Pengembangan Masyarakat

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

Paper

Makalah Pembangunan Masyarakat Kota

Disusun oleh :

Othman Hizbullah M (125030118113020)

Dosen pembimbing :

Dr. Muhammad Shaleh Suaedi, MM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

KEDIRI

2014
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masalah kemiskinan di Indonesia saat ini dirasakan sudah sangat mendesak untuk
ditangani, khususnya di wilayah perkotaan. Salah satu ciri umum dari kondisi masyarakat yang
miskin adalah tidak memiliki sarana dan prasarana dasar perumahan dan permukiman yang
memadai, kualitas lingkungan yang kumuh, tidak layak huni. Kemiskinan merupakan persoalan
struktural dan multidimensional, mencakup politik, sosial, ekonomi, aset dan lain-lain. Sehingga
secara umum “Masyarakat Miskin” sebagai suatu kondisi masyarakat yang berada dalam situasi
kerentanan, ketidak berdayaan, keterisolasian, dan ketidak mampuan untuk menyampaikan
aspirasinya. Situasi ini menyebabkan mereka tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan minimal
kehidupannya secara layak (manusiawi). Program penanggulangan kemiskinan yang dievaluasi
meliputi, Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan Proyek Penanggulangan Kemiskinan
Perkotaan (P2KP), yang dikategorikan sebagai Program Kerja Mandiri (Self Employment
Program), dan Proyek Pembangunan Fisik dalam program PPK yang dikategorikan
sebagai Program Padat Karya (Public Work Progam).
Menurut G. Adler-Karlsson, (1981), kemiskinan perkotaan adalah fenomena yang mulai
dipandang sebagai masalah serius, terutama dengan semakin banyaknya permasalahan ekonomi
yang ditimbulkannya. Modernisasi dan industrialisasi sering kali dituding sebagai pemicu,
Diantara beberapa pemicu yang lain, perkembangan daerah perkotaan secara pesat mengundang
terjadinya urbanisasi dan kemudian komunitas-komunitas kumuh atau daerah kumuh yang
identik dengan kemiskinan perkotaan.
Di samping itu, ada hal lain yang mendorong untuk mengkaji kemiskinan penduduk,
yaitu mencari jalan untuk mengentaskan kelompok miskin tersebut. Sejauh ini usaha untuk itu
sudah cukup banyak, namun hasilnya masih belum memuaskan. Ada beberapa hal yang
menyebabkan kurang berhasilnya usaha-usaha itu. Salah satu di antaranya adalah kurang
tepatnya mengidentifikasi kemiskinan dalam arti menelaah berbagai hal yang berkait dengan
kemiskinan. Tanpa ada data yang akurat yang berkaitan dengan kemiskinan itu maka akan sulit
untuk mengusahakan pengentasan kemiskinan secara baik.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah :
Bagaimana pelaksanaan program yang di gulirkan untuk memberdayakan masyarakat serta
melaksanakan partisipasi masyarakat dalam pengentasan kemiskinan?

