Makalah Ski
Makalah Ski
Makalah Ski
Abstract. The emergence of several high-quality and high-quality madrasah in major cities
in Indonesia indicates that madrasah is not all inferior. From the above, there is a big
question why madrasah can be excellent, but there are also those that are not qualified?
Therefore, the existence of superior and good quality madrasah needs to be seen how the
leadership of the madrasa head and what is underlying so that it becomes excellent. This
study was approached with a qualitative research type of case study. Data was collected
through in-depth interviews, semi-involved observations, and documentation. The collected
data were analyzed using descriptive qualitative techniques. To measure the validity of the
data produced, standards are used; 1) trust, 2) degree of transferability, 3) dependence, and
4) certainty. It can be concluded that the spiritual, professional, and humanitarian values of
the madrasa head are much articulated in the processes of managing superior madrasas.
The success of the madrasa can be seen how the values and beliefs underlie the head of the
madrasa in administering and making madrasas achieve their goals. These values and
expectations greatly influence the behavior and practice of leadership, making superior
madrassas, ranging from planning to evaluating them, and the procedures that go through
them. This is in line with the findings of the literature on transformational spiritualist
leadership that these values underlie the principals' leadership practices. The
transformational spiritualist school principal delivered his institution towards the vision,
mission, and goals with the strongest that spiritual, professional, and humanitarian and
educational values were needed.
Keywords: Spiritual Value; Professional; Humanist; Featured Madrasah.
Abstrak. Munculnya beberapa madrasah yang berkualitas dan bermutu tinggi di kota
besar di Indonesia mengindikasikan madrasah tidak semuanya bersifat rendahan. Dari
hal tersebut, terdapat pertanyaan besar mengapa madrasah dapat menjadi unggulan,
namun terdapat pula yang tidak bermutu? Oleh karenanya, adanya madrasah unggulan
dan berkualitas baik perlu dilihat bagaimanakah kepemimpinan kepala madrasah dan apa
saja yang mendasarinya sehingga menjadi unggul. Penelitian ini didekati dengan
penelitian kualitatif jenis studi kasus. Data dikumpulkan melalui wawancara deeply,
observasi semi terlibat dan dokumentasi. Data terkumpul dianalisis menggunakan teknik
kualitatif deskriptif. Untuk mengukur keabsahan data yang dihasilkan, digunakan
standar; 1) kepercayaan, 2) derajat keteralihan, 3) kebergantungan, serta 4) kepastian .
Dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai spiritual, professional dan kemanusiaan kepala
madrasah banyak terartikulasikan dalam proses-proses pengelolaan madrasah unggul.
Keberhasilan madrasah dapat dilihat bagaimana nilai dan keyakinan mendasari kepala
madrasah dalam mengelola dan menjadikan madrasah mencapai tujuan-tujuannya. Nilai-
nilai dan keyakinan tersebut sangat mempengaruhi terhadap prilaku dan praktik
kepemimpinannya menjadikan madrasah unggulan, mulai dari merencanakan sampai
dengan mengevaluasinya, dan prosedur-prosedur yang dilaluinya. Hal ini sejalan dengan
temuan literatur tentang kepemimpinan spiritualis transformasional, bahwa nilai-nilai
tersebut mendasari praktik-praktik kepemimpinan kepala madrasah. Kepala sekolah
spiritualis transformasional mengantarkan lembaganya ke arah visi, misi, tujuan dengan
kuat bahwa nilai-nilai spiritual, profesional dan kemanusiaan dan edukasional sangatlah
dibutuhkan.
Kata Kunci : Nilai spiritual; Profesional; Humanis; Madrasah Unggulan.
PENDAHULUAN
Studi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap keberadaan lembaga pendidikan Islam,
dalam hal ini madrasah. Madrasah memiliki peran yang sangat strategis dalam mendidik dan
pendidikan anak bangsa. Madrasah juga mejadi tempat kebanyakan para santri menempa untuk
memerankan diri bagi kepentingan masyarakat di esok hari. Dalam mempersiapkan peserta didik
menghadapi tantangan perubahan zaman sebagai dampak dari globalisasi, madrasah dan bentuk
pendidikan Islam lainya memiliki peran yang sangat penting. Keberhasilan madrasah dalam hal
tersebut akan menghasilkan lulusan yang berkualitas dan menjadi pemimpin ummat, pemimpin
rakyat dan masyarakat, dan pemimpin bangsa yang berperan serta dalam menentukan arah
kemajuan dan perkembangan bangsa ini. Sebaliknya dari hal tersebut, kegagalan madrasah dalam
menyiapkan anak didik akan memproduksi lulusan-lulusan yang menjadi beban, sampah
masyarakat, kalah bersaing, tersisih, dan frustasi.
Namun, sebagian besar mutu madrasah di Indonesia masih memprihatinkan dan belum
menggembirakan (Azyumardi Azra, 2000 dan Tafsir, 1994). Memang harus diakui, masyarakat
muslim memiliki semangat tinggi dalam mendirikan madrasah. Hal tersebut ditunjukkan dengan
banyaknya jumlah madrasah di Indonesia, walaupun kurang dibarengi dengan sikap profesional
dalam penyelenggaraan akibatnya terjadilah kesenjangan baik kualitas maupun kuantitas
madrasahnya. (Muhammad Zainal Abidin, 2010).
Memang, menurut historisnya madrasah lahir dan berkembang dari masyarakat, oleh
masyarakat dan untuk masyarakat muslim, sehingga lembaga ini lebih dulu mengaplikasikan konsep
community-based education (pendidikan berbasis masyarakat). Masyarakat membangun madrasah
dalam rangka memenuhi kebutuhan pendidikannya, sehingga dapat diduga madrasah yang
dilahirkan masyarakat tersebut tumbuh apa adanya. Meskipun demikian, dorongan semangat
keagamaan dan dakwah Islam telah menghasilkan jumlah madrasah yang sangat banyak, baik swasta
maupun negeri. Hanya saja, madrasah berstatus swasta jumlahnya jauh lebih banyak dari pada yang
berstatus negeri (emispendis.kemenag.go.id/madrasah 1516).
