Seven Jump Skenario 2

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

SKENARIO II

Seorang laki-laki berusia 32 tahun masuk UGD dengan keluhan sakit perut. Hasil
pengkajian nyeri abdomen kanan atas dengan skala 7, Anoreksia, nampak lesu, mual
dan muntah. Sclera Icterik, HbsAg (+), TD : 130/80 mmHg, Nadi 100x/menit,
Pernapasan 20x/menit, Suhu 38,2°C.

1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING


a. UGD
Instalasi Gawat Darurat atau Unit Gawat Darurat merupakan salah satu unit
pelayanan di rumah sakit yang memberikan pertolongan pertama dan sebagai
jalan pertama masuknya pasien dengan kondisi gawat darurat. Keadaan gawat
darurat adalah suatu keadaan klinis dimana pasien membutuhkan pertolongan
medis yang cepat untuk menyelamatkan nyawa dan kecacatan lebih lanjut
(DepKes RI, 2009)
b. Nyeri
Nyeri menurut International Association For Study Of Pain/IASP yang
dikutip oleh Kuntono, 2011 adalah suatu pengalaman sensoris dan emosional
yang tidak menyenangkan yang terkait dengan kerusakan jaringan.
Skala nyeri :
1) Pada skala 0 : no pain
2) Pada skala 1 : sangat ringan
3) Pada skala 2 : tidak nyaman
4) Pada skala 3 : bisa ditoleransi
5) Pada skala 4 : menyedihkan
6) Pada skala 5 : sangat menyedihkan
7) Pada skala 6 : intens
8) Pada skala 7 : sangat intens
9) Pada skala 8 : sungguh menyerikan
10) Pada skala 9 : menyiksa tak tertahankan
11) Pada skala 10 : sakit tak terbayangkan tak dapat diungkapkan

c. Abdomen
Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara toraks
dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding (abdominal wall)
yang terbentuk dari dari otot-otot abdomen, columna vertebralis, dan ilium
(Assiddiqii, Hasbi 2014).
d. Anoreksia
Anoreksia adalah gejala medis berupa gangguan pola makan yang ditandai
dengan hilangnya nafsu makan (Krisnani, Hetty dkk 2015)
e. Sklera ikterik
Ikterus adalah perubahan warna dari sklera, membran mukosa dan kulit
menjadi kuning diakibatkan akumulasi bilirubin di dalam jaringan atau cairan
interstitial. Ikterus terjadi apabila kadar bilirubin dalam serum meningkat
menjadi 2 - 3 mg / dl. Ikterus merupakan gejala dari berbagai macam
kelainan, mulai dari penyakit hepar dan traktus biliaris yang membahayakan
jiwa maupun gangguan transport bilirubin yang ringan (Suframanyan, K
2015)
f. HbsAg
Hepatitis B surface antigen (HBsAg) merupakan kompleks antigen yang
ditemukan pada permukaan VHB. Adanya antigen ini menunjukkan infeksi
akut atau karier kronis yaitu lebih dari 6 bulan (Ventiani, N 2015)
g. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan dari aliran darah dalam pembuluh nadi
arteri. Jantung berdetak, lazimnya 60 hingga 70 kali dalam 1 menit pada
kondisi istirahat (duduk atau berbaring), darah dipompa menuju darah melalui
arteri. Tekanan darah paling tinggi terjadi ketika jantung berdetak/
berkontraksi memompa darah disebut tekanan sistolik. Tekanan darah
menurun saat jantung rileks diantara dua denyut nadi disebut tekanan diastolik
(Nur Fitriani, 2017).
Klasifikasi tekanan darah di Indonesia pada tahun 2013 melakukan
konsesus hipertensi yang dilakukn oleh Pehimpunan Hipertensi Indonesia
memiliki klasifikasi yang sama dengan JNC (The Joint National Committee
on the Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure), (Nur
Fitriani, 2017).
Tabel Hipertensi menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia :
Kategori Sistol (mmHg) Dan/ atau Diastole (mmHg)
Normal < 120 Dan < 80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2  160 Atau  100

h. mmHg : mmHg (millimeter raksa) adalah salah satuan tekanan resmi yang
digunakan dalam bidang fisika dan kimia. Angka tekanan darah dinyatakan
dengan dua besaran tekanan darah yaitu tekanan sistolik dan tekanan diastolik
dan ditulis sebagai (tekanan sistolik / tekanan diastolik). (Agustian, 2016).
i. Nadi
Denyut merupakan pemeriksaan pada pembuluh nadi atau arteri. Ukuran
kecepatannya diukur pada beberapa titik denyut misalnya denyut arteri
radialis pada pergelangan tangan, arteri brachialis pada lengan atas, arteri
karotis pada leher, arteri poplitea pada belakang lutut, arteri dorsalis pedis
atau arteri tibialis posterior pada kaki. Pemeriksaan denyut dapat dilakukan
dengan bantuan stetoskop.
Denyut nadi dapat berfluktuasi dan meningkat pada saat berolahraga,
menderita suatu penyakit, cedera, dan emosi.

