Mikrobiologi Pangan Dalam Fermentasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

A.

PROSES PEMBUATAN KEJU


1. Pengasaman
Pada proses ini susu dipanaskan agar bakteri asam laktat (Streptococcus dan Lactobacillus) dapat
tumbuh. Bakteri-bakteri ini akan memakan laktosa pada susu dan merubahnya menjadi asam
laktat.
Saat tingkat keasaman meningkat, zat-zat padat dalam susu (protein kasein, lemak, beberapa
vitamin dan mineral) menggumpal dan membentuk dadih (semacam busa).
2. Pengentalan
Bakteri rennet ditambahkan ke dalam susu yang dipanaskan
tadi, kemudian membuat protein menggumpal dan membagi susu menjadi bagian cair (air dadih)
dan padat (dadih). Rennet mampu mengubah gula dalam susu menjadi asam dan protein yang
ada menjadi dadih. Jumlah bakteri yang dimasukkan dan suhu susu sangatlah penting bagi
tingkat kepadatan keju. Proses ini memakan waktu antara 10 menit hingga 2 jam, tergantung
kepada banyaknya susu dan juga suhu dari susu tersebut. Saat ini Sebagian besar keju dibuat
menggunakan rennet , namun zaman dahulu ketika keju masih dibuat secara tradisional, getah
daun dan ranting pohon ara digunakan sebagai pengganti rennet.
3. Pengolahan dadih
Setelah pemberian rennet, proses selanjutnya dadih diiris dan dicincang menggunakan tangan
atau dengan bantuan mesin supaya mengeluarkan lebih banyak air dadih. Dengan menggunakan
bantuan sebuah alat (berbentuk seperti kecapi) dadih keju dihancurkan menjadi butiran-butiran
kecil,semakin halus maka semakin banyak air dadih yang dikeringkan akan menghasilkan keju
yang lebih keras.
4. Pencetakan
Saat dadih mencapai ukuran sesuai dadih dipisahkan dan dicetak. Sebelum dituang ke dalam
cetakan, dadih tersebut dikeringkan terlebih dahulu kemudian dapat ditekan lalu dibentuk atau
diiris.
5. Penekanan
Keju ditekan sesuai dengan tingkat kekerasan yang diinginkan. Untuk keju lunak, penekanan
tidak dilakukan karena berat dari keju tersebut sudah cukup berat untuk melepaskan air dadih.
Begitupun halnya dengan keju iris, berat dari keju tersebut menentukan tingkat kepadatan yang
diinginkan.
Meskipun demikian, sebagian besar keju melewati proses penekanan. Waktu dan intensitas
penekanan berbeda-beda bagi setiap keju.
6. Pengasinan
Setelah keju dibentuk,dilakukan penambahan garam agar keju tidak tawar. Keju dapat diasinkan
dengan empat cara yang berbeda.
a. pertama, garam ditambahkan langsung ke dalam dadih
b. kedua adalah dengan menggosokkan atau menaburkan garam pada bagian kulit keju.Hal
ini menyebabkan kulit keju terbentuk dan melindungi bagian dalam keju agar tidak
matang terlalu cepat.
c. Keju-keju yang berukuran besar diasinkan dengan cara direndam dalam air garam.
Perendaman keju bisa menghabiskan waktu berjam-jam hingga berhari-hari.
d. Cara yang terakhir adalah dengan mencuci bagian permukaan keju dengan larutan garam.
Selain memberikan rasa, garam juga menghilangkan air berlebih, mengeraskan permukaan,
melindungi keju agar tidak mengering serta mengawetkan dan membantu memurnikan keju
ketika memasuki proses maturasi.