Dari data tersebut diatas, mengindikasikan tingginya semangat kepedulian dan kemandirian
masyarakat muslim dalam mengelola dan menyelenggarakan pendidikan di madrasah. Hal tersebut
nampaknya didorong oleh komitmen keagamaan dan misi dakwah untuk ikut serta mensukseskan
wajar (wajib belajar) 9 tahun. Hanya saja, semangat tersebut belum dibarengi dengan nilai-nilai
profesionalitas dalam manajemen madrasah, serta belum sepenuhnya didukung oleh sumber daya
organisasinya, baik dalam program pendidikan (kurikulum), sistem pembelajaran, sumber daya
manusia, dana, sarana prasarana yang mencukupi, sehingga sebagian besar proses dan hasil
pendidikannya masih banyak kekurangan.
Ukuran keberhasilan sekolah atau madrasah salah satunya dapat dilihat berdasar pada
prestasi, baik akademik maupun non-akademik. Begitu juga memaparkan; sekolah disebut unggul
apabila ditandai dengan 3 hal, salah satunya adalah prestasi akademik dan non akademik tinggi yang
ditandai oleh terciptanya iklim kondusif untuk belajar siswa, yang mengindikasikan tercapainya
tujuan sekolah (Sergiovanni, 1987)
Dari paparan di atas, muncul pertanyaan (permasalahan), mengapa madrasah ada yang
sukses dan menjadi unggulan, namun ada juga yang tidak menjadi sukses? Atau mengapa ada
madrasah yang dapat menjadi sukses pada tingkatan masing-masing, sementara terdapat madrasah
lain justru tidak sukses?
Dalam proses pengelolaan madrasah seperti yang terjadi di madrasah-madrasah dilakukan
oleh kepala madrasah bersama para staf mengubah status quo menjadi lebih baik. Hal ini
berdasarkan hasil penelitian yang mengindikasikan bahwa salah satu faktor kesuksesan sekolah
banyak ditentukan oleh kepemimpinan kepala sekolah sebagai agen perubahan dan pengelolaan
perubahan. Hal ini sebagaimana penelitian Edmond yang menghasilkan bahwa sekolah-sekolah yang
selalu meningkatkan prestasinya dipimpin oleh kepala sekolah yang baik (Edmond, 1979: 28-32).
Penelitian Tobroni menghasilkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lembaga efektif
dengan kepemimpinan efektif (Tobroni, 2004). Edmond juga menghasilkan penelitian bahwa
organisasi yang dinamis senantiasa dipimpin oleh pemimpin yang baik, yaitu pemimpin yang selalu
berusaha meningkatkan prestasinya (Edmond, 1979: 28-32). Penelitian Hallinger dan Leithwood
menyimpulkan bahwa sekolah efektif senantiasa dipimpin oleh kepala sekolah yang efektif pula
J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 5 No. 2 Januari - Juni 2019
Homepage: http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/jpai/
74
Muhammad Walid: Nilai-Nilai Spiritual, Profesional dan Humanis pada Kepemimpinan Kepala Madrasah Unggulan di
Malang
Madrasah sukses dan unggulan yang menjadi lokus penelitian ini adalah madrasah-madrasah
unggulan di Kota Malang. Perlu diketahui, kota Malang adalah salah satu kota yang menjadi kiblat
kemajuan pendidikan di Indonesia. Meneliti madrasah-madrasah unggulan di kota Malang maka
berarti meneliti madrasah-madrasah terbaik di Indonesia. Salah satunya adalah Madrasah Ibtidaiyah
Negeri (MIN) “Para Juara”. Keberhasilan madrasah tersebut patut dibanggakan untuk wilayah Jawa
Timur bahkan Indonesia. Madrasah-madrasah tersebut tidak hanya berprestasi secara akademik
tetapi juga non-akademik. MIN “Para Juara” misalnya, prestasi yang diperoleh selama lima tahun ke
belakang adalah sebagai madrasah percontohan nasional, dan termasuk madrasah yang paling
favorit di antara 6.533 madrasah Ibtidaiyah yang ada di Jawa Timur memiliki banyak prestasi baik
tingkat regional maupun nasional, bahkan internasonal, baik prestasi akademik maupun non-
akademik. Oleh karenanya, adanya madrasah sukses dan berkualitas baik perlu dilihat
bagaimanakah kepemimpinan kepala madrasah dan apa saja yang mendasarinya sehingga menjadi
unggul.
“Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya
diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan
kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)-Nya.”
Nilai berikutnya yang mendasari pola kerja kepala madrasah adalah ikhlas dan tawakkal.
Tawakkal dapat berarti bahwa seseorang memiliki sikap yang menempatkan kepercayaan kepada
Allah atas apapun yang telah ia dilakukan. Kepala madrasah seharusnya berusaha sekuat mungkin
untuk mencapai tujuan, dan selanjutnya menyerahkan hasilnya kepada yang Maha Kuasa. Ikhlas
dapat diagambarkan dengan logo kementerian agama dengan ungkapan ikhlas beramal; ikhlas dalam
melakukan sesuatu. Dengan demikian, menginovasi madrasah menjadi unggulan tidak ada yang sia-
sia dan harus dibarengi dengan hati yang ikhlas dan tawakkal. Dalam surat Ali Imran 159 disebutkan
bahwa setelah berusaha semaksimal mungkin, maka hendaklah manusia tersebut bertawakkal dan
berserahdiri. Ayat tersebut artinya:
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”
Rendah hati atau tawadlu’ adalah juga nilai yang dianut secara kuat oleh pimpinan madrasah,
dan sangat mempengaruhi praktik-praktik kepemimpinannya. Tawadlu dapat diartikan rendah hati,
tidak sombong dan tidak mau mengagungkan dirinya sendiri serta menerima ide, pendapat dan
kritik dari orang lain. Nilai-nilai tersebut menjadi ukuran kualitas kepemimpinan seseorang. Kepala
madrasah seringkali memposisikan dirinya harus banyak belajar dari kepala madrasah lain atau
isntitusi lain. Kepala madrasah juga memiliki "kerendahan hati", untuk tidak terlena oleh kesuksesan
yang telah diraihnya dan senantiasa waspada menghadapi berbagai perubahan situasi dan
perkembangan yang bisa jadi mempengaruhi daya tahan dan masa depan madrasah yang
dipimpinya.
