Pegadaian Syariah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

PEGADAIAN SYARIAH

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Lembaga Keuangan Syariah

Dosen Pengampu Biki Zulfikri Rahmat., S.Sos.I., M.E.Sy.

Oleh:

Indri Indriani 181002040

Muhamad Athohillah Sohibul Rikay 181002055

Fertika eliza 181002070

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2019M / 1441H
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah yang berjudul “Pegadaian Syariah” ini telah diterima pada hari
..................... tanggal ......................

Oleh Dosen Mata Kuliah Lembaga Keuangan Syariah

Biki Zulfikri Rahmat., S.Sos.I., M.E.Sy.

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang memberikan
rahmat dan hidayah juga kemudahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “Pegadaian Syariah” dengan bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Lembaga Keuangan Syariah. Salawat dan
salam selalu tercurah kepada junjungan kita pendekar agama Islam sang rahmatan
lil’alamin Nabi Muhammad SAW, penutup para nabi dan nabi yang telah membawa
umat manusia dari jaman kegelapan ke jaman yang terang benderang seperti
sekarang.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini mendapatkan


banyak bantuan dari berbagai pihak, oleh sebab itu penulis mengucapkan
terimakasih kepada:

1. Bapak Biki Zulfikri Rahmat., S.Sos.I., M.E.Sy. selaku dosen pengampu


mata kuliah Lembaga Keuangan Syariah.
2. Seluruh pihak yang telah banyak memberikan saran dan masukan kepada
penulis, dan juga pihak-pihak lainnya yang telah memberikan bantuan
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Makalah ini bukanlah sebuah karya yang sempurna dikarenakan masih


banyak kekurangan. Baik dalam hal isi ataupun dalam hal sistematika penulisannya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Dan juga penulis berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.
Aamiin.

Tasikmalaya, Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1

C. Tujuan ....................................................................................................... 2

D. Manfaat ..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 3

A. Latar Belakang Pegadaian Syariah ....................................................... 3

B. Pengertian Pegadaian Syariah .................................................................. 6

C. Mekanisme Pegadaian Syariah ............................................................. 6

D. Prinsip Operasional di Pegadaian Syariah ............................................ 9

E. Barang Gadai dan Resiko Pegadaian Syariah ..................................... 16

F. Peranan Pegadaian Syariah dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat .... 17

G. Prospek Pegadaian Syariah di Indonesia ............................................ 18

BAB III PENUTUP.......................................................................................... 23

A. Simpulan ................................................................................................. 23

B. Saran ....................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan perekonomian dan dunia bisnis selalu diikuti oleh


perkembangan kebutuhan akan kredit dan pemberian fasilitas kredit yang selalu
memerlukan jaminan dimana hal ini dilakukan demi keamanan pemberian
kredit tersebut dalam arti piutang yang terjamin dengan adanya jaminan, Inilah
yang mendasari pentingnya lembaga jaminan. Bentuk lembaga jaminan,
sebagian besar mempunyai ciri-ciri internasional yang dikenal hampir di semua
negara dan perundang-undangan modern, yaitu bersifat menunjang
perkembangan ekonomi dan perkreditan serta memenuhi kebutuhan masyarakat
akan fasilitas modal.

Gadai merupakan lembaga jaminan yang dikenal di kehidupan


masyarakat dalam upaya mendapatkan dana yang digunakan untuk berbagai
kebutuhan. Pegadaian adalah sebuah BUMN di Indonesia yang usaha utamanya
adalah bidang jasa penyaluran kredit atau pinjaman kepada masyarakat atas
dasar hukum gadai. Sejarah Pegadaian dimulai saat Pemerintah Belanda (VOC)
mendirikan Bank Van Leening yaitu lembaga keuangan yang memberikan
kredit dengan sistem gadai, lembaga ini pertama kali didirikan di Batavia pada
tanggal 20 Agustus 1746. Pegadaian sudah beberapa kali berubah status, yaitu
sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari 1961 kemudian berdasarkan
PP.No.7/1969 menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN) selanjutnya berdasarkan
PP.No.10/1990 (yang diperbaharui dengan PP.No.103/2000) berubah lagi
menjadi Perusahaan Umum dan sekarang menjadi PT. Pegadaian (Persero).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah


yang akan dibahas sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang pegadaian syariah?

1
2

2. Apa pengertian pegadaian syariah?


3. Bagaimana mekanisme pegadaian syariah?
4. Apa prinsip operasional di pegadaian syariah?
5. Apa saja barang gadai dan risiko pegadaian syariah?
6. Bagaimana Peranan pegadaian syariah dalam pemberdayaan ekonomi
umat?
7. Bagaimana prospek pegadaian syariah di Indonesia?

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut :


1. Untuk mengetahui latar belakang pegadaian syariah
2. Untuk mengetahui definisi pegadaian syariah
3. Untuk mengetahui mekanisme pegadaian syariah
4. Untuk mengetahui prinsip operasional di pegadaian syariah
5. Untuk mengetahui barang gadai dan risiko pegadaian syariah
6. Untuk mengetahui Peranan pegadaian syariah dalam pemberdayaan
ekonomi umat
7. Untuk mengetahui prospek pegadaian syariah di Indonesia

D. Manfaat

Manfaat dari penulisan karya tulis ini adalah sebagai sarana untuk lebih
mengetahui , dan sebagai pemberi informasi tentang pegadaian syariah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Pegadaian Syariah


Ratusan tahun sudah ekonomi dunia didominasi oleh sistem bunga.
Hampir semua perjanjian di bidang ekonomi dikaitkan dengan bunga. Banyak
negara yang telah dapat mencapai kemakmurannya dengan sistem bunga ini di
atas kemiskinan negara lain sehingga terus-menerus terjadi kesenjangan.
Pengalaman di bawah dominasi perekonomian dengan sistem bunga selama
ratusan tahun membuktikan ketidakmampuannya untuk menjembatani
kesenjangan ini. Di dunia, di antara negara maju dan negara berkembang
kesenjangan itu semakin lebar sedang di dalam negara berkembang,
kesenjangan itu pun semakin dalam.