C. TUJUAN
Tujuan yang ingin dicapai dengan pembuatan makalah ini yaitu memberikan informasi
mengenai permasalahan perkotaan dalam bidang perekonomian, sehingga masyarakat menyadari
begitu banyak permasalahan yang terjadi pada masyarakat perkotaan yang harus segera diatasi
dan dicari pemecahannya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan,
norma-norma adat yang sama-sama di taati dalam lingkungannya.Tatanan
kehidupan, norma-norma yang mereka miliki itulah yang menjadi dasar kehidupan sosial
dalam lingkungan mereka, sehingga dapat membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki
cirri kehidupan yang khas.
Masyarakat itu timbul dalam setiap kumpulan individu, yang telah lama hidup dan bekerja
sama dalam waktu yang cukup lama.
Masyarakat perkotaan sering disebut juga Urban Community. Pengertian masyarakt kota
lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan
masyarakat pedesaan.
Perhatian masyarakat perkotaan tidak terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan
dan perumahan, tetapi mempunyai perhatian yang lebih luas lagi. Masyarakat perkotaan sudah
memandang kebutuhan hidup, artinya tidak hanya sekedarnya atau apa adanya. Hal ini
disebabkan karena pengaruh pandangan warga kota sekitarnya. Misalnya dalam hal
menghidangkan makanan, yang di utamakan adalah bahwa makanan yang di hidangkan tersebut
memberikan kesan bahwa yang menghidangkannya memiliki kedudukan sosial yang tinggi.
Demikian pula masalah pakaian masyarakat kota memandang pakaian pun sebagai alat
kebutuhan sosial. Bahkan pakaian yang di pakai merupakan perwujudan dari kedudukan sosial si
pemakai.
Sistem perekonomian kota tidak terpusat pada satu jenis saja, melainkan sangat bervariasi.
Di kota terdapat berbagai macam sistem produksi, baik yang mengolah bahan mentah, barang
setengah jadi, maupun barang jadi. Industri dilakukan secara terus menerus dan besar-besaran,
dengan tenaga manusia, mesin, maupun dengan komputer.
Di kota besar terdapat banyak perkerjaan-pekerjaan yang menuntut keahlian khusus,
sehingga tidak semua warga kota dapat melakukannya. Misalnya : Arsitektur, Insinyur - mesin,
sarjana politik, pemegang buku dan sebagainya. Walaupun demikian tidaklah berarti bahwa
pekerjaan di kota adalah pekerjaan hanya menekankan pada keahlian yang tersepesialisasi dan
pekerjaan otak saja. Tetapi ada juga pekerjaan-pekerjaan yang menekankan kemampuan tenaga
kasar saja. Misalnya : kuli bangunan, tukang becak.
Mobilitas sosial di kota jauh lebih besar dari pada di desa. Di kota, seseorang memiliki
kesempatan lebih besar untuk mengalami mobilitas sosial, baik vertical maupun horizontal.
Bagi masyarakat kota kepercayaan kepada Tuhan YME (kehidupan magis religius)
biasanya cukup terarah dan di tekankan pada pelaksanaan ibadah. Upacara-upacara keagamaan
sudah berkurang, demikian pula upacara-upacara adat sudah menghilang. Hal ini di sebabkan
bahwa msyarakat kota sudah menekankan pada rasional pikir dan bukan pada emosionalnya.
Semua kegiatan agama, adat berlandaskan pada pengetahuan dan pengalaman yang mereka
miliki.
Mobilitas sosial di kota jauh lebih besar dari pada di desa. Di kota, seseorang memiliki
kesempatan yang lebih besar untuk mengalami mobilitas sosial, baik vertical maupun horisontal.
Dari uraian di atas maka dapatlah di simpulkan secara singkat bahwa dari ciri-ciri
masyarakat kota adalah sebagai berikut :
1. Heterogenitas sosial

Kota merupakan metting pot bagi aneka suku maupun ras, sehingga masing-masing
kelompok berusaha di atas kelompok lain. Maka dari itu sering terjadi usaha untuk memperkuat
kelompoknya untuk melebihi kelompok yang lain.

2. Hubungan sekunder

Dalam masyarakat kota pergaulan dengan sesama anggota (orang lain)

3. Toleransi sosial

Masyarakat kota tidak memperdulikan tingkah laku sesamanya dan pribadi sebab masing-
masing anggota mempunyai kesibukan sendiri. Sehingga kontrol sosial pada masyarakat kota
dapat di katakana lemah sekali dan non pribadi.

4. Kontrol sekunder

Anggota masyarakat kota secara fisik tinggal berdekatan, tetapi secara pribadi atau sosial
berjauhan. Dimana bila ada anggota masyarakat yang susah, senang, jahad, dan lain sebagainya,
anggota masyarakat yang lain tidak mau mengerti.

5. Mobilitas sosial

Di kota sangat mudah sekali terjadi perubahan maupun perpindahan status, tugas maupun
tempat tinggal.

6. Individual

Akhibat hubungan sekunder, maupun kontrol sekunder, maka kehidupan masyarakat di


kota menjadi individual. Apakah yang mereka inginkan dan rasakan, harus mereka rencana dan
laksanakan sendiri. Bantuan dan kerja sama dari anggota masyarakat yang lainsulit untuk di
harapkan.

7. Ikatan suka rela


Walaupun hubungan sosial bersifat sekunder, tetapi dalam organisasi tertentu yang mereka
sukar. (kesenian, olahraga, politik) secara sukarela ia menggabungkan diri menggabungkan dan
berkorban.

8. Segregasi kekurangan

Akibat dari integritas sosial dan kompetisi ruang terjadi pola sosial, ras, dan kompetisi
ruang, terjadi pola sosial yang berdasarkan pada sosial ekonomi, ras, agama, suku bangsa dan
sebagainya. Maka dari itu akhirnya terjadi pemisahan temat tinggal dalam kelompok-kelompok
tertentu.

