ASKEP - RHEMATOID - ATHTRITIS - KMB - 3 Ega Putri

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN RHEMATOID ATHTRITIS


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

Dosen Pengampu : Ditha Astuti P., M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 1:


Ega Putri Fuji Rahayu SR172110032
Tri Febrianti SR172110052
Ari Saputra SR172110051

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Rhematoid Arthritis (RA). Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Ditha selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah III yang sudah memberikan kepercayaan kepada kami untuk
menyelesaikan tugas ini. Kami pun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
mengharapkan adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah yang akan kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.

Mudah-mudahan makalah sederhana ini dapat dipahami oleh semua orang


khususnya bagi para pembaca. Kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika
terdapat kata-kata yang kurang berkesan.

Pontianak, 20 September 2019

Kelompok

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................... 1
1) Tujuan Umum ....................................................................................... 1
2) Tujuan Khusus ...................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................... 4
A. Definisi ..................................................................................................... 4
B. Etiologi ..................................................................................................... 5
C. Manifestasi Klinis..................................................................................... 7
D. Patofisiologi.............................................................................................. 9
E. Pathway .................................................................................................. 11
F. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 11
G. Penatalaksanaan ...................................................................................... 12
H. Masalah Yang Lazim Muncul ................................................................ 14
I. Discharge Planning .................................................................................... 15
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................ 16
A. Pengkajian .............................................................................................. 16
B. Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 18
C. Intervensi Keperawatan .......................................................................... 18
D. Implementasi .......................................................................................... 24
E. Evaluasi .................................................................................................. 24
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 25
A. Kesimpulan ............................................................................................. 25
B. Saran ....................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada muskulosketal sering
dinamakan rematik. Kondisi ini banyak terjadi pada lansia. Namun pada
umumnya masyarakat belum mengerti tentang pengertian, tanda gejala, penyebab
serta penanganan rematik. Maka sudah menjadi tugas kita untuk memberikan
pendidikan kesehatan pada masyarakat.

Satuan acara pembelajaran ini disusun sebagai pedoman dalam


memberikan pendidikan kesehatan sehingga hasilnya seperti yang kita harapkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Rhematoid Arthritis (RA)?
2. Bagaimana Etiologi Rhematoid Arthritis (RA)?
3. Bagaimana Manifestasi Klinis Rhematoid Arthritis (RA)?
4. Bagaimana patofisiologi Rhematoid Arthritis (RA)?
5. Bagaimana Pathway pada Rhematoid Arthritis (RA)?
6. Apa Pemeriksaan Penunjang Rhematoid Arthritis (RA)?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Rhematoid Arthritis (RA)?
8. Masalah apa yang lazim muncul pada Rhematoid Arthritis (RA)?
9. Bagaimana discharge planning pada Rhematoid Arthritis (RA)?

C. Tujuan
1) Tujuan Umum
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan diharapkan pasien lansia dapat
mengenal dan mengetahui tentang Rhematoid Arthritis (RA).

2) Tujuan Khusus
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1 kali pertemuan diharapkan
pasien dapat :
a. Menjelaskan tentang pengertian Rhematoid Arthritis (RA).

1
b. Menjelaskan tanda dan gejala rematik

2
3

c. Mengetahui penyebab dan proses terjadinya Rhematoid Arthritis (RA).


d. Menjelaskan tentang pencegahan Rhematoid Arthritis (RA).
e. Menjelaskan perawatan dan pengobatan Rhematoid Arthritis (RA).
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Rhematoid Arthritis (RA) merupakan penyakit inflamasi non-bakteri yang bersifat
sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi
secara simetris. (Chairuddin, 2003).
Sendi yang terlibat pada reumathoid arthritis adalah :

Sendi yang terlibat Frekuensi keterlibatan (%)


Metacarpalpophalangeal (MCP) 85
Pergelangan tangan 80
Proximal interphalangeal (PIP) 75
Lutut 75
Metatarssophalangeal (MTP) 75
Pergelangan kaki (tibiotalar+subtalar) 75
Bahu 60
Midfoot (tarsus) 60

Panggul (HIP) 50

Siku 50

Acromioclavikular 50

Vertebra servikal 40

Temporomandibular 30

Sternoclavikular 30

Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui
penyebabnya. Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang
menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).
Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia

4
5

lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam
Budi Darmojo, 1999).
Rematoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik
yang manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit
ini juga melibatkan seluruh organ tubuh (Hidayat, 2006).

