Spirobolus SP Scolopendra SP

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

Spirobolus sp.

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Diplopoda

Ordo : Spirobolida

Famili : Spirobolidae

Genus : Spirobolus

Spesies : Spirobolus sp.

1. Morfologi
Memiliki tubuh simetri bilateral, bulat dan memiliki banyak segmen. Tubuhnya ditutupi
lapisan yang mengandung garam kalsium dan warna tubuhnya mengkilap. Kepala
memiliki dua mata tunggal, sepasang antena pendek dan sepasang mandibula. Spirobolus
sp. terdiri dari tiga bagian yaitu cephal, thorax dan abdomen. Toraksnya pendek terdiri
dari 4 segmen, setiap segmen memiliki sepasang kaki kecuali segmen pertama. Hewan
kelompok ini memiliki abdomen panjang. Setiap segmen memiliki 2 pasang spirakel,
ostia (lubang), ganglion saraf dan 2 pasang kaki yang terdiri atas tujuh ruas. Tubuh
Spirobolus sp. biasanya berwarna coklat tua. Spirobolus sp. memiliki rahang yang
digunakan untuk mengunyah dan menggilig bahan organik, seperti daun atau kayu hingga
terurai (Karmana, 2007).
2. Reproduksi
Reproduksi berlangsung secara ovivar. Alat reproduksi Spirobolus sp. disebut gonopod,
berada pada segmen yang ke-7. Fertilisasi pada Spirobolus sp. terjadi secara internal.
Hewan betina membuat sarang untuk menyimpan telur (Karmana, 2007).
3. Habitat
Spirobolus sp. tidak memiliki kutikula lilin untuk mencegah kehilangan air sehingga
menghabiskan waktunya di daerah lembab. Ketika terganggu, kaki seribu akan
meringkuk ke dalam kumparan ketat untuk perlindungan. Habitatnya di tempat yang
lembab seperti di bawah kayu, batu atau rumput ilalang serta persebarannya yang cukup
luas selama kelembapan air di udara cukup.
4. Alasan mengapa Spirobolus sp. masuk ke dalam kelas diplopoda
Alasan mengapa Spirobolus sp. masuk ke dalam kelas diplopoda karena hidupnya di
darat (lembab), tidak memiliki sistem pencernaan yang lengkap, sistem peredaran darah
terbuka, memiliki sepasang antena di bagian kepala, tubuhnya bulat dan beruas – ruas
serta setiap ruasnya terdapat dua pasang kaki kecuali pada tiga ruas bagian anterior yang
memiliki sepasang kaki pada setiap ruas. Gerakannya sangat lambat dan jika ada getaran,
tubuhnya akan melingkar membentuk spiral atau bola.

Scolopendra sp.

Klasifikasi

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Chilopoda

Ordo : Scoloropendromorphia

Famili : Scolopendridae

Genus : Scolopendra

Spesies : Scolopendra sp.

1. Morfologi
Tubuh pipih, panjang dan bersegmen ( + 10 – 200 segmen ), setiap segmen terdapat
sepasang kaki. Pada kepala terdapat sepasang antena pendek yang beruas – ruas, mata
tunggal, dan mulut yang dilengkapi maksila (rahang beracun). Spesies Arthropoda
integumennya terdiri dari epidermis berlapis tunggal dan kutikula atau dapat disebut
sebagai eksoskeleton. Eksoskeleton berfungsi sebagai pelindung dari predator,
mengurangi penguapan dan intrusi air. Modifikasi kaki-kaki pada segmen pertama
Scolopendra sp. adalah terdapatnya cakar racun yang khas, berisi kelenjar racun yang
besar, mengelilingi bagian proksimal dan median, dan terbuka pada bagian dalam
tarsungulum. Panjang dan ukuran cakar racun bervariasi antar species (Karmana, 2007).
2. Reproduksi
Reproduksi secara seksual dengan fertilisasi secara internal, selanjutnya telur yang
terbuahi akan diletakkan di bawah batuan hingga suatu saat menetas dengan sendirinya
(Asterisma, 2013).
3. Habitat
Hidup di tempat lembab, di bawah timbunan sampah atau daun – daun yang membusuk
(Karmana, 2007).
4. Alasan mengapa Scolopendra sp. masuk ke dalam kelas chilopoda
Alasan mengapa Scolopendra sp. masuk ke dalam kelas chilopoda karena hidup di
tempat lembab, tubuh pipih, panjang dan bersegmen ( + 10 – 200 segmen ), setiap
segmen terdapat sepasang kaki. Pada kepala terdapat sepasang antena pendek yang
beruas – ruas, mata tunggal, dan mulut yang dilengkapi maksila (rahang beracun).
Heterometrus sp.