B. SIFAT-SIFAT MASYARAKAT KOTA


Masyarakat kota adalah masyarakat yang anggota-anggotanya terdiri dari manusia yang
bermacam-macam lapisan/tingkatan hidup, pendidikan, kebudayaan, perekonomian, dan lain-
lain. Mayoritas penduduknya hidup berjenis-jenis usaha yang bersifat non agraris.
Yang dapat dirasakan sistem kehidupan masyarakat kota mempunyai corak-corak
kehidupan tertentu yang jauh berbeda apabila dibandingkan dengan masyarakat desa.
Sifat-sifat yang tampak menonjol pada masyarakat kota ialah:
1. Sikap Kehidupan
Sikap hidupnya cenderung pada individuisme/egoisme. Yaitu masing-masing anggota
masyarakat berusaha sendiri-sendiri tanpa terikat oleh anggota masyarakat lainnya, hal mana
yang menggambarkan corak hubungan yang terbatas, di mana setiap individu mempunyai
otonomi jiwa atau kemerdekaan pribadi sebagaimana yang disebut oleh Prof. Djojodiguno, S. H.
dengan istilahnya masyarakat Patembayan atau sama dengan yang dimaksud oleh Sosiologi
Jerman Ferdinand Tonnies yang terkenal dengan istilahnya Gesselschaft.
2. Tingkah Laku
Tingkah lakunya bergerak maju mempunyai sifat kreatif, radikal, dan dinamis. Dari segi
budaya masyarakat kota umumnya mempunyai tingkatan budaya yang lebih tinggi, karena
kreativitas dan dinamikanya kehidupan kota lebih cepat mengadakan reaksi, lebih cepat
menerima mode-mode dan kebiasaan-kebiasaan baru.
3. Perwatakan-perwatakan
Perwatakannya cenderung pada sifat materialistis. Akibat dari sikap hidup yang egoism dan
pandangan hidup yang radikal dan dinamis, menyebabkan masyarakat kota lemah dalam segi
religi, yang menimbulkan efek-efek negative yang berbentuk tindakan amoral, indisipliner,
kurang memperhatikan tanggungjawab sosial.

C. SIKAP HIDUP DAN TINGKAH LAKU MASYARAKAT KOTA


Untuk memberikan gambaran secara tertib dan jelas tentang kehidupan masyarakat kota
sebagaimana yang tercantum dalam pasal-pasal terdahulu/tinjauan umum, berikut ini akan
diuraikan sebagai berikut.
1. Sikap Hidup Masyarakat Kota
Sikap hidup masyarakat kota pada umumnya mempunyai taraf hidup yang lebih tinggi
daripada masyarakat desa. Hal ini menuntut lebih banyak biaya hidup sebagai alat pemuas
kebutuhan yang tiada terbatas yang mana menyebabkan orang berlomba-lomba mencari
usaha/kesibukan, mencari nafkah demi kelangsungan hidup pribadi/keluarganya.
Akibatnya, timbullah sikap pembatasan diri di dalam pergaulan masyarakat dan terpupuklah
faham mementingkan diri sendiri yang akhirnya timbullah sikap individualism/egoisme.
2. Tingkah Laku
Tingkah lakunya sebagaimana yang telah diuraikan, bahwa untuk mencapai usaha ke arah
pemmenuhan materi dibutuhkan adanya daya upaya yang menuntut akal pikiran atau rasio yang
mantap. Di dalam masyarakat kota, mengingat banyaknya fasilitas-fasilitas yang tersedia,
memungkinkan masyarakat kota meningkatkan pengetahuan mereka dalam berbagai bidang,
terutama dalam bidang perekonomian.
3. Pandangan Hidupnya
Pandangan hidupnya menjurus pada materialistis. Nampak jelas dari sikap hidup maupun
tingkah laku masyarakat kota menjurus kepada mementingkan diri pribadi, yang mana
mengakibatkan mereka untuk mengabaikan faktor-faktor sosial dalam lingkungan masyarakat
sekitarnya.
Hal lain yang berpengaruh besar terhadap masyarakat kota di bidang perekonomiannya
dimana income per kapitanya sebagian lebih besar, maka kemampuan membelinya juga lebih
besar, sehingga maksud membeli barang-barang mewah kemungkinan besar tinggi karena dapat
menjangkau harga yang lebih tinggi.
D. MASALAH-MASALAH PERKOTAAN
1. Pengangguran, terutama disebabkan oleh derasnya arus urbanisasi. Sebagian besar mereka yang
urbanisasi tidak memiliki keterampilan, sehingga mereka hanya bekerja sebagai buruh kasar
2. Degradasi moral dan kejahatan, degradasi moral yang sering terjadi adalah berkumpul sebelum
menikah, pelacuran, narkotika, seakan-akan mempunyai legalitas tertentu bagi masyarakat kota.
Menegur dan memberi nasihat satu sama lain sudah dianggap mencampuri urusan orang lain,
sehingga sangat jarang terjadi reaksi terhadap pelanggaran-pelanggaran moral tersebut.
3. Keadaan ekonomi yang sampai sekarang belum dapat disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan
manusia.
4. Ada beberapa orang yang terus-menerus mengumpulkan harta bendanya tanpa memikirkan
keadaan yang miskin. Lambat laun perbedaan antara yang miskin dan yang kaya makin lama
makin besar, sehingga pemikiran-pemikiran seperti kaum sosialis berpendapat seperti Karl Marx,
bahwa yang kaya menjadi lebih kaya, dan yang miskin menjadi lebih miskin.