Osteoartritis atau rematik adalah penyakit sendi degeneratif dimana terjadi


kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan
usia lanjut, terutama pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang menanggung
beban.

Secara klinis osteoartritis ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran


sendi dan hambatan gerak pada sendi-sendi tangan dan sendi besar. Seringkali
berhubungan dengan trauma maupun mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas,
stress oleh beban tubuh dan penyakit-penyakit sendi lainnya.

B. Etiologi
Karakteristik dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang
mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut (Susan Martin
Tucker, 1998).

Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama


mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan
dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan (Diane
C. Baughman, 2000).

Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan


manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh (Arif
Mansjour, 2001).

Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa
faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain :
6

1. Usia lebih dari 40 tahun


Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan
adalah yang terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa osteoartritis bukan
akibat penuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan berbeda
dengan perubahan pada osteoartritis.
2. Jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan laki-
laki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher.
Secara keseluruhan, dibawah 45 tahun, frekuensi psteoartritis kurang lebih
sama antara pada laki-laki dan wanita, tetapi diats usia 50 tahunh (setelah
menopause) frekuensi osteoartritis lebih banyak pada wanita daripada pria.
Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
a. Suku bangsa
Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masing-masing suku
bangsa. Hal ini mungkin berkaitan dnegan perbedaan pola hidup maupun
perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan tulang.
b. Genetik
Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks
histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR
seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relative 4 : 1 untuk
menderita penyakit ini.
c. Kegemukan dan penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko
untuk timbulnya osteoartritis, baik pada wanita maupun pria. Kegemukan
ternyata tidak hanya berkaitan dengan oateoartritis pada sendi yang
menanggung beban berlebihan, tapi juga dnegan osteoartritis sendi lain
(tangan atau sternoklavikula). Olehkarena itu disamping faktor mekanis
yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat
faktor lain (metabolit) yang berpperan pada timbulnya kaitan tersebut.
7

d. Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga


Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus
menerus berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu.
Olahraga yang sering menimbulkan cedera sendi yang berkaitan dengan
resiko osteoartritis yang lebih tinggi.
1) Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan
timbulnya oateoartritis paha pada usia muda.
2) Kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko
timbulnya osteoartritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang
lebih padat (keras) tidak membantu mengurangi benturan beban
yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan
sendi menjadi lebih mudah robek.
C. Manifestasi Klinis
Gejala awal terjadi beberapa sendi sehingga disebut poli atritis rheumatoid.
Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan, pergelangan tangan,
sendi lutut, sendi siku, pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul dan
biasanya bersifat bilateral/simetris. Tetapi kadang-kadang hanya terjadi pada satu
sendi atritis rheumatoid mono-artikular. (Chairuddin, 2003)
1. Stadium awal
Malaise, penurunan BB, rasa capek, sedkikit demam dan anemia. Gejala
lokal yang berupa pembengkakan, nyeri dan gangguan gerak pada sendi
matakarpofalangeal.
Pemeriksaaan fisik : tenosinofitas pada daerah ekstensor pergelangan
tangan dan fleksor jari-jari. Pada sendi besar (misalnya sendi lutut) gejala
peradangan lokal berupa pembengkakan, nyeri serta tanda-tanda efusi sendi.
2. Stadium lanjut
Kerusakan sendi dan deformitas yang bersifat permanen, selanjutnya
timbul/ketidakstabilan sendi akibat rupture tendo/ligament yang
8