Cikal bakal lembaga gadai berasal dari Italia yang kemudian


berkembang ke seluruh Dataran Eropa. Di Indonesia terbitnya PP/ 10 Tanggal
1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan pegadaian,
satu hal yang perlu dicermati bahwa PP/ 10 menegaskan misi yang harus
diemban oleh pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah
hingga terbitnya PP/ 103/ 2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha
Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa
operasionalisasi. Pegadaian pra-Fatwa MUI Tanggal 16 Desember 2003 tentang
Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep Islam meskipun harus diakui
belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat
Rahmat Allah SWT. dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah
suatu konsep bendirian unit Layanan Gadai Islam sebagai langkah awal
pembentukan divisi khusus yang menangani kegiatan usaha Islam.

Perkembangan produk-produk berbasis Islam kian marak di Indonesia,


tidak terkecuali pegadaian. Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis
Islam yang disebut dengan pegadaian Islam. Pada dasarnya, produk-produk
berbasis Islam memiliki karakteristik seperti, tidak memungut bunga dalam
berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai

3
4

komoditas yang diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh


imbalan atas jasa dan atau bagi hasil. Pegadaian Islam atau dikenal dengan
istilah rahn, dalam pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income
(FBI) atau mudarabah (bagi hasil). Karena nasabah dalam menggunakan
marhumbih (UP) mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya untuk
konsumsi, membayar uang sekolah atau tambahan modal kerja, penggunaan
metode mudarabah belum tepat pemakaiannya. Oleh karenanya, pegadaian
menggunakan metode Fee Based Income (FBI).

Konsep operasi Pegadaian Islam mengacu pada sistem administrasi


modern yaitu asas rasionalitas, efisiensi, dan efektivitas yang diselaraskan
dengan nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Islam itu sendiri dijalankan oleh
kantor-kantor Cabang Pegadaian Islam/Unit Layanan Gadai Islam (ULGS)
sebagai satu unit organisasi di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum
Pegadaian. ULGS ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural
terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Islam
pertama kali berdiri di Iakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Islam (ULGS)
Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian
pendirian ULGS di Surabaya, Makassar, Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta
di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula,
empat Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian Islam.

Sebagaimana halnya institusi yang berlabel Islam, maka landasan


konsep pegadaian Islam juga mengacu kepada Islam yang bersumber dari Al-
Qur’an dan Hadis Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah:

‫ًا‬ ‫ِب‬‫َات‬‫دوا ك‬ َ ْ
ُِ‫تج‬ ‫ََلم‬
‫ٍ و‬‫َر‬‫ٰ سَف‬‫لى‬ََ
‫ْ ع‬‫ُم‬ ‫ُن‬
‫ْت‬ ‫ن ك‬ِْ
‫َإ‬‫و‬
‫ًا‬ ‫ْض‬ َ ْ
‫بع‬ ‫ُم‬
‫ُك‬‫ْض‬‫بع‬َ َ ‫َم‬
‫ِن‬ ‫ن أ‬ َِ
ْ‫إ‬ ‫ة ف‬ ٌَ
ۖ‫ُوض‬ ‫ْب‬
‫مق‬َ ‫ن‬ٌ‫ها‬ ‫َر‬
َِ ‫ف‬
َ‫اَّلل‬
َّ ِ ‫َّق‬
‫َت‬‫َْلي‬
‫ه و‬ َُ َ ‫م‬
‫انت‬ ََ
‫َ أ‬‫ِن‬‫تم‬ُْ
‫ِ ي اؤ‬ َّ ِ
‫الذ‬ ‫َد‬
‫ُؤ‬ َْ
‫لي‬ ‫ف‬
‫ها‬ ‫ُم‬
َْ ‫ْت‬
‫يك‬َ ْ
‫من‬ََ
‫ة و‬ َ‫د‬
ۚ َ‫ها‬ََّ‫ُوا الش‬ ‫ْت‬
‫ُم‬ َ ‫َََل‬
‫تك‬ ‫ه و‬ُ‫ب‬
ۗ ََّ
‫ر‬
ٌ
‫ِيم‬‫َل‬‫ن ع‬ َُ
َ‫لو‬ ‫ْم‬
‫تع‬َ ‫َا‬ َّ َ
‫اَّللُ ب‬
‫ِم‬ ُُ
‫ه و‬
ۗ َْ
‫لب‬ ‫ٌ ق‬
‫ِم‬‫ه آث‬ َّ‫إ‬
ُ‫ن‬ َِ‫ف‬
5

Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
kamu memercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
Barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Surat Al-Baqarah Ayat 283

Juga terdapat dalam hadits, sebagai berikut:

a. Aisyah berkata bahwa Rasul bersabda: “Rasulullah membeli makanan dari


seorang yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi.” HR. Bukhari dan
Muslim.

b. Dari Abu Hurairah r.a. Nabi SAW. bersabda: “Tidak terlepas kepemilikan
barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat
dan menanggung risikonya.” HR. Asy’Syafii, al Daraquthni, dan Ibnu
Majah.

c. Nabi bersabda: “Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki


dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat
diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan
kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan
pemeliharaan.” HR. IJmaah, kecuali Muslim dan An Nasai.

d. Dari Abi Hurairah r.a. Rasulullah bersabda: “Apabila ada ternak digadaikan,
maka punggungnya boleh dinaiki (oleh yang menerima gadai), karena ia
telah mengeluarkan biaya (menjaga)-nya. Apabila ternak itu digadaikan,
maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima
gadai) karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)-nya. Kepada orang
yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan) ~nya.
HR. Iamaah kecuali Muslim dan Nasai-Bukhari.
6

B. Pengertian Pegadaian Syariah

Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan Rahn dan dapat
jugs dinamai aI-habsu. Secara etimologi arti rahn adalah tetap dan tahan lama,
sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak
sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran atas barang tersebut. Rahn adalah
menjamin utang dengan barang, di mana utang dimungkinkan bisa dibayar
dengannya, atau dari hasil penjualannya. Misalkan, si A meminta pinjaman
uang kepada 8i B, kemudian si B meminta si A menitipkan suatu barang
kepadanya, hewan, rumah, dan lainnya sebagai jaminan utangnya. Jika utang
telah jatuh tempoh dan si A tidak bisa membayar utangnya, maka utangnya
diambilkan dari barang gadai tersebut. Si A yang meminjam uang dinamakan
penggadai (rahin), si B yang meminjamkan uang dinamakan penerima gadai
(murtahin), dan barang yang digadaikan dinamakan rahn.

