time). Jadi waktu
edar total adalah penjumlahan waktu tetap dan waktu variable.
Yang termasuk ke dalam waktu tetap adalah waktu pengisian atau
pemuatan termasuk manuver dan menunggu, waktu pengosongan
muatan, waktu membelok dan mengganti gigi dan percepatan,
sedangkan waktu variable adalah waktu mengangkut muatan dan
kembali kosong.
Keterangan:
26
Tm2 = waktu putar dengan bucket terisi (detik)
Tm3 = waktu menumpahkan muatan (detik)
Tm4 = waktu putar dengan bucket kosong (detik)
Pengamatan di Pit Barat PT. AIC Jaya dalam 1 fleet Loading
Disposal didapatkan rata-rata waktu edar 2,3 menit. Dimana
pengamatan dilakukan sekaligus beserta waktu angkut sehingga
didapatkan waktu edar total dari alat muat (Tm1+Tm2+Tm3+Tm4).
Keterangan:
27
Produktivitas Alat Gali Muat Dan Alat Angkut
60𝑥 𝐸
Pm = 𝑚 x Hm x FFm x SF x 𝜌𝑖 ,
(Ton/jam)
𝐶𝑚
Dimana :
SF = Swell Factor
𝝆𝒊 = Density (Ton/Bcm)
60
Pa = 𝑥𝐸𝑎
𝐶 x (Np x Hm x FFm) x SF x 𝜌𝑖 ,
𝑎 Ton/Jam
Dimana :
28
Pa = Kemampuan Produksi Alat Angkut, (Ton/Jam)
` SF = Swell Factor
𝝆𝒊 = Density (Ton/Bcm)
Keserasian Kerja
Na x Ltm
MF =
Nm x Ca
Keterangan:
29
Na = Jumlah Alat angkut
Ltm = Jumlah Alat Muat x Jumlah Pengisian
diperoleh:
30
Hasil kegiatan coal cleaning ini adalah lapisan batubara
yang bersih dan berkualitas. Proses coal cleaning ini dilakukan
oleh alat excavator yang telah dilengkapi dengan cutting blade
pada sisi luar kuku bucket. Hal ini menjadikan ujung bucket
bukan berupa kuku tajam, melainkan berupa ujung bucket yang
datar rata. Unsur pengotor yang berada di atas lapisan batubara
dapat dihilangkan hingga sebersih mungkin. PT. AIC Jaya
melakukan 2 Coal Cleaning dengan menggandengkan 1 unit
Excavator Komatsu 300 dan Catepillar 330DL, dimana satu
Excavator Bertugas untuk membersihkan black shale atau
pengotor batubaranya, dan yang satu lagi mengupas batubara.
31
Gambar 9. Aktivitas Coal Getting
Pada pengamatan Coal Getting memiliki waktu edar dari
Excavator sebesar 60 menit (Tm1+Tm2+Tm3+Tm4) dengan 37
bucket batubara yang dimuat ke Dump Truck serta produktifitas
dari alatnya sebesar 1,3 ton/jam.
32
Ta4,5 = 6m ; Ta6 = 5m dengan jarak 2,5 Km produktivitas alat
angkut ini sebesar 108,866 ton/jam. Keserasian alat angkut dan
alat muat pada coal getting di pit 2 barat ialah >1 dimana artinya
alat muat bekerja 100% alat angkut tidak, sehingga ada waktu
tunggu alat angkut.
33
Gambar 12. Dumping Batubara di Stockpile
Crushing.
Crushing adalah proses pemecahan batubara dari ukuran besar
menjadi ukuran kecil. Alat untuk pemecahan batubara tersebut
adalah crusher. Proses crushing harus mempertimbangkan :
1. Proses kerja yang efektif dan efisien
2. Produktivitas yang maksimal
3. Utilisasi A2B & Crusher secara efektif dan efisien
PT. AIC Jaya memakai Jaw crusher dimana alat mesin peremuk
dengan bentuk dan mekanisme yang sederhana untuk melakukan
peremukan batuan yang mengandung mineral dengan cara
menjepit diantara dua buah plat (rahang tetap dan rahang ayun)
atau swing jaw, lalu dihancurkan dengan gaya tekan remuk.
Kegunaannya untuk menyeragamkan ukuran butir batubara
mentah, untuk meremukkan batu buangan sebelum dibuang
dengan belt conveyor. Alat tersebut ada 2 tipe :
Type blake, bila titik tumpuan ada diatas.
Type dodge, bila titik tumpuan ada dibawah.
34
terpental atau lari ke atas, perbandingan antara ukuran partikel
sebelum dan sesudah peremukan disebut juga rasio peremukan
(rasio pengerusan), rasio peremukan atau pengerusan pada jaw
crusher sekitar 4:1 hingga 6:1 sedangkan untuk menyatakan
kapasitas pengolahan bijih dinyatakan dengan (m3/t) atau (t/jam).
