Mikrobiologi Pangan Dalam Fermentasi
Mikrobiologi Pangan Dalam Fermentasi
Mikrobiologi Pangan Dalam Fermentasi
7. Pematangan
Pematangan (ripening) yaitu proses yang mengubah dadih segar menjadi keju yang penuh
dengan rasa. Pematangan disebabkan oleh bakteri atau jamur yang digunakan pada proses
produksi. Karakter akhir dari keju banyak ditentukan dari jenis pematangannya. Selama proses
pematangan, keju dijaga agar berada pada temperatur dan tingkat kelembaban tertentu hingga
keju siap dimakan. Waktu pematangan bervariasi mulai dari beberapa minggu untuk keju lunak
hingga beberapa hari untuk keju keras seperti Parmigiano-Reggiano.
Ada beberapa teknik yang bisa dilakukan sebelum proses pematangan untuk
memengaruhi tekstur dan rasa akhir keju:
a. Peregangan: (Stretching) Dadih diusung dan lalu diadoni dalam air panas untuk
menghasilkan tekstur yang berserabut. Contoh: keju Mozzarella dan Provolone.
b. Cheddaring: Dadih yang telah dipotong ditumpuk untuk menghilangkan kelembaban, lalu
digiling untuk waktu yang cukup lama. Contoh: keju Cheddar dan Keju Inggris lainnya.
c. Pencucian: Dadih dicuci dalam air hangat untuk menurunkan tingkat keasamannya dan
menjadikannya keju yang rasanya lembut. Contoh: keju Edam, Gouda, dan Colby.
d. Pembakaran Bagi beberapa keju keras, dadih dipanaskan hingga suhu 35 °C(95 °F)
sampai 56 °C(133 °F) yang kemudian mengakibatkan butiran dadih kehilangan air dan
membuat keju menjadi lebih keras teksturnya. Proses ini sering disebut dengan istilah
burning (pembakaran). Contoh keju: Emmental, Appenzell dan Gruyère.
D. PROSES FERMENTASI NATA DE COCO
Langkah pertama dalam pembuatan nata de coco adalah Pembuatan Starter. Starter adalah
populasi mikroba dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan pada media
fermentasi. Mikroba pada starter tumbuh dengan cepat dan fermentasi segera terjadi. Media
starter biasanya identic dengan media fermentasi. Media ini diinokulasi dengan biakan murni
dari agar miring yang masih segar (umur 6 hari). Starter baru dapat digunakan 6hari setelah
diinokulasi dengan biakan murni. Pada permukaan starter akantumbuh mikroba membentuk
lapisan tipis berwarna putih. Lapisan ini disebutdengan nata.Semakin lama lapisan ini akan
semakin tebal sehingga ketebalannya mencapai1,5 cm.
Starter yang telah berumur 9 hari (dihitung setelah diinokulasi dengan biakan murni)
tidak dianjurkan digunakan lagi karena kondisi fisiologis mikroba tidak optimum bagi
fermentasi, dan tingkat kontaminasi mungkinsudah cukup tinggi. Volume starter disesuaikan
dengan volume mediafermentasi yang akan disiapkan. Dianjurkan volume starter tidak kurang
dari 5% volume media yang akan difermentasi menjadi nata. Pemakaian starteryang terlalu
banyak tidak dianjurkan karena tidak ekonomis.
Fermentasi.Fermentasi dilakukan pada media cair yang telah diinokulasi dengan
starter.Fermentasi berlangsung pada kondisi aerob (membutuhkan oksigen). Mikrobatumbuh
terutama pada permukaan media. Fermentasi dilangsungkan sampainata yang terbentuk cukup
tebal (1,0 - 1,5 cm). Biasanya ukuran tersebuttercapai setelah 10 hari (semenjak diinokulasi
dengan starter), dan fermentasi diakhiri pada hari ke 15. Jika fermentasi tetap diteruskan,
kemungkinan permukaan nata mengalami kerusakan oleh mikroba pencemar. Nata berupa
lapisan putih seperti agar. Lapisan ini adalah massa mikroba berkapsul dariselulosa. Lapisan nata
mengandung sisa media yang sangat masam. Rasa
dan bau masam tersebut dapat dihilangkan dengan perendaman dan perebusan dengan air bersih
Mikroba yang ditambahkan sebagai starter pada fermentasi pembuatan bir adalah S.
cerevisiae dari jenis khamir permukaan dan khamir terendam, selain itu juga digunakan S.
carlsbergensis dari jenis khamir terendam.
Pengolahan bir diawali dengan proses malting yaitu untuk memperoleh malt yang banyak
mengandung enzim pemecah pati dan protein yaitu á-amilase, â-amilase dan protease. Barley
yang dikecambahkan akan menghasilkan komponen flavor dan warna yang khas.
Selanjutnya dilakukan proses mashing yaitu proses pelarutan dari malt dan malt adjuncts
sehingga dapat digunakan sebagai media fermentasi seefisien mungkin. Prinsip dari proses
adalah memanaskan malt dan malt adjuncts secara terpisah kemudian dilakukan pencampuran
sehingga suhunya sekitar 57-77oC.
Filtrat (wort) yang dihasilkan harus dimasak dan dicampur denga hop dan bila perlu
ditambahkan juga gula sebagai tambahan substrat. Wort tersebut dimasak pada suhu 100oC
selama 1,5 hingga 2,5 jam. Setelah itu disaring melewati sisa-sisa hop sehingga protein dan
padatan hop tertahan. Endapan yang terpisah dari substrat dicuci kembali dan penyaringan
dilakukan untuk menahan padatan demikian seterusnya sehingga filtrat yang terbentuk cukup
banyak. Perbandingan bahan baku dan proses selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 19.
