Echinococcus Granulosus
Echinococcus Granulosus
Echinococcus Granulosus
BIOMEDIK II
“ Echinococcus Granulosus”
Disusun oleh :
Christina Theresa Dumgair (18111101012)
Enda Fadila Mokodompit (18111101021)
Nathaly Ivana Takasili (18111101020)
Farah Umaina Kobandaha (18111101027)
Anastasia V. Tampemawa (18111101043)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa saya juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak lain.
Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
2.1 ETIOLOGI
Disebabkan oleh paling sedikitnya 9 (sembilan) galur cacing Echinococcus granulosus yang
berbeda secara biologik serta beberapa spesies lain dari Echinococcus. Cacing dewasa hidup dalam
usus kecil mamalia dan larva pada jaringan inangnya, cacing dewasa berbentuk gilik, kecil, panjang
2,1-5,0 H, biasanya hanya terdiri dari 3 proglotid, lebar 33,2-39,8 u, telur cacing menyerupai telur
Taenia dan ukurannya 32-36 H x 25-30 u.
Parasit cacing pita dewasa berukuran kecil dengan panjang 3-6 mm, dan berada di usus kecil.
Cacing yang tersegmentasi terdiri dari scolex dengan pengisap dan kait yang memungkinkan
keterikatan pada dinding mukosa, Lehernya pendek menghubungkan kepala dan proglotid dengan
segmen tubuh cacing telur, dan kemudian dikeluarkan bersama feses
2.2 EPIDEMIOLOGI
1. Siklus hidup
2. Spesies Rentan
Spesies yang rentan terhadap penyakit ini adalah anjing, babi, sapi, kambing domba, unta, kuda,
rusa, kijang, kelinci, tikus biasa/puth. dan manusia.
Echinococcus granulosus menyerang pada anjing, anjng hutan, serigala, domba, babi, rusa,
herbivora liar. Sedangkan E. multiocularis hanya menyerang rubah, anjing dan serigala.
3. Pengaruh Lingkungan
Telur Echinococcus granulosus. atau cacing hidatida tahan suhu di bawah titik beku. Dalam suatu
percobaan, telur yang disimpan pada suhu -50°C selama 24 jam masih dapat menginfestasi mencit
Telur yang disimpan pada suhu -30°c viabilitasnya lebih tinggi dan masih infektif. Viabilitas pada
suhu di bawah titik beku, umumnya berhubungan dengan kemampuan hidup karena hilangnya
sebagian besar air intraseluler
4. Sifat Penyakit
Inang definitif cacing Echinococcus granulosus adalah anjing. infestasi terjadi akibat memakan
bagian viscera (jeroan) domba dan ruminansia lainnya yang sudah mengandung kista.
6. Distribusi Penyakit
Penyakit hidatidosa tidak seperti penyakit parasit lainnya. Penyebaran penyakit ini lebih
menonjol di belahan bumi utara. Infeksi manusia adalah yang paling umum dan pada domba seperti di
Australia dan Selandia Baru, Inggris dan seluruh Eropa, Timur Tengah, Rusia, Cina Utara dan Jepang.
Di Amerika penyakit ini terutama terjadi di negara-negara Cone Selatan seperti Argentina, Uruguay
dan Chili, dan juga terjadi di Alaska dan Kanada.
Alveolar hydatid (E multoculanis) adalah penyakit yang kurang luas distribusinya, dengan
distribusi lebih besar pada reservoir inang anjing serigala, rubah dan kucing. Penyakit ini terutama
terjadi di bagian Utara dan tengah Eropa, Alaska, dan Kanada.
Penyebaran infeksi Echinococcus tergantung pada kehadiran anjing dan rubah sebagai inang
definitif, inang perantara rentan seperti domba. kambing dan babi, lingkungan yang memungkinkan
kelangsungan hidup telur dan padat penduduknya serta tinggal berdekatan dengan hewan peliharaan.
Penyakit hidatidosa disebabkan oleh tahap larva dari parasit mulai dari yang paling
ringan tanpa menunjukan gejala klinis hingga berakibat fatal. Keparahan tergantung pada
lokasi dan ukuran kista. Gejala klinis terjadi ketila kista hidatidosa tumbuh dan menyebabkan
nekrosis pada jaringan sekitarnya.
Presentase kasus yang menyerang di hati sekitar 75% dengan gejala perut nyeri
adanya massa di hati dan obstruksi saluran empedu. Kejadian di paru 22% dengan gejala
nyeri di dada, batuk dan hemoptysis. Sedangkan kejadian di rongga perut/panggul, limpa,
ginjal dan jantung sekitar 6%.
Gejala klinis penyakit pada hewan tidak spesifik. Pecahnya kista pada manusia dapat
menyebabkan reaksi toksik seperti gatal atau bintik merah, kulit kemerahan, demam,
pernafasan pendek, sianosis, muntah, diare, gangguan sirkulasi darah dan mati mendadak.
2. Patologi
3. Diagnose
a. Rontgen : pemeriksaan radiografi
b. USG : gambar multidimensi kista di organ dan jaringan lunak, mengidentifikasi
pasir Hidatidosa dan kalsifikasi
c. CT-Scan : mengidentifikasi kista hydatid untuk menilai efektivitas terapi-kalsifikasi
flek menunjukan degenerasi.