Rahn dapat dijuga diartikan menahan salah satu harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut
memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh
jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang
atau gadai (Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah: 169, Syafi’i Antonio Muhammad:
128). Di Indonesia terbentuknya Pegadaian syariah, yaitu bekerjasama dengan
Perum pegadaian membentuk Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) Rahn
adalah perjanjian penyerahan barang atau harta Anda sebagai jaminan
berdasarkan hukum gadai berupa emas/perhiasan/kendaraan atau barang
bergerak lainnya.1

C. Mekanisme Pegadaian Syariah


Dari landasan Islam tersebut, maka mekanisme operasional pegadaian
Islam dapat digambarkan sebagai berikut: Melalui akad rahn, nasabah
menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan dan
merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh pegadaian. Akibat yang
timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi

1
Ahmad Rodoni, Asuransi dan Pegadaian Syariah (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2015), hlm. 57.
7

nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan, dan keseluruhan proses


kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi pegadaian mengenakan biaya sewa
kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.

Pegadaian Islam akan memperoleh keuntungan hanya dari bea sewa


tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang
diperhitungkan dari uang pinjaman. Sehingga di sini dapat dikatakan proses
pinjam meminjam uang hanya sebagai “lipstick” yang akan menarik minat
konsumen untuk menyimpan barangnya di pegadaian.

Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi:

1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasik/batil seperti murtahin


mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas.

2. Marhun Bih (pinjaman). Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan


kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang di-rahn-kan tersebut.
Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu.

3. Marhun (barang yang dirahnkan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang
dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya, milik sah penuh dari
rahin, tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi
maupun manfaatnya.

4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi bai'ang yang di-rahn-kan
serta jangka waktu ralin ditetapkan dalam prosedur.

5. Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,


penyimpanan, keamanan, dan pengelolaan serta administrasi.

Untuk dapat memperoleh layanan dari pegadaian Islam, masyarakat


hanya cukup menyerahkan harta geraknya (emas, berlian, kendaraan, dan lain-
lain) untuk dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf
penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan
dijadikan sebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan)
dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan
berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum
8

Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90%
dari nilai taksiran barang.

Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi utang atau hanya membayar
jasa simpan, maka Pegadaian Syariah melakukan eksekusi barang jaminan
dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa
simpan, dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah.
Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil uang
kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang
tersebut, pegadaian Islam akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan
Amil Zakat.

Aspek Islam tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja,


pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber
yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan
pegadaian Islam termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah,
murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang
dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan
Bank Muamalat sebagai funder-nya, ke depan pegadaian juga akan melakukan
kerja sama dengan lembaga keuangan Islam lain untuk mem-back up modal
kerja.

Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari
teknik transaksi pegadaian Islam dibandingkan dengan pegadaian
konvensional, yaitu:

1. Di pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah


yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.

2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian: utang


piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek
hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat
acessoir, sehingga pegadaian konvensional bisa tidak melakukan
penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik
fidusia. Berbeda dengan pegadaian Islam yang mensyaratkan secara
9

mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea


jasa simpan.2

D. Prinsip Operasional di Pegadaian Syariah


Pedoman Operasional Gadai Syariah (POGS) PT. Pegadaian (Persero)
dapat melayani produk dan jasa sebagai berikut3:

1. Pemberian pinjaman atau pembiayaan atas dasar hukum gadai syariah


(rahn), yaitu pegadaian syariah mensyaratkan penyerahan barang gadai
oleh nasabah (rahin) untuk mendapatkan uang pinjaman, yang besarnya
sangat ditentukan oleh nilai barang yang digadaikan.
2. Penaksiran nilai barang, pegadaian syariah memberikan jasa penaksiran
atas nilai barang yang akan digadaikan oleh calon nasabah (rahin).
Demikan juga nasabah yang bermaksud menguji kualitas barang yang
dimilikinya dan tidak hendak menggadaikan barangnya. Jasa tersebut
diberikan karena pegadaian syariah mempunyai alat penaksir yang
keakuratannya dapat diandalkan, serta sumber daya manusia yang
berpengalaman dalam menaksir. Jasa penaksiran ini hanya dipungut berupa
biaya penaksiran.
3. Penitipan barang, pegadaian syariah memberikan jasa penitipan barang
untuk masyarakat yang ingin menitipkan barang berdasarkan pertimbangan
keamanan dan alasan lainnya. Usaha ini dapat dijalankan karena setiap
kantor pegadaian syariah di seluruh Indonesia terutama di wilayah
Surabaya memiliki tempat dan gudang penyimpanan barang yang
memadai. Atas jasa penitipan tersebut pegadaian syariah memungut
ongkos penyimpanan.
4. Gold Counter (Gerai Emas), yaitu tempat penjualan emas yang
menawarkan keunggulan kualitas dan keaslian. Gerai ini mirip dengan
gerai emas Galeri yang ada di pegadaian konvensional. Emas yang dijual

2
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam (Jakarta: Prenamedia Group,
2010), hlm. 275-283.
3
Adilla Sarah Erangga, OPERASIONAL GADAI DENGAN SISTEM SYARIAH PT. PEGADAIAN
(PERSERO) SURABAYA. Universitas Negeri Surabaya. hlm.11
10

di pegadaian syariah PT. Pegadaian (Persero) dilengkapi dengan sertifikat


jaminan.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh masyarakat yang hendak


melakukan gadai syariah di PT. Pegadaian (Persero) yaitu4 :

