Ok Seminar

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 106

AKTIVITAS PERTAMBANGAN BATUBARA DAN KLASIFIKASI

GEOMEKANIKA (RMR-SYSTEM) PADA TUNNEL 1 DI PT. ALLIED

INDO COAL JAYA KOTA SAWAHLUNTO, SUMATERA BARAT

LAPORAN MAGANG

NAMA : JOHANES CEVIN GINTING


NIM : F1D116008

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

2020

1
AKTIVITAS PERTAMBANGAN BATUBARA DAN KLASIFIKASI

GEOMEKANIKA (RMR-SYSTEM) PADA TUNNEL 1 DI PT. ALLIED

INDO COAL JAYA SAWAHLUNTO, SUMATERA BARAT

LAPORAN MAGANG

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi


pada program S-1 Teknik Pertambangan

NAMA : JOHANES CEVIN GINTING


NIM : F1D116008

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

2020

2
HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan magang ini


benar-benar karya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak
terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan karya
atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali
sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan
karya ilmiah yang baik dan benar.
Tandatangan yang tertera dalam halaman pengesahan
adalah asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi sesuai
dengan peraturan yang berlaku.

Jambi, 18 Februari 2020


Yang menyatakan,

NAMA : JOHANES CEVIN GINTING


NIM : F1D116008

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan magang dengan judul AKTIFITAS PERTAMBANGAN


BATUBARA DAN KLASIFIKASI GEOMEKANIKA (RMR-SYSTEM)
PADA TUNNEL 1 DI PT. ALLIED INDO COAL JAYA KOTA
SAWAHLUNTO, SUMATERA BARAT yang disusun oleh JOHANES
CEVIN GINTING, F1D116008 telah dipertahankan di depan tim
penguji pada tanggal 18 Februari 2020 dan dinyatakan lulus.

Susunan Tim Penguji

Ketua : Nama Penguji 1


Anggota : Nama Penguji 2

Disetujui:
Dosen Pembimbing

Wahyudi Zahar. S.T., M.T


NIP. 199008032018031001

Diketahui:

Wakil Dekan BAKSI Ketua Program Studi


Fakultas Sains dan Teknologi Teknik Pertambangan
Universitas Jambi

Dr. Tedjo Sukmono, S.Si, M.Si Wahyudi Zahar, S.T, M.T


NIP. 197207052000031003 NIP. 199008032018031001

ii
RINGKASAN

PT. Allied Indo Coal Jaya adalah salah satu perusahaan tambang
batubara yang berlokasi di Sawahlunto, Sumatera Barat. Sistem
penambangan yang diterapkan ada 2 yaitu sistem tambang
terbuka dengan metode strip mine dan sistem tambang bawah
tanah dengan metode room and pillar. Kegiatan penambangan
yang dilakukan pada tambang terbuka dimulai dari land clearing,
pengupasan tanah pucuk, pengupasan overburden dengan
blasting, coal cleaning, coal getting, dan coal hauling. Untuk
kegiatan penambangan yang dilakukan pada tambang bawah
tanah dimulai dari marking, drilling, charging, blasting, scalling,
penggalian, mucking, transporting dan supporting yang dilakukan
secara siklus. Seluruh hasil penambangan kemudian akan diolah
pada coal processing, kemudian dipasarkan ke PLTU. Pada
tambang bawah tanah terdapat kegiatan supporting yang menjadi
suatu hal yang sangat penting dalam terjalannya tambang bawah
tanah. Dimana supporting salah satunya ialah penyangaan, dalam
menjaga kestabilan tunnel dari bidang diskontinyunitas hal yang
dilakukan pemantauan keadaan batuan pada tunnel. Untuk
melakukan pemantauan tersebut dilakukan klasifikasi massa
batuan metode RMR-System. Dari hasil pengamatan untuk tunnel
1 terdapat 2 klasifikasi massa batuan (RMR-System) yaitu lapisan
batubara dan siltstone dengan nilai 63 dan 62 tergolong kelas II
dinyatakan baik, yang artinya penyangga kayu yang dipakai
perusahaan masih layak untuk digunakan akan tetapi pada area
tunnel 1 yang terdapat banyak indikasi bidang diskontinyu
sebaiknya dilakukan pemantauan rutin RMR-System dan
penyangga yang lebih baik untuk menahan beban runtuhan.

Kata kunci: supporting 1, tunnel 2, diskontinyunitas 3, RMR-System

iii
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Johanes Cevin Ginting,


dilahirkan pada tanggal 01 Februari 1998 di
Gunung Tinggi Pancurbatu, Kabupaten
Deliserdang, Provinsi Sumatera Utara. Penulis
Putra pertama dari pasangan suami istri
Bapak Edi Surant`inting dan Ibu Elly Rosnita
Br. Purba. Alamat rumah penulis yaitu Jalan
Gelugur Rimbun Dusun 1 Laubekeri
Kutalimbaru, Kabupaten Deliserdang Provinsi
Sumatera Utara. Pada tahun 2009 penulis
lulus dari SD Negeri 105315 Laubekeri, pada
tahun 2012 lulus dari SMP Negeri 3
Pancurbatu, dan pada tahun 2015 lulus dari
SMA Negeri 1 Pancurbatu. Kemudian tahun 2016 penulis
melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri, tepatnya di
Universitas Jambi (UNJA), khususnya di Fakultas Sains dan
Teknologi, Program Studi Teknik Pertambangan. Demikian riwayat
hidup penulis untuk diketahui.

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha


Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya serta kemudahan pada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan magang
yang berjudul AKTIFITAS PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN
BATUBARA DAN KLASIFIKASI GEOMEKANIKA (RMR-SYSTEM)
PADA TUNNEL 1 DI PT. ALLIED INDO COAL JAYA KOTA
SAWAHLUNTO, PROVINSI SUMATERA BARAT. Laporan ini
meruapakan salah satu syarat guna menyelesaikan Mata Kuliah
Magang.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dan
motivasi dalam penyelesaian laporan ini. Oleh karena itu,
perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Drs. Damris M, M.Sc., Ph.D, selaku Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Jambi
2. Bapak Wahyudi Zahar, S.T, M.T, selaku Ketua Program Studi
Teknik Pertambangan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Jambi, sekaligus Dosen Pembimbing Magang
3. Bapak Andri Syaputra selaku Pembimbing Laporan dan
Pembimbing Lapangan di PT. Allied Indo Coal Jaya Kota
Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat
4. Orangtua dan seluruh karyawan di PT. Allied Indo Coal Jaya
Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat
5. Orangtua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan dan
doa dalam penyelesaian kegiatan magang
Semoga bantuan, bimbingan, dan petunjuk yang bapak/ibu
dan rekan-rekan berikan menjadi amal ibadah dan mendapatkan
balasan yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih terdapat
kekurangan dikarenakan terbatasnya pengalaman dan
pengetahuan yang dimiliki. Semoga karya ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.
Jambi, 18 Februari 2020
Yang menyatakan,

Johanes Cevin Ginting

v
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................ii
RINGKASAN..................................................................................iii
RIWAYAT HIDUP...........................................................................iv
KATA PENGANTAR.........................................................................v
DAFTAR ISI...................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................viii
DAFTAR TABEL............................................................................ix
BAB I.............................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................1
I.1 Latar Belakang......................................................................1
I.2 Maksud dan Tujuan..............................................................2
I.3 Manfaat.................................................................................3
BAB II. TINJAUAN UMUM..............................................................4
II.1 Sejarah Perusahaan.............................................................4
II.2 Struktur Organisasi Perusahaan..........................................5
II.3 Lokasi dan Kesampaian Daerah...........................................5
II.4 Geologi Regional...................................................................7
II.5 Iklim dan Cuaca.................................................................13
BAB III. KEGIATAN OPERASIONAL..............................................14
III. 1 Eksplorasi, Cadangan, dan perencanaan tambang...........14
III. 2 Konstruksi (Development).................................................17
III. 3 Penambangan (Eksploitasi)...............................................18
III.3.1 Tambang Terbuka.......................................................18
Produktivitas Alat Gali Muat.....................................................28
III. 4 Pengolahan (Processing)....................................................33
III.5 Pemasaran........................................................................40
III.6 Reklamasi.........................................................................40
III. 3. 2 Tambang bawah tanah..............................................42
BAB IV. KLASIFIKASI GEOMEKANIKA (RMR-SYSTEM) PADA
TUNNEL 1 DI PT. ALLIED INDO COAL JAYA KOTA SAWAHLUNTO,
SUMATERA BARAT......................................................................51
IV. 1 Klasifikasi Massa Batuan Sistem Rock Mass Rating (RMR)
.................................................................................................51
IV. 2 Uniaxial Compressive Strength (UCS)................................51
IV. 3 Rock Quality Designation (RQD).......................................53
IV. 4 Spasi Bidang Diskontinyu................................................55

vi
IV. 5 Kondisi Bidang Diskontinyu.............................................55
IV. 6 Kemenerusan Bidang Diskontinyu...................................56
IV. 7 Lebar Rekahan Bidang Diskontinyu.................................57
IV. 8 Kekasaran Permukaan Bidang Diskontinyu.....................57
IV. 9 Tingkat Pelapukan...........................................................57
IV. 10 Material Pengisi Bidang Diskontinyu..............................57
IV. 11 Kondisi Air Tanah...........................................................59
IV. 12 Tinggi Runtuh dan Beban Keseluruhan..........................70
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN..............................................73
V. 1 Kesimpulan.......................................................................73
V. 2 Saran................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................75
LAMPIRAN...................................................................................77

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Situasi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan................6


Gambar 2. Stratigrafi Cekungan Ombilin................................................11
Gambar 3. Metode Penambangan PT. AIC Jaya....................................20
Gambar 4. Aktivitas Pengupasan Overburden.......................................21
Gambar 5. Aktivitas Pengeboran lubang ledak......................................23
Gambar 6. Kegiatan Peledakan...................................................................24
Gambar 7. Dumping Overburden di Disposal........................................25
Gambar 8. Aktivitas Coal Cleaning............................................................31
Gambar 9. Aktivitas Coal Getting...............................................................32
Gambar 10. Aktivitas Penimbangan..........................................................32
Gambar 11. Aktivitas manajemen stockpile............................................33
Gambar 12. Dumping Batubara di Stockpile...........................................34
Gambar 13. Produk akhir batubara setelah proses pengolahan.....38
Gambar 14. Processing Coal.........................................................................39
Gambar 15. Pemasaran Batubara di PLTU Talawi...............................40
Gambar 16. Aktivitas Reklamasi................................................................41
Gambar 17. Aktivitas penanganan Air Tambang..................................42
Gambar 18. Tambang Bawah Tanah Tunnel 3 PT. AIC Jaya...........42
Gambar 19. Aktivitas Penambangan pada tambang bawah tanah 44
Gambar 20. Penyanggaa Kayu....................................................................45
Gambar 21. Penyanggaan Shotcreate........................................................45
Gambar 22. Main Fan.....................................................................................47
Gambar 23. Pintu Angin................................................................................47
Gambar 24. Pemuatan batubara dari belt conveyor ke DT...............49
Gambar 25. Pengangkutan Batubara menggunakan Lori.................50
Gambar 26. Hoist.............................................................................................50
Gambar 27. Ilustrasi Bidang Diskontinyu..............................................56
Gambar 28. Orientasi kekar dominan lapisan batubara...................64
Gambar 29. Plot Kontur kekar lapisan batubara.................................65
Gambar 30. Orientasi kekar dominan lapisan siltstone.....................65
Gambar 31. Plot kontur kekar lapisan siltstone....................................66
Gambar 32. Dimensi Terowongan pada Tunnel 1.................................71
Gambar 33. Rancangan Penyangga Kayu di PT. AIC Jaya................72

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pengelompokan geologi PT. AICJ berdasarkan


kompleksitas geologi.......................................................................................12
Tabel 2. Kondisi Keterangan Lahan Kota Sawah Lunto.....................13
Tabel 3. Cadangan batubara PT. Allied Indo Coal Jaya (PT. AICJ). 15
Tabel 4. Hasil analisis PT. Allied Indo Coal Jaya (PT. AICJ)
terhadap kualitas batubara..........................................................................15
Tabel 5. Waktu Kerja PT. AIC Jaya............................................................25
Tabel 6. Hasil Pengujian Point Load Test.................................................52
Tabel 7. Nilai UCS............................................................................................52
Tabel 8. Nilai UCS SiltStone..........................................................................53
Tabel 9. Hubungan RQD dan Kualitas.....................................................54
Tabel 10. Hasil Perhitungan RQD Batubara...........................................54
Tabel 11. Hasil Perhitungan RQD Siltstone............................................55
Tabel 12. Petunjuk Klasifikasi Kondisi Bidang Diskontinyu............58
Tabel 13. Kondisi Air Tanah.........................................................................60
Tabel 14. Parameter Klasifikasi RQD dan Parameter Bobotnya......61
Tabel 15. Efek Orientasi Jurus dan Kemiringan Diskontinyu.........63
Tabel 16. Penyesuaian Rating untuk Orientasi Bidang Diskontinyu
................................................................................................................................63
Tabel 17. Kelas Massa Batuan yang Ditentukan dari Rating Total 66
Tabel 18. Hasil Klasifikasi Massa Batuan...............................................66
Tabel 19. Panduan Rekomendasi Penyanggan Berdasarkan Sistem
RMR......................................................................................................................67
Tabel 20. Arti dari Kelas Massa Batuan...................................................70
Tabel 21. Rumus Tinggi dan Besar Beban Runtuh..............................71

ix
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Batubara merupakan sumber energi yang sangat vital dan


tidak dapat diperbaharui serta merupakan salah satu sumber
devisa yang sangat berperan bagi perekonomian dan
pembangunan negara kita. Oleh sebab itu semakin berkembang
dan maju negara kita maka kebutuhan akan batubara juga makin
meningkat. Indonesia merupakan negara yang kaya akan
sumberdaya alam, baik itu sumberdaya terbarukan maupun tidak
terbarukan. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terbarukan
adalah batubara. Melimpahnya batubara di Indonesia menjadikan
negara kepulauan ini menjadi sasaran bagi para pengusaha
pertambangan untuk mengeksploitasi dan memanfaatkan
sumberdaya batubara yang ada. Salah satu perusahaan yang
melakukan usaha pertambangan batubara tersebut adalah PT
Allied Indo Coal Jaya.
PT Allied Indo Coal Jaya merupakan perusahaan tambang
batubara bawah tanah yang berlokasi di Kecamatan Talawi, Kota
Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat. Aktivitas penambangan
yang dilakukan oleh PT Allied Indo Coal Jaya yaitu secara
tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Pada tambang
terbukanya, PT Allied Indo Coal Jaya memiliki tambang terbuka
yang telah dieksploitasi sejak tahun 1985. Lamanya waktu
eksploitasi pada tambang terbuka membuat cadangan batubara
yang ada semakin sedikit dan sudah tidak memungkinkan untuk
ditambang secara terbuka, sehingga pada bulan Oktober 2003 PT
Allied Indo Coal Jaya melakukan pengembangan tambang terbuka
ke tambang bawah tanah.

1
Metode yang dipakai adalah metode room and pillar. Dalam
proses penambangan bawah tanah, penyanggaan (supporting)
merupakan salah satu faktor penting dalam keberlangsungan
operasi kegiatan penambangan. Hal ini berkaitan dengan faktor
keselamatan kerja (safety factor) serta produktivitas kerja.
Pentingnya suatu penyanggaan dapat diperhatikan pada kegiatan
produksi dan development, seperti pada kegiatan pengeboran
untuk peledakan produksi, pemuatan, pengangkutan, kegiatan
pengeboran, dan lain-lain.
Penggunaan sistem penyanggaan yang tepat akan
berdampak pada lokasi kerja yang lebih aman serta target
produksi yang direncanakan dapat tercapai. Untuk memenuhi
tuntutan tersebut, maka pembuatan desain penyanggaan harus
sesuai dengan kondisi batuan dan keadaan ketidakmenerusan
yang terbentuk dari lokasi penambangan dan kaidah dari geologi
teknik yang baik.
Penentuan sistem penyanggaan yang tepat dianalisis
menggunakan sistem klasifikasi massa batuan Rock Mass Rating
(RMR), dimana klasifikasi massa batuan menggunakan sistem
RMR ini bertujuan untuk mengetahui kondisi dasar dari suatu
batuan yang digolongan dalam beberapa kelas. Sehingga dari
klasifikasi tersebut akan diketahui penggunaan sistem penyangga
yang sesuai dengan kondisi batuan dari lubang bukaan tambang
bawah tanah tersebut.

I.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari pelaksanaan kegiatan Magang ini

adalah :

2
1. Mengetahui dan memahami tahapan-tahapan pertambangan
secara keseluruhan yang terdapat pada PT. Allied Indo Coal
Jaya.
2. Mengetahui dan memahami aktivitas penambangan yang
dilakukan PT. Allied Indo Coal Jaya.
3. Mengetahui klasifikasi massa batuan pada tambang bawah
tanah dengan menggunakan sistem Rock Mass Rating (RMR)
pada lubang bukaan (tunnel 1) PT. AIC Jaya.