Jumlah denyut nadi yang normal berdasarkan usia seseorang adalah:


Usia Nadi (x/menit) RR (x/menit) TD sistolik ( mmHg )

Dewasa (>18 tahun) 60-100 12-20 100-140


Remaja (12-18 tahun ) 60-100 12-16 90-110
Anak-anak (5-12 tahun ) 70-120 18-30 80-110
Prasekolah ( 4-5 tahun ) 80-140 22-34 80-100
Bawah 3 tahun/ toddler ( 1-3 90-150 24-40 80-100
tahun )
Bayi 1 bulan-1 tahun 100-160 30-60 70-95
Baru lahir/infant ( 0-1 bulan ) 120-160 40-60 50-70

Jika jumlah denyut nadi di bawah kondisi normal, maka disebut pradicardi.
Jika jumlah denyut nadi di atas kondisi normal, maka disebut tachicardi.
Tempat-tempat menghitung denyut nadi adalah:
1) Ateri radalis : Pada pergelangan tangan
2) Arteri temporalis : Pada tulang pelipis
3) Arteri caratis : Pada leher
4) Arteri femoralis : Pada lipatan paha
5) Arteri dorsalis pedis : Pada punggung kaki
6) Arteri politelal : pada lipatan lutut
7) Arteri bracialis : Pada lipatan siku
8) Ictus cordis : pada dinding iga, 5 – 7
(Darliany, Hany. 2013 )

j. Pernapasan
Frekuensi pernafasan (Respiration Rate) adalah intensitas menghirup atau
mengeluarkan udara per menit, dalam standard pegukuran orang dewasa
frekuensi pernapasan berjumlah 12-20 kali per menit. Dari hasil pengukuran
frekuensi pernafasan biasa disebut eupnea, sedangkan jumlah pernafasan yang
melebihi rata-rata disebut tachyonea dan lebih rendah dari rata-rata jumlah
pernafasan biasa disebut bradypena (Bestari, FD. 2016)

Tabel Klasifikasi Respiration Rate


RR Klasifikasi
<12 Bradipnea
14-20 Eupnea
>20 Takipnea(napas cepat)

k. Suhu
Suhu adalah derajat panas atau dingin yang diukur berdasarkan skala
tertentu dengan menggunakan termometer. Satuan suhu yang biasa digunakan
adalah derajat celcius (0C). Suhu dapat diukur menggunakan Termometer.
Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu (temperatur),
ataupun perubahan suhu. Suhu yang normal 36,5 -37,2 (Dewi ratu, 2016).

2. KATA KUNCI/ PROBLEM


a. Nyeri abdomen kanan atas skala 7
b. Anoreksia,
c. Nampak lesu
d. Mual dan muntah
e. Sklera Ikterik
f. HbsAg positif
g. TD : 130/80 mmHg
h. Suhu : 38,2°C
Nyeri
Abdomen
3. MIND MAP Kanan Atas

Hepatitis adalah infeksi sistemik oleh Kolesistisis adalah Peradangan


Batu empedu atau cholelithiasis adalah
timbunan Kristal di dalam kandung virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia kandung empedu, saluran kandung
empedu atau di dalam saluran empedu empedu tersumbat oleh batu empedu,
serta seluler yang khas. Hepatitis adalah
atau kedua-duanya. Batu kandung menyebabkan infeksi dan peradangan
empedu merupakan gabungan beberapa kelainan hati berupa peradangan (sel) hati. kandung empedu.
unsur dari cairan empedu yang Peradangan ini ditandai dengan
mengendap dan membentuk suatu Gejala dan tanda lokal
meningakatan kadar enzim hati.
material mirip batu di dalam kandung Tanda Murphy
empedu atau saluran empedu. Peningkatan ini disebabkan adanya Nyeri atau nyeri tekan pada kuadran
Komponen utama dari cairan empedu gangguan atau kerusakan membran hati. kanan atas abdomen
adalah bilirubin, garam empedu, Massa di kuadran kanan atas abdomen
fosfolipid dan kolesterol. Manifestasi Beberapa gejala yang umumnya muncul
penyakit batu empedu adalah nyeri pada penderita hepatitis, antara lain Gejala dan tanda sistemik
atau kolik bilier. Demam
adalah:
Jika batu mengahalangi duktus kistik, Leukositosis
manifestasi kolesistitis akut (lihat Peningkatan kadar CRP
Mengalami gejala seperti flu, misalnya
kolesistitis akut) mungkin terjadi. Jika
batu berada di dalam duktus utama, mual, muntah, demam, dan lemas. Pemeriksaan pencitraan
batu empedu dapat dipersulit dengan Feses berwarna pucat. Temuan yang sesuai pada pemeriksaan
kolangitis (peradangan duktus empedu) USG atau skintigrafi
dan pankretitis. Ikterus muncul hanya Mata dan kulit berubah menjadi (Febriakhano, A 2017)
PJK adalah
ketika obstruksi duktusutama terjadi.kondisi dimanakekuningan
terjadinya (jaundice).
penumpukan
Mual dan muntah. (Black Joyce, 2014) plak pada arteri koroner
Nyeri
menyebabkan arteri menyempit yang perut.disebabkan
oleh hipertensi, kolesterol, Berat
diabetes,
badanobesitas,
turun.
merokok yanag menimbulkan gejala nyeri dada
Urine menjadi gelap seperti teh.
yang menyebar ke lengan kirir (angina), ansietas,
takikardi/bradikardi, sesak Kehilangan
napas, mual, nafsu makan.
pusing,
dan pingsan. (Wening Sari, 2016).
Nyeri
dada
TABEL PENSORTIRAN

Manifestasi Kinis

Nama Nyeri
Mual Peningkatan
Penyakit abdomen Nampak Sclera HbsAg Peningkatan
Anoreksia dan Tekanan
Kanan lesu Icterik (+) Suhu
Muntah Darah
Atas
Hepatitis + + + + + + + +
Kolelitiasis + + + + + + +
Kolesistitis + + + + + + +

4. PERTANYAAN-PERTANYAAN PENTING
a. Mengapa pada kasus diatas klien mengalami nyeri abdomen kanan atas skala
7?
b. Mengapa pasien mengalami Anoreksia?
c. Mengapa pasien nampak lesu?
d. Mengapa pasien mengalami mual dan muntah?
e. Mengapa pasien mengalami Sklera Ikterik?
f. Mengapa pada kasus diatas pasien mengalami peningkatan tekanan darah?
g. Mengapa pada kasus diatas pasien mengalami peningkatan suhu badan?