1. Membawa fotocopy KTP atau identitas lainnya yang masih berlaku


seperti SIM, paspor, dan lain-lain.
2. Mengisi formulir permintaan rahn.
3. Menyerahkan barang jaminan (marhun) yang memenuhi syarat, seperti
perhiasan emas, berlian dan benda berharga lainya, barang-barang
elektronik atau kendaraan bermotor.dan benda berharga lainya, barang-
barang elektronik atau kendaraan bermotor.
4. Kepemilikan barang merupakan milik pribadi. Akan tetapi jika barang
tersebut bukan milik nasabah atau dikuasakan kepada orang lain maka
harus melampirkan surat kuasa bermaterai sesuai ketentuan yang telah
di tetapkan oleh kantor pegadaian syariah dan KTP asli pemilik barang.
5. Menandatangi akad rahn dan akad ijarah dalam Surat Bukti Rahn (SBR).
6. Prosedur pemberian pinjaman (marhun bih) dalam gadai syariah di PT.
Pegadaian (Persero) yaitu pertama nasabah mengisi formulir permintaan
rahn, kedua nasabah menyerahkan formulir permintaan rahn yang telah
dilampiri dengan foto copy identitas serta barang jaminan ke kasir
kantor, ketiga petugas kantor pegadaian syariah menaksir marhun yang
diserahkan dimana besarnya pinjaman adalah sebesar 92% dari taksiran
marhun, dan yang terakhir apabila telah disepakati besarnya pinjaman
antara kedua belah pihak, maka nasabah menandatangani akad dan dapat
menerima uang pinjaman.

Operasional di pegadaian syariah, nasabah (rahin) tidak perlu


melakukan kedua akad tersebut karena 1 (satu) lembar SBR yang ditanda
tangani oleh nasabah sudah mencakup kedua akad yang dimaksud. Hal ini telah
sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.107 tentang
akuntansi ijarah yang mengharuskan untuk melakukan akad dalam setiap

4
Ibid. hlm.12
11

melakukan transaksi agar keabsahannya dapat diakui secara hukum. Dalam


pelunasan uang pinjaman (marhun bih) di pegadaian syariah PT. Pegadaian
(Persero) Surabaya dapat dilakukan dengan beberapa cara disesuaikan dengan
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama (MUI) No.
25/DSN/MUI/III/2002 tentang Rahn (Gadai) dimana murtahin harus
memperingatkan rahin untuk melakukan pelunasan apabila dalam masa jatuh
tempo. Pelunasan yang pertama di pegadaian syariah PT. Pegadaian (Persero)
Surabaya yaitu dengan cara nasabah (rahin) membayar pokok pinjaman
(marhun bih) di kantor tempat nasabah (rahin) tersebut melakukan transaksi.
Setelah pelunasan pokok pinjaman (marhun bih), barang jaminan (marhun)
yang dikuasai oleh mutarhin dikembalikan kepada nasabah (rahin) sesuai
dengan tarif yang telah ditetapkan. Pelunasan pinjaman juga dapat dilakukan
dengan cara menjual barang jaminan (marhun) jika nasabah tidak dapat
memenuhi kewajibannya setelah jatuh tempo. Hasil penjualan dengan cara
lelang barang jaminan (marhun) digunakan untuk melunasi dan membayar jasa
penyimpanan serta biaya-biaya yang timbul atas penjualan lelang barang
tersebut. Nasabah (rahin) dapat memilih cara pelunasan, apakah ingin melunasi
secara sekaligus atau dengan cara diangsur5.

Jika dalam masa 4 (empat) bulan nasabah (rahin) belum dapat melunasi
kewajibannya, maka nasabah dapat mengajukan permohonan perpanjangan
jangka waktu pinjaman baru untuk masa 120 hari ke depannya beserta biaya
yang harus ditanggungnya. Jika setelah perpanjangan masa pelunasan nasabah
(rahin) tidak dapat melunasinya kembali, maka barang gadai (marhun) akan
dilelang atau dijual oleh murtahin6.

Secara substantif, Pegadaian Syariah memiliki 3 (tiga) prinsip yang


bersumber pada kajian ekonomi Islam. Prinsip pengembangan ekonomi tidak
saja mengacu pada proses di mana masyarakat dari suatu negara memanfaatkan
sumber daya yang tersedia untuk menghasilkan kenaikan produksi barang dan
jasa secara terus-menerus. Akan tetapi, Islam memiliki prinsip-prinsip

5
Ibid. hlm.14-15
6
Ibid. hlm.15
12

pengembangan yang dibingkai dengan kerangka hubungan dengan Allah dan


menyeimbangkan antar-kehidupan di dunia dan di akhirat. Di antara prinsip-
prinsip tersebut adalah sebagai berikut7:

1. Prinsp Tauhid (Keimanan)

Tauhid merupakan pondasi ajaran Islam. Dalam pokok ajaran ini,


menyatakan bahwa Allah adalah pencipta alam semesta dan segala isinya
dan sekaligus pemiliknya termausk manusia dan seluruh sunber daya yang
ada. Karena itu Allah adalah pemilik hakiki, sedangkan manusia hanya
diberi amanah untuk “memiliki” untuk sementara waktu, sebagai ujian bagi
mereka. Dalam Islam, segala sesuatu yang ada tidak diciptakan dengan sia-
sia, tetapi memiliki tujuan (Q.S 23: 115). Salah satu tujuan diciptakan
manusia adalah untuk beibadah kepadaNya (Q.S 51: 56). Karena itu segala
aktivitas manusia dalam hubungannya dengan sumber daya alam dan
manusia (muamalah) dibingkai dengan kerangka hubungan dengan Allah.
Tauhid itu membentuk 3 (tiga) pokok filsafat ekonomi Islam, yaitu:

Pertama, dunia dengan segala isinya adalah milik Allah dan berjalan
menurut kehendak-Nya (Q.S 5: 20 dan Q.S 2: 6). Manusia sebagai khalifah-
Nya hanya mempunyai hak khilafat dan tidak bersifat absolut, serta harus
tunduk melaksanakan hukum-Nya, sehingga mereka yang menganggap
kepemilikan secara tidak terbatas, berarti ingkar kepada kekuasaan Allah
Swt. Implikasi dari status kepemilikan menurut Islam adalah hak manusia
atas barangbarang atau jasa-jasa itu terbarbatas. Hal ini jelas berbeda dengan
kepemilikan mutlak oleh individu pada sistem kapitalis dan kaum ploteral
pada sistem Maexisme.
Kedua, Allah Saw adalah pencipta semua makhluk, dan semua
makhluk tunduk kepada-Nya (Q.S 6: 142-145; Q.S 16: 10-16; Q.S 35: 27-
29; dan Q.S 39:21). Dalam Islam, kehidupan dunia hanya dipandang sebagai
ujian, yang akan diberikan ganjaran dengan surga yang abadi. Menurut
Tarek El-Diwany, ganjaran atas usaha-usaha dunia yang terbatas dan non