4. Diagnosa Banding
a. sarcosporidia pada otot (sarcocystis miesheriana)
larvanya lebih besar sehinngga Nampak jelas dengan mata telanjang.
b. Cysticercus cellulose
Larvanya lebih besar, terdapat kait dan berada di dalam jaringan ikat di antara
serabut otot.
c. Trichinosis
2.4 PENGENDALIAN
. Pengobatan
Infeksi penyakit hidatidosa pada manusia dapat dicegah melalui pemberian pemahaman
tentang resiko dan tindakan pencegahan terhadap penyakit ini secara tepat. Dalam upaya
pencegah kelanjutan siklus hidup penyakit pada peternakan dan rumah potong hewan, maka
sebaiknya tidak memberikan jeroan mentah sebagai pecan anjing dan memberlakukan
prosedur pemeriksaan daging secara menyeluruh. Selain itu, tindakan kebersihan sangat
penting dilakukan, seperti mencuci tangan sebelum makan, memeasak bahan makanan hingga
matang, dan memakai pakaian pelindung dan sarung tangan bila diperlukan untuk
menghindari kontak dengan bahan makanan yang tercemar.
Strategi pengendalian dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, yang
mencakup peningkatan akses terhadap diagnostic, pengobatan,pendidikan, akses terhadap air
bersih, memperbaiki sanitasi dan inpeksi daging.
Program yang lebih spesifik ditunjukan untuk menghilangkan E. granulosa secara
langsung dengan menggunakan obat cacing untuk membunuh cacing pita, dan pengendalikan
populsi anjing liar.
Pencegahan dilakukan dengan menjaga anjing terinfestasi serta menhindarkan tertelanya
telur cacing secara tidak sengaja, mencegah anjing makan inang antara. Sedangkan untuk
melindung manusia terhadap infeksi kista, antara lain, perlu meningkatkan kebersihan
perseorangan, menjaga kondisi anjing tetap baersih, dan tidak memelihara anjing yang
terinfeksi. Melakukan pemeriksaan daging secara rutin terhadap adanyakista cacing
Echinococcus pada saat pemotongan hewan di rumah potong hewan (RPH). Dan memasak
daging dengan merebus samapai mendidih selama 30 menit atau membekukan daging pada
suhu-35oC selama 24 jam disertai penyuluhan pada masyarakat/konsumen.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Echinococcus Granulosus menyebabkan eosinofilia (meningkatnya konsenterasi
eosinophil di dalam darah). Pecahnya kista hidatidosa sebagai akibat dari trauma atau
pembedahan sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan shock anafilaksis, reaksi alergi,
dan resiko penyebaran pasir hidatidosa yang dapat menimbulkan kista baru di seluruh tubuh
dan dapat dilakukakn dengan pemeriksaan Rontgen/ pemeriksaan radiografi ,USG gambar
multidimensi kista di organ dan jaringan lunak, mengidentifikasi pasir Hidatidosa dan
kalsifikasi , CT-Scan untuk mengidentifikasi kista hydatid untuk menilai efektivitas terapi.
Pada manusia dapat dicegah melalui pemberian pemahaman tentang resiko dan
tindakan pencegahan terhadap penyakit ini secara tepat. Dalam upaya pencegah kelanjutan
siklus hidup penyakit pada peternakan dan rumah potong hewan, maka sebaiknya tidak
memberikan jeroan mentah sebagai pecan anjing dan memberlakukan prosedur pemeriksaan
daging secara menyeluruh. Selain itu, tindakan kebersihan sangat penting dilakukan, seperti
mencuci tangan sebelum makan, memeasak bahan makanan hingga matang, dan memakai
pakaian pelindung dan sarung tangan bila diperlukan untuk menghindari kontak dengan
bahan makanan yang tercemar.
3.2 Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila
ada saran dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada kami.
Apabila terdapat kesalahan mohon dapat dimaafkan dan memakluminya, karena kami
hanya manusia biasa yang tidak luput dari salah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim 1929. "Hydatid Disease and Public Health. British Medical Journal.
2. CDC. Parasites and Health Echinococcosis. 2004.
3. Craig. PS, Rogan, MT, Campos-Ponce, M 2003. "Echinococcosis : Disease, Detection, and
Transmission" Parasitology. 127 S5-S20.
4. Elmer RN, Glehn AN 1989. Parasitologi Biologi Parasit Hewan. Edisi V. Gajah Mada Press.
Yogyakarta
5. Rosdian, 2009, Parasitologi Kedokteran, CV. YRAMA WIDYA, Bandung.
6. Anonim 1981. Pedoman Pengendalian Penyakit Hewan Menular. Jilid 1- 5. Direktorat
Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta
7. Tropical Medicine Central Resource Hydatid Disease (Echinococcosis) 2005.
8. Soulsby EJL 1974 Helminth, Arthropods and Protozoa of Domesticated Animals. Cystic
Echinococcosis and Multilocular Echinococcosis. 2006.
9. Cox, "History of Human Parasitology". Clin Microbiol Rev. 2002.
10. Parasties and Parasitological Resources. OSU. Echinococcus granulosus. Problems of Hydatid
Disease: British Medical Journal. Jan 24, 1931.