5. JAWABAN PERTANYAAN
a. Nyeri abdomen pada pasien hepatitis disebabkan karena adanya inflamasi
pada hepar menyebabkan peregangan kapsula hati, kemudian menyebabkan
hepatomegali. Hepatomegali adalah pembesaran ukuran organ hati. Hal ini
yang menimbulkan rasa tidak nyaman berupa nyeri pada perut bagian kanan
atas (Sueningrat, Satya 2016)
b. Anoreksia adalah gangguan pola makan yang ditandai dengan hilangnya nafsu
makan. Anoreksia pada pasien hepatitis disebabkan karena adanya
pembesaran ukuran lambung yang menyebabkan terjadi tekanan pada
abdomen sehingga terjadi peningkatan asam lambung yang menyebabkan
terjadinya mual muntah, hal inilah yang menyebabkan pasien mengalami
penurunan nafsu makan (Rahmayanti 2017).
c. Pada pasien hepatitis terjadi inflamasi pada hepar yang menyebabkan
gangguan suplai darah pada sel-sel hepar sehingga menyebabkan terjadinya
gangguan metabolisme akibatnya glikogen dalam hepar menurun sehingga
proses glikogenesis menurun dan menyebabkan glukosa dalam darah
berkurang, hal inilah yang menyebabkan pasien hepatitis mengalami
kelesuhan karena glukosa-glukosa dalam darah berkurang akibatnya glukosa
yang akan diubah menjadi energi menjadi berkurang juga (Wicaksono, DA
2014).
d. Pada pasien hepatitis terjadi inflamasi pada hepar menyebabkan peregangan
kapsula hati, kemudian menyebabkan hepatomegali yaitu adanya pembesaran
ukuran hati yang menyebabkan terjadi tekanan pada abdomen sehingga terjadi
peningkatan asam lambung yang menyebabkan terjadinya mual muntah
(Kranto, Cahyani 2014).
e. Timbulnya ikterus terjadi karena kerusakan sel parenkim hati. Karena adanya
kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran
pengangkutan bilirubin tersebut di dalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan
dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui
duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan
regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin
indirek) maupun billirubin yang sudah mengalami konjugasi (billirubin direk).
Jadi ikterus yang timbul disebabkan kesukaran dalam pengangkutan,
konjugasi, dan ekskresi billirubin (Black Joyce, 2014).
f. Pada pasien hepatitis terjadi inflamasi pada hepar yang menyebabkan
gangguan suplai darah pada sel-sel hepar, hal ini menyebabkan kerja jantung
menjadi meningkat sebagai bentuk dispensasi tubuh untuk mengatasi
gangguan suplai darah pada sel-sel hepar, hal ini yang menyebabkan terjadi
peningkatan Tekanan Darah pada pasien Hepatitis (Kranto, Cahyani 2014).
g. Peningkatan suhu tubuh pada pasien hepatitis disebabkan karena adanya
inflamasi yang menyebabkan limfosit dan magrofag keluar sehingga terjadi
fagositosis yang menyebabkan pirogen dan endogen keluar sehingga
merangsang hipotalamus mengeluarkan progstaglanin yang menyebabkan
peningkatan suhu tubuh (Dewi ratu, 2016).

6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA


a. Mengetahui beberapa penyakit sistemik yang dapat menyebabkan hepatitis.
b. Menegtahui pemeriksaan penunjang yang dapat menegakkan diagnosa dari
hepatitis.

7. INFORMASI TAMBAHAN
a. Beberapa penyakit sistemik yang dapat mengakibatkan hepatitis adalah akibat
kegagalan sirkulasi, penyakit hematologi, penyakit endokrin, penyakit
susunan syaraf pusat, dan penyakit gangguan nutrisi dapat menyebabkan
hepatitis sebagai penyakit penyerta (DG, Daulay. 2017)
b. Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium, USG abdomen
dan Biopsi hepar. Pemeriksaan laboratorium terdiri dari pemeriksaan
biokimia, serologis, dan molekuler (Mustofa & Kurniawaty, 2015)

