Soal P2
Soal P2
Soal P2
Ketentuan hukum yang berlaku untuk PPh 21 dengan mengacu pada aturan-aturan yang
terkait sebagai berikut:
CONTOH SOAL 1 :
Sita Rianti adalah karyawati pada perusahaan PT. Onix Komunika dengan status menikah
dan mempunyai tiga anak. Suami Sita merupakan pegawai negeri sipil di Kementrian
Komunikasi & Informatika. Sita menerima gaji Rp 6.000.000 per bulan. PT. Onix Komunika
mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayarkan iuran pensiun
dari BPJS sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni senilai Rp 60.000 per bulan. Di samping
itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya setiap bulan
sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Sita membayar iuran (JHT) setiap bulan sebesar 2,00%
dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh
pemberi kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 0,24% dan 0,3% dari gaji. Pada bulan
Juli 2016, di samping menerima pembayaran gaji, Sita juga menerima uang lembur
(overtime) senilai Rp 2.000.000. Maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:
JK 0,3% 18.000
Penghasilan Bruto 8.032.400
Pengurangan:
(581.620)
(54.000.000)
Siyem adalah seorang karyawati dengan status menikah tanpa anak, bekerja pada PT Gembus
dengan gaji sebulan sebesar Rp7.500.000. Siyem membayar iuran pensiun ke dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp50.000 sebulan.
Berdasarkan surat keterangan dari Pemda tempat Siyem berdomisili yang diserahkan kepada
pemberi kerja, diketahui bahwa suaminya tidak mempunyai penghasilan apapun. Pada bulan
Juli 20xx selain menerima pembayaran gaji juga menerima pembayaran atas lembur
(overtime) sebesar Rp2.000.000. Tentukan PPh 21 bulan Juli 20xx.
Penghitungannya :
Gaji Rp 7.500.000
Lembur (overtime) Rp 2.000.000
Penghasilan bruto Rp 9.500.000
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan 5% x Rp9.500.000,00 Rp 475.000
2. luran pensiun Rp 50.000
(Rp 525.000)
Penghasilan neto sebulan Rp 8.975.000
Gutri karyawati dengan status menikah dan mempunyai tiga anak bekerja pada PT Padam.
Suami dari Gutri merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kesehatan Kabupaten
Tangerang. Gutri menerima gaji Rp8.000.000,00 sebulan. PT Padam mengikuti program
pensiun dan jamsostek. Perusahaan membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, sebesar Rp40.000,00 sebulan. Gutri
juga membayar iuran pensiun sebesar Rp30.000,00 sebulan, disamping itu perusahaan
membayarkan iuran Jaminan Hari Tua karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji,
sedangkan Gutri membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji.
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan
jumlah masing-masing sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji. Pada bulan Juli 20xx disamping
menerima pembayaran gaji Gutri juga menerima uang lembur (overtime) sebesar
Rp2.000.000,00. Tentukan PPh 21 terutang sebulan (bulan Juli).
Penghitungannya :
Pengurangan:
1. Biaya jabatan 5% x Rp5.039.000,00 Rp 251.950,00
2. luran Pensiun Rp 30.000,00
3. luran Jaminan Hari Tua Rp 60.000,00(+)
Rp 341.950,00(-)
Penghasilan neto sebulan Rp 4.697.050,00
Fahri bekerja pada PT Kartika Kawashima. Status-nya belum menikah dan tidak mempunyai
tanggungan dengan gaji bersih senilai Rp 5.500.000 sebulan. Perusahaan tempatnya bekerja
memberikan tunjangan pajak penuh kepada Fahri sejumlah Rp 35.167. Sementara, iuran
pensiun yang dibayar Fahri adalah Rp 55.000 sebulan. Hasil penghitungan Pajak Penghasilan
Pasal 21 bulan Agustus 2016 bagi Fahri yang tidak menerima penghasilan lain dari PT.
Kartika Kawashima selain gaji adalah:
Pengurangan
(331.758)
(54.000.000)
PPh Terutang
5% x 8.440.000,00 422.000
Jika wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka PPh 21 perlu dikalikan 120%, sehingga PPh 21
terutangnya menjadi Rp 35.167 x 120% = Rp 42.200.
