Tugas Akhir - Radhitya Pradhana - 13511051 - Teknik Sipil PDF
Tugas Akhir - Radhitya Pradhana - 13511051 - Teknik Sipil PDF
Tugas Akhir - Radhitya Pradhana - 13511051 - Teknik Sipil PDF
Radhitya Pradhana
13511051
Disusun oleh
Radhitya Pradhana
13511051
Telah diterima sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh derajat Sarjana Teknik Sipil
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Radhitya Pradhana
13511051
iii
“Dia memberikan hikmah (ilmu yang berguna) kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mendapat hikmah itu
sesungguhnya ia telah mendapat kebajikan yang banyak. Dan
tiadalah yang menerima peringatan melainkan orang-orang yang
berakal”.
(Q.S. Al-Baqarah: 269)
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat serta salam
selalu dilimpahkan kepada junjungan Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, serta
pengikut beliau hingga yaumul akhir.
Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat akademik dalam
menyelesaikan studi tingkat Strata Satu (S1) di Prodi Teknik Sipil, Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Dalam
penyusunan Tugas Akhir ini, banyak hambatan yang dihadapi penulis. Tetapi
berkat saran, dorongan serta semangat dari berbagai pihak, alhamdulillah Tugas
Akhir ini dapat diselesaikan. Berkaitan dengan hal tersebut penulis mengucapkan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Muhammad Rifqi Abdurrozak S.T., M.Eng. selaku Dosen
Pembimbing yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan selama
mengerjakan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Akhmad Marzuko, Ir., M.T., dan Ibu Hanindya Kusuma Artati, S.T.,
M.T. selaku dosen penguji.
3. Ibu Miftahul Fauziah S.T., M.T., Ph.D. selaku Ketua Prodi Teknik Sipil,
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia.
4. Bapak Albani Musyafa’, S.T., M.T., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang selalu membimbing serta memberikan banyak masukan dan
motivasi selama masa kuliah.
5. Seluruh dosen, pengajar, laboran, asisten, serta staff dan karyawan Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam Indonesia yang telah
memberikan banyak ilmu serta memfasilitasi penulis selama masa kuliah.
6. Bapak dan Ibu penulis, Bapak Harjono dan Ibu Hesti Sri Indarti, yang selalu
memberikan doa, dukungan, serta semangat tiada henti hingga selesainya
v
Tugas Akhir ini. Terima kasih atas semua kasih sayang, doa, dan kesabaran
dalam mendidik dan membesarkan penulis hingga sekarang.
7. Adik penulis, Rachmad Wisnu Riyadi, Raechan Anung Setyastomo, dan
Raisandhi Dian Amalia yang selalu memberikan dukungan selama ini.
8. Handi Muhammad, Febri Dwi Cahya, Wahyu Hadi Setiawan, Loga
Mauludvi, Rizaldi Herdiyanto, Agung Budi Haryata, Nugroho Indra Wibowo,
Taufiq Adin, Halim Indra K., dan teman-teman kontrakan “Rengasdengklok”
yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
9. Teman dekat penulis, Riandhika Yossy Kartika. Terima kasih untuk setiap
hiburan dan dukungannya sehingga penulis bersemangat dalam mengerjakan
Tugas Akhir ini.
10. Saudara-saudara Teknik Sipil 2013 “13rothers” yang telah menjadi rekan dan
saudara selama menjalani masa kuliah.
11. Teman-teman KKN Unit KL-004, Huda, Dimas, Nabil, Ilham, Ponti, Kiki,
dan Ummu. Terima kasih untuk doa dan dukungannya.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhirnya penulis berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi
berbagai pihak yang membacanya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Radhitya Pradhana
13511051
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI iii
DEDIKASI iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xiv
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN xv
ABSTRAK xviii
ABSTRACT xix
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Batasan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Tinjauan Umum 5
2.2 Lereng 5
2.3 Analisis Stabilitas Lereng 6
2.4 Geotekstil 8
2.5 Analisis Stabilitas Lereng dengan Perkuatan Geotekstil 9
2.6 Pengaruh Gempa Terhadap Stabilitas Lereng 11
2.7 Pengaruh Muka Air Tanah Terhadap Stabilitas Lereng 12
2.8 Program Geoslope Untuk Analisis Stabilitas Lereng 13
vii
2.9 Perbandingan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang
15
Akan dilakukan
BAB III LANDASAN TEORI 23
3.1 Klasifikasi Bencana Longsor 23
3.1.1 Klasifikasi Tanah Longsor 23
3.1.2 Ciri-Ciri Gerakan Tanah 27
3.1.3 Penyebab Kerusakan Lereng 28
3.2 Stabilitas Lereng 31
3.2.1 Pendahuluan 31
3.2.2 Teori Analisis Stabilitas Lereng 32
3.2.3 Analisis Stabilitas Lereng Dengan Bidang Longsor
Berbentuk Lingkaran 33
3.2.4 Analisis Stabilitas Lereng Fellenius Sliced Method 34
3.3 Geotekstil 37
3.3.1 Pendahuluan 37
3.3.2 Geotekstil Untuk Perkuatan Lereng 38
3.3.3 Perancangan Perkuatan Lereng 40
3.3.4 Analisis Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan
Geotekstil (Fellenius Sliced Method) 42
3.4 Pemetaan Pada Lereng 48
3.4.1 Tahapan Awal 48
3.4.2 Profil Memanjang dan Melintang 50
3.5 Program Geoslope 52
BAB IV METODE PENELITIAN 55
4.1 Objek Penelitian 55
4.2 Lokasi Penelitian 55
4.3 Tahap Pengumpulan Data 55
4.3.1 Data Primer 55
4.3.2 Data Sekunder 56
4.4 Tahap Analisis Data 59
4.4.1 Analisis Stabilitas Lereng Sebelum Longsor 59
viii
4.4.2 Analisis Stabilitas Lereng Kondisi Eksisting 60
4.4.3 Analisis Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan 60
4.5 Diagram Alir Penelitian 62
BAB V DATA, ANALISIS, DAN PEMBAHASAN 64
5.1 Analisis Data dan Pengukuran Lereng 64
5.2 Analisis Stabilitas Lereng Menggunakan Program Geoslope 68
5.2.1 Analisis Stabilitas Lereng Sebelum Longsor 69
5.2.2 Analisis Stabilitas Lereng Kondisi Eksisting 73
5.2.3 Analisis Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan 77
Geotekstil
5.3 Pembahasan 89
5.3.1 Perbandingan Hasil Analisis Stabilitas Lereng
Sebelum Longsor, Lereng Kondisi Eksisting, dan
Lereng Dengan Perkuatan Geotekstil 89
5.3.2 Analisis Stabilitas Lereng Perkuatan Geotekstil
Dengan Gabungan Variasi 90
5.3.3 Permasalahan Pada Penggunaan Geotekstil 91