8. KLARIFIKASI INFORMASI
a. Hepatitis akibat penyakit sistemik :
1) Kegagalan sirkulasi
Terjadinya penurunan aliran darah ke hati, peningkatan tekanan vena
hepatik dan hipoksia arteri, merupakan faktor utama terjadinya hepatitis
akibat kegagalan sirkulasi. Pada kasus dengan syok berat terjadi
penurunan tekanan darah yang menyebabkan situasi seperti trauma hati
akut atau sering disebut sebagai hepatitis iskemik. Hepatitis iskemik
berhubungan dengan penurunan curah jantung, tetapi hipotensi sering
tidak didapatkan(DG, Daulay. 2017)
2) Penyakit hematologi
Penyakit hematologi yang sering menyebabkan kelainan pada hati adalah
hemoglobinopati yang ditandai dengan anemia, hepatomegali,
peningkatan enzim hati dan berberapa derajat ikterus. Terjadinya
peningkatan konsentrasi bilirubin indirek adalah replesi dari hemolisis,
sedangkan konsentrasi bilirubin direk merupakan indikasi terjadinya
penyakit hati.Penyakit hati terjadi akibat berbagai faktor yang bervariasi,
peningkatan bilirubin terjadi akibat hemolisis yang terjadi, transfusi darah
berulang menyebabkan penderita terpapar dengan virushepatotropik dan
overload besi, sedangkan anemia kronik yang terjadi dan overload besi
sendiri mengakibatkan disfungsi miokard, yang akhirnya merupakan
suatu lingkaran untuk terjadinya iskemiahepar.Penyakit hematologi lain
yang sering menyebabkan penyakit hati kronis pada anak dan orang
dewasa adalah penyakit sickle cell. Pada otopsi 90% kasus sicklecell
mengalami hepatomegali, distensi sinusoid, hiperplasia sel Kupffer
dengan eritrogenositosis dan nekrosis parenkim fokal. Penyakit koagulasi
dapat menyebabkan hepatitis karena pasien penyakit ini terpapar sering
dengan produk darah yang mengandung virus hepatotropik. Insidens
hepatitis C pada penyakit koagulasi berkisar 60%-90%. Dilaporkan 20%
kasus hemofilia mengalami gangguan hati persisten dan secara histologis
dapat terjadi hepatitis kronis persisten sampai hepatitis kronis aktif
bahkan bisa menjadi sirosis. Kontak dengan darah yang mengandung
virus HIV berkisar 25%-76%, walaupun infeksi HIV dapat menyebabkan
abnormalitas pada hati.Pada limfoma, leukemia dan neuroblastoma terjadi
abnormalitas hati dengan beberapa faktor yang mempunyai kontribusi
seperti infiltrasi tumor, obstruksi intrahepatik/ekstrahepatik, obat
kemoterapi, dan malnutrisi energi protein. Pada transplantasi sumsum
tulang, gangguan hati yang terjadi dapat akibat faktor tumor, regimen
kemoterapi, infeksi, sludgebilier, nutrisi parenteral, VOD dan GVHD
(graftversus-host-disease)(DG, Daulay. 2017)
3) Penyakit endokrin
Pada penyakit endokrin seperti hipopituitarisme diketahui dapat
menyebabkan hepatitis. Hormon pituitari terlibat dalam pengaturan
sekresi dan aliran empedu. Studi eksperimental menunjukkan hormon
tiroid dan kortisol mengakibatkan asam lemak tidak tergantung pada
aliran empedu. Pada neonatus dengan hypopituitarism dapat terjadi
hepatitis secara biokimia dan histologik.Kasus diabetes dua pertiga
diantaranya menunjukkan gangguan hati. Spektrum lesi histologis
termasuk dengan peningkatan deposisi glikogen pada hepatosit, steatosis,
deposisi hialin dan fibrosis yang akhirnya menuju ke sirosis.Hepatitis
terjadi pada 15%-75% pasien hipertiroid, sebagai akibat efek toksik
langsung tiroksin yang menyebabkan hipoksia pada jaringan yang
mengakibatkan kerusakan pada zona sentralobular. Sedangkan pada
hipotiroid terjadi penurunan konsumsi oksigen pada hati yang
mengakibatkanpenurunan produksi asam empedu, aliran, dan
garam empedu (DG, Daulay. 2017)
4) Penyakit susunan syaraf pusat
Gangguan pada susunan saraf pusat dapat menyebabkan gangguan pada
hati. Penyakit susunan saraf pusat sepertihypoxic ischaemic
encephalopathy (HIE) menyebabkan iskemia hati dengan terjadinya
peningkatan transaminase dan waktu perdarahan yang memanjang(DG,
Daulay. 2017)
5) Penyakit gangguan nutrisi
Beberapa penyakit nutrisi yang dapat menyebabkan hepatitis adalah
penyakit celiac, kegemukan, bypasssaluran cerna, dan malnutrisi. Nutrisi
parenteral juga dapat menyebabkan hepatitis. Pada kegemukan terjadi
distribusi mikrovesicular dan menyebabkan penghambatan oksidasi
mitokondria dan asam lemak dengan mekanisme yang berbeda-
beda.Namun sebagian besar kasus obesitas dengan disfungsi hati tidak
menunjukkan gejala. Penyebab terjadinya gangguan hati pada penyakit
celiac tidak jelas tetapi diduga gambaran hati berhubungan dengan pasase
antigen melalui mukosa saluran cerna yang mengalami trauma(DG,
Daulay. 2017)
b. Pemeriksaan Penunjang untuk Hepatitis
1) Pemeriksaan Laboratorium
(a) Pemeriksaan biokimia
Stadium akut Hepatitis ditandai dengan AST dan ALT meningkat >10
kali nilai normal, serum bilirubin normal atau hanya meningkat
sedikit, peningkatan Alkali Fosfatase (ALP) >3 kali nilai normal, dan
kadar albumin serta kolesterol dapat mengalami penurunan. Stadium
kronik Hepatitis (B) ditandai dengan AST dan ALT kembali menurun
hingga 2-10 kali nilai normal dan kadar albumin rendah tetapi kadar
globulin meningkat. Nilai normal (Hardjoeno, 2017).
(b) Serologis
Indikator serologi awal dari VHB akut dan kunci diagnosis penanda
infeksi VHB kronik adalah HBsAg, dimana infeksi bertahan di serum
>6 bulan. Pemeriksaan HBsAg berhubungan dengan selubung
permukaan virus. Sekitar 5-10% pasien, HBsAg menetap di dalam
darah yang menandakan terjadinya hepatitis kronis atau carrier.
Setelah HBsAg menghilang, anti-HBs terdeteksi dalam serum pasien
dan terdeteksi sampai waktu yang tidak terbatas sesudahnya. Karena
terdapat variasi dalam waktu timbulnya anti-HBs, kadang terdapat
suatu tenggang waktu (window period) beberapa minggu atau lebih
yang memisahkan hilangnya HBsAg dan timbulnya anti-HBs. Selama
periode tersebut, anti- HBc dapat menjadi bukti serologik pada infeksi
VHB (Hardjoeno, 2017).
Tes-tes yang sangat sensitif telah banyak dikembangkan secara luas
untuk menegakkan diagnosis Hepatitis B dalam kasus-kasus ringan,
sub klinis atau yang menetap. Beberapa metode yang digunakan
untuk mendiagnosis hepatitis adalah Immunochromatography (ICT),
ELISA, EIA, dan PCR. Metode EIA dan PCR tergolong mahal dan
hanya tersedia pada laboratorium yang memiliki peralatan lengkap.
Peralatan rapid diagnostic ICT adalah pilihan yang tepat digunakan
karena lebih murah dan tidak memerlukan peralatan kompleks.
Diagnostik dengan rapid test merupakan alternatif untuk enzym
immunoassays dan alat untuk skrining skala besar dalam diagnosis
infeksi VHB, khususnya di tempat yang tidak terdapat akses
pemeriksaan serologi dan molekuler secara mudah (Hardjoeno, 2017)
(c) Molekuler
Pemeriksaan molekuler menjadi standar pendekatan secara
laboratorium untuk deteksi dan pengukuran DNA VHB dalam serum
atau plasma. Pengukuran kadar secara rutin bertujuan untuk
mengidentifikasi carrier, menentukan prognosis, dan monitoring
efikasi pengobatan antiviral(Hardjoeno, 2017)
2) USG abdomen
Biasanya dilakukan untuk mendeteksi hepatomegali yang tidak spesifik.
3) Biopsi hepar
Dilakukan untuk menilai derajat kerusakan hati serta menyingkirkan
kemungkinan penyebab lainnya.
9. ANALISA & SINTESIS INFORMASI