CONTOH SOAL 2 :
Bambang Yuliawan pegawai tetap di perusahaan PT. Yasa Buana, menikah tanpa anak,
memperoleh gaji sebulan Rp 10.000.000. PT Yasa Buana mengikuti program Jamsostek,
premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja
dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Yasa Buana menanggung
iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Bambang Yuliawan
membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. PT Yasa Buana
membayar iuran pensiun untuk Bambang Yuliawan ke dana pensiun, setiap bulan sebesar Rp
100.000. Bambang Yuliawan membayar iuran pensiun sebesar Rp 50.000. Penghitungannya :
Satria adalah seorang karyawan swasta yang mulai bekerja di PT Harapan Kreasi pada bulan
Januari 2018 dengan status menikah dan mempunyai dua orang anak. Gaji pokok Satria
adalah sebesar Rp10.000.000 per bulan dengan tambahan tunjangan diantaranya: Tunjangan
Lembur Rp1.000.000, Tunjangan Komunikasi Rp300.000, Tunjangan Transport Rp500.000
Selain itu, perusahaan juga mengikuti program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan
yang menimbulkan iuran yang harus dibayarkan sebagai berikut: Jaminan Kesehatan oleh
Perusahaan 4% dan oleh Karyawan 1%, Jaminan Kecelakaan Kerja oleh Perusahaan 0,24%,
Jaminan Kematian oleh Perusahaan 0,3%, Jaminan Hari Tua oleh Perusahaan 3,7% dan oleh
Karyawan 2%, Jaminan Pensiun oleh Perusahaan 2% dan oleh Karyawan 1%
Maka perhitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut:
Gaji Pokok Rp10.000.000
Tunjangan Lembur Rp 1.000.000
Tunjangan Komunikasi Rp 300.000
Tunjangan Transport Rp 500.000
Penghasilan dari Pemberi Kerja per Bulan Rp11.800.000
Jaminan yang dibayar oleh pemberi kerja:
Jaminan Kesehatan (4%) Rp320.000
Jaminan Kecelakaan Kerja (0,24%) Rp 24.000
Jaminan Kematian (0,3%) Rp30.000
Rp 374.000
Penghasilan Bruto per Bulan Rp12.174.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Ph. Bruto) Rp 500.000
Jaminan Hari Tua o/ Karyawan (2%) Rp 200.000
Jaminan Pensiun o/ Karyawan (1%) Rp 77.035
Rp 777.035
Penghasilan Netto per Bulan Rp11.396.965
Penghasilan Netto per Tahun Rp136.763.580
Ph. Tidak Kena Pajak (PTKP) K/2 Rp67.500.000
Ph. Kena Pajak (PKP) Rp69.263.000
PPh 21 Terutang setahun (12 bulan) Rp5.389.450
< Rp 450.000
> Rp 4.500.000 5% x (Upah – (PTKP/360))
> Rp 450.000
1. Toni dengan status belum menikah pada bulan Januari 2018 bekerja sebagai buruh
harian CV. Pegiyuk. Ia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp
450.000. Berapa PPh 21 yang dikenakan?
Jawab:
Hari ke-10:
Karena jumlah kumulatif upah yang diterima belum melebihi Rp 4.500.000, maka
tidak ada PPh Pasal 21 yang dipotong.
Jika melebihi
2. Nanang Hermawan (belum menikah) pada bulan Maret 2019 bekerja pada perusahaan
CV. Pegiyuk, menerima upah sebesar Rp 650.000 per hari. Berapa PPh 21 nya?
Jawab:
PKP = Rp 3.500.000
Maka jumlah PPh 21 per hari Nanang Hermawan yang dipotong sejak hari ke-8 dan
seterusnya adalah sebesar:
3. Hidayat bekerja pada perusahaan elektronik dengan dasar upah harian yang
dibayarkan bulanan. Dalam bulan Januari 2009 Hidayat hanya bekerja 20 hari kerja
dan upah sehari adalah Rp 100.000,00. Hidayat menikah tetapi belum memiliki anak.
Penerima penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan
Pegawai Tidak Tetap /Tenaga Kerja Lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan
dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan
jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Pemotongan PPh Pasal 21 bagi orang pribadi dalam negeri bukan pegawai, atas imbalan yang
bersifat berkesinambungan
Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari
hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
serta tidakmemperoleh penghasilan
lainnya PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat ( 1)
huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak dalam tahun kalender
yang bersangkutan. Besarnya penghasilan kena pajak adalah sebesar 50% (lima puluh
persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
Bagi yang tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan lainnya selain
dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta
memperoleh penghasilan lainnya PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif
Pasal 17 ayat ( 1) huruf a UU PPh atas jumlah kumulatif 50% (lima puluh persen)
dari jumlah penghasilan bruto dalam tahun kalender yang bersangkutan.
Dalam hal bukan pegawai adalah dokter yang melakukan praktik di rumah sakit
dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang
dibayarkan pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau
bagi basil oleh rumah sakit dan/ atau klinik
Dalam hal bukan pegawai memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh
Pasal 26 (pemotong maksudnya perusahaan pengguna jasa):
KASUS:
1. Membayar kepada harianto berstatus k/2 npwp 04 123 444 3 606 000 alamat
dharmahusada no 70 surabaya sebagai jasa konsultan pajak bulan maret Rp35000000 dan
bulan desember Rp 25000000. hitunglah PPh terutang harianto.