E. TINJAUAN MENGENAI PERKEMBANGAN STRATEGI PEMBANGUNAN


Pembangunan ekonomi mula-mula menggunakan tahap “strategi pertumbuhan” dengan
berusaha mengejar kenaikan produksi nasional setinggi mungkin. Strategi tersebut mula-mula
juga dikenal dengan istilah “Growth Strategy on GNP Oriented”. Dalam pertunbuhan ini, kurang
diperhatikan siapa yang berdominasi dalam kegiatan investasi modal maupun perdagangan.
Untuk memungkinkan Growth Strategy ini berkembang prasyarat stabilitas moneter justru sangat
menentukan. Pada mulanya pengejaran terhadap target GNP yang semata-mata dapat naik
memang menakjubkan. Tetapi sejarah membuktikan, bahwa pada Negara-negara sedang
berkembang dengan penduduk yang sangat besar, ternyata keadaan ini belum memberikan
kesempatan yang cukup untuk golongan kecil terbesar dari penduduk dalam menikmati hasil
pembangunan ini. Karena kenaikan GNP sesungguhnya lebih banyak oleh faktor semu,
karenakeberhasilan golongan besar yang kecil yang telah mendominir segala-galanya di Negara
itu.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak selalu mencerminkan distribusi pendapatan yang
adil dan merata, karena pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini hanya dinikmati oleh sekelompok
kecil masyarakat, seperti masyarakat perkotaan, sedangkan masyarakat pedesaan atau pinggiran
mendapat porsi yang kecil dan tertinggal. Kesenjangan di daerah ini semakin diperburuk karena
adanya kesenjangan dalam pembangunan antar sektor, terutama antara sektor pertanian (basis
ekonomi pedesaan) dan non-pertanian (ekonomi perkotaan).