7
Maman Surahman dan Panji Adam, Penarapan Prinsip Syariah Pada Akad Rahn Di Lembaga
Pegadaian Syariah. Fakultas Syariah Universitas Islam Bandung. hlm.141-142
13

moneter hal inilah yang sulit untuk dimasukkan ke dalam analisis ekonomi
konvensional. Sedangkan ketidakmerataan karunia nikmat dan kekayaan
yang diberikan Allah Swt kepada setiap makhluk-Nya, merupakan
kekuasaan Allah Swt semata. Tujuannya adalah agar mereka yang diberi
kelebihan sadar menegakan persamaan masyarakat (egalitarian) dan
bersyukur kepada-Nya (Q.S 107: 1-7; dan Q.S 11: 7), persamaan dan
persaudaraan dalam kegiatan ekonomi, yakni syirkah dan qiradh atau bagi
hasil (Q.S 2: 254 dan Q.S 5: 2). Doktrin egalitarianisme Islam seperti itu,
berbeda dengan sistem ekonomi materialistik, hedonis yang prolater
sosialistik dan marxisme.
Ketiga, iman kepada hari kiamat akan mempengaruhi tingkah laku
ekonomi manusia menurut horizon waktu. Sedangkan muslim yang
melakukan aksi ekonomi tertentu, akan mempertimbangkan akibatnya pada
hari kemudian. Menurut dalil ekonomi, hal ini mengandung maksud bahwa
dalam memilih kegiatan ekonomi haruslah mempertimbangkan baik
menghitung nilai sekarang maupun hal yang akan dicapai di masa yang akan
datang. Hasil kegiatan mendatang ialah semua yang diperoleh, baik sebelum
maupun sesudah mati (extended time horizon), seperti yang dijelaskan
dalam Q.S 75: 1-10; dan Q.S 99: 1-88.
Prinsip tauhid dapat mengukuhkan konsep non-materialistik dan
dipahami sebagai triangle, dimana ketaatan kepada Tuhan diletakan pada
posisi puncak, sedangkan manusia dab alam diletakan pada posisi sejajar
yang saling membutuhkan. Manusia diberikan amanat untuk memanfaatkan
alam (sebagai resources) dan di dorong untuk menghasilkan output yang
dapat bermanfaat bagi semua pelaku ekonomi. Output itu sensiei tidak
mutlak dimilikinua karena pada harta yang dimilikinya ada hak orang lain
yang membutuhkannya. Studi tentang pembiayaan tidak lepas dari kegiatan
yang dilakukan untuk memanfaatkan dan mengembangkan harta.41
Pengembangan kekayaan dalam ekonomi konvensional menganut prinsip
yang mengacu kepada teori bunga. Ajaran Islam memandang bahwa harta
serta pengembangannya tidak bisa diakumulasi dengan cara riba sebagai

8
Ibid. hlm.143
14

teori bunga. Pada saat yang sama, kebiasaan untuk mendiamkan harta yang
diperoleh tidak pula dianjurkan dalam Islam. Ketika seseorang memiliki
harta kemudian mendiamkannya (idle assets), maka akan menyebabkan
harta tersebut hanya dimiliki oleh segelintir orang kaya. Pada akhirnya,
jurang antara si kaya dan si miskin akan semakin menganga. Padahal, dalam
harta milik seseorang (property rights) ada hak milik orang lain. Hal ini
menunjukan bahwa Islam menghdendaki terjadinya perputaran kepemilikan
harta secara lebih mereta.
Sistem pegadaian yang dianut ekonomi Islam selama ini didasarkan
pada 2 (dua) sifat, yaitu:
1. konsumtif; dan
2. produktif. Pembiayaan konsumtif dapat dilakukan dengan pendekatan:
a. sistem margin (keuntungan) melalui akad al-murâbahah (jual beli
tangguh)
b. sistem pinjaman tanpa bunga melalui akad al-qard al-hasan atau
yang lebih dikenal dengan pinjaman kebajikan.

Adapun pembiayaan produktid dapat dilakukan dengan pendekatan


sistem bagi hasil (profit and loss-sharing) melalui akad al-mudhârabah
(kemitraan pasif); dan akad al-musyârakah (kemitraan aktif)9.

2. Prinsip Ta’âwun (Tolong-Menolong)

Abu Yusuf (w. 182 H) Dalam al-Kharaj menyebutkan bahwa prinsip


yang harus diletakan dalam transaksi gadai adalah ta’awun (tolong-
menolong), yaitu prinsip saling membantu antar sesama dalam
meningkatkan taraf hidup melalui mekanisme kerja sama ekonomi dan
bisnis. Hal ini sesuai dengan Al-Quran “Dan tolong-menolonglah kamu
dalam berbuat kebajikan dan takwa serta janganlah bertolong-menolong
dalam berbuat keji dan permusuhan.” (QS. Al-Maaidah (4): 2). Realitas
prinsip ta’awun pada transaksi gadai mengindikasikan ikatan kuat antara
tradisi manusia dengan agama yang muncul akibat konsekuensi logis
terhadap berkembangnya aktivitas manusia yang bergerak secara cepat.

9
Ibid. hlm.143
15

Prinsip ini juga telah disampaikan Abu ‘Ubaid (w. 224 H) dalam al-Amwal.
Ia berpandangan bahwa prinsip ta’awun sesama manusia dapat
meningkatkan taraf hidup.46 Menurut Sa’id Sa’ad Martan, prinsip ini
berorientasi pada sosial adalah usaha seseorang untuk membantu
meringankan beban saudaranya yang ditimpah kesulitan melalui gadai
syariah.