I.3 Manfaat

Adapun manfaat dari laporan magang ini yaitu:


1. Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai aktivitas
pertambangan pada PT. Allied Indo Coal Jaya
2. Memberikan referensi bagi mahasiswa bagaimana kondisi
kerja di pertambangan
3. Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai klasifikasi
RMR untuk penyanggaan.

3
BAB II. TINJAUAN UMUM

II.1 Sejarah Perusahaan

PT. Allied indo coal (PT. AIC) merupakan perusahaan umum


yang melakukan kegiatan penambangan batubara dengan jenis
perusahaan PKP2B perjanjian kerjasama pengusahaan tambang
batubara sesuai dengan kontrak no.J2/Ji.Du/25/1985 pada
tanggal 21 agustus 1985. Masa kontrak penambangan selama 32
tahun (berakhir pada tahun 2017) dengan luas area 844 Ha.
Awalnya perusahaan ini meruapakan perusahaan swasta yang
didukung penanaman modal asing, bekerjasama antara Allied
Queensland Coaldfields (AQS) limited dari australia dengan PT.
Mitra abadi sakti (PT. MAS) dari Indonesia dengan komposisi
saham masing-masing 80% dan 20%. Pada tahun 1992 PT. MAS
mengambil alih 80% saham AQS, dengan demikian PT. MAS yang
mengontrol seluruh manajemen perusahaan.
Pada awalnya kegiatan eksplorasi di parambahan telah
dilakukan oleh pemerintah indonesia pada tahun 1975 dan 1983.
Kegiatan eksplorasi dilanjutkan oleh PT. AIC dalam tahun 1985
dan 1998. Setelah kegiatan eksplorasi selesai dilaksanakan, maka
PT. AIC melakukan tambang terbuka tang bekerjasama dengan
divisi alat berat. United tractors dalam pengembangan peralatan
penambangan. Pada tahun 1991 PT. AIC selaku pemilik kuasa
penambangan (KP) bekerjasama dengan kontraktor PT. Pama
Persada Nusantara hingga tahun 1996. Selanjutnya PT. AIC
melakukan kerjasama berturut turut dengan kontraktor PT.
Berkelindo Jaya Pratama dan PT. Pasura Bina Tambang.
Pada tahun 2001 kegiatan penambangan sempat mengalami
ganguan dengan adanya masalah tambang rakyat, selain itu
stripping ratio penambang semakin tinggi, PT. AIC melakukan
pengembangan tambang terbuka ke tambang bawah tanah yang

4
diresmikan pada bulan oktober 2003, kegiatan operasional
tambang bawah tanah dilaksanakan oleh kontraktor Telagabar
Makmur (TMS)
Namun pada tahun 2008 PT. Allied Indo Coal berubah nama
menjadi PT. Allied Indo Coal Jaya (PT. AICJ) merupakan izin
Walikota berupa kuasa penambangan dengan luas area 327,40
Ha, kemudian pada tanggal 4 april 2010 izin kuasa Penambangan
menjadi izin usaha penambangan (IUP) dengan luas 327,40 Ha.

II.2 Struktur Organisasi Perusahaan

Untuk malaksanakan proyek penambangan, PT. Allied Indo


Coal Jaya (PT. AICJ) mempunyai sistem oraganisasi dalam
operasionalnya. Organisasi penambangan batubara PT. Allied Indo
Coal Jaya (PT. AICJ) dipimpin oleh seorang Manager Operasional
diikuti dengan Kepala Teknik Tambang yang bertanggung jawab
secara langsung kepada Direksi. Kepala Teknik Tambang
merupakan pimpinan tertinggi di lokasi penambangan. Struktur
organisasi kegiatan penambangan PT. Allied Indo Coal Jaya (PT.
AICJ) dapat dilihat pada Lampiran.

II.3 Lokasi dan Kesampaian Daerah


Lokasi penambangan PT. Allied Indo Coal Jaya (PT. AICJ)
terletak di Parambahan, kecamatan talawi, kota sawahlunto,
provinsi sumatra barat.
Secara goegrafis wilayah KP PT. Allied Indo Coal Jaya (PT.
AICJ) berada pada posisi 100° 46’ 48’’ - 100° 48’ 47’’ BT dan 00°
35’ 34’’ - 00° 36’ 59’’ LS, dengan batas lokasi kegiatan sebagai
berikut:
 Sebelah utara : wilayah desa batu tanjung dan desa
Tumpuak Tangah, Kecamatan Talawi, Kota sawahlunto

5
 Sebelah Timur : wilayah jorong bukit bual dan koto
panjang nagari V koto kecamatan koto VII, kabupaten
sijunjung
 Sebelah selatan :
1. Wilayah jorng koto panjang nagari V koto
kecamatan koto VII, kabupaten sijunjung
2. wilayah desa salak, kecamatan talawi, kota
sawahlunto
 Sebelah barat : wilayah desa salak dan desa sijantang
koto, kecamatan talawi, Kota sawahlunto.

Lokasi pertambangan PT. Allied Indo Coal Jaya (PT. AICJ)


berada di parambahan, kota sawahlunto provinsi sumatera barat.
Dari kota padang kurang lebih berjarak ±100 km ke arah timur
laut. Untuk lebih jelasnya lokasi kesampaian wilayah kota
sawahlunto dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 1. Peta Situasi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan

6
II.4 Geologi Regional

Kota Sawahlunto terletak sekitar 100 Km sebelah timur Kota


Padang dan dalam lingkup Propinsi Sumatera Barat berlokasi
pada bagian tengah propinsi ini. Secara astronomi letak Kota
Sawahlunto adalah 0034' - 0046' Lintang Selatan dan 1000 41' –
1000 49' Bujur Timur. Wilayah Kota Sawahlunto terletak di
cekungan pra-tersier Ombilin yang berbentuk belah ketupat
panjang dengan ujung bulat, selebar 22,50 Km dan Panjang 47,00
Km.
Dalam cekungan ini diperkirakan 2,00 Km, diisi oleh lapisan
yang muda yang disebut dengan Formasi Brani, Formasi
Sangkarewang, Formasi Sawahlunto, Formasi Sawah Tambang
dan Formasi Ombilin. Formasi Ombilin merupakan lapisan paling
muda menurut kategori zaman tersier atau berumur sekitar 2 juta
tahun. Kota Sawahlunto terletak di atas Formasi Sawahlunto,
batuan yang terbentuk pada zaman yang diberi istilah kala (epoch)
Eocen sekitar 40 – 60 juta tahun yang lalu.
Berdasarkan pola Tektonik pulau Sumatera daerah telitian
termasuk dalam zona intramontana. Menurut P.H. Silitonga dan
Kastowo (1995) daerah telitian termasuk dalam anggota Bawah
Formasi Ombilin (Tmol), yang menumpang pada Batuan Granit
berumur Trias (g). Batuan-batuan yang terdapat di lokasi
penyelidikan dari yang tertua sampai yang termuda ialah sebagai
berikut :
1. Batuan Intrusi
Batuan granit, merupakan batuan intrusi yang dominan di
wilayah ini, berwarna abu-abu putih berbintik putih, dengan
susunan dari leuko granit sampai dengan monzonit kuarsa.
Tekstur biasanya feneritik sampai porfiritik dan secara
setempat mengalami pelapukan sehingga dapat diambil

7
sebagai bangunan oleh masyarakat setempat. Umur satuan ini
diperkirakan Trias.
Batuan diorit, berwarna abu-abu tua sampai abu-abu semu
hijau dengan bintik-bintik hitam, keras retak-retak secara
setempat berongga. Berstektur trakit, bersusunan felspar dan
mineral mafik dengan masa dasar mikrolitik. Umur batuan ini
diperkirakan Trias.
2. Batuan Sedimen
Anggota Atas Formasi Ombilin, satuan batuan ini terdiri dari
lempung dan napal berwarna abu-abu semu biru sampai semu
hijau dengan sisipan batupasir, konglomerat dan batu pasir
tufaan berwarna kehijau-hijauan, mengandung kapur dan
berfosil. Umur satuan batuan ini Miosen awal.
Formasi Sangkarewang, serpihan napal coklat kua sampai
kehitam-hitaman disisipi oleh batu pasir arkose dan secara
setempat oleh breksi andesit kasar bersudut. Formasi Brani,
konglomerat kasar beranekaragam dengan beberapa sisipan
batupasir.
Struktur Geologi
Cekungan Ombilin terbentuk sebagai akibat gerak mendatar
menganan sistem sesar Sumatra pada masa Paleosen awal
(Marhaendrasworo,1999). Akibatnya terjadi tarikan yang dibatasi
oleh sistem sesar normal berarah utara - selatan. Daerah tarikan
tersebut dijumpai di bagian utara cekungan pada daerah
pengundakan mengiri antara sesar Sitangkai dan sesar
Silungkang yaitu terban Talawi. Sedangkan bagian selatan
cekungan merupakan daerah kompresi yang ditandai oleh
terbentuknya sesar naik dan lipatan (terban Sinamar) seperti pada
lampiran C. Ketebalan batuan sedimen di cekungan Ombilin

8
mencapai  4.500 m terhitung sangat tebal untuk cekungan
berukuran panjang  60 km dan lebar  30 km.
Dari hasil beberapa penyelidikan yang telah dilakukan,
daerah penelitian diyakini terletak pada sub-cekungan Kiliran
yang merupakan bagian dari suatu sistim cekungan intramontana
(cekungan antar pegunungan), yang merupakan bagian tengah
bentangan Pegunungan Bukit Barisan. Cekungan-cekungan
tersebut mulai berkembang pada pertengahan Tersier, sebagai
akibat pergerakan ulang dari patahan-patahan yang menyebabkan
terbentuknya cekungan-cekungan tektonik di daerah tinggi (intra
mountain basin). Cekungan-cekungan yang terbentuk di antara
pegunungan tersebut merupakan daerah pengendapan batuan-
batuan tersier, yang merupakan siklus sedimentasi tahap kedua.
Stratigrafi
Secara regional stratigrafi daerah Sawahlunto dapat dibagi
menjadi dua bagian utama, yaitu komplek batuan Pra – Tersier
dan komplek batuan Tersier. Sratifigrafi daerah sawahlunto
berdasarkan umurnya dapat dibagi menjadi dua bagian utama,
yaitu :
1. Komplek batuan Pra Tersier terdiri dari:
a. Formasi Silungkang
Nama formasi ini mula-mula diusulkan oleh Klompe, Katili
dan Sukendar pada tahun 1958. Secara petrografi formasi
ini masih dapat dibedakan menjadi empat satuan yaitu :
Satuan lava andesit, satuan lava basalt, satuan tufa andesit,
dan satuan tufa basalt. Umur dari formasi ini di perkirakan
Perm sampai Trias.

9
b. Formasi Tuhur
Formasi ini di cirikan oleh lempung abu-abu kehitaman
berlapisan baik dengan sisipan-sisipan batu pasir dan batu
gamping hitam. Formasi ini diperkirakan berumur Trias.
2. Komplek batuan Tersier terdiri dari:
a. Formasi Singkarewang.
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastowo dan
Silitonga pada tahun 1975. Formasi ini terutama terdiri dari
serpih gampingan sampai napal berwarna coklat kehitaman,
berlapis halus dan mengandung fosil ikan serta tumbuhan.
Formasi ini di perkirakan berumur Eosen Tengah – Eosen
Atas.
b. Formasi Sawahlunto
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh R.P.
Kusumadinata dan TH. Matasak pada tahun 1979. Formasi
paling penting karena mengandung batubara yang dicirikan
oleh adanya batu lanau, batu lempung, dan berselingan
dengan batubara. Diperkirakan umur formasi ini Oligosen.
c. Formasi Brani
Formasi ini terdiri dari konglomerat dan batu pasir kasar
yang berwarna cokelat keunguan, dengan kondisi terpilah
baik (well sorted), padat, keras, dan umumnya
memperlihatkan adanya suatu perlapisan. Formasi ini
diperkirakan berumur Paleosen.
d. Formasi Sawahtambang
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastowo dan
Silitonga pada tahun 1975. Bagian bawah formasi ini
dicirikan oleh beberapa siklus endapan yang terdiri dari
batu pasir konglomerat, batu lanau dan batu lempung,
sedangkan bagian atas didominasi oleh batu pasir

10
konglomerat tanpa adanya sisipan lempeng atau batu lanau.
Umur formasi ini diperkirakan lebih tua dari Miosen bawah.
e. Formasi Ombilin
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastowo dan
Silitonga pada tahun 1975. Formasi ini terdiri dari lempung
gampingan, napal dan pasir gampingan yang berwarna abu-
abu kehitaman, berlapis tipis dan mengandung fosil. Umur
dari formasi ini diperkirakan Miosen bawah.
f. Formasi Ranau
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Marks pada
tahun 1961. Formasi ini terdiri dari tufa batu apung
berwarna abu-abu kehitaman. Umur dari formasi ini
diperkirakan Pleistosen.

Gambar 2. Stratigrafi Cekungan Ombilin


(Sumber :Satuan Kerja Kajian Operasi dan Pelaporan, PT. AICJ,
2005)

11
Berdasarka data yang didapat dari PT. Allied Indo Coal Jaya
geologi regional daerah yang terdapat yakni formasi sawahlunto
dengan kondisi geologi sebagai berikut :

KONDISI GEOLOGI
No PARAMETER
Sederhana Moderat Komplek
I Aspek Tektonik

1. Sesar Hampir tidak ada Jarang Rapat

2. Lipatan Hampir tidak Terlipat Terlipat


terlipat sedang kuat

3. Intrusi Tidak berpengaruh Berpengaruh Sangat


berpengaruh

4. Kemiringan Landai Sedang Terjal

II Aspek Sidementasi

1. Variasi Ketebalan X < 10 % 10 % < x < X > 50 %


50 %

2. Kesinambungan Ribuan meter Ratusan Puluhan


meter meter

3. Percabangan Hampir tidak ada Beberapa Banyak

III Variasi Kualitas Sedikit bervariasi Bervariasi Sangat


bervariasi

Tabel 1. Pengelompokan geologi PT. AICJ berdasarkan kompleksitas geologi

Keadaan Topografi dan Morfologi Daerah Kegiatan

12
Secara topografi, wilayah Kota Sawahlunto terletak pada
daerah perbukitan dengan ketinggian antara 250 mdpl – 650
mdpl. Wilayah ini terbentang dari utara ke selatan. Bagian timur
dan selatan memunyai topografi yang relatif curam (kemiringan
>40%). Sedangkan bagian utara bergelombang dan relatif datar.
Posisinya memanjang sepanjang Sesar Sawahlunto,
memisahkan perbukitan terjal yang terletak di kedua sisinya.
Dataran yang relatif landai memungkinkan berkembangnya
permukiman perkotaan hanya dijumpai di Talawi dan Kota
Sawahlunto itu sendiri.
Tabel 2. Kondisi Keterangan Lahan Kota Sawah Lunto
N Luas Lahan (Ha) dengan Kemiringan Lereng (%) Jumlah
Kecamatan
o 0–2 2 – 15 15 – 25 25 – 40 >40
1,420.0 3,195.0 1,653.0
1 Talawi 991.00 2,680.00 9,939.00
0 0 0
1,514.0 3,450.0 2,136.0
2 Barangin 343.00 1,432.00 8,875.00
0 0 0
Lembah 1,836.0 2,110.0
3 240.00 358.00 694.00 5,238.00
Segar 0 0
Silungkan 1,901.0
4 29.00 288.00 735.00 340.00 3,293.00
g 0
3,580.0 8,821.0 7,800.0
Jumlah 1,603.00 5,541.00 21,345.00
0 0 0
Sumber: BPN Kota Sawahlunto

II.5 Iklim dan Cuaca

Secara umum, suhu rata-rata di Provinsi Sumatera Barat


tercatat antara 22o C – 28o C dengan perbedaan suhu antara siang
dan malam hari antara 5o C – 7o C dan hal ini tidak jauh berbeda
dengan kondisi yang ada di Kota Sawahlunto. Peta curah hujan
Indonesia memberikan gambaran bahwa Kota Sawahlunto berada
dalam isohyat (garis curah hujan) antara 1500 mm – 2000 mm per

13
tahun dengan rata-rata curah hujan per tahunnya sebesar
1.716,37 mm dengan rata-rata hari hujan 130 hari.
BAB III. AKTIVITAS PERTAMBANGAN

III. 1 Eksplorasi, Cadangan, dan perencanaan tambang


Secara umum endapan batubara terdiri dari tiga lapisan,
diantaranya :
a) Lapisan A, ketebalan 1-3 meter, sudut kemiringan
3°-23° dengan ketebalan overburden sekitar 40 –
300 meter
b) Lapisan B, ketebalan 0,6-1,5 meter, sudut
kemiringan 3°-23° dengan ketebalan interburden
antara lapisan A dengan lapisan B sekitar 10–20
meter
c) Lapisan C, ketebalan 1,5–7 meter, sudut kemiringan
3°-23° dengan ketebalan interburden antara lapisan
B dengan lapisan C sekitar 14-20 meter

Berdasarkan hasil eksplorasi telah diketahui terdapat 2


lapisan utama yaitu B1 dan C, dimana lapisan C mengalami
pemisahan (splitting) menjadi 2 lapisan yaitu C1 dan C2.
Lapisan B1 merupakan lapisan batubara dengan ketebalan
berkisar 1,30-4,0 m. Lapisan B1 sehingga selain ditambang secara
terbuka juga memungkinkan untuk ditambang dengan tambang
bawah tanah.
Lapisan C2 merupakan lapisan batubara dengan ketebalan
berkisar 3,0-6,0 m berda hampir sama dengan lapisan batubara C 1
namun memiliki sifat yang lebih kompleks.