Pada jaw crusher type dodge titik tumpuh rahang-rahangnya
ada dibagian bawah sehingga pada saat pengoprasionalnya pun
misalnya discharge (dutlate) tetap. Type ini mempunyai kelebihan
dalam hal keseragaman ukuran produk (hasil pengerusan) namun
sebaliknya kekurangannya pada mulut discharge karena mudah
tersumbat. Karena posisi mulut discharge jauh dari titik tumpu
gaya maka alat ini harus melakukan peremukan bongkahan besar
dengan tenaga yang relatif lemah untuk itu type dodge biasanya
dipakai untuk peemukan sedang, dan kapasitas pengolahan yang
tidak terlalu besar.
Untuk menentukan waktu edar unit peremuk dapat dihitung
dengan rumus, yaitu :
CT = Lt + Wt
dimana :
CT = Waktu edar unit peremuk (menit)
Lt = Total Waktu Edar Alat Muat selama
pengumpanan kedalam hopper (menit)
Wt = Waktu Tunggu Alat Muat sampai
pengumpanan kembali
Maka, produktivitas unit peremuk dapat dihitung dengan
rumus, yaitu :
60
Q= ×v×Ef×Sf
CT
dimana :
Q = Produktivitas (ton/jam)
35
V = Kapasitas hopper (kapasitas desain) = m3
Ef = Faktor efisiensi alat, = %
Sf = Faktor pengembangan material = %
60 = waktu dalam 1 jam (menit)
CT = Waktu edar unit peremuk = menit (lampiran X)
36
dengan rata-rata 5 bucket maka dihentikan pengisian ke Hopper,
operator mengontrol waktu keluar batubara dari Hopper menuju
belt conveyor untuk menuju crusher 1. Setelah diolah pada crusher
1 terdapat screen 70 mm batubara yang lolos akan dilanjutkan
menuju crusher 2 sama seperti crusher 1 terdapat screen yang
lolos dengan ukuran 50 mm itu hasil akhir batubara yang
diinginkan, dan yang tidak lolos akan kembali ke crusher
berikutnya. Sistem pengolahan menggunakan siklus tertutup,
target satu hari kerja ± 400 ton dimana dalam 1 jam sekitar 300
ton. Dengan beberapa Trouble Processing yang terdapat di PT. AIC
Jaya yaitu alat yang tidak di rawat, abu batubara yang dapat
mengganggu operator serta karyawan, dan manajemen stockpile
yang tidak tertata dapat menghambat hasil target, dimana jumlah
batubara yang masuk ke hopper lebih besar dari hasil yang keluar
dari crusher (F>C).
Target Produktivitas crusher 60 ton/jam. Pengamatan
selama setengah hari jam kerja dari pukul 08.00 WIB – 12.00 WIB,
melakukan 15 kali pemuatan batubara ke hopper dengan jumlah
bucket excavator yang masuk ialah 75 bucket di konversi dengan
bucket fill 1 m3/1ton maka 75 ton. Jumlah waktu pengisian 36,
755 menit dan waktu menghantarkan batubara ke crusher serta
waktu menghasilkan produk akhir yaitu 13 menit. Maka cycle time
dari kerja crusher 49 menit. Efisiensin kerja dari crusher dengan
kondisi alat serta kerja operator 70%, Swell Factor dari alat gali
muat yang mengisi ke hopper adalah 90%
37
Gambar 13. Produk akhir batubara setelah proses pengolahan
Stockpile.
Stockpile berfungsi sebagai penyangga antara pengiriman
dan proses, sebagai stock strategis terhadap gangguan yang
bersifat jangka pendek atau jangka panjang. Stockpile juga
berfungsi sebagai proses homogenisasi dan atau pencampuran
batubara untuk menyiapkan kualitas yang dipersyaratkan.
Disamping tujuan di atas di stockpile juga digunakan untuk
memcampur batubara supaya homogenisasi sesuai kebutuhan.
Homogenisasi bertujuan untuk menyiapkan produk dari satu tipe
material dimana fluktuasi di dalam kualitas batubara dan
distribusi ukuran disamakan. Dalam proses homogensiasi ada dua
tipe yaitu blending dan mixing.
Blending bertujuan untuk memperoleh produk akhir dari
dua atau lebih tipe batubara yang lebih dikenal dengan komposisi
kimia dimana batubara akan terdistribusi secara merata dan
tanpa ada lagi tempat yang cukup besar untuk mengenali salah
38
satu dari tipe batu bara tersebut ketika proses pengambilan
contoh dilakukan. Dalam proses blending batubara harus
tercampur secara merata atau distribusi merata. Sedangkan
mixing merupakan salah satu dari tipe batubara yang tercampur
masih dapat dilokasikan dalam kuantitas kecil dari hasil
campuran material dari dua atau lebih tipe batubara.
39
6. Transportasi adalah pemeriksaan alat-alat
7. Pengausan Pekerjaan dalam preparasi yang paling utama
adalah pemisahan sedangkan kegiatan yang lain hanya
untuk membuat pemisahan menjadi lebih efektif.