7. Pematangan
Pematangan (ripening) yaitu proses yang mengubah dadih segar menjadi keju yang penuh
dengan rasa. Pematangan disebabkan oleh bakteri atau jamur yang digunakan pada proses
produksi. Karakter akhir dari keju banyak ditentukan dari jenis pematangannya. Selama proses
pematangan, keju dijaga agar berada pada temperatur dan tingkat kelembaban tertentu hingga
keju siap dimakan. Waktu pematangan bervariasi mulai dari beberapa minggu untuk keju lunak
hingga beberapa hari untuk keju keras seperti Parmigiano-Reggiano.
Ada beberapa teknik yang bisa dilakukan sebelum proses pematangan untuk
memengaruhi tekstur dan rasa akhir keju:
a. Peregangan: (Stretching) Dadih diusung dan lalu diadoni dalam air panas untuk
menghasilkan tekstur yang berserabut. Contoh: keju Mozzarella dan Provolone.
b. Cheddaring: Dadih yang telah dipotong ditumpuk untuk menghilangkan kelembaban, lalu
digiling untuk waktu yang cukup lama. Contoh: keju Cheddar dan Keju Inggris lainnya.
c. Pencucian: Dadih dicuci dalam air hangat untuk menurunkan tingkat keasamannya dan
menjadikannya keju yang rasanya lembut. Contoh: keju Edam, Gouda, dan Colby.
d. Pembakaran Bagi beberapa keju keras, dadih dipanaskan hingga suhu 35 °C(95 °F)
sampai 56 °C(133 °F) yang kemudian mengakibatkan butiran dadih kehilangan air dan
membuat keju menjadi lebih keras teksturnya. Proses ini sering disebut dengan istilah
burning (pembakaran). Contoh keju: Emmental, Appenzell dan Gruyère.

B. PROSES PEMBUATAN TEMPE


Pada proses pembuatan tempe, fermentasi berlangsung secara aerobik dan non alkoholik.
Mikroorganisme yang berperan adalah kapang (jamur), yaitu Rhizopus oryzae,Rhizopus
oligosporus, dan Rhizopus arrhizus. Tempe merupakan salah satu makanan yang sering di
konsumsi oleh masyarakat.Tempe merupakan salah satu produk olahan berbasis bioteknologi.
Bioteknologi merupakan bidang ilmu yang vital dan berhubungan dengan tekhnologi pertanian.
Metode ini sebenarnya telah di lakukan sejak jaman dahulu, tetapi hal ini belum disadari oleh
masyarakat umum.
Cara pembuatan tempe yang biasa dilakukan oleh para pengrajin tempe di Indonesia
adalah cara yang sederhana, yaitu setelah melakukan sortasi pada kedelai (untuk memilih kedelai
yang baik dan bersih) dicuci sampai bersih, kemudian direbus yang waktu perebusannya
berbeda-beda tergantung dari banyaknya kedelai dan biasanya berkisar antara 60-90 menit.
Kedelai yang telah direbus tadi kemudian direndam semalam. Setelah perendaman, kulit kedelai
dikupas dan dicuci sampai bersih. Untuk tahap selanjutnya kedelai dapat direbus atau dikukus
lagi selama 45-60 menit, tetapi pada umumnya perebusan yang kedua ini jarang dilakukan oleh
para pengrajintempe. Kedelai setelah didinginkan dan ditiriskan diberi larutempe, dicampur rata
kemudian dibungkus dan dilakukan pemeraman selama 36-48 jam.
Proses pembuatantempe pada dasarnya adalah proses menumbuhkan spora jamurtempe,
yaitu Rhizopus sp., pada biji kedelai. Dalam pertumbuhannya, Rhizopus sp. membentuk benang-
benang yang disebut sebagai benang hifa. Benang-benang hifa ini mengikatkan biji kedalai yang
satu dengan biji kedelai lainnya, sehingga biji-biji kedelai ini membentuk suatu massayang
kompak. Massa kedelai inilah yang selanjutnya disebut sebagai tempe. Selama masa
pertumbuhannya, jamur Rhizopus sp. juga menghasilkan enzim yang dapat menguraikan protein
yang terdapat dalam biji kedelai, sehingga protein-protein dalam biji kedelai ini mudah
dicernakan. Selama masa pertumbuhan jamur Rhizopus sp. Selain Rhizopus, diperkirakan
banyak jenis mkiroorganisme lain yang mungkin turut campur, tetapi tidak menunjukkan
aktifitas yang nyata.
Namun demikian, aktifitas yang nyata dari mikroorganisme yang mungkin turut campur
ini akan terlihat setelah aktifitas pertumbuhan Rhizopus sp. melampaui masa optimumnya, yakni
setelah terbentuknya spora-spora baru yang berwarna putih-kehitaman. Hal ini dapat diketahui,
terutama padatempeyang dibiarkan atau disimpan dalam suhu kamar, yaitu dengan terciumnya
bau amoniak. Adanya bau amoniak padatempemenunjukkan bahwatempetersebut mulai
mengalami pembusukan. Bau amoniak ini masih terasa sekalipuntempetelah dimasak, sehingga
dapat menurunkan cita rasa konsumen. Oleh karena itu, agar diperolehtempeyang berkualitas
baik dan tahan agak lama, maka selama proses pembuatantempeperlu diperhatikan mengenai
sanitasi dan kemurnian bibit (inokulum) yang akan digunakan.