14
Setelah dilakukannya beberapa studi kelayakan maka kondisi
akhir neraca cadangan batubara PT. Allied Indo Coal Jaya (PT.
AICJ) adalah sebagaimana tercantum dalam tabel 2.

Tabel 3. Cadangan batubara PT. Allied Indo Coal Jaya (PT. AICJ)
N Lokasi tambang Sisa cadangan yang dapat
o (central area) ditambang (ton)
1 Seam A 40.00,00

2 Seam B1 796.695,71

3 Seam C1 1.018.185.05

4 Seam C2 854.168,00

Total cadangan 2.709.048,76


Sumber: PT. Allied Indo Coal Jaya (PT. AICJ)
Kualiatas batubara yanng dihasilkan PT. Allied Indo Coal
Jaya (PT. AICJ) termasuk kedalam rank subbituminus. Dari hasil
penelitian yang telah dilakuakan oleh PT. Allied Indo Coal Jaya
(PT. AICJ) berkisar 6.810 kkal/kg, kadar sulfur 0,67% dan
kandungan abu 13,30%. Dapar dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. Hasil analisis PT. Allied Indo Coal Jaya (PT. AICJ) terhadap
kualitas batubara
N Parameter Satuan Angka
o
1 Proximat analysis
a. Inherent moisture (IM) % 3,11
b. Volatile matter (Vm) % 36,39
c. Ash content (Ash) % 16,33
d. Fixed carbon (Fc) % 47,61
2 Caloric value (ADB) Kkal/kg 6,810
3 Total Sulfur % 0,67
Sumber : PT. Allied Indo Coal Jaya (PT. AICJ)
Keterangan :
a. Analis Prosimat (Proximat analysis)

15
Suatu analisis pada batubara yang bertujuan untuk
mmemperoleh data-data kualitas batubara yang meliputi :
1) Kandungan air bawaan (Inherent moisture)
Kandungan ari bawaan adalah kandungan air yang
pada batubara bersamaan dengan tebentuknya batubara
itu, air bawaan ini mengisi pada pori-pori dari batubara
tersebut.
2) Kandungan abu (Volatile matter)
Merupakan sisa zat organik yang terkandung dalam
batubara setelah dibakar, kandungan abu tersebut dapat
dihasilkan dari pengotoran bawaan dari pembentukan
batubara maupun dari proses penambangan.
3) Kandungan zat terbang (Ash content)
Zat terbang merupakan zat akitf yang menghasilkan
energi atau panas apabila batubara tersebut dibakar. Zat
terbang umumnya terdiri dari gas-gas yang mudah
terbakar, seperti hidrogen (H), karbon monoksida (CO)
dan methan (CH4). Dalam pembakaran batubara dengan
zat terbang tinggi akan mempercepat pembakaran,
sebaliknya zat terbang rendah akan mempersulit proses
pembakaran.
4) Kandungan karbon tertambat (Fixed carbon)
Merupakan karbonyang tertinggal sesudah zat terbang
dan kandungan airnya hilang. Dengan adanya
pengeluaran zat terbang dan kandungan air maka karbon
tertambat secara otomatis akan naik, sehingga makin
tinggi kandungan karbonnya kelas batubara akan naik.
a. Kandungan nilai kalori (Caloric value)

16
Nilai kalori batubara adalah panas yang dihasilkan
oleh pembakaran setiap satuan berat batubara dalam
sejumlah oksigen pada kondisi standar.

b. Total Sulfur (S)


Kandungan sulfur total dalam batubara yang terdapat
dalam bentuk pyrite (FeS2) akan bereaksi eksotermis
yang mana reaksi ini akan membebaskan energi dalam
bentuk panas.
Arah penambangan yang direncanakan oleh PT. Allied Indo
Coal Jaya yaitu bergerak dari selatan menuju utara batas IUP.
Dengan pengambilan batubara mengikuti kemenerusan batubara
yang terdapat. Arah kemajuan tambang memegang peranan
penting dalam kelangsungan operasi penambangan. Arah
kemajuan tambang dapat menentukan besarnya tonase, kadar
yang sesuai dan juga kondisi geologi yang memungkinkan untuk
dilakukannya kegiatan penambangan. Banyak hal yang akan
terkena dampak dari terabaikannya penentuan arah kemajuan
tambang, yaitu sasaran produksi yang tidak terpenuhi, kadar yang
tidak sesuai dengan yang diharapkan serta kondisi geologi yang
tidak mungkin untuk dilakukannya kegiatan penambangan,
sehingga pada akhirnya akan menyebabkan operasi penambangan
tidak produktif dan efisien.

III. 2 Konstruksi (Development)


Persiapan/konstruksi adalah kegiatan yang dilakukan
untuk mempersiapkan fasilitas penambangan sebelum operasi
penambangan dilakukan. Pekerjaan tersebut seperti pembuatan
akses jalan tambang, pelabuhan, perkantoran, bengkel, mes
karyawan, fasilitas komunikasi dan pembangkit listrik untuk

17
keperluan kegiatan penambangan, serta fasilitas pengolahan
bahan galian.
PT. Allied Indo Coal Jaya memiliki 2 kantor utama yaitu 1
kantor untuk tambang terbuka dan 1 kantor untuk tambang
bawah tanah. Setiap kantor dilengkapi fasilitas atau bangunan
umum dan workshop untuk perbaikan alat berat dan mesin.
Fasilitas umum seperti Mushola, Ruang Ganti Pekerja, Kamar
mandi, kantin dan lainnya. Terdapat 2 workshop unruk tambang
terbuka dan tambang bawah tanah masing-masing dilengkapi
pembangkit listrik atau trafo. PT. Allied Indo Coal Jaya juga
memiliki mess karyawan berjarak 20 menit ditempuh
menggunakan kendaraan dari perusahaan. Fasilitas pengolahan
batubara yang dimiliki PT. Allied Indo Coal Jaya seluas 2 Ha
dimana terdapat alat Crusher, Washing Plant, Timbangan
Batubara, Stockpile, serta Laboratorium analisis batubara.

III. 3 Penambangan (Eksploitasi)


PT. Allied Indo Coal Jaya mengeksploitasi dengan 2 sistem
yaitu tambang terbuka dan tambang bawah tanah, berikut
eksploitasi yang dilakukan :

III.3.1 Tambang Terbuka


Metode tambang terbuka yang dilakukan ialah Strip Mining
dan Contour Mining. Berdasarkan pengamatan eksploitasi dan
observasi yang diamati di lapangan metode tambang terbuka
dilakukan sepertinya kombinasi dua metode dikarenakan
disesuaikan dengan keadaan geologi dan perencanaan tambang
terbuka yang dilakukan perusahaan. Terdapat 2 pit yaitu Pit 1
Barat dan Pit 2 Timur, dengan 3 fleet untuk Pengupasan Batubara
dan 5 fleet untuk pengupasan overburden.

STRIP MINING

18
Strip mining merupakan pertambangan kupas atau
pertambangan baris yang secara khusus merupakan sistem
tambang terbuka atau tambang permukaan untuk batubara.
Sistem penambangan ini pada dasarnya terbagi dua, yaitu
tambang area dan tambang kontur. Pertambangan kupas adalah
merupakan operasi pengupasan tanah atau batuan penutup
lapisan batu bara dengan bentuk pengupasan baris-baris serjajar.
Strip mining pada umumnya digunakan untuk endapan batubara
yang memiliki kemiringan endapan (dip) kecil atau landai dimana
sistem penambangan yang lain sulit untuk diterapkan karena
keterbatasan jangkuan alat-alat. Selain itu endapan
batubaranya    harus tebal, terutama bila lapisan tanah
penutupnya juga tebal. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan
perbandingan yang masih ekonomis anatara jumlah  tanah
penututp yang harus dikupas dengan jumlah batubara yang dapat
digali (economic stripping ratio).

CONTOUR MINING
Sistem penambangan ini biasanya diterapkan untuk
cadangan batubara yang tersingkap di lereng pegunungan atau
bukit. Kegiatan penambangan diawali dengan pengupasan tanah
penutup di daerah singkapan (outcrap) di sepanjang lereng
mengikuti garis kontur, kemudian diikuti dengan penggalian
endapan batubaranya. Penggalian kemudian dilanjutkan ke arah
tebingsampai mancapai batas penggalian yang masih ekonomis,
mengingat tebalnya tanah penutup yang harus dikupas untuk
mendapatkan batubaranya. Karena keterbatasannya daerah yang
biasanya digali, maka daerah menjadi sempit tetapi panjang
sehingga memerlukan alat-alat yang mudah berpindah-pindah.
Umur tambang bisanya pendek.
Kerugian sistem ini ialah :

19
a. Keterbatasannya jumlah cadangan yang ekonomis untuk
ditambang karena tebalnya tanah penutup yang harus
dikupas.
b. Tempat kerjanya sempit.
c. Tebing (highwall) yang terbentuk bisa terlalu tinggi
sehingga menyebabkan kemantapan lerengnya rendah.
d. Juga mudah terjadi kelongsoran pada timbunan tanah
buangan (timbunan tanah penutup).

Gambar 3. Metode Penambangan PT. AIC Jaya

Berikut tahapan penambangan yang dilakukan :

1. Pembersihan lahan (land clearing).


Kegiatan yang dilakukan untuk membersihkan daerah yang
akan ditambang mulai dari semak belukar hingga pepohonan yang
berukuran besar. Alat yang biasa digunakan adalah buldozer
ripper dan dengan menggunakan bantuan mesin
potong chainsaw untuk menebang pohon dengan diameter lebih
besar dari 30 cm. Pada perusahaan tambang PT. AIC Jaya
menggunakan 3 unit bulldozer, 1 unit Caterpillar D7R dan 2 unit
Komatsu D85. Tanaman seperti pohon Pinus hasil dari Land

20
Clearing digunakan untuk bahan pembuatan jembatan pada
lorong saluran air asam tambang.

2. Pengupasan Tanah Pucuk (top soil).


Maksud pemindahan tanah pucuk adalah untuk
menyelamatkan tanah tersebut agar tidak rusak sehingga masih
mempunyai unsur tanah yang masih asli, sehingga tanah pucuk
ini dapat diguanakan dan ditanami kembali untuk kegiatan
reklamasi.
Tanah pucuk yang dikupas tersebut akan dipindahkan ke
tempat penyimpanan sementara atau langsung di pindahkan ke
timbunan. Hal tersebut bergantung pada perencanaan dari
perusahaan. Pada perusahaan tambang PT. AIC Jaya
menggunakan excavator Caterpillar 320DL dan Hitachi 350H.
Penyimpanan Top Soil di area dekat stock pile seluas ± 3Ha dimana
akan digunakan saat reklamasi.

Gambar 4. Aktivitas Pengupasan Overburden

3. Pengupasan Tanah Penutup (stripping overburden).


Bila material tanah penutup merupakan material lunak (soft
rock) maka tanah penutup tersebut akan dilakukan penggalian
bebas. Namun bila materialnya merupakan material kuat, maka

21
terlebih dahulu dilakukan pembongkaran dengan peledakan
(blasting) kemudian dilakukan kegiatan penggalian. Peledakan
yang akan dilakukan perlu dirancang sedemikian rupa hingga
sesuai dengan produksi yang diinginkan. PT. AIC Jaya melakukan
peledakan dimana terdapat 6 unit alat bor beserta kompresor, 3
unit Epiroc dengan 7m Total Depth 3,6 m/batang bor dengan
kompresor Atlas Copco, 3 unit Furukawa PCR 200, total Depth 3
m/batang bor dengan kompresor Ingershole Red 12.
Perencanaan peledakan yang dilakukan PT. AIC Jaya pola
pengeboran zig-zag, pola peledakan row by row, rangkaian seri,
metode Eldeto (Elektronik Detonator), dengan deflaut geometri B.S
= 3x3 (m), PF = 28, L = 6 (m), jumlah lubang tergantung dengan
target produksi.
Pemakaian handak yang dilakukan ialah 1 karung handak
memeiliki variasi beras 25 Kg, penggunaan 3 karung untuk 4
lubang. Kegiatan yang dilakukan pada pengupasan overburden
dalam divisi drilling and blasting ialah sebagai berikut :
1. Merancang Geometri peledakan dengan deflaut PT. AIC Jaya
yaitu menghitung volume atau target yang didapatkan
setelah peledakan. Dimana B.S = 3x3 (m), L = 6 m, dan n =
90 lubang. Kemudian dimasukkan ke formula perhitungan
Volume Target yaitu V = B.S.L.n sehingga :
V = 3 m x 3 m x 6 m x 90
= 4860 m3
2. Melakukan Ploting lubang bor, menggunakan patok yang
bertali yang telah diatur besaran jarak 3 m, dimana setelah
di plot akan diberi batu sebagai penanda lokasi plot
3. Mengamati proses pengeboran lubang ledak, mengamati
proses alat bor Furukawa PCR 200.
a. Persiapan dalam menyalakan alat bor dan kompresor

22
b. Pemberian oli pada batang bor sebelum dilakukan
kegiatan
c. Dilakukan pengeboran untuk 1 batang pertama,
kemudian batang bor kedua sebelum memasuki
batang bor kedua kembali diberi oli
d. Diangkat batang bor kedua di cabut dari bit kemudian
disangkutkan pada pengkait disamping bor, untuk
batang bor pertama tinggal diangkat saja
e. Berpindah tempat ke lokasi plot titik bor berikutnya
f. Dilakukan berulang kali sampai jumlah lubang
terpenuhi seluruhnya
Arah pengeboran yang dilakukan oleh operator sesuai keadaan
arah angin. Dimana diusahakan memulai pengeboran dari
arah pelipis atau bibir jenjang. Peletakan kompresor hanya
pada 1 tempat saja yang strategis dan optimal saat
perpindahan lokasi titik bor.

Gambar 5. Aktivitas Pengeboran lubang ledak

4. Melakukan pengamatan kerja alat bor atau cycle time alat


bor dari jenis Epiroc dan Furukawa. Berdasarkan
pengamatan waktu yang dilakukan dalam 12 x
pengamatan/pengeboran untuk Epiroc didapatkan 4 m 20s

23
dengan waktu pindah 11s, untuk Furukawa 5m 32s 88ms
dengan waktu pindah 8s
5. Mengikuti kegiatan perangkaian peledakan dan primering,
merangkai detonator dengan 2 powergell kemudian mengisi
handak kedalam lubang

Gambar 6. Kegiatan Peledakan


4. Penimbunan tanah penutup (overburden removal).
Overburden removal adalah kegiatan memindahkan material
bongkaran dari alat gali (excavator jenis backhoe maupun shovel)
dari point loading ke tempat penumpukan/pembuangan yang
telah direncanakan yang disebut disposal.
Tanah penutup dapat ditimbun dengan dua cara
yaitu backfilling dan penimbunan langsung. Tanah penutup yang
akan dijadikan material backfilling biasanya akan ditimbun ke
penimbunan sementara pada saat tambang baru dibuka. Pada
perusahaan tambang PT. AIC Jaya menggunakan Dump Truck
Hino 500 sebanyak 31 unit 17 unit di Pit 1 Barat dan 14 unit pit 2
Timur, 5 unit Excavator 2 unit Caterpillar 330DL, 1 unit Hitachi
350H, 2 unit Komatsu 300.