Selain nilai-nilai diatas, terdapat pula nilai-nilai yang diambil dari empat sifat Rasulullah
Muhammad SAW, yaitu jujur, amanah, tabligh dan fathonah. Jujur atau shiddiq memiliki makna
menyampaikan informasi sesuai dengan kenyataan. Jujur juga bisa diartikan melakukan apa yang
dikatakan. Dalam konteks ini, kepala madrasah menjadi uswah hasanah dengan terhadap apa yang
dikatakan dan apa yang dikatakan berdasar pada kenyataan. Misalnya, kepala madrasah menentang
keras praktik-praktik curang saat ujian-ujian nasional karena dianggap dapat menciderai usaha
pembentukan karakter jujur siswa didik. Sifat jujur juga diartikan kesediaan kepala madrasah
menerima koreksi terhadap kebijakannya.
Nilai yang spiritual berikutnya adalah amanah. Kepala madrasah menegaskan bahwa
jabatannya adalah tugas dan amanah dari Allah serta masyarakat. Oleh karenanya, pimpinan
madrasah harus selalu berkomitmen pada pekerjaannya, dan melaksanakanya dengan penuh
tanggungjawab. Mengenai amanah ini, Allah berfirman dalam surat al-Ahzab: 72 yang artinya:
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat
zalim dan amat bodoh.”
Menurut Raharjo, ayat tersebut bermaksud menggambarkan secara majaz atau betapa berat
amanah tersebut sehingga gunung, bumi, langit dan semua makhluk bumi tidak bersedia
memikulnya. Dikatakan dalam tafsir ini bahwa hanya manusia yang bersedia mengemban amanah
tersebut, karena manusia diberi kemampuan itu oleh Allah, walaupun manusia kemudian berbuat
dzalim, terhadap dirinya sendiri maupun kepada orang lain serta berlaku bodoh, dengan
mengkhianati amanah tersebut (M. Dawam Raharjo, 2002: 349).
Dalam kamus kontemporer, amanah diartikan dengan kejujuran, kepercayaan atau hal yang
dapat dipercaya (Atabik Ali & Ahmad Zuhdi Mudlor, tt: 215). Said Agil Husin al-Munawwar
mengatakan bahwa kekuasaan adalah amanah. Oleh karena itu, kekuasaan harus dilaksanakan
dengan penuh amanah. Hal ini berarti terdapat dua hal, pertama; apabila manusia berkuasa maka
kekuasaan yang diperoleh merupakan pendelegasian kewenangan dari Allah SWT (delegation of
authority) karena Allah adalah sumber segala kekuasaan. Kedua; karena kekuasaan pada dasarnya
amanah, maka pelaksanaannya pun membutuhkan amanah. Amanah dalam konteks ini adalah sikap
penuh tanggungjawab, jujur dan memegang teguh prinsip-prinsipnya. Amanah dalam arti ini sebagai
J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 5 No. 2 Januari - Juni 2019
Homepage: http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/jpai/
77
Muhammad Walid: Nilai-Nilai Spiritual, Profesional dan Humanis pada Kepemimpinan Kepala Madrasah Unggulan di
Malang
dipikiran setiap orang, dan memberikan cermin inovasi dan kreatif. Dengan kecerdasan yang dimiliki
diharapkan kepala madrasah dapat berfikir dan bertindak cepat, kreatif, inovatif serta mampu
memberikan solusi dari masalah yang dihadapinya. Pemimpin harus berbuat dan mencoba untuk
selalu berinovasi demi keunggulan madrasah. Rasulullah dalam hadisnya mengatakan:
“Sekiranya hari Kiamat itu sudah diambang pintu terjadinya, dan adalah sebiji korma di dalam
genggaman tanganmu, dan kamu masih punya sekedar waktu untuk menanamkan biji itu,
maka tanamkanlah. Engkau akan memperoleh pahala karenanya.”
Di samping itu, nilai dan keyakinan spiritual terdapat nilai agamis. Nilai ini ditekankan
dengan jelas sebagai salah satu komponen pada rumusan visi madrasah. Nilai-nilai spiritual ini
diyakini oleh kepala madrasah dan mendasari praktik kepemimpinannya, khususnya dalam
pencapian visi dan misi madrasah. Praktik-praktik kepemimpinan yang menunjukkan adanya nilai
spiritual yang kuat tergambar dalam pola-pola penegakan norma-norma agama. Contoh; upaya-
upaya yang dilakukan oleh kepala madrasah dalam rangka menghadapi Ujian , yaitu salah satunya
dengan mengunjungi makam Sunan Ampel di Surabaya untuk berdo’a dan memohon kepada Allah
agar diperoleh keberhasilan dan kelulusan untuk siswanya.
Nilai spiritual tidak hanya menggambarkan nilai dan keyakinan yang melandasi perubahan,
tetapi merupakan sebuah tuntutan organisasi melalui proses kepemimpinan. Prinsip kepemimpinan
yang al-amr bi al-Ma’ruf wa al-Nahyu an al-Munkar sangat ditekankan oleh Allah, karena prinsip ini
akan melahirkan proses perubahan yang membawa kepada kebaikan dan kemaslahatan umat. Dalam
surat al-Taubah: 71 yang artinya:
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi
penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah
dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-
Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.”
Dengan demikian, keberhasilan sebuah madrasah dapat mencerminkan nilai-nilai spiritual
yang diyakini kepala madrasah mengenai apa yang harus peroleh oleh madrasah. Nilai-nilai tersebut
sangat mempengaruhi praktik-praktik kepemimpinan kepala madrasah dalam mengembangkan dan
menjadikan madrasah unggulan, unggul mulai dari proses dan prosedur kepemimpinannya. Hal ini
sejalan dengan temuan literatur tentang kepemimpinan moralis, bahwa nilai adalah hal pokok dalam
praktik-praktik kepemimpinan kepala madrasah. Kepala madrasah moralis membawa institusinya
menuju visi atau tujuan dengan penuh keyakinan bahwa mereka berdiri di atas nilai-nilai moral dan
edukasional (Kenneth A. Leithwood & Daniel L. Duke, 1999).