III.5 Pemasaran
Jika bahan galian sudah selesai diolah maka dipasarkan ke
tempat konsumen. Biasanya, antara perusahaan pertambangan
dan konsumen terjalin ikatan jual beli kontrak jangka panjang,
dan penjualan sesaat tidak memakai Harga Batubara Acuan
(HBA). PT. AIC Jaya memasarkan batubaranya ke PLTU Talawi
sebuah perusahaan listrik negara di daerah Parambahan Talawi,
Kota Sawahlunto.
III.6 Reklamasi
Reklamasi dilakukan dengan cara penanaman kembali atau
penghijauan suatu kawasan. Reklamasi perlu dilakukan karena
Penambangan dapat mengubah lingkungan fisik, kimia dan biologi
seperti bentuk lahan dan kondisi tanah, kualitas dan aliran air,
debu, getaran, pola vegetasi dan habitat fauna, dan sebagainya.
Perubahan ini harus dikelola untuk menghindari dampak
lingkungan yang merugikan seperti erosi, sedimentasi, drainase
yang buruk, masuknya gulma/hama/penyakit tanaman,
40
pencemaran air permukaan/air tanah oleh bahan beracun dan
lain-lain. Reklamasi terdiri dari dua kegiatan yaitu; pemulihan
lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu
ekologinya, dan mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah
diperbaiki ekologinya untuk pemanfaatan lebih lanjut.
PT. AIC Jaya melakukan reklamasi lahan tambangnya dari
arah selatan menuju arah utara penambangannya. Seluruh
disposal selatan dilakukan reklamasi. Pengamatan yang dilakukan
saat reklamasi yaitu disposal selatan seluas ± 7 Ha dimana
sebelum ditanami di hauling tanah pucuk yang berasal dari soil
bank, jenis tanaman 60% tanaman produktif dan 40% Akasia atau
tanaman non produktif yang dipakai. Tanaman produktifnya ialah
mahoni, jambu, durian, petai, jengkol, nangka, dan kapuk.
Pemakaian pupuk ialah pupuk kandang sebanyak 55 karung
seberat 25 Kg/karung untuk 100 jumlah bibit.
41
Dompeng 24 PK, dan 1 unit dompeng 32 PK, dengan selang
jenis karet. PT. AIC Jaya tidak memiliki settling pound
untuk saat ini.
42
Gambar 18. Tambang Bawah Tanah Tunnel 3 PT. AIC Jaya
Pada saat proses kerja penambangan berlangsung di PT. AIC
Jaya menerapkan siklus penambangan atau langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Marking
2. Drilling, Charging, Blasting, Scalling, penggalian
3. Mucking
4. Transporting
5. Supporting
Kelima langkah-langkah tersebut dilakukan secara
berulang-ulang, untuk tambang bawah tanah sendiri terdapat 7
tunnel yang beroperasi dan 1 tunnel dalam tahap development,
untuk peta rencana tambang bawah tanah terlampir pada
lampiran.
43
Extraksi atau penggalian dan pemuatan
PT. AIC Jaya mengekstraksi atau menggali batubara
menggunakan tenaga manusia yaitu palu/baling, pick hammer
(breaker) atau drill tension, cangkul, dan melakukan peledakan.
Untuk memuat batubara yang sudah digali menggunakan sekop
dan dimuat ke lori/angkong. Pekerja setiap 1 front kerja terdapat 5
pekerja yakni dengan tugas 2 pekerja menggali, 2 pekerja kontrol
supporting (penyangga dan ventilasi), dan 1 pekerja kontrol air
apabila terdapat air di area front kerja.
44
bahan baku semen dan di campur fly ash batubara sisa
pembakaran di PLTU.
45
Gambar 21. Penyanggaan Shotcreate
Sistem Ventilasi
PT. AIC Jaya memakai 2 sistem ventilasi yaitu ventilasi
alami (natural ventilation) dan ventilasi mekanis
(artificial/mechanical ventilation), berikut beberapa keterangan
sistem ventilasi yang digunakan perusahaan untuk ke 7 tunnel :
46
4. Tunnel 5 & 6 menggunakan sistem ventilasi alami dan
ventilasi mekanis, dimana untuk lubang utama memakai
sistem ventilasi alami tepat di samping masing-masing
tunnel dan memakai metode hembus (forcing) untuk ke front
kerja. Terdapat 4 blower 11 PK.
5. Tunnel 7 menggunakan sistem ventilasi alami dan ventilasi
mekanis, dimana untuk lubang utama memakai ventilasi
alami tepat disamping tunnel dan memakai metode hembus
(forcing) untuk front kerja. Terdapat 4 blower 11 PK, dan
terdapat 2 blower 24 PK.
47
Gambar 22. Main Fan
48
pemompaan dilakukan dengan sistem per level. Setiap level
terdapat bak kontrol dimana untuk tempat penampungan
sementara kemudian akan dipompa sampai kepermukaan atau
luar tunnel, kemudian air dialirkan bersamaan pada saluran
paritan tambang terbuka menuju sump. Terdapat 3 tunnel yang
memakai metode submercible pompa yaitu tunnel 3,6, dan 7.