C. PROSES FERMENTASI ASINAN SAYUR


Fermentasi asinan sayur bertujuan untuk mengawetkan makanan sehingga memperpanjang
umursimpan bahan. Mikroba yang berperan dalam proses fermentasi ini adalah bakteri
pembentuk asam laktat ,sehingga senyawa yang ada dalam bahan dasar sayuran akan dirubah
menjadi asam laktat. Dalammelakukan fermentasi asinan sayur yang perlu diperhatikan adalah
konsentrasi garam yang dipakai, yaitufermentasi dengan larutan garam rendah kira-kira 8 % atau
30 salinometer ( Sal ); dengan larutan garamkonsentrasi tinggi kira- kira 10,5 % atau 40 Sal ;
atau dengan penambahan garam kristal yaitu pada pembuatan sauerkraut
( Pederson , 1997 ). Selain konsentrasi garam , kita juga harus memperhatikanlama fermentasi ,
dan flavor yang dikehendaki dari fermentasi tersebut. Bahan harus dipilih yang segar ,tidak cacat
, seragam , dan tidak berjamur. Komposisi kimia bahan merupakan faktor penting yang
harusdiperhatikan , terutama kandungan gula. Kandungan gula dalam bahan ini menentukan
perlu tidaknya penambahan gula dari luar , karena gula merupakan substrat utama fermentasi yng
akan diubah menjadiasam laktat dan senyawa-senyawa lain. Kandungan gula yang baik untuk
fermentasi asam laktat adalah 20 % ( Prescott dan Dunn , 1959 ). Untuk bahan yang kandungan
gulanya kurang dari 5 % perludilakukan penambahan gula sebesar kurang lebih 1 %

 
D. PROSES FERMENTASI NATA DE COCO
Langkah pertama dalam pembuatan nata de coco adalah Pembuatan Starter. Starter adalah
populasi mikroba dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan pada media
fermentasi. Mikroba pada starter tumbuh dengan cepat dan fermentasi segera terjadi. Media
starter biasanya identic dengan media fermentasi. Media ini diinokulasi dengan biakan murni
dari agar miring yang masih segar (umur 6 hari). Starter baru dapat digunakan 6hari setelah
diinokulasi dengan biakan murni. Pada permukaan starter akantumbuh mikroba membentuk
lapisan tipis berwarna putih. Lapisan ini disebutdengan nata.Semakin lama lapisan ini akan
semakin tebal sehingga ketebalannya mencapai1,5 cm.
Starter yang telah berumur 9 hari (dihitung setelah diinokulasi dengan biakan murni)
tidak dianjurkan digunakan lagi karena kondisi fisiologis mikroba tidak optimum bagi
fermentasi, dan tingkat kontaminasi mungkinsudah cukup tinggi. Volume starter disesuaikan
dengan volume mediafermentasi yang akan disiapkan. Dianjurkan volume starter tidak kurang
dari 5% volume media yang akan difermentasi menjadi nata. Pemakaian starteryang terlalu
banyak tidak dianjurkan karena tidak ekonomis.
Fermentasi.Fermentasi dilakukan pada media cair yang telah diinokulasi dengan
starter.Fermentasi berlangsung pada kondisi aerob (membutuhkan oksigen). Mikrobatumbuh
terutama pada permukaan media. Fermentasi dilangsungkan sampainata yang terbentuk cukup
tebal (1,0 - 1,5 cm). Biasanya ukuran tersebuttercapai setelah 10 hari (semenjak diinokulasi
dengan starter), dan fermentasi diakhiri pada hari ke 15. Jika fermentasi tetap diteruskan,
kemungkinan permukaan nata mengalami kerusakan oleh mikroba pencemar. Nata berupa
lapisan putih seperti agar. Lapisan ini adalah massa mikroba berkapsul dariselulosa. Lapisan nata
mengandung sisa media yang sangat masam. Rasa
dan bau masam tersebut dapat dihilangkan dengan perendaman dan perebusan dengan air bersih