PKP: 11875000
PKP: 6875000
= 343750
2. Membayar kepada notaris Yuni status k/2 suami PNS. NPWP suami 18 22 333 8 615
000 Jl. Tidar 121 Surabaya. Yuni telah menyerahkan fotocopy NPWP suami , surat nikah,
dan KSK. Dalam bulan Januari 2016 sebesar Rp 50000000, Juni sebesar Rp 60000000, bulan
Desember 30000000. Hitunglah PPh 21 terutang Yuni.
Bulan Penghasilan 50% dari PTKP PKP PKP Tarif PPh pasal
Bruto penghasilan sebulan komulatif pasal 21
bruto 17 terutang
3. dr. Samudera Putra, Sp.OG merupakan dokter spesialis kebidanan dan kandungan terkenal
yang melakukan praktik di Rumah Sakit Harapan Ibu dan Anak dengan perjanjian bahwa
atas setiap jasa dokter yang dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% oleh pihak rumah
sakit sebagai bagian penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dari jasa dokter
tersebut akan dibayarkan kepada dr. Samudera Putra, Sp.OG pada setiap akhir bulan. Selain
praktik di Rumah Sakit Harapan lbu dan Anak, dr. Samudera Putra, Sp.OG juga melakukan
praktik sendiri di klinik pribadinya. dr. Samudera Putra, Sp.OG telah memiliki NPWP dan
pada tahun 2016, jasa dokter yang dibayarkan pasien dari praktek dr. Samudera Putra, Sp.OG
di Rumah Sakit Harapan lbu dan Anak adalah sebagai berikut:
Dasar Hukum
Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan
yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Hal yang menentukan seorang individu atau perusahaan dikategorikan sebagai wajib pajak
luar negeri adalah:
seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang
tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang
tidak didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia.
Semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti dan
sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri, diwajibkan untuk memotong Pajak Penghasilan
Pasal 26 atas transaksi tersebut.
Contoh :
1. Cole Sprouse adalah warga negara asing yang berada di Indonesia selama 5 bulan,
berstatus K/3. Cole bekerja sebagai Manajer Keuangan dengan gaji sebesar Rp
25.000.000 per bulan. Dan mendapatkan Jaminan Kecelakaan Kerja sebesar 0,25% yg
dibayar oleh CV. Pegiyuk. Jumlah pajak yg harus dipotong oleh CV. Pegiyuk
adalah..
Penghasilan Bruto = Rp 25.000.000 + (0,25% x Rp 25.000.000)
= Rp 25.000.000 + Rp 6.250.000
= Rp 31.250.000
PPh Pasal 26 terutang = 20% x Rp 31.250.00
= Rp 6.250.000
(sesuai UU No. 3 tahun 1992 tentang Jamsostek bagi tenaga kerja asing yang tidak
mendapatkan Jamsostek di negara asalnya, pengusaha memberikan jaminan)
2. Shawn Mendes adalah warga negara asing yang berada di Indonesia selama 3 bulan,
berstatus K/1. Shawn mendapatkan gaji dari CV. Pegiyuk sebesar Rp 5.000.000
sebulan. Dan mendapatkan Jaminan Kecelakaan Kerja sebesar 0,25% yg dibayar oleh
pemberi kerja, sedangkan Shawn tidak mendapat Jaminan Kecelakaan Kerja di negara
asalnya. Jumlah pajak yg harus dipotong oleh CV. Pegiyuk adalah..
Penghasilan bruto = Rp 5.000.000 + (0,25% x Rp 5.000.000)
= Rp 5.000.000 + Rp 1.250.000
= Rp 6.250.000
PPh Pasal 26 terutang = 20% x Rp 6.250.000
= Rp 1.250.000
(sesuai UU No. 3 tahun 1992 tentang Jamsostek bagi tenaga kerja asing yang tidak
mendapatkan Jamsostek di negara asalnya, pengusaha memberikan jaminan)
3. Taylor Swift adalah warga negara asing yang bekerja di Indonesia selama 2 bulan
sebagai Customer Service di CV. Pegiyuk. Ia mendapatkan gaji Rp 7.500.000
sebulan. Taylor mendapatkan Jaminan Kematiaan sebesar 0,35% yg dibayar oleh
pemberi kerja, dan juga membayar sendiri untuk premi Jaminan Kematian sebesar
0,45%. Maka jumlah pajak yg harus dipotong oleh CV. Pegiyuk adalah..