LAPORAN DISKUSI
KONSEP MEDIS
1. DEFINISI
Hepatitis adalah peradangan pada organ hati yang disebabkan infeksi bakteri,
virus, proses autoimun, obat-obatan, perlemakan, alkohol dan zat berbahaya
lainnya. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B yang
merusak hati dengan masa inkubasi 14-160 hari. Penyebaran penyakit melalui
darah dan produknya, suntikan yang tidak aman, transfusi darah, proses
persalinan, melalui hubungan seksual (Kemenkes RI, 2016).
Penularan perinatal adalah penularan yang terjadi saat persalinan. Sebagian
besar ibu dengan Hepatitis B akan menularkan infeksi HBV vertikal pada bayi
yang dilahirkannnya sedangakan ibu yang anti Hbe positif tidak akan
menularkannya. Penularan post natal terjadi setelh bayi lahir misalnya melalui
ASI yang diduga tercemar HBV lewat luka kecil dalam mulut bayi. Pada kasus
persalinan lama cenderung meningkatkan penularan vertikal yaitu lebih dari 9
jam (Wening Sari, 2016).
2. KLASIFIKASI
Menurut Keenmkes RI (2016), Hepatitis B dibagi menjadi dua, yakni:
1. Hepatitis B Akut
Hepatitis B Akut merupakan hepatitis B dari golongan virus DNA yang
penularannya vertikal 95% terjadi saat masa perinatal (saat persalinan) dan
5% intrauterin. Penularan Horisontal melalui transfusi darah, jarum suntik
tercemar, pisau cukur, tatto dan transplantasi organ. Hepatitis B akut
memiliki masa inkubasi 60-90 hari.
2. Hepatitis B Kronik
Hepatitis B kronik merupakan perkembangan dari Hepatitis B akut. Usia
saat terjadi infeksi mempengaruhi kronisitas penyakit. Bila penularan
terjadi saat bayi maka 95% akan menjadi Hepatitis kronik. Sedangkan bila
penularan terjadi saat usia balita, maka 20-30% menjadi penederita
Hepatitis B kronikdan bila penularan saatdewasa maka hanya 5% yang
menjadi penderita Hepatitis kronik.

3. ETIOLOGI
Penyebab penyakit Hepatitis B menurut Susan Smeltzer (dalam Brunner and
Suddarth, 2015), yaitu :
1. Penularan melalui cairan tubuh
Hepatitis B dapat ditularkan melalui cairan tubuh yang terinfeksi virus
hepatitis B. Cairan tubuh yang dapat menjadi sarana penularan hepatitis B
adalah darah, cairan vagina, dan air mani. Karena itu, berbagi pakai jarum
suntik serta berhubungan seksual tanpa kondom dengan penderita hepatitis
B dapat menyebabkan seseorang tertular penyakit ini. bu yang menderita
hepatitis B dan C juga dapat menularkan kepada bayinya melalui jalan
lahir.
2. Konsumsi alkohol
Kerusakan pada hati oleh senyawa kimia, terutama alkohol. Konsumsi
alkohol berlebihan akan merusak sel-sel hati secara permanen dan dapat
berkembang menjadi gagal hati atau sirosis.
3. Penggunaan obat-obatan melebihi dosis atau paparan racun juga dapat
menyebabkan hepatitis.
4. Autoimun
Pada Hepatitis terutama Hepatitis B, sistem imun tubuh justru menyerang
dan merusak sel dan jaringan tubuh sendiri, dalam hal ini adalah sel-sel
hati, sehingga menyebabkan peradangan. Peradangan yang terjadi dapat
bervariasi mulai dari yang ringan hingga berat. Hepatitis autoimun lebih
sering terjadi pada wanita dibanding pria.

4. MANIFESTASI KLINIS
1. Hepatitis B akut
a. Malaise/lesu/kelelahan.
b. Nafsu makan menurun.
c. Demam ringan
d. Nyeri abdomen kanan atas
e. urine berwarna seperti teh
f. ikterik
2. Hepatitis Kronis
a. HbsAg (Hepatitis B surface Antigen) positif.
b. HbeAg (Hepatitis B E-Antigen, anti-Hbe dalam serum, kadar ALT
(Alanin Amino Transferase), HBV DNA (Hepatitis B Virus-
Deoxyyribunukleic Acid) positif.
c. Berlangsung >6 bulan

5. PATOFISIOLOGI
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan pada
oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-
bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik
karena memiliki suplai darah sendiri seiring dengan berkembangnya
imflamasih pada hepar, pola normal pada hepar terganggu gangguan terhadap
suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan
kerusakan sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak
dibuang dari tubuh oleh respon sisitem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar
baru yang sehat oleh karenanya, sebagian besar pasien yang mengalami
hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal (Syaifuddin, 2016) .