E. PROSES FERMENTASI BIR


Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan bir adalah malt, yaitu biji barley atau semacam
gandum yang dikecambahkan dan dikeringkan.
Biji barley banyak dihasilkan dari negara-negara Eropa seperti Perancis dan Belgia ataupun dari
Australia.
Malt merupakan bahan baku yang banyak mengandung pati, protein, vitamin dan mineral. Bahan
lainnya adalah hop atau Humulus hupulus yaitu sejenis tanaman perdu yang memiliki aroma dan
rasa yang khas. Bagian tanaman yang digunakan untuk pembuatan bir adalah bagian bunga,
getah dari sari tanaman tersebut, yang dikeringkan. Bahan ini akan menambah aroma dan rasa
dari cairan yang dihasilkan. Minyak esensial pada hop yang digunakan untuk mempengaruhi rasa
dan aroma bir adalah mircen, linalol, geraniol, humulen, dan lain sebagainya. Tanaman ini
banyak mengandung tanin (pirogaol dan katekol) yang pada proses penemuan bir akan berikatan
dengan protein dan harus dihilangkan karena mempengaruhi kejernihan bir. Selain itu, juga
terdapat kandungan â-resin yang akan memberikan rasa pahit. Adanya rasa pahit inilah yang
merupakan rasa pahit yang khas yang diinnginkan terdapat pada minuman bir. Rasa pahit ini
akan timbul terutama bila hop sudah dipanaskan hingga cairannya mendidih. Bahan yang penting
dan akan menemukan mutu akhir adalah air yang digunakan. Air pada pembuatan bir harus
bersifat netral dengan nilai pH 6,5-7,0 kandungan kalsium sebaiknya kurang dari 100 ppm.
Begitu pula dengan kandungan magnesium karbonat. Kandungan kalsium sulfat, natrium klorida
dan besi masing-masing kurang dari 250, 200, dan 1 ppm.

Mikroba yang ditambahkan sebagai starter pada fermentasi pembuatan bir adalah S.
cerevisiae dari jenis khamir permukaan dan khamir terendam, selain itu juga digunakan S.
carlsbergensis dari jenis khamir terendam.
Pengolahan bir diawali dengan proses malting yaitu untuk memperoleh malt yang banyak
mengandung enzim pemecah pati dan protein yaitu á-amilase, â-amilase dan protease. Barley
yang dikecambahkan akan menghasilkan komponen flavor dan warna yang khas.
Selanjutnya dilakukan proses mashing yaitu proses pelarutan dari malt dan malt adjuncts
sehingga dapat digunakan sebagai media fermentasi seefisien mungkin. Prinsip dari proses
adalah memanaskan malt dan malt adjuncts secara terpisah kemudian dilakukan pencampuran
sehingga suhunya sekitar 57-77oC.