24
Gambar 7. Dumping Overburden di Disposal
Pengamatan dilakukan dalam Loading Disposal pada PT. AIC
Jaya, dimana dapat diamati produktivitas alat gali muat dan alat
angkutnya. Terdapat 3 area disposal yaitu disposal barat, timur,
dan puncak. Jam kerja 07.00 WIB – 17.30 WIB jam istirahat 1,5
jam pada pukul 12.00 WIB – 13.30 WIB, berikut pengamatan
waktu kerja yang dilakukan PT. AIC Jaya :
Tabel 5. Waktu Kerja PT. AIC Jaya
Sabtu – Kamis Jum'at
Kegiatan Waktu Durasi Kegiatan Waktu Durasi
Kerja Produktif 1 07.00 5 Kerja Produktif 07.00 4,5
-12.00 Jam 1 -11.30 Jam
Istirahat 12.00 - 1,5 Istirahat 11.30 - 2 Jam
13.30 Jam 13.30
Kerja Produktif 2 13.30 - 4 Kerja Produktif 13.30 - 3,5
17.30 Jam 2 17.00 Jam
Total Waktu Kerja Produktif 9 8 Jam
Jam
1 trip = 5 bucket Excavator Komatsu 300
1 jam = 5 trip
1 hari kerja = 9 jam
1 hari kerja = 45 trip
1 hari kerja = 225 bucket
1 bucket Excavator Komatsu 300 = 1.8 m3 atau 1.8 ton
Kapasitas kerja/hari = 225 bucket x 1.8 ton/bucket
= 405 ton/hari

25
Waktu edar (cycle time) adalah waktu yang diperlukan alat
mulai dari aktivitas pengisian atau pemuatan (loading),
pengangkutan (hauling) untuk truck dan sejenisnya atau swing
untuk back hoe dan shovel, pengosongan (dumping), kembali
kosong dan mempersiapkan posisi (manuver) untuk diisi atau
dimuat. Disamping aktivitas-aktivitas tersebut terdapat pula
waktu menunggu (delay time) bila terjadi antrian untuk mengisi
atau memuat. Komponen waktu edar (cycle time) untuk alat
dorong, misalnya bulldozer adalah waktu dorong material sampai
jarak tertentu, waktu kembali mundur, manuver, maupun siap
dorong kembali.

Waktu edar (cycle time) terdiri dari dua jenis, yaitu waktu
tetap (fixed time) dan waktu variable (variable time). Jadi waktu
edar total adalah penjumlahan waktu tetap dan waktu variable.
Yang termasuk ke dalam waktu tetap adalah waktu pengisian atau
pemuatan termasuk manuver dan menunggu, waktu pengosongan
muatan, waktu membelok dan mengganti gigi dan percepatan,
sedangkan waktu variable adalah waktu mengangkut muatan dan
kembali kosong.

1. Waktu edar alat gali-muat

Waktu edar alat gali muat dapat dirumuskan sebagai


berikut:

Ctgm = Tm1 + Tm2 + Tm3 + Tm4

Keterangan:

Ctgm = waktu edar alat gali-muat (detik)

Tm1 = waktu menggali material (detik)

26
Tm2 = waktu putar dengan bucket terisi (detik)
Tm3 = waktu menumpahkan muatan (detik)
Tm4 = waktu putar dengan bucket kosong (detik)
Pengamatan di Pit Barat PT. AIC Jaya dalam 1 fleet Loading
Disposal didapatkan rata-rata waktu edar 2,3 menit. Dimana
pengamatan dilakukan sekaligus beserta waktu angkut sehingga
didapatkan waktu edar total dari alat muat (Tm1+Tm2+Tm3+Tm4).

2. Waktu edar alat angkut

Waktu edar alat angkut dapat dirumuskan sebagai


berikut:

Cta = Ta1 + Ta2 + Ta3 + Ta4 + Ta5 + Ta6

Keterangan:

Cta = waktu edar alat angkut (menit)


Ta1 = waktu mengambil posisi untuk dimuati (menit)
Ta2 = waktu diisi muatan (menit)

Ta3 = waktu mengangkut muatan (menit)

Ta4 = waktu mengambil posisi untuk penumpahan


(menit)

Ta5 = waktu pengosongan muatan (menit)


Ta6 = waktu kembali kosong (menit)
Pengamatan di Pit Barat PT. AIC Jaya dalam 1 fleet Loading
Disposal didapatkan rata-rata waktu edar ± 9 menit.

27
Produktivitas Alat Gali Muat Dan Alat Angkut

Untuk memperkirakan produktivitas alat gali-muat dan alat


angkut, dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Produktivitas Alat Gali Muat

Untuk memperkirakan produktivitas alat gali-muat dan alat


angkut, dapat digunakan rumus berikut ini:

60𝑥 𝐸
Pm = 𝑚 x Hm x FFm x SF x 𝜌𝑖 ,
(Ton/jam)
𝐶𝑚
Dimana :

Pm = Kemampuan Produksi Alat Muat (Ton/Jam)

Cm = Waktu Edar Alat Muat Sekali Pemuatan (menit)

H = Kapasitas Bucket Munjung Alat Muat (Lcm)

FF = Faktor Pengisian (%)

EK = Effisiensi Kerja (%)

SF = Swell Factor

𝝆𝒊 = Density (Ton/Bcm)

Berdasarkan data yang diterima dari pembimbing lapangan


pada pit barat loading disposal memiliki target 35 ton/jam.

Produktivitas Alat Angkut

Untuk memperkirakan produktivitas alat gali-muat dan alat


angkut, dapat digunakan rumus berikut ini:

60
Pa = 𝑥𝐸𝑎
𝐶 x (Np x Hm x FFm) x SF x 𝜌𝑖 ,
𝑎 Ton/Jam

Dimana :

28
Pa = Kemampuan Produksi Alat Angkut, (Ton/Jam)

Ea = Effisiensi Kerja Alat Angkut, (%)

Np = Banyak Pengisian Dalam Satu Kali Loading

Hm = Kapasitas Bucket Munjung Alat Muat (Lcm)

FFm = Faktor Pengisian (%)

` SF = Swell Factor

Ca = Waktu Edar Alat Angkut, (Menit)

𝝆𝒊 = Density (Ton/Bcm)

Informasi yang didapatkan pada pit barat loading disposal di


memiliki target 65 ton/jam produktivitas Hino 500 dengan jarak ±
700 m.

Keserasian Kerja

Untuk mendapatkan hubungan kerja yang serasi antara alat


gali muat dan alat angkut, maka produktivitas alat gali muat
harus sesuai dengan produktivitas alat angkut. Faktor keserasian
alat gali-muat dan alat angkutdidasarkan pada produktivitas alat
gali-muat dan produktivitas alat angkut, yang dinyatakan dalam
Match Factor (MF). Secara perhitungan teoritis, produktivitas alat
gali muat haruslah sama dengan produktivitas alat angkut,

sehingga perbandingan antara alat angkut dan alat gali-


muat mempunyai nilai satu, yaitu :

Na x Ltm
MF =
Nm x Ca

Keterangan:

MF = Match Factor atau faktor keserasian

29
Na = Jumlah Alat angkut
Ltm = Jumlah Alat Muat x Jumlah Pengisian

Nm = Jumlah Alat Muat

Ca = Cycle Time Alat angkut Bila hasil perhitungan

diperoleh:

1. MF < 1, artinya alat muat bekerja kurang dari 100%,


sedang alat angkut bekerja 100% sehingga terdapat
waktu tunggu bagi alat muat karena menunggu alat
angkut yang belum datang.
2. MF = 1, artinya alat muat dan angkut bekerja 100%,
sehingga tidak terjadi waktu tunggu dari kedua jenis
alat tersebut.
3. MF > 1, artinya alat muat bekerja 100%, sedangkan
alat angkut bekerja kurang dari 100% sehingga
terdapat waktu tunggu bagi alat angkut.
Pengamatan di pit brat PT. AIC Jaya dalam 1 fleet terdapat 1
Excavator, 3 Dump truck dan 1 dozer, berdasarkan pengamatan
keserasian alatnya MF<1 dimana dapat diketahui kemampuan
produksi alat angkut lebih besar dari alat muat, sehingga alat
muat mempunyai waktu tunggu.
5. Coal Cleaning.
Sebelum melakukan penambangan terlebih dahulu dilakukan
kegiatan coal cleaning. Maksud dari kegiatan coal cleaning ini
adalah untuk membersihkan pengotor yang berasal dari
permukaan batubara (face batubara) yang berupa material sisa
tanah penutup yang masih tertinggal sedikit, serta pengotor lain
yang berupa agen pengendapan (air permukaan, air hujan,
longsoran).  

30
Hasil kegiatan coal cleaning ini adalah lapisan batubara
yang bersih dan berkualitas. Proses coal cleaning ini dilakukan
oleh alat excavator yang telah dilengkapi dengan cutting blade
pada sisi luar kuku bucket. Hal ini menjadikan ujung bucket
bukan berupa kuku tajam, melainkan berupa ujung bucket yang
datar rata. Unsur pengotor yang berada di atas lapisan batubara
dapat dihilangkan hingga sebersih mungkin. PT. AIC Jaya
melakukan 2 Coal Cleaning dengan menggandengkan 1 unit
Excavator Komatsu 300 dan Catepillar 330DL, dimana satu
Excavator Bertugas untuk membersihkan black shale atau
pengotor batubaranya, dan yang satu lagi mengupas batubara.

Gambar 8. Aktivitas Coal Cleaning


6. Penambangan Batubara (coal getting).
Setelah melakukan proses coal cleaning, selanjutnya
melakukan proses Coal Getting. Coal getting merupakan proses
pengambilan batu bara dari pembersihan (cleaning) sampai
pengisian (loading) batu bara ke alat angkut untuk kemudian di
angkut ke tempat penampungan (stockpile). Pada perusahaan
tambang PT. AIC Jaya menggunakan excavator caterpillar 330DL
dan Komatsu 300.

31
Gambar 9. Aktivitas Coal Getting
Pada pengamatan Coal Getting memiliki waktu edar dari
Excavator sebesar 60 menit (Tm1+Tm2+Tm3+Tm4) dengan 37
bucket batubara yang dimuat ke Dump Truck serta produktifitas
dari alatnya sebesar 1,3 ton/jam.

7. Pengangkutan Batubara ke (coal hauling)


Setelah dilakukan kegiatan coal getting, kegiatan lanjutan
adalah pengangkutan batubara (coal hauling) dari lokasi tambang
(pit) menuju stockpile atau langsung ke unit pengolahan. Pada
perusahaan tambang PT. AIC Jaya menggunakan Dump Truck
Hino 500.

Gambar 10. Aktivitas Penimbangan


Informasi yang didapatkan pada coal hauling kali ini ialah
didapatkan waktu edar alat angkut Ta1,2,3 T timbang = 16 m ;

32
Ta4,5 = 6m ; Ta6 = 5m dengan jarak 2,5 Km produktivitas alat
angkut ini sebesar 108,866 ton/jam. Keserasian alat angkut dan
alat muat pada coal getting di pit 2 barat ialah >1 dimana artinya
alat muat bekerja 100% alat angkut tidak, sehingga ada waktu
tunggu alat angkut.

III. 4 Pengolahan (Processing)


ROM Stock.
1. Stocking di ROM tambang
ROM (Run of Mine) tambang digunakan tempat rehandling
batubara dari pit, untuk selanjutnya diangkut menggunakan truck
hauling ke fasilitas coal crushing.
2. Stocking di ROM Produksi Kelanis
ROM produksi digunakan sebagai stock cadangan untuk menjaga
kontinuitas proses produksi (crushing) dan mengantisipasi adanya
gangguan proses hauling batubara dari tambang. Ada 2 ROM
stockpile yang digunakan :
·         ROM 1, digunakan untuk menjaga stabilitas suplay
batubara untuk proses produksi (crusher) pada rate maksimum.

Gambar 11. Aktivitas manajemen stockpile

ROM 2, digunakan sebagai dead stockpile dan


mengantisipasi problem proses hauling dari tambang.

33
Gambar 12. Dumping Batubara di Stockpile
Crushing.
Crushing adalah proses pemecahan batubara dari ukuran besar
menjadi ukuran kecil. Alat untuk pemecahan batubara tersebut
adalah crusher. Proses crushing harus mempertimbangkan :
1. Proses kerja yang efektif dan efisien
2. Produktivitas yang maksimal
3. Utilisasi A2B & Crusher secara efektif dan efisien

PT. AIC Jaya memakai Jaw crusher dimana alat mesin peremuk
dengan bentuk dan mekanisme yang sederhana untuk melakukan
peremukan batuan yang mengandung mineral dengan cara
menjepit diantara dua buah plat (rahang tetap dan rahang ayun)
atau swing jaw, lalu dihancurkan dengan gaya tekan remuk.
Kegunaannya untuk menyeragamkan ukuran butir batubara
mentah, untuk meremukkan batu buangan sebelum dibuang
dengan belt conveyor. Alat tersebut ada 2 tipe :
 Type blake, bila titik tumpuan ada diatas.
 Type dodge, bila titik tumpuan ada dibawah.

Prinsip Kerja jaw crusher, sudut yang dibentuk oleh dua


buah rahang disebut nip angle dan besarnya antara 28-30 j. bila
sudut ini terlalu besar batubara mentah yang baik, akan selalu

34
terpental atau lari ke atas, perbandingan antara ukuran partikel
sebelum dan sesudah peremukan disebut juga rasio peremukan
(rasio pengerusan), rasio peremukan atau pengerusan pada jaw
crusher sekitar 4:1 hingga 6:1 sedangkan untuk menyatakan
kapasitas pengolahan bijih dinyatakan dengan (m3/t) atau (t/jam).
Pada jaw crusher type dodge titik tumpuh rahang-rahangnya
ada dibagian bawah sehingga pada saat pengoprasionalnya pun
misalnya discharge (dutlate) tetap. Type ini mempunyai kelebihan
dalam hal keseragaman ukuran produk (hasil pengerusan) namun
sebaliknya kekurangannya pada mulut discharge karena mudah
tersumbat. Karena posisi mulut discharge jauh dari titik tumpu
gaya maka alat ini harus melakukan peremukan bongkahan besar
dengan tenaga yang relatif lemah untuk itu type dodge biasanya
dipakai untuk peemukan sedang, dan kapasitas pengolahan yang
tidak terlalu besar.
Untuk menentukan waktu edar unit peremuk dapat dihitung
dengan rumus, yaitu :
CT = Lt + Wt
dimana :
CT = Waktu edar unit peremuk (menit)
Lt = Total Waktu Edar Alat Muat selama
pengumpanan kedalam hopper (menit)
Wt = Waktu Tunggu Alat Muat sampai
pengumpanan kembali
Maka, produktivitas unit peremuk dapat dihitung dengan
rumus, yaitu :
60
Q= ×v×Ef×Sf
CT
dimana :
Q = Produktivitas (ton/jam)

35
V = Kapasitas hopper (kapasitas desain) = m3
Ef = Faktor efisiensi alat, = %
Sf = Faktor pengembangan material = %
60 = waktu dalam 1 jam (menit)
CT = Waktu edar unit peremuk = menit (lampiran X)

Sizing adalah tindakan untuk mengelompokkan partikel


menurut besar kecilnya ukuran. Classification adalah metode
dengan memnfaatkan beda kecepatan pengendapan partikel
didalam media udara atau didalam air. Sizing merupakan aktivitas
yang sangat penting dalam upaya penyeragaman ukuran untuk
mendapatkan kelompok partikel dengan ukuran butir yang sesuai
untuk tiap-tiap metode pemisahan atau pengolahan mineral.
Selain itu pengayakan (screening dan classification) dipakai juga
dalam penanganan air atau pengolahan buangan limbah.
Pengayaan (screening) adalah kegiatan pengelompokkan partikel
dengan melewatkan melalui mata atau lubang ayakan, mata
ayakan itu sendiri dapat dibuat dari besi yang dilubangi dengan
ukuran tertentu atau dari kawat yang dianyam partikel yang lolos
dari atau melewati mata ayakan disebut bendersize product, akibat
terlalu banyak partikel berukuran kecil dalam jumlah yang cukup
besar atau banyak dicampur dengan partikel besar yang tinggal
sebagai oversize product.
PT. AIC Jaya memiliki 2 crusher yang beroperasi dimana 1
unit akan menghasilkan ukuran 70 mm dan 1 unit terakhir 50
mm. Cara pengolahan batubara yang dilakukan ialah, mengambil
batubara dari ROM 1 kemudian dimuat oleh Excavator Komatsu
200 menuju Hopper, pada Hopper terdapat sebuah Net Greezly
berukuran 100 mm, apabila terdapat batubara yang berukuran
lebih besar maka excavator memecahkan batubara di atas hopper
sampai ukurannya dapat lolos dari Net Greezly. Setelah dimuat