Pengangkutan (Hauling)
PT. AIC Jaya menggunakan 2 jenis alat angkut utama untuk
material yang telah digali ataupun peralatan yaitu belt conveyor
dan lori kombinasi hoisting, dan alat angkut sederhana
menggunakan lori/angkong. Lori yang dipakai berguna
mengangkut batubara yang telah dikumpulkan pekerja di berbagai
simpang dimuat lori ke dalam bak lori, kemudian ditarik oleh
mesin hoist ke atas atau keluar dari tunnel sampai ke tempat Load
Haul Dumping (LHD) dan akan ditampung oleh truk dibawahnya.
Lori 2 jenis lori yaitu kapasitas bak 0,8 m 3 dan 1,2 m3, dan jenis
lori berdasarkan pengosongan materialnya ada 2 jenis yaitu
bootom dumper dan side dumper. Ada 6 tunnel yang memakai alat
angkut lori kombinasi hoisting yaitu tunnel 1, 2, 3, 4, 5 dan 7
untuk tunnel 1 & 2 kapasitas bak 1,2 m3 dan untuk tunnel 3, 4, 5
dan 7 kapasitas bak 0,8 m 3 akan tetapi untuk tunnel 7 lori
digunakan untuk mengangkat peralatan saja. Alat angkut yang
kedua ialah belt conveyor, dimana alat belt conveyor ini dijalankan
oleh mesin diesel posisi belt conveyor mengikuti dari dip direction
lubang bukaan. Pengangkutan material pada belt conveyor sama
dengan lori, dimana batubara yang dikumpulkan pekerja disetiap
simpang akan dimuat menuju belt conveyor kemudian akan
diangkut keluar tunnel dan di ujung belt conveyor akan ditampung
oleh truk.
49
Untuk produksi batubara yang dihasilkan dari tambang
bawah tanah adalah sebanyak ±317,2 ton/hari. Pengamatan yang
dilakukan yaitu mengamati jumlah trip truk Mitshubisi PS 120
yang menunggu hauling belt conveyor dan mengamati jumlah lori
untuk mengisi truk Mitshubisi PS 120 dalam setiap hari per trip.
50
Gambar 26. Hoist
51
kondisi air tanah serta orientasi/arah bidang diskontinyu. Alasan
penggunaan dari keenam parameter tersebut dikarenakan
parameter tersebut dapat diperoleh dari lubang bor, penyelidikan
di lapangan baik di permukaan maupun di bawah tanah. (Brady
dan Brown, 1985 : 77-78).
52
Axial 1 5,44 5,85 1,09
Siltstone Axial 2 5,42 5,9 1,32
Diametrikal 5,44 8,16 1,32
1
Diametrikal 5,40 7,94 1,20
2
Rata-rata 1,23
Materia Sampel D L Is σc
l (cm) (cm) (Mpa) (Mpa)
Sehingga : σc = 21,49 x Is
53
batuan berdasarkan perolehan hasil inti pemboran. Rock Quality
Designation (RQD) merupakan persentase massa batuan utuh
yang didapat dari hasil inti pengeboran. RQD dapat diperoleh
dengan membandingkan jumlah inti bor yang memiliki panjang
lebih dari 10 cm dengan kedalaman lubang bor (core run)
(Bieniawski, Z.T., 1989).
54
pengamatan bidang kekar pada lapisan batubara dan siltstone
pada area tunnel 1 terdapat pada lampiran.
Berdasarkan pengamatan dan perhitungan yang terlampir,
berikut nilai RQD yang didapatkan :
Tabel 10. Hasil Perhitungan RQD Batubara
55
aktual dilapangan terdapat kekar atau bidang diskontiniunitas
yang serupa pada lapisan Siltstone.
IV. 4 Spasi Bidang Diskontinyu
Spasi bidang diskontinyu didefinisikan sebagai jarak
antarbidang yang diukur secara tegak lurus dengan bidang
diskontinyu yang mempunyai kesamaan arah yang berurutan
sepanjang garis pengukuran yang dibuat sembarang. Jarak
diskontinyu ini dapat menentukan ukuran blok batuan utuh yang
terbentuk, tingkat kekuatan kohesi massa batuan, model
runtuhan massa batuan, dan mempengaruhi permeabilitas, serta
karakter rembesan (Bieniawski, Z.T., 1989).
56
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)
57
IV. 9 Tingkat Pelapukan.
Tingkat pelapukan menunjukkan derajat kelapukan
permukaan diskontinyu. Penentuan tingkat kelapukan kekar
didasarkan pada perubahan warna pada batuannya dan
terdekomposisinya batuan atau tidak.
IV. 10 Material Pengisi Bidang Diskontinyu.
Material pengisi berada pada celah antara dua dinding
bidang kekar yang berdekatan. Sifat material pengisi biasanya
lebih lemah dari sifat batuan induknya. Beberapa material yang
dapat mengisi celah diantaranya breccia, clay, silt, mylonite, gouge,
sand, quartz dan calcite (Bieniawski, Z.T., 1989).