Inflamsi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan


peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati ytang memicu
timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuatran kanan atas. Hal ini
dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati. Timbulnya
ikterus karena kerusakan selo paren kim hati. Walaupun jumlah bilirubin yang
belum mengalami konjungasi masuk kedalam hati tetap normal, tetapi karena
adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intra hepatik, maka terjadi
kesukaran pengangkuta bilirubin tersebbut dalam hati (Smeltzer dan Bare,
2017)
Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hati konjungaasi akibatnya
bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus. Karena terjadi
retensi (akibat kerusakan sel ekskresi ) dan resusitasi pada duktuli, empedu
belum mengalami konjungasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini
terutama disebabkan karena kerusakan dalam pengangkutan, konjungasi dan
eksresi bilirubin (Andra Saferi Wijaya dan Yessie M.Putri, 2016).
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh kerena itu tinja tanpak
pucat (abolis). Karena bilirubin konjungasi larut dalam air, maka bilirubin
dapat dieksresi kedalm kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan
kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkunjugasi dapat disertai
peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan
gatal-gatal pada icterus (Andra Saferi Wijaya dan Yessie M.Putri, 2016).

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Andra Saferi Wijaya dan Yessie M. Putri (2016) pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan Hepatitis B adalah:
1. ASR (SGOT)/ALT (SGPT)
Awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-2 minggu sebelum ikterik
kemudian tampak menurun. SGOT/SGPT merupakan enzim-enzim intra
seluler yang terutama berada di jantung, hati dan jaringan skelet, terlepas
dari jaringan yang rusak, meningkatkan pada kerusakan hati.
2. Darah Lengkap (DL)
Eritrosit menurun sehubungan dengan penurunan hidup eritrosit (gangguan
enzim hati) atau mengakibatkan perdarahan.
3. Leukopenia
Trombositopenia mungkin ada (splenomegaly).
4. Diferensia Darah Lengkap
Leukositosis, monositosis, limfosit, atipikal dan sel plasma.
5. Feses
Warna seperti tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati).
6. Albumin Serum
Menurun, hal ini disebabkan karena sebagian besar protein serum disintesis
oleh hati dan karena itu kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.
7. HbsAg
Dapat positif (tipe B) atau negative (tipe A).
8. Masa protrombin
Mungkin memanjang (disfungsi hati), akibat kerusakan sel hati atau
berkurang meningkat absorbs vitamin K yang penting untuk sintesis
protombin.
9. Bilirubin Serum
Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml, prognosis buruk, mungkin
berhubungan dengan peningkatan nekrosis seluler).
10. Biopsi Hati
Menunjukkan diagnosis dan luas nekrosis.
11. Scan Hati
Membantu dalam perkiraaan beratnya kerusakan parenkin hati.
12. Urinalisa
Peningkatan kadar bilirubin. Gangguan ekskresi bilirubin mengakibatkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi larut dalam air, ia di sekresi dalam urin
menimbulkan bilirubinuria.

7. KOMPLIKASI
Hepatitis B kronik merupakan penyulit jangka lama pada pada
Hepetitis B akut. Penyakit ini terjadi pada sejumlah kecil penderita hepatitis B
akut. Kebanyakan penderita hepatitis kronik tidak pernah mengalami gejala
hepatitis B akut yang jelas. Hepatitis fulminal merupakan penyulit yang paling
dia takuti karena sebagian besar berlangsung fatal. 50% kasus hepatitis virus
fulmnal adalah dari tipe B dan banyak diantar kasus hepatitis B akut fulminal
terjadi akibat ada koinfeksi dengan hepatitis D atau hepatitis C. Angka
kematian lebih dari 80% tetapi penderita hepatitis fulminal yang berhasil
hidup yang berhasil hidup biasanya mengalam kesembuhan biokimiawi atau
histologik. Terapi pilihan untuk hepatitis B fulminal adalah transplantasi hati
(Dalimartha,2016).
Sirosis hati merupakan kondisi dimana jaringan hati tergantikan oleh
jaringan parut yang terjadi bertahap. Jaringan parut ini semakin lama akan
mengubah struktur normal dari hati dan regenerasi sel-sel hati. Makan sel-sel
hati akan mengalami kerusakan yng menyebabkan fungsi hati mengalami
penurunan bahkan kehilangan fungsinya (Mustofa & Kurniawati, 2015).