36
dengan rata-rata 5 bucket maka dihentikan pengisian ke Hopper,
operator mengontrol waktu keluar batubara dari Hopper menuju
belt conveyor untuk menuju crusher 1. Setelah diolah pada crusher
1 terdapat screen 70 mm batubara yang lolos akan dilanjutkan
menuju crusher 2 sama seperti crusher 1 terdapat screen yang
lolos dengan ukuran 50 mm itu hasil akhir batubara yang
diinginkan, dan yang tidak lolos akan kembali ke crusher
berikutnya. Sistem pengolahan menggunakan siklus tertutup,
target satu hari kerja ± 400 ton dimana dalam 1 jam sekitar 300
ton. Dengan beberapa Trouble Processing yang terdapat di PT. AIC
Jaya yaitu alat yang tidak di rawat, abu batubara yang dapat
mengganggu operator serta karyawan, dan manajemen stockpile
yang tidak tertata dapat menghambat hasil target, dimana jumlah
batubara yang masuk ke hopper lebih besar dari hasil yang keluar
dari crusher (F>C).
Target Produktivitas crusher 60 ton/jam. Pengamatan
selama setengah hari jam kerja dari pukul 08.00 WIB – 12.00 WIB,
melakukan 15 kali pemuatan batubara ke hopper dengan jumlah
bucket excavator yang masuk ialah 75 bucket di konversi dengan
bucket fill 1 m3/1ton maka 75 ton. Jumlah waktu pengisian 36,
755 menit dan waktu menghantarkan batubara ke crusher serta
waktu menghasilkan produk akhir yaitu 13 menit. Maka cycle time
dari kerja crusher 49 menit. Efisiensin kerja dari crusher dengan
kondisi alat serta kerja operator 70%, Swell Factor dari alat gali
muat yang mengisi ke hopper adalah 90%

37
Gambar 13. Produk akhir batubara setelah proses pengolahan

Stockpile.
Stockpile berfungsi sebagai penyangga antara pengiriman
dan proses, sebagai stock strategis terhadap gangguan yang
bersifat jangka pendek atau jangka panjang. Stockpile juga
berfungsi sebagai proses homogenisasi dan atau pencampuran
batubara untuk menyiapkan kualitas yang dipersyaratkan.
Disamping tujuan di atas di stockpile juga digunakan untuk
memcampur batubara supaya homogenisasi sesuai kebutuhan.
Homogenisasi bertujuan untuk menyiapkan produk dari satu tipe
material dimana fluktuasi di dalam kualitas batubara dan
distribusi ukuran disamakan. Dalam proses homogensiasi ada dua
tipe yaitu blending dan mixing.
Blending bertujuan untuk memperoleh produk akhir dari
dua atau lebih tipe batubara yang lebih dikenal dengan komposisi
kimia dimana batubara akan terdistribusi secara merata dan
tanpa ada lagi tempat yang cukup besar untuk mengenali salah

38
satu dari tipe batu bara tersebut ketika proses pengambilan
contoh dilakukan. Dalam proses blending batubara harus
tercampur secara merata atau distribusi merata. Sedangkan
mixing merupakan salah satu dari tipe batubara yang tercampur
masih dapat dilokasikan dalam kuantitas kecil dari hasil
campuran material dari dua atau lebih tipe batubara.

Gambar 14. Processing Coal


Preparasi

Preparasi adalah proses pemisahan batubara menjadi


batubara bersih dari pengotornya.
Proses preparasi
1. Tempat penampungan batubara mentah yaitu (stock
pile/stock yard) batubara yang masih mentah atau masih
memiliki mineral-mineral pengotor.
2. Pengerusan atau penghancuran
3. Penetapan ukuran (sizing)
4. Tempat penyortiran adalah tempat batubara yang telah
disortis atau pemisahan berdasarkan ukuran kadar.
5. Penanganan produk adalah batubara yang telah disortir
setiap diangkut.

39
6. Transportasi adalah pemeriksaan alat-alat
7. Pengausan Pekerjaan dalam preparasi yang paling utama
adalah pemisahan sedangkan kegiatan yang lain hanya
untuk membuat pemisahan menjadi lebih efektif.

III.5 Pemasaran
Jika bahan galian sudah selesai diolah maka dipasarkan ke
tempat konsumen. Biasanya, antara perusahaan pertambangan
dan konsumen terjalin ikatan jual beli kontrak jangka panjang,
dan penjualan sesaat tidak memakai Harga Batubara Acuan
(HBA). PT. AIC Jaya memasarkan batubaranya ke PLTU Talawi
sebuah perusahaan listrik negara di daerah Parambahan Talawi,
Kota Sawahlunto.

Gambar 15. Pemasaran Batubara di PLTU Talawi

III.6 Reklamasi
Reklamasi dilakukan dengan cara penanaman kembali atau
penghijauan suatu kawasan. Reklamasi perlu dilakukan karena
Penambangan dapat mengubah lingkungan fisik, kimia dan biologi
seperti bentuk lahan dan kondisi tanah, kualitas dan aliran air,
debu, getaran, pola vegetasi dan habitat fauna, dan sebagainya.
Perubahan ini harus dikelola untuk menghindari dampak
lingkungan yang merugikan seperti erosi, sedimentasi, drainase
yang buruk, masuknya gulma/hama/penyakit tanaman,

40
pencemaran air permukaan/air tanah oleh bahan beracun dan
lain-lain. Reklamasi terdiri dari dua kegiatan yaitu; pemulihan
lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu
ekologinya, dan mempersiapkan lahan bekas tambang yang sudah
diperbaiki ekologinya untuk pemanfaatan lebih lanjut.
PT. AIC Jaya melakukan reklamasi lahan tambangnya dari
arah selatan menuju arah utara penambangannya. Seluruh
disposal selatan dilakukan reklamasi. Pengamatan yang dilakukan
saat reklamasi yaitu disposal selatan seluas ± 7 Ha dimana
sebelum ditanami di hauling tanah pucuk yang berasal dari soil
bank, jenis tanaman 60% tanaman produktif dan 40% Akasia atau
tanaman non produktif yang dipakai. Tanaman produktifnya ialah
mahoni, jambu, durian, petai, jengkol, nangka, dan kapuk.
Pemakaian pupuk ialah pupuk kandang sebanyak 55 karung
seberat 25 Kg/karung untuk 100 jumlah bibit.

Gambar 16. Aktivitas Reklamasi

Pengolahan air asam tambang pada PT. AIC Jaya


seluruh air yang berada di front tambang akan dialirkan
menuju saluran air terdekat, apabila kesulitan untuk
dialirkan maka akan dipompa langsung menuju sump.
Memiliki pompa jenis Dompeng (pompa siput), 2 unit

41
Dompeng 24 PK, dan 1 unit dompeng 32 PK, dengan selang
jenis karet. PT. AIC Jaya tidak memiliki settling pound
untuk saat ini.

Gambar 17. Aktivitas penanganan Air Tambang


III. 3. 2 Tambang bawah tanah
PT. AIC Jaya memakai metode tambang bawah tanah yaitu
Room and pillar method untuk endapan batubara yang
memanfaatkan cadangan yang tidak ditambang sebagai penyangga
atau disebut sebagai pillar. Penambangan batubara dilakukan
dengan metode semi mekanis dimana alat gali muat masih
menggunakan tenaga manusia dengan mengambil batubara
manual menggunakan palu baling dan sekop, tetapi dalam
keadaan manajemen perusahaan dan kondisi batuan pada front
mengkestraksi batubara menggunakan peledakan dan alat angkut
berupa angkong kemudian dimuat ke belt conveyor dan lori yang
ditarik menggunakan mesin hoist.

42
Gambar 18. Tambang Bawah Tanah Tunnel 3 PT. AIC Jaya
Pada saat proses kerja penambangan berlangsung di PT. AIC
Jaya menerapkan siklus penambangan atau langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Marking
2. Drilling, Charging, Blasting, Scalling, penggalian
3. Mucking
4. Transporting
5. Supporting
Kelima langkah-langkah tersebut dilakukan secara
berulang-ulang, untuk tambang bawah tanah sendiri terdapat 7
tunnel yang beroperasi dan 1 tunnel dalam tahap development,
untuk peta rencana tambang bawah tanah terlampir pada
lampiran.

PT. AIC Jaya menambang batubara yang dimiliki yaitu hanya


seam B dan C, dikarenakan memiliki ketebalan >3m dan telah
dirancang ekonomisnya. Perusahaan ini melakukan tahap
development sampai 20 m ke depan dengan diberi supporting
shotcreate. Hal yang terpenting diperhatikan perusahaan ialah
supporting system, dimana termasuk didalamnya penyanggaan,
ventilasi, dan penerangan.

43
Extraksi atau penggalian dan pemuatan
PT. AIC Jaya mengekstraksi atau menggali batubara
menggunakan tenaga manusia yaitu palu/baling, pick hammer
(breaker) atau drill tension, cangkul, dan melakukan peledakan.
Untuk memuat batubara yang sudah digali menggunakan sekop
dan dimuat ke lori/angkong. Pekerja setiap 1 front kerja terdapat 5
pekerja yakni dengan tugas 2 pekerja menggali, 2 pekerja kontrol
supporting (penyangga dan ventilasi), dan 1 pekerja kontrol air
apabila terdapat air di area front kerja.

Gambar 19. Aktivitas Penambangan pada tambang bawah tanah


Sistem Penyanggaan
PT. AIC Jaya memakai sistem penyanggaan campuran untuk
tunnel 1,2,3,4,5,6 memakai sistem penyangga passif H-beam 3
pcs besi, sedangkan untuk tunnel 7 Arches 3-pcs, untuk 20 m
pertama kemudian memakai 3 pcs kayu berjenis kayu kulim
berdiameter 0,2 m - 0,3 m. Penyangga sementara yang dipakai
ialah Hydraulic Proof yang sudah di las mati perusahaan memiliki
± 300 unit. Beberapa ruang atau front kerja yang telah selesai
ditambang akan disanggah menggunakan metode back filling
dengan material black shale atau dibuat pillar menggunakan

44
bahan baku semen dan di campur fly ash batubara sisa
pembakaran di PLTU.

Untuk penyangga pasif lainnya yang dipakai ialah cribbing,


dimana digunakan didaerah yang memerlukan peguatan yang
tinggi, seperti lubang produksi, perempatan atau simpang di area
cross cut, dan daerah tunnel yang memiliki spasi. Beberapa
susunan kayu berbentuk penampang yang lebar ini memiliki
nama dan jenis penyusunan berbeda berdasarkan posisi atau
letak cribbing itu sendiri yakni sebagai berikut :

1. Stappling, letaknya diatas h-beam 3 pcs atau diatas


penyangga pasif utama.
2. Gambangan, letaknya diatas h-beam 3 pcs tetapi disudut
bentukan tunnel.
3. Pole, letaknya berada disamping tengah antara h-beam satu
dengan yang lain.
4. Gerogol, letaknya diatas sudut atap antara h-beam depan
dan belakang.

Gambar 20. Penyanggaa Kayu

45
Gambar 21. Penyanggaan Shotcreate

Sistem Ventilasi
PT. AIC Jaya memakai 2 sistem ventilasi yaitu ventilasi
alami (natural ventilation) dan ventilasi mekanis
(artificial/mechanical ventilation), berikut beberapa keterangan
sistem ventilasi yang digunakan perusahaan untuk ke 7 tunnel :

1. Tunnel 1 & 2 menggunakan sistem ventilasi mekanis,


dimana ventilasi utamanya menggunakan metode hisap
(Exhausting System) dan untuk front kerjanya menggunakan
metode hembus (Forcing system). Tunnel 1 & 2 ini gandeng
sehingga hanya memakai 1 sistem ventilasi mekanis saja. 1
unit main fan buatan China, dan terdapat 4 blower 11 PK.

2. Tunnel 3 menggunakan 1 sistem ventilasi mekanis, dimana


ventilasi utamanya menggunakan metode hisap (Exhausting
System) dan untuk front kerjanya menggunakan metode
hembus (Forcing system). Terdapat 1 unit main fan buatan
China, dan terdapat 2 blower 11 PK
3. Tunnel 4 menggunakan sistem ventilasi mekanis dan sistem
ventilasi alami, dimana untuk lubang utama atau main shaft
memakai ventilasi alami dan untuk front kerja memakai
sistem ventilasi mekanis yaitu metode hembus (forcing).
Terdapat 2 blower 11 PK, dan 1 blower 24 PK.

46
4. Tunnel 5 & 6 menggunakan sistem ventilasi alami dan
ventilasi mekanis, dimana untuk lubang utama memakai
sistem ventilasi alami tepat di samping masing-masing
tunnel dan memakai metode hembus (forcing) untuk ke front
kerja. Terdapat 4 blower 11 PK.
5. Tunnel 7 menggunakan sistem ventilasi alami dan ventilasi
mekanis, dimana untuk lubang utama memakai ventilasi
alami tepat disamping tunnel dan memakai metode hembus
(forcing) untuk front kerja. Terdapat 4 blower 11 PK, dan
terdapat 2 blower 24 PK.

Seluruh wire yang dipakai ialah berbahan kain dan fleksibel.


Beberapa pengontrolan ventilasi yang terdapat pada perusahaan
ialah :
1. Stopping berguna untuk menutup dan mencegah aliran
udara biasanya digunakan pada front kerja yang sering
berubah secara signifikan. Bahan yang digunakan adalah
terpal berbahan plastik.
2. Pintu angin untuk menghentikan aliran udara terdapat
pada lubang bukaan awal setelah 20 m.
3. Regulator mengatur kuantitas udara yang mengalir
terdapat bersamaan pada setiap pintu angin.

47
Gambar 22. Main Fan

Gambar 23. Pintu Angin


Penirisan Air
PT. AIC Jaya menanggulangi air yang terdapat di tambang
bawah tanahnya memakai konvensional. Ada 2 cara konvensional
yang dipakai yaitu Penyaliran dengan sistem tunnel dan
penyaliran menggunakan pompa. Penyaliran dengan sistem tunnel
adalah terdapat lubang bukaan mendatar yang ke dalam atau
kedua belah kaki bukit. Dalam sistem ini disetiap levelnya dibuat
adit, dari situ dialirkan ke adit terakhir dibagian bawah tunnel,
dengan memanfaatkan gravitasi tanpa menggunakan pompa.
Terdapat 4 tunnel yang memakai penyaliran sistem tunnel yaitu
tunnel 1,2,4 dan, 5. Cara yang kedua ialah penyaliran
menggunakan pompa dimana dengan metode submercible pompa,

48
pemompaan dilakukan dengan sistem per level. Setiap level
terdapat bak kontrol dimana untuk tempat penampungan
sementara kemudian akan dipompa sampai kepermukaan atau
luar tunnel, kemudian air dialirkan bersamaan pada saluran
paritan tambang terbuka menuju sump. Terdapat 3 tunnel yang
memakai metode submercible pompa yaitu tunnel 3,6, dan 7.

Pengangkutan (Hauling)
PT. AIC Jaya menggunakan 2 jenis alat angkut utama untuk
material yang telah digali ataupun peralatan yaitu belt conveyor
dan lori kombinasi hoisting, dan alat angkut sederhana
menggunakan lori/angkong. Lori yang dipakai berguna
mengangkut batubara yang telah dikumpulkan pekerja di berbagai
simpang dimuat lori ke dalam bak lori, kemudian ditarik oleh
mesin hoist ke atas atau keluar dari tunnel sampai ke tempat Load
Haul Dumping (LHD) dan akan ditampung oleh truk dibawahnya.
Lori 2 jenis lori yaitu kapasitas bak 0,8 m 3 dan 1,2 m3, dan jenis
lori berdasarkan pengosongan materialnya ada 2 jenis yaitu
bootom dumper dan side dumper. Ada 6 tunnel yang memakai alat
angkut lori kombinasi hoisting yaitu tunnel 1, 2, 3, 4, 5 dan 7
untuk tunnel 1 & 2 kapasitas bak 1,2 m3 dan untuk tunnel 3, 4, 5
dan 7 kapasitas bak 0,8 m 3 akan tetapi untuk tunnel 7 lori
digunakan untuk mengangkat peralatan saja. Alat angkut yang
kedua ialah belt conveyor, dimana alat belt conveyor ini dijalankan
oleh mesin diesel posisi belt conveyor mengikuti dari dip direction
lubang bukaan. Pengangkutan material pada belt conveyor sama
dengan lori, dimana batubara yang dikumpulkan pekerja disetiap
simpang akan dimuat menuju belt conveyor kemudian akan
diangkut keluar tunnel dan di ujung belt conveyor akan ditampung
oleh truk.

49
Untuk produksi batubara yang dihasilkan dari tambang
bawah tanah adalah sebanyak ±317,2 ton/hari. Pengamatan yang
dilakukan yaitu mengamati jumlah trip truk Mitshubisi PS 120
yang menunggu hauling belt conveyor dan mengamati jumlah lori
untuk mengisi truk Mitshubisi PS 120 dalam setiap hari per trip.