Parameter Rating
Panjang <1m 1–3m 3 - 10 m 10 - 20 >20 m
Kemenerusa m
6 4 2 1 0
n
Sangat Pendek Sedang Tinggi Sangat
pendek tinggi
Bukaan / 0 < 0,1 0,1 – 1 1 – 5 mm >5 mm
rekahan mm mm
6 5 4 1 0
Tidak Sangat Sedang Lebar Sangat
ada rapat lebar
Kekasaran 6 5 4 1 0
Sangat Kasar Agak Halus Licin
permukaan
kasar kasar
joint
Isian 0 < 5 mm >5 mm < 5 mm >5 mm
6 5 4 1 0
58
Tidak Keras Keras Lunak Lunak
ada
Pelapukan Tidak Agak Sedang Tinggi Terurai
lapuk lapuk
6 5 5 1 0
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)
59
dengan keadaaan umum dari permukaan seperti kering,
lembab, basah, menetes ataupun mengalir.
60
yang ada dengan metode penggalian yang dilakukan (Deratama,
Erick Alan, 2015).
61
tekan – 100 25
uniaksia 250
l (MPa)
Pembobotan 15 12 7 4 2 1 0
2 RQD (%) 90 – 75 – 50 – 75 25 – 50 < 25
100 90
Pembobotan 20 17 13 8 3
3 Spasi rekahan >2 m 0,6 – 0,2 – 60 – 200 < 60 mm
2m 0,6 mm
Pembobotan 20 15 10 8 5
4 Kondisi rekahan Permu Agak Agak Slickensi Gauge lemah,
kaan kasa kasar de <5 tebal >5 mm,
sanga r rengga mm, menerus
t reng nggan renggan
kasar gang <1 mm, gan 1-5
tidak gan sangat mm,
mener <1 kasar menerus
us, mm,
tidak Agak
rengg lapu
ang, k
tidak
lapuk
Pembobotan 30 25 20 10 0
5 Air Aliran per 10 Tidak < 10 10 – 25 25 – 125 >125
tanah meter ada
panjang
terowongan
(L/min)
Tekanan air 0 < 0,1 0,1 - 0,2 – 0,5 >0,5
kekar 0,2
tegangan
62
utama
Keadaan Kering Lem Basah Menetes Mengalir
umum bab
Pembobotan 15 10 7 4 0
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)
63
Orientasi strike and dip pada bidang diskontinu merupakan
kedudukan relatif dari suatu bidang diskontinu terhadap sumbu
lintasan lubang bukaan. Dalam menentukan arah strike and dip
peneliti menggunakan bantuan kompas geologi. Pada penelitian
ini, penentuan arah umum orientasi strike and dip untuk setiap
join set penulis menggunakan software dips dari roccience.
Penyesuaian orientasi kekar setelah diolah dengan software
dips V:6.008 diketahui arah kekar dominan pada lapisan batubara
yaitu N68⁰E dengan nilai dip rata-rata sebesar 15⁰ dan arah kekar
dominan siltstone yaitu N120⁰E dengan rata-rata dip sebesar 83⁰,
sedangkan arah rencana lubang bukaan adalah N10⁰E/13⁰. Hal
ini berarti arah kekar batubara searah dengan arah rencana
lubang bukaan. Berdasarkan Tabel 15, jurus dengan kemiringan
20-45⁰ tergolong ke kondisi sedang dengan bobot -5 poin.
Sedangkan untuk arah kekar siltstone berlawanan dengan arah
rencana lubang bukaan. Berdasarkan tabel 15, jurus dengan
kemiringan 45-90⁰ tergolong ke kondisi sedang dengan bobot -5
poin.
64
Gambar 28. Orientasi kekar dominan lapisan batubara
65
Gambar 30. Orientasi kekar dominan lapisan siltstone
Tabel 17. Kelas Massa Batuan yang Ditentukan dari Rating Total
66
Kelas I II III IV V
Deskrips Sangat Baik Cukup Jelek Sangat jelek
i baik
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)
67
Tabel 19. Panduan Rekomendasi Penyanggan Berdasarkan Sistem RMR
68
(IV) kemajuan 1 – panjang 4 dan 100 sampai
RMR : 1,5 m di top – 5 m, mm di sedang
21 – 40 heading, spasi 1 – dinding spasi 1,5
pemasangan 1,5 m di m di
penyangga atap dan tempat
dengan dinding yang
penggalian, 10 dengan diperlukan
m dari muka wire mesh
Batuan Drift berganda Sistematik 150 – 200 Rangka
sangat dengan bolt mm di berat
buruk kemajuan 0,5 – panjang 5 atap, 150 sampai
(V) 1,5 m di top - 6 m, mm di ringan
RMR : < heading, spasi 1 – dinding, spasi 0,75
20 pemasangan 1,5 m di dan 50 mm m dengan
penyangga atap dan di muka steel
seiring dengan dinding lagging
penggalian, dengan dan
shotcrete perlu wire mesh, forepoling
segera setelah bolt invert jika perlu,
peledakan close
invert
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)
69
Menurut Bieniawski (1989), besarnya nilai stand-up time
akan didapatkan juga nilai kohesi dan sudut geser dalamnya
berdasarkan arti kelas massa batuan seperti diperlihatkan pada
Tabel 10. Hubungan antara waktu stabil tanpa penyangga (stand-
up time) dengan span untuk berbagai kelas massa batuan dan
nilai dari maximum unsupported span.