Klasifikasi
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Ordo : Scorpiones
Family : Arachinida
Genus : Heterometrus
Spesies : Heterometrus sp.

1. Morfologi
Kalajengking mempunyai mulut yang disebut khelisera, sepasang pedipalpi, dan
empat pasang tungkai. Pedipalpi seperti capit terutama digunakan untuk menangkap
mangsa dan alat pertahanan, tetapi juga dilengkapi dengan berbagai tipe rambut
sensor. Tubuhnya dibagi menjadi dua bagian yaitu sefalotoraks dan abdomen.
Sefalotoraks ditutup oleh karapas atau pelindung kepala yang biasanya mempunyai
sepasang mata median dan 2-5 pasang mata lateral di depan ujung depan. Beberapa
kalajengking yang hidup di guwa dan di liter sekitar permukiman tidak mempunyai
mata.
Abdomen terdiri atas 12 ruas yang jelas, dengan bagian lima ruas terakhir membentuk
ruas metasoma yang oleh kebanyakan orang menyebutnya ekor. Ujung abdomen
disebut telson, yang bentuknya bulat mengandung kelenjar racun (venom). Alat
penyengat berbentuk lancip tempat mengalirkan venom. Pada bagian ventral,
kalajengking mempunyai sepasang organ sensoris yang bentuknya seperti sisir unik
disebut pektin.
Pektin ini biasanya lebih besar dan mempunyai gigi lebih banyak pada yang jantan
dan digunakan sebagai sensor terhadap permukaan tekstur dan vibrasi. Pektin juga
bekerja sebagai kemoreseptor (sensor kimia) untuk mendeteksi feromon (komunikasi
kimia).
2. Reproduksi
Kalajengking berkembangbiak dengan cara Ovovivipar, yaitu kondisi dimana telur
Kalajengking disimpan dan berkembang di dalam tubuh Kalajengking betina hingga
menetas. Janin Kalajengking mendapatkan asupan nutrisi dari sang induk. Jika sudah
saatnya, bayi-bayi Kalajengking akan keluar dari tubuh induknya dengan cara
melahirkan.

Seekor Kalajengking betina dapat melahirkan 12 ekor bayi Kalajengking bahkan


lebih. Bayi-bayi Kalajengking akan lahir satu persatu, ketika semuanya sudah lahir,
mereka akan diletakkan di atas punggung induknya sampai mereka cukup besar untuk
hidup dan mencari makan sendiri.
Kalajengking berkembang biak dengan cara ovovivipar, yaitu bertelur melahirkan.
Jadi, kalajengking menghasilkan telur dan telur berkembang di dalam tubuh
kalajengking betina. Di dalam tubuh, janin kalajengking menerima makanan dari
induknya. Kemudian, kalajengking betina akan melahirkan/mengeluarkan anak-
anaknya dari dalam tubuhnya.
3. Habitat
Kalajengking hidup di tempat yang lembab di bawah pepohonan besar atau rumpun
bambu, dengan tanah yang agar berpasir lebih disukai dari pada jenis tanah liat,
karena kalajengking di alam bebas biasanya tinggal di liang di antara akar-akar
pepohonan. Spesies Heterometrus hidup di daerah bervegetasi, sering berhutan,
lembab dengan iklim subtropis hingga tropis. Seperti kebanyakan kalajengking,
mereka sebagian besar aktif di malam hari dan bersembunyi di liang, di bawah batang
kayu, dan di serasah daun.
4. Alasan Heterometropus sp. masuk ke dalam ordo scorpiones
Kalajengking adalah sekelompok hewan beruas dengan delapan kaki (oktopoda) yang
termasuk dalam ordo Scorpiones dalam kelas Arachnida. Kalajengking masih
berkerabat dengan ketonggeng, laba-laba, tungau, dan caplak. Ada sekitar 2000 jenis
kalajengking. Mereka banyak ditemukan selatan dari 49° U, kecuali Selandia Baru
dan Antartika. Kelas Arachnida ini termasuk dalam subfilum Chelicerata karena
memiliki kelisera (chelicerae), yaitu sepasang organ pelengkap untuk makan yang
berfungsi sebagai taring atau penjepit.

Penaeus sp.