Gambar 24. Pemuatan batubara dari belt conveyor ke DT

Gambar 25. Pengangkutan Batubara menggunakan Lori

50
Gambar 26. Hoist

BAB IV. KLASIFIKASI GEOMEKANIKA (RMR-SYSTEM) PADA


TUNNEL 1

IV. 1 Klasifikasi Massa Batuan Sistem Rock Mass Rating (RMR)


Klasifikasi massa batuan menggunakan sistem Rock Mass
Rating (RMR) merupakan klasifikasi geomekanika yang
dikembangkan oleh Bieniawski pada tahun 1974. Klasifikasi
massa batuan ini memiliki 6 (enam) parameter yang digunakan
untuk mengklasifikasi massa batuan. Keenam parameter tersebut
adalah Uniaxial Compressive Strength (UCS), rock quality
designation, spasi bidang diskontinyu, kondisi bidang diskontinyu,

51
kondisi air tanah serta orientasi/arah bidang diskontinyu. Alasan
penggunaan dari keenam parameter tersebut dikarenakan
parameter tersebut dapat diperoleh dari lubang bor, penyelidikan
di lapangan baik di permukaan maupun di bawah tanah. (Brady
dan Brown, 1985 : 77-78).

IV. 2 Uniaxial Compressive Strength (UCS)


Uniaxial Compressive Strength (UCS) adalah kekuatan dari
batuan utuh (intact rock) yang diperoleh dari hasil uji UCS. Uji
UCS menggunakan mesin tekan untuk menekan sampel batuan
dari satu arah (uniaxial). Nilai UCS merupakan besar tekanan yang
harus diberikan sehingga membuat batuan pecah. Sedangkan
point load index merupakan kekuatan batuan batuan lainnya yang
didapatkan dari uji point load. Jika UCS memberikan tekanan
pada permukaan sampel, pada uji point load, sampel ditekan pada
satu titik. Untuk sampel dengan ukuran 50 mm, Bieniawski (1989)
mengusulkan hubungan antara nilai point load strength index (Is)
dengan UCS adalah UCS = 23 Is. Pada umumnya satuan yang
dipakai untuk UCS adalah MPa (Bieniawski, Z.T., 1989).

Dalam pengamatan dilapangan terdapat 2 jenis batuan pada


tunnel 1, dimana terdapat batubara sebagai bahan galian yang
ditambang dan siltstone. Oleh karena itu dilakukan 2 pengamatan
klasifikasi massa batuan (RMR-System). Berdasarkan studi
literatur yang didapatkan dari peneliti M. Deno Akbar, 2019 nilai
kuat tekan pada Tunnel 1 ialah :

Tabel 6. Hasil Pengujian Point Load Test


Material Sampel D L(cm) P(Mpa)
(cm)
1 5 5,1 0,31
Coal 2 5 5 0,28
3 5,1 5 0,40
Rata-rata 0,33

52
Axial 1 5,44 5,85 1,09
Siltstone Axial 2 5,42 5,9 1,32
Diametrikal 5,44 8,16 1,32
1
Diametrikal 5,40 7,94 1,20
2
Rata-rata 1,23

Tabel 7. Nilai UCS

Materia Sampel D L Is σc
l (cm) (cm) (Mpa) (Mpa)

1 5 5,1 0,31 6,66


Coal 2 5 5 0,28 6,02
3 5,1 5 0,40 8,60
Rata-rata 0,33 7,09
Nilai kuat tekan batuan (σc) untuk lapisan batubara
didapatkan melalui pendekatan dengan nilai Point Load Index
(IS). Berdasarkan nilai hasil pengujian PLI dan UCS sampel
siltstone maka diperoleh persamaan sebagai berikut :

Nilai UCS : Nilai PLI = Faktor Pengali 26,43 :


1,23 = 21,49

Sehingga : σc = 21,49 x Is

Tabel 8. Nilai UCS SiltStone

Materia Sampel D Bacaa P(KN P(Kg) σc σc


l (cm) n Alat ) (Kg/cm3) (Mpa)
U1 5,40 1,913 58,77 5992,19 261,78 25,65
Siltstone U2 5,43 2,210 68,75 7009,75 302,85 29,68
U3 5,45 1,810 54,85 5592,51 244,31 23,94
Rata-rata 269,65 26,43
IV. 3 Rock Quality Designation (RQD)
Rock Quality Designation dikembangkan oleh Deere (1989)
untuk memberikan analisis kuantitatif terhadap kualitas masa

53
batuan berdasarkan perolehan hasil inti pemboran. Rock Quality
Designation (RQD) merupakan persentase massa batuan utuh
yang didapat dari hasil inti pengeboran. RQD dapat diperoleh
dengan membandingkan jumlah inti bor yang memiliki panjang
lebih dari 10 cm dengan kedalaman lubang bor (core run)
(Bieniawski, Z.T., 1989).

Walaupun RQD adalah indeks yang sederhana, tetapi


parameter tersebut tidak cukup untuk melakukan deskripsi yang
baik dari suatu massa batuan tersebut. Hal ini dikarenakan
parameter tersebut tidak memperhatikan orientasi kekar,
keketatan (tightness), dan material pengisi. Oleh karena itu, Priest
dan Hudson (1976) mengusulkan agar RQD dapat pula ditentukan
berdasarkan frekuensi kekar jika tidak adanya bor inti dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
RQD = 100 e-0,1λ(0,1λ+1)
Dimana, λ adalah frekuensi diskontinyu per meter.

Tabel 9. Hubungan RQD dan Kualitas

RQD (%) Klasifikasi Batuan


< 25 Sangat Jelek (Very Poor)
25 – 50 Jelek (Poor)
50 – 75 Sedang (Fair)
75 – 90 Baik (Good)
90 – 100 Sangat Baik (Excellent)
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)

Pada pengamatan dilapangan untuk mendapat nilai RQD


dilakukan metode Scan Line, dimana metode ini dilakukan
pengambilan arah umum kekar menggunakan kompas sepanjang
garis pengambilan kekar. Pengambilan lokasi kekar dipilih
berdasarkan lokasi untuk memungkinkan artinya lokasi yang
tidak mengganggu aktivitas penambangan pada tunnel (ukuran
lintasan menyesuaikan kondisi). Terdapat nilai arah umum hasil

54
pengamatan bidang kekar pada lapisan batubara dan siltstone
pada area tunnel 1 terdapat pada lampiran.
Berdasarkan pengamatan dan perhitungan yang terlampir,
berikut nilai RQD yang didapatkan :
Tabel 10. Hasil Perhitungan RQD Batubara

No. Rata-rata Spasi (m) λ (Kekar/m) RQD (%)


1 0,141 8,235 92,321
2 0,132 9,433 75,594
3 0,220 5,454 89,478
4 0,497 2,512 97,326
5 0,350 4,285 92,995
6 0,300 5,000 90,900
7 0,255 4,901 91,194
8 0,285 5,263 90,051
9 0,165 9,091 76,745
10 0,550 2,424 97,404
11 0,347 3,237 95,703
12 0,323 3,608 94,847
Rata-rata 90,379

Tabel 11. Hasil Perhitungan RQD Siltstone

No. Rata-rata Spasi (m) λ (Kekar/m) RQD (%)


1 0,403 2,786 96,662
2 0,390 2,735 96,786
3 0,437 2,857 96,556
4 0,444 2,572 97,181
Rata-rata 96,796

Hasil pengamatan nilai RQD menunjukkan keadaan yang


sama aktualnya dengan dilapangan yang terdapat pada tunnel 1.
Dimana nilai RQD pada lapisan batubara variasi mulai dari 75% -
97% yang artinya terdapat keberagaman jumlah kekar pada setiap
jarak pengukuran. Nilai RQD untuk lapisan batubara yang sebagai
room and pillar tunnel setap area memiliki karakteristik kekar
masing-masing. Untuk nilai RQD pada lapisan Siltstone yang
merupakan atap dari tunnel 1 ini memiliki nilai RQD yang serupa
dengan kisaran nilai relatif 90%, nilai ini secara pengamatan

55
aktual dilapangan terdapat kekar atau bidang diskontiniunitas
yang serupa pada lapisan Siltstone.
IV. 4 Spasi Bidang Diskontinyu
Spasi bidang diskontinyu didefinisikan sebagai jarak
antarbidang yang diukur secara tegak lurus dengan bidang
diskontinyu yang mempunyai kesamaan arah yang berurutan
sepanjang garis pengukuran yang dibuat sembarang. Jarak
diskontinyu ini dapat menentukan ukuran blok batuan utuh yang
terbentuk, tingkat kekuatan kohesi massa  batuan, model
runtuhan massa batuan, dan mempengaruhi permeabilitas, serta
karakter rembesan (Bieniawski, Z.T., 1989).

IV. 5 Kondisi Bidang Diskontinyu


Menurut Bieniawski (1989), kondisi bidang diskontinyu
merupakan parameter yang sangat kompleks dan terdiri dari sub-
sub parameter yakni kemenerusan bidang diskontinyu
(persistence), lebar rekahan bidang diskontinyu (aperture),
kekasaran permukaan bidang diskontinyu (roughness), material
pengisi bidang diskontinyu, dan tingkat pelapukan permukaan
bidang diskontinyu (weathered) seperti yang terlihat pada Gambar
27 dibawah ini.

Gambar 9. Kondisi Bidang Diskontinyu


Gambar 27. Ilustrasi Bidang Diskontinyu

56
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)

IV. 6 Kemenerusan Bidang Diskontinyu.


Panjang dari suatu kekar dapat dikuantifikasi secara kasar
dengan mengamati panjang jejak kekar pada suatu bukaan.
Pengukuran ini masih sangat kasar dan belum mencerminkan
kondisi kemenerusan kekar sesungguhnya. Seringkali panjang
jejak kekar pada suatu bukaan lebih kecil dari panjang kekar
sesungguhnya, sehingga kemenerusan yang sesungguhnya hanya
dapat ditebak. Jika jejak sebuah kekar pada suatu bukaan
berhenti atau terpotong kekar lain atau terpotong oleh
solid/massive rock, ini menunjukkan adanya kemenerusan
(Bieniawski, Z.T., 1989).

IV. 7 Lebar Rekahan Bidang Diskontinyu.


Merupakan jarak tegak lurus antar dinding batuan yang
berdekatan pada bidang diskontinyu.

IV. 8 Kekasaran Permukaan Bidang Diskontinyu.


Kekasaran permukaan bidang diskontinyu merupakan
parameter yang penting untuk menentukan kondisi bidang
diskontinyu. Suatu permukaan yang kasar akan dapat mencegah
terjadinya pergeseran antara kedua permukaan bidang
diskontinyu. Tingkat kekasaran permukaan kekar dapat dilihat
dari bentuk gelombang permukaannya. Gelombang ini diukur
relatif dari permukaan datar dari kekar. Semakin besar kekasaran
dapat menambah kuat geser kekar dan dapat juga mengubah
kemiringan pada bagian tertentu dari kekar tersebut (Bieniawski,
Z.T., 1989).

57
IV. 9 Tingkat Pelapukan.
Tingkat pelapukan menunjukkan derajat kelapukan
permukaan diskontinyu. Penentuan tingkat kelapukan kekar
didasarkan pada perubahan warna pada batuannya dan
terdekomposisinya batuan atau tidak.
IV. 10 Material Pengisi Bidang Diskontinyu.
Material pengisi berada pada celah antara dua dinding
bidang kekar yang berdekatan. Sifat material pengisi biasanya
lebih lemah dari sifat batuan induknya. Beberapa material yang
dapat mengisi celah diantaranya breccia, clay, silt, mylonite, gouge,
sand, quartz dan calcite (Bieniawski, Z.T., 1989).

Menurut Bieniawski (1989), berdasarkan kelima sub


parameter yang dijelaskan diatas, terdapat parameter nilai yang
digunakan untuk kondisi bidang diskontinyu yang tercantum pada
Tabel 12. dibawah ini.

Tabel 12. Petunjuk Klasifikasi Kondisi Bidang Diskontinyu

Parameter Rating
Panjang <1m 1–3m 3 - 10 m 10 - 20 >20 m
Kemenerusa m
6 4 2 1 0
n
Sangat Pendek Sedang Tinggi Sangat
pendek tinggi
Bukaan / 0 < 0,1 0,1 – 1 1 – 5 mm >5 mm
rekahan mm mm
6 5 4 1 0
Tidak Sangat Sedang Lebar Sangat
ada rapat lebar
Kekasaran 6 5 4 1 0
Sangat Kasar Agak Halus Licin
permukaan
kasar kasar
joint
Isian 0 < 5 mm >5 mm < 5 mm >5 mm
6 5 4 1 0

58
Tidak Keras Keras Lunak Lunak
ada
Pelapukan Tidak Agak Sedang Tinggi Terurai
lapuk lapuk
6 5 5 1 0
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)

Pengamatan yang didapatkan untuk panjang kemenerusan


pada lapisan batubara bernilai < 1 m, dan untuk lapisan siltstone
1-3 m. Lebar rongga atau lebar rekahan untuk lapisan batubara
0,1-1 mm, dan untuk lapisan siltstone > 5 mm. Untuk kekasaran
pada lapisan batubara dan siltstone keduanya serupa sangat rapat
dan diklasifikasikan kasar. Material pengisi untuk lapisan
batubara tidak ada, sedangkan pada lapisan siltstone berupa clay
keras (< 5 mm). Pelapukan pada kedua lapisan ini memiliki
klasifikasi serupa yaitu agak lapuk.
IV. 11 Kondisi Air Tanah
Menurut Erick Alan Deratama (2015), kondisi air tanah
(groundwater conditions) yang ditemukan pada pengukuran kekar
dapat diidentifikasikan sebagai salah satu kondisi dibawah ini
yaitu :
a. Inflow per 10 m tunnel length : merupakan banyaknya aliran
air yang teramati di setiap 10 m panjang terowongan.
Semakin banyak aliran air mengalir maka nilai yang
dihasilkan untuk RMR akan semakin kecil.
b. Joint Water Pressure : semakin besar nilai tekanan air yang
terjebak dalam kekar (bidang diskontinyu) maka nilai yang
dihasilkan untuk RMR akan semakin kecil.
c. General condition : mengamati atap dan dinding terowongan
secara visual sehingga secara umum dapat dinyatakan

59
dengan keadaaan umum dari permukaan seperti kering,
lembab, basah, menetes ataupun mengalir.

Selain itu, penentuan mengenai kondisi air tanah dapat


dilakukan dengan cara mengamati atap dan dinding terowongan
secara visual dan meraba permukaan rekahan. Kemudian kondisi
air tanah dapat dinyatakan secara umum pada Tabel 13 yaitu
kering (dry), lembab (damp), basah (wet), menetes (dripping), dan
mengalir (flowing) (Goodman R, dkk, 1968).

Tabel 13. Kondisi Air Tanah

Deskripsi Kekar Tidak Terisi Kekar Terisi


Kekar Aliran Pengisi Aliran
Kering Kering Tidak ada Kering Tidak ada
Lembab Pengotor Tidak ada Lembab Tidak ada
Basah Lembab Tidak ada Basah Beberapa
menetes
Menetes Basah Kadang- Tergerus Menetes
kadang
Mengalir Basah Menerus Tercuci Menerus
(Sumber : Goodman R, dkk, 1968)

Berdasarkan pengamatan megaskropis pada kedua lapisan


ini kondisi airnya mulai dari kering, lembab, sampai menetes.
Terbukti dengan adanya bidang diskontiniu yang dilalui air, serta
tetesan air tanah.
IV. 12 Orientasi Bidang Diskontinyu
Parameter ini merupakan penambahan terhadap kelima
parameter sebelumnya. Bobot yang diberikan untuk parameter ini
sangat tergantung pada hubungan antara orientasi kekar-kekar

60
yang ada dengan metode penggalian yang dilakukan (Deratama,
Erick Alan, 2015).

Penentuan Klasifikasi Geomekanika RMR


Menurut Bieniawski (1989), terdapat 4 (empat) langkah yang
digunakan dalam penentuan klasifikasi geomekanika
menggunakan sistem RMR yaitu :
1. Langkah pertama adalah dengan menghitung rating total
dari lima  parameter yang terdapat di dalam Tabel 14 sesuai
dengan kondisi lapangan yang sebenarnya.
2. Langkah kedua adalah menilai kedudukan sumbu
terowongan terhadap jurus (strike) dan kemiringan (dip)
pada bidang diskontinyu (Tabel 15).
3. Setelah menentukan kedudukan sumbu terowongan
terhadap jurus dan kemiringan bidang diskontinyu, maka
rating dapat ditetapkan berdasarkan Tabel 16. Langkah ini
disebut sebagai penyesuaian rating.
4. Langkah keempat adalah menjumlahkan rating yang telah
didapatkan dari langkah pertama dengan rating yang telah
didapatkan dari langkah ketiga sehingga akan didapatkan
rating total sesudah penyesuaian. Dari rating total ini maka
akan dapat diketahui kelas dari massa batuan berdasarkan
Tabel 17.