Kelas I II III IV V
Stand-up 20 tahun 1 1 1 jam 30
time rata-rata untuk 15 minggu minggu untuk menit
m span untuk untuk 5 2,5 m untuk
10 m m span span 1m
span span
Kohesi dari >400 300 – 200 – 100 – < 100
masa batuan 400 300 200
(kPa)
Sudut geser >45 35 – 45 25 – 35 15 – 25 < 15
dalam dari
masa batuan
(deg)
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)
70
IV. 12 Tinggi Runtuh dan Beban Keseluruhan
Menurut Bieniawski (1989), dalam melakukan analisis
runtuhan, tinggi runtuhan dan besarnya beban runtuhan
merupakan komponen yang sangat penting untuk diketahui dalam
merekomendasikan penguatan. Menurut klasifikasi geomekanika
sistem RMR, tinggi runtuh (ht) dan beban runtuh (RMR) yang akan
diterima penyangga dapat dirumuskan seperti yang tercantum
pada Tabel 21 dibawah ini.
71
Dengan ini terdapat 2 lebar terowongan sebagai parameter
dalam mencari tinggi beban runtuh dan beban runtuh pada 2 nilai
RMR massa batuan yang berbeda juga yakni lebar bawah 3 m dan
lebar atas 2,5 m; pada lapisan batubara dan siltstone. Hal ini
disebabkan dimensi tunnel menyerupai bangun data trapesium.
Maka tinggi beban runtuh pada lebar bawah tunnel sebesar 1,11 m
Gambar
dan pada lebar atas 32. Dimensi
sebesar Terowongan
0,925 padajuga
m. Begitu Tunnel 1
untuk beban
runtuh yang didapat yakni beban runtuh untuk tinggi beban
runtuh bawah sebesar 1,443 ton/m2, dan pada beban runtuh
untuk tinggi beban runtuh atas sebesar 1,2025 ton/m 2 untuk
lapisan batubara. Untuk lapisan siltstone tinggi beban runtuh
lebar bawah sebesar 1,14 m dan tinggi beban runtuh lebar atas
sebesar 0,95 m. Beban runtuh untuk tinggi beban runtuh bawah
2,2002 ton/m2 dan beban runtuh untuk tinggi beban runtuh atas
sebesar1,8335 ton/m2, perhitungan terlampir.
Berdasarkan data yang diperoleh dari (PT. AIC Jaya, 2019)
penyangga kayu (cap) adalah dengan menggunakan kayu kelas V
72
Gambar 33. Rancangan Penyangga Kayu di PT. AIC Jaya
73
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
V. 1 Kesimpulan
1. Tahapan Pertambangan yang dilakukan PT. AIC Jaya ialah :
a. Eksplorasi, Cadangan, dan Perencanaan Tambang
b. Konstruksi (Development)
c. Penambangan yang terbagi atas 2 sistem penambangan
yaitu tambang terbuka dan tambang bawah tanah
d. Pengolahan (Coal Processing)
e. Pemasaran
f. Reklamasi
2. Aktivitas penambangan yang dilakukan PT. AIC Jaya sesuai
dengan 2 sistem penambangan yang dilakukan ialah :
a. Sistem Tambang Terbuka dengan metode Stripping Mining
melakukan aktivitas penambangan mulai dari
Pembersihan Lahan (Land Clearing), Pengupasan Tanah
Pucuk, Pengupasan Overburden dimana dilakukan
Peledakan (Blasting), Removal Overburden, Coal Cleaning,
Coal Getting, dan Coal Hauling.
b. Sistem Tambang Bawah Tanah dengan metode Room and
Pillar dimana arah penambangan maju (Semi Mekanis),
melakukan aktivitas penambangan mulai dari Marking,
Drilling/Charging/Blasting/Scaling/Penggalian, Mucking,
Transporting, dan Supporting yang dilakukan secara siklus
atau terus menerus.
3. Klasifikasi massa batuan yang didapat berdasarkan
pengamatan dilapangan menggunakan metode Geomekanika
(RMR-System) pada Tunnel 1 terdapat 2 jenis batuan yaitu :
a. Klasifikasi massa batuan untuk lapisan Batubara dimana
memiliki bobot nilai RMR 63 termasuk kedalam kelas
74
batuan II yang berarti massa batuan dapat dikatakan
baik.
b. Klasifikasi massa batuan untuk lapisan Siltstone dimana
memiliki bobot nilai RMR 62 termasuk kedalam kelas
batuan II yang berarti massa batuan dapat dikatakan
baik.
V. 2 Saran
Adapun saran dalam penelitian ini ialah perlu
disempurnakan untuk meningkatkan efektifitas serta pemanfaatan
Klasifikasi Geomekanika metode RMR-System digunakan dalam
penelitian bersifat konseptual.