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 93
6.1 Kesimpulan 93
6.2 Saran 94
DAFTAR PUSTAKA 95
LAMPIRAN 97
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
Gambar 4.1 Peta Lokasi 55
Gambar 4.2 Peta Zonasi Gempa Indonesia 59
Gambar 4.3 Diagram Alir Penelitian 62
Gambar 5.1 Kontur Lereng Kali Code 67
Gambar 5.2 Tampak Melintang (Cross Section) Lereng 68
Gambar 5.3 Geometri Lereng Sebelum Longsor 69
Gambar 5.4 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor
Variasi Beban Vertikal 1 70
Gambar 5.5 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor
Variasi Beban Vertikal 2 70
Gambar 5.6 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor
Variasi Muka Air 1 71
Gambar 5.7 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor
Variasi Muka Air 2 71
Gambar 5.8 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor
Akibat Gempa 72
Gambar 5.9 Geometri Lereng Kondisi Eksisting 73
Gambar 5.10 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting
Variasi Beban Vertikal 1 74
Gambar 5.11 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting
Variasi Beban Vertikal 2 74
Gambar 5.12 Hasil Analisa Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting
Variasi Muka Air 1 75
Gambar 5.13 Hasil Analisa Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting
Variasi Muka Air 2 76
Gambar 5.14 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting
Akibat Gempa 77
Gambar 5.15 Geometri Lereng Yang Akan Diperkuat 78
Gambar 5.16 Analisis Stabilitas Lereng Yang Akan Diperkuat 79
Gambar 5.17 Grafik Hasil Penentuan Nilai Kreq 79
Gambar 5.18 Grafik Hasil Penentuan Nilai L/H’ 82
xii
Gambar 5.19 Geometri Lereng Dengan Perkuatan Geotekstil 83
Gambar 5.20 Hasil Analisis Kelongsoran Lereng Dengan Perkuatan
Geotekstil Variasi Beban Vertikal 1 84
Gambar 5.21 Hasil Analisis Kelongsoran Lereng Dengan Perkuatan
Geotekstil Variasi Beban Vertikal 2 85
Gambar 5.22 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Dengan Perkuatan
Geotekstil Variasi Muka Air 1 86
Gambar 5.23 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Dengan Perkuatan
Geotekstil Variasi Muka Air 2 86
Gambar 5.24 Hasil Analisis Kelongsoran Dengan Perkuatan Geotekstil
Pada Lereng Akibat Gempa 87
Gambar 5.25 Grafik Perbandingan Faktor Keamanan Lereng 89
Gambar 5.26 Hasil Analisis Stabilitas Lereng Perkuatan Geotekstil
Dengan Gabungan Variasi 90
Gambar 5.27 Hasil Analisis Lereng Secara Keseluruhan 91
Gambar 5.28 Hasil Analisis Lereng Secara Keseluruhan Setelah
Perencanaan Ulang 92
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN
xv
ui = Tekanan Air Pori Pada Irisan Ke-i (kN/m2)
SFU = Faktor Aman Lereng Tak Bertulang
SFR = Faktor Aman Lereng Bertulang
Mr = Momen Menahan
Md = Momen Menggerakan
Ts = Jumlah Gaya Tarik Per Meter Lebar Tulangan Yang Tersedia
Untuk Seluruh Lapisan Tulangan
y = Lengan Momen Gaya Tarik Tulangan Terhadap Pusat Lingkaran
Longsor O
X = Lengan Momen Ke Pusat Berat Massa Tanah Yang Longsor (m)
cu = Kohesi Undrained (kN/m2)
ɸ’f = Nilai Sudut Gesek Dalam Tanah Urug Terfaktor (˚)
σh = Tekanan Horizontal (t/m2)
K = Nilai Koefisien Tekanan Tanah Lateral
L = Panjang (m)
Preq = Kuat Tarik Tulangan Yang Terjadi (t/m2)
Pu = Kuat Tarik Tulangan Geotekstil (t/m)
ƩV = Gaya Vertikal
Lo = Panjang Geotekstil Overlapping (m)
LB = Panjang Penjangkaran Dibawah Lereng (m)
LT = Panjang Penjangkaran Diatas Lereng (m)
H = Tinggi Lereng (m)
Hi = Tinggi Zona Ke-i (m)
q = Beban Merata (t/m2)
ɣ = Berat Volume Tanah (t/m3)
Zi = Tinggi Zona Ke-i (m)
D = Jarak Antar Alat Ke Rambu Ukur (m)
ΔH = Beda Tinggi (m)
A = Konstanta Alat
Ba = Pembacaan Benang Atas Rambu Ukur
Bb = Pembacaan Benang Bawah Rambu Ukur
xvi
Bt = Pembacaan Benang Tengah Rambu Ukur
Sv = Sudut Vertikal (˚)
H = Heling (90˚ - Sv)
Ta = Tinggi Alat (m)
BM = Bench Mark
SPT = Standart Penetration Test
DCPT = Dynamic Cone Penetrometer Test
xvii
ABSTRAK
Lereng yang berada dibantaran sungai cenderung mengalami gerusan akibat aliran air
sungai yang menyebabkan terjadinya longsoran. Diperlukannya perkuatan lereng agar dapat
meminimalisir terjadinya longsoran pada lereng bantaran sungai, salah satunya dengan perkuatan
geotekstil. Geotekstil sering digunakan dalam perkuatan lereng maupun yang lainnya seperti jalan
raya. Keunggulan dari geotekstil ini mudah dalam pelaksanaannya, dan dapat meningkatkan
stabilitas lereng secara efektif. Sebelum dilakukannya perkuatan geotekstil, perlu adanya analisis
stabilitas lereng untuk mengetahui faktor aman dari lereng tersebut.
Analisis stabilitas lereng dapat dilakukan secara manual maupun menggunakan program
komputer seperti Geoslope. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor keamanan (SF)
lereng sebelum longsor, lereng kondisi eksisting, dan lereng dengan perkuatan geotekstil
menggunakan program Geoslope. Masing-masing tinjauan menggunakan dua variasi beban
vertikal (10 kN/m3 dan 20 kN/m3), dua variasi muka air tanah (-19 m dan -16 m), dan gempa.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh faktor keamanan (SF) lereng sebelum longsor
variasi beban vertikal 1 (10 kN/m3) sebesar 1,055, variasi beban vertikal 2 (20 kN/m3) sebesar
1,040, variasi muka air tanah 1 (-19 m) sebesar 1,039, variasi muka air tanah 2 (-16 m) sebesar
0,981, dan gempa sebesar 0,861. Lereng kondisi eksisting diperoleh faktor keamanan (SF) variasi
beban vertikal 1 (10 kN/m3) sebesar 1,070, variasi beban vertikal 2 (20 kN/m3) sebesar 1,044,
variasi muka air tanah 1 (-19 m) sebesar 1,053, variasi muka air tanah 2 (-16 m) sebesar 0,952, dan
gempa sebesar 0,832. Sedangkan untuk lereng dengan perkuatan geotekstil diperoleh faktor
keamanan (SF) variasi beban vertikal 1 (10 kN/m3) sebesar 1,662, variasi beban vertikal 2 (20
kN/m3) sebesar 1,653, variasi muka air tanah 1 (-19 m) sebesar 1,623, variasi muka air tanah 2 (-
16 m) sebesar 1,567, dan gempa sebesar 1,252. Dari perencanaan lereng dengan perkuatan
geotekstil, faktor aman (SF) ≥ 1,25 yang berarti lereng stabil dan longsoran jarang terjadi.