Filtrat (wort) yang dihasilkan harus dimasak dan dicampur denga hop dan bila perlu
ditambahkan juga gula sebagai tambahan substrat. Wort tersebut dimasak pada suhu 100oC
selama 1,5 hingga 2,5 jam. Setelah itu disaring melewati sisa-sisa hop sehingga protein dan
padatan hop tertahan. Endapan yang terpisah dari substrat dicuci kembali dan penyaringan
dilakukan untuk menahan padatan demikian seterusnya sehingga filtrat yang terbentuk cukup
banyak. Perbandingan bahan baku dan proses selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 19.
Pada persiapan bahan dilakukan pemasakan wort, hal ini bertujuan agar terjadi reduksi mikroba.
Mikroba patogen dan pembusuk diharapkan sudah dapat dimusnahkan dengan adanya
pemanasan yang cukup lama. Dengan pemanasan yang cukup lama itu juga akan menyebabkan
terjadinya pemekatan bahan, pemucatan, inaktivasi enzim, ekstraksi zat-zat yang dapat larut,
koagulasi protein dan terbentuk karamel yang akan mempengaruhi mutu akhir produk.
Fermentasi biasanya berlangsung pada suhu dibawah 10°C penambahan starter dilakukan pada
suhu 3,3°-14°C. Pada saat itu pH media sekitar 5,0-5,2 pada awal fermentasi dilakukan secara
anaerobik sehingga dapat dihasilkan alkohol. Fermentasi akan dibiarkan berlangsung selama 8-
20 hari tergantung dari beberapa faktor seperti bahan baku, kondisi starter dan faktor lainnya
yang mempengaruhi proses fermentasi. Fermentasi permukaan biasa berlangsung antara 5-7 hari
sedangkan fermentasi terendam mebutuhkan waktu yang lebih lama yaitu antara 7-12 hari.

Pada akhir fermentasi akan terjadi penggumpalan dari sel-sel khamir dan akn turun kedasar
wadah fermentasi. Proses ini dilanjutkan dengan proses penuaan atau aging. Aging berlangsung
pada suhu 0-3°C selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. Selama aging akan terjadi
koagulasi komponen-komponen yang akan dipisahkan pada akhir proses. Komponen tersebut
antara lain adalah protein, sel khamir dan resin. Pada saat ini bir akan menjadi jernih dan
berbentuk aroma yang khas, karena terbentuknya ester.

F. PROSES FERMENTASI TAUCO


Fermentasi tauco dilakukan selama 3-6 hari dengan bantuan Aspergillus oryzae atau Aspergillus
soyae. Selama fermentasi kapang, dihasilkan enzim-enzim protease, amilase dan lipase yang
masing-masing akan berperan dalam menguraikan protein, karbohidrat, dan lipid dalam biji
kedelai. Proses proteolisis akan menghasilkan peptida, pepton, dan asam amino bebas. Lipid
akan dihidrolisis menjadi asam-asam lemak. Selain itu, diproduksi juga asam laktat, suksinat dan
fosfat. Semua komponen tersebut sangat berperan dalam pembentukan cita rasa khas tauco.
Fermentasi kedua yaitu fermentasi garam dilakukan oleh bakteri dan khamir yang bersifat tahan
garam. Fermentasi selama 21-30 hari dalam larutan garam 20% (200 gram garam dalam 1 liter
air) pada suhu 37-42oC merupakan kondisi optimum untuk menghasilkan tauco terbaik
(Astawan 2009).
Proses pembuatan tauco hampir sama dengan pembuatan kecap. Perbedaan proses antara
pembuatan tauco dan kecap terletak pada proses pengambilan sarinya. Pada pembuatan kecap,
yang diambil adalah sari dari kedelai yang telah difermentasi sementara pada pembuatan tauco,
biji kedelai yang telah difermentasi diolah lebih lanjut dengan penambahan bumbu untuk
menjadi tauco siap konsumsi.