F. UPAYA UNTUK MENGATASI MASALAH EKONOMI


Ekonomi masyarakart biasanya lebih baik dari pada msyarakat desa. Namun masih perlu
di kembangkan dan tumbuhkan.misalnya masalah kerajinan rumah tangga, industri kecil mapun
masalah perkoperasian.
Untuk mengembangkan kota secara terus-menerus perlu dijaga dan dikembangkan sarana
dan prasarana kota itu sendiri dengan baik. Misalnya pembangunan jalan pengaturan lalu lintas
dan trnaportasi, pengaturan sekolah-sekolah serta penghijauan kota.
Membantu memberikan kredit investasi kecil bagi para pedangang berkapital lemah,
sehingga dapat diharapkan menignkatkan usaha (ekonomi) mereka, dan peningkatan
pembangunan pasar-pasar baru (Inpres) agar dapat diusahakan menampung aspirasi
permasalahan pedagang kaki lima dan lain sebagainya.
1. Partisipasi
Menurut Menurut Adams Charles (1993), partisipasi masyarakat dalam pembangunan
mutlak diperlukan, tanpa adanya partisipasi masyarakat pembangunan hanyalah menjadikan
masyarakat sebagai objek semata. Salah satu kritik adalah masyarakat merasa “tidak memiliki”
dan “acuh tak acuh” terhadap program pembangunan yang ada. Penempatan masyarakat sebagai
subjek pembangunan mutlak diperlukan sehingga masyarakat akan dapat berperan serta secara
aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi pembangunan.
Terlebih apabila kita akan melakukan pendekatan pembangunan dengan semangat lokalitas.
Masyarakat lokal menjadi bagian yang paling memahami keadaan daerahnya tentu akan mampu
memberikan masukan yang sangat berharga.
Midgley (1986) menyatakan bahwa partisipasi bukan hanya sekedar salah satu tujuan dari
pembangunan sosial tetapi merupakan bagian yang integral dalam proses pembangunan sosial.
Partisipasi masyarakat berarti eksistensi manusia seutuhnya. Tuntutan akan partisipasi
masyarakat semakin menggejala seiring kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara.
Kegagalan pembangunan berperspektif modernisasi yang mengabaikan partisipasi negara miskin
(pemerintah dan masyarakat) menjadi momentum yang berharga dalam tuntutan peningkatan
partisipasi negara miskin, tentu saja termasuk di dalamnya adalah masyarakat. Menurut Adams
Charles (1993), tuntutan ini semakin kuat seiring semakin kuatnya negara menekan kebebasan
masyarakat. Post-modernisme dapat dikatakan sebagai bentuk perlawanan terhadap modernisme
yang dianggap telah banyak memberikan dampak negatif daripada positif bagi pembangunan di
banyak negara berkembang. Post-modernisme bukan hanya bentuk perlawanan melainkan
memberikan jawaban atau alternatif model yang dirasa lebih tepat. Pembangunan dengan basis
pertumbuhan ekonomi yang diusung oleh paradigma modernisme memiliki banyak kekurangan
dan dampak negatif. Kesenjangan antar penduduk mungkin saja terjadi sehingga indikator
pertumbuhan ekonomi hanya mencerminkan keberhasilan semu saja. Akumulasi modal yang
berhasil dihimpun sebagian besar merupakan investasi asing yang semakin memuluskan jalannya
kapitalisme global.
2. Pemberdayaan
Sunyoto Usman (2003) mengungkapkan bahwa pembangunan yang dilakukan oleh
suatu negara pada saat ini tidak akan dapat lepas dari pengaruh globalisasi yang melanda dunia.
Persolan politik dan ekonomi tidak dapat lagi hanya dipandang sebagai persoalan nasional.
Keterkaitan antar negara menjadi persoalan yang patut untuk diperhitungkan. Masalah ekonomi
atau politik yang dihadapi oleh satu negara membawa imbas bagi negara lainnya dan
permasalahan tersebut akan berkembang menjadi masalah internasional.
Menurut Soejadi (2001), kemiskinan merupakan salah satu masalah yang selalu dihadapi
oleh manusia. Kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah,
yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang
dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap
tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong
sebagai orang miskin. Di negara-negara sedang berkembang, wacana pemberdayaan muncul
ketika pembangunan menimbulkan disinteraksi sosial, kesenjangan ekonomi, degradasi sumber
daya alam, dan alienasi masyarakat dari faktor produksi oleh penguasa (Prijono, 1996).
Menurut Maria Fraskho, (2000), konsep pemberdayaan lahir sebagai antitesis terhadap
model pembangunan dan model industralisasi yang kurang memihak pada rakyat mayoritas.
Konsep ini dibangun sebagai kerangka logik sebagai berikut; (1). Proses pemusatan kekuasaan
terbangunan dari pemusatan penguasaan faktor produksi; (2). Pemusatan kekuasaan faktor
produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan masyarakat pengusaha pinggiran; (3).
Keuasaan akan membangun bangunan atas atau sistem pengetahuan, sistem politik, sistem
hukum dan ideologi yang manipulatif, untuk memperkuat legitimasi; (4). Kooptasi sistem
pengetahuan, sistem hukum sistem politik dan ideologi, secara sistematik akan menciptakan dua
kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tunadaya. Akhirnya yang
terjadi adalah dikotomi, yaitu masyarakat yang berkuasa dan disisi lain manusia dikuasai. Untuk
membebaskan situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pembebesan melalui proses
pemberdayaan bagi yang dikuasai (empowerment of the powerless).
Menurut John Friedman (1991), Pemberdayaan dapat diartikan sebagai perolehan
kekuatan dan akses terhadap sumber daya untuk mencari nafkah. Bahkan dalam perspektif ilmu
politik, kekuatan menyangkut pada kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Istilah
pemberdayaan sering dipakai untuk menggambarkan keadaan seperti yang diinginkan oleh
individu, dalam keadaan tersebut masing-masing individu mempunyai pilihan dan kontrol pada
semua aspek kehidupannya. Menurut Sastroputo Santoso, (1998), konsep ini merupakan bentuk
penghargaan terhada manusia atau dengan kata lain “memanusiakan manusia”. Melalui
pemberdayaan akan timbul pergeseran peran dari semula “korban pembangunan” menjadi
“pelaku pembangunan”. Perpektif pembangunan memandang pemberdayaan sebagai sebuah
konsep yang sangat luas. Pearse dan Stiefel dalam Prijono (1996) menjelaskan bahwa
pemberdayaan partisipatif meliputi menghormati perbedaan, kearifan lokal, dekonsentrasi
kekuatan dan peningkatan kemandirian.
3. Partisipasi dan Pemberdayaan
Menurut Hadiwinata dan Bob S (2003), Partisipasi dan pemberdayaan merupakan dua
buah konsep yang saling berkaitan. Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat diperlukan
upaya berupa pemberdayaan. Masyarakat yang dikenal “tidak berdaya” perlu untuk dibuat
“berdaya” dengan menggunakan berbagai model pemberdayaan. Dengan proses pemberdayaan
ini diharapkan partisipasi masyarakat akan meningkat. Partisipasi yang lemah dapat disebabkan
oleh kekurangan kapasitas dalam masyarakat tersebut, sehingga peningkatan kapasitas perlu
dilakukan.
Sedangkan menurut Evers Hans-Dieter (1993), pemberdayaan yang memiliki arti sangat
luas tersebut memberikan keleluasaan dalam pemahaman dan juga pemilihan model
pelaksanannya sehingga variasi di tingkat lokalitas sangat mungkin terjadi. Menurut Moeljarto
(1997), konsep partisipasi dalam pembangunan di Indonesia mempunyai tantangan yang sangat
besar. Model pembangunan yang telah kita jalani selama ini tidak memberikan kesempatan pada
lahirnya partisipasi masyarakat. Menurut Purnaweni Hartuti oleh karenanya diperlukan upaya
“membangkitkan partisipasi” masyarakat tersebut. Solusi yang bisa dilakukan adalah dengan
memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat akan berpartisipasi secara langsung terhadap
pembangunan.