Kata kunci: stabilitas lereng, geotekstil, Geoslope.
xviii
xix
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Lokasi
Gambar 1.1 Tebing Longsor di Desa Gondolayu, Kali Code, D.I Yogyakarta
2.2 Lereng
Chasanah (2012) menyatakan, lereng adalah suatu permukaan yang miring
dan membentuk sudut tertentu terhadap suatu bidang horizontal. Pada tempat
dimana terdapat dua permukaan tanah yang berbeda ketinggian, maka akan ada
gaya-gaya yang mendorong sehingga tanah yang lebih tinggi kedudukannya
cenderung bergerak kearah bawah yang disebut dengan gaya potensial gravitasi
yang menyebabkan terjadinya longsor.
Longsoran lereng adalah pergerakan massa tanah batuan dalam arah tegak,
mendatar, atau miring dari kedudukan semula sebagai akibat ketidakmampuan
5
6
lereng menahan gaya geser yang bekerja pada batas antara massa yang
bergerak dan massa yang stabil.
Gambar 2.1. Sketsa Gaya Yang Bekerja (τ dan s) Pada Satu Sayatan
(Sumber: Zakaria, 2009)
2.4 Geotekstil
Chasanah (2012) mengutip dari Hardiyatmo (2007), Geotekstil merupakan
material yang dibuat dari bahan terbuat dari bahan tekstil polymeric bersifat lolos
air, yang dapat berbentuk bahan nir-anyam (non woven), rajutan atau anyaman
(woven) yang digunakan dalam kotak dengan tanah atau material lain dalam
aplikasi teknik sipil. Fungsi perkuatan pada geotekstil dapat diterjemahkan
sebagai fungsi tulangan, seperti istilah pada beton bertulang. Dalam pengertian
yang identik tanah hanya mempunyai kekuatan untuk menahan tekan, tapi tidak
dapat menahan tarik. Kelemahan terhadap tarik ini dapat dipengaruhi oleh
geotekstil. Material ini dapat diletakkan di bawah timbunan yang dibangun diatas
tanah lunak, dapat digunakan untuk membangun penahan tanah, dapat pula
digunakan untuk perkuatan bahan perkerasan jalan
Djawardi (2006) didalam Chasanah (2012) menyebutkan pemilihan
geotekstil dipengaruhi dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal geotekstil terdiri dari kuat tarik geotekstil, sifat perpanjangan (creep),
struktur geotekstil, dan daya tahan terhadap faktor lingkungan, sedangkan faktor
eksternal adalah jenis bahan timbunan yang berinteraksi dengan geotekstil.
Waktu pembebanan juga mengurangi kekuatan geotekstil karena akan terjadi
degradasi pada geotekstil oleh faktor fatigue dan aging. Untuk menutupi
kekurangan tersebut, tidak seluruh kuat tarik geotekstil yang tersedia dapat
dimanfaatkan dalam perencanaan konstruksi perkuatan. Pada konstruksi lereng
dengann system perkuatan lereng, gaya yang meruntuhkan akan dilawan oleh
kemampuan geser dan tarik dari bahan perkuatan tersebut. Pada Gambar 2.3.,
tampak pengaruh geotekstil dalam memberikan kontribusi perlawanan terhadap
9
gaya yang melongsorkan cukup berperan, apabila bahan tersebut terpotong oleh
bidang longsor.
dihitung dalam kondisi tanpa geotekstil dan setelah perbaikan lereng dengan
geotekstil. Penelitian ini juga memperhitungkan pengaruh fluktuasi muka air
tanah (MAT), penambahan akibat beban mati dan beban mati + beban hidup.
Prasetyo (2017) melakukan penelitian Analisis Stabilitas Lereng
Bertingkat Dengan Perkuatan Geotekstil Menggunakan Metode Elemen Hingga
yang berisi tentang pemodelan stabilitas lereng dengan beberapa variasi pada
panjang geotekstil dan tebal tanah timbunan pengisi. Metode penelitian
menggunakan metode elemen hingga dengan menggunakan Plaxis 8.2.
permodelan elemen hingga yang dipilih dalam penelitian ini berupa plane strain.
Permodelan material tanah yang dipilih adalah Mohr-Coulumb. Model Mohr-
Coulumb dipilih karena model ini merupakan suatu pendekatan ordo pertama dari
perilaku tanah dan batuan. Perhitungan elemen hingga dalam penelitian ini
menggunakan perhitungan (calculation type) menggunakan plastic dan phi/c
reduction. Jenis plastic adalah jenis proses analisis yang digunakan pada model
karena dianggap apabila beban yang diberikan sudah tidak bekerja lagi, model
dianggap pada kondisi plastis, sedangkan jenis phi/c reduction digunakan untuk
analisis faktor keamanan.
Suryolelono (1993) didalam Chasanah (2012) menyatakan, Ánalisis
stabilitas lereng dengan perkuatan terdiri dari analisis stabilitas internal, stabilitas
eksternal, dan stabilitas terhadap kelongsoran lereng. Stabilitas internal terdiri dari
stabilitas terhadap putus dan cabut tulangan, yang berupa stabilitas terhadap gaya-
gaya internal yang diperhitungkan terhadap panjangdan jarak spasi antar
perkuatan. Stabilitas terhadap gaya-gaya eksternal terdiri dari kemampuan
perkuatan lereng dalam menahan gaya geser, guling, dan keruntuhan dasar
pondasi akibat kuat dukung tanah. Anggapan yang digunakan adalah perkuatan
lereng tanah merupakan satu kesatuan seperti pada konstruksi dinding penahan
tanah. Sedangkan tinjauan stabilitas terhadap kelongsoran lereng dapat digunakan
berbagai metode, salah satunya adalah metode keseimbangan batas. Dalam
tinjauan ini digunakan teori stabilitas tanpa perkuatan yang telah dibahas
sebelumnya. Apabila kuat tarik bahan geotekstil untuk perkuatan satu lapis
sebesar T (kN/m), maka besarnya angka keamanan lereng dengan perkuatan
11
Mengingat panjang lereng gaya yang bekerja pada permukaan adalah sebagai
berikut.
a. Sebuah berat wedge, W.
b. Inersia berlaku pada wedge, khW yang merupakan efek gempa bumi.
Faktor kh adalah koefisien rata-rata percepatan horizontal.
c. Menolak gaya persatuan luas (s) yang merupakan kekuatan geser tanah
bertindak sepanjang kegagalan percobaan ABC faktor keamanan
sehubungan dengan kekuatan Fs.
2004 dengan melakukan analisis terhadap variasi geometri lereng serta terasering
dan properties tanah yang berbeda. Pengaruh pembahasan disimulasikan dengan
perubahan letak muka air tanah pada lereng.
