Askep Dermatitis Fixxx

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 47

DISUSUN

O L E H

KELAS A
KELOMPOK 3

1. Nurul Niken Kasim 841417001


2. Dewi Nurindi Isa 841417012
3. Elta 841417017
4. Adriani Yusuf 841417028
5. Sitty Nurcahyani B. Hinta 841417040
6. Moh. Fajri Nur Wengkeng 841417061
7. Sukri Nasaru 841417069
8. Mitha Puspitha Pandju 841417190

PRODI STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah
melimpahkan rahmatnya kepada kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Keperawatan Medikal Bedah 3 mengenai Asuhan Keperawatan pada
pasien Dermatitis ini dengan lancar dan tanpa hambatan sedikitpun. Allah Maha
Besar.
Namun, kami menyadari kalau kami adalah manusia biasa yang tak pernah
luput dari kekurangan demikianpun apa yang kami buat ini. Kami banyak
berharap kritik dan saran dari pembaca sehingga kami dapat menyempurnakan
laporan-laporan yang akan kami buat kedepannya.
Adapun tujuan kami membuat makalah yaitu untuk menyelesaikan tugas
kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3 dan mengetahui segala hal yang
menyangkut tentang Dermatitis. Kami tidak bisa membalas semua itu dan kami
semoga semua itu akan di balas dengan Allah SWT. Amien
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh

Gorontalo, Oktober 2019

KELOMPOK 3

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................... i


Daftar Isi..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan............................................................................................................. 2
BAB II KONSEP MEDIS
2.1 Definisi ........................................................................................................... 3
2.2 Etiologi ........................................................................................................... 3
2.3 Klasifikasi ...................................................................................................... 3
2.4 Patofisiologi ................................................................................................... 5
2.5 Manifestasi Klinis .......................................................................................... 8
2.6 Penatalaksanaan ............................................................................................. 8
2.7 Komplikasi ..................................................................................................... 13
BAB III KONSEP KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian ...................................................................................................... 14
3.2 Diagnosa Keperawatan................................................................................... 18
3.3 Rencana Intervensi Keperawatan ................................................................... 19
BAB IV TELAAH JURNAL
4.1 Jurnal Internasional : New and developing therapies for atopic
dermatitis ........................................................................................................ 31
4.2 Jurnal Nasional : Perbandingan Efektivitas Krim Metronidazol 1%
dan Krim Ketokonazol 2% pada Dermatitis Seboroik di Wajah ................... 34
4.3 Jurnal Nasional : Efektivitas Gel Lidah Buaya (Aloe Vera) Terhadap
Penyembuhan Ketombe Kering ..................................................................... 35
4.4 Jurnal Nasional : Terapi Lintah Sebagai Alternatif Pengobatan pada
Dermatitis Atopik ........................................................................................... 36

ii
4.5 Jurnal V Nasional : Formulasi Bedak Tabur Dari Ekstrak Lengkuas
Merah (Alpinia purpurata K. Schum) ............................................................ 39
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 41
5.2 Saran .............................................................................................................. 41
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 42

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia mebungkus otot-otot
dan organ dalam. Kulit berfungsi melindungi tubuh dari trauma dan
merupakan benteng pertahanan terhadap bakteri.
Kehilangan panas dan penyimpanan panas diatur melalui vasodilatasi
pembuluh-pembuluh darah kulit atau sekresi kelenjar keringat. Organ-organ
adneksa kulit seperti kuku dan rambut telah diketahui mempunyai nilai-nilai
kosmetik. Kulit juga merupakan sensasi raba, tekan, suhu, nyeri, dan nikmat
berkat jalinan ujung-ujung saraf yang saling bertautan. Secara mikroskopis
kulit terdiri dari tiga lapisan: pidermis, dermis, dan lemak subkutan.
Epidermis, bagian terluar dari kulit dibagi menjadi dua lapisan utama yaitu
stratum korneum dan stratum malfigi.
Dermis terletak tepat di bawah pidermis, dan terdiri dari serabut-serabut
kolagen, elastin, dan retikulin yang tertanam dalam substansi dasar. Matriks
kulit mengandung pembuluh-pembuluh darah dan saraf yang menyokong dan
memberi nutrisi pada epidermis yang sedang tumbuh. Juga terdapat limfosit,
histiosit, dan leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi dan invasi benda-
benda asing.
Di bawah dermis terdapat lapisan lemak subcutan yang merupakan
bantalan untuk kulit,, isolasi untuk pertahankan suhu tubuh dan tempat
penyimpanan energi.
Salah satu penyakit kulit yang paling sering dijumpai yakni Dermatitis
yang lebih dikenal sebagai eksim, merupakan penyakit kulit yang mengalami
peradangan. Dermatitis dapat terjadi karena bermacam sebab dan timbul
dalam berbagai jenis, terutama kulit yang kering.
Umumnya enzim dapat menyebabkan pembengkakan, memerah, dan
gatal pada kulit. Dermatitis tidak berbahaya, dalam arti tidak membahayakan

1
hidup dan tidak menular. Walaupun demikian, penyakit ini jelas
menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu.
Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki
indikasi dan gejala Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi)
tertentu seperti racun yang terdapat pada berbeda, antara lain dermatitis.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Dermatitis?
2. Apa saja klasifikasi dari Dermatitis?
3. Apa penyebab dari Dermatitis?
4. Bagaimana proses perjalanan penyakit Dermatitis?
5. Apa saja tanda gejala dari Dermatitis?
6. Apa komplikasi dari Dermatitis?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada Dermatitis?
8. Pengkajian keperawatan apa saja yang dapat dilakukan dalam
Dermatitis?
9. Intervensi keperawatan apa saja yang dapat ditegakkan pada Dermatitis?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui definisi dari Dermatitis
2. Untuk mengetahui klasifikasi Dermatitis
3. Untuk mengetahui etiologi dari Dermatitis
4. Untuk mengetahui patofisiologi Dermatitis
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis Dermatitis
6. Untuk mengetahui komplikasi dari Dermatitis
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada Dermatitis
8. Untuk mengetahui Pengkajian keperawatan pada Dermatitis
9. Untuk mengetahui intervensi keperawatan yang dapat ditegakkan pada
Dermatitis

2
BAB II
KONSEP MEDIS

2.1 DEFINISI
Dermatitis merupakan inflamasi kullit dan muncul dalam beberapa
bentuk, yaitu atopik, seboreik, numular, kontak, neurodermatitis, setempat
(licben simplex cbronicus), dan stasis.
Dermatitis adalah peradangan pada kulit (inflamasi pada kulit) yang
disertai dengan pengelupasan kulit arid an pembentukan sisik. Jadi dermatitis
adalah peradangan kulit yang ditandai oleh rasa gatal. (jurnal nursing
:memahami berbagai macam penyakit.2011)
2.2 ETIOLOGI
1. Tidak diketahui
2. Hal-hal yang mempermudah : respons terhadap keringat, stres psikologis,
dan suhu dan kelembaban ekstrem
3. Alergi makanan (telur, kacang, susu, dan gandum) pada sekitar 10% dari
kasus yang menyerang anak-anak
4. Predisposisi genetik yang diperburuk dengan alergi makanan, infeksi, zat
kimia yang mengiritasi, suhu dan kelembaban, dan emosi.
5. Penyebab sekunder: iritasi yang terlihat mengubah struktur epidermal,
sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas imunoglobulin (Ig) E
(jurnal nursing :memahami berbagai macam penyakit.2011)
2.3 KLASIFIKASI
Berikut beberapa tipe dermatitis.
1. Dermatitis atopik (ekzema atopik atau infantil)
Dermatitis atopik merupakan respons inflamatorik kronis atau rekuren
yang umumnya berkaitan dengan penyakit atopik lain, misalnya asma
bronkial dan rinitis alergik. Dermatitis ini biasanya menyerang bayi dan
anak-anak berusia 1 bulan sampai 1 tahun, umumnya yang memiliki
riwayat kuat mengalami penyakit atopik dan keluarganya. Anak-anak ini
biasanya memperoleh gangguan atopik lain saat mereka bertambah usia.