menyebabkan deformitas rheumatoid yang khas berupa devisi ulnar jari-jari,


deviasi radial/volar pergelangan tangan serta valgus lutut dan kaki.
Untuk menegakkan diagnosis dipakai kriteria diagnosis ACR tahun 1987
dimana untuk mendiagnosis AR diperlukan 4 dari 7 kriteria tersebut. Kriteria
1-4 ersebut harus minimal diderita selama 6 minggu.
Kriteria Definisi
Kaku pagi hari Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan
sekitarnya sekurang-kurangnya selama 1 jam
sebelum perbaikan maksimal.
Arthritis pada 3 daerah Pembengkakan jaringan lunak atau persendian
persendian atau lebih atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada
sekurang-kurangnya pada 3 sendi secara
bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter .
Arthritis pada persendian Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan suatu
tangan persendian tangan seperti yang tertera diatas.
Arthritis simeris Keterlibatan sendi yang sama (seperti kriteria
yang tertera 2 pada kedua belah sisi (keterlibatan
PIP, MCP atau MTP bilateral).
Nodul rematoid Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau
permukaan ekstensor atau daerah juksta artikuler
yang diobservasi oleh seorang dokter.
Faktor remathoid serum Terdapatnya titer abnormal faktor remathoid
positif serum yang diperiksa dengan cara yang
memberikan hasil positif kurang dari 5%
kelompok kontrol yang diperiksa. Pemeriksaan
hasilnya negative tidak menyingkirkan AR.
Perubahan gambaran Perubahan gambar radiologis yang khas bagi
radiologis arthritis rheumatoid pada pemeriksaan sinar x
tangan posterior atau pergelangan tangan yang
harus menunjukkan adanya erosi atau
9

dekalsifikasi tulang yang berlokasi pada sendi


atau derah yang berdekatan dengan sendi.

D. Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema,
kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang
berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago
dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang
menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi
menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer.
Kartilago menjadi nekrosis.

Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan


sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara
permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu
(ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen
jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari
persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebabkan osteoporosis
setempat.

Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan


masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang
sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain.
terutama yang mempunyai faktor rhematoid (seropositif gangguan rhematoid)
gangguan akan menjadi kronis yang progresif.

Adanya gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang


mengandung asam urat tinggi dan system eksresi asam urat yang tidak adekuat
akan menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di dalam plasma darah (
hiperuricemia ), sehingga mengakibatkan Kristal asam urat menumpuk dalam
tubuh. Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan menimbulkan respon
inflamasi. Hiperuricemia merupakan hasil :

1. Meningkatnya produksi asam urat akibat metabolisme purine abnormal.


10

2. Menurunnya eksresi asam urat.


3. Kombinasi keduanya.
Saat asam urat menjadi bertumpuk dalam darah dan cairan tubuh lain,
maka asam urat tersebut akan mengkristal dan akan membentuk garam – garam
urat yang berakumulasi atau menumpuk di jaringan konectif diseluruh tubuh,
penumpukan ini disebut tofi. Adanya Kristal memicu respon inflamasi akut dan
netrofil melepaskan lisosomnya. Lisosom tidak hanya merusak jaringan, tapi juga
menyebabkan inflamasi.
Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan gout. Salah
satunya yang telah diketahui peranannya adalah konsentrasi asam urat dalam
darah. Mekanisme serangan gout akan berlangsung melalui beberapa fase secara
berurutan, sebagai berikut :
a. Presipitasi Kristal monosodium urat. Dapat terjadi dalam jaringan bila
konsentrasi dalam plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan,
sonovium, jaringan para – artikuler misalnya bursa, tendon dan selaputnya.
Kristal urat yang bermuatan negatif akan dibungkus ( coate ) oleh berbagai
macam protein. Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk
berespon terhadap pembentukan Kristal.
b. Respon leukosit polimorfonukuler ( PMN ). Pembentukan Kristal
menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan respon leukosit PMN
dan selanjutnya akan terjadi fagositosis Kristal oleh leukosit.
11

E. Pathway

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan
lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan
awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi
dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
2. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan synovium
3. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/
degenerasi tulang pada sendi.
4. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar
dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi,
produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit,
penurunan viskositas dan komplemen (C3 dan C4).
5. Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
12

6. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau
atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan
kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
7. Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang
simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta
menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul
subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.