Kepemimpinan moralitas terutama didasarkan pada nilai-nilai dan etika pemimpin, yang
tercermin dalam praktik-praktik kepemimpinan. Dimensi kepemimpinan ini sangat vital dalam
konteks pendidikan, karena sebagaimana ditunjukkan oleh Duignan dkk terdapat jurang kejujuran
dan integritas dalam praktik-praktik kepemimpinan masa kini (kasus contek massal yang terlihat
dalam hal ini). Tuntutan-tuntutan material dapat menyebabkan pemimpin melupakan aspek-aspek
etis dari kepemimpinan (Patrick A. Duignan, Narottam Bhindi & Mac Pherson, 1993: 4)
Di samping nilai yang bersifat personal, pada kepemimpinan madrasah unggulan juga
ditemukan nilai-nilai yang bersifat profesional. Sebagaimana yang terdapat pada tabel 2, kepala
madrasah memiliki komitmen yang kuat diantaranya disiplin, focus pada pekerjaan, cinta pada
kesuksesan/prestasi, dan berorientasi pada pengembangan siswa, focus pada pengembangan, optimis
dan komitmen yang kuat.
Kepala madrasah memiliki komitmen yang kuat untuk selalu melakukan perubahan.
Perubahan diyakini sebagai sesuatu yang harus dilakukan oleh madrasah bilamana madrasah ingin
tetap bertahan di era globalisasi, sebagaimana keyakinan yang ada pada diri kepala madrasah dan
berdasar kepada al-Ra’du serta harus berangkat dari visi dan misi. Kepala madrasah juga mempunyai
gagasan-gagasan inovatif untuk membuat perubahan dan pengembangan, seperti mengadakan
kegiatan MSC (Mathematic and Science Club). Kegiatan ini dipersiapkan bagi siswa-siswa yang akan
mengikuti lomba Sains dan Matematika. Dalam pembelajaran, kepala madrasah juga sangat kuat
mendorong guru-guru untuk selalu mengadakan perubahan dan inovasi dalam rangka untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran.
J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 5 No. 2 Januari - Juni 2019
Homepage: http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/jpai/
79
Muhammad Walid: Nilai-Nilai Spiritual, Profesional dan Humanis pada Kepemimpinan Kepala Madrasah Unggulan di
Malang
Kepala madrasah sangat yakin dan percaya bahwa kepemimpinan yang dimandatkan
kepadanya adalah merupakan amanah yang sudah seharusnya dipertanggungjawabkan. Oleh karena
itu, ia harus bisa melaksanakan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya. Di sinilah, kepala madrasah
fokus dan berkomiten kuat untuk melaksanakan amanah tersebut. Bahkan ia mengajak seluruh
komponen madrasah untuk fokus dan komitmen dalam mengerjakan tugas-tugas pengembangan
madrasah. Kepala madrasah memiliki keinginan terus menerus meningkatkan performa madrasah
melalui usaha-usaha yang dia lakukan. Kepala madrasah dengan berbagai cara mengajak dan
memotivasi komunitas madrasah untuk bekerja fokus dan tidak mendua. Dengan fokus dan
komitmen itulah maka perubahan dan pengembangan madrasah dapat dilakukan.
Sejalan dengan literatur tentang kepemimpinan instruksional, hal tersebut menggambarkan
bahwa kepala madrasah juga memiliki orientasi untuk pengembangan siswa (Carl D. Glickman,
Syephen P. Gordon & Jovita M. Ross-Gordon, 2001). Kepala madrasah percaya bahwa siswa adalah
subyek utama pembelajaran dan pendidikan. Oleh karena itu, program-program madrasah
diorientasikan pada pengembangan dan pembinaan siswa dengan memberikan wadah bagi anak-
anak didik yang berminat sekaligus melakukan pembinaan terhadap anak-anak yang berbakat.
Pengakuan atas hasrat untuk melayani orang lain, peduli pada kepentingannya di atas
kepentingan dirinya sendiri. Melayani orang lain dengan tulus ikhlas adalah satu kunci
kesempurnaan spritualitas seseorang. Allah swt telah berfirman dalam surat Ali Imran: 159 yang
artinya:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.”
Fokus pada pelanggan yaitu melayani kepentingan siswa mengandung prinsip bahwa semua
kegiatan pendidikan dan pembelajaran harus menempatkan siswa sebagai pusatnya. Kegiatan
pengembangan dan pembinaan siswa pada madrasah unggulan diarahkan pada prestasi yang
dihasilkan siswa, termasuk inovasi-inovasi yang dilakukan, baik akademik non-akademik adalah
dalam rangka untuk mencapai kesuksesan dan prestasi siswa. Sehingga, kepemimpinan kepala
madrasahpun diorientasikan bagi pengembangan dan melahirkan siswa-siswa yang berprestasi.
Kepala madrasah sangat memperhatikan pentingnya cita-cita dalam mengelola madrasah. Baginya,
cita-cita atau harapan adalah kunci untuk dapat mengembangkan madrasah.
Kepala madrasah juga selalu berorientasi pada pengembangan madrasah (inovatif) yang
dipimpinnya, mulai dari pengembangan program maupun inovasi yang lain. Pengembangan
madrasah dilakukan dengan meningkatkan kualitas diri, termasuk dengan diskusi, mengikuti
pelatihan, melanjutkan S-2 dan sebagainya. Kepala madrasah unggulan mempunyai filosofi bahwa
untuk mengembangkan diri adalah berkumpul dan berdiskusi dengan orang-orang pandai dan
mengerti, ibarat beras menjadi putih karena gesekan dengan beras yang lain, bukan karena
ditumbuk. Nilai-nilai dan keyakinan untuk selalu berinovasi mewarnai praktek-praktek
kepemimpinan dengan membuat program-program yang sebelumnya belum ada. Kepala madrasah
juga sosok yang mampu menggerakkan perubahan itu sendiri yang tiada henti. Hal ini juga didukung
dengan watak kepala madrasah yang pekerja keras.
Yang dilakukan kepala madrasah di atas adalah merupakan bagian dari pelayanan yang
sebaik-baiknya yang ingin diberikan oleh kepala madrasah kepada para stakeholder. Pelayanan
dalam berbagai bentuknya, apakah membantu memudahkan urusan orang lain (siswa) atau bahkan
melayani merealisasikan gagasan-gagasan besar seperti visi dan misi madrasah, adalah buah dari
penempaan spritual individu. Pelayanan adalah sebuah peribadatan agung yang mencerminkan
kesalehan individu (kepala madrasah) yang sebenarnya. Oleh karenanya, pelayanan kepada siswa
dan stakeholder adalah bagian penting dari keimanan seseorang kepada Allah. Rasulullah Muhamad
saw mengatakan:
“Telah diceritakan dari Mahmud bin Ghailan, telah diceritakan dari Abu Usamah dari A’masy
dari Abi Shalih dari Abi Hurairah berkata. Rasulullah saw berkata; Barang siapa
mempermudah jalan seseorang dalam mencari ilmu, maka juga akan mempermudah baginya
jalan menuju surga.”