Menurut Sugianti (2012), gerakan tanah padaa umumnya dapat terjadi
karena kestabilan lereng berkurang akibat degradasi tanah, yaitu menurunnya sifat
keteknikan tanah baik karena faktor alam seperti meningkatnya curah hujan,
adanya pelapukan, atau adanya aktivitas manusia. Wilayah Indonesia merupakan
daerah yang memiliki potensi bencana geologi gerakan tanah yang tinggi setiap
tahunnya terutama selama musim hujan lebat. Hal ini dikarenakan tingginya
intensitas curah hujan dapat menambah beban pada lereng sebagai akibat
peningkatan kandungan air dalam tanah, yang pada akhirnya memicu terjadinya
gerakan tanah.
Sugianti (2012), melakukan penelitian kestabilan lereng yang dilakukan
pada ruas jalan raya Cadas Pangeran km 35, daerah Cigendel, Kecaamatan
Rancakalong, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Upaya mitigasi yang dilakukan
oleh Dinas PU belum dapat menyelesaikan permasalahan lereng, sehingga perlu
dilakukan penelitian untuk mengkaji kembali kondisi kestabilan lereng. Hasil
pemodelan kestabilan lereng dilakukan dengan menggunakan metode General
Limit Equilibrium (GLE) mengindikasikan bahwa lereng dalam kondisi kritis
dengan nilai faktor keamanan mendekati 1. Dengan demikian, pemasangan bor di
kaki lereng tidak dapat meningkatkan minimum faktor keamanan lereng yang
diperlukan secara sigifikan. Kondisi kestabilan lereng akan dapat menurun,
apabila terdapat tekanan air tanah sebesar 2,5 m dari kondisi normal, dengan nilai
faktor keamanan lereng turun dari 1,25 menjadi 1,145. Hasil analisis menunjukan
bahwa pemasangan system sub-drainase untuk mencegah kenaikan muka air tanah
sangat penting untuk menjaga kestabilan lereng, sehingga dapat mengurangi
bencana gerakan tanah pada ereng di masa mendatang.
NAMA
NO JUDUL
PENELITI TUJUAN METODE PENELITIAN HASIL
Analisis Stabilitas Mengetahui perbandingan Melakukan analisis stabilitas Perbandingan rata-rata selisih SF
Pamungkas, Lereng Memakai perhitungan manual, dan lereng memakai perkuatan menggunakan hitungan manual
2
dkk (2015) Perkuatan Geotekstil komptasi pada analisis geotekstil pada sungai parit raya. dan program Geoslope.
Surjandari, Analisis Stabiltas Mencari nilai faktor aman Menghitung nilai faktor aman Perbandingan rata-rata selisih
4
dkk (2012) Lereng Dengan (SF) menggunakan 2 variasi (SF) pada lereng sebelum dan SF menggunakan hitungan
18
Perkuatan Geotekstil pemodelan sebelum dan sesudah diberi geotekstil dengan manual dan program Geoslope.
sesudah penggunaan beberapa variasi. Mendapatkan SF dari variasi-
geotekstil pada lereng. Melakukan perhitungan dengan variasi beban yang sudah
program komputer dan ditentukan.
perhitungan manual.
Pemodelan lereng menggunakan 2
variasi yaitu 1:2 dan 1:3. Seluruh
variasi dibebani oleh beban titik
sebesar 10 ton.
Menghitung nilai faktor aman Perbandingan SF pada lereng
(SF) pada lereng sebelum dan sebelum dan sesudah
Penggunaan Mencari nilai faktor aman sesudah pemasangan geotekstil. pemasangan geotekstil.
Geotekstil Pada (SF) sebelum dan sesudah Melakukan pengujian tanah di Perbandingan rata-rata selisih SF
Azizah, dkk
5 Lereng Sungai penggunaan geotekstil pada laboratorium. menggunakan hitungan manual
(2014)
Gajah Putih lereng sungai Gajah Putih Melakukan pemodelan Gambar dan program Geoslope.
Surakarta Surakarta. menggunakan program AutoCAD. Mendapatkan nilai faktor
keamanan (SF) dengan
menggunakan metode Jewell.
19
23
24
2. Jungkiran
Jungkiran adalah jenis gerakan memutar ke depan dari satu atau beberapa
blok tanah/batuan terhadap titik pusat putaran di bawah massa batuan oleh gaya
gravitasi dan atau gaya dorong dari massa batuan di belakangnya atau gaya yang
ditimbulkan oleh tekanan air yang mengisi rekahan batuan. Jungkiran ini biasanya
terjadi pada tebing-tebing yang curam dan tidak mempunyai bidang longsoran.
Berikut adalah gambar jungkiran dapat dilihat pada Gambar 3.2.
3. Longsoran
Longsoran adalah gerakan yang terdiri dari regangan geser dan
perpindahan sepanjang bidang longsoran di mana massa berpindah melongsor dari
25
tempat semula dan terpisah dari massa tanah yang mantap. Dalam hal ini,
keruntuhan geser tidak selalu terjadi secara serentak pada suatu bidang longsoran,
tapi dapat berkembang dari keruntuhan geser setempat. Jenis longsoran dibedakan
menurut bentuk bidang longsoran yaitu rotasi (nendatan) dan translasi, dan dapat
dibagi lagi : (a) material yang bergerak relatif utuh dan terdiri dari satu atau
beberapa blok dan (b) material yang bergerak dan sangat berubah bentuknya atau
terdiri dari banyak blok yang berdiri sendiri.
Longsoran rotasi adalah longsoran yang mempunyai bidang longsor
berbentuk: setengah lingkaran, log spiral, hiperbola atau bentuk lengkung tidak
teratur lainnya. Contoh yang paling umum dari tipe ini adalah nendatan yang
sepanjang bidang longsoran yang berbentuk cekung ke atas. Retakan-retakannya
berbentuk konsentris dan cekung ke arah gerakan dan dilihat dari atas berbentuk
sendok. Rotasi bisa terjadi tunggal, ganda atau berantai. Untuk longsoran translasi
massa yang longsor bergerak sepanjang permukaan yang datar atau agak
bergelombang tanpa atau sedikit gerakan memutar/miring. Berikut adalah gambar
longsoran rotasi dapat dilihat pada Gambar 3.3.
4. Penyebaran Lateral
Penyebaran lateral adalah gerakan menyebar ke arah lateral yang
ditimbulkan oleh retak geser atau retak tarik. Tipe gerakan ini dapat terjadi pada
batuan ataupun tanah. Penyebaran lateral dapat dibedakan dalam dua tipe yaitu:
a. gerakan yang menghasilkan sebaran yang menyeluruh dengan bidang
geser atau zona aliran plastis yang sulit dikenali dengan baik. Gerakan ini
banyak terjadi pada batuan dasar, terutama yang terletak pada puncak
tebing, dan
b. gerakan yang mencakup retakan dan penyebaran material yang relatif utuh
(batuan dasar atau tanah), akibat pencairan (liquefaction). Blok di atasnya
dapat ambles, melonggar, memutar, hancur mengalir. Mekanisme gerakan
ini tidak saja rotasi dan translasi tetapi juga aliran. Karena itu penyebaran
lateral ini dapat bersifat majemuk.