Membangun Ekonomi Kerakyatan dan Penyerapan Tenaga Kerja


Pembangunan di bidang ekonomi seharusnya lebih difokuskan pada penguatan ekonomi
berbasis kerakyatan dengan menumbuhkan semangat wirausaha , menciptakan iklim usaha yang
kondusif, pembinaan koperasi dan unit-unit ekonomi kerakyatan lainnya, hingga upaya-upaya
untuk mempermudah akses modal dan akses pasar bagi produk-produk usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM).
Upaya menekan angka pengangguran dan penyaluran angkatan kerja perlu dilakukan
dengan menggalang kerjasama yang baik dengan sektor swasta dan masyarakat, diantaranya
dengan pembukaan Balai Latihan Kerja (BLK) dan pengembangan sekolah-sekolah kejuruan
dengan konsep link and match dengan pasar tenaga kerja, serta melakukan kerjasama dengan
lembaga-lembaga pendidikan dan ketrampilan lokal untuk menghasilkan tenaga kerja yang
trampil dan atau memiliki motivasi kuat untuk berwirausaha dan membuka lapangan kerja bagi
orang lain.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pendekatan dan bantuan yang sifatnya pengembangan, umumnya berbentuk
pembentukkan dan pemberdayakan kelompok usaha ekonomi masyarakat baik yang berskala
kecil maupun mikro. Garis besarnya, pemerintah menyuntikkan modal dan memberi
pendampingan. Suatu program biasanya mencakup pula pelatihan ketrampilan, kewirausahaan,
manajemen, yang disertai pula dengan pendampingan. Asal sumber dananya yang dari APBN
maupun hutang dari lembaga donor seperti Bank Dunia.
Komitmen Pemerintah Kota untuk mengembangkan ekonomi rakyat tidak diragukan lagi.
Setiap masyarakat dibentuk kelompok, diberi modal, motivasi berwirausaha, kapasitas
manajerialnya ditingkatkan, aktivitasnya didampingi, serta dikontrol kinerjanya. masyarakat
yang berkuasa dan disisi lain manusia dikuasai. Untuk membebaskan situasi menguasai dan
dikuasai, maka harus dilakukan pembebesan melalui proses pemberdayaan bagi yang dikuasai
(empowerment of the powerless).

B. SARAN
Tidak lepas dari urusan pemerintah daerah adalah memberikan perhatian pada para buruh.
Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari komponen masyarakat, pemerintah perlu
memberikan penghargaan berupa dukungan bagi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan
sosial para buruh dan keluarganya agar dapat mengambil peran dan berkontribusi dalam
pembangunan.

Anda mungkin juga menyukai