Klasifikasi

Filum               : Arthropoda
Kelas        : Malacostraca
Ordo                : Decapoda
Famili              : Penaeidae
Genus              : Penaeus
Spesies            : Penaeus sp.

1. Morfologi
Tubuh udang windu terdiri dari dua bagian yaitu bagian depan dan bagian belakang.
Bagian depan disebut bagian kepala yang sebenarnya terdiri dari bagian kepala dan dada
yang menyatu. Oleh karena itu dinamakan kepala – dada (Cephalothorax). Pada bagian
perut (abdomen) terdapat ekor di bagian belakangnya ( Suyanto dan Mujiman 2003).
Semua bagian badan terdiri dari ruas – ruas (segmen). Kepala – dada terdiri dari 13 ruas,
yaitu kepala terdiri dari 5 ruas dan dada terdiri dari 8 ruas. Sedangkan bagian perut terdiri
dari 6 ruas. Tiap ruas badan memiliki sepasang anggota badan yang beruas – ruas pula
(Suyanto dan Mujiman 2003).
Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton yang terbuat dari
bahan chitin. Bagian cephalothorax tertutup oleh sebuah kelopak yang dinamakan
kelopak kepala atau cangkang kepala (carapace). Di bagian depan, kelopak kepala
memanjang dan meruncing yang pinggirnya bergigi atau biasa disebut rostrum. Di bagian
perut terdapat 5 pasang kaki renang (pleopoda) yaitu pada ruas pertama sampai kelima.
Sedangkan pada ruas keenam, kaki renang mengalami perubahan bentuk menjadi ekor
kipas atau ekor (uropoda). Ujung ruas keenam ke arah belakang membentuk ujung ekor
(telson). Di bawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus) (Suyanto dan
Mujiman 2003).
2. Reproduksi
Alat reproduksi udang jantan terdiri dari organ internal yaitu sepasang vas deferen dan
sepasang terminal ampula, dan organ eksternal yaitu petasma yang terletak pada kaki
jalan yang ke-5 dan sepasang appendik maskulina yang terletak pada kaki renang ke-2
yang merupakan cabang ke-3 dari kaki renang. Fungsi alat kelamin eksternal udang
jantan adalah untuk menyalurkan sperma dan meletakkan spermatophora pada alat
kelamin betina (thelikum), sehingga telur yang akan keluar dari saluran telur (oviduct) ke
tempat pengeraman akan dibuahi oleh sperma dari thelikum tadi. Petasma ini merupakan
modifikasi bagian endopodit pasangan kaki renang pertama (Agus, 1993). Udang betina
alat reproduksinya terdiri dari organ internal yaitu sepasang ovarium dan sepasang
saluran telur dan organ eksternal yaitu thelikum yang terletak diantara kaki jalan ke-3.
Pada bagian dalam thelikum terdapat spermatheca yang berfungsi untuk menyimpan
spermatophora setelah terjadi kopulasi.
Udang biasa kawin di daerah lepas pantai yang dangkal. Proses kawin udang meliputi
pemindahan spermatophore dari udang jantan ke udang betina. Peneluran bertempat pada
daerah lepas pantai yang lebih dalam. Telur-telur dikeluarkan dan difertilisasi secara
eksternal di dalam air. Seekor udang betina mampu menghasilkan setengah sampai satu
juta telur setiap bertelur. Dalam waktu 13-14 jam, telur kecil tersebut berkembang
menjadi larva berukuran mikroskopik yang disebut nauplii/ nauplius (Perry, 2008). Tahap
nauplii tersebut memakan kuning telur yang tersimpan dalam tubuhnya lalu mengalami
metamorfosis menjadi zoea. Tahap kedua ini memakan alga dan setelah beberapa hari
bermetamorfosis lagi menjadi mysis. Mysis mulai terlihat seperti udang kecil dan
memakan alga dan zooplankton. Setelah 3 sampai 4 hari, mysis mengalami metamorfosis
menjadi postlarva. Tahap postlarva adalah tahap saat udang sudah mulai memiliki
karakteristik udang dewasa. Keseluruhan proses dari tahap nauplii sampai postlarva
membutuhkan waktu sekitar 12 hari.
Sistem reproduksi udang betina terdiri dari sepasang ovarium, oviduk, lubang genital,
dan thelycum. Oogonia diproduksi secara mitosis dari epitelium germinal selama
kehidupan reproduktif dari udang betina. Oogonia mengalami meiosis, berdiferensiasi
menjadi oosit, dan menjadi dikelilingi oleh sel-sel folikel. Oosit yang dihasilkan akan
menyerap material kuning telur (yolk) dari darah induk melalui sel-sel folikel.
Organ reproduksi utama dari udang jantan adalah testes, vasa derefensia, petasma, dan
apendiks maskulina. Sperma udang memiliki nukleus yang tidak terkondensasi dan
bersifat nonmotil karena tidak memiliki flagela. Selama perjalanan melalui vas deferens,
sperma yang berdiferensiasi dikumpulkan dalam cairan fluid dan melingkupinya dalam
sebuah chitinous spermatophore
Betina mencapai kematangan gonad pada berat tubuh 20 gram, tetapi fekunditas yang
baik dicapai pada ukuran 50 gram ke atas atau panjang tubuhnya 18,1-229 mm.
Sedangkan induk jantan kematangan gonadnya tidak dapat diketahui secara visual,
namun berdasar beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa udang dengan panjang
155 dapat melakukan perkawinan.
3. Habitat
Udang windu bersifat euryhaline yaitu toleran terhadap kisaran salinitas yang lebar dan
menempati habitat yang berbeda dengan stadium dari daur hidupnya. benih udang,
juvenile dan tokolan mempunyai kebiasaan tinggal dekat permukaan pada perairan
daerah pantai dan di daerah estuarin hutan mangrove, sedangkan tingkat dewasa kelamin
kebanyakan berada pada perairan yang kedalamanya sekitar 100-200 m. Larva yang
mencapai daerah pantai biasanya berukuran sekitar 15 mm, akan tetapi kadang-kadang
dijumpai yang berukuran lebih kecil, yakni sekitar 8 mm.di bawah ini gambar tentang
siklus hidup udang windu. Udang windu umumnya menyukai dasar perairan yang
berpasir, lumpur berpasir atau lempung berdebu.
4. Alasan Penaeus monodon masuk ke dalam famili Penaeidea
Alasan Penaeus sp. masuk dalam famili Penaeidea karena berukuran kecil sampai dengan
besar, seluruh pasangan pereiopoda berkembang baik, dengan tiga pasang pertama
membetuk capit, dan tidak ada capit yang secara khusus membesar. Bagian posterior
pleura menutup bagian anterior pleura berikutnya. Organ kopulatory besar. Pada udang
jantan, petasma terdapat pada pasangan pertama pleopoda. Pada udang betina, telikum
terdapat pada posterior thoracic sternite atau diantara pereiopoda ke 4 dan 5.