Berikut adalah gambar penyebaran lateral dapat dilihat pada Gambar 3.5.
5. Aliran
Aliran adalah jenis gerakan tanah di mana kuat geser tanah kecil sekali
atau boleh dikatakan tidak ada, dan material yang bergerak berupa material kental.
Termasuk dalam tipe ini adalah gerakan yang lambat, berupa rayapan pada massa
tanah plastis yang menimbulkan retakan tarik tanpa bidang longsoran. Rayapan di
sini dianggap sama dengan arti rayapan pada mekanika bahan yaitu deformasi
yang terjadi terus menerus di bawah tegangan yang konstan. Pada material yang
tidak terkonsolidasi, gerakan ini umumnya berbentuk aliran, baik cepat atau
lambat, kering atau basah. Aliran pada batuan sangat sulit dikenali karena
gerakannya sangat lambat dengan retakan.retakan yang rapat dan tidak saling
berhubungan yang menimbulkan lipatan, lenturan atau tonjolan. Aliran dapat
dibedakan dalam dua tipe menurut materialnya yaitu aliran tanah (termasuk bahan
rombakan) dan aliran batuan. Berikut adalah gambar jenis aliran dapat dilihat
pada Gambar 3.6.
teknik antara massa tanah dan batuan. Untuk mempelajari tipe gerakan pertama
kali harus dikenali dahulu jenis materialnya, yaitu: tanah atau batuan. Setelah
mengenali betul jenis materialnya selanjutnya harus diamati secara teliti massa
yang bergerak dan massa yang stabil di sekelilingnya. Setiap bagian dari kedua
massa tersebut menampakkan ciri yang berbeda. Massa yang bergerak perlu
diamati dan dicatat tenting segala kenampakan di bagian kepala, badan, kaki, dan
ujung kaki; sedangkan massa yang stabil perlu diamati di bagian mahkota, gawir
utama, dan sayapnya. Dengan mengenali jenis material massa gerakan dan ciri-
ciri yang nampak di setiap bagian tersebut di atas, maka dapatlah diperkirakan tipe
gerakan tanah yang terjadi.
dengan:
SF = faktor aman
τ = tahanan geser maksimum
τd = tahanan geser yang timbul akibat gaya berat tanah yang akan longsor
33
Lengan momen dari berat massa tanah tiap irisan adalah R sin Ɵ dilihat pada
Persamaan 3.7.
ƩMd = R ƩWi sinƟi
dengan,
R = jari-jari lingkaran bidang longsor (m)
Wi = berat massa tanah irisan ke-i (kN)
Ɵi = sudut yang didefinisikan (˚)
Dengan cara yang sama, momen yang menahan tanah akan longsor dilihat pada
Persamaan 3.7.
ƩMr = R Ʃ(cαi + Ni tgɸ) (3.7)
Sehingga Persamaan untuk faktor aman dapat dilihat pada Persamaan 3.8.
Ʃ(cαi + Ni tgɸ)
SF = (3.8)
ƩWi sinƟi
Bila terdapat air pada lereng, tekanan air pori pada bidang longsor tidak
menambah momen akibat tanah yang akan longsor (Md), karena resultan gaya
akibat tekanan air pori lewat titik pusat lingkaran. Subtitusi Persamaan 3.5 ke
Persamaan 3.8, diperoleh Persamaan 3.9.
Ʃcαi + (Wi cos Ɵi − uiαi) tgɸ)
SF = (3.9)
ƩWi sinƟi
dengan,
SF = faktor aman
C = kohesi tanah (kN/m2)
ɸ = sudut gesek dalam (˚)
αi = panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)
Wi = berat massa tanah irisan ke-i (kN)
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
Ɵi = sudut yang didefinisikan (˚)
37
Jika terdapat gaya-gaya selain berat tanahnya sendiri, seperti beban bangunan
diatas lereng, maka momen akibat beban ini diperhitungkan sebagai Md.
Metode Fellenius menghasilkan faktor aman yang lebih rendah dari cara
hitungan yang lebih teliti. Besarnya nilai kesalahan dapat tergantung dari faktor
aman, sudut pusat lingkaran yang dipilih, dan besarnya tekanan air pori.
Walaupun analisis ditinjau dalam tinjauan tegangan total, kesalahan analisis masih
merupakan fungsi dari faktor aman dan sudut pusat dari lingkaran. Cara ini telah
banyak digunakan dalam praktek, karena cara hitungan sederhana dan kesalahan
hitungan yang dihasilkan masih pada sisi yang aman.
Menurut buku Sifat-sifat Fisik & Geoteknis Tanah yang diterbitkan oleh
Bowles (1989) tentang keruntuhan lereng, dibagi menjadi 3 kelompok rentang
faktor keamanan (SF) ditinjau dari intensitas kelongsorannya, seperti yang
diperlihatkan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng Dan Intensitas Longsor
Nilai Faktor Keamanan (SF) Kejadian/Intensitas Longsor
SF kurang dari 1,07 Longsor terjadi biasa/sering (Lereng labil)
3.3 Geotekstil
3.3.1 Pendahuluan
Menurut buku Geosintetik Untuk Jalan Raya edisi ke-2 yang diterbitkan
oleh Hardiyatmo (2013), geotekstil adalah material lembaran yang dibuat dari
bahan tekstil polymeric, bersifat lolos air, yang dapat berbentuk bahan nir-anyam
(non woven), rajutan atau ayaman (woven) yang digunakan dalam kontak dengan
tanah/batu dan/atau material geoteknik yang lain di dalam aplikasi teknik sipil.
Geotekstil umumnya dibuat dari polimer polypropylene (beberapa dibuat
dari polyester atau polyethylene), yang dibuat dalam bentuk fiber-fiber atau
38
ini berguna untuk mengatasi problem tingkat kepadatan tanah di bagian pinggir
lereng timbunan yang biasanya sulit memenuhi syarat. Selain itu, tulangan
sekunder ini juga berguna untuk mengurangi longsoran
Fungsi lain geotekstil yang diletakkan di pinggir timbunan adalah untuk
memberikan tahanan lateral saat pemadatan dan stabilitas permukaan. Kenaikan
tahanan lateral memungkinkan tanah urug dapat dipadatkan dengan kepadatan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan tidak ada tulangan. Perkuatan lereng juga
memungkinkan alat pemadat bekerja di bagian pinggir aman. Selain itu, tulangan
juga mereduksi erosi lereng dan pelunakan akibat air hujan. Beberapa tipe
pemasangan geotekstil untuk perkuatan lereng timbunan dengan kemiringan
landai ditunjukan pada Gambar 3.9.
Berikut adalah Gambar aplikasi lereng tanah bertulang dilihat pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10 Aplikasi Lereng Tanah Bertulang (Reiforced Soil Slope, Rss)
(Sumber: Elias et al., 2001 dalam Hardiyatmo., 2013)
Faktor aman lereng bertulang (SFR) ditentukan dengan menambahkan faktor aman
lereng tak bertulang dengan pengaruh tahanan momen oleh tulangan, dapat dilihat
pada Persamaan 3.11.