75
DAFTAR PUSTAKA
76
Kementrian ESDM, 2007, “Balai Diklat Tambang Bawah Tanah”,
http://bdtbt.esdm.go.id/index.php. Diakses pada 25
Januari 2020 pukul 10.15 WIB. (Word, Online).
Malindo, Jordan, 2012, “Tambang Batubara Bawah Tanah”,
http://jordanmalindopenambangan.scrib.com/2012/12/ta
mbang-batubara-bawah-tanah.html. Diakses pada 3
Februari 2020 pukul 10.15 WIB. (Word, Online)
Mine Plan Depatement. (2019). PT. Alliet Indo Coal Jaya (AICJ)
Sawahlunto.
Palmstrom A. 1982. The volumetric joint count - A useful and simple
measure of the degree of rock mass jointing. IAEG Congress,
New Delhi, 1982. pp. V.221 – V.228.
Priest, S. D., Hudson, J. A. 1976. Discontinuity spacings in rock.
Int. J. Rock Mech. Min. Sci. & Geomech. Abstr., 13(5): 135–48.
Rahman, A., & Heriyadi, B. (2019). Analisis Kestabilan Lubang
Bukaan dan Pillar saat Proses Mining Blok Development pada
Penambangan Bawah Tanah Metoda Room and Pillar PT.
Allied Indo Coal (AIC) Jaya. Bina Tambang, 4(1), 333-343.
Stillborg, Bengt. 1994. Professional Users Handbook For Rock
Bolting Second Edition. Trans Tech Publication : Germany.
Undang-Undang No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara.
W, A, Hustrulid, 1982, “Underground Mining Method Handbook”,
The American Institute of Mining Metlurgical, and Petroleum
Engineers, New York : Inc.
77
LAMPIRAN
78
20 341 74 251 50 54 0,1 None Lembab Agak Lapuk
21 320 71 230 55 42 0,3 None Lembab Agak Lapuk
22 310 64 220 51 44 0,2 None Lembab Agak Lapuk
23 310 42 220 43 51 0,1 None Lembab Agak Lapuk
24 339 17 249 0 50 0,1 None Lembab Agak Lapuk
25 169 58 79 60 38 0,1 None Lembab Agak Lapuk
26 173 54 83 10 40 0,1 None Lembab Agak Lapuk
27 341 75 251 0 57 0,1 None Lembab Agak Lapuk
28 343 72 253 13 46 0,1 None Lembab Agak Lapuk
29 340 83 250 47 32 0,1 None Lembab Agak Lapuk
30 327 79 237 0 37 0,2 None Lembab Agak Lapuk
31 325 29 235 61 70 0,1 None Lembab Agak Lapuk
32 326 32 236 16 27 0,1 None Lembab Agak Lapuk
33 330 42 240 13 94 0,1 None Lembab Agak Lapuk
34 322 40 232 12 41 0,1 None Kering Tidak Lapuk
35 341 75 251 0 56 0,1 None Kering Tidak Lapuk
36 343 72 253 12 26 0,1 None Kering Tidak Lapuk
37 340 80 250 45 31 0,1 None Kering Tidak Lapuk
38 356 56 266 0 31 0,1 None Kering Tidak Lapuk
39 356 65 266 11 21 0,1 None Kering Tidak Lapuk
40 356 58 266 22 48 0,3 None Kering Tidak Lapuk
41 165 69 75 0 35 0,2 None Kering Tidak Lapuk
42 163 73 73 56 25 0,2 None Kering Tidak Lapuk
43 6 80 276 48 31 0,1 None Kering Tidak Lapuk
44 213 66 123 61 58 0,1 None Kering Tidak Lapuk
45 29 75 299 0 27 0,1 None Kering Tidak Lapuk
46 174 84 84 73 85 0,1 None Kering Tidak Lapuk
79
47 157 87 67 48 56 0,1 None Kering Tidak Lapuk
48 155 81 65 44 48 0,1 None Kering Tidak Lapuk
49 156 84 66 10 77 0,1 None Kering Tidak Lapuk
50 28 68 298 22 53 0,1 None Kering Tidak Lapuk
51 33 87 303 18 29 0,2 None Kering Tidak Lapuk
52 44 72 314 46 33 0,1 None Kering Tidak Lapuk
53 22 58 292 17 91 0,1 None Kering Tidak Lapuk
54 339 47 249 0 27 0,1 None Kering Tidak Lapuk
55 331 40 241 17 40 0,1 None Menetes Agak Lapuk
56 320 12 230 40 12 0,1 None Menetes Agak Lapuk
57 183 35 93 48 56 0,1 None Menetes Agak Lapuk
58 192 75 102 20 57 0,2 None Menetes Agak Lapuk
59 322 55 232 45 81 0,1 None Menetes Agak Lapuk
80
Hasil Pengamatan Bidang Kekar pada Lapisan Siltstone di Area Tunnel 1
81
22 23 21 293 1 105 1 None Lembab Agak Lapuk
23 333 43 243 20 195 10 None Lembab Agak Lapuk
24 13 2 283 60 150 20 None Lembab Agak Lapuk
25 12 9 282 35 173 8 None Lembab Agak Lapuk
26 308 77 218 0 124 2 None Lembab Agak Lapuk
27 358 27 268 74 112 5 None Lembab Agak Lapuk
28 37 8 307 13 116 10 None Lembab Agak Lapuk