3. Prinsip Bisnis (Tijârah)

Afzalur Rahman menyatakan bahwa bisnis (perdagangan) adalah


suatu kegiatan yang dianjurkan dalam Islam.48 Nabi sering kali
menekankan pentingnya bisnis dalam kehidupan manusia.49 Namun
demikian, dalam mencari laba harus dengan cara yang dibenarkan oleh
syariah. Hal ini bertujuan agar kesejahteraan tercapai. Umar Chapra
menyebutnya dengan istilah al-Falah.50 Muhammad Syafi’i Antonio
berpendapat dalam kacamata Islam tidak ada dikotomi antara usaha-usaha
untuk pembangunan ekonomi maupun sektor-sektor lainnya dengan
persiapan untuk kehidupan di akhirat nanti.51 Karena itu, kegiatan bisnis
gadai syarikah, tanpa mengikuti aturan-aturan syariah, maka akan
membawa kehancuran10.

Prinsip-prinsip bisnis di atas, menjadi pedoman dalam usaha


pegadaian sepanjang masa. Karena itu, prinsip-prinsip usaha pegadaian
ialah:
1. Harus didasari sikap saling ridha di antara kedua belah pihak, sehingga
para pihak tidak merasa diruagikan atau dizalimi;
2. Menegakkan prinsip keadilan dalam proporsi keuntungan;
3. Kegiatan bisnis tidak melakukan investasi pada usaha yang
diharamkan seperti usaha-usaha yang merusak mental dan moral;
4. Bisnis harus terhindar dari praktik gharar (ketidakpastian), tadlis
(penipuan) dan masyir (judi); serta

10
Ibid. hlm.144
16

5. Dalam kegiatan bisnis, baik utang-piutang maupun bukan, hendaklah


dilakukan pencatatan (akuntansi).

Dengan demikian, ketiga prinsip di atas menjadi acuan dasar dalam


pengembangan Pegadaian Syariah, serta penerapannya dalam kehidupan so
sio-ekonomi. Kurang kuatnya salah satu dasar tersebut, maka akan
menyebabkan lambatnya gerak pengembangan lembaga bisnis itu sendiri,
serta tidak akan mampu mencapai kesejahteraan hidup. Oleh karena itu,
perlu dijelaskan mengenai perbedaan antara Pegadaian Syariah dengan
pegadaian konvensional11.

E. Barang Gadai dan Resiko Pegadaian Syariah


Bagi nasabah yang ingin memperoleh fasilitas pinjaman dari pegadaian
Syariah, maka hal yang paling penting diketahui adalah masalah barang yang
dapat dijadikan jaminan di pegadaian Syariah. Pegadaian Syariah dalam hal
jaminan menetapkan ada beberapa jenis barang berharga yang dapat diterima
untuk digadaikan. Barang-barang tersebut nantinya ditaksir nilainya, sehingga
dapat diketahui berapa nilai taksiran dari barang yang digadaikan. Semakin
besar nilai taksiran barang, maka semakin besar pula pinjaman yang akan
diperoleh.

Adapun jenis-jenis barang berharga yang dapat diterima dan dijadikan


jaminan pegadaian Syariah adalah sebagai berikut12:

1. Barang-barang atau benda perhiasan antara lain : emas, perak intan, berlian,
Mutiara, platina dan jam.
2. Barang-barang berupa kendaraan seperti : mobil (termasuk bajai dan
bemo), sepeda motor, dan sepeda biasa (termasuk becak).
3. Barang-barang elektronik, antara lain : Televisi, radio, radio tape, video,
computer, kulkas, tstel, dan mesin tik.
4. Mesin-mesin seperti mesin jahit dan mesin kapal motor.
5. Barang-barang keperluan rumah tangga seperti :
a. Barang tekstil, berupa pakaian, permadani atau kain batik.

11
Ibid. hlm.144
12
Ahmad Rodoni, Asuransi dan Pegadaian Syariah. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2015. hlm.72
17

b. Barang pecah belah dengan catatan bahwa semua barang yang


dijaminkan haruslah dalam kondisi baik dalam arti masih dapat
digunakan dan bernilai. Hal ini penting bagi pegadaian Syariah
mengingat apabila nasabah tidak dapat mengembalikan pinjamannya,
maka barang jaminan akan dilelang sebagai penggantinya.

F. Peranan Pegadaian Syariah dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat


Pegadaian Syari‟ah memiliki tujuan, manfaat serta Resiko masing-
masing. Yang pertama yaitu akan dijelaskan tujuannya13:

1. Ikut melancarkan serta menunjang pelaksanaan dalam kebijakan dan


program pemerintah dalam bidang ekonomi dan pembangunan pada
umumnya yang melaui penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai.
2. Mencegah pegadaian yang gelap, dan peminjaman yang tidak wajar
lainnya.
3. Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat yang
lebih mudah.

Manfaat Pegadaian Syari‟ah :

1. Tersedianya dana dengan adanya prosedure yang cukup sederhana dan


dalam waktu yang lebih cepat daripada pembiayaan atau kredit perbankan.
2. Nasabah juga mendapatkan manfaat dengan penaksiran nilai barang
bergerak secara prfesional.
3. Nasabah mendapat fasilitas penitipan barang bergerak dengan aman dan
bisa dipercaya.

Tapi secara umum pegadaian mempunyai pengaruh khusus terhadap


masyarakat yaitu :

1. Mengatasi masalah tanpa masalah,yaitu merupakan motto dari Pegadaian.


Mkasudnya disini adalah mampu membantu untuk menjawab dan juga
memberikan solusi bagi masalah keuangan dan dinansial yang sedang
dihadapi tanpa harus menimbulkan masalah yang baru.

13
Luky Andraiesta. “Pengaruh Pegadaian Syari’ah Terhadap Perekonomian Masyarakat”. Diakses
dari eprints.umsida.ac.id. pada 25 Oktober 2019 pukul 19:30.
18

2. Dapat memberikan dana tunai dengan cepat. Meskipun dana yang didapat
tidak besar jumblahnya, tapi prosesnya sangat mudah dan cepat. Ini
merupakan keunggulan dari sistem Pegadaian.
3. Membantu memberikan dana secara mendadak dengan jumlah yang besar,.
Pegadaian adalah salah satu solusi untuk memperoleh dana dalam jumlah
yang besar dalam jangka waktu yang cepat. Dalam satu hari, prosesnya bisa
selesai dan kita sebagai nasabah bisa langsung mendapatkan dana yang
dibutuhkan.