Kepala madrasah juga meyakini bahwa disiplin adalah salah satu kunci keberhasilan dalam
dunia pendidikan. Dalam surat al-‘Ashr, kedisiplinan seringkali diumpamakan dengan penghargaan
terhadap “masa/waktu”.
“Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”
Keyakinan dan nilai-nilai disiplin yang dimiliki kepala madrasah menjadikan inspirasi dalam
berbagai aktifitas persekolahan. Kepala madrasah mencontohkan kedisiplinan administrasi, jurnal,
presensi, RPP, dan beliau mencontohkan untuk dimulai dari diri sendiri.
Budaya disiplin juga dicontohkan langsung oleh kepala madrasah. Hampir setiap hari, Ia
selalu datang sebelum jam 06.00 untuk memantau kehadiran siswa, guru dan karyawan. Kepala
madrasah juga pulang setelah sekolah akan tutup. Contoh yang diberikan kepala madrasah ini
ternyata sangat berpengaruh terhadap kedisiplinan para siswa, guru dan karyawan. Kedisiplinan
yang tidak pernah terlambat ini menunjukkan bahwa nilai disiplin telah menjadi karakter selalu
mewarnai dalam pola kepemimpinan pada madrasah unggulan. Dengan demikian, kepala madrasah
ungulan selalu bersikap disiplin dan berusaha mendisiplinkan anggota madrasah yang lain.
Menegakkan kedisiplinan bahkan merupakan salah satu strategi kepemimpinan dalam rangka untuk
mengembangkan dan mengubah madrasah yang dipimpinnya. Kepala madrasah unggulan juga
memberikan suri tauladan yang baik dengan mencontohkan kedisiplinan.
Keteladan atau uswatun hasanah memang merupakan nilai dan keyakinan profesional yang
dimiliki dan sekaligus yang mendasari keseluruhan aktifitas mengelola madrasah. Keteladanan di
sini adalah keselarasan antara perkataan dan perbuatan. Artinya, apa yang dikatakan hendaknya
juga dilakukan. Kepala madrasah mengedepankan keteladanan, yaitu sedikit bicara dan banyak
bekerja serta diimbangi dengan konsisten dan disiplin. Keteladanan yang dicontohkan oleh kepala
madrasah dalam hal kedisiplinan. Kepala madrasah sangat berkeyakinan bahwa disiplin adalah
kunci keberhasilan. Oleh kepala madrasah disiplin harus dimulai dari diri sendiri, baik kedisiplinan
dalam hal ketertiban administrasi, jurnal, RPP dan sebagainya. Di dalam meneladani apa yang beliau
katakan atau programkan, kepala madrasah menggunakan slogan “ibda’ bi nafsika” yang artinya
mulailah dari dirimu sendiri. Dengan demikian, sebelum mengubah orang lain kepala madrasah
memulai perubahan dari dirinya sendiri. Tujuannya adalah agar tujuan perubahan dan ajakannya
berpengaruh kepada anggota madrasah. Allah swt dalam al-Anfal; 53 bersabda yang artinya:
“(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan meubah
sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah
apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.”
Kepala madrasah juga memiliki orientasi pada cinta keunggulan dan prestasi. Kepala
madrasah percaya bahwa dengan selalu berfikir prestasi, di kepala dan di dada, apalagi itu
dicantumkan pada salah satu visinya, maka cinta keunggulan dan prestasi selalu mewarnai setiap
aktifitas yang dilakukan oleh kepala madrasah. Cinta keunggulan dan prestasi di sini tidak hanya
sekedar berprestasi tetapi lebih kepada keunggulan. Cinta keunggulan dicirikan tidak hanya sekedar
melakukan tetapi juga harus berkualitas. Nilai-nilai ini sangat berpengaruh pada pola kepemimpinan
kepala madrasah. Prestasi dan keunggulan di sini tidak hanya sekedar menjuari lomba atau
pertandingan, tetapi juga keunggulan dalam segala hal. Unggul pembelajaran, unggul administrasi,
unggul akademik dan non akademik, unggul sarana prasarana, unggul proses dan sebagainya.
Orientasi untuk selalu berprestasi dan menjadi yang paling ungul menunjukkan kepedulian
akan mutu. Dalam praktik ini, pada diri kepala madrasah melekat dimensi spiritual, yakni hasrat atau
dorongan untuk meraih kesempurnaan (perfection). Kebenaran, kebaikan dan keindahan adalah
dimensi-dimensi dari kesempurnaan dan keunggulan. Surat al-Maidah; 100 menggambarkan
perbedaan antara kerja berkualitas dengan tidak berkualitas:
“Katakanlah: tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu
menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu
mendapat keberuntungan.”
Prinsip yang berlaku dalam konsep quality adalah memberikan lulusan-lulusan yang terbaik
J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 5 No. 2 Januari - Juni 2019
Homepage: http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/jpai/
81
Muhammad Walid: Nilai-Nilai Spiritual, Profesional dan Humanis pada Kepemimpinan Kepala Madrasah Unggulan di
Malang
dan berkualitas, baik secara akademis maupun non akademis yang secara terus-menerus melampaui
harapan-harapan stakeholder dan pengguna.
Sementara itu, temuan berikunya adalah sikap terbuka dalam kepemimpinan kepala
madrasah. Kepala madrasah sangat terbuka kepada komunitas madrasah, termasuk dalam hal
anggaran. Sikap keterbukaan kepala madrasah juga ditunjukkan dengan sikap sangat percaya kepada
anak buahnya untuk mengelola tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepada bawahannya.
Kepala madrasah memberikan keleluasaan kepada bahawannya untuk berkreasi dan
mengembangkan program sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya. Prilaku kepemimpinan
kepala madrasah dalam mengelola perubahan dilandasi oleh nilai keterbukaan dengan
mengindikasikan kepercayaan kepala madrasah terhadap staf-stafnya untuk berkreasi dan
berinovasi sesuai dengan tugasnya masing-masing. Praktik kepemimpinan kepala madrasah yang
terbuka, memberikan kepercayaan yang tinggi terhadap bawahannya.