3
Biasanya, bentuk dermatitis ini akan menjadi parah dan mereda berulang-
ulang sebelum akhirnya sembuh saat masa remaja. Akan tetapi, dermatitis
ini bisa bertahan sampai pasien dewasa. (jurnal nursing :memahami
berbagai macam penyakit.2011)

2. Dermatitis kontak
Dermatitis kontak umumnya berbentuk inflamasi berbatas tegas di
kulit karena kontak dengan zat kimia yang menyababkan iritasi atau
alergen atopik (substansi yang menghasilkan reaksi alergis dikulit) dan
iritasi kulit karena kontak dengan substansi terkonsentrasi pada bagian
kulit yang sensitif, misalnya parfum, sabun, atau zat kimia(jurnal nursing
:memahami berbagai macam penyakit.2011).

3. Neurodermatitis
Neurodermatitis setempat, inflamasi superfisial di kulit yang ditandai
dengan rasa gatal dan erupsi papular, muncul di kulit yang menebal dan
mengalami hiperpigmentasi. (jurnal nursing :memahami berbagai macam
penyakit.2011)

4
4. Dermatitis nummular
Dermatitis numular bentuk dermatitis subakut yang ditandai dengan
inflamasi berbentuk koin, bersisik, dan berpetak vesikular, biasanya sangat
gatal. (jurnal nursing :memahami berbagai macam penyakit.2011)

5. Dermatitis seboreik
Dermatitis seboreik penyakit kulit subakut yang menyerang kulit
kepala, wajah, dan kadang-kadang area lain dan ditandai dengan lesi yang
tertutup oleh sisik berwarna kuning atau kelabu kecoklatan. (jurnal
nursing :memahami berbagai macam penyakit.2011)

6. Dermatitis stasis
Dermatitis stasis kondisi yang biasanya disebabkan oleh kerusakan
sirkulasi dan tandai dengan ekzema di kaki atas dan disertai edema,
hiperpigmentasi, dan inflamasi persisten. (jurnal nursing :memahami
berbagai macam penyakit.2011)
2.4 PATOFISIOLOGI
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel
yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan
iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam
bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak
lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya

5
membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan
membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan
leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi
dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik
neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan
histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang
akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang
ekspresi gen dan sintesis protein.
Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya
mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis
kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase
sensitisasi.Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah.
Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada
hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling
rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya
kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada
terjadinya kerusakan tersebut.
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV
yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
a. Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini
terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan
kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten
menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan
jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal),
untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di
epidermis, menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak pada
membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR
(Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen
presenting cell). Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke
parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen

6
kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3.
CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans,
sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti
(CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya
untuk ion nikel saja atau ion kromium saja.Kedua reseptor antigen tersebut
terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan
antigen (antigen recognition).
Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1
(interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2.
Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk
primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh
meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak
berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung
selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini
individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk
mengalami dermatitis kontak alergik.
b. Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari
antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam
kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan
merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan
merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan
merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion
molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta
sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag
untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas
yang meningkat.
Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema
dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau
penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses
skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans

7
dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh
sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan
produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit.
Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat
puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin
berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan
beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik,
dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan
2.5 MANIFESTASI KLINIS
1. Area eritematosa di kulit yang sangat kering : lesi di dahi, pipi, dan
permukaan ekstensor di lengan dan kaki atas (pada anak-anak); lesi di titik
fleksi (antekubital fossa, area popliteal, dan leher) pada orang dewasa
2. Pruritus dan parut dengan edema, kerak, dan sisik
3. Lesi atopik kronis yang menyebabkan kulit kering dan bersisik, disertai
dermatografia putih, pemucatan, dan likenifikasi
4. Kondisi sekunder : infeksi virus, fungus, atau bakteri dan gangguan okular
5. Pembengkakan dan hiperpigmentasi di kelopak mata atas, disertai lipatan
ganda yang muncul dibawah kelopak mata bawah (lipatan morgan, dennie,
atau mongolia)
6. Katarak atopik (jarang terjadi, biasanya hanya pada orang yang berusia 20
sampai 40 tahun)
7. Pasien yang juga terpapar herpes zoster akan mengalami gejala erupsi
variseliform kaposi (ekzema herpetikum), yaitu infeksi virus kutaneus
berat yang berpotensi menyebar. (jurnal nursing :memahami berbagai
macam penyakit.2011)
2.6 PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi
penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual
yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
(Widi Ari, 2016)

8
1. Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis
kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat
dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan
sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang,
penggunaan deterjen.
2. Pengobatan
a. Pengobatan topical
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip
umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah
(kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut
penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan
kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta
pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila
kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila
kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat
diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah :
1) Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun.
Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari
dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan
proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek
langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid
topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-
DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi
penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T,
dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator
ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis
kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan
adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid.
Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk

9
meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat
dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap
hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi,
atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2) Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam
dermatitis kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit
mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi
timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang
dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit
mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI
dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya.
Kombinasi 8-methoxy- psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan
reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis
PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah
sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi
mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB.
Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR
+ dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel
Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi
ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3) Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari
hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia
hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh
kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau
dermis.
4) Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa
hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan
superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya

10
gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk
topikal.
5) Imunosupresif
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506
(Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan
menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin
seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin
eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan
tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ
ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek
anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya
sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17- propionat 0,05% dan
pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat
0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang
diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu
respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya
dengan pemakaian secara oral.
b. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau
edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau
kronik. Jenis-jenisnya adalah :
1) Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek
sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak
terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat
dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan
histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2) Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral,
intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan
prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan

11
karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka
efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada
penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya
terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan
perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja
dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1
dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2
dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3) Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T
penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r,
IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan
keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
4) Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan
ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan
derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.
5) FK 506 (Trakolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular.
Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi
sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan
serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6) Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya
seperti nifedipin dan amilorid.
7) Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6
dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari
peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.

12
8) SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang
tinggi. Dapat juga diberikan secara topical, pemberian secara oral
lebih baik daripada siklosporin
2.7 KOMPLIKASI
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Infeksi sekunder khususnya oleh Stafilokokus aureus
3. Hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi
4. Jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi

13
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
a. Anamnesa
Data Demografi
1. Identitas Pasien
Meliputi nama pasien, tempat dan tanggal lahir, umur, jenis kelamin,
agama, status pernikahan, pekerjaan, alamat, nomor register, tanggal mr
dan diagnosa keperawatan
2. Penanggung Jawab
Meliputi nama pasien, tempat dan tanggal lahir, umur, jenis kelamin,
agama, status pernikahan, pekerjaan, alamat, nomor register, tanggal mr
dan diagnosa keperawatan
Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama biasanya pasien mengeluh rasa gatal pada kulit
2. Riwayat penyakit sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa yang dilakukan pasien untuk
mengatasinya.
3. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya
4. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
5. Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.

14
6. Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit.
Atau apakah pasien tidak tahan (alergi) terhadap suatu obat.
Pola Fungsional
1. Pola Persepsi Kesehatan
a) Adanya riwayat infeksi sebelumya.
b) Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
c) Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
d) Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
e) Hygiene personal yang kurang.
f) Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.
2. Pola Nutrisi Metabolik
a) Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali
sehari makan.
b) Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
c) Jenis makanan yang disukai.
d) Nafsu makan menurun.
e) Muntah-muntah.
f) Penurunan berat badan.
g) Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
h) Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa
terbakar atau perih.
3. Pola Eliminasi
a) Sering berkeringat.
b) Tanyakan pola berkemih dan bowel.
4. Pola Aktivitas dan Latihan
a) Pemenuhan sehari-hari terganggu.
b) Kelemahan umum, malaise.
c) Toleransi terhadap aktivitas rendah.
d) Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan
e) Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.

15
5. Pola Tidur dan Istirahat
a) Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
b) Mimpi buruk.
6. Pola Persepsi Kognitif
a) Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
b) Pengetahuan akan penyakitnya.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
a) Perasaan tidak percaya diri atau minder.
b) Perasaan terisolasi.
8. Pola Hubungan dengan Sesama
a) Hidup sendiri atau berkeluarga
b) Frekuensi interaksi berkurang
c) Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9. Pola Reproduksi Seksualitas
a) Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
b) Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
a) Emosi tidak stabil
b) Ansietas, takut akan penyakitnya
c) Disorientasi, gelisah
11. Pola Sistem Kepercayaan
a) Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
b) Agama yang dianut
b. Pemerikaanfisik
1. Inspeksi
Pasien berada dalam ruangan yang terang dan hangat, pemeriksaan
menggunakan penlight untuk menyinari lesi, amati kulit :
a) Warna kulit
b) Kekeringan
c) Testur
d) Lesi

16
e) Vaskularisasi
f) Mobilitas kondisi rambut dan kuku
g) Turgor kulit
h) Edema
i) Warna kebiruan, sianosis (hipoksiaseluler), dapat dilihat pada
ekstremitas dan dasar kuku, bibir, membrane mukosa.
j) Ikterus (kulit yang menguning) akibat kenaikan bilirubin.
k) Sklera, membrane mukosa
l) Perubahan vascular (ptekie)
m) Ekimosis
n) Eritema
o) Urtikaria
2. Palpasi
Pada tindakan palpasi pemeiksaan harus menggunakan sarung tangan
sebagai proteksi bagi pemeriksa. Pada tindakan ini akan ditemukan :
a) Turgor kulit
b) Edema
c) Elastisitaskulit
c. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total,
albumin, globulin
2. Percobaan asetilkolin (suntikan dalam intracutan, solusio asetilkolin
1/5000)
3. Percobaan histamin hostat disuntikan pada lesi
4. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik
karena gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh
sebab lain. Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema
interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis
terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel

17
mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan
terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis
kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis
ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi
perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut
merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan
gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis
kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan
antigen, seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin
intrakutan, tampak sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu
antigen terlihat di membran sel dan di organella sel Langerhans. Limfosit
mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik.
Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis
dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang.
Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat
meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran
histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal
pada pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil
menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya.(Adhi Djuanda, 2015)
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan integritas kulit
2. Gangguan rasa nyaman
3. Risiko infeksi
4. Gangguan citra tubuh
5. Defisit pengetahuan

18
3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN
NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC RASIONAL
1. Gangguan Integritas kulit b.d Integritas Kulit dan Jaringan Perawatan Integritas Kulit
bahan kimia iritatif, suhu Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi
lingkungan yang ekstrem, efek keperawatan selama 3 x 24 jam maka 1. Identifikasi penyebab gangguan 1. Untuk mengetahui sirkulasi
samping terapi radiasi, kelembaban, Integritas kulit dan jaringan integritas kulit (mis, penurunan kulit
proses penuaan d.d kerusakan meningkat dengan criteria hasil: kelembaban, suhu lingkungan
jaringan dan/atau lapisan kulit, 1. Kerusakan jaringan (4) ekstrem)
nyeri, dan kemerahan. (D.0129) 2. Nyeri (4) Teraupetik Teraupeutik
3. Kemerahan (4) 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah 2. Menghindari tekanan dan
Kategori : Lingkungan baring meningkatkan aliran darah
Subkategori: Keamanan dan Keterangan : 3. Gunakan produk berbahan 3. Agar tidak terjadi kekeringan
proteksi 1. Meningkat petroleum atau minyak pada kulit pada kulit dan menangkal
2. Cukup meningkat kering dampak sinar matahari pada
Definisi 3. Sedang kulit.
Kerusakan kulit (dermis dan/atau 4. Cukup menurun 4. Gunakan produk berbahan 4. Agar tidak terjadi masalah pada
epidermis) atau jaringan (membrane 5. Menurun ringan/alami dan hipoalergik pada kulit misal kanker kulit
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, kulit sensitive
tulang, kartilago, kapsul 5. Hindari produk berbahan dasar 5. Untuk memperlancar sirkulasi
sendidan/atau ligament. alcohol pada kulit kering pada kulit. Supaya tidak terjadi
masalah pada kulit(misal,
Penyebab psorias,kusam, dan keriput)
1. Bahan kimia iritatif Edukasi Edukasi
2. Suhu lingkungan yang ekstrem 6. Anjurkan menggunakan pelembab 6. Agar kulit tetap terjaga.
3. Efek samping terapi radiasi (mis, lotion, serum)
4. Kelembaban 7. Anjurkan minum air yang cukup 7. Menjaga kulit tetap lembab dan

19
5. Proses penuaan tidak akan terjadi penuaan dini
8. Anjurkan menghindari terpapar 8. Akan menyebabkan kulit
Gejala dan Tanda Mayor suhu ekstrem menjadi kering.
Subjektif 9. Anjurkan menggunakan tabir surya 9. Untuk mencegah terjadinya
(tidak tersedia) SPF minimal 30 saat berada di luar iritasi kulit
Objektif rumah
1. Kerusakan jaringan dan/atau 10. Anjurkan mandi dan 10. Menjaga kulit tetap bersih dan
lapisan kulit menggunakan sabun secukupnya melembabkan kulit

GejaladanTanda Minor
Subjektif Pemberian Obat Topikal Pemberian obat topikal
(tidak tersedia) Observasi Observasi
Objektif 1. Identifikasi kemungkinan alergi, 1. Untuk mengetahui
1. Nyeri interaksi, kontraindikasi obat kemungkinan alergi, interaksi,
2. Kemerahan kontra indikasi yang terjadi
pada pasien
Kondisi Klinis 2. Verivikasi order obat sesuai 2. Untuk mempercepat proses
- dengan indikasi penyembuhan
3. Periksa tanggal kadaluwarsa obat 3. Agar tidak terjadi kercunan
4. Monitor efek terauperik obat 4. Agar pasien madapatkam hasil
yang sesuai di inginkan
5. Monitor efek local, efek sistemik 5. Untuk mengetahui efek local,
dan efek samping obat efek sistemik dan efek samping
obat pada pasien
Teraupetik Terapeutik
6. Lakukan prinsip enam benar 6. Untuk memberikan efek
(pasien, ohat, dosis, waktu, rute, penyembuhan terhadap suatu
dokumentasi) penyakit atau keluhan

20
7. Bersihkan kulit 7. Agar tehindar dari kuman
ataupun virus
8. Oleskan obat topical pada kulit 8. Untuk melembabkan kulit
atau selaput lendir yang utuh
(kecuali penggunaan obat untuk
mengobati lesi)
Edukasi Edukasi
9. Jelaskan jenis obat, alasan 9. Untuk mempercepat proses
pemberian, tindakan yang penyembuhan dan
diharapkan, dan efek samping meningkatkan kesehatan dan
pemberian mempertahankan kesehatan
10. Ajarkan pasien dan keluarga pasien
tentang cara pemberian obat secara 10. Agar supaya pasien tidak
mandiri bergantung hidup pada orang
lain.
2. Gangguan Rasa Nyaman b.d efek Status Kenyamanan Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
samping terapi (mis, radiasi), gejala Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi
penyakit, kurang pengendalian keperawatan selama 3 x 24 jam maka 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Untuk mengetahui lokasi
situasional/ lingkungan d.d Status Kenyamanan Meningkat durasi, frekuensi, kualitas, karateristik, durasi, frekuensi,
mengeluh tidak nyaman, gelisah, dengan kriteria hasil: intensitas nyeri kualitas, intensitas nyeri pada
mengeluh sulit tidur, mengeluh 1. Keluhan tidak nyaman (4) pasien
kepanasan, dan merasa 2. Gelisah (4) 2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui skala nyeri
gatal.(D.0074) 3. Keluhan sulit tidur (4) yang dirasakan oleh pasien
4. Keluhan kepanasan (4) 3. Identifikasi faktor yang 3. Untuk mengetahui faktor apa
Kategori : Psikologis 5. Gatal (4) memperberat dan memperingan saja yang memperberat dan
Subkategori : Nyeri dan nyeri memperingan nyeri
Kenyamanan 4. Identifikasi keyakinan dan 4. Untuk mengetahui keyakinan
pengetahuan tentang nyeri dan pengetahuan tentang nyeri

21
Definisi Keterangan 5. Monitor efek samping penggunaan 5. Menghindari efek samping yang
Perasaan kurang senang, legadan 1. Meningkat analgetik akan terjadi pada pasien
sempurna dalam dimensi fisik, 2. Cukup meningkat Teraupetik Terapeutik
psikospiritual, lingkungan dan 3. Sedang 6. Berikan teknik nonfarmakologis 6. Teknik nonfarmakologi untuk
sosial. 4. Cukup menurun untuk mengurangi rasa nyeri (mis, mengurangi rasa nyeri yaitu
5. Menurun TENS, hipnosisi, akupresur, terapi teknik relaksasi dan distraksi
Penyebab music, biofeedback, terapi pijat,
1. Gejala penyakit aromaterapi, teknik imajinasi
2. Kurang pengendalian terbimbing, kompres
situasional/lingkungan hangat/dingin, terapi bermain)
3. Ketidakadekuatan sumber daya 7. Control lingkungan yang
7. Rangsangan yang berlebiham
(mis, dukungan finansial, sosial memperberat rasa nyeri (mis, suhu yang ditimbulkam oleh
dan pengetahuan) ruangan, pencahayaan, kebisingan) lingkungan akan memperberat
4. Efek samping terapi (mis, rasa nyeri
medikasi, radiasi dan kemoterapi) 8. Fasilitasi istrahat tidur 8. Untuk mengatasi rasa kelelahan,
mengembalikan energi, dan
Tanda dan Gejala Mayor memulihan pikiran
Subjektif 9. Pertimbangakan jenis dan sumber 9. Strategi untuk meredakan nyeri
1. Mengeluh tidak nyaman nyeri dalam pemilihan strategi misal Bermaditasi kurang lebih
Objektif meredakan nyeri 1 jam, yang bertujuan untuk
1. Gelisah mengurasi rasa nyeri tanpa efek
samping dan juga dapat
Tanda dan Gejala Minor meningkatkan aktivitas
Subjektif otak(anterior cingulatr cortex,
1. Mengeluh sulit tidur anterior insula dan orbital-
2. Tidak mampu rileks frontal cortex dimana ke 3 ini
3. Mengeluh kepanasan bertugas untuk memetakan
4. Merasa gatal berbagai bentuk rasa nyeri)

22
Objektif Edukasi Edukasi
1. Tampak meringis/menangis 10. Jelaskan penyebab, periode, dan 10. Penyebab terjadinya nyri yaitu
pemicu nyeri terjadi paradangan pada daerah
Kondisi Klinis tertentu
- 11. Jelaskan strategi meredakan nyeri 11. Strategi meredakan nyeri ada
terapi akupuntur, kompres
menggunakan air dingin, dan
minum obat herbal.
12. Anjurkan menggunakan analgetik 12. Untuk mengurangi rasa nyeri
secara mandiri yang terjadi
13. Anjurkan teknik nonfarmakologis 13. Teknik non farmakologi seperti
untuk mengurangi rasa nyeri mengajarkan kepada pasien
untuk melakukan teknik
relaksasi dan teknik distraksi
Kolaborasi Kolaborasi
14. Kolaborasi pemberian 14. Analgetik memblok lintasan
analgetik, jika perlu nyeri sehingga nyeri akan
berkurang

Perawatan Kenyaman Perawatan kenyamanan


Observasi Observasi
1. Identifikasi gejala yang tidak 1. Untuk mengetahui Gejala yang
menyenangkan (mis, mual, nyeri, tidak menyenangkan pada
gatal, sesak) pasien
2. Identifikasi pemahaman tentang 2. Untuk mengetahui
kondisi, situasi, dan perasaannya kondisi,situasi dan perasaan
pasien

23
Teraupetik Terapeutik
3. Berikan posisi yang nyaman 3. Posisi yang nyaman akan
memberikan kesempatan pada
otot untuk relaksasi seoptimal
mungkin
4. Berikan kompres dingin 4. Untuk mengurangi rasa tidak
nyaman dan kejang otot dan
nyeri
5. Ciptakan lingkungan yang nyaman 5. Rangsangan yang berlebihan
dari lingkungan akan
memperberat rasa nyeri
6. Berikan terapi akupresur 6. Untuk mengatasi penyumbatan
aliran energi dan
mengembalikan keseimbangan
dari tubuh.
7. Berikan terapi hypnosis 7. Merupakan terapi untuk pasien
agar lebih mudah menangkap
saran dan mengubah persepsi
pasien.
8. Dukung keluarga dan pengasuh 8. Agar pasien tidak ragu dalam
terlibat dalam terapi/pengobatan mengikuti misal, Terapi atau
pengobatan
9. Diskusikan mengenai situasi dan 9. Mendengarkan pilihan pasien
pilihan terapi/pengobatan yang supaya pasien merasa nyaman.
diinginkan
Edukasi Edukasi
10. ajarkan teknik relakasasi 10. Tujan relaksasi adalah untuk
menginstrahatkan pikiran,

24
menghilangkan kecemasan dan
menciptakan mekanisme batin
seseorang untuk membentuk
pribadi yang lebih baik
11. ajarkan teknik distraksi dan 11. Untuk pengalihan atau menjahui
imajinasi terbimbing perhatian terhadap sesuatu yang
di hadapi.
Kolaborasi Kolaborsi
12. kolaborasi pemberian analgesik, 12. Untuk meredakan rasa nyeri
antipruritu, antihistamin, jika perlu pada pasein.
3. Resiko infeksi d.d peningkatan Kontrol Risiko Pencegahan Infeksi Pencegahan infeksi
paparan organisme patogen Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi
lingkungan dan kerusakan integritas keperawatan selama 3 x 24 jam maka 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui tanda dan
kulit. Kontrol Resiko meningkat dengan gejala
kriteria hasil: Teraupetik Terapeutik
Resiko Infeksi (0142) 1. Kemampuan mengidentifikasi 2. Batasi jumlah pengunjung 2. Agar supaya pasien dapat
Kategori : Lingkungan faktor resiko (4) istrahat yang lebih dari cukup.
Sebkategori : Keamanan dan 2. Kemampuan melakukan strategi 3. Berikan perawatan kulit 3. Untuk memelihara kesehatan
proteksi kontrol resiko (4) kulit dan mengatasi berbagai
3. Kemampuan menghindari faktor masalah yang akannterjadi pada
Definisi resiko (4) kulit.
Beresiko mengalami peningkatan 4. Kemampuan mengenali perubahan 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah 4. Agar infeksi tidak akan
terserang organisme patogenik. status kesehatan (4) kontak dengan pasien dan menyebar
lingkungan pasien
Faktor Resiko Keterangan 5. Pertahankan teknik aseptic pada 5. Untuk mengurangi resiko
1. Peningkatan paparan organisme 1. Menurun pasien beresiko tinggi infeksi
pathogen lingkungan 2. Cukup menurun Edukasi Edukasi
2. Ketidakadekuatan pertahanan 3. Sedang 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 6. Tanda dan gejala infeksi seperti

25
tubuh primer 4. Cukup meningkat demam,batuk,muntah, dieare,
3. Kerusakan integritas kulit 5. meningkat dan lemas
7. Ajarkan cara mencuci tangan 7. Untuk menghilangkan
Kondisi Klinis Terkait dengan benar mikroorganisme, mencegah
- infeksi silang, menjaga kondisi
steril, melimdungi diri dan
pasien dari infeksi
8. Ajarkan cara memeriksa kondisi 8. Cara memeriksa kondisi luka,
luka cuci tangan sebelumnnya,
periksa luka dengan
seksama,amati kemerahan atau
pembengkakan pada
luka,waspada jika terjadi nyeri
meningkat dan jangan oleskan
salep antibiotik jika dianjurkam
oleh dokter.
Kolaborasi Kolaborasi
- -
4. Gangguan citra tubuh b.d Citra Tubuh Promosi Citra Tubuh Promosi Citra Tubuh
perubahan struktur/bentuk tubuh, Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi
efek tindakan/pengobatan d.d keperawatan selama 3 x 24 jam maka 1. Identifikasi harapan citra tubuh 1. Untuk mengetahui harapan citra
fungsi/struktur tubuh berubah, Citra Tubuh Meningkat dengan berdasarkan tahap perkembangan tubuh berdasarkan tahap
mengungkapkan perasaan negative kriteria hasil: perkembangan
tentang perubahan tubuh, dan 1. Verbalisasi perasaan negative 2. Monitor frekuensi pernyataan kritik 2. Untuk mengetahui frekuensi
mengungkapkan kekhawatiran pada tentang perubahan tubuh (4) terhadap diri sendiri pernyataan kritik terhadap diri
penolakan/reaksi orang lain. 2. Verbalisasi kekhawatiran pada sendiri
(D.0074) penolakam/reaksi oranglain (4) 3. Monitor apakah pasien bisa melihat 3. Untuk mengetahui pasien bisa
3. Verbalisasi perubahan gaya hidup bagian tubuh yang berubah melihat tubuh mana berubah

26
Kategori : Psikologis (4) Teraupetik Terapeutik
Subkategori : Integritas Ego 4. Menyembunyikan bagian tubuh 4. Diskusikan perubahan tubuh dan 4. Memberitahukan kepada pasien,
berlebihan (4) fungsinya setiap hari tubuh kita akan
Definisi mengalami perubahan ada yang
Perubahan persepsi tentang Keterangan kita sadari dan kita tidak
penampilan, struktur dan fungsi fisik 1. Meningkat disadari
individu. 2. Cukup meningkat 5. Diskusikan perbedaan penampilan 5. Harga diri menunjukan
3. Sedang fisik terhadap harga diri keputusan yang di ambil
Penyebab 4. Cukup menurun seseorang apakah dia menilai
1. Perubahan struktur/bentuk tubuh 5. Menurun dirinya secara positif, negatif
(mis, luka bakar, jerawat) dan netral dalam suatu wadah
2. Efek tindakan atau pengobatan konsep diri.
(mis. kemoterapi, terapi radiasi) 6. Diskusikan kondisi stress yang 6. Citra tubuh merupakan
mempengaruhi citra tubuh (mis. penilaiann seseorang kepada
Gejala dan Tanda Mayor luka, penyakit) kita yang termanivestasi dalam
Subjektif bentuk persepsi, pikiran dan
- perasaan yang mengarah kepada
Objektif perilaku mununjukam
1. Fungsi/struktur tubuh berubah penampilan fisik.
Edukasi Edukasi
Gejala dan Tanda Minor 7. Jelaskan pada keluarga tentang 7. Perubahan citra tubuh ada
Subjektif perawatan perubahan citra tubuh positif dan negatif, citra tubuh
1. Mengungkapkan perasaan positif merupakan suatu persepsi
negative tentang perubahan yang benar tentang bentuk
tubuh individu, individu melihat
2. Mengungkapkan kekhawatiran tubuhnya sesuai dengan kondisi
pada penolakkan/reaksi orang yang sebenarnya. Citra tubuh
lain negatif merupakan perasaan

27
Objektif yang bertentangan dengan
1. Menghindari, melihat dan/atau kondisi individubyang
menyentuh bagian tubuh. sebenarnya.
2. Focus erlebihan pada perubahan 8. Latih peningkatan penampilan diri8. Untuk membangkitkan rasa
tubuh (mis. berdandan) percaya diri pasien
9. Latih pengungkapan kemampuan 9. Agar pasien bisa di ajak
Kondisi Klinis diri keapda orang lain maupun bersosialisasi dengan orang lain
- kelompok.
5. Defisit pengetahuan b.d kekeliruan Tingkat Pengetahuan Edukasi Perawatan Kulit Edukasi Perawatam Kulit
mengikuti anjuran, kurang terpapar Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi
informasi, kurang mampu menginat keperawatan selama 3 x 24 jam maka 1. Identifikasi kesiapan dan 1. Untuk mengetahui sampai
d.d menanyakan masalah yang Tingkat Pengetahuan meningkat kemampuan menerima informasi dimana kesiapan dan
dihadpi, menunjukkan perilaku yang dengan kriteria hasil: kemampuan menerima
tidak sesuai anjuran, dan 1. Perilaku sesuai anjuran (5) informasi pasien
menunjukkan persepsi yang 2. Verbalisasi minat belajar (4) Teraupetik Terapeutik
keliru.(D.0111) 3. Kemampuan menjelaskan 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan 2. Untuk mengubah perilaku
pengetahuan tentang suatu topic (4) sesuai kesepakatan pasien
Kategori : Perilaku Edukasi Edukasi
Subkategori : Penyuluhan dan Keterangan 3. Anjurkan menggunakan tabir surya 3. Untuk melindungi bahaya dari
pembelajaran 1. Menurun saat berada diluar ruangan sinar matahari
2. Cukup menurun 4. Anjurkan minum cukup cairan 4. Untuk menjaga kelembapakn
Definisi 3. Sedang kulit
Ketiadaan atau kurangnya informasi 4. Cukup meningkat 5. Anjurkan mandi dan menggunakan 5. Untuk menjaga kesehatan kulit
kognitif yang berkaitan dengan topic 5. Meningkat sabun secukupnya dan menghindari dari masalah
tertentu. pada kulit
6. Anjurkan menggunakan pelembab 6. Untuk mengatasi agar supaya
Penyebab kulit tidak kering
1. Keterbatasan kognitif

28
2. Gangguan kognitif
3. Kekeliruan mengikuti anjuran
4. Kurang terpapar informasi
5. Kurang minat dalam belajar
6. Kurang mampu mengingat
7. Ketidaktahuan menemukan
sumber informasi

Gejala dan Tanda Mayor


Subjekif
1. Menanyakan masalah yang
dihadapi
Objektif
1. Menunjukkan perilaku tidak
sesuai anjuran
2. Menunjukkan persepsi yang
keliru terhadap masalah

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Menjalani pemeriksaan yang
tidak tepat
2. Menunjukkan perilaku
berlebihan (mis. apatis,
bermusuhan, agitasi, hysteria)
Kondisi Klinis : -

29
LAMPIRAN PATHWAY

ETIOLOGI DERMATITIS

Faktor Eksogen Faktor Endogen

Karakteristik bahan kimia Faktor genetik, jenis kelamin, usia, ras, lokasi
dan karakteristik paparan kulit, personal hygine, dan penggunaan APD

DERMATITIS

↑ Produksi Ig E DX : DEFISIT
PENGETAHUAN
Melekat pada sel mast

Sel mast melepaskan


senyawa kimia,
histamin

Reaksi hipersensitivitas

Pruritus Kelembaban kulit ↓

Kelainan kulit akibat Reaksi menggaruk Kulit mengering


kerusakan sel berlebih
Perubahan warna kulit
Merusak lapisan DX : GANGGUAN (rusaknya produksi
epidermis RASA NYAMAN melanin)

Lesi pada kulit DX : GANGGUAN


CITRA TUBUH
DX : GANGGUAN Lapisan epidermis
INTEGRITAS KULIT terbuka

Invasi bakteri

DX : RISIKO
INFEKSI

30
BAB IV
TELAAH JURNAL

4.1 Jurnal I Internasional :


New and developing therapies for atopic dermatitis
Dermatitis atopik (AD) adalah penyakit kulit inflamasi kronis yang
sangat umum yang menyerang hingga 20% anak-anak dan 10% orang dewasa
di negara industri. Gambaran klinis DA termasuk eritema, edema,
likenifikasi, eksoriasi, dan pengerasan kulit. Pruritus adalah tanda penting dan
dominan dari DA dan menghasilkan komorbiditas seperti kurang tidur dan
tekanan psikologis, menciptakan beban penyakit berkelanjutan untuk pasien.
Patogenesis AD tidak dijelaskan dengan jelas, meskipun cacat sawar kulit dan
respons imun yang berubah menjadu sebagai komponen pemicu dalam
perkembangan penyakit. Faktor genetik dan lingkungan sangat
mempengaruhi timbulnya AD. Prevalensi penyakit meningkat di negara-
negara berkembang, terutama di daerah perkotaan. Akibat dari banyak faktor
ini, AD menunjukkan heterogenitas yang signifikan dalam fenotipe penyakit,
usia onset, keparahan klinis, persistensi, komorbiditas dan respons terhadap
terapi. Terlepas dari peningkatan pemahaman kami tentang jalur molekuler
pada AD, kebanyakan terapi tradisional tidak didasarkan pada pemahaman
mekanistik ilmiah. Strategi manajemen AD sangat bergantung pada
keparahan penyakit saat ini dan masa lalu, bersama dengan komorbiditas.
Hambatan epidermal memainkan peran penting dalam inisiasi penyakit
eksim.
Emolien telah terbukti mengurangi angka kejadian dermatitis atopik, dan
sama efektifnya dengan kortikosteroid topikal (TCS) dengan potensi rendah.
Tujuan terapi utama adalah pengurangan pruritus dan peradangan kulit dan
pencegahan flare, sambil meminimalkan efek samping. Manajemen dapat
menjadi sulit dan memakan waktu, membutuhkan pendekatan multidimensi
yang mencakup pendidikan pasien / orang tua, penghapusan faktor yang
memperburuk, pemulihan fungsi epidermal dan penghalang kulit,

31
dikombinasikan dengan berbagai terapi farmakologis tergantung pada tingkat
keparahan penyakit.
Dermatitis atopic ringan, biasanya berhasil dikelola dengan kombinasi
TCS dan rekomendasi umum seperti pelembab, mencegah panas dan
berkeringat dan mengurangi tekanan psikologis. Terapi sistemik yang baru
muncul adalah
1. Anti-IL-4 dan IL-13 (Dupilumab)
Dupilumab adalah antibodi monoklonal yang sepenuhnya
menargetkan subunit alfa reseptor IL-4 untuk memblokir pensinyalan IL-4
dan IL-13. Percobaan fase I dan II awal menunjukkan keefektifannya
dalam meningkatkan gejala pasien dewasa dengan DA dalam dosis yang
tergantung. Sebuah studi mendalam tentang kulit lesional dan non-lesional
selama terapi dupilumab menemukan bahwa memodulasi IL-4 / IL -13
pensinyalan melalui antagonisme IL-4Rα pada pasien dengan AD
memiliki peningkatan transkripom AD yang signifikan secara statistik dan
tergantung dosis setelah 4 minggu pengobatan, dibandingkan dengan
plasebo. untuk aktivasi sel T, sel dendritik, eosinofil, jalur inflamasi, dan
sitokin tipe 2. Dengan menggunakan microarray dan RT-PCR kuantitatif,
mereka menunjukkan bahwa gen yang bertanggung jawab atas hiperplasia
epidermal (gen S100A dan K16) juga diturunkan regulasinya oleh
dupilumab. juga dapat mengembalikan fungsi sawar kulit sebagai akibat
dari peningkatan signifikan pada tingkat produk claudin, loricrin, filaggrin
dan lipid. Hasil ini menunjukkan wawasan baru yang menjanjikan tentang
peran sitokin tipe 2 pada AD dan menunjukkan bahwa penghambatan IL-4
/ IL-13 memiliki potensi untuk membalikkan beberapa kerusakan
molekuler pada pasien dengan AD. Pada bulan Maret 2017, FDA
menyetujui penggunaan dupilumab untuk pengobatan orang dewasa
dengan AD sedang hingga berat yang tidak cukup terkontrol dengan terapi
resep topikal atau yang perawatannya tidak sesuai. Dosis awal yang
direkomendasikan adalah 600 mg (dua 300 mg injeksi subkutan) diikuti
300 mg yang diberikan setiap minggu.

32
2. Anti IL-13 (Lebrikizumab / Tralokinumab)
Tralokinumab adalah antibodi monoklonal manusia yang juga
menargetkan IL-13. Penelitian yang sedang berlangsung telah
menunjukkan beberapa peningkatan pada dosis yang lebih tinggi, tetapi
terapi TCS pada kelompok plasebo, mirip dengan uji lebrikizumab, juga
kemungkinan menumpulkan signifikansi statistik. Singkatnya, blokade IL-
13 sendiri tampaknya memiliki efek tetapi menafsirkan hasil uji coba
lebrikizumab dan tralokinumab dikaburkan oleh latar belakang
penggunaan TCS yang berat. Tidak diketahui apakah ukuran efek
pemblokiran IL-13 saja akan serupa dengan IL-4 / IL-13 dual blockade
sampai penelitian lebih lanjut dilakukan.
3. Inhibitor PDE4 (Apremilast)
Apremilast adalah inhibitor PDE4 oral yang disetujui oleh FDA untuk
pengobatan penyakit paru obstruktif, psoriasis plak, dan radang sendi
psoriatik. Keamanan dan kemanjurannya pada pasien dewasa AD
diselidiki dalam studi percontohan label terbuka yang menunjukkan
pengurangan pruritus dan DLQI (Indeks Kualitas Hidup Dermatologi)
yang signifikan dan analisis juga mengungkapkan perubahan dalam jalur
respons imun. Sejak itu, penggunaannya yang sukses dalam kronis , AD
parah, dan bandel gangguan eksim dan telah dilaporkan, tetapi studi
terkontrol acak yang lebih besar diperlukan. 22
4. Anti-IL-31 (Nemolizumab) IL-31
Nemolizumab adalah produk sel Th-2 yang diyakini sebagai sitokin
inflamasi pruritogenik utama. Ia juga memperkuat sekresi sitokin
proinflamasi, mengganggu fungsi penghalang epidermal dengan
mempengaruhi diferensiasi terminal epidermis dan konstituen lipid, dan
baru-baru ini ditemukan untuk mengaktifkan kaskade transduksi sinyal,
seperti jalur JAK-STAT. Oleh karena itu, dihipotesiskan bahwa memblokir
IL-31 atau reseptornya akan efektif dalam pengobatan pasien dengan AD.

33
4.2 Jurnal II Nasional :
Perbandingan Efektivitas Krim Metronidazol 1% dan Krim
Ketokonazol 2% pada Dermatitis Seboroik di Wajah
Dermatitis seboroik (DS) merupakan penyakit inflamasi kronis,
kambuhan dan superfisial, ditandai papul, eritem dan skuama pada scalp,alis
mata, telinga, garis nasolabial, dada, punggung dan daerah fleksural
yang banyak kelenjar sebaseus. Perjalanan penyakit DS yang rekuren
memerlukan pengobatan periodik untuk menjaga agar penyakit tetap pada
fase remisi. Pengobatan DS dapat terjadi resisten dan dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien, terutama jika lesi DS ditemukan pada
wajah. Tujuan utama terapi DS adalah mengontrol gejala, sehingga
pengobatan DS cenderung fokus pada agen antiinflamasi. Ketokonazol
merupakan pengobatan standar DS yang sudah banyak diteliti dan
telah diketahui efikasi serta keamanannya untuk terapi topikal DS.
Ketokonazol topikal memiliki efek antijamur terhadap Malassezia sp.
namun efek antiinflamasi setara dengan krim hidrokortison 1%
(antiinflamasi ringan).
Metronidazol topikal telah banyak digunakan untuk terapi rosasea
yang sering sensitif terhadap beberapa sediaan topikal. Efikasi dan
keamanan serta efek antiinflamasi metronidazol topikal sudah banyak
dilaporkan pada pasien rosasea, sehingga metronidazol dapat
dipertimbangkan sebagai terapi alternatif untuk kondisi inflamasi pada DS.
Krim ketokonazol 2% telah banyak digunakan untuk pengobatan
DS dan terbukti memberikan efek klinis yang baik. Efek antijamur
ketokonazol dapat mengurangi jumlah yeast Malassezia. Selain itu,
ketokonazol dapat memblok sintesis leukotrien B4 (LTB4) melalui
hambatan terhadap 5-lipoxygenase, yang mempengaruhi jalur utama
inflamasi kronik. Metronidazol topikal merupakan derivat imidazol yang
diklasifikasikan sebagai agen antiprotozoa dan antibakteri jika
digunakan secara oral atau parenteral.

34
Berdasarkan hasil tersebut baik krim metronidazol 1% dan krim
ketokonazol 2% sama efektif dalam hal menurunkan skor SASI-F
pada DS di wajah, dengan angka kesembuhan pada tiap kelompok
sebanding atau tidak berbeda. Penelitian lebih lanjut disarankan
pengambilan sampel dengan cara random sampling, pengamatan lanjut
lebih lama serta menambahkan penilaian subjektif dari pasien mengenai
perbaikan klinis dan kenyamanan pasien terhadap obat topikal yang
digunakan.
4.3 Jurnal III Nasional
Efektivitas Gel Lidah Buaya (Aloe Vera) Terhadap Penyembuhan
Ketombe Kering
Ketombe kering terjadi hampir pada separuh penduduk usia bayi sampai
lansia tanpa memandang jenis kelamin dan sosial budaya. Menurut Al-Iraqi
(2010) setidaknya ada 60% dari total populasi penduduk Amerika dan Eropa
mengalami masalah ketombe. Senada dengan teori tersebut tingginya
penderita ketombe dinyatakan E Arundhina (2014) bahwa ketombe
merupakan bentuk ringan dari dermatitis seboroik yang dijumpai sekitar 15-
20% dari angka populasi. Ketombe merupakan suatu kondisi kelainan pada
kulit yang sangat umum terjadi, sehingga dikatakan bahwa banyak orang
pernah mengalaminya, terutama di daerah tropis dan bertemperatur tinggi
seperti di Indonesia (Wolff, Klaus dkk, 2005).
Menurut Obi (2015) lidah buaya bermanfaat dan berkhasiat untuk
kesehatan dan kecantikan. Lidah buaya (Aloe vera) sudah dikenal sebagai
tanaman herbal yang digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam
penyakit atau untuk perawatan kecantikan. Bahkan banyak sekali
produkproduk kesehatan dan kecantikan modern yang memanfaatkan ekstrak
lidah buaya dalam produknya . Selain itu lidah buaya juga bermanfaat untuk
rambut dan kulit kepala,yakni: kondisoner rambut, mencegah kebotakan,
pelembab alami, menghilangkan ketombe, dan mengurangi luka bakar.
Menurut Aditya (2008) daun lidah buaya dapat berfungsi sebagai anti
inflamasi, anti jamur, anti bakteri dan regenerasi sel. Kandungan zat kimia

35
dalam daun lidah buaya yang berefek anti fungi sebagai berikut : Saponin
menunjukkan efek anti fungi, anti bakteri, anti inflamasi, dan mempunyai
efek sitotoksik. Sedangkan flavonoid mempunyai efek anti inflamasi, anti
bakteri, anti fungi, anti viral, anti cancer, dan anti oksidan.
Dibuktikan pada penelitian ini bahwa ketombe kering sesudah diberi gel
lidah buaya (aloe vera) mengalami penurunan tanda gejala seperti
berkurangnya luas rasa gatal, serpihan putih, dan kemerahan sekitar rasa
gatal. Tetapi sebagian kecil responden mengalami peningkatan tanda gejala.
Hal tersebut dikarenakan responden tidak memperhatikan prosedur
pengobatan seperti responden memakai jilbab lebih dari 12 jam perhari.
Sedangkan pada penelitian Avissa (2014), pemakaian jilbab lebih dari 12 jam
perhari adalah salah satu faktor penyebab ketombe kering.
Berdasarkan teori di atas gel lidah buaya (aloe vera) pada penelitian ini
mampu menurunkan luas rasa gatal sebanyak 8 skor, serpihan putih pada kulit
kepala sebanyak 6 skor, dan kemerahan sekitar rasa gatal sebanyak 5 skor.
Ketombe kering bisa muncul kapan saja. Ketombe kering juga kadang
bersifat hilang dan timbul secara tiba-tiba. Ketombe kering yang dibiarkan
terus menerus dapat merusak kulit kepala, sehingga terjadi rontoknya rambut
kepala serta timbul ketidaknyaman pada penderita. Oleh sebab itu sebaiknya
segera dilakukan penanganan menurunkan tanda gejala ketombe kering yang
tepat dengan menggunakan perawatan non farmakologis seperti pemberian
gel lidah buaya (Aloe vera), mengingat terapi ini mudah dilakukan dan tidak
memiliki efek toksik pada kulit, serta bahan yang digunakan cukup mudah
didapatkan di sekitar lingkungan.
4.4 Jurnal IV Nasional
Terapi Lintah Sebagai Alternatif Pengobatan pada Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik (DA) merupakan salah satu penyakit kulit yang
disebabkan oleh reaksi alergi tubuh. Reaksi alergi pada kulit ini juga dikenal
sebagai eksim atau eksim atopik. Penyakit ini dapat timbul pada semua usia,
namun lebih sering pada anak-anak. 1 Prevalensi penyakit ini sekitar 2%

36
sampai 5% (pada anak dan dewasa muda sekitar 15%), dermatiits atopik
adalah salah satu penyakit yang paling sering terjadi.
Terapi farmakologi pada DA adalah pemberian kortikosteroid topikal
yang berfungsi sebagai anti inflamatorik dan bereaksi pada berbagai sel imun
seperti limfosit T monosit, makrofag, dan sel dendritik. Pada pengobatan
dengan kortikosteroid topikal, terdapat efek samping yang dapat timbul antara
lain efek pada kutaneus yaitu purpura, teleangiektasia, striae, hipertrikosis
fokal, dan timbulnya jerawat. Efek samping yang lain yaitu menurunnya
kemampuan penyembuhan dan re-epitelisasi kulit. Selain kortikosteroid
topikal, inhibitor kalsineurin topikal juga dapat diberikan pada pasien. Obat
ini bekerja sebagai penghambat aktivasi sel T yang bergantung dengan
kalsineurin, memblok produksi sitokin proinflamatorik dan mediator reaksi
inflamasi pada DA. Namun, pemberian obat ini juga dapat menimbulkan efek
samping yaitu sensasi rasa terbakar dan sengatan pada kulit. Dermatitis
kontak alergika serta erupsi granulomatosa dapat terjadi akibat penggunaan
agen ini. Penggunaan obatobatan farmakologi seringkali mengalami relaps
dan rekuren hingga akhirnya menjadi DA yang kronis.
Dalam melakukan pengobatan pada DA terdapat salah satu alternatif
terapi diluar terapi farmakologi yaitu dengan menggunakan lintah.
Penggunaan lintah menjadi pilihan untuk menghindari efek samping dari
penggunaan obat-obatan yang biasa diberikan. Terdapat beberapa penelitian
yang telah membutikan bahwa terapi lintah pada DA menunjukkan hasil yang
cukup baik dan dapat meningkatkan kualitas hidup dari pasien.
Saat lintah diaplikasi pada kulit, lintah akan menggigit dan mengeluarkan
saliva yang menginduksi anestesi lokal dan vasodilatasi sehingga lintah mulai
menghisap darah. Beberapa substansi akan dilepaskan untuk mencegah proses
pembekuan darah yaitu hirudin yang merupakan inhibitor trombin alami
dengan efek paling kuat. Hirudin bekerja sinergis dengan inhibitor faktor Xa
seperti antistasin dan ghilanten yang juga ditemukan di kelenjar saliva. Kalin
merupakan inhibitor adesi dan aktivasi platelet. Hialuronidase berfungsi
untuk membantu komponen aktif pada saliva menyebar di jaringan.

37
Destabilase melarutkan fibrin. Bdellin, eglins dan hirustatin merupakan
substansi anti inflamatorik yang mempunyai aktivitas inhibitor protease.
Terdapat banyak sekali neurotransmiter seperti dopamin atau serotonin pada
saliva yang dapat mengurangi persepsi nyeri pada hospes. Asetilkolin bekerja
sebagai vasodilator.5 Selain substansi aktif dari lintah yang telah disebutkan,
bioaktif alkaloid dari lintah diinokulasi ke sirkulasi darah dan berperan
sebagai anti inflamasi. Terapi lintah merupakan salah satu terapi yang baik
untuk membuang toksin, alergen, dan darah kotor yang statis pada area lesi.
Konstituen anti inflamatorik dan antihistamin pada saliva lintah meredakan
reaksi radang pada eksim atopik.
Terdapat tiga tahap dalam aplikasi lintah saat melakukan terapi yaitu
prosedur preoperatif, prosedur operatif, dan prosedur pasca operatif. Pada
prosedur pre-operatif, Lintah yang tidak berbisa diambil dari sumber air segar
dan disimpan pada pot khusus berisi air. Ukuran lintah yang digunakan,
dipilih berdasakan ukuran lesi DA. Pasien berada pada posisi yang nyaman
bergantung dengan lokasi lesi. Pada prosedur operatif, lesi dibersihkan
dengan air bersih dan dikeringkan dengan kain bersih. Lintah yang aktif
diaplikasikan pada daerah lesi. Kemudian, posisi lintah menjadi elevasi pada
lengkungan leher yang menandakan mereka sedang menghisap darah. Setelah
lintah berhasil menggigit bagian lesi, percikkan air secara reguler dengan air
dingin. Saat lintah terlepas dari daerah lesi yang telah digigit setelah lintah
menghisap darah yang telah rusak. Jika pasien mengeluh nyeri dan gatal,
lintah dapat dilepaskan dengan memberikan garam. Prosedur pasca operatif
dilakukan dengan membersihkan luka dengan antiseptik dan membalutnya
dengan perban steril untuk mencegah perdarahan sekunder. Frekuensi aplikasi
lintah bervariasi tergantung dengan jenis penyakit dan tingkat keparahan
penyakit.

38
4.5 Jurnal V Nasional
Formulasi Bedak Tabur Dari Ekstrak Lengkuas Merah (Alpinia
purpurata K. Schum)
Penyakit kulit sering dianggap tidak berbahaya dan tidak menyebabkan
kematian. Namun jika dibiarkan dapat menyebabkan penyakit tersebut
semakin menyebar dan sulit untuk diobati. Upaya mengurangi morbiditas
penyakit kulit adalah dengan mencari alternatif pengobatan lain, seperti obat
herbal. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan
herbal adalah lengkuas merah (Alpina Purpurata K. Schum) (Kainsa dan
Reena, 2012).
Bagian tanaman dari lengkuas merah (Alpinia purpurata K. Schum) yang
sering digunakan adalah rimpang. Rimpang lengkuas mengandung minyak
atsiri yang terdiri dari metilsinamat, sineol, kamfer, δpinen, galangin, dan
eugenol. Rimpang lengkuas juga mengandung kamfor, galangol, seskuiterpen
dan kristal kuning. Selain itu, rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K.
Schum) mengandung senyawa flavonoid, kaempferol-3-rutinoside dan
kaempferol-3oliucronide (Victorio dkk., 2009).
Hasil penelitian Hezmela (2006), menyatakan bahwa ekstrak lengkuas
merah dapat menghambat pertumbuhan jamur penyebab penyakit kulit. ada
beberapa bentuk sediaaan ekstrak lengkuas merah yang dapat menghambat
pertumbuhan dari 5 (lima) jenis jamur, yaitu: Trichophyton rubrum,
Trichophyton ajelloi, Trichophyton mentagrophyton, Mycroporum gypseum,
dan Pityrosporum ovale (Handajani & Tjahjadi, 2008). Salah satu produk
dari berbagai bentuk sediaan yang belum dikembangkan dari lengkuas merah
(Alpinia purpurata K.Schum) ialah bedak tabur. Bedak tabur, walaupun
kurang lama bertahan di kulit, cocok untuk kulit berminyak jika dibandingkan
dengan bedak padat (Retno dan Fatma, 2007). Serbuk tabur (Pulvis
adspersorius) adalah serbuk ringan, bebas dari butiran kasar untuk
mempercantik muka atau obat kulit yang biasanya untuk menyerap air dan
keringat dimaksudkan untuk obat luar. Umumnya dikemas dalam wadah yang
bagian atasnya berlubang halus untuk memudahkan penggunaan pada kulit

39
(Anief, 2005). Dalam penelitian ini bedak tabur (loose powder) yang
dihasilkan akan memiliki keunggulan tambahan yaitu mengobati gatal-gatal
pada kulit dengan penambahan ekstrak lengkuas merah (Alpinia purpurata
K.Schum). Sehubungan dengan adanya efek farmakologi dari rimpang
lengkuas merah (Alpinia purpurata K. Schum) yang mempunyai daya
antijamur, antibakteri, dan dapat digunakan untuk mengobati penyakit kulit,
maka perlu dilakukan penelitian tentang formulasi bedak tabur dari ekstrak
etanol rimpang lengkuas merah (Alpinia purpurata K. Schum). Harapan
kedepan dapat diperoleh sediaan bedak tabur (loose powder) yang berkhasiat
sebagai obat gatal dari ekstrak lengkuas merah (Alpinia purpurata K.
Schum).

40
BAB III
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Dermatitis adalah peradangan pada kulit (inflamasi pada kulit) yang
disertai dengan pengelupasan kulit arid an pembentukan sisik. Jadi dermatitis
adalah peradangan kulit yang ditandai oleh rasa gatal. Penyebab dermatitis
sampai sekarang belum bisa di pastikan, karena ada beberapa klasifikasi
dermatitis yang belum bisa diketahui penyebabnya
Pengobatan dermatitis lebih efektif jika di cegah ketika sudah
mengetahui bahwa kita memiliki alergi terhadap sesuatu sehingga terjadi
dermatitis. Pencegahan dermatitis bisa dimulai dari diri kita sendiri dimana
dengan menjaga personal hygine masing-masing, menggunakan pelembab
sepanjang hari dan lainnya.
5.2 SARAN
Untuk Pembelajaran Kita semua bahwa menjaga kebersihan tubuh
terutama kulit. Guna terhindar dari penyakit kulit berbahaya., salah satu
contoh penyakit kulit yaitu dermatitis. Untuk itu selalu jaga kebersihan tubuh

41
DAFTAR PUSTAKA

Adhi,Djuanda. 2015. Askep Dermatitis. Dapat diakses melalui


http://www.academia.edu/36319367/LAPORAN_PENDAHULUAN_DER
MATITIS. (Diakses pada 24 Oktober 2019 pukul 15:25 WITA)

Dewi Puspita Ningrum, Hery Ernawati, Laily Isro'in. 2018. Efektivitas Gel Lidah
Buaya (Aloe Vera) Terhadap Penyembuhan Ketombe Kering. Penerbitan
Artikel Ilmiah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Vol 2, No
2 (2018). ISSN 2598-1188 (Print), ISSN 2598-1196 (Online). DOI
: 10.24269/hsj.v2i2.158. di akses melalui : http://studentjournal.umpo.ac.id/i
ndex.php/HSJ/issue/view/25

Iffat Taqiyyah, Dwi Indri Anggraini. 2017. Terapi Lintah Sebagai Alternatif
Pengobatan pada Dermatitis Atopik. Jurnal Medula, Vol 7, No 5 (2017).
Diakses melalui : http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article
/view/2003

Tamar Hajar, João Renato Vianna Gontijo, Jon M. Hanifin. 2018. New and
developing therapies for atopic dermatitis. Journal by Anais Brasileiros de
Dermatologia, An Bras Dermatol. 2018 jan-feb ; 93 (1) : 104-7, DOI :
10.1590/abd1806-4841.20187682, PMCID: PMC5871372, PMID:
29641707. Di akses melalui : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/P
MC5871372/pdf/abd-93-01-0104.pdf

Thaha, M. Athuf. 2015. Perbandingan Efektivitas Krim Metronidazol 1% dan


Krim Ketokonazol 2% pada Dermatitis Seboroik di Wajah. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan, Volume 2, Nomor 2, April 2015 : 105-110,
ISSN 2406-7431. Di akses melalui : http://eprints.unsri.ac.id/5576/

42
Ulik Alta, Galih Pratiwi, Linda Yuli Sari. 2019. Formulasi Bedak Tabur Dari
Ekstrak Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K. Schum). Jurnal ‘Aisyiyah
Medika, Volume 4, Nomor 3, Agustus 2019. Di akses
melalui : http://www.jurnal.stikes-aisyiyah-
palembang.ac.id/index.php/JAM/article/viewFile/204/183

Widi,Ari. 2016. Askep Dermatitis. Dapat diakses melalui


http://www.academia.edu/36319367/LAPORAN_PENDAHULUAN_DER
MATITIS. (Diakses pada 24 Oktober 2019 pukul 16:10WITA)

William & Wilkins. 2011. Nursing : Memahami berbagai macam penyakit.


Diterjemahkan oleh Paramita cetakan I 2011, ISBN : 11-58255-665-2.
Permata putrid media Jl. Topaz Raya C2 No. 16 kembang utara : Jakarta
Barat.

43

Anda mungkin juga menyukai