G. PROSES FERMENTASI ACAR


Fermentasi merupakan salah satu teknik pengawetan makanan yang dapat memperpanjang
umur simpan sayuran. Sayuran yang difermentasi dengan menggunakan larutan garam atau cuka
atau minyak kemudian disimpan dalam wadah tertutup selama kurang lebih 5 minggu sehingga
dapat awet hingga 2 tahun biasa disebut acar. Proses fermentasi yang terjadi secara alami ini
dipengaruhi oleh bahan utama yang digunakan pada pembuatan acar, tipe mikroorganisme yang
tumbuh, dan kondisi penyimpanan selama proses fermentasi. Fermentasi diawali dengan
tumbuhnya Leuconostoc mesenteroides  yang akan mengondisikan lingkungan agar bakteri asam
laktat lain seperti Lactobacilli dan Pediococci dapat tumbuh. Bakteri asam laktat yang sangat
penting pada pembuatan acar secara tradisional adalah Lactobacillus plantarum. Selama
fermentasi, bakteri asam laktat yang tumbuh dapat mengubah gula pada bahan menjadi asam.
Selain menghasilkan flavor khas acar, fermentasi pada pembuatan acar juga dapat meningkatkan
gizi serta mempermudah kecernaannya di dalam tubuh
Acar dapat dibuat dengan menggunakan satu atau lebih jenis sayuran sebagai bahan
utamanya. Penelitian oleh Sultana dkk., (2014) telah meneliti pembuatan acar menggunakan
gabungan bahan utama wortel, cabai hijau, dan terong. Selama proses fermentasi terjadi
perubahan warna wortel dari oranye gelap menjadi oranye terang, perubahan warna cabai hijau
dari hijau terang menjadi hijau lembut, dan perubahan warna terong dari ungu tua menjadi ungu
muda. Terkadang terdapat warna hitam pada acar yang disebabkan oleh Bacillus
nigrificans  yang dapat memproduksi pigmen hitam larut air. Selama fermentasi, sayuran juga
menyerap garam dengan cepat hingga mencapai kesetimbangan tertentu dengan larutan garam di
sekitarnya. Peran garam selama fermentasi adalah dapat mencegah tumbuhnya mikrobia
pembusuk yang tidak diinginkan serta berkontribusi memberikan tekstur acar yang tidak terlalu
keras namun tidak terlalu lunak karena garam dapat mencegah terjadinya pelemahan jaringan
pada sayuran (Caplice dan Fitgerald, 1999; Fernandes, 2000).

Tekstur sayuran menjadi lebih lunak dibandingkan saat masih mentah karena adanya
mikrobia seperti Bacillus, Fusarium, Penicillium, Phoma, Cladosporium, Alternaria, Mucor,
Aspergillus, dan lain-lain yang dapat menghasilkan enzim pektinase dan mengurai pektin
(seperti dinding kokoh yang memberikan tekstur keras pada permukaan sayuran mentah). Selain
itu, tekstur lunak juga dapat disebabkan karena adanya pertumbuhan Bacillus vulgates.
Terkadang ketika kita mengonsumsi acar, perut akan terasa kembung. Rasa kembung ini
disebabkan oleh Enterobacter, Lactobacilli, dan Piococci 

H. PROSES FERMENTASI KECAP

Secara umum proses pembuatan kecap meliputi; sortasi kedelai, perendaman, perebusan,
pendinginan, peragian, fermentasi I, penjemuran, fermentasi II (perendaman dalam larutan garam
20% minimal 1 bulan), penyaringan, pemberian gula dan bumbu pada filtrat, perebusan,
pengemasan. Proses fermentasi pada industri kecap menggunakan jamur Aspergillus sojae atau
Aspergillus oryzae. Mula-mula kedelai difermentasi dengan kapang Aspergillus sp. dan
Rhizopus sp. menjadi semacam tempe kedelai. Kemudian "tempe" ini dikeringkan dan direndam
di dalam larutan garam. Mikroba yang tumbuh pada rendaman kedelai pada umumnya dari jenis
khamir dan bakteri tahan garam, seperti khamir Zygosaccharomyces dan bakteri susu
Lactobacillus. Mikroba ini merombak protein menjadi asam-asam amino dan komponen rasa dan
aroma, serta menghasilkan asam. Kedelai akan terfermentasi pada larutan dengan kadar garam
15 - 20%.