Keteladan atau uswatun hasanah merupakan nilai dan keyakinan profesional lain yang
disebutkan kepala madrasah sebagai kualitas yang dimiliki dan sekaligus yang mendasari
keseluruhan aktifitas mengelola madrasah. Keteladanan di sini adalah keselarasan antara perkataan
dan perbuatan. Artinya, apa yang dikatakan hendaknya juga dilakukan. Kepala madrasah
mengedepankan keteladanan, yaitu sedikit bicara dan banyak bekerja serta diimbangi dengan
konsisten dan disiplin.
Keteladanan yang paling mencolok dicontohkan oleh kepala madrasah dalam hal
kedisiplinan. Sebagaimana sudah dibahas pada poin nilai kedisiplinan, kepala madrasah sangat
berkeyakinan bahwa disiplin adalah kunci keberhasilan. Oleh kepala madrasah disiplin harus
dimulai dari diri sendiri, baik kedisiplinan dalam hal ketertiban administrasi, jurnal, RPP dan
sebagainya. Di dalam meneladani apa yang beliau katakan atau programkan, kepala madrasah
menggunakan slogan “ibda’ bi nafsika” yang artinya mulailah dari dirimu sendiri. Dengan demikian,
sebelum mengubah orang lain kepala madrasah memulai perubahan dari dirinya sendiri. Tujuannya
adalah agar tujuan perubahan dan ajakannya berpengaruh kepada anggota madrasah. Allah swt
dalam al-Anfal; 53 bersabda yang artinya:
“(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan meubah
sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu meubah
apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.”
Nilai-nilai lain yang berhasil ditemakan oleh peneliti pada kasus adalah nilai kemanusiaan.
Yang dimaksud dengan nilai dan keyakinan kemanusiaan di sini adalah bagaimana kepala madrasah
menempatkan orang lain dalam praktik kepemimpinannya. Nilai kemanusiaan yang diyakini adalah
bagaimana kita dapat mengakui persamaan dengan orang lain untuk kebersamaan, apresiatif
terhadap orang lain, respek, empati dan peduli terhadap orang lain serta kuatnya link yang dibangun
oleh kepala madrasah.
Persamaan diorientasikan sebagai nilai yang diyakini kepala madrasah dan sangat
berpengaruh pada praktik kepemimpinan pada madrasah unggulan. Kebersamaan ini akan muncul
jika kepala madrasah memiliki sikap dan melihat eksistensi dirinya sebagai pemimpin justru menjadi
bagian dari kumpulan eksistensi orang lain dari anggota organisasi, dan bukan sebaliknya.
Kebersamaan diartikan bahwa orang lain memiliki posisi dan potensi yang sama dengan kepala
madrasah. Setiap anggota madrasah memainkan peranan yang sama dan penting dalam proses
pengubahan madrasah serta memiliki peran yang sama sesuai dengan posisinya masing-masing.
Kepala madrasah mengumpamakan anggota madrasah seperti anggota tubuh yang masing-masing
memegang peranan yang sangat penting dan saling menghargai.
Fondasi perubahan adalah persaudaraan dan kebersamaan. Anggota madrasah ibarat satu
keluarga yang saling menguatkan. Hidup bersaudara merupakan sebuah kenikmatan yang tidak
terhingga nilainya bagi orang-orang beriman. Karena itulah, persaudaraan merupakan konsekuensi
logis dari keimanan seseorang yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Al-Qur’an surat
Ali Imran: 103 menyebutkan yang artinya:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat
J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 5 No. 2 Januari - Juni 2019
Homepage: http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/jpai/
82
Muhammad Walid: Nilai-Nilai Spiritual, Profesional dan Humanis pada Kepemimpinan Kepala Madrasah Unggulan di
Malang
Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Gagasan mahabbah (rasa cinta) sebagai pengikat individu-individu sangat penting untuk
membangun kekuatan kolektif atau jama’ah organisasi. Di atas gagasan mahabbah, persatuan dan
kesatuan organisasi menjadi tegak dan kukuh. Di atas gagasan itu pula setiap individu berusaha
untuk membahagiakan dirinya sendiri, saling tolong menolong dan mengikatkan serta menguatkan
yang satu terhadap yang lain. Mengelola perubahan yang dilakukan oleh kepala madrasah
membutuhkan gagasan tersebut untuk membentuk ikatan persaudaraan yang kuat.
Semangat membangun kebersamaan bertumpu pada nilai spritual yang berkenaan dengan
keterkaitan orang-orang sebagai kesatuan organis, yakni jika satu sakit akan berarti sakit secara
keseluruhan. Al-Qur’an dan Hadis menyebutkan nilai spritual ini dengan berbagai ungkapan,
diantaranya surat al-Ma’idah; 2 yang artinya:
“...dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
Dalam sebuah hadis terungkap, bahwa:
“Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya seumpama bangunan saling mengukuhkan satu
dengan lain (kemudian Rasulullah saw merapatkan jari-jari tangan beliau).”
Kekuatan disertakan pada Jama’ah. Barang siapa menyimpang (serong dan memisahkan
diri), maka ia menyimpang dari surge menuju neraka. Satu kesatuan yang tidak terpisahkan, menyatu
dengan yang lain secara keseluruhan merupakan satu kekuatan utama yang akan menghasilkan
tujuan-tujuan yang direncanakan (visi dan misi).
Kepala madrasah dapat membentuk rasa "kebersamaan" dan “sense of belonging” rasa
memiliki terhadap madrasahnya, maupun kebersamaan dalam mencapai tujuan. Kebersamaan ini
akan muncul jika kepala madrasah memiliki sikap dan melihat eksistensi dirinya sebagai pemimpin
justru menjadi bagian dari kumpulan eksistensi orang lain dari anggota organisasi, dan bukan
sebaliknya. Kepala madrasah dapat menumbuhkan rasa percaya anggotanya melalui kemantapan
kapabilitas atau kemampuan yang dimilikinya, serta dengan kerendahan hatinya untuk menyatakan
bahwa proses yang dilaksanakan merupakan "milik bersama". Konsekuensinya, para kepala
madrasah harus memposisikan diri sebagai "inisiator perubahan", "pelayan perubahan", dan secara
aktif berpartisipasi langsung dalam proses kepemimpinanya. Perilaku ideal kepala madrasah ini
menunjukkan perilaku yang memotivasi rekan kerjanya agar memiliki kesamaan visi dan tujuan
serta mendukung pemimpin, dan membangun tingkat kepercayaan para anggotanya (Bernard M.