8. PENCEGAHAN
Penularan infeksi HBV dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu penularan
horizontal dan vrtikal. Penularan horizontal HBV dapat terjadi melalui
berbagai cara yaitu penularan perkutan, melalui selaput lendir atau mukosa.
Mother-to-child-transmission (MTCT) terjadi dari seorang ibu hamil yang
menderita hepatitis B akut atau pengidap prsisten HBV kepada bayi yang
dikandungnya atau dilahirkannya. Penularan HBV in-utero, penularan
perinatal dan penularan post natal. Penularan HBV in-utero ini sampai
sekarang belum diketahui dengan pasti, karena salah satu fungsi dari plasenta
adalah proteksi terhadap bakteri atau virus. Bayi dikatakan infeksi in-utero
jika dalam satu bulan postpartum sudah menunjukkan Hepatitis B (Ajeng,
2017).
Menurut Soewignjo (2018) adapun upaya pencegahan HbsAg ibu hamil pada
anaknya adalah:
1. Cara pencegahan infeksi VHB pascapaparan
Hepatitis B Immune Globuline adalah suatu sediaan anti-HBs titer
tinggi yang dimurnikan dari plasma yang diambil dari individu anti-HBs
positif titer tinggi. HBIG dipergunakan untuk pencegahan infeksi VHB
pascapaparan, yaitu pencegahan infeksi paparan terhadap sumber infeksi
VHB telah terjadi sebelumm tindakan pencegahan, misalnya penularan
dari ibu kepada anak, penularan dari tusukan tidak sengaja dan penularan
dari hubungan kelamin dengan seorang karer. HBIG tidak diberikan bila
paparan telah terjadi 7 hari atau lebih.
2. Pencegahan penularan vertical
Telah diketahui bahwa vaksin hepatitis B diberikan kepada bayi yang
baru dilahirkan oleh ibu Hepatitis B dan HBeAg positif segera setelah
dilahirkan, penularan infeksi dapat dicegah pada 75% bayi. Sedangkan
bila di samping vaksin juga diberikan HBIG, ditemukan peningkatan
efektivitas pencegahan penularan vertical sebanyak 10-15% sehingga
tercapai efektifitas 85-90%. Karena itu, tindakan pencegahan standar yang
diberikan kepada bayi yag lahir dari ibu Hepatitis B di amerik serikat
adalah memberikan 100 IU HBIG secara intramuscular dan memberikan
vaksin hepatitis B intra muscular dosis lain dan vksin ini di ulang
padaumur 1 blan dan 6 bulan.
Program pencegahan penularan ini telah dilakukan secara luas di
jepang dan dilakukan pemerikaan HBsAg dan HBeAg positif, dilakukan
pemberian HBIG dan vaksin hepatitis B untuk mencegah penulatran
infeksi VHB vertical. Namun tidak mudah untuk melakukan system ini
secara luas karena diperlukansuatu system yang baik untuk skrinning
HBsAg dan HBeAg pada iu hamil. Disamping itu, HBIG sangat mahal.
System pencegahan tesebut disamping menelan biaya tinggi, juga hanya
sesuai untuk Negara-negara kaya, yang sebagian besar ibunya melahirkan
bayi dirumah sakit.
Imunisasi merupakan salah satu upaya pencegahan yang paling efektif
untuk mencegah penularan penyakit Hepatitis B yang dianjurkan WHO
(World Health Organization) melalui program The Expanded Program On
Immunitation (EPI) merekomendasikan pemberian vaksinasi terhadap 7
jenis antigen penyakit sebagai imunisasi rutin di negara berkembang, yaitu
: BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B.

9. PROGNOSIS
Mortalitas keseluruhan dari VHB akut adalah 1-3%, namun 25-30%
pasien karier kronis akan mengalami hepatitis kronis dengan nekroinflamasi,
25% dari pasien tersebut akan mengalami sirosis dan/atau hepatoma. Median
harapan hidup setelah onset sirosis dekompensata adalah kurang dari 5 tahun
dan 1-3% berkembang menjadi hepatoma setiap tahun (Mandal & Wilkins,
2016).
Menurut WHO tahun 2012, prognosis tidak pasti, terutama pada
infeksi awal yang berkembang menjadi fulminan yang merupakan kasus fatal
pada nekrosis hepatitis akut. Pada anak jarang terjadi penyakit klinis yang
akut, tetapi kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum usia tujuh tahun akan
mengalami karier kronis(Mandal & Wilkins, 2016)..
DAFTAR PUSTAKA

Agustian. 2016. Pemeriksaan Vital Sign. Dikutip melalui: https://med.unhas.ac.id/fisi


oterapi/wp-content/uploads/2016/11/PEMERIKSAAN-VITALSIGN.pdf.
(Diakses pada tanggal 19 April 2019 pukul 13.29 WITA)
Ajeng, 2017. Dalam Andika, 2018. Konsep Dasar Penyakit Hepatitis. Dikuti
melalui : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-ragilputri-
6736-2-babii.pdf. (diakses pada hari Kamis 19 April 2019, pukul : 15:30)
Andra Saferi Wijaya dan Yessie M.Putri, 2016. Dalam Adhyatama, 2018. Konsep
Dasar Penyakit Hepatitis. Dikutip melalui :
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-ragilputri-6736-2-
babii.pdf . (diakses pada hari Kamis 19 April 2019, pukul : 15:19)
Assiddiqii, Hasbi. 2014. Abdomen. Dikutip dari
http://eprints.undip.ac.id/44820/4/M.Hasbi_Asshiddiqi_22010110110072_Bab2
KTI.pdf (Diakses pada tanggal 18 April 2019 Pukul 11:32 WITA)
Bestari, FD. 2016. Monitoring heart rate, respiraton rate,dilengkapi dengan sensor
suhu ke personal komputer melalui bluetooth (parameter respiration rate.
Dikutip dari http://digilib.poltekkesdepkes-sby.ac.id/public/POLTEKKESSBY-
Studi-719-DR AFSEMINAR.pdf (Diakses pada tanggal 18 April 2019 pukul
13.28 WITA)
Black M. Joyce. 2014. Keperawatan Medikal Bedah “Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan. Singapore: Elsevier.
Black M. Joyce. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Singaopore: Elsevier.
Dalimartha, 2016. Dalam Adhyatama, 2018. Konsep Dasar Penyakit Hepatitis.
Dikutip melalui : http://sir.stikom.edu/119/5/BAB%20II.pdf. (diakses pada hari
Kamis 19 April 2019, pukul :15:19)
Darliany, Hany. 2013. Denyut nadi. Dikutip dari
http://eprints.polsri.ac.id/2858/3/BAB%20II.pdf (Diakses pada tanggal 18 April
2019 Pukul 12: 41 WITA)
Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
Dewi ratu. 2016. BAB II Definisi Suhu dan Kalor Suhu Pengukuran Suhu Kalor
Kalor Jenis Perubahan Wujud Dikutip dari PDFrepository.wima.ac.id. (Diakses
pada tanggal 18 April 2019 Pukul 13:30 WITA)
DG, Daulay. 2017. Hepatitis Akibat Penyakit Sistemik. Jurnal Sari Pediatri. Vol.
8(4) : 294-298. Dikutip dari https://saripediatri.org/index.php/sari-
pediatri/article/download/788/723.pdf (diakses pada Jumat, 19 April 2019 Pukul
12.30 WITA)
Febriakhano, A. 2017. Kolesistitis. Dikutip dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/34994/Chapter%20II.pdf?
sequence=3&isAllowed=y (Diakses pada tanggal 19 April 2019 Pukul 12: 41
WITA)
Fitriani Nur & Neffrety Nilamsari 2017. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
tekanan darah pada pekerja shift dan pekerja non-shift di PT. X Gresik. Dikutip
dari http:/ejournal.unida.gontor.ac.id/index.php/JIHOH (Diakses pada tanggal
18 April 2019 pukul 13.29 WITA)
Hardjoeno. 2017. Hepatitis. Diambil dari : http://digilib.unila.ac.id/6558/16/BAB
%20II.pdf (diakses pada Jumat, 19 April 2019 Pukul 11.05 WITA)
Kemenkes RI, 2016. Dalam Adhyatama, 2018. Konsep Dasar Penyakit Hepatitis.
Dikuti melalui : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-
ragilputri-6736-2-babii.pdf . (diakses pada hari Kamis 19 April 2019, pukul :
15:19)
Kranto, Cahyani. 2014. patofisiologi Hepatitis. Dikutip dari
http://www.mhcs.health.nsw.gov.au/publicationsandresources/pdf/publication-
pdfs/8385/doh-8385-ind.pdf/at_download/file (Diakses pada tanggal 20 April
2019 Pukul 12: 41 WITA)
Krisnani, Hetty dkk. 2015. Gangguan Makan Anorexia Nervosa Dan Bulimia
Nervosa Pada Remaja. Dikutip dari
https://www.researchgate.net/publication/326512905_GANGGUAN_MAKAN_
ANOREXIA_NERVOSA_DAN_BULIMIA_NERVOSA_PADA_REMA/downl
oad (Diakses pada tanggal 18 April 2019 Pukul 11: 57 WITA)
Kuntono. 2011. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri menurut
International. Dikutip darii PDFeprints.ums.ac.id > 2.BAB I KTI.pdf. (Diakses
pada tanggal 18 April 2019 Pukul 13:32 WITA)
Mandal & Wilkins, 2016. Dalam Adhyatama, 2018. Konsep Dasar Penyakit Hepatitis.
Dikutip melalui : http://sir.stikom.edu/119/5/BAB%20II.pdf. (diakses pada hari
Kamis 19 April 2019, pukul :15:19)
Mustofa & Kurniawati, 2015. Dalam Andika, 2018. Konsep Dasar Penyakit Hepatitis.
Dikutip melalui : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-
ragilputri-6736-2-babii.pdf . (diakses pada hari Kamis 19 April 2019, pukul :
15 : 19)
Mustofa & Kurniawaty. 2015. Hepatitis. Diambil dari :
http://digilib.unila.ac.id/6558/16/BAB%20II.pdf (diakses pada Jumat, 19 April
2019 Pukul 10.52 WITA)
Rahmayanti. 2017. Anoreksia pada hepatitis. Dikutip dari
http://digilib.unila.ac.id/6558/16/BAB%20II.pdf (Diakses pada tanggal 20 April
2019 Pukul 12: 41 WITA)
Smeltzer dan Bare, 2017. Dalam Andika, 2018. Konsep Dasar Penyakit Hepatitis.
Dikutip melalui : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-
ragilputri-6736-2-babii.pdf . (diakses pada hari Kamis 19 April 2019, pukul :
15 : 19)
Soewignjo,2018. Dalam Andika, 2018. Konsep Dasar Penyakit Hepatitis. Dikuti
melalui : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-ragilputri-
6736-2-babii.pdf . (diakses pada hari Kamis 19 April 2019, pukul : 15:30)
Sueningrat, Satya. 2016. Nyeri abdomen. Dikutip dari
https://www.academia.edu/12223054/Lp_hepatitis. (Diakses pada tanggal 18
April 2019 pukul 13.29 WITA)
Suframanyan, K. 2015. Sklera Ikterus. Dikutip dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/41185/Chapter;jsessionid
=A82864C43D43926A7023BF68F4958B93?sequence=4 (Diakses pada tanggal
18 April 2019 Pukul 12: 18 WITA)
Syaifuddin, 2016. Dalam Andika, 2018. Konsep Dasar Penyakit Hepatitis. Dikuti
melalui: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-ragilputri-
6736-2-babii.pdf. (diakses pada hari Kamis 09 April 2019, pukul : 18:14)
Sylvia A. Price. 2006. Patofisiologi-Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC
Ventiani, N. 2015. HbsAg. Dikutip dari http://digilib.unila.ac.id/6556/16/BAB
%20II.pdf (Diakses pada tanggal 18 April 2019 Pukul 12: 38 WITA)
Wening Sari, 2016. Dalam Andika, 2018. Konsep Dasar Penyakit Hepatitis. Dikuti
melalui : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-ragilputri-
6736-2-babii.pdf. (diakses pada hari Kamis 19 April 2019, pukul : 15:30)
Wicaksono, DA. 2014. Patofisiologi.
http://eprints.undip.ac.id/44531/3/Dhaneswara_Adhyatama_W_22010110120016
_Bab2KTI.pdf (Diakses pada tanggal 19 April 2019 Pukul 11:32 WITA)

Anda mungkin juga menyukai