Pengembangan Masyarakat
Pengembangan Masyarakat
Pengembangan Masyarakat
Disusun oleh :
Dosen pembimbing :
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
KEDIRI
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masalah kemiskinan di Indonesia saat ini dirasakan sudah sangat mendesak untuk
ditangani, khususnya di wilayah perkotaan. Salah satu ciri umum dari kondisi masyarakat yang
miskin adalah tidak memiliki sarana dan prasarana dasar perumahan dan permukiman yang
memadai, kualitas lingkungan yang kumuh, tidak layak huni. Kemiskinan merupakan persoalan
struktural dan multidimensional, mencakup politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-lain. Sehingga
secara umum “Masyarakat Miskin” sebagai suatu kondisi masyarakat yang berada dalam situasi
kerentanan, ketidak berdayaan, keterisolasian, dan ketidak mampuan untuk menyampaikan
aspirasinya. Situasi ini menyebabkan mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan minimal
kehidupannya secara layak (manusiawi). Program penanggulangan kemiskinan yang dievaluasi
meliputi, Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan Proyek Penanggulangan Kemiskinan
Perkotaan (P2KP), yang dikategorikan sebagai Program Kerja Mandiri (Self Employment
Program), dan Proyek Pembangunan Fisik dalam program PPK yang dikategorikan
sebagai Program Padat Karya (Public Work Progam).
Menurut G. Adler-Karlsson, (1981), kemiskinan perkotaan adalah fenomena yang mulai
dipandang sebagai masalah serius, terutama dengan semakin banyaknya permasalahan ekonomi
yang ditimbulkannya. Modernisasi dan industrialisasi sering kali dituding sebagai pemicu,
Diantara beberapa pemicu yang lain, perkembangan daerah perkotaan secara pesat mengundang
terjadinya urbanisasi dan kemudian komunitas-komunitas kumuh atau daerah kumuh yang
identik dengan kemiskinan perkotaan.
Di samping itu, ada hal lain yang mendorong untuk mengkaji kemiskinan penduduk,
yaitu mencari jalan untuk mengentaskan kelompok miskin tersebut. Sejauh ini usaha untuk itu
sudah cukup banyak, namun hasilnya masih belum memuaskan. Ada beberapa hal yang
menyebabkan kurang berhasilnya usaha-usaha itu. Salah satu di antaranya adalah kurang
tepatnya mengidentifikasi kemiskinan dalam arti menelaah berbagai hal yang berkait dengan
kemiskinan. Tanpa ada data yang akurat yang berkaitan dengan kemiskinan itu maka akan sulit
untuk mengusahakan pengentasan kemiskinan secara baik.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah :
Bagaimana pelaksanaan program yang di gulirkan untuk memberdayakan masyarakat serta
melaksanakan partisipasi masyarakat dalam pengentasan kemiskinan?
C. TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dengan pembuatan makalah ini yaitu memberikan informasi
mengenai permasalahan perkotaan dalam bidang perekonomian, sehingga masyarakat menyadari
begitu banyak permasalahan yang terjadi pada masyarakat perkotaan yang harus segera diatasi
dan dicari pemecahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan,
norma-norma adat yang sama-sama di taati dalam lingkungannya.Tatanan
kehidupan, norma-norma yang mereka miliki itulah yang menjadi dasar kehidupan sosial
dalam lingkungan mereka, sehingga dapat membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki
cirri kehidupan yang khas.
Masyarakat itu timbul dalam setiap kumpulan individu, yang telah lama hidup dan bekerja
sama dalam waktu yang cukup lama.
Masyarakat perkotaan sering disebut juga Urban Community. Pengertian masyarakt kota
lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan
masyarakat pedesaan.
Perhatian masyarakat perkotaan tidak terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan
dan perumahan, tetapi mempunyai perhatian yang lebih luas lagi. Masyarakat perkotaan sudah
memandang kebutuhan hidup, artinya tidak hanya sekedarnya atau apa adanya. Hal ini
disebabkan karena pengaruh pandangan warga kota sekitarnya. Misalnya dalam hal
menghidangkan makanan, yang di utamakan adalah bahwa makanan yang di hidangkan tersebut
memberikan kesan bahwa yang menghidangkannya memiliki kedudukan sosial yang tinggi.
Demikian pula masalah pakaian masyarakat kota memandang pakaian pun sebagai alat
kebutuhan sosial. Bahkan pakaian yang di pakai merupakan perwujudan dari kedudukan sosial si
pemakai.
Sistem perekonomian kota tidak terpusat pada satu jenis saja, melainkan sangat bervariasi.
Di kota terdapat berbagai macam sistem produksi, baik yang mengolah bahan mentah, barang
setengah jadi, maupun barang jadi. Industri dilakukan secara terus menerus dan besar-besaran,
dengan tenaga manusia, mesin, maupun dengan komputer.