G. Penatalaksanaan
Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus
dilakuan adalah segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara
pasien dengan keluarganya dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya.

1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan (Revees,


2001) yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin
ketaatan pasien.
2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi
yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan :
a. Aspirin, pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4x 1 g/hari,
kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g perminggu sampai terjadi perbaikan atau
gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.
b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak dan sebagainya.
3. DMARD (disease-modifying antirheumatic drugs) digunakan untuk
melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat arthritis
rhemathoid. Mula khasiatnya baru terlihat setelah 3-12 bulan kemudian.
Setelah 2-5 tahun, maka efektivitasnya dalam menekan proses rhemathoid
akan berkurang. Jenis-jenis yang digunakan adalah :
a. Klorokuin. Paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun
efektivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan yang lain. Dosis anjuran
klorokuin fosfat 250 mg/hari, hidrosiklorokuin 400 mg/hari.
b. Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan dalam dosis
1x 500 mg/hari, ditingkatkan 500 perminggu, sampai mencapai dosis 4x
13

500 mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 gr/hari
untuk dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika
dalam waktu 3 bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan
diganti dengan yang lain atau dikombinasi.
c. D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan
dalam dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4
minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4x 250-300
mg/hari.
d. Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak
diragukan lagi meski sering timbul efek samping. Auro sodium tiomalat
(AST) diberikan intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama
sebesar 10 mg, seminggu kemudian dosis kedua 20 mg. Seminggu
kemudian diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat
dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3
bulan. Jika diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu
sampai keadaan remisi tercapai.
e. Obat imunosupresif atau imunoregulator, metotreksat sangat mudah
digunakan dan waktu mula kerjanya relatif pendek. Dosis dimulai 5-7,5
mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak menunjukkan perbaikan, dosis
harus ditingkatkan. Dosis jarang melebihi 20 mg/minggu. Penggunaan
siklosporin untuk arthritis remathoid masih dalam penelitian.
f. Kortikosteroid hanya dipakai untuk pengobatan arthritis reumathoid
dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena
obat ini memiliki efek samping yang sangat berat. Dalam dosis rendah
(seperti prednison 5-7,5 mg satu kali sehari) sangat bermanfaat sebagai
brigding therapy dalam mengatasi sinovatis sebelum DMARD mulai
bekerja, yang kemudian dihentikan secara bertahap. Dapat diberikan
suntikan kortikosteroid intraartikular jika terdapat peradangan yang berat.
Sebelumnya, infeksi harus disingkarkan terlebih dahulu.
14

4. Riwayat penyakit alamiah


Pada umumnya 25% pasien akan mengalami manifestasi penyakit yang
bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode AR dan selanjutnya akan
menderita penyakit ini sepanjang hidupnya dengan hanya diselingi oleh
beberapa masa remisi yang singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya
akan menderita AR yang progrsif yang disertai dengan penurunan kapasitas
funsional yang menetap pada setiap eksaserbasi. Sampai saat ini belum
berhasil dijumpai obat yang bersifat sebagai disease controlling antirheumatic
therapy (DC-ART).
5. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat kemampuan
pasien AR dengan tujuan :
a. Mengurangi rasa nyeri.
b. Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi.
c. Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot.
d. Mencegah terjadinya deformitas.
e. Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri.
f. Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada orang
lain.
g. Rehabilitasi dilaksanakan dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat,
latihan serta dengan menggunakan modalitas terapi fisis seperti
pemanasan, pendinginan, peningkatan ambang rasa nyeri dengan arus
listrik.