Tabel 14. Parameter Klasifikasi RQD dan Parameter Bobotnya

Parameter Selang nilai


1 Kekuatan Indeks >10 4– 2–4 1–2 Untuk nilai yang
batuan kekuata 10 kecil dipakai
n Point UCS
Load
(MPa)
Utuh Kuat >250 100 50 – 25 – 50 5– 1–5 <1

61
tekan – 100 25
uniaksia 250
l (MPa)
Pembobotan 15 12 7 4 2 1 0
2 RQD (%) 90 – 75 – 50 – 75 25 – 50 < 25
100 90
Pembobotan 20 17 13 8 3
3 Spasi rekahan >2 m 0,6 – 0,2 – 60 – 200 < 60 mm
2m 0,6 mm
Pembobotan 20 15 10 8 5
4 Kondisi rekahan Permu Agak Agak Slickensi Gauge lemah,
kaan kasa kasar de <5 tebal >5 mm,
sanga r rengga mm, menerus
t reng nggan renggan
kasar gang <1 mm, gan 1-5
tidak gan sangat mm,
mener <1 kasar menerus
us, mm,
tidak Agak
rengg lapu
ang, k
tidak
lapuk
Pembobotan 30 25 20 10 0
5 Air Aliran per 10 Tidak < 10 10 – 25 25 – 125 >125
tanah meter ada
panjang
terowongan
(L/min)
Tekanan air 0 < 0,1 0,1 - 0,2 – 0,5 >0,5
kekar 0,2
tegangan

62
utama
Keadaan Kering Lem Basah Menetes Mengalir
umum bab
Pembobotan 15 10 7 4 0
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)

Tabel 15. Efek Orientasi Jurus dan Kemiringan Diskontinyu

Jurus tegak lurus terhadap sumbu terowongan


Searah dengan dip Berlawanan dengan dip
Dip 45 - 90° Dip 20 - 45° Dip 45 - 90° Dip 20 - 45°
Sangat Menguntungkan Sedang Tidak
menguntungkan menguntungkan

Jurus sejajar terhadap sumbu Irrespective of


terowongan Strike
Dip 20 – 45° Dip 45 - 90° Dip 0 - 20°
Sedang Sangat tidak Fair
menguntungkan
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)

Tabel 16. Penyesuaian Rating untuk Orientasi Bidang Diskontinyu

Orientasi Sangat Mengun Cukup Tidak Sangat


strike dan mengun tungkan mengun tidak
dip dari tungkan tungkan menguntu
kekar ng-kan
B Terowong 0 -2 -5 -10 -12
o an
Sipil 0 -2 -7 -15 -25
b
Lereng 0 -5 -25 -50 -60
o
t
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)

63
Orientasi strike and dip pada bidang diskontinu merupakan
kedudukan relatif dari suatu bidang diskontinu terhadap sumbu
lintasan lubang bukaan. Dalam menentukan arah strike and dip
peneliti menggunakan bantuan kompas geologi. Pada penelitian
ini, penentuan arah umum orientasi strike and dip untuk setiap
join set penulis menggunakan software dips dari roccience.
Penyesuaian orientasi kekar setelah diolah dengan software
dips V:6.008 diketahui arah kekar dominan pada lapisan batubara
yaitu N68⁰E dengan nilai dip rata-rata sebesar 15⁰ dan arah kekar
dominan siltstone yaitu N120⁰E dengan rata-rata dip sebesar 83⁰,
sedangkan arah rencana lubang bukaan adalah N10⁰E/13⁰. Hal
ini berarti arah kekar batubara searah dengan arah rencana
lubang bukaan. Berdasarkan Tabel 15, jurus dengan kemiringan
20-45⁰ tergolong ke kondisi sedang dengan bobot -5 poin.
Sedangkan untuk arah kekar siltstone berlawanan dengan arah
rencana lubang bukaan. Berdasarkan tabel 15, jurus dengan
kemiringan 45-90⁰ tergolong ke kondisi sedang dengan bobot -5
poin.

64
Gambar 28. Orientasi kekar dominan lapisan batubara

Gambar 29. Plot Kontur kekar lapisan batubara

65
Gambar 30. Orientasi kekar dominan lapisan siltstone

Gambar 31. Plot kontur kekar lapisan siltstone

Tabel 17. Kelas Massa Batuan yang Ditentukan dari Rating Total

Bobot 100 – 81 80 – 60 – 41 40 – < 20


61 21

66
Kelas I II III IV V
Deskrips Sangat Baik Cukup Jelek Sangat jelek
i baik
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)

Maka hasil berdasarkan klasifikasi massa batuan


berdasarkan sistem RMR didapat sebagai berikut :
Tabel 18. Hasil Klasifikasi Massa Batuan

Parameter Nilai Nilai Bobot Bobot


Batubara Siltstone Batubara Siltstone
Point Load/UCS 7,09/0,33 26,43/1,2 2 4
3
RQD (%) 90,379 96,796 20 20
Spasi (m) 0,2 – 0,6 0,2 – 0,6 10 10
Kondisi
Diskontinuitas
1. Panjang <1 1–3 6 4
(m)
2. Lebar 0,1 – 1 >5 4 0
Rongga
(mm)
3. Kekasaran Sangat Rapat Sangat 5 5
Kekar Rapat
4. Material None (0) Clay (< 5) 6 4
Pengisi
5. Pelapukan Keras – Agak Keras – 5 5
Lapuk Agak
Lapuk
Kondisi Air Kering – Kering – 10 15
Menetes Menetes
Orientasi Kekar Tidak Sedang -5 -5
Menguntungk
an
RMR 63 62
Kelas Massa Batuan II II
Deskripsi Massa Batuan Baik Baik

Selain itu, Bieniawski (1989) juga mengklasifikasikan


rekomendasi penyanggaan berdasarkan sistem RMR yang telah
didapatkan untuk setiap ekskavasi bukaan yang terdapat pada
Tabel 19. dibawah ini :

67
Tabel 19. Panduan Rekomendasi Penyanggan Berdasarkan Sistem RMR

Kelas Penggalian Penyanggaan


Rockbolt Shotcrete Steel sets
Massa
Batuan
Batuan Full face, Umumnya, tidak diperlukan
sangat kemajuan 3 m penyanggaan kecuali spot bolting
baik (I)
RMR :
81 – 100
Batuan Full face, Secara 50 mm di Tidak
baik (II) kemajuan 1 – lokal, bolt atap di perlu
RMR : 1,5 m, di atap tempat
61 – 80 penyangga panjang 3 yang
lengkap 20 m m, spasi dibutuhka
dari muka 2,5 m, n
dengan
tambahan
wire mesh
Batuan Top heading Sistematik 50 – 100 Tidak
sedang and bench, bolt mm di atap perlu
(III) kemajuan 1,5 – panjang 4 dan 30 mm
RMR : 3 m di top m, spasi di dinding
41 – 60 heading, 1,5 – 2 m
penyangga di atap dan
dipasang setiap dinding
setelah dengan
peledakan, wire mesh
penyangga di atap
lengkap 10 m
dari muka
Batuan Top heading Sistematik 100 – 150 Rangka
buruk and bench, bolt mm di atap ringan

68
(IV) kemajuan 1 – panjang 4 dan 100 sampai
RMR : 1,5 m di top – 5 m, mm di sedang
21 – 40 heading, spasi 1 – dinding spasi 1,5
pemasangan 1,5 m di m di
penyangga atap dan tempat
dengan dinding yang
penggalian, 10 dengan diperlukan
m dari muka wire mesh
Batuan Drift berganda Sistematik 150 – 200 Rangka
sangat dengan bolt mm di berat
buruk kemajuan 0,5 – panjang 5 atap, 150 sampai
(V) 1,5 m di top - 6 m, mm di ringan
RMR : < heading, spasi 1 – dinding, spasi 0,75
20 pemasangan 1,5 m di dan 50 mm m dengan
penyangga atap dan di muka steel
seiring dengan dinding lagging
penggalian, dengan dan
shotcrete perlu wire mesh, forepoling
segera setelah bolt invert jika perlu,
peledakan close
invert
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)

Berdasarkan klasifikasi maka rekomendasi penyangga


untuk lapisan batubara yang terletak pada kelas II tidak perlu
dilakukan steel sets tetapi perusahaan tetap memakai penyangga
pasif berupa penyngga kayu 3 pcs dan cribbing. Serta memakai
penyangga besi 3 pcs dan Hydraulic Prop. Untuk lapisan siltstone
terletak pada kelas II serupa dengan lapisan batubara penanganan
penyangga yang dilakukan perusahaan.

69
Menurut Bieniawski (1989), besarnya nilai stand-up time
akan didapatkan juga nilai kohesi dan sudut geser dalamnya
berdasarkan arti kelas massa batuan seperti diperlihatkan pada
Tabel 10. Hubungan antara waktu stabil tanpa penyangga (stand-
up time) dengan span untuk berbagai kelas massa batuan dan
nilai dari maximum unsupported span.

Tabel 20. Arti dari Kelas Massa Batuan

Kelas I II III IV V
Stand-up 20 tahun 1 1 1 jam 30
time rata-rata untuk 15 minggu minggu untuk menit
m span untuk untuk 5 2,5 m untuk
10 m m span span 1m
span span
Kohesi dari >400 300 – 200 – 100 – < 100
masa batuan 400 300 200
(kPa)
Sudut geser >45 35 – 45 25 – 35 15 – 25 < 15
dalam dari
masa batuan
(deg)
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)

Berdasarkan klasifikasi massa batuan yang didapatkan


pada lapisan batubara dan siltstone berada pada kelas II, artinya
berdasarkan tabel 20 menyatakan stand up time rata-rata 1
minggu untuk 10 m span, kohesi dari massa batuan 300-400 kPa,
dan sudut geser dalam massa batuannya 35-45 deg.

70
IV. 12 Tinggi Runtuh dan Beban Keseluruhan
Menurut Bieniawski (1989), dalam melakukan analisis
runtuhan, tinggi runtuhan dan besarnya beban runtuhan
merupakan komponen yang sangat penting untuk diketahui dalam
merekomendasikan penguatan. Menurut klasifikasi geomekanika
sistem RMR, tinggi runtuh (ht) dan beban runtuh (RMR) yang akan
diterima  penyangga dapat dirumuskan seperti yang tercantum
pada Tabel 21 dibawah ini.

Tabel 21. Rumus Tinggi dan Besar Beban Runtuh

No Rekomendasi Rumus Keterangan


1 Tinggi beban ht = ((100 – RMR)/100) x B ht = tinggi beban (m)
runtuh RMR = Rock Mass
Rating
B = lebar terowongan
(m)
2 Beban runtuh P = ht x γ P = beban runtuh
(ton/m2)
γ = densitas batuan
(ton/m3)
(Sumber : Bieniawski, Z.T., 1989)

Untuk mendapatkan nilai tinggi beban runtuh dan beban runtuh


yang terdapat pada tunnel 1 berdasarkan dimensi tunnel yang
didapat dari data perusahaan dengan hasil klasifikasi batuan yang
telah dilakukan dimasukkan kedalam rumus yang tertera. Berikut
dimensi terowongan yang terdapat pada tunnel 1 :

71
Dengan ini terdapat 2 lebar terowongan sebagai parameter
dalam mencari tinggi beban runtuh dan beban runtuh pada 2 nilai
RMR massa batuan yang berbeda juga yakni lebar bawah 3 m dan
lebar atas 2,5 m; pada lapisan batubara dan siltstone. Hal ini
disebabkan dimensi tunnel menyerupai bangun data trapesium.
Maka tinggi beban runtuh pada lebar bawah tunnel sebesar 1,11 m
Gambar
dan pada lebar atas 32. Dimensi
sebesar Terowongan
0,925 padajuga
m. Begitu Tunnel 1
untuk beban
runtuh yang didapat yakni beban runtuh untuk tinggi beban
runtuh bawah sebesar 1,443 ton/m2, dan pada beban runtuh
untuk tinggi beban runtuh atas sebesar 1,2025 ton/m 2 untuk
lapisan batubara. Untuk lapisan siltstone tinggi beban runtuh
lebar bawah sebesar 1,14 m dan tinggi beban runtuh lebar atas
sebesar 0,95 m. Beban runtuh untuk tinggi beban runtuh bawah
2,2002 ton/m2 dan beban runtuh untuk tinggi beban runtuh atas
sebesar1,8335 ton/m2, perhitungan terlampir.
Berdasarkan data yang diperoleh dari (PT. AIC Jaya, 2019)
penyangga kayu (cap) adalah dengan menggunakan kayu kelas V

dengan kuat lengkung < 360 Kg/cm2. Berikut adalah gambar


penyangga kayu yang digunakan perusahaan :

72
Gambar 33. Rancangan Penyangga Kayu di PT. AIC Jaya

73
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

V. 1 Kesimpulan
1. Tahapan Pertambangan yang dilakukan PT. AIC Jaya ialah :
a. Eksplorasi, Cadangan, dan Perencanaan Tambang
b. Konstruksi (Development)
c. Penambangan yang terbagi atas 2 sistem penambangan
yaitu tambang terbuka dan tambang bawah tanah
d. Pengolahan (Coal Processing)
e. Pemasaran
f. Reklamasi
2. Aktivitas penambangan yang dilakukan PT. AIC Jaya sesuai
dengan 2 sistem penambangan yang dilakukan ialah :
a. Sistem Tambang Terbuka dengan metode Stripping Mining
melakukan aktivitas penambangan mulai dari
Pembersihan Lahan (Land Clearing), Pengupasan Tanah
Pucuk, Pengupasan Overburden dimana dilakukan
Peledakan (Blasting), Removal Overburden, Coal Cleaning,
Coal Getting, dan Coal Hauling.
b. Sistem Tambang Bawah Tanah dengan metode Room and
Pillar dimana arah penambangan maju (Semi Mekanis),
melakukan aktivitas penambangan mulai dari Marking,
Drilling/Charging/Blasting/Scaling/Penggalian, Mucking,
Transporting, dan Supporting yang dilakukan secara siklus
atau terus menerus.
3. Klasifikasi massa batuan yang didapat berdasarkan
pengamatan dilapangan menggunakan metode Geomekanika
(RMR-System) pada Tunnel 1 terdapat 2 jenis batuan yaitu :
a. Klasifikasi massa batuan untuk lapisan Batubara dimana
memiliki bobot nilai RMR 63 termasuk kedalam kelas

74
batuan II yang berarti massa batuan dapat dikatakan
baik.
b. Klasifikasi massa batuan untuk lapisan Siltstone dimana
memiliki bobot nilai RMR 62 termasuk kedalam kelas
batuan II yang berarti massa batuan dapat dikatakan
baik.
V. 2 Saran
Adapun saran dalam penelitian ini ialah perlu
disempurnakan untuk meningkatkan efektifitas serta pemanfaatan
Klasifikasi Geomekanika metode RMR-System digunakan dalam
penelitian bersifat konseptual.

75
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, M, Deno., & Ansosry, H, Bambang. (2019). Analisis


Kestabilan Tunnel Berdasarkan Klasifikasi Geomekanika
(RMR-System) Pada Penambangan Batubara Bawah Tanah
Metoda Room and Pillar PT. Allied Indo Coal Jaya (AICJ)
Sawahlunto, 4(3), 2302-2333.
Anggara, Rochsyid. 2017. Sistem Penambangan Bawah Tanah
Edisi II. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral :
Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah
Barton N, Lien R and Lunde J. 1974. Engineering classification fo
rock masses for the design of tunnel support, Rock Mech,
Min.
Brady, B.H.G., Brown, E.T. 1985. Rock Mechanics For Underground
Mining. George Allen & Unwin. London.
Bieniawski, Z.T. 1989. Engineering rock mass classifications. New
York: Wiley.
Deere, D.U., 1989. Rock Quality Designation (RQD) after 20 years.
U.S. Army Corps Engrs. Contract Report GL-89-1.
Vicksburg, MS: Waterways Experimental Station.
Goodman R., Taylor R. and Brekke T. 1968. A model for the
mechanics of  jointed rock. ASCE Journ. Of the soil mech.
And found. Div., Vol. 94, pp.637-659
Hoek, E, Kaiser, P.K, Bawden, W.F. 1995. Support of Underground
Excavations in Hard Rock. A.A. Balkema. Rotterdam
Brookfield.
Kaiser, P. K., McCreath, D. R. 1992. Rock Support in Mining and
Underground Construction. Rock Support Sudbury. A. A.
Balkema: Rotterdam.

76
Kementrian ESDM, 2007, “Balai Diklat Tambang Bawah Tanah”,
http://bdtbt.esdm.go.id/index.php. Diakses pada 25
Januari 2020 pukul 10.15 WIB. (Word, Online).
Malindo, Jordan, 2012, “Tambang Batubara Bawah Tanah”,
http://jordanmalindopenambangan.scrib.com/2012/12/ta
mbang-batubara-bawah-tanah.html. Diakses pada 3
Februari 2020 pukul 10.15 WIB. (Word, Online)
Mine Plan Depatement. (2019). PT. Alliet Indo Coal Jaya (AICJ)
Sawahlunto.
Palmstrom A. 1982. The volumetric joint count - A useful and simple
measure of the degree of rock mass jointing. IAEG Congress,
New Delhi, 1982. pp. V.221 – V.228.
Priest, S. D., Hudson, J. A. 1976. Discontinuity spacings in rock.
Int. J. Rock Mech. Min. Sci. & Geomech. Abstr., 13(5): 135–48.
Rahman, A., & Heriyadi, B. (2019). Analisis Kestabilan Lubang
Bukaan dan Pillar saat Proses Mining Blok Development pada
Penambangan Bawah Tanah Metoda Room and Pillar PT.
Allied Indo Coal (AIC) Jaya. Bina Tambang, 4(1), 333-343.
Stillborg, Bengt. 1994. Professional Users Handbook For Rock
Bolting Second Edition. Trans Tech Publication : Germany.
Undang-Undang No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara.
W, A, Hustrulid, 1982, “Underground Mining Method Handbook”,
The American Institute of Mining Metlurgical, and Petroleum
Engineers, New York : Inc.