Di kota besar terdapat banyak perkerjaan-pekerjaan yang menuntut keahlian khusus,
sehingga tidak semua warga kota dapat melakukannya. Misalnya : Arsitektur, Insinyur - mesin,
sarjana politik, pemegang buku dan sebagainya. Walaupun demikian tidaklah berarti bahwa
pekerjaan di kota adalah pekerjaan hanya menekankan pada keahlian yang tersepesialisasi dan
pekerjaan otak saja. Tetapi ada juga pekerjaan-pekerjaan yang menekankan kemampuan tenaga
kasar saja. Misalnya : kuli bangunan, tukang becak.
Mobilitas sosial di kota jauh lebih besar dari pada di desa. Di kota, seseorang memiliki
kesempatan lebih besar untuk mengalami mobilitas sosial, baik vertical maupun horizontal.
Bagi masyarakat kota kepercayaan kepada Tuhan YME (kehidupan magis religius)
biasanya cukup terarah dan di tekankan pada pelaksanaan ibadah. Upacara-upacara keagamaan
sudah berkurang, demikian pula upacara-upacara adat sudah menghilang. Hal ini di sebabkan
bahwa msyarakat kota sudah menekankan pada rasional pikir dan bukan pada emosionalnya.
Semua kegiatan agama, adat berlandaskan pada pengetahuan dan pengalaman yang mereka
miliki.
Mobilitas sosial di kota jauh lebih besar dari pada di desa. Di kota, seseorang memiliki
kesempatan yang lebih besar untuk mengalami mobilitas sosial, baik vertical maupun horisontal.
Dari uraian di atas maka dapatlah di simpulkan secara singkat bahwa dari ciri-ciri
masyarakat kota adalah sebagai berikut :
1. Heterogenitas sosial
Kota merupakan metting pot bagi aneka suku maupun ras, sehingga masing-masing
kelompok berusaha di atas kelompok lain. Maka dari itu sering terjadi usaha untuk memperkuat
kelompoknya untuk melebihi kelompok yang lain.
2. Hubungan sekunder
3. Toleransi sosial
Masyarakat kota tidak memperdulikan tingkah laku sesamanya dan pribadi sebab masing-
masing anggota mempunyai kesibukan sendiri. Sehingga kontrol sosial pada masyarakat kota
dapat di katakana lemah sekali dan non pribadi.
4. Kontrol sekunder
Anggota masyarakat kota secara fisik tinggal berdekatan, tetapi secara pribadi atau sosial
berjauhan. Dimana bila ada anggota masyarakat yang susah, senang, jahad, dan lain sebagainya,
anggota masyarakat yang lain tidak mau mengerti.
5. Mobilitas sosial
Di kota sangat mudah sekali terjadi perubahan maupun perpindahan status, tugas maupun
tempat tinggal.
6. Individual
8. Segregasi kekurangan
Akibat dari integritas sosial dan kompetisi ruang terjadi pola sosial, ras, dan kompetisi
ruang, terjadi pola sosial yang berdasarkan pada sosial ekonomi, ras, agama, suku bangsa dan
sebagainya. Maka dari itu akhirnya terjadi pemisahan temat tinggal dalam kelompok-kelompok
tertentu.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendekatan dan bantuan yang sifatnya pengembangan, umumnya berbentuk
pembentukkan dan pemberdayakan kelompok usaha ekonomi masyarakat baik yang berskala
kecil maupun mikro. Garis besarnya, pemerintah menyuntikkan modal dan memberi
pendampingan. Suatu program biasanya mencakup pula pelatihan ketrampilan, kewirausahaan,
manajemen, yang disertai pula dengan pendampingan. Asal sumber dananya yang dari APBN
maupun hutang dari lembaga donor seperti Bank Dunia.
Komitmen Pemerintah Kota untuk mengembangkan ekonomi rakyat tidak diragukan lagi.
Setiap masyarakat dibentuk kelompok, diberi modal, motivasi berwirausaha, kapasitas
manajerialnya ditingkatkan, aktivitasnya didampingi, serta dikontrol kinerjanya. masyarakat
yang berkuasa dan disisi lain manusia dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan
dikuasai, maka harus dilakukan pembebesan melalui proses pemberdayaan bagi yang dikuasai
(empowerment of the powerless).
B. SARAN
Tidak lepas dari urusan pemerintah daerah adalah memberikan perhatian pada para buruh.
Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari komponen masyarakat, pemerintah perlu
memberikan penghargaan berupa dukungan bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan
sosial para buruh dan keluarganya agar dapat mengambil peran dan berkontribusi dalam
pembangunan.