H. Masalah Yang Lazim Muncul


1. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan tubuh, sendi, bengkok dan
deformitas.
2. Nyeri akut b.d perubahan patologis oleh arthritis rheumatoid.
3. Resiko cidera.
4. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang, kekakuan
sendi.
15

5. Defisit perawatan diri b.d gangguan muskoloskeletal (penurunan kekuatan


sendi).
6. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi.
7. Ansietas b.d kurangnya informasi tentang penyakit, penurunan produktivitas
(status kesehatan dan fungsi peran).

I. Discharge Planning
1. Olahraga teratur, istirahat cukup dan ketahui penyebab dan tanda gejala
penyakit.
2. Kompres panas dapat mengatasi kekakuan kompres dingin dapat membantu
meredakan nyeri.
3. Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bir dan minuman
beralkohol, ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan, kacang-kacangan,
ekstrak daging, jamur, bayam, asparagus dan kembangkol karena dapat
menyebabkan penimbunan asam urat dipersendian.
4. Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging, memakan buah
beri untuk menurunkan kadar asam urat dan mengurangi inflamasi. Juga asam
lemak tertentu seperti minyak ikan salmon, minyak zaitun.
5. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat
dalam darah sehingga tidak bertimbun disendi.
6. Mengkonsumsi makanan yang bergizi dan pertahankan BB yang normal.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung
jawab.Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan
keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal),
tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama
bentuk-bentuk arthritis lainnya.
2. Riwayat Kesehatan
a. Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
b. Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien
mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
3. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati
warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
b. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
1) Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
2) Catat bila ada krepitasi
3) Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
4) Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral.
5) Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
6) Ukur kekuatan otot.
7) Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
8) Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
4. Aktivitas/istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres
pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
a. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang,
pekerjaan, keletihan.

16
17

b. Tanda : Malaise
c. Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada
sendi.
1) Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten,
sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali
normal).
2) Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan)
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya
ketergantungan pada orang lain).
3) Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi
makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia
Kesulitan untuk mengunyah
Tanda : Penurunan berat badan\
Kekeringan pada membran mukosa.
4) Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan
pribadi. Ketergantungan.
5) Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi
pada jari tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris
6) Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh
pembengkakan jaringan lunak pada sendi).
7) Keamanan
18

Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus


kaki. menetap Kekeringan Kesulitan dalam ringan dalam menangani
tugas/ pemeliharaan rumah tangga.Demam ringan pada mata dan
membran mukosa.
8) Interaksi social
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain;
perubahan peran; isolasi.
9) Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang
cukup tinggi apalagi pada pasien yang mengalami deformitas pada
sendi-sendi karena ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada
dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah.
Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien
khususnya aspek body image dan harga diri klien.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan
oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal. Nyeri,
ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal;
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.

C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan
oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
Kriteria Hasil:
a. Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol,
19

b. Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas


sesuai kemampuan.
c. Mengikuti program farmakologis yang diresepkan,
d. Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam
program kontrol nyeri.
Intervensi Rasional
a. Kaji nyeri, catat lokasi dan a. Membantu dalam menentukan
intensitas (skala 0-10). Catat kebutuhan manajemen nyeri dan
faktor-faktor keefektifan program
yangmempercepat dan tanda-
tanda rasa sakit non verbal
b. Berikan matras/ kasur keras, b. Matras yang lembut/ empuk,
bantal kecil,. Tinggikan linen bantal yang besar akan
tempat tidur sesuai kebutuhan mencegah pemeliharaan
kesejajaran tubuh yang tepat,
menempatkan stress pada sendi
yang sakit. Peninggian linen
tempat tidur menurunkan
tekanan pada sendi yang
c. Tempatkan/ pantau terinflamasi/nyeri
penggunaan bantal, karung c. Mengistirahatkan sendi-sendi
pasir, gulungan trokhanter, yang sakit dan mempertahankan
bebat, brace. posisi netral. Penggunaan brace
dapat menurunkan nyeri dan
dapat mengurangi kerusakan
pada sendi
d. Dorong untuk sering d. Mencegah terjadinya kelelahan
mengubah posisi,. Bantu untuk umum dan kekakuan sendi.
bergerak di tempat tidur, Menstabilkan sendi, mengurangi
sokong sendi yang sakit di atas gerakan/ rasa sakit pada sendi
dan bawah, hindari gerakan
20