77
LAMPIRAN

Hasil Pengamatan Bidang Kekar pada Lapisan Batubara di Area Tunnel 1

No. Strike Dip Dip Spasi Panjang Lebar Kondisi


(N...°E) (°) Direction (cm) (cm) (cm) Fill Air Pelapukan
(N...°E) Joint Tanah
1 326 86 236 0 65 0,2 None Kering Tidak Lapuk
2 332 81 242 21 47 0,3 None Kering Tidak Lapuk
3 145 47 55 28 37 0,1 None Kering Tidak Lapuk
4 120 40 30 22 24 0,1 None Kering Tidak Lapuk
5 145 47 55 28 37 0,1 None Kering Tidak Lapuk
6 335 80 245 29 67 0,2 None Lembab Agak Lapuk
7 331 74 241 27 49 0,2 None Lembab Agak Lapuk
8 351 73 261 0 54 0,3 None Lembab Agak Lapuk
9 330 74 240 13 28 0,1 None Lembab Agak Lapuk
10 342 75 252 19 35 0,7 None Lembab Agak Lapuk
11 341 82 251 9 21 0,1 None Lembab Agak Lapuk
12 343 70 253 12 31 0,2 None Lembab Agak Lapuk
13 332 74 242 0 35 0,1 None Lembab Agak Lapuk
14 339 76 249 37 17 0,1 None Lembab Agak Lapuk
15 351 71 261 6 30 0,1 None Lembab Agak Lapuk
16 352 56 262 15 19 0,1 None Menetes Agak Lapuk
17 3 68 273 40 47 0,3 None Menetes Agak Lapuk
18 301 43 211 12 61 0,1 None Menetes Agak Lapuk
19 330 23 240 0 70 0,1 None Menetes Agak Lapuk

78
20 341 74 251 50 54 0,1 None Lembab Agak Lapuk
21 320 71 230 55 42 0,3 None Lembab Agak Lapuk
22 310 64 220 51 44 0,2 None Lembab Agak Lapuk
23 310 42 220 43 51 0,1 None Lembab Agak Lapuk
24 339 17 249 0 50 0,1 None Lembab Agak Lapuk
25 169 58 79 60 38 0,1 None Lembab Agak Lapuk
26 173 54 83 10 40 0,1 None Lembab Agak Lapuk
27 341 75 251 0 57 0,1 None Lembab Agak Lapuk
28 343 72 253 13 46 0,1 None Lembab Agak Lapuk
29 340 83 250 47 32 0,1 None Lembab Agak Lapuk
30 327 79 237 0 37 0,2 None Lembab Agak Lapuk
31 325 29 235 61 70 0,1 None Lembab Agak Lapuk
32 326 32 236 16 27 0,1 None Lembab Agak Lapuk
33 330 42 240 13 94 0,1 None Lembab Agak Lapuk
34 322 40 232 12 41 0,1 None Kering Tidak Lapuk
35 341 75 251 0 56 0,1 None Kering Tidak Lapuk
36 343 72 253 12 26 0,1 None Kering Tidak Lapuk
37 340 80 250 45 31 0,1 None Kering Tidak Lapuk
38 356 56 266 0 31 0,1 None Kering Tidak Lapuk
39 356 65 266 11 21 0,1 None Kering Tidak Lapuk
40 356 58 266 22 48 0,3 None Kering Tidak Lapuk
41 165 69 75 0 35 0,2 None Kering Tidak Lapuk
42 163 73 73 56 25 0,2 None Kering Tidak Lapuk
43 6 80 276 48 31 0,1 None Kering Tidak Lapuk
44 213 66 123 61 58 0,1 None Kering Tidak Lapuk
45 29 75 299 0 27 0,1 None Kering Tidak Lapuk
46 174 84 84 73 85 0,1 None Kering Tidak Lapuk

79
47 157 87 67 48 56 0,1 None Kering Tidak Lapuk
48 155 81 65 44 48 0,1 None Kering Tidak Lapuk
49 156 84 66 10 77 0,1 None Kering Tidak Lapuk
50 28 68 298 22 53 0,1 None Kering Tidak Lapuk
51 33 87 303 18 29 0,2 None Kering Tidak Lapuk
52 44 72 314 46 33 0,1 None Kering Tidak Lapuk
53 22 58 292 17 91 0,1 None Kering Tidak Lapuk
54 339 47 249 0 27 0,1 None Kering Tidak Lapuk
55 331 40 241 17 40 0,1 None Menetes Agak Lapuk
56 320 12 230 40 12 0,1 None Menetes Agak Lapuk
57 183 35 93 48 56 0,1 None Menetes Agak Lapuk
58 192 75 102 20 57 0,2 None Menetes Agak Lapuk
59 322 55 232 45 81 0,1 None Menetes Agak Lapuk

80
Hasil Pengamatan Bidang Kekar pada Lapisan Siltstone di Area Tunnel 1

No. Strike Dip Dip Spasi Panjang Lebar Kondisi


(N...°E) (°) Direction (cm) (cm) (mm) Fill Air Pelapukan
(N...°E) Joint Tanah
1 322 24 232 0 60 10 None Kering Tidak Lapuk
2 341 19 251 20 50 10 None Kering Tidak Lapuk
3 309 22 219 20 150 10 None Kering Tidak Lapuk
4 316 14 226 20 50 14 None Kering Tidak Lapuk
5 346 40 256 20 20 1 None Kering Tidak Lapuk
6 348 37 258 3 40 1 None Lembab Agak Lapuk
7 40 23 310 130 80 23 None Lembab Agak Lapuk
8 341 7 251 80 70 7 None Lembab Agak Lapuk
9 340 22 250 30 20 0,5 None Lembab Agak Lapuk
10 28 26 298 0 110 13 None Lembab Agak Lapuk
11 331 24 241 160 60 6 None Lembab Agak Lapuk
12 18 11 288 16 20 5 None Lembab Agak Lapuk
13 22 8 292 17 48 5 None Lembab Agak Lapuk
14 15 28 285 20 20 7 None Lembab Agak Lapuk
15 20 12 290 82 94 18 None Lembab Agak Lapuk
16 5 22 275 50 127 10 None Menetes Agak Lapuk
17 30 1 300 47 55 9 None Menetes Agak Lapuk
18 296 63 206 20 100 6 None Menetes Agak Lapuk
19 355 12 265 26 85 2 None Menetes Agak Lapuk
20 31 11 301 1 60 2 None Lembab Agak Lapuk
21 9 18 279 30 100 1 None Lembab Agak Lapuk

81
22 23 21 293 1 105 1 None Lembab Agak Lapuk
23 333 43 243 20 195 10 None Lembab Agak Lapuk
24 13 2 283 60 150 20 None Lembab Agak Lapuk
25 12 9 282 35 173 8 None Lembab Agak Lapuk
26 308 77 218 0 124 2 None Lembab Agak Lapuk
27 358 27 268 74 112 5 None Lembab Agak Lapuk
28 37 8 307 13 116 10 None Lembab Agak Lapuk
29 26 12 296 34 60 2,5 None Lembab Agak Lapuk
30 321 44 231 54 107 6 None Lembab Agak Lapuk
31 173 87 83 0 52 2 None Lembab Agak Lapuk
32 38 9 308 52 37 2 None Lembab Agak Lapuk
33 38 29 308 73 89 3 None Lembab Agak Lapuk
34 61 16 331 97 62 1 None Kering Tidak Lapuk
35 26 5 296 2 82 1 None Kering Tidak Lapuk
36 38 1 308 57 118 2 None Kering Tidak Lapuk
37 83 8 353 20 149 7 None Kering Tidak Lapuk
38 165 70 75 10 43 2 None Kering Tidak Lapuk

82
Perhitungan RQD Batubara
Percobaan 1
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
21 cm+28 cm+22 cm+28 cm+ 29 cm+27 cm
= 6
155 cm
= 6
= 25, 833 cm = 2,5833 m

Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
7 Kekar
=
1,55 m
= 4,516 Kekar/m

RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ


= 100 (0,1 (4,516)+1) e-0,1 (4,516)
= 100 (1,4516) e-0,4516
= 100 (1,4516) 0,636
= 92,321 %
Percobaan 2
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
13 cm+19 cm+9 cm+12 cm
= 4
53 cm
= 4
= 13, 25 cm = 0,1325 m

Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
5 Kekar
=
0,53 m
= 9,433 Kekar/m

83
RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ
= 100 (0,1 (9,433)+1) e-0,1 (9,433)
= 100 (1,9433) e-0,9433
= 100 (1,9433) 0,3893
= 75,594 %
Percobaan 3
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
37 cm+ 6 cm+ 15 cm+ 40 cm+ 12cm
= 5
110 cm
= 5
= 22 cm = 0,22 m

Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
6 Kekar
=
1,1 m
= 5,454 Kekar/m

RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ


= 100 (0,1 (5,454)+1) e-0,1 (5,454)
= 100 (1,5454) e-0,5454
= 100 (1,5454) 0,579
= 89,478 %
Percobaan 4
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
50 cm+55 cm+51 cm+43 cm
= 4
199 cm
= 4
= 49,75 cm = 0,4975 m

84
Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
5 Kekar
=
1,99 m
= 2,512 Kekar/m

RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ


= 100 (0,1 (2,512)+1) e-0,1 (2,512)
= 100 (2,512) e-0,2512
= 100 (2,512) 0,777
= 97,326 %
Percobaan 5
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
60 cm+10 cm
= 2
70 cm
= 2
= 35 cm = 0,35 m

Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
3 Kekar
=
0,7 m
= 4,285 Kekar/m

RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ


= 100 (0,1 (4,285)+1) e-0,1 (4,285)
= 100 (1,4285) e-0,4285
= 100 (1,4285) 0,651
= 92,995 %
Percobaan 6
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n

85
13 cm+ 47 cm
= 2
60 cm
= 2
= 30 cm = 0,3 m

Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
3 Kekar
=
0,6 m
= 5 Kekar/m

RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ


= 100 (0,1 (5)+1) e-0,1 (5)
= 100 (1,5) e-0,5
= 100 (1,5) 0,606
= 90,9 %
Percobaan 7
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
61 cm+16 cm+13 cm+12 cm
= 4
102cm
= 4
= 25,5 cm = 0,255 m

Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
5 Kekar
=
1,02 m
= 4,901 Kekar/m

RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ


= 100 (0,1 (4,901)+1) e-0,1 (4,901)
= 100 (1,4901) e-0,4901

86
= 100 (1,4901) 0,612
= 91,19412 %
Percobaan 8
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
12cm+ 45 cm
= 2
57 cm
= 2
= 28,5 cm = 0,285 m

Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Lin e
3 Kekar
=
0,57 m
= 5,263 Kekar/m

RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ


= 100 (0,1 (5,263)+1) e-0,1 (5,263)
= 100 (1,5263) e-0,5263
= 100 (1,5263) 0,590
= 90,0517 %
Percobaan 9
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
11 cm+ 22cm
= 2
33 cm
= 2
= 16,5 cm = 0,165 m

Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
3 Kekar
=
0,33 m

87
= 9,091 Kekar/m

RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ


= 100 (0,1 (9,091)+1) e-0,1 (9,091)
= 100 (1,9091) e-0,9091
= 100 (1,9091) 0,402
= 76,74582 %
Percobaan 10
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
56 cm+ 48 cm+61 cm
= 3
165 cm
= 3
= 55 cm = 0,55 m

Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
4 Kekar
=
1,65m
= 2,424 Kekar/m

RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ


= 100 (0,1 (2,424)+1) e-0,1 (2,424)
= 100 (1,2424) e-0,2424
= 100 (1,2424) 0,784
= 97,40416 %
Percobaan 11
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
=

73 cm+ 48 cm+ 44 cm+10 cm+22 cm+ 18 cm+ 46 cm+17 cm


8

88
278 cm
= 8
= 34,75 cm = 0,3475 m

Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
9 Kekar
=
2,78 m
= 3,237 Kekar/m

RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ


= 100 (0,1 (3,237)+1) e-0,1 (3,237)
= 100 (1,3237) e-0,3237
= 100 (1,3237) 0,723
= 95,70351 %
Percobaan 12
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
17 cm+ 24 cm+40 cm+48 cm+20 cm+ 45 cm
= 6
194 cm
= 6
= 32,33 cm = 0,3233 m

Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
7 Kekar
=
1,94 m
= 3,608 Kekar/m

RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ


= 100 (0,1 (3,608)+1) e-0,1 (3,608)
= 100 (1,3608) e-0,3608
= 100 (1,3608) 0,697
= 94,84776 %

89
Perhitungan RQD Siltstone
Percobaan 1
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
=

20 cm+ 20 cm+20 cm+20 cm+3 cm+130 cm+ 80 cm+ 30 cm


8
323 cm
= 8
= 40,375 cm = 0,4375 m

Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
9 Kekar
=
3,23 m
= 2,786 Kekar/m

RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ


= 100 (0,1 (2,786)+1) e-0,1 (2,786)
= 100 (1,2786) e-0,2786
= 100 (1,2786) 0,756
= 96,662 %
Percobaan 2
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
=

160+16+17+20+ 82+ 50+47+ 20+26+1+30+1+20+60+ 35(cm)


15
585 cm
= 15
= 39 cm = 0,39 m

Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line

90
16 Kekar
=
5,85 m
= 2,735 Kekar/m

RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ


= 100 (0,1 (2,735)+1) e-0,1 (2,735)
= 100 (1,2735) e-0,2735
= 100 (1,2735) 0,760
= 96,786 %
Percobaan 3
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
74 cm+13 cm+ 34 cm+54 cm
= 4
175 cm
= 4
= 43,75 cm = 0,4375 m

Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
5 Kekar
=
1,75 m
= 2,857 Kekar/m

RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ


= 100 (0,1 (2,857)+1) e-0,1 (2,857)
= 100 (1,2857) e-0,2857
= 100 (1,2857) 0,751
= 96,556 %
Percobaan 4
Spasi 1+ Spasi 2+Spasi 3+ Spasin
Spasi Rata-rata =
n
52cm+73 cm+97 cm+2 cm+57 cm+20 cm+ 10 cm
= 7

91
311cm
= 7
= 44,428 cm = 0,44428 m

Σ Kekar
λ =
Panjang Scan Line
8 Kekar
=
3,11 m
= 2,572 Kekar/m

RQD = 100 (0,1 λ + 1) e-0,1 λ


= 100 (0,1 (2,572)+1) e-0,1 (2,572)
= 100 (1,2572) e-0,2572
= 100 (1,2572) 0,773
= 97,181 %

92
Perhitungan Tinggi Beban Runtuh dan Beban Runtuh
1. Lapisan Batubara
Lebar Bawah B = 3 m, untuk RMR Batubara
ht1 = ((100-RMR)/100) x B
= ((100-63)/100) x 3 m
= (37/100) x 3 m
= 1,11 m
Lebar Atas B = 2,5 m, untuk RMR Batubara
ht2 = ((100-RMR)/100) x B
= ((100-63)/100) x 2,5 m
= (37/100) x 2,5 m
= 0,925 m
Beban runtuh ht1, untuk RMR Batubara
P1 = ht1 x φ
= 1,11 m x 1,3 ton/m3
= 1,443 ton/m2
Beban runtuh ht2, untuk RMR Batubara
P2 = ht2 x φ
= 0,925 m x 1,3 ton/m3
= 1,2025 ton/m2
2. Lapisan Siltstone
Lebar Bawah B = 3 m, untuk RMR Siltstone
ht1 = ((100-RMR)/100) x B
= ((100-62)/100) x 3 m
= (38/100) x 3 m
= 1,14 m
Lebar Atas B = 2,5 m, untuk RMR Siltstone
ht2 = ((100-RMR)/100) x B
= ((100-62)/100) x 2,5 m

93
= (38/100) x 2,5 m
= 0,95 m
Beban runtuh ht1, untuk RMR Siltstone
P1 = ht1 x φ
= 1,14 m x 1,93 ton/m3
= 2,2002 ton/m2
Beban runtuh ht2, untuk RMR Siltstone
P2 = ht2 x φ
= 0,95 m x 1,93 ton/m3
= 1,8335 ton/m2

94
95

Anda mungkin juga menyukai