Pada persiapan bahan dilakukan pemasakan wort, hal ini bertujuan agar terjadi reduksi mikroba.
Mikroba patogen dan pembusuk diharapkan sudah dapat dimusnahkan dengan adanya
pemanasan yang cukup lama. Dengan pemanasan yang cukup lama itu juga akan menyebabkan
terjadinya pemekatan bahan, pemucatan, inaktivasi enzim, ekstraksi zat-zat yang dapat larut,
koagulasi protein dan terbentuk karamel yang akan mempengaruhi mutu akhir produk.
Fermentasi biasanya berlangsung pada suhu dibawah 10°C penambahan starter dilakukan pada
suhu 3,3°-14°C. Pada saat itu pH media sekitar 5,0-5,2 pada awal fermentasi dilakukan secara
anaerobik sehingga dapat dihasilkan alkohol. Fermentasi akan dibiarkan berlangsung selama 8-
20 hari tergantung dari beberapa faktor seperti bahan baku, kondisi starter dan faktor lainnya
yang mempengaruhi proses fermentasi. Fermentasi permukaan biasa berlangsung antara 5-7 hari
sedangkan fermentasi terendam mebutuhkan waktu yang lebih lama yaitu antara 7-12 hari.
Pada akhir fermentasi akan terjadi penggumpalan dari sel-sel khamir dan akn turun kedasar
wadah fermentasi. Proses ini dilanjutkan dengan proses penuaan atau aging. Aging berlangsung
pada suhu 0-3°C selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. Selama aging akan terjadi
koagulasi komponen-komponen yang akan dipisahkan pada akhir proses. Komponen tersebut
antara lain adalah protein, sel khamir dan resin. Pada saat ini bir akan menjadi jernih dan
berbentuk aroma yang khas, karena terbentuknya ester.
Tekstur sayuran menjadi lebih lunak dibandingkan saat masih mentah karena adanya
mikrobia seperti Bacillus, Fusarium, Penicillium, Phoma, Cladosporium, Alternaria, Mucor,
Aspergillus, dan lain-lain yang dapat menghasilkan enzim pektinase dan mengurai pektin
(seperti dinding kokoh yang memberikan tekstur keras pada permukaan sayuran mentah). Selain
itu, tekstur lunak juga dapat disebabkan karena adanya pertumbuhan Bacillus vulgates.
Terkadang ketika kita mengonsumsi acar, perut akan terasa kembung. Rasa kembung ini
disebabkan oleh Enterobacter, Lactobacilli, dan Piococci
Secara umum proses pembuatan kecap meliputi; sortasi kedelai, perendaman, perebusan,
pendinginan, peragian, fermentasi I, penjemuran, fermentasi II (perendaman dalam larutan garam
20% minimal 1 bulan), penyaringan, pemberian gula dan bumbu pada filtrat, perebusan,
pengemasan. Proses fermentasi pada industri kecap menggunakan jamur Aspergillus sojae atau
Aspergillus oryzae. Mula-mula kedelai difermentasi dengan kapang Aspergillus sp. dan
Rhizopus sp. menjadi semacam tempe kedelai. Kemudian "tempe" ini dikeringkan dan direndam
di dalam larutan garam. Mikroba yang tumbuh pada rendaman kedelai pada umumnya dari jenis
khamir dan bakteri tahan garam, seperti khamir Zygosaccharomyces dan bakteri susu
Lactobacillus. Mikroba ini merombak protein menjadi asam-asam amino dan komponen rasa dan
aroma, serta menghasilkan asam. Kedelai akan terfermentasi pada larutan dengan kadar garam
15 - 20%.
a) Fermentasi Alkohol
Sel khamir yang biasa digunakan dalam fermentasi alkohol adalah galur – galur dari spesies
Saccharomyces cereviceae. Proses fermentasi alkohol hampir tidak pernah bebas dari kontaminasi,
kecuali bila dilakukan sanitasi yang memadai baik terhadap lingkungan maupun alat yang digunakan.
Tahap fermentasi alkohol untuk memproduksi asam cuka dapat dilakukan tanpa memerlukan
pengaturan suhu, terutama bila dilakukan dalam skala kecil, karena suhu lingkungan sesuai untuk
pertumbuhan dan aktivitas sel khamir. Reaksi yang terjadi adalah:
Asetifikasi adalah proses oksidasi etanol oleh bakteri menjadi asam asetat dan air. Golongan bakteri
yang mengoksidasi etanol menjadi asam asetat disebut sebagai bakteri asam asetat. Bakteri yang biasa
digunakan adalah Acetobacter aceti. Secara kimia proses oksidasi tersebut adalah :
Etanol oksigen As.Asetat Air 132 Asam cuka tidak boleh kontak dengan udara, sebab dapat teroksidasi
lebih lanjut menjadi air dan karbondioksida. Oleh karena itu Asam cuka harus dalam keadaan tertutup
rapat. Reaksinya menjadi:
a. Acetobacter xylinum
Mengandung selulosa yang identik dengan selulosa kapas dalam mengabaikan sinar X. Hal ini
biasanya untuk mengadakan oksidasi. Adanya makanan dapat dibuktikan dengan sejenis asam organik
dan senyawa lain dalam medium murni yang mengandung substrat zat organik seperti selulosa, bakteri
notrogen bebas. Genus Acetobacter termasuk organisme aerob.
b. Acetobacter sub-oxydans
Bakteri asam asetat dipakai untuk oksidasi asam gula sorbitol untuk sarbose yang dipakai pada
produksi vitamin C dan oksidasi gliserol untuk dehidrasi aseton. Bakteri ini mempunyai kecenderungan
kecil-kecil untuk proses yang lebih cepat.