yang menyentak e. Panas meningkatkan relaksasi


e. Anjurkan pasien untuk mandi otot, dan mobilitas, menurunkan
air hangat atau mandi pancuran rasa sakit dan melepaskan
pada waktu bangun dan/atau kekakuan di pagi hari.
pada waktu tidur. Sediakan Sensitivitas pada panas dapat
waslap hangat untuk dihilangkan dan luka dermal
mengompres sendi-sendi yang dapat disembuhkan
sakit beberapa kali sehari.
Pantau suhu air kompres, air
mandi, dan sebagainya.
2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan
kontraktur.
b. Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/
atau konpensasi bagian tubuh.
c. Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan
aktivitas
Intervensi Rasional
a. Evaluasi/ lanjutkan a. Tingkat aktivitas/ latihan
pemantauan tingkat inflamasi/ tergantung dari perkembangan/
rasa sakit pada sendi resolusi dari peoses inflamasi
b. Pertahankan istirahat tirah b. Istirahat sistemik dianjurkan
baring/ duduk jika diperlukan selama eksaserbasi akut dan
jadwal aktivitas untuk seluruh fase penyakit yang
memberikan periode istirahat penting untuk mencegah
yang terus menerus dan tidur kelelahan mempertahankan
malam hari yang tidak kekuatan
terganggu
21

c. Bantu dengan rentang gerak c. Mempertahankan/


aktif/pasif, demikiqan juga meningkatkan fungsi sendi,
latihan resistif dan isometris kekuatan otot dan stamina
jika memungkinkan umum. Catatan : latihan tidak
adekuat menimbulkan kekakuan
sendi, karenanya aktivitas yang
berlebihan dapat merusak sendi
d. Menghilangkan tekanan pada
d. Ubah posisi dengan sering jaringan dan meningkatkan
dengan jumlah personel cukup. sirkulasi. Memepermudah
Demonstrasikan/ bantu tehnik perawatan diri dan kemandirian
pemindahan dan penggunaan pasien. Tehnik pemindahan
bantuan mobilitas, yang tepat dapat mencegah
robekan abrasi kulit
e. Meningkatkan stabilitas
e. Posisikan dengan bantal, (mengurangi resiko cidera) dan
kantung pasir, gulungan memerptahankan posisi sendi
trokanter, bebat, brace yang diperlukan dan kesejajaran
tubuh, mengurangi kontraktor
3. Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Kriteria Hasil :
a. Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk
menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan
keterbatasan.
b. Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
Intervensi Rasional
a. Dorong pengungkapan a. Berikan kesempatan untuk
mengenai masalah tentang mengidentifikasi rasa takut/
22