Macrobrachium sp.

Klasifikasi

1. Morfologi
Tubuh udang galah terdiri dari tiga bagian, yaitu kepala dan dada (cephalothorax), tubuh
(abdomen), dan ekor (uropoda). Udang galah mempunyai ciri khusus dibandingkan
dengan udang tawar lainnya. Ciri-cirinya yaitu: kedua kakinya tubuh dominan,
mempunyai rostum panjang, lansing dan berbentuk seperti pedang, pada cerapas
(cangkang) udang muda terdapat garis secara horizontal dan pada badan terdapat bintik
hitam dan tubuh udang galah berwarna biru kehijauan (Suhendra dan Paryono, 2004).
Secara umum udang galah mempunyai karakteristik morfologi tubuh beruas-ruas
yang masing-masing dilengkapi sepasang kaki renang, kulit keras dari chitin, dan pleura
kedua menutupi pleura pertama dan ketiga. Tonjolan seperti pedang pada carapace
disebut rostrum dengan gigi atas berjumlah 11-15 buah dan gigi bawah 8-14 buah. Kaki
jalan ke dua pada udang dewasa tumbuh sangat panjang dan besar, panjangnya bisa
mencapai 1,5 kali panjang badan, sedangkan pada udang betina pertumbuhan tidak begitu
mencolok. Pada saat larva, udang galah terdiri dari 11 stadia yang berlangsung selama 40
hari hingga terbentuk organ yang secara morfologis sudah mirip dengan udang dewasa, di
habitat alaminya senang berjalan di dasar sungai mencari makanan dan menjauhi
lingkungan air payau menuju air tawar (Murtidjo, 2008).