Ts.Y
SFR = SFU + (3.11)
Md
42
dengan,
Ts = jumlah gaya tarik per meter lebar tulangan yang tersedia untuk seluruh
lapisan tulangan
y = lengan momen gaya tarik tulangan (Ts) terhadap pusat lingkaran
longsor O.
seperti yang terdapat pada Persamaan 3.6 diatas. Lengan momen dari berat massa
tanah tiap irisan adalah R sin Ɵi, terdapat pada Persamaan 3.12.
ƩMd = Ʃ(Wi sinƟi) R (3.12)
dengan,
R = jari-jari lingkaran bidang longsor (m)
Wi = berat massa tanah irisan ke-i (kN)
Ɵi = sudut yang didefinisikan (˚)
Dengan cara yang sama, momen yang menahan tanah akan longsor dapat dilihat
pada Persamaan 3.13.
ƩMr = Ʃ(cαi + Ni tgɸ) R + ƩTiyi (3.13)
Sehingga Persamaan faktor aman dapat dilihat pada Persamaan 3.14.
Ʃ(cαi + Ni tgɸ) R + ƩTiyi
SF = (3.14)
Ʃ(Wi sinƟi) R
Persamaan 3.12 digunakan bila timbunan tidak ada pengaruh muka air tanah dan
dalam kondisi belum jenuh air. Bila ada pengaruh air tanah, yaitu kondisi tipikal
dari bendungan tanah urug dan tanah timbunan kohesif, maka Persamaan 3.14
diubah menjadi dalam tegangan efektif yang terdapat pada Persamaan 3.15.
Ʃ(cαi + (Wi cos Ɵi − uiαi) tgɸ)) R+ƩTiyi
SF = (3.15)
Ʃ(Wi sinƟi)𝑅
dengan,
SF = faktor aman
C = kohesi tanah (kN/m2)
ɸ = sudut gesek dalam (˚)
αi = panjang lengkung lingkaran pada irisan ke-i (m)
Wi = berat massa tanah irisan ke-i (kN)
ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)
Ɵi = sudut yang didefinisikan (˚)
Ti = kuat tarik ijin geotekstil pada tulangan geotekstil ke-i (kN)
yi = R cosƟi
= lengan momen tulangan geosintetik ke-i (m)
44
Faktor aman minimum dari berbagai bidang longsor coba-coba dibutuhkan untuk
hasil hitungan final. Untuk ini, biasanya hitungan faktor aman minimum
dilakukan dengan bantuan program komputer.
Untuk tanah timbunan yang terdiri dari tanah berbutir halus pada kondisi
undrained (dengan ɸ = 0) dapat dilihat pada Gambar 3.13.
Berikut faktor aman pada kondisi undrained dapat dilihat pada Persamaan 3.16.
cu LR+ ƩTiyi
SF = (3.16)
WX
dengan,
X = lengan momen ke pusat berat massa tanah yang longsor (m)
cu = kohesi undrained (kN/m2)
W = berat total tanah yang akan longsor (kN/m)
Ti = kuat tarik ijin geotekstil pada tulangan geotekstil ke-i (kN)
yi = lengan momen tulangan geosintetik ke-i (m)
R = jari-jari lingkaran bidang longsor (m)
L = panjang (m)
45
dengan,
SF = faktor aman lereng
ɸ = sudut geser (˚)
Dibawah ini akan dipelajari cara pendekatan untuk menghitung kebutuhan
tulangan dengan menggunakan grafik yang diberikan oleh Schemertmann et al
(1987) di dalam Hardiyatmo (2013). Pada Gambar 3.14 digunakan untuk
menentukan nilai koefisien tekanan tanah lateral (K) yang akan digunakan untuk
menghitung gaya tarik tulangan total. Berikut adalah grafik nilai K dapat dilihat
pada Gambar 3.14.
Nilai L/H’ digunakan dalam menghitung panjang penjangkaran di bagian atas (LT)
dan bawah lereng (LB), setelah menghitung panjang penjangkaran selanjutnya
menentukan panjang geotekstil overlapping (Lo) yang diambil panjang minimum
sebesar 1 m. Rumus panjang penjangkaran di bagian atas (LT) dan bawah lereng
(LB) dapat dilihat pada Persamaan 3.21.
𝐿 𝑞
LB = ((𝐻′) . (𝐻 + ( ɣ ))). SF (3.21)
dengan,
H = tinggi lereng (m)
q = beban merata (t/m2)
ɣ = berat volume tanah (t/m3)
48
Adapun alat-alat lainnya yang digunakan dalam survey pemetaan seperti, rambu
ukur, kompas, statif, meteran, unting-unting, prisma, buku alat tulis, dan lain-lain.
Berikut adalah cara menggunakan theodolite yaitu:
49
Rumus yang digunakan untuk mengetahui jarak optis (D) dapat dilihat pada
Persamaan 3.22.
D = A.(Ba-Bb).cos2H (3.22)
50
Titik-titik profil pada sumbu proyek atau pada garis polygon proyek
dinyatakan dilapangan dengan pancang-pancang dari kayu yang bidang atasnya
sama dengan bidang tanah dan pancang lain ditanam didekatnya dan diberi
nomor, dengan pancang mana dapat diketemukan kembali pancang-pancang
profil. Diatas telah dikatakan bahwa banyaknya tanah yang digali sedapat
mungkin dibuat sama dengan banyak nya tanah yang diperlukan untuk
menimbuni. Untuk menghitung banyaknya tanah, baik untuk digali maupun
menimbuni, profil memanjang belum cukup, maka diperlukan lagi profil
melintang yang harus dibuat tegak lurus pada sumbu proyek dan pada tempat-
tempat penting. Jarak antara profil melintang pada garis proyek melengkung
dibuat lebih kecil dari pada garis proyekyang lurus. Profil melintang harus pula
dibuat dititik permulaan dan titik akhir garis proyek melenkung. Profil melintang
dibuat dengan lebar 50 m - 100 m kiri-kanan garis proyek.
Ada kalanya harus diketahui keadaan tinggi rendah nya suatu daerah guna
pelaksanaan pekerjaan, misalnya merencanakan letak bangunan-bangunan. Untuk
mendapat bayangan yang terang tentang keadaan tinggi rendahnya suatu daerah
digunakan garis-garis tinggi. Garis tinggi ialah garis yang menggabungkan titik-
titik yang tingginya sama. Untuk dapat melukiskan garis-garis tinggi dengan teliti,
52
maka haruslah diketahui tinggi sebanyak mungkin titik-titik yang letak di daerah
bersangkutan, maka perlulah diukur sejumlah besar titik-titik. Supaya pekerjaan
berjalan mudah lagi cepat, maka pilihlah tempat alat ukur penyipat datar
sedemikian rupa, hingga dari tempat ini dapat dibidik sebanyak mungkin titik-
titik disekitarnya. Cara pengukuran yang diambil ialah cara dengan menggunakan
tinggi garis bidik yang harus ditentukan terlebih dahulu. Dari daerah yang
digambar, harus dibuat garis-garis tinggi, supaya didapat bayangan tentang tinggi
rendahnya daerah tersebut, maka dilakukan pengukuran dari 3 titik dengan cara
tinggi garis bidik yang ditentukan lebih dahulu. Berikut adalah gambar garis-garis
tinggi yang dihubungkan dapat dilihat pada Gambar 3.18.