Penghasilan Bruto = Rp 7.500.000 + (0,35% x Rp 7.500.000)
= Rp 7.500.000 + (Rp 2.625.000)
= Rp 10.125.000
PPh Pasal 26 terutang = 20% x Rp 10.125.000
= Rp 2.025.000
(Jaminan Kematian yg dibayar sendiri oleh karyawan tidak termasuk dalam
perhitungan penghasilan bruto)
4. Selena Gomez adalah warga negara Canada yang bekerja di Indonesia selama 4 bulan
di CV. Pegiyuk sebagai Manajer Tour n Travel. Ia mendapatkan gaji Rp 25.000.000
per bulan. Ia mendapatkan Jaminan Kecelakaan Kerja sebesar 0,25% yg dibayar oleh
CV.Pegiyuk., dan mendapatkan Jaminan Kecelakaan Kerja sebesar 0.30% yg dibayar
oleh pemberi kerjanya di Canada. Maka jumlah pajak yg harus dipotong oleh CV.
Pegiyuk adalah sebesar
Penghasilan Bruto = Rp 25.000.000
PPh Pasal 26 terutang = 20% x Rp 25.000.000
= Rp 5.000.000
(Jaminan Kecelakaan Kerja yg dibayar oleh CV. Pegiyuk tidak bisa dimasukkan
kedalam perhitungan penghasilan bruto Selena, karena ia sudah mendapatkan Jaminan
Kecelakaan Kerja di negara asalnya)
PPh Pasal 21 Bukan Pegawai sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam sebulan. Berikut ini adalah tarif-tarif yang
berlaku bagi para kelompok Bukan Pegawai:
a. Tarif PPh 21 Bukan Pegawai berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-undang
Pajak Penghasilan diterapkan berdasarkan jumlah kumulatif dari:
Penghasilan Kena Pajak (PKP) sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP
per bulan, yang diterima atau diperoleh bukan pegawai yang memenuhi ketentuan
pengurangan PPh Pasal 21.
Sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan
pegawai yang bersifat kesinambungan yang tidak memenuhi ketentuan pengurangan PPh
Pasal 21.
Jumlah penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang
diterima oleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
pegawai tetap pada perusahaan yang sama.
Jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain
yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai.
Penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh para peserta program pensiun yang
masih berstatus pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
b. Tarif PPh 21 Bukan Pegawai berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-undang
Pajak Penghasilan diterapkan berdasarkan:
Sebesar 50% dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada Bukan
Pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan.
Jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah,
yang diterima atau diperoleh peserta kegiatan.
Di dalam SPT PPh, Bukan Pegawai dapat dilihat pada formulir 1721-VI Bukti Potong Tidak
Final. Pengelompokan Bukan Pegawai telah disederhanakan ke dalam 6 kategori yaitu
sebagai berikut:
Dalam Pasal 3 huruf c Peraturan Dirjen Pajak tadi, disebutkan beberapa jenis profesi yang
tergolong sebagai Bukan Pegawai, yang antara lain meliputi:
1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yakni Pengacara, Akuntan, Arsitek,
Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai dan Aktuaris. Selain kedelapan profesi ini,
meskipun sangat ahli dalam bidangnya, dalam konteks PPh Pasal 21 tidak
dikelompokkan sebagai tenaga ahli. Misalnya ahli komputer atau programmer
komputer;
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama,
penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3. Olahragawan;
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronikan, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada
suatu kepanitiaan;
7. Agen iklan;
8. Pengawas atau pengelola proyek;
9. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
10. Petugas penjaja barang dagangan;
11. Petugas dinas luar asuransi;
12. Distributor perusahaan multilevel marketing (MLM) atau direct selling dan kegiatan
sejenis lainnya
1. Rere melakukan jasa perbaikan laptop kepada PT Larona Prima Solusi dengan fee sebesar
Rp5.000.000. Hitung PPH Pasal 21 atas jasa perbaikan yang dilakukan oleh Rere!
2. Fitri adalah seorang pengacara. Dalam menangani sebuah kasus, Fitri mendapatkan
honorarium sebesar Rp450.000.000 dari PT Purimas.
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh pasal 21 atas honorarium Fitri dihitung sebagai
berikut:
50% × Rp450.000.000 = Rp225.000.000
PPh pasal 21 yang terutang adalah sebesar Rp28.750.000, dihitung sebagai berikut:
Jika Fitri tidak memiliki NPWP, besarnya PPh 21 yang terutang menjadi Rp34.500.000,
dihitung sebagai berikut:
3.John Snow adalah seorang aktor dengan fee sebesar Rp20.000.000. Hitung PPH Pasal 21
atas jasa perbaikan yang dilakukan oleh Jon!
PPH Pasal 21 = 5% x Rp10.000.000 = Rp.500.000 Dalam hal ini John Snow tidak mepunyai
NPWP maka besarnya Pph Pasal 21 yang terutang menjadi sebesar= 120%x Rp10.000.000 =
Rp12.000.000