G. Prospek Pegadaian Syariah di Indonesia


Prospek perusahaan secara relatif dapat dilihat dari analisis SWOT
sebagai berikut14:

1. Kekuatan (Strength) Rahn


a. Dukungan umat Islam yang merupakan mayoritas penduduk.
Perusahaan gadai syari’ah telah lama menjadi dambaan umat Islam
Indonesia sejak masa Kebangkitan Nasional yang pertama. Hal ini
menunjukkan besarnya harapan dan dukungan umat Islam terhadap
adanya gadai syari’ah.
b. Dukungan dari lembaga keua-ngan Islam di seluruh dunia.
Adanya gadai syari’ah yang sesuai dengan prinsip syariah sangat
penting untuk menghindarkan umat dari kemungkinan terjerumus
kepada yang haram. Oleh karena itu pada konferensi ke 2 Menteri- Luar
Negeri negara muslim di seluruh dunia bulan Desember 1970 di
Karachi, Pakistan telah sepakat untuk pada tahap pertama mendirikan
Islamic Development Bank (IDB) yang dioperasikan sesuai dengan
prinsip syariah. IDB secara resmi didiri-kan pada bulan Agustus 1974
dimana Indonesia menjadi salah satu negara anggota pendiri. IDB pada
pasal 2 ayat XI akan membantu berdirinya bank dan lembaga keuangan
yang akan beroperasi sesuai dengan syariah Islam di negara
anggotanya. Beberapa bank Islam yang berskala internasional telah

14
Martono. “Prospek Rahn (Gadai Syari’ah) Dalam Mendukung Pemberdayaan Ekonomi Rakyat”.
Al-Iqtishad: Vol. I, No. 2, Juli 2009. Hlm 39-44
19

datang ke Indonesia untuk menjajagi kemungkinan membuka lembaga


ke uangan syariah secara patungan. Hal ini menunjukkan besarnya
harapan dan dukungan lembaga keuangan internasional terhadap
adanya lembaga keuangan syariah di Indonesia.
c. Pemberian pinjaman lunak al-qardhul hassan dan pinjaman
mudharabah dengan sistem bagi hasil gadai syariah sangat sesuai
dengan kebutuhan pembangunan.
1) Penyediaan pinjaman murah bebas bunga yang disebut al-qardhul
hassan sebagai pinjam-an lunak yang diperlukan masyarakat saat
ini mengingat kian tingginya tingkat bunga.
2) Penyediaan pinjaman mudha-rabah mendorong terjalinnya
kebersamaan antara bank syari’ah dan nasabahnya dalam
menghadapi risiko usaha dan membagi laba/rugi secara adil.
3) Pada pinjaman mudharabah, bank syariah takkan membe-bani
nasabahnya dengan biaya tetap yang berada di luar jangkauannya.
Nasabah hanya wajib membagi hasil usahanya sesuai dengan akad
yang ditetapkan sebelumnya. Bagi hasil kecil kalau laba usahanya
kecil dan bagi hasil besar kalau hasil usahanya besar.
4) Investasi yang dilakukan nasa-bah mudharabah tidak tergan-tung
kepada tinggi rendahnya tingkat bunga karena tidak ada biaya
bunga pinjaman) yang harus diperhitungkan.
5) Gadai syari’ah bersifat mandiri dan tidak terpengaruh oleh gejolak
moneter baik dalam maupun luar negeri karena kegiatan
operasional tidak menggunakan perangkat bunga.
2. Kelemahan (weakness)
a. Berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan berasumsi bahwa
semua orang yang terlibat dalam akad bagi hasil adalah jujur dapat
menjadi bumerang karena gadai syariah akan menjadi sasaran empuk
bagi mereka yang beritikad tidak baik. Contoh: Pinjaman mudharabah
yang diberikan dengan sistem bagi hasil akan sangat bergantung kepada
itikad baik nasabah. Bisa terjadi nasabah melaporkan keadaan usaha
yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Misalnya suatu
20

usaha yang untung dilaporkan rugi sehingga bank syari’ah tidak


memperoleh bagian laba.
b. Memerlukan perhitungan yang rumit terutama dalam menghitung biaya
yang dibolehkan dan bagian laba nasabah yang kecil-kecil. Dengan
demikian kemungkinan salah hitung setiap saat bisa terjadi sehingga
diperlukan kecermatan yang lebih besar.
c. Karena membawa misi bagi hasil yang adil, maka rahn lebih banyak
memerlukan tenaga-tenaga profesional yang andal. Kekeliruan dalam
menilai kelayakan proyek yang akan dibiayai dengan sistem bagi hasil
akan membawa akibat lebih berat dari pada yang dihadapi dengan cara
konvensional yang hasil pendapatannya sudah tetap dari bunga.
d. Kemungkinan masih diperlu-kan Juklak (Petunjuk pelaksanaan) untuk
pembinaan dan kontrol. Masalah adaptasi sistem akuntansi gadai
syari’ah terhadap sistem akuntansi yang telah baku.
3. Peluang (Opportunity)
a. Peluang karena pertimbangan kepercayaan agama
1) Merupakan hal nyata di dalam masyarakat muslim Indonesia, yang
menganggap membayar/menerima bunga termasuk menyuburkan
riba. Karena riba dalam Islam jelas-jelas dilarang maka banyak
muslim yang tidak mau memanfaatkan jasa pegadaian yang telah
ada sekarang.
2) Meningkatnya kesadaran ber-agama yang merupakan hasil
pembangunan di sektor agama mem-perbanyak jumlah perorangan,
yayasan, pondok pesantren, masjid, madrasah dan baitul-mal yang
belum memanfaatkan jasa gadai konvensional yang sudah ada. (c)
Sistem pengenaan biaya uang / sewa modal dalam sistem pegadaian
yang berlaku sekarang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur
yang tidak sejalan dengan syari’ah, antara lain: Pertama, biaya
ditetapkan dimuka secara pasti, dianggap mendahului takdir karena
seolah-olah peminjam dipastikan akan memperoleh laba sehingga
mampu rnembayar pokok pinjaman dan bunganya pada waktu yang
telah ditetapkan (periksa surat Luqman ayat 34). Kedua, biaya
21