Udang galah dewasa memiliki warna biru kehijauan, namun terkadang ditemukan pula
udang galah dengan warna agak kecoklatan. Jenis kelamin udang galah mudah dibedakan
berdasarkan ciri morfologinya. Udang galah jantan memiliki ukuran tubuh lebih besar
dari pada udang galah betina. Udang galah jantan memiliki cephalothorax yang lebih
besar serta abdomen yang lebih ramping dibanding dengan udang galah betina. Cheliped
pada udang galah jantan berukuran lebih besar, panjang dan lebih tebal dibandingkan
udang galah betina. Alat kelamin dari udang galah jantan terletak dipangkal kaki jalan
kelima, sedangkan pada udang galah betina terletak dipangkal kaki jalan ketiga (New,
2002).
2. Reproduksi
Udang air tawar memiliki beberapa tahapan pada daur hidupnya dan setiap tahapan
membutuhkan habitat yang berbeda. Udang air tawar melakukan pemijahan di perairan
yang relatif dalam. Ketika menetas, larva akan terapung-apung akan terbawa arus
sehingga larva udang bersifat planktonis. Sifat planktonis ini terlihat ketika udang aktif
berenang dan tertarik oleh sinar tetapi menjauhi sinar matahari yang terlalu kuat.
Kemudian larva berenang mencari air dengan salinitas rendah. Saat masa larva, udang
akan mengalami pergantian kulit (moulting) sebanyak 11 kali yang diikuti dengan
perubahan struktur morfologi, hingga akhirnya bermetamorfosis menjadi juwana
(juvenil). Pada fase larva, udang cenderung berkelompok dan akan semakin menyebar
dan individual seiring bertambah umur. Pada stadia larva perubahan metamorfose
berlangsung selama 30 hingga 35 hari (Murtidjo, 2010).

3. Habitat
Udang galah memiliki dua habitat yaitu air payau salinitas 5-20 ppt (stadia larva-juvenil),
dan air tawar (stadia juana-dewasa). Matang kelamin umur 5-6 bulan mendekati muara
sungai untuk memijah lagi. Mengalami beberapa kali ganti kulit (moulting) yang diikuti
dengan perubahan struktur morfologisnya, hingga akhirnya menjadi juvenil (tokolan).
Daur hidup udang galah menempati daerah perairan payau dan perairan tawar. Udang
betina yang siap memijah bermigrasi ke payau untuk melakukan pemijahan, daerah ini
juga digunakan untuk perkembangan larva. Pasca larva hingga dewasa udang akan
bermigrasi kembali ke perairan tawar (New, 2000).
4. Alasan Macrobrachium sp. masuk ke dalam ordo Decapoda

Parathelphusa convexa

Klasifikasi

1. Morfologi
Ciri-ciri kepiting yuyu memiliki tubuh kecil, pada jantan terbesar dengan panjang dan
lebar karapaks berturut-turut 30 mm dan 40 mm. Sebagaimana namanya tubuh spesies ini
relatif tebal, memiliki 1/2 lebar karapaks, dan mengembung (convex) dibagian punggung.
Tepi anterolateral bergigi tiga yaitu satu di sisi luar ceruk mata, dua lagi merupakan duri
epibranchial yang runcing, dan yang mengarah ke depan dan ke dalam. Di punggung
bagian depan, melintang gigir memanjang dari sisi ke sisi yang disebut 'gigir tengkuk'
(post-frontal crest, post-orbital cristae), gigir mana berujung kira-kira pada tengah-tengah
dasar duri epibranchial pertama. Kaki-kakinya (pareopod) ramping, terdapat sebuah duri
kecil yang runcing di ujung masing-masing ruas merus, dekat persendian dengan ruas
carpus. Ruas dactylus (ujung) melengkung, bergigi bergerigi.
Punggung berwarna kecokelatan hingga gelap, terdapat pola lekukan di punggung serupa
huruf V atau U dengan sisi atas melebar, menyambung dengan lekukan huruf H di bagian
bawahnya, sisi ventral keputihan atau kekuningan dengan abdomen (hewan jantan)
bentuk huruf T terbalik bersegmen (deMan, 1879).
2. Reproduksi
3. Habitat
Parathelphusa convexa merupakan salah satu spesies air tawar yang banyak ditemukan di
sungai-sungai di Jawa. Spesies ini ditemukan di tepian sungai, dibalik batu yang berpasir,
dan tergenang air. P. convexa memiliki penyebaran yang luas dan dapat ditemukan di
sawah dan selokan yang airnya tergenang atau berarus lambat di daerah hulu sampai
dengan selokan-selokan (Wowor, 2010).
4. Alasan Parathelphusa convexa masuk ke dalam famili Gecarcinucidae

Karmana, Oman. 2007. Cerdas Belajar Biologi. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Asterisma, Gienah. 2013. Pop-up Rumus Biologi SMA. Jakarta: Kompas Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai