Tarbawi: Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Kegiatan Pembelajaran Di Lingkungan Sekolah

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

Tersedia online di Website:

TARBAWI
Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan
http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/tarbawi
p-ISSN 2442-8809
e-ISSN 2621-9549

Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190

Implementasi Pendidikan Karakter melalui Kegiatan Pembelajaran


di Lingkungan Sekolah
Ali Miftakhu Rosyad
Fakultas Agama Islam, Universitas Wiralodra Indramayu, Jawa Barat
[email protected]

Received: 25-09-2019 Revised: 02-11-2019 Accepted: 13-11-2019

Abstract
This article aims to describe the essence of the implementation of character education through learning
activieis in school environment. The research was qualitative approach with library reseach. Character
education has an important role in the moral cultivating of students relating to moral knowing, moral
feeling, and moral behavior. The three aspects must be developed in order to realize students with
noble character. In connection with the concept of school management, character education ought to
be internalized through learning activities, extracurricular activities, and intracuricular activities. The
formation of character through environmental factors can be done through several strategies,
including modelling, intervention, habituation that is done consistently and reinforcement. In other
words, developments in character formation require exemplary transmission, interventions through
learning, training, continuous long-term habituation that is carried out continuously and reinforced,
and must be balanced with noble values.
Keywords: character education, learning activities, school environment

Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan hakikat implementasi pendidikan karakter melalui
Kegiatan Pembelajaran di lingkungan sekolah. Artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif jenis
studi pustaka. Pendidikan karakter memiliki peranan penting dalam pembinaan moral siswa yang
berkaitan dengan konsep moral, sikap moral, dan prilaku moral. Ketiga aspek tersebut harus
mendapat dikembangkan agar dapat mewujudkan siswa yang berkarakter mulia. Sehubungan
dengan konsep manajemen sekolah pendidikan karakter perlu diinternalisasikan melalui kegiatan
pembelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan intrakurikuler. Pembentukan karakter melalui
faktor lingkungan dapat dilakukan melalui beberapa strategi, antara lain yaitu keteladanan,
intervensi, pembiasaan yang dilakukan secara konsisten dan penguatan. Dengan kata lain,
perkembangan dalam pembentukan karakter memerlukan keteladanan yang ditularkan, intervensi
melalui proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang yang
dilakukan secara kontinyu dan penguatan, serta harus diimbangi dengan nilai-nilai luhur.
Kata Kunci: pendidikan karakter, kegiatan pembelajaran, dan lingkungan sekolah

https://dx.doi.org/10.32678/tarbawi.v5i02.2074

How to Cite: Rosyad, A. M. (2019). Implementasi Pendidikan Karakter melalui Kegiatan


Pembelajaran di Lingkungan Sekolah. Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen
Pendidikan, 5(02), 173-190. https://dx.doi.org/10.32678/tarbawi.v5i02.2074

Copyright © 2019 ∣ Tarbawi


Implementasi Pendidikan Karakter melalui Kegiatan Pemmbelajaran…

Pendahuluan
Pendidikan adalah salah satu upaya yang dilakukan secara sistematis
(Kamaruddin, 2012; Juhji & Suardi, 2018) dan penuh kesadaran senada dengan yang
tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yaitu “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”. Sebagaimana dikatakan oleh Lickona (1996),
atas dasar inilah pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan yang baik dan yang
buruk namun lebih dari itu, yaitu menanamkan kebiasaan tantang mana yang baik
sehingga peserta didik paham tentang mana yang baik dan yang buruk. Pembentukan
karakter siswa di setiap lingkungan pendidikan berarti upaya yang dilakukan oleh
institusi dalam konteks pembentukan karakter siswa (Kamaruddin, 2012). Lebih dari
itu pendidikan karakter lebih transformatif apabila melibatkan berbagai aspek yaitu
aspek pengetahuan yang baik (moral knowing), tetapi juga merasakan dengan baik
atau loving good (moral felling) dan perilaku yang baik (moral action).
Dalam kehidupan sehari-hari pendidikan karakter dapat diselenggarakan pada
semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan (Hasibuan et al, 2018; Budi & Apud, 2019).
Lingkungan pendidikan adalah suatu tempat dimana proses nilai-nilai pembelajaran
berlangsung dalam jangka waktu dan tempat tertentu. Oleh karena itu, dalam
mensukseskan implementasi pendidikan karakter di lembaga pendidikan tenaga
kependidikan paling tidak melakukan perbaikan dan peningkatan manajemen
sekolah, diantaranya mencermati kalender pendidikan atau sekolah, penyusunan
program sekolah, perencanaan lembaga, pengalokasian waktu, menyusun jadwal
kerja, menyusun visi, misi dan program kerja lainnya yang terkait dengan manajemen
sekolah.
Secara terminologi manajemen adalah suatu proses yang berkenaan dengan
usaha manusia melalui bantuan manusia lain melalui cara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan. Menurut Hamalik, manajemen sebagai suatu disiplin ilmu yang
sangat erat kaitannya dengan ilmu-ilmu lain, seperti filsafat, psikologi, sosial, budaya,
sosiologi dan teknologi, bahkan ilmu manajemen banyak mendapat konstribusi dari
disiplin ilmu yang lain (Hamalik, 2007). Selanjutnya Heri (2012), mengatakan
manajemen pendidikan mengandung arti suatu proses kerja sama yang sistematik,
sistemik, dan konprehensif dalam rangka mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional.
Bila ditinjau secara luas, manajemen pendidikan dikatakan sebagai segala sesuatu
yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dari berbagai pengertian di atas, disimpulkan bahwa manajemen

174 Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190
Copyright © 2019 ∣ Tarbawi ∣ p-ISSN 2442-8809 ∣ e-ISSN 2621-9549
A. M. Rosyad

pendidikan merupakan seluruh proses kegiatan bersama dalam bidang pendidikan


dengan memanfaatkan semua fasilitas yang ada, baik personal maupun material,
spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam manajemen pendidikan tentu saja
melibatkan dan memberdayakan berbagai sumber yaitu manusia (Noor, 2017), sarana
prasarana, media pendidikan, pustaka secara optimal, efektif, efisien, dan relevan
dengan tujuan pendidikan. Kegiatan manajemen memiliki fungsi perencanaan,
pengorganisasian, arahan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi kerja.
Manusia Indonesia yang terbentuk melalui pendidikan karakter yang
berkelanjutan mulai dari tingkat TK sampai perguruan tinggi selayaknya mampu
mewujudkan keterpaduan nilai-nilai karakter. Karena pada dasarnya pendidikan
karakter sangat diperlukan untuk membangun bangsa yang sesuai dengan falsafah
Pancasila. Di era globalisasi seperti ini, perlu penanaman karakter siswa melalui
pendidikan karakter di sekolah. Karena selain penanaman karakter di keluarga dan di
masyarakat saja belum cukup, sekolah juga merupakan salah satu wadah
pembangunan karakter generasi bangsa. Pendidikan karakter hadir sebagai solusi
problem moralitas dan karakter itu sendiri dan diharapkan pengimplementasian
pendidikan karakter khususnya di Indonesia mampu sedikit mengurangi permsalahan
karakter pada era sekarang (Rosyad & Zuchdi, 2018).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Ramdhani (2017), menyatakan bahwa
karakter akan terbentuk oleh berbagai faktor yang ada. Diantaranya adalah prinsip,
desain, strategi, dan model belajar yang dipengaruhi lingkungannya. Oleh karena itu,
lingkungan memliliki andil yang sangat besar (Berkowitz & Bier, 2004) dalam
membentuk karakter siswa. Sedangkan dalam penelitian tersebut tidak dijelaskan
secara rinci mengenai bagaimana pendidikan karakter diimplementasikan dalam
lingkungan sekolah mulai proses perencanaan sampai evaluasinya. Dalam penelitian
ini, akan dijelaskan bagaimana proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pendidikan karakter di lingkungan sekolah.
Di Indonesia, khususnya implementasi pendidikan karakter masih belum
berjalan secara optimal sebagaimana mestinya. Hal tersebut dapat dilihat bersama
bagaimana prilaku anak-anak sekolah mulai dari kehidupan mereka di rumah, di
sekolah, dan di masyarakat masih memperlihatkan etika dan tatakrama yang tidak
bermoral. Sebagai contoh, prilaku tidak bermoral yang sering muncul adalah semakin
rendahnya rasa saling menghormati, menghargai, disiplin dan lain sebagainya.
Solusi yang perlu dilakukan agar dapat mengatasi berbagai masalah moral yang
terjadi adalah perlu memperbaiki iklim lingkungan pendidikan dan perbaikan
manajemen pendidikan. Perbaikan iklim pendidikan dapat dilakukan dengan menata
kembali situasi dan kondisi pendidikan mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Namun, perbaikan manajemen pendidikan dapat dilakukan dalam bentuk
memperbaiki administrasi dan tata kelola pendidikan formal dan non formal.

Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190
Copyright © 2019 ∣ Tarbawi ∣ p-ISSN 2442-8809 ∣ e-ISSN 2621-9549 175
Implementasi Pendidikan Karakter melalui Kegiatan Pemmbelajaran…

Metode Penelitian
Dalam penulisan artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
jenis studi pustaka. Pada hakikatnya penelitian kualitatif berupa menyajikan berbagai
fakta dan fenomena yang berkaitan dengan implementasi pendidikan karakter di
lingkungan sekolah. Namun, objek dalam penelitian ini adalah proses perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan karakter yang diterapkan di lingkungan
sekolah. Data yang disajikan dalam penelitian ini adalah berbagai konsep, teori, dan
literatur mengenai implementasi pendidikan karakter hasil kajian pustaka.

Hasil dan Pembahasan


Definisi Implementasi
Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pelaksanaan,
penerapan. Adapun implementasi menurut para ahli yakni, menurut Usman (2002),
mengemukakan pendapatnya tentang Implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut
“implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya
mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu
kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan”. Pengertian
implementasi yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa implementasi
adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan
secara sungguh–sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan
kegiatan. Oleh karena itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh
objek berikutnya.
Pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut
“implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi
antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana,
birokrasi yang efektif” (Setiawan, 2004). Pengertian implementasi yang dikemukakan
ini, dapat dikatakan bahwa implementasi yaitu merupakan proses untuk
melaksanakan ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain
dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam tubuh birokrasi demi terciptanya
suatu tujuan yang bisa tercapai dengan jaringan pelaksana yang bisa dipercaya.
Menurut Harsono (2002), implementasi adalah suatu proses untuk melaksanakan
kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik ke dalam administrasi.
Pengembangan kebijakan dalam rangka penyempurnaan suatu program.

Pengertian Karakter dan Pendidikan Karakter


Pendidikan karakter merupakan sebuah istilah yang semakin hari semakin
mendaptkan pengakuan dari masyarakat Indonesia saat ini. Terlebih, dengan
dirasakannya berbagai ketimpangan berbagai hasil pendidikan dilihat dari perilaku
lulusan pendidikan formal saat ini, semisal korupsi, perkembangan seks bebas pada

176 Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190
Copyright © 2019 ∣ Tarbawi ∣ p-ISSN 2442-8809 ∣ e-ISSN 2621-9549
A. M. Rosyad

kalangan remaja, narkoba, tawuran, pembunuhan, perampokan oleh pelajar.


Semuanya terasa lebih kuat ketika negara ini dilanda krisis dan tidak kunjung
beranjak dari krisis yang dialami.
Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak.
Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan
berwatak. Menurut Musfiroh (2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap
(attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills).
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan
memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau
tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya
dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan
kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Secara terminologis, makna karakter dikemukakan oleh Lickona (1996),
sebagai “a reliable inner disposition to respond to situations in a morally good way.”
Selanjutnya, ia juga menambahkan, “character so conceived has three interrelated
parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior.” Karakter mulia (good
character), dalam pandangan Lickona, meliputi pengetahuan tentang kebaikan
(moral knowing), lalu menimbulkan komitmen atau niat terhadap kebaikan (moral
feeling), dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan lain
kata, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap
(attitudes), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan
(skills).
Menurut Marzuki (t.t), karakter identik dengan akhlak, sehinga karakter
merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputti seluruh
aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhan, dengan diri
sendiri, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungan, yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat.
Dalam proses perkembangan dan pembentukannya, karakter seseorang
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor lingkungan (nurture) dan faktor bawaan
(nature). Secara psikologis perilaku berakarakter merupakan perwujudan dari
potensi Intellegence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), Spriritual Qoutient (SQ),
dan Adverse Quotient (AQ) yang dimiliki oelh seseorang. Konfigurasi karakter dalam
konteks totalitas proses psikologis dan sosio kultural pada akhirnya dapat
dikelompokkan dalam empa kategori, yakni: (1) olah hati (Spiritual and Emotional
Development); (2) olah pikir (Intellectual Development); (3) olah raga dan kinestetik
(Physical and Kinestetic Development); dan (4) olah rasa dan karsa (Affective and
Creativity Development). Keempat proses psiko-sosial ini secara holistik dan koheren

Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190
Copyright © 2019 ∣ Tarbawi ∣ p-ISSN 2442-8809 ∣ e-ISSN 2621-9549 177
Implementasi Pendidikan Karakter melalui Kegiatan Pemmbelajaran…

saling terkait dan saling melengkapi dalam rangka pembentukan karakter dan
perwujudan nilai-nilai luhur dalam diri seseoran (Nasional, 2010).
Dari beberapa definisi karakter yang telah diuraikan, memang terdapat
perbedaan sudut pandang sehingga menyebabkan perbedaan definisnya pula. Kendati
demikian, jika dilihat esensi dari berbagai definisi tersebut terdapat kesamaan bahwa
karakter itu mengenai sesuatu yang adala dalam diri seseorang, yang menyebabkan
orang tersebut disifati.
Adapun terminologi pendidikan karakter menurut Marzuki mulai dikenalkan
sejak tahun 1900-an (Marzuki, n.d.). Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya,
terutama ketika ia menulis buku yang berjudul Educating for Character: How Our
School Can Teach Respect and Responsibility (1991) yang kemudian disusul oleh
tulisan-tulisannya seperti The Return of Character Eduaction yang dimuat dalam
jurnal educational leadership (1993) dan juga artikel yang berjudul Eleven Principles of
Effective of Character Education, yang dimuat dalam Journal of Moral Volume 25
(1996). Melalui buku dan tulisannya itu, ia menyadarkan dunia barat akan pentinnya
pendidikan karakter. Pendidikan karakter, menurut Lickona, mengandung tiha unsur
pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring
the good), dan melakukan kebaikan (doing the good) (Lickona, 2013).
Sementara menurut kemdiknas pendidikan karakter adalah pendidikan yang
menanamkan dan mengembangkan karakter-karakter luhur kepada peserta didik,
sehingga mereka memiliki karakter luhur itu, menerapkan dan mempraktikkan dalam
kehidupannya, entah dalam keluarga, sebagai anggota masyarakat dan warga negara.
Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of
school life to foster optimal character development” (Nasional, 2010).

Dasar Filosofi Implementasi Pendidikan Karakter


Sebelum pengimplementasian pendidikan karakter, perlu diketahui juga hal
penting yang harus disepakati secara rasional apa dasar filosofi bagi implementasi
pendidikan karakter di Indonesia. Mengakar pada kesepakatan para founders fathers
kita saat mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lalu, maka dasar
filosofinya tentu saja pancasila. Kita ingin membentuk manusia Indinesia seutuhnya
yang ber-pancasila. Dalam kaitan ini maka awal sekali seperti apa yang sempat
diidentifikasi oleh Soedarsono Pancasila harus disepakati menjadi: (i) dasar negara,
(ii) pandangan hidup bangsa, (iii) kepribadian bangsa, (iv) jiwa bangsa, (v) tujuan
yang akan dicapai, (vi) perjanjian luhur bangsa, (vii) pengalaman pembangunan
bangsa, dan (ix) jati diri bangsa (Danim, 2008).
Dalam kaitan ini ditegaskan oleh Soedarsono: “dengan demikian, kita harus
tegas menolak adanya anggapan yang marak berkembang bahwa pancasila sudah
tidak relevan lagi di alam modernisasi, reformasi, dan globalilsasi sekarang ini.

178 Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190
Copyright © 2019 ∣ Tarbawi ∣ p-ISSN 2442-8809 ∣ e-ISSN 2621-9549
A. M. Rosyad

Padahal, sudah jelas dan tegas bahwa ideologi bangsa Indonesia adalah pancasila.
Pancasila itu sendiri sudah terpati dalam kalbu dan mengalir dalam darah setiap anak
bangsa.
Karakter adalah sesuatu yang sangat penting dan vital bagi tercapainya tujuan
hidup. Karakter merupakan dorongan pilihan untuk menentukan yang terbaik dalam
hidup. Sebagai bangsa Indonesia dorongan atau pilihan itu arus dilandasi oleh
pancasila. Sementara itu sudah menjadi fitrah bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa
yang multi suku, multi ras, multi bahasa, multi adat, dan tradisi. Untuk tetap
menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia maka kesadaran untuk menjunjung
tinggi Bhinneka Tunggal Ika merupakan suatu conditio sine quanon, syarat mutlak
yang tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena pilihan lainnya adalah runtuhnya negara
ini.
Karakter yang berlandaskan falsafah pancasila maknanya adalah setiap aspek
karakter harus dijiwai oleh kelima sila pancasila secara utuh dan komprehensif
sebagai berikut: 1) Bangsa yang Ber-Ketuhanan yang Maha Esa; 2) Bangsa yang
menjunjung kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Bangsa yang mengedepankan
persatuan dan kesatuan bangsa; 4) Bangsa yang demokratis dan menjunjung tinggi
hukum dan Hak Asasi Manusia; dan 5) Bangsa yang mengedepankan Keadilan dan
Kesejahteraan (Hariyanto, 2011).

Tujuan Pendidikan Karakter


Socrates berpendapat bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah
untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah Islam, Rasulullah
Saw, juga menegaskan bahwa misi utamanya mendidik manusia adalah
mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good character). Berikutnya, ribuan
tahun setelah itu rumusan tujuan utama pendidikan tetap pada wilayah serupa, yakni
pembentukan kepribadian manusia yang baik.
Pakar pendidikan Indonesia, Fuad Hasan, dengan tesis pendidikan yakni
pembudayaan, juga ingin menyampaikan hal yang sama dengan tokoh-tokoh
pendidikan diatas. Menurutnya, pendidikan bermuara pada pengalihan nilia-nilai
budaya dan norma-norma sosial (transmision of cultural values and social norms)
(Ahmad & Ahmad, 2013).
Pendidikan karakter mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
manusia yang mempunyai kedudukan sebagai mahluk individu dan sekaligus juga
mahluk sosial tidak begitu saja terlepas dari lingkungannya. Pendidikan merupakan
upaya memperlakukan manusia untuk mencapai tujuan. Tujuan adalah suatu yang
diharapkan tercapai setelah suatu usaha selesai dilaksanakan. Sebagai sesuatu yang
akan dicapai, tujuan mengharapkan adanya perubahan tingkah laku, sikap dan

Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190
Copyright © 2019 ∣ Tarbawi ∣ p-ISSN 2442-8809 ∣ e-ISSN 2621-9549 179
Implementasi Pendidikan Karakter melalui Kegiatan Pemmbelajaran…

kepribadian yang telah baik sebagaimana yang diharapkan setelah anak didik
mengalami pendidikan.
Sebagaimana dalam UU Pasal 3 Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Adapun tujuannya adalah untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Wiyani, 2012:57).
Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan
pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu.
Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif
kontekstual individu atas impuls natural sosial yang diterimanya, yang pada
gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses
pembentukan diri secara terus- menerus (on going formation). Tujuan jangka panjang
ini merupakan pendekatan dilektis yang semakin mendekatkan dengan kenyataan
yang ideal, melalui proses refleksi dan interaksi secara terus-menerus antara
idealisme, pilihan sarana, dan hasil langsung yang dapat dievalusi secara objektif
(Asmani, 2011).

Pelaksanaan Pendidikan Karakter di Indonesia


Pelaksanaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi
tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien, sehingga
akan memiliki nilai. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter merupakan kegiatan inti
dari pendidikan karakter (Revell & Arthur, 2007).
Penerapan pendidikan di sekolah setidaknya dapat ditempuh melalui empat
alternatif strategi secara terpadu. Pertama, mengintegrasikan konten pendidikan
karakter yang telah dirumuskan kedalam seluruh mata pelajaran. Kedua,
mengintegrasikan pendidikan karakter kedalam kegiatan sehari-hari di sekolah.
Ketiga, mengintegrasikan pendidikan karakter kedalam kegiatan yang diprogamkan
atau direncanakan. Keempat, membangun komunikasi kerjasama antar sekolah
dengan orang tua peserta didik (Wiyani, 2012).
Mengintegrasikan keseluruhan mata pelajaran.
Pengembangan nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa
diintegrasikan kedalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Nilai-nilai
tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP.
Mengintegrasikan kedalam kegiatan sehari-hari.
Pembentukan karakter siswa pada lingkungan sekolah tidak harus dilakukan
dengan mengubah kurikulum atau menambah mata pelajaran. Akan tetapi bisa di

180 Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190
Copyright © 2019 ∣ Tarbawi ∣ p-ISSN 2442-8809 ∣ e-ISSN 2621-9549
A. M. Rosyad

kembangan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh sekolah yang meliputi
kegiatan belajar mengajar, kegiatan intrakurikuler, dan kegiatan ekstrakurikuler agar
karakter siswa dapat terlatih dengan baik. Berikut ini akan dijelaskan rincian
pengintegrasian pendidikan karakter melalui kegiatan sehari-hari yaitu sebagai
berikut: 1) Menerapkan keteladanan. Pembiasaan keteladanan adalah kegiatan dalam
bentuk perilaku sehari-hari yang tidak diprogramkan karena dilakukan tanpa
mengenal batasan ruang dan waktu. Keteladanan ini merupakan perilaku dan sikap
guru dan tenaga pendidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh melalui
tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik
lain. Misalnya nilai disiplin, kebersihan dan kerapian, kasih sayang, kesopanan,
perhatian, jujur dan kerja keras. Kegiatan ini meliputi berpakaian rapi, berbahasa
yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan keberhasilan orang lain, datang tepat
waktu. 2) Pembiasaan rutin. Pembiasaan rutin merupakan salah satu kegiatan
pendidikan karakter yang terintegrasi dengan kegiatan sehari-hari di sekolah, seperti
upacara bendera, senam, do‟a bersama, ketertiban, pemeliharaan kebersihan (jum‟at
bersih). Pembiasaan-pembiasaan ini akan efektif membentuk karakter peserta didik
secara berkelanjutan dengan pembiasaan yang sudah biasa mereka lakukan secara
rutin tersebut.
Mengintegrasikan keadaan ke dalam program sekolah
Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan karakter pada peserta didik dalam
program pengembangan diri, dapat dilakukan melalui pengintegrasian kedalam
kegiatan sehari-hari di sekolah. Diantaranya melalui hal-hal berikut: 1) Kegiatan rutin
di sekolah. Kegiatan rutin merupakan kegiatan yang dilakukan anak didik secara terus
menerus dan konsisten setiap saat. Contoh kegiatan ini adalah upacara pada hari
besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan (kuku, telinga, rambut, dan
lainlain) setiap hari senin, beribadah bersama atau sholat bersama, berdo’a waktu
mulai dan selesai belajar, mengucapkan salam bila bertemu guru, tenaga
kependidikan, atau teman. Nilai-nilai peserta didik yang diharapkan dalam kegiatan
rutin di sekolah adalah: a) Religius, b) Kedisiplinan, c) Peduli lingkungan, d) Peduli
social, e) Kejujuran, dan f) Cinta tanah air. 2) Kegiatan spontan. Kegiatan spontan
adalah kegiatan yang dilakukan secara spontan pada saat itu juga. Kegiatan ini biasa
dilakukan pada saat guru atau tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya
perbuatan yang kurang baik dari peserta didik, yang harus dikoreksi pada saat itu
juga.
Dalam kegiatan spontan ini peserta didik akan mengetahui karakter-karakter
mana yang harus dilaksanakan dan mana yang tidak baik dilaksanakan karena
pendidik pada saat itu juga mengoreksinya. Dan peserta didik pada saat itu juga
mengetahuinya. 3) Membangun komunikasi dengan orang tua peserta didik. Sekolah
adalah cerminan dari masyarkat. Agar pendidikan karakter dapat berjalan dengan

Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190
Copyright © 2019 ∣ Tarbawi ∣ p-ISSN 2442-8809 ∣ e-ISSN 2621-9549 181
Implementasi Pendidikan Karakter melalui Kegiatan Pemmbelajaran…

optimal perlu adanya kerja sama antara pihak sekolah dan masyarakat (khususnya
orang tua siswa). Dalam hal ini, kompetensi seorang pendidik yang berkaitan dengan
kompetensi sosial perlu dikembangkan agar pendidik dan pihak sekolah dapat
menjaga kuminikasi dengan masyarakat secara harmonis.
Berikut ini akan dijelaskan mengenai pembangunan komunikasi dengan orang
tua siswa sebagai berikut: 1) Kerjasama sekolah dengan Orang Tua. Peran Semua
Unsur Sekolah agar terciptanya suasana yang kondusif akan memberikan iklim yang
memungkinkan terbentuknya karakter. Oleh karenanya, peran seluruh unsur sekolah
menjadi elemen yang sangat mendukung terhadap tewujudnya suasana kondusif
tersebut. Sehingga kerjasama antar kepala sekolah, guru BK, dan staff harus kuat dan
kesemuanya memiliki kepedulian yang sama terhadap pelaksanaan pendidikan
karakter di sekolah. Dalam konsep lingkungan pendidikan, maka kita mengenal tiga
macam lingkungan yang dialami oleh peserta didik dalam masa yang bersamaan,
antara lain: lingkungan keluarga, sekolahan dan masyarakat sekitarnya (Hidayatullah
& Rohmadi, 2010). Oleh karena itu, sekolah perlu mengkomunikasikan segala
kebijakan dan pembiasaan yang dilaksanakan di sekolah kepada orang tua/wali murid
dan masyarakat sekitar. Sehingga program pendidikan karakter tidak hanya
terlaksana di sekolah dan menjadi tanggungjawab satu-satunya. Dengan kerjasama
yang baik antara lingkungan tersebut maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
dan perkembangan karakter peserta didik yang lebih terkontrol. 2) Kerjasama sekolah
dengan Lingkungan. Penciptaan kondisi/suasana yang kondusif juga dimulai dari
kerjasama yang baik antara sekolah dengan lingkungan sekitar. Veithzal36
menyebutkan jika sekolah memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib dan
nyaman, menjalin kerjasama yang intent dengan orang tua peserta didik dan
lingkungan sekitar, maka proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman
(enjoyable learning). Dengan demikian maka pelaksanaan program pendidikan akan
berjalan secara efektif, dengan penciptaan iklim sebagaimana yang tertera diatas.
Merancang kondisi sekolah yang kondusif Salah satu faktor yang berpengaruh
dalam pendidikan karakter adalah lingkungan. Salah satu aspek yang turut
memberikan saham dalam terbentuknya corak pemikiran, sikap dan tingkah laku
seseorang adalah faktor lingkungandimana orang tersebut hidup (Maryono, 2015).
Berangkat dari paradigma ini, maka menjadi sangat urgen untuk menciptakan
suasana, kondisi, atau lingkungan dimana peserta didik tersebut belajar.
Pengkondisian yaitu penciptaan kondisi yang mendukung terlaksananya pendidikan
karakter, misalnya kondisi toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau
dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di
dalam kelas dan kesehatan diri (Rosyad, n.d.).
Kerjasama dengan keluarga dan lingkungan mempengaruhi perkembangan
pendidikan karakter bagi peserta didik, karena dalam pembentukan peserta didik

182 Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190
Copyright © 2019 ∣ Tarbawi ∣ p-ISSN 2442-8809 ∣ e-ISSN 2621-9549
A. M. Rosyad

sehari-hari yang mereka temui adalah hal-hal yang ada disekitarnya, keluarga dan
lingkungan yang mendukung juga akan menghasilkan karakterkarakter peserta didik
yang diharapkan.

Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran


Merespon sejumlah kelemahan dalam pelaksanaan pendidikan akhlak dan budi
pekerti (pendidikan karakter), terutama melalui dua mata pelajaran Pendidikan
Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan, telah diupayakan inovasi pendidikan
karakter. Inovasi tersebut adalah: 1) Pendidikan karakter dilakukan secara
terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran.Integrasi yang dimaksud meliputi
pemuatan nilai-nilai ke dalam substansi pada semua mata pelajaran dan pelaksanaan
kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi dipraktikkannya nilai-nilai dalam setiap
aktivitas di dalam dan di luar kelas untuk semua mata pelajaran; 2) Pendidikan
karakter juga diintegrasikan ke dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan peserta didik;
3) Selain itu, pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan pengelolaan semua
urusan di sekolah yang melibatkan semua warga sekolah (Dit. PSMP Kemdiknas,
2010).
Dari ketiga bentuk inovasi di atas yang paling penting dan langsung bersentuhan
dengan aktivitas pembelajaran sehari-hari adalah pengintegrasian pendidikan
karakter dalam proses pembelajaran. Pengintegrasian pendidikan karakter melalui
proses pembelajaran semua mata pelajaran di sekolah sekarang menjadi salah satu
model yang banyak diterapkan. Model ini ditempuh dengan paradigma bahwa semua
guru adalah pendidik karakter (character educator). Semua mata pelajaran juga
disasumsikan memiliki misi dalam membentuk karakter mulia para peserta didik
(Mulyasa, 2013).
Di samping model ini, ada juga model lain dalam pendidikan karakter di sekolah,
seperti model subject matter dalam bentuk mata pelajaran sendiri, yakni menjadikan
pendidikan karakter sebagai mata pelajatan tersendiri sehingga memerlukan adanya
rumusan tersendiri mengenai standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar,
silabus, RPP, bahan ajar, strategi pembelajaran, dan penilaiannya di sekolah. Model ini
tidaklah gampang dan akan menambah beban peserta didik yang sudah diberi sekian
banyak mata pelajaran. Karena itulah, model integrasi pendidikan karakter dalam
mata pelajaran dinilai lebih efektif dan efisien dibanding dengan model subject
matter.
Integrasi pendidikan karakter di dalam proses pembelajaran di sekolah
dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi
pembelajaran pada semua mata pelajaran. Tahap-tahap ini akan diuraikan lebih detail
berikut ini.

Tahap Perencanaan

Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190
Copyright © 2019 ∣ Tarbawi ∣ p-ISSN 2442-8809 ∣ e-ISSN 2621-9549 183
Implementasi Pendidikan Karakter melalui Kegiatan Pemmbelajaran…

Pada tahap perencanaan yang mula-mula dilakukan adalah analisis SK/KD,


pengembangan silabus berkarakter, penyusunan RPP berkarakter, dan penyiapan
bahan ajar berkarakter. Analisis SK/KD dilakukan untuk mengidentifikasi nilai-nilai
karakter yang secara substansi dapat diintegrasikan pada SK/KD yang bersangkutan.
Perlu dicatat bahwa identifikasi nilai-nilai karakter ini tidak dimaksudkan untuk
membatasi nilai-nilai yang dapat dikembangkan pada pembelajaran SK/KD yang
bersangkutan. Guru dituntut lebih cermat dalam memunculkan nilai-nilai yang
ditargetkan dalam proses pembelajaran.
Secara praktis pengembangan silabus dapat dilakukan dengan merevisi silabus
yang telah dikembangkan sebelumnya dengan menambah komponen (kolom)
karakter tepat di sebelah kanan komponen (kolom) Kompetensi Dasar atau di kolom
silabus yang paling kanan. Pada kolom tersebut diisi nilai(-nilai) karakter yang
hendak diintegrasikan dalam pembelajaran. Nilai-nilai yang diisikan tidak hanya
terbatas pada nilai-nilai yang telah ditentukan melalui analisis SK/KD, tetapi dapat
ditambah dengan nilai-nilai lainnya yang dapat dikembangkan melalui kegiatan
pembelajaran (bukan lewat substansi pembelajaran). Setelah itu, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian, dan/atau teknik penilaian, diadaptasi atau
dirumuskan ulang dengan penyesuaian terhadap karakter yang hendak
dikembangkan. Metode menjadi sangat urgen di sini, karena akan menentukan nilai-
nilai karakter apa yang akan ditargetkan dalam proses pembelajaran.
Sebagaimana langkah-langkah pengembangan silabus, penyusunan RPP dalam
rangka pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran juga dilakukan
dengan cara merevisi RPP yang telah ada. Revisi RPP dilakukan dengan langkah-
langkah: a) Rumusan tujuan pembelajaran direvisi/diadaptasi. Revisi/adaptasi
tujuan pembelajaran dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: (1) rumusan tujuan
pembelajaran yang telah ada direvisi hingga satu atau lebih tujuan pembelajaran tidak
hanya mengembangkan kemampuan kognitif dan psikomotorik, tetapi juga afektif
(karakter), dan (2) ditambah tujuan pembelajaran yang khusus dirumuskan untuk
karakter; b) Pendekatan/metode pembelajaran diubah (disesuaikan) agar
pendekatan/metode yang dipilih selain memfasilitasi peserta didik mencapai
pengetahuan dan keterampilan yang ditargetkan, juga mengembangkan karakter; c)
Langkah-langkah pembelajaran juga direvisi. Kegiatan-kegiatan pembelajaran
dalam setiap langkah/tahap pembelajaran (pendahuluan, inti, dan penutup), direvisi
atau ditambah agar sebagian atau seluruh kegiatan pembelajaran pada setiap tahapan
memfasilitasi peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
ditargetkan dan mengembangkan karakter. Prinsip-prinsip pendekatan pembelajaran
kontekstual (Contextual Teaching and Learning), pembelajaran kooperatif
(Cooperatif Learning), dan pembelajaran aktif (misal: PAIKEM/Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) cukup efektif untuk

184 Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190
Copyright © 2019 ∣ Tarbawi ∣ p-ISSN 2442-8809 ∣ e-ISSN 2621-9549
A. M. Rosyad

mengembangkan karakter peserta didik; c) Bagian penilaian direvisi. Revisi


dilakukan dengan cara mengubah dan/atau menambah teknik-teknik penilaian
yang telah dirumuskan. Teknik-teknik penilaian dipilih sehingga secara keseluruhan
teknik-teknik tersebut mengukur pencapaian peserta didik dalam kompetensi dan
karakter. Di antara teknik-teknik penilaian yang dapat dipakai untuk mengetahui
perkembangan karakter adalah observasi, Penilaian kinerja, penilaian antar teman,
dan penilaian diri sendiri. Nilai karakter sebaiknya tidak dinyatakan secara
kuantitatif, tetapi secara kualitatif, misalnya: (1) Belum Terlihat, apabila peserta didik
belum memperlihatkan tanda-tanda awal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam
indicator; (2) Mulai Terlihat, apabila peserta didik sudah mulai memperlihatkan
adanya tanda-tanda awal perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator tetapi
belum konsisten; (3) Mulai Berkembang, apabila peserta didik sudah memperlihatkan
berbagai tanda perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator dan mulai
konsisten; (4) Menjadi Kebiasaan atau membudaya, apabila peserta didik terus
menerus memperlihatkan perilaku/karakter yang dinyatakan dalam indikator
secara konsisten (Dit. PSMP Kemdiknas, 2010).
Bahan ajar yang biasanya diambil dari buku ajar (buku teks) perlu disiapkan
dengan merevisi atau menambah nilai-nilai karakter ke dalam pembahasan materi
yang ada di dalamnya. Buku-buku yang ada selama ini meskipun telah memenuhi
sejumlah kriteria kelayakan buku ajar, yaitu kelayakan isi, penyajian, bahasa, dan
grafika, akan tetapi materinya masih belum secara memadai mengintegrasikan
pendidikan karakter di dalamnya. Apabila guru sekedar mengikuti atau melaksanakan
pembelajaran dengan berpatokan pada kegiatan-kegiatan pembelajaran pada buku-
buku tersebut, pendidikan karakter secara memadai belum berjalan. Oleh karena
itu, sejalan dengan apa yang telah dirancang pada silabus dan RPP yang berwawasan
pendidikan karakter, bahan ajar perlu diadaptasi. Adaptasi yang paling mungkin
dilaksanakan oleh guru adalah dengan cara menambah kegiatan pembelajaran yang
sekaligus dapat mengembangkan karakter. Cara lainnya adalah dengan mengadaptasi
atau mengubah kegiatan belajar pada buku ajar yang dipakai. Selain itu, adaptasi
dapat dilakukan dengan merevisi substansi pembelajarannya.

Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dari tahapan kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup
dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang
ditargetkan. Sebagaimana disebutkan di depan, prinsip-prinsip Contextual Teaching
and Learning disarankan diaplikasikan pada semua tahapan pembelajaran karena
prinsip-prinsip pembelajaran tersebut sekaligus dapat memfasilitasi
terinternalisasinya nilai-nilai karakter pada peserta didik. Selain itu, perilaku guru

Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190
Copyright © 2019 ∣ Tarbawi ∣ p-ISSN 2442-8809 ∣ e-ISSN 2621-9549 185
Implementasi Pendidikan Karakter melalui Kegiatan Pemmbelajaran…

sepanjang proses pembelajaran harus merupakan model pelaksanaan nilai-nilai bagi


peserta didik.
Dalam pembelajaran ini guru harus merancang langkah-langkah pembelajaran
yang memfasilitasi peserta didik aktif dalam proses mulai dari pendahuluan, inti,
hingga penutup. Guru dituntut untuk menguasai berbagai metode, model, atau
strategi pembelajaran aktif sehingga langkah-langkah pembelajaran dengan mudah
disusun dan dapat dipraktikkan dengan baik dan benar. Dengan proses seperti ini
guru juga bisa melakukan pengamatan sekaligus melakukan evaluasi (penilaian)
terhadap proses yang terjadi, terutama terhadap karakter peserta didiknya.

Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi atau penilaian merupakan bagian yang sangat penting dalam proses
pendidikan. Dalam pendidikan karakter, penilaian harus dilakukan dengan baik dan
benar. Penilaian tidak hanya menyangkut pencapaian kognitif peserta didik, tetapi
juga pencapaian afektif dan psikomorotiknya. Penilaian karakter lebih
mementingkan pencapaian afektif dan psikomotorik peserta didik dibandingkan
pencapaian kognitifnya. Agar hasil penilian yang dilakukan guru bisa benar dan
objektif, guru harus memahami prinsip-prinsip penilaian yang benar sesuai dengan
standar penilaian yang sudah ditetapkan oleh para ahli penilaian. Pemerintah
(Kemdiknas/Kemdikbud) sudah menetapkan Standar Penilaian Pendidikan yang
dapat dipedomani oleh guru dalam melakukan penilaian di sekolah, yakni
Permendiknas RI Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Dalam
standar ini banyak teknik dan bentuk penilaian yang ditawarkan untuk melakukan
penilaian, termauk dalam penilaian karakter Dalam penilaian karakter, guru
hendaknya membuat instrumen penilaian yang dilengkapi dengan rubrik penilaian
untuk menghindari penilaian yang subjektif, baik dalam bentuk instrumen penilaian
pengamatan (lembar pengamatan) maupun instrumen penilaian skala sikap (misalnya
skala Likert) (Arifin, 2013).

Manajemen Pendidikan Sekolah yang Berkarakter


Manajemen sekolah yang berkarakter adalah merupakan manajemen yang
memiliki nilai-nilai karakter, norma yang luhur, beretika, mengerti diri sendiri,
sesama manusia, berbangsa dan bermartabat yang secara terpadu dalam
pengelolaannya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan manajemen sekolah
berkarakter, (Heri, 2012) mengemukakan prinsip-prinsip manajemen berkarakter
diterapkan oleh sekolah adalah: 1) kejelasan tugas dan pertanggungjawaban; 2)
pembagian kerja berdasarkan professional; 3) kesatuan arah kebijakan; 4) teratur; 5)
disiplin; 6) adil (seimbang); 7) inisiatif; 8) semangat kebersamaan; 9) sinergis; dan
10) ikhlas. Kesepuluh prinsip tersebut diuraikan berikut ini.

186 Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190
Copyright © 2019 ∣ Tarbawi ∣ p-ISSN 2442-8809 ∣ e-ISSN 2621-9549
A. M. Rosyad

Pertama, kejelasan tugas dan pertanggungjawaban. Di sekolah hendaknya ada


kejelasan tugas pokok dan fungsi setiap person yang ada, sehingga tertuang secara
jelas tugas masing-masing personal sekolah. Dalam mengimplementasikan prinsip ini
hendaknya tercermin nilai-nilai amanah, terbuka, jujur, dan tanggung jawab.
Pembagian kerja berdasarkan professional. Prinsip ini mengarahkan dalam
memberikan tugas atau pekerjaan kepada seseorang (peserta didik), hendaknya di
dasarkan pada keahlian dan kemampuan (the right man on the right place). Kedua,
penempatan seseorang harus sesuai dengan job description dari posisi yang akan
ditempati dan orang yang diberi tugas hendaknya memenuhi kreteria yang
diisyaratkan. Dalam implementasinya, hendaklah tercermin nilai-nilai rasional,
komitmen, berpikir jauh ke depan.
Ketiga, kesatuan arah kebijakan. Dalam penyelenggaraan sekolah hendaknya ada
kesatuan arah kebijakan yang dapat dijadikan dasar pelaksanaan bagi warga sekolah
sehingga tidak terjadi simpang siur dan kebingungan atau mengurangi kebijakan yang
tumpang tindih. Dalam mengimplementasikan prinsip ini, hendaknya tercermin
antara lain nilai-nilai bijaksana, demokratis dan manusiawi. Keempat, teratur. Prinsip
ini menekankan bahwa dalam penyelenggaraan sekolah hendeknya ada aturan yang
disepakati dan menjadikan tempat berpinjak bagi semua warga sekolah. Dalam
mengimplementasikan prinsip ini, hendaknya tercermin antara lain nilai-nilai
kebersamaan, kooperatif dan dinamis.
Kelima, disiplin. Prinsip ini mengharuskan warga sekolah untuk selalu taat azaz
patuh dan konsisten terhadap aturan yang dibuat dan disepakati bersama. Dalam
mengimplementasikan prinsip ini, hendaknya tercermin nilai-nilai kukuh hati,
menghargai waktu dan berani berbuat benar.serta disiplin. Keenam, adil (seimbang).
Prinsip adil mengarah pada terwujudnya keseimbangan antara hak dan kewjiban,
penghargaan dengan hasil karya. Dalam mengimplementasikan prinsip ini, hendaknya
tercermin nilai-nilai empati, lugas dan pemaaf. Artinya keadilan yang akan ditegakkan
di sekolah itu dilandasi adanya pengertian, kepedulian dan kemauan.untuk dapat
menempatkan sesuatu pada posisi yang tepat. Ketujuh, inisiatif. Prinsip ini
menekankan bahwa setiap orang yang ada di sekolah hendaknya memiliki keinginan,
pikiran dan gagasan untuk terus menerus mengambil prakarsa, melakukan hal-hal
yang baru. Dalam mengimplementasikannya prinsip ininhendaknya tercermin dalam
nilai-nilai berani mengambil resiko, rendah hati dan sabar, naumun masih tetap dalam
sikap rendah hati, sabar dalam menyikapi perubahan dan kemajuan.
Kedelapan, semangat kebersamaan. Prinsip ini menekankan kepada setiap warga
sekolah adalah sebagai bagian yang integral dan merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan dengan bagian lainnya. Dalam mengimplementasikan prinsip ini,
hendaknya tercermin nilai-nilai baik sangka, saling menghormati dan mandiri.
Kesembilan, sinergis. Prinsip ini menekankan bahwa pengelolaan sekolah hendaknya

Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190
Copyright © 2019 ∣ Tarbawi ∣ p-ISSN 2442-8809 ∣ e-ISSN 2621-9549 187
Implementasi Pendidikan Karakter melalui Kegiatan Pemmbelajaran…

dilakukan secara terpadu, saling mengisi dan melengkapi antara satu bidang yang satu
yang berdiri sendiri dengan yang lainnya. Dalam mengimplementasikan prinsip ini,
hendaknya tercermin dalam nilai-nilai menghargai karya orang lain, tenggang rasa
dan rela berkorban. Kesepuluh, ikhlas. Prinsip ini mengarahkan bahwa pekerjaan yang
telah diberikan hendaknya dilaksanakan dengan tekad sungguh-sungguh untuk
berbuat sebaik mungkin dan dengan penuh kesadaran. Dalam mengimplementasikan
prinsip ini hedaknya tercermin antara lain nilai-nilai pengambdian tawaqkal dan
syukur kepada Allah yang Maha Kuasa, bakti kepada negara dan kemaslahatannya
(Bush & Coleman, 2012).
Manajemen sekolah dan pendidikan karakter hendaknya dilakukan secara
terpadu dan saling keterkaitan, dalam pelaksananya melibatkan semua komponen
dan semua sumber daya manusia, sarana prasarana dan media serta stakeholders
lainnya Penerapan manajemen sekolah harus mampu melakukan perencanaan,
pengkoordinasian, pengorganisasian, pengawasan dan mengelola keuangan serta
mengevaluasi semua kegiatan di dalam sekolah yang di dalamnya memuat nilai-nilai
karakter secara terintegrasi atau terpadu dalam kegiatannya.sesuai dengan kegiatan
masing-masing. Artinya sekolah mampu merencanakan pendidikan dan program-
program serta kegiatan yang menanamkan nilai-nilai karakter.dan melakukan
pengendalian mutu sekolah secara berkarakter (Nasional, 2010). Seperti di
gambarkan di dalam panduan pendidikan karakter sekolah kemendiknas tahun 2010
menggambarkan bahwa manajemen sekolah, komponen sekolah, nilai-nilai dan
pelaksanaan manajemen berbasis sekolah sertka skakeholders lainnya.

Kesimpulan
Pada dasarnya pendidikan karakter sudah sedikit dterapkan pada Sebelum
Indonesia merdeka, soekarno menyatakan bahwa tidak ada kemerdekaan jika dalam
mentalitas bangsa tidak ada semangat dan kemauan merdeka, membangun karakter
bangsa untuk meraih Indonesia Merdeka. Pemikiran Soekarno berlanjut dengan
mendasari Negara Kesatuan Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika ini dengan faksafah
Pancasila. Jika dilihat esensi dari berbagai definisi karakter terdapat kesamaan bahwa
karakter itu mengenai sesuatu yang adala dalam diri seseorang, yang menyebabkan
orang tersebut disifati. Karakter adalah sesuatu yang sangat penting dan vital bagi
tercapainya tujuan hidup. Karakter merupakan dorongan pilihan untuk menentukan
yang terbaik dalam hidup. Sebagai bangsa Indonesia dorongan atau pilihan itu arus
dilandasi oleh pancasila. Dalam penerapan pendidikan karakter khusunya di
Indonesia perlu adanya pemahaman tentang filosofi pendidikan karakter itu sendiri.
Karena pada dasaranya Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai falsafah
khusu yakni Pancasila, ketika berbicara masalah Implementasi sekurang-kurangnya
harus mengacu pada Pancasilan tersebut.

188 Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190
Copyright © 2019 ∣ Tarbawi ∣ p-ISSN 2442-8809 ∣ e-ISSN 2621-9549
A. M. Rosyad

Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan
pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu.
Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif
kontekstual individu atas impuls natural sosial yang diterimanya, yang pada
gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses
pembentukan diri secara terus- menerus (on going formation). Penerapan pendidikan
di sekolah setidaknya dapat ditempuh melalui empat alternatif strategi secara
terpadu. Pertama, mengintegrasikan konten pendidikan karakter yang telah
dirumuskan kedalam seluruh mata pelajaran. Kedua, mengintegrasikan pendidikan
karakter kedalam kegiatan sehari-hari di sekolah. Ketiga, mengintegrasikan
pendidikan karakter kedalam kegiatan yang diprogamkan atau direncanakan.
Keempat, membangun komunikasi kerjasama antar sekolah dengan orang tua peserta
didik.

Referensi
Ahmad, T., & Ahmad, B. (2013). Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: CV
Pustaka Setia.
Arifin, Z. (2013). Evaluasi Pembelajaran Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Asmani, J. M. (2011). Buku panduan internalisasi pendidikan karakter di sekolah. Diva
Press.
Berkowitz, M. W., & Bier, M. C. (2004). Research-Based Character Education. The
ANNALS of the American Academy of Political and Social Science, 591(1), 72–85
Budi, A. M. S., & Apud, A. (2019). Peran Kurikulum Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah
(KMI) Gontor 9 dan Disiplin Pondok dalam Menumbuhkembangkan Karakter
Santri. Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan, 5(01), 1–10.
Bush, T., & Coleman, M. (2012). Manajemen Mutu Kepemimpinan Pendidikan.
Jogjakarta: IRCiSoD.
Danim, S. (2008). Media komunikasi pendidikan: pelayanan profesional pembelajaran
dan mutu hasil belajar (proses belajar mengajar di Perguruan Tinggi). Bumi
Aksara.
Hamalik, O. (2007). Dasar-dasar pengembangan kurikulum. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Hariyanto, M. S. (2011). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Harsono, H. (2002). Implementasi Kebijakan dan Politik. Bandung: PT. Mutiara Sumber
Widya.
Hasibuan, A. Z., Syah, D., & Marzuki, M. (2018). Manajemen pendidikan karakter di
sma (studi pada sman dan man di jakarta). Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen

Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190
Copyright © 2019 ∣ Tarbawi ∣ p-ISSN 2442-8809 ∣ e-ISSN 2621-9549 189
Implementasi Pendidikan Karakter melalui Kegiatan Pemmbelajaran…

Pendidikan, 4(02), 191–212.


Heri, G. (2012). Pendidikan karakter konsep dan implementasi. Bandung: Alfabeta.
Hidayatullah, M. F., & Rohmadi, M. (2010). Pendidikan karakter: membangun
peradaban bangsa. Yuma Pustaka.
Juhji, J., & Suardi, A. (2018). Profesi guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir
kritis peserta didik di era globalisasi. Geneologi PAI : Jurnal Ilmiah Bidang
Pendidikan Agama Islam, 5(1), 16–24.
Kamaruddin, S. A. (2012). Character Education and Students Social Behavior. Journal
of Education and Learning, 6(4), 223–230.
Lickona, T. (1996). Eleven Principles of Effective Character Education. Journal of Moral
Education, 25(1), 93-100.
Lickona, T. (2013). Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi
Pintar dan Baik. Bandung: Nusa Media.
Maryono. (2015). The Implementation Of Character Education Policy At Junior High
Schools and Islamic Junior High Schools In Pacitan. International Journal of
Education and Research, 3(5), 267–274.
Marzuki, M. A. (n.d.). Pengintegrasian Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Di
Sekolah. Jurnal Pendidikan Karakter, (1).
Mulyasa, H. E. (2013). Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Akara.
Musfiroh, T. (2008). Pendidikan karakter. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Nasional, K. P. (2010). Buku Induk Pembangunan Karakter. Jakarta: Kementerian
Pendidikan Nasional.
Noor, W. (2017). Mengintegrasikan Manajemen Sumber Daya Manusia di Madrasah.
Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan, 3(02), 153–167.
Ramdhani, M. A. (2017). Lingkungan Pendidikan dalam Implementasi Pendidikan
Karakter. Jurnal Pendidikan UNIGA, 8(1), 28–37.
Revell, L., & Arthur, J. (2007). Character education in schools and the education of
teachers. Journal of Moral Education, 36(1), 79–92.
Rosyad, A. M. (n.d.). Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di Sekolah Muhammadiyah Se-Kabupaten Indramayu.
Al-Afkar. Journal for Islamic Studies, 4.
Rosyad, A. M., & Zuchdi, D. (2018). Aktualisasi pendidikan karakter berbasis kultur
sekolah dalam pembelajaran IPS di SMP. Harmoni Sosial: Jurnal Pendidikan IPS.
Setiawan, G. (2004). Implementasi dalam birokrasi pembangunan. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset.
Usman, N. (2002). Konteks implementasi berbasis kurikulum. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Wiyani, N. A. (2012). Manajemen pendidikan karakter. Yogyakarta: Pedagogia.

190 Tarbawi: Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan. Vol. 5 No. 02, Desember 2019, 173-190
Copyright © 2019 ∣ Tarbawi ∣ p-ISSN 2442-8809 ∣ e-ISSN 2621-9549

You might also like