Bass, & Bruce J. Avolio, 1996).
Kebersamaan harus dibangun dari perbedaan dan keragaman oleh kepala madrasah dalam
mengembangkan dan menginovasi madrasah, bukan malah memunculkan pertengkaran dan
pertikaian yang berujung pada kegagalan. Dengan kebersamaan segalanya akan menjadi mudah,
apalagi proses perubahan membutuhkan kerjasama semua pihak. Akan terasa berat bilamana
perubahan hanya dilakukan secara sendirian. Allah dalam firmannya surat al-Hujurat; 13 telah
mengisyaratkan hal tersebut, bahwa Allah menantang pemimpin untuk menciptakan kebersamaan
dalam perbedaan.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
mengenal.”
Ayat ini mengisyaratkan bahwa seorang kepala madrasah harus memahami antropologis dan
sosiologis bawahannya, sehingga betul betul memahami watak dan karakter komunitas madrasah
yang dipimpinnya. Tugas dari kepala madrasah adalah memenej keragaman dan perbedaan anggota
madrasah sebagai aset dan kekuatan madrasah. Tugas kepala madrasah bukanlah memaksakan
persamaan, namun, untuk mengelola keragaman dan perbedaan. Perbedaan agama, suku, ras, jenis
J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 5 No. 2 Januari - Juni 2019
Homepage: http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/jpai/
83
Muhammad Walid: Nilai-Nilai Spiritual, Profesional dan Humanis pada Kepemimpinan Kepala Madrasah Unggulan di
Malang
kelamin dan apapun seyogyanya menjadi ladang competitivness untuk menjadi mulia dan bertaqwa
di sisi Allah swt. Kepala madrasah sebagai pemimpin tertinggi di madrasah paling berperan dalam
penciptaan kondisi yang kondusif tersebut.
Berdasarkan studi-studi Ohio tentang ciri sekolah sukses, digambarkan bahwa kepala
madrasah menaruh perhatian pada perasaan-perasaan bawahannya dan menghargai gagasan-
gagasan mereka atau perilaku konsiderasi (Gregory Moorhead & Ricky W. Griffin, 1998). Menghargai
orang lain dimaknai sebagai mengakui dan menghormati keberadaan, pendapat dan eksistensi orang
lain. Sebenarnya kutipan yang terdapat pada nilai persamaan –sebagaimana yang telah dibahas
sebelumnya- juga telah menunjukkan adanya penghargaan kepala madrasah kepada anggota
madrasah yang lain. Dengan mengajak orang lain untuk bekerjasama, mengakui keberadaan orang
lain, mengakui ide dan gagasan bahkan mengikuti saran dan nasehat orang lain adalah juga bentuk
apresiasi terhadap orang lain. Kepala madrasah seringkali melihat latarbelakang orang yang lain
ketika ingin memberikan penghargaan dan pengakuan dalam bentuk promosi jabatan. Hal ini sejalan
dengan semangat al-Qur’an surat al-Hujurat: 13 sebagaimana tersebut di atas.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepala madrasah memiliki nilai kepedulian dan
empati yang tinggi terhadap orang lain. Kepala madrasah berusaha memahami kebutuhan peserta
didik, seperti kebutuhan jenis toilet untuk peserta didik. Memahami latar belakang anak didik yang
berbeda-beda, kepala madrasah menyediakan toilet yang duduk maupun yang jongkok sesuai
kebutuhan anak didiknya. Kepala madrasah selalu memberikan penghargaan baik terhadap guru
maupun siswa yang berhasil dalam kegiatan tertentu, misalnya berhasil menjuarai lomba atau
pertandingan tertentu.
Kepala madrasah juga sangat apresiatif terhadap kondisi seseorang, oleh karenanya beliau
sangat empati dan peduli dengan kondisi bawahan. Apa yang dilakukan kepala madrasah adalah
dalam rangka untuk menekan kesenjangan sosial yang dapat menimbulkan rasa iri dan dengki. Ayat
al-Qur’an surat al-Hajj; 41 jelas menganjurkan akan hal tersebut sebagaimana ayat berikut yang
artinya:
“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya
mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah
dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.”
Kepala madrasah sangat empati dan peduli terhadap para guru dan karyawan dan berusaha
memahami kebutuhan para anggotanya, khususnya kesejahteraan para guru dan karyawan, di
antaranya mengupayakan para GTT untuk menjadi PNS, kepada keluarga bawahannya. Sikap familier
kepala madrasah ini menunjukkan bahwa dalam mengembangkan madrasah ini tidak bisa berjalan
sendiri tetapi juga membutuhkan dukungan keluarga. Kepala madrasah mengupayakan
kesejahteraan bagi anggota madrasah yang sudah tidak punya kesempatan untuk menjadi pegawai
negeri dengan memberikan asuransi.
Kepeduliaan yang tinggi tidak hanya diartikan sebagai upaya kepala madrasah unggulan
dalam mensejahterakan bawahannya, tetapi juga dapat ditunjukkan dengan perhatian kepala
madrasah terhadap kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, pemberian kesempatan
untuk meningkatkan kompetensi guru dengan sekolah S-2 atau memberikan pelatihan-pelatihan
adalah juga salah satu kepeduliaan kepala madrasah terhadap bawahannya. Dalam kegiatan sosial,
kepala madrasah menggambarkan kebersamaan. Kalau dalam kegiatan sosial beliau mengajak
kompak serentak secara bersama sama melaksanakan itu dengan bawahannya.
KESIMPULAN
Dengan demikian, praktik-praktik kepemimpinan kepala madrasah dalam mengelola
madrasah sukses dilandasi oleh nilai-nilai dan keyakinan spiritual, profesional dan kemanusiaan. Hal
tersebut telah melahirkan kepemimpinan yang menginspirasi komunitas madrasah dengan nilai dan
keyakinan yang dipercayainya, yang disebut dengan spiritual transformasional.