I. PROSES FERMENTASI CUKA


Cuka adalah larutan encer asam asetat yang dihasilkan melalui dua tahap fermentasi, yaitu
proses fermentasi gula menjadi etanol oleh sel khamir dan proses oksidasi etanol menjadi asam
asetat oleh bakteri asam asetat. Cuka dapat dibuat dari berbagai jenis bahan yang
menghasilkan larutan atau sari (juice) yang mengandung gula, terutama jenis gula yang dapat
difermentasikan, antara lain buah – buahan. Selain itu bahan yang mengandung pati seperti
serealia dan umbi – umbian juga dapat digunakan setelah terlebih dahulu dilakukan proses
sakarifikasi, yaitu proses perubahan pati menjadi gula – gula sederhana. Untuk menghasilkan
cuka dengan konsentrasi asam asetat yang diinginkan, substrat yang digunakan harus
mengandung gula dalam jumlah yang cukup. Substrat dengan kandungan gula yang rendah
dapat ditambah dengan gula dari bahan lain atau dipekatkan dengan penguapan. Cuka
digunakan sebagai bahan penimbul rasa dan bahan pengawet. Daya pengawet cuka disebabkan
karena kandungan asam asetatnya. Tiga jenis bahan baku yang dapat digunakan ,yaitu:  Bahan
berkadar gula rendah, bahan berkadar gula tinggi dan bahan berkadar pati tinggi.

Tahap – tahap fermentasi cuka :

a) Fermentasi Alkohol

Sel khamir yang biasa digunakan dalam fermentasi alkohol adalah galur – galur dari spesies
Saccharomyces cereviceae. Proses fermentasi alkohol hampir tidak pernah bebas dari kontaminasi,
kecuali bila dilakukan sanitasi yang memadai baik terhadap lingkungan maupun alat yang digunakan.
Tahap fermentasi alkohol untuk memproduksi asam cuka dapat dilakukan tanpa memerlukan
pengaturan suhu, terutama bila dilakukan dalam skala kecil, karena suhu lingkungan sesuai untuk
pertumbuhan dan aktivitas sel khamir.  Reaksi yang terjadi adalah:

               C6H12 O6 +S.Cereviceae → C2H5OH + 2CO2

               Glukosa                                 Etanol

b) Fermentasi Asetifikasi (Asam Cuka)

Asetifikasi adalah proses oksidasi etanol oleh bakteri menjadi asam asetat dan air. Golongan bakteri
yang mengoksidasi etanol menjadi asam asetat disebut sebagai bakteri asam asetat. Bakteri yang biasa
digunakan adalah Acetobacter aceti. Secara kimia proses oksidasi tersebut adalah :

C2H5  OH + O2 + Acetobacter aceti →  CH3 COOH + H2 O

Etanol      Oksigen                                    Asam Asetat   Air

Etanol oksigen As.Asetat Air 132 Asam cuka tidak boleh kontak dengan udara, sebab dapat teroksidasi
lebih lanjut menjadi air dan karbondioksida. Oleh karena itu Asam cuka harus dalam keadaan tertutup
rapat. Reaksinya menjadi:

              CH3 COOH + 2O2  → 2H2 O + 2CO2

Macam Macam Acetobacter pada Asam Cuka

a.   Acetobacter xylinum

               Mengandung selulosa yang identik dengan selulosa kapas dalam mengabaikan sinar X. Hal ini
biasanya untuk mengadakan oksidasi. Adanya makanan dapat dibuktikan dengan sejenis asam organik
dan senyawa lain dalam medium murni yang mengandung substrat zat organik seperti selulosa, bakteri
notrogen bebas. Genus Acetobacter termasuk organisme aerob.

b.   Acetobacter sub-oxydans

Bakteri asam asetat dipakai untuk oksidasi asam gula sorbitol untuk sarbose yang dipakai pada
produksi vitamin C dan oksidasi gliserol untuk dehidrasi aseton. Bakteri ini mempunyai kecenderungan
kecil-kecil untuk proses yang lebih cepat.

Anda mungkin juga menyukai