ditetapkan dalam bentuk prosentase (%) sehingga apabila


dipadukan dengan unsur ketidakpastian yang dihadapi manusia,
secara matematis dengan berjalannya waktu akan bisa menjadikan
hutang berlipat ganda (periksa surat Al-Imron ayat 130). Ketiga,
memperdagangkan/menye-wakan barang yang sama dan sejenis
(misalnya rupiah dengan rupiah yang masih berlaku) dengan
memperoleh keuntungan/kelebihan kualitas dan kuantitas,
hukumnya riba (periksa terjemah Hadits Shahih Muslim oleh
Ma’mur Daud, Bab Riba No. 1551 - 1567). Keempat, membayar
hutang dengan lebih baik yaitu diberikan tambahan seperti yang
dicontohkan dalam Al-Hadits, harus ada dasar sukarela dan
inisiatifnya harus datang dari yang punya hutang pada waktu jatuh
tempo, bukan karena ditetapkan dimuka dan dalam jumlah yang
fixed (periksa terjemah Hadis Shabih Muslim oleh Ma’mur Daud,
Bab Riba No. 1569 s/d 1572).
b. Adanya peluang ekonomi dari berkembangnya gadai syari’ah.
1) Selama Orde Reformasi masih melanjutkan pembangunan yang
diperkirakan akan mencapai jumlah yang sangat besar. Dari jumlah
tersebut diharapkan sebagian besar dapat disediakandari tabungan
dalam negeri dan dari dana luar negeri sebagai pelengkap saja. Dari
tabungan dalam negeri diharapkan dapat dibentuk melalui tabungan
pemerintah yang kemampuannya kian kecil dibandingkan melalui
tabungan masyarakat yang melalui sektor perbankan dan lembaga
keuangan lainnya.
2) Mengingat demikian besarnya peranan yang diharapkan dari
tabungan masyarakat melalui sektor perbankan maka perlu
dicarikan berbagai jalan dan peluang untuk mengerahkan dana dari
masyarakat. Rahn berfungsi mencairkan simpa-nan-simpanan
berupa perhiasan dan barang tak produktif yang lalu diinvestasikan
melalui mekanisme pinjaman mudharabah.
3) Adanya rahn yang telah di sesuaikan agar tidak menyimpang dari
ketentuan yang berlaku akan memperkaya khasanah lembaga
22

keuangan di Indonesia. Iklim baru ini akan menarik penanaman


modal di sektor lembaga keuangan khususnya IDB dan pemodal
dari negara-negara penghasil minyak di Timur Tengah. (d) Konsep
rahn yang lebih mengutamakan kegiatan produksi dan perdagangan
serta kebersamaan dalam hal investasi, menghadapi risiko usaha
dan membagi hasil usaha akan memberikan sumbangan yang besar
kepada perekonomian Indonesia dalam meng giatkan investasi,
penyediaan kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan.
4. Ancaman (threat)
a. Ancaman yang paling berbahaya apabila keinginan akan adanya rahn
itu dianggap berkaitan dengan fanatisme agama. Akan ada pihakpihak
yang akan menghalangi berkembangnya gadai syari’ah ini semata-mata
hanya karena tidak suka apabila umat Islam bangkit dari
keterbelakangan ekonominya. Mereka tidak mau tahu bahwa rahn itu
jelas-jelas bermanfaat untuk semua orang tanpa pandang suku, agama,
ras dan adat istiadat. Isu primordial, eksklusivisme atau sara mungkin
akan dilontarkan untuk mencegah eksistensi gadai syari’ah.
b. Ancaman berikutnya adalah dari mereka yang merasa terusik
kenikmatannya mengeruk kekayaan rak-yat yang sebagian besar
muslim melalui sistem bunga. Munculnya rahn yang menuntut
pemerataan pendapatan lebih adil dirasakan oleh mereka sebagai
ancaman terhadap status quo yang telah dinikmatinya selama puluhan
tahun. Isu tentang ketidakcocokan dengan sistem global dilontarkan
untuk mencegah berkembangnya rahn. Dari analisa SWOT di atas
ternyata gadai syari’ah mempunyai prospek cerah, baik itu Perum
Pegadaian yang telah mengoperasikan sistem syari’ah maupun bank
syari’ah yang baru.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Gadai Syariah (Rahn) adalah produk jasa gadai yang berlandaskan pada
prinsip prinsip Syariah, dimana nasabah hanya akan dibebani biaya administrasi
dan biaya jasa simpan dan pemeliharaan barang jaminan. Pegadaian Syariah PT.
Pegadaian (Persero) memungut biaya tidak berbentuk bunga, tetapi berupa
biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, dan penaksiran. Biaya gadai syariah
lebih kecil dan hanya sekali saja. Keberadaan pegadaian syariah dimaksudkan
untuk melayani pasar dan masyarakat yang secara kelembagaan dalam
pengelolaan menerapkan manajemen modern, yaitu menawarkan kemudahan,
kecepatan, keamanan, dan hemat dalam penyaluran pinjaman.

B. Saran

Dengan adanya makalah ini, penulis berharap agar makalah tentang


pegadaian syariah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan apa
yang telah kami uraikan diatas semoga dapat dilaksanakan atau diterapkan
dalam kehidupan sehari hari terutama dalam melakukan pegadaian.

23
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Maman Surahman dan Panji. n.d. "Penarapan Prinsip Syariah Pada Akad
Rahn Di Lembaga Pegadaian Syariah." (Fakultas Syariah Universitas
Islam Bandung ).
Andraiesta, Luky. “Pengaruh Pegadaian Syari’ah Terhadap Perekonomian
Masyarakat”. Diakses dari eprints.umsida.ac.id. pada 25 Oktober 2019
pukul 19:30.

Erangga, Adilla Sarah. n.d. "Operasional Gadai Dengan Sistem Syariah Pt.
Pegadaian (Persero) Surabaya." (Universitas Negeri Surabaya).
Huda, Nurul & Mohamad Heykal. 2010. Lembaga Keuangan Islam. Jakarta:
Pranamedia Group.

Martono. “Prospek Rahn (Gadai Syari’ah) Dalam Mendukung Pemberdayaan


Ekonomi Rakyat”. Al-Iqtishad: Vol. I, No. 2, Juli 2009.

Rodoni, Ahmad. 2015. Asuransi dan Pegadaian Syariah. Jakarta: Mitra Wacana
Media.

24

Anda mungkin juga menyukai