Keberhasilan sebuah madrasah dapat mencerminkan nilai-nilai spiritual yang diyakini
kepala madrasah mengenai apa yang harus peroleh oleh madrasah. Nilai-nilai tersebut sangat
mempengaruhi praktik-praktik kepemimpinan kepala madrasah dalam mengembangkan dan
menjadikan madrasah unggulan, unggul mulai dari proses dan prosedur kepemimpinannya. Hal ini
J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam
Vol. 5 No. 2 Januari - Juni 2019
Homepage: http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/jpai/
84
Muhammad Walid: Nilai-Nilai Spiritual, Profesional dan Humanis pada Kepemimpinan Kepala Madrasah Unggulan di
Malang
sejalan dengan temuan literatur tentang kepemimpinan spiritualis, bahwa nilai adalah hal pokok
dalam praktik-praktik kepemimpinan kepala madrasah. Kepala madrasah spiritualis membawa
institusinya menuju visi atau tujuan dengan penuh keyakinan bahwa mereka berdiri di atas nilai-
nilai spiritual dan edukasional.
Selain nilai moral ini, kepala madrasah dengan segenap komitmen personalnya, wali murid,
guru, staf non-guru melakukan kegiatan-kegiatan dan tindakan yang benar bagi siswa didik. Hal ini
berarti bahwa kepemimpinan madrasah unggulan tidak hanya menyangkut persoalan niat baik
(kepercayaan dan nilai), tetapi juga prilaku dan tindakan. Sergiovanni mengatakan, “esensi
kepemimpinan sebenarnya, di atas segalanya adalah tindakan” (Sergiovanni, 1987: 86)
Karena itu, kepemimpinan spiritualis transformasional memiliki lima agenda pokok
kepemimpinan: tuntutan sumber daya manusia, teknis, kultural, edukasional dan simbolik. Tuntutan
teknis mencakup prinsip-prinsip dan teknik-teknik manajemen yang baik sebagai syarat setiap
organisasi; tuntutan sumber daya manusia mencakup keunggulan dan pemanfaatan potensi-potensi
sosial dan interpersonal dari madrasah, yaitu sumber daya manusia; tuntutan edukasional
menunjukkan pengetahuan yang mumpuni tentang pendidikan, pembelajaran, kurikulum dan
persekolahan; tuntutan simbolik menekankan pada contoh, tujuan dan sikap; sedang kepemimpinan
kultural mengartikulasikan nilai-nilai hidup dan kepercayaan, serta kultur yang mengidentitasi pada
madrasah dari waktu ke waktu. Peran kepemimpinan ini “dapat mentransformasikan sekolah
menjadi komunitas dan menginspirasikan beragam komitmen, devolusi (kekuasaan), dan pelayanan
yang membuat madrasah tidak dapat disamakan dengan institusi masyarakat lainnya”.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Muhammad Zainal. 2010. Problematika Pendidikan di Indonesia dan solusi Pemecahannya:
posted pada 20 Februari 2010 dari http://meetabied.wordpress.com/2010/02/20/
problematika-pendidikan-di-Indonesia-dan-solusi-pemecahannya.
Azra, Azyumardi. 2000. Pendidikan Islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milineum Baru. Jakarta:
Logos.
Bass, Bernard M., & Bruce J. Avolio. 1996. Multifactor Leaderhip Questionnaire Report. California:
Mind Gardens.
Borko. Hilda, Shelby A Wolf, Genet Simone, & Kay Pippin Uchiyama, K. 2003. Schools in transition:
Reform efforts and school capacity in Washington state. Educational Evaluation and Policy
Analysis, 25(2).
Duignan, Patrick A., Narottam Bhindi & Mac Pherson. 1993. Educative Leadership: A Practical Theory.
Eductional Administration Quarerly. 29 (1).
Fullan, Michael. 1993. Change Force: Probing the Depths of Educational Reform. London: Falmer Press.
Glickman, Carl D., Syephen P. Gordon & Jovita M. Ross-Gordon. 2001. Supervision and Instructional
Leadership: A Developmental Approach. Boston: Alyn & Bacon.
Hallinger, Philip & Ibrahim Ahmad Bajunid. 2005. “Educational Leadership in East Asia:
Implicationas for Education in a Global Society.” UCEA Review. XLV(1).
Hallinger. Philip & Kenneth Leithwood. 1994. Introduction: Exploring The Impact of Principal
Leadership, School Effectiveness and School Improvement.
Harris, Day C. Hadfield M. Tolley & J. Beresford. 2000. Leading Schools in Time of Change. Buchingham:
Open University Press.
Hill, Peter W., 2012. “What All Principals Should Know About Teaching and Learning (San Fransisco:
Jossey Bass.
Husin, Said Agil Al-Munawar. 2002. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta: Ciputat
Press.
Leithwood, Kenneth A. & Daniel L. Duke. 1999. A Century’s Quest to Understand School Leadership.
J. Murphy & Karen Seashore Louis (eds), Handbook of Research on Educational Administration
(San Fransisco: Jossey-Bass Publisher.
Leithwood, Kenneth A. 2005. “Understanding Successful School Leadership: Progress on a Broken
Front.” Jounal of Educational Administration. 43 (6).
Leithwood, Kenneth A. and Carolyn Riehl, “What Do We Already Know About Succesfull School
Leadership?”
Leithwood, Kenneth A., Karen Seashore Louis, Stephen Anderson and Kyla Wahlstrom,. 2010. “How
Leadership Influences Student Learning”, http://www.wallacefoundation.org.
Moorhead, Gregory & Ricky W. Griffin, Organizational Behaviour: Managing People and Organization
(5th ed) (Boston: Houghton Mifflin Company, 1998
Raharjo, M. Dawam. 2002. Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci.
Jakarta: Paramadina.
Sergiovanni. 1987. The Principalship: A Reflective Practice Perspective (Boston: Allyn and Bacon, Inc,.
Tafsir, Ahmad. 1994. Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Tobroni, 1994. “Perilaku Kepemimpinan Spritual Para Pembaharu Pendidikan Islam di Kota Malang”.
Disertasi. Tidak Diterbitkan. Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Yukl, Gary. 2002. Leadership in Organizations. New York: Prentice Hall International, Inc.