29 26 12 296 34 60 2,5 None Lembab Agak Lapuk
30 321 44 231 54 107 6 None Lembab Agak Lapuk
31 173 87 83 0 52 2 None Lembab Agak Lapuk
32 38 9 308 52 37 2 None Lembab Agak Lapuk
33 38 29 308 73 89 3 None Lembab Agak Lapuk
34 61 16 331 97 62 1 None Kering Tidak Lapuk
35 26 5 296 2 82 1 None Kering Tidak Lapuk
36 38 1 308 57 118 2 None Kering Tidak Lapuk
37 83 8 353 20 149 7 None Kering Tidak Lapuk
38 165 70 75 10 43 2 None Kering Tidak Lapuk
82
Perhitungan RQD Batubara
Percobaan 1
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
21 cm+28 cm+22 cm+28 cm+ 29 cm+27 cm
= 6
155 cm
= 6
= 25, 833 cm = 2,5833 m
Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
7 Kekar
=
1,55 m
= 4,516 Kekar/m
Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
5 Kekar
=
0,53 m
= 9,433 Kekar/m
83
RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ
= 100 (0,1 (9,433)+1) e-0,1 (9,433)
= 100 (1,9433) e-0,9433
= 100 (1,9433) 0,3893
= 75,594 %
Percobaan 3
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
37 cm+ 6 cm+ 15 cm+ 40 cm+ 12cm
= 5
110 cm
= 5
= 22 cm = 0,22 m
Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
6 Kekar
=
1,1 m
= 5,454 Kekar/m
84
Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
5 Kekar
=
1,99 m
= 2,512 Kekar/m
Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
3 Kekar
=
0,7 m
= 4,285 Kekar/m
85
13 cm+ 47 cm
= 2
60 cm
= 2
= 30 cm = 0,3 m
Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
3 Kekar
=
0,6 m
= 5 Kekar/m
Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
5 Kekar
=
1,02 m
= 4,901 Kekar/m
86
= 100 (1,4901) 0,612
= 91,19412 %
Percobaan 8
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
12cm+ 45 cm
= 2
57 cm
= 2
= 28,5 cm = 0,285 m
Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Lin e
3 Kekar
=
0,57 m
= 5,263 Kekar/m
Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
3 Kekar
=
0,33 m
87
= 9,091 Kekar/m
Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
4 Kekar
=
1,65m
= 2,424 Kekar/m
88
278 cm
= 8
= 34,75 cm = 0,3475 m
Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
9 Kekar
=
2,78 m
= 3,237 Kekar/m
Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
7 Kekar
=
1,94 m
= 3,608 Kekar/m
89
Perhitungan RQD Siltstone
Percobaan 1
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
=
Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
9 Kekar
=
3,23 m
= 2,786 Kekar/m
Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
90
16 Kekar
=
5,85 m
= 2,735 Kekar/m
Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
5 Kekar
=
1,75 m
= 2,857 Kekar/m
91
311cm
= 7
= 44,428 cm = 0,44428 m
Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
8 Kekar
=
3,11 m
= 2,572 Kekar/m
92
Perhitungan Tinggi Beban Runtuh dan Beban Runtuh
1. Lapisan Batubara
Lebar Bawah B = 3 m, untuk RMR Batubara
ht1 = ((100-RMR)/100) x B
= ((100-63)/100) x 3 m
= (37/100) x 3 m
= 1,11 m
Lebar Atas B = 2,5 m, untuk RMR Batubara
ht2 = ((100-RMR)/100) x B
= ((100-63)/100) x 2,5 m
= (37/100) x 2,5 m
= 0,925 m
Beban runtuh ht1, untuk RMR Batubara
P1 = ht1 x φ
= 1,11 m x 1,3 ton/m3
= 1,443 ton/m2
Beban runtuh ht2, untuk RMR Batubara
P2 = ht2 x φ
= 0,925 m x 1,3 ton/m3
= 1,2025 ton/m2
2. Lapisan Siltstone
Lebar Bawah B = 3 m, untuk RMR Siltstone
ht1 = ((100-RMR)/100) x B
= ((100-62)/100) x 3 m
= (38/100) x 3 m
= 1,14 m
Lebar Atas B = 2,5 m, untuk RMR Siltstone
ht2 = ((100-RMR)/100) x B
= ((100-62)/100) x 2,5 m
93
= (38/100) x 2,5 m
= 0,95 m
Beban runtuh ht1, untuk RMR Siltstone
P1 = ht1 x φ
= 1,14 m x 1,93 ton/m3
= 2,2002 ton/m2
Beban runtuh ht2, untuk RMR Siltstone
P2 = ht2 x φ
= 0,95 m x 1,93 ton/m3
= 1,8335 ton/m2
94
95