proses penyakit, harapan masa kesalahan konsep dan


depan menghadapinya secara
langsung
b. Diskusikan arti dari kehilangan/b. Mengidentifikasi bagaimana
perubahan pada pasien/orang penyakit mempengaruhi
terdekat. Memastikan bagaimana persepsi diri dan interaksi
pandangaqn pribadi pasien dengan orang lain akan
dalam memfungsikan gaya menentukan kebutuhan
hidup sehari-hari, termasuk terhadap intervensi/ konseling
aspek-aspek seksual. lebih lanjut
c. Diskusikan persepsi c. Isyarat verbal/non verbal
pasienmengenai bagaimana orang terdekat dapat
orang terdekat menerima mempunyai pengaruh mayor
keterbatasan. pada bagaimana pasien
memandang dirinya sendiri
d. Nyeri konstan akan
d. Akui dan terima perasaan melelahkan, dan perasaan
berduka, bermusuhan, marah dan bermusuhan umum
ketergantungan terjadi
e. Dapat menunjukkan
e. Perhatikan perilaku menarik emosional ataupun metode
diri, penggunaan menyangkal koping maladaptive,
atau terlalu memperhatikan membutuhkan intervensi lebih
perubahan lanjut
f. Membantu pasien untuk
f. Susun batasan pada perilaku mal mempertahankan kontrol diri,
adaptif. Bantu pasien untuk yang dapat meningkatkan
mengidentifikasi perilaku positif perasaan harga diri
yang dapat membantu koping.
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal;
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
23

Kriteria Hasil :
a. Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan
kemampuan individual.
b. Mendemonstrasikan perubahan teknik/ gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
c. Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi/ komunitas yang dapat
memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi Rasional
a.Diskusikan tingkat fungsi umum a. Mungkin dapat melanjutkan
(0-4) sebelum timbul awitan/ aktivitas umum dengan
eksaserbasi penyakit dan potensial melakukan adaptasi yang
perubahan yang sekarang diperlukan pada keterbatasan
diantisipasi saat ini
b. Pertahankan mobilitas, kontrol b. Mendukung kemandirian
terhadap nyeri dan program fisik/emosional
latihan c. Menyiapkan untuk
c. Kaji hambatan terhadap meningkatkan kemandirian,
partisipasi dalam perawatan diri. yang akan meningkatkan harga
Identifikasi /rencana untuk diri
modifikasi lingkungan d. Berguna untuk menentukan
d. Kolaborasi: Konsul dengan ahli alat bantu untuk memenuhi
terapi okupasi. kebutuhan individual. Mis;
e. Kolaborasi: Atur evaluasi memasang kancing,
kesehatan di rumah sebelum menggunakan alat bantu
pemulangan dengan evaluasi memakai sepatu,
setelahnya. menggantungkan pegangan
untuk mandi pancuran
e. Mengidentifikasi masalah-
masalah yang mungkin
dihadapi karena tingkat
kemampuan aktual
24

D. Implementasi
Implementasi adalah fase ketikan perawata menerapkan/ melaksanakan
rencana tindakan yang telah ditentukan dengan tujuan kebutuhan pasien terpenuhi
secara optimal (Nursalam, 2008).

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan
dengan mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung atau menilai dari
respon klien disebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi dengan
target tujuan yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil (Hidayat, A.A.A,
2008).
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Artritis Rhematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga
terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan
bagian dalam sendi. Tanda dan gejala pada umumnya berupa nyeri pada
persendian, bangkak (rheumatoid nodule), dan kekakuan pada sendi terutama
setelah bangun pada pagi hari.

B. Saran
Mengingat arthritis rheumatoid merupakan penyakit yang
banyak dijumpai pada lansia namun tidak menutup kemungkinan untuk
menyerang usia muda maka penanganan penyakit ini diupayakan secara
maksimal dengan peningkatan mutu pelayanan kesehatan baik melalui tenaga
kesehatan, prasarana dan sarana kesehatan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Azizah,Lilik Ma’rifatul. Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Garaha Ilmu.


Yogyakarta. 2011
Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Kushariyadi. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika.
Jakarta. 2010
Mubaraq, Chayatin, Santoso. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep Dan Aplikasi.
Salemba Medika. Jakarta. 2011
Stanley, Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Alih Bahasa; Nety Juniarti,
Sari Kurnianingsih. Editor; Eny Meiliya, Monica Ester. Edisi 2. EGC.
Jakarta. 2006
Tamher, S. Noorkasiani. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. 2011

26

Anda mungkin juga menyukai