BAB IV
METODE PENELITIAN
LOKASI
55
56
berupa Gambar denah dan tampak melintang sungai yang nantinya akan menjadi
acuan dalam menganalisis lereng tersebut. Berikut adalah tahap-tahap dalam
survey pemetaan yang akan dilakukan adalah:
a. membuat lokasi BM (benchmark) sebagai titik awal berdirinya alat
theodolite,
b. melakukan setting alat diatas BM yang telah dibuat,
c. mendirikan rambu ukur pada titik-titik ketinggian yang dilakukan dengan
cara berpindah dari satu titik ketinggian ke titik ketinggian yang lain,
d. tembak rambu ukur menggunakan theodolite untuk mendapatkan nilai BA,
BB, BT, sudut vertikal, dan sudut horizontal pada setiap titik ketinngian
lereng,
e. mencatat data yang telah didapat dilapangan menggunakan kertas yang
telah disiapkan sebelumnya,
f. mengolah data menggunakan program Microsoft Excel untuk dilakukan
perhitungan dengan rumus-rumus yang telah tersedia, dan
g. menggambar peta kontur menggunakan program AutoCAD 2017 dengan
mengacu pada data yang telah di analisis menggunakan program Microsoft
Excel.
pada Lampiran-1, dan untuk klasifikasi lapisan tanah dan nilai SPT lokasi
2 (BD 2) dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Klasifikasi Lapisan Tanah Dan Nilai SPT (BD 2).
Kedalaman (m) Deskripsi Nilai N-SPT
0 – 4,5 Silty fine sand >50
4,5 – 10,45 Silty sand with gravel + 31 - >50
boulder
10,45 – 13,5 Gravelly sand 42 - >50
13,5 - 20 Silty sand with gravel + silty 34 - >50
fine sand
Sumber: Kunarso (2015)
Korelasi nilai C (kohesi), karena material tanah jenis pasir adalah tanah
non kohesi jadi diambil nilai yang paling kritis untuk SF yaitu 0 (kN/m2).
Dari korelasi-korelasi tersebut diperoleh parameter tanah per lapis untuk
tanah dasar, nilai parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.3.
3. Data Kegempaan
Data kegempaan yang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari
internet (www.puskim.pu.go.id) dan dari peta zonasi gempa Indonesia
yang bisa didapatkan dari berbagai sumber di internet
(www.perencanaanstruktur.com). Peta zonasi gempa Indonesia dapat
dilihat pada Gambar 4.2.
59
3. Gempa
Pada analisis gempa digunakan koefisien gempa vertikal, dan koefisien
gempa horizontal, dengan koefisien masing-masing sebesar 0,3g yang
sesuai dengan peta zonasi gempa Daerah Istimewa Yogyakarta. Di input
pada program Geoslope menggunakan tools Seismic Load .
64
65
Gambar 5.4 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor Variasi
Beban Vertikal 1 (10 kN/m3)
Gambar 5.5 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor Variasi
Beban Vertikal 2 (20 kN/m3)
Berdasarkan dari Gambar 5.4 dan Gambar 5.5 diatas, diperoleh hasil sebagai
berikut.
1. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 1 (10 kN/m3) sebesar 1,055
2. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 2 (20 kN/m3) sebesar 1,040
71
Gambar 5.6 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor Variasi
Muka Air 1 (-19 m atau ketinggian air 1 m)
Gambar 5.7 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor Variasi
Muka Air 2 (-16 m atau ketinggian air 4 m)
72
Berdasarkan dari Gambar 5.6 dan Gambar 5.7 diatas, diperoleh hasil sebagai
berikut.
1. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 1 (-19 m) sebesar 1,039
2. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 2 (-16 m) sebesar 0,981
5.2.1.3 Gempa
Gempa dianalisis dengan melihat koefisien gempa vertikal dan gempa
horizontal pada peta zona gempa sesuai daerah. Diketahui koefisien gempa
vertikal dan gempa horizontal pada Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 0,3g, dan
tanpa beban vertikal diatas lereng. Berikut adalah angka keamanan hasil analisis
stabilitas lereng sebelum longsor menggunakan program Geoslope dengan
koefisien gempa dapat dilihat pada Gambar 5.8.
Gambar 5.8 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Sebelum Longsor Akibat
Gempa
Berdasarkan dari Gambar 5.8. tersebut, diperoleh hasil angka keamanan (SF)
ditinjau pada akibat gempa sebesar 0,861.
73
Lereng Kondisi
Eksististing
Lereng Sebelum
Longsor
Gambar 5.10 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting Variasi
Beban Vertikal 1 (10 kN/m3)
Gambar 5.11 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting Variasi
Beban Vertikal 2 (20 kN/m3)
75
Berdasarkan dari Gambar 5.10 dan Gambar 5.11 diatas, diperoleh hasil sebagai
berikut.
1. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 1 (10 kN/m3) sebesar 1,293
2. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 2 (20 kN/m3) sebesar 1,284
Gambar 5.12 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting Variasi
Muka Air 1 (-19 m atau ketinggian air 1 m)
76
Gambar 5.13 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting Variasi
Muka Air 2 (-16 m atau ketinggian air 4 m)
Berdasarkan dari Gambar 5.12 dan Gambar 5.13 diatas, diperoleh hasil sebagai
berikut.
1. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 1 (-19 m) sebesar 1,207
2. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 2 (-16 m) sebesar 1,089
5.2.2.3 Gempa
Gempa dianalisis dengan melihat koefisien gempa vertikal dan gempa
horizontal pada peta zona gempa sesuai daerah. Diketahui koefisien gempa
vertikal dan gempa horizontal pada Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 0,3g, dan
tanpa beban vertikal diatas lereng. Berikut adalah angka keamanan hasil analisis
stabilitas lereng kondisi eksisting menggunakan program Geoslope dengan
koefisien gempa dapat dilihat pada Gambar 5.14.
77
Gambar 5.14 Hasil Analisis Kelongsoran Pada Lereng Kondisi Eksisting Akibat
Gempa
Berdasarkan dari Gambar 5.14 diatas, diperoleh hasil angka keamanan (SF)
ditinjau pada gempa sebesar 0,956.
𝑡𝑔 ɸ
Maka, ɸ’f = arc tg ( )
𝑆𝐹
𝑡𝑔 35˚
= arc tg ( 1,235 )
= 29,53˚
Untuk menentukan nilai koefisien tekanan tanah lateral digunakan grafik
yang terdapat pada Gambar 3.14 . Berikut adalah Gambar 5.17 hasil
penentuan nilai Kreq.
Dari grafik diatas didapatkan nilai koefisien tekanan tanah lateral (K)
sebesar 0,15.
2. Menghitung tegangan horizontal (σh).
σh = K . ɣ . Z
= 0,15 . 1,8 . 20
= 5,4 t/m2
3. Menghitung kuat tarik tulangan yang terjadi (Preq)
Preq = σh. Sv1 . SF
= 5,4 . 0,5 . 1,5
= 2,7 kN/m2
Berikut adalah Tabel perhitungan keseluruhan Preq, dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui nilai Preq dari masing-masing lapis. Nilai
Preq terbesar terdapat pada lapis 1 dengan nilai Preq = 2,7 t/m2. Pada Persamaan
3.20 Pu ≥ Preq, maka 6 t/m ≥ 2,7 t/m2 nilai Pu telah memenuhi persyaratan.
82
𝐿
4. Menentukan nilai 𝐻′
𝐿
Untuk menentukan nilai digunakan grafik yang terdapat pada Gambar
𝐻′
3.15, diketahui ɸ’f = 29,53˚. Berikut adalah Gambar 5.18 hasil penentuan
𝐿
nilai 𝐻′.
𝐿
Gambar 5.18 Hasil Penentuan nilai 𝐻′ (Schmertmann, 1987)
𝐿
Dari grafik diatas didapatkan nilai 𝐻′ sebesar 0,5.
𝐿 𝑞
LB = ((𝐻′) . (𝐻 + ( ɣ ))). SF
0
= ((0,5) . (20 + (1,8))). 1,5
= 15 m
Jadi, dari hasil perhitungan diatas panjang penjangkaran bawah dan atas
(LB = LT) sebesar 15 m, dan panjang geotekstil overlapping (Lo) dipakai panjang
minimum sebesar 1 m. Berikut adalah gambar hasil analisis perhitungan manual
dapat dilihat pada Gambar 5.19.
83
𝐿 𝑞
LB = ((𝐻′) . (𝐻 + ( ɣ ))). SF
10
= ((0,5) . (20 + (1,8))). 1,5
= 15,4 m
Sedangkan untuk variasi beban 20 kN/m3 digunakan panjang penjangkaran (LB =
LT) seperti perhitungan dibawah ini.
84
𝐿 𝑞
LB = ((𝐻′) . (𝐻 + ( ɣ ))). SF
20
= ((0,5) . (20 + (1,8))). 1,5
= 15,8 m
Dari hasil perhitungan diatas, panjang penjangkaran (LB = LT) pada variasi
beban 10 kN/m3 adalah 15,4 m, dan panjang penjangkaran (LB = LT) pada variasi
beban 20 kN/m3 adalah 15,8 m. Berikut adalah angka keamanan hasil analisis
stabilitas lereng dengan perkuatan geotekstil menggunakan program Geoslope
dengan 2 variasi beban dapat dilihat pada Gambar 5.20 dan Gambar 5.21.
Berdasarkan dari Gambar 5.20 dan Gambar 5.21 diatas, diperoleh hasil sebagai
berikut.
1. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 1 (10 kN/m3) sebesar 1,683
2. Angka keamanan (SF) ditinjau pada variasi 2 (20 kN/m3) sebesar 1,695
5.2.3.3 Gempa
Gempa dianalisis dengan melihat koefisien gempa vertikal dan gempa
horizontal pada peta zona gempa sesuai daerah. Diketahui koefisien gempa
vertikal dan gempa horizontal pada Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 0,3g, dan
tanpa beban vertikal diatas lereng. Berikut adalah angka keamanan hasil analisis
stabilitas lereng dengan perkuatan geotekstil menggunakan program Geoslope
dengan koefisien gempa dapat dilihat pada Gambar 5.24.
Berdasarkan dari Gambar 5.24 diatas, diperoleh hasil angka keamanan (SF)
ditinjau pada akibat gempa sebesar 1,252.
88
Berdasarkan pada Tabel 5.3 diatas, menurut Tabel 3.1 hubungan nilai
faktor keamanan lereng dan intensitas longsor (Bowles. 1989), untuk lereng
sebelum longsor dengan berbagai variasinya, didapatkan SF ≤ 1,07 yang berarti
lereng keadaan labil. Untuk lereng kondisi eksisting dengan variasi beban vertikal
didapatkan SF ≥ 1,25 yang berarti lereng relatif stabil, untuk variasi muka air
tanah didapatkan SF antara 1,07 sampai 1,25 yang berarti lereng keadaan kritis,
sementara untuk gempa didapatkan SF ≤ 1,07 yang berarti lereng keadaan labil.
Perencanaan lereng dengan perkuatan geotekstil variasi beban vertikal, variasi
89
muka air tanah, dan akibat gempa didapatkan SF ≥ 1,25 yang berarti lereng
dengan variasi tersebut relatif stabil.
5.3 Pembahasan
Pembahasan pada penelitian ini menitikberatkan pada perbandingan antara
faktor keamanan (SF) pada lereng sebelum longsor, lereng kondisi eksisting, dan
lereng dengan perkuatan geotekstil, juga permasalahan pada penggunaan
geotekstil yang tidak berfungsi secara optimal yang diperlukan perencanaan ulang
menggunakan program Geoslope.
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian diatas, kesimpulan yang dapat diperoleh dari
penelitian ini yaitu.
1. Pada lereng sebelum longsor, hasil analisis menggunakan program
Geoslope didapatkan SF lereng setelah longsor dengan variasi beban
vertikal 1, dan beban vertikal 2 adalah 1,055 dan 1,040. Karena SF ≤ 1,07,
maka lereng labil. Variasi muka air tanah 1, dan muka air tanah 2 adalah
1,039 dan 0,981. Karena SF ≤ 1,07, maka lereng labil. Sedangkan gempa
didapatkan SF sebesar 0,861. Karena SF ≤ 1,07, maka lereng labil.
2. Berdasarkan analisis menggunakan program Geoslope lereng setelah
longsor didapatkan SF dengan variasi beban vertikal 1, dan beban vertikal
2 adalah 1,293 dan 1,284. Karena SF ≥ 1,25, maka longsor jarang terjadi.
Variasi muka air tanah 1, dan muka air tanah 2 adalah 1,207 dan 1,089.
Karena SF antara 1,07 sampai 1,25, maka lereng keadaan kritis.
Sedangkan gempa didapatkan SF sebesar 0,956. Karena SF ≤ 1,07, maka
lereng labil.
3. Hasil perencanaan menggunakan perkuatan geotekstil pada lereng dengan
mengubah sedikit geometri dari lereng asli setelah longsor, didapatkan SF
variasi beban vertikal 1, dan beban vertikal 2 adalah 1,683 dan 1,695.
Karena SF ≥ 1,25, maka longsor jarang terjadi. Variasi muka air tanah 1
dan muka air tanah 2 adalah 1,623 dan 1,567. Karena SF ≥ 1,25, maka
longsor jarang terjadi. Sedangkan gempa didapatkan SF sebesar 1,252.
Karena SF ≥ 1,25, maka longsor jarang terjadi. Hasil dari perencanaan ini
relatif stabil menurut Bowles (1989) yang terdapat pada Tabel 3.1.
93
94
6.2 Saran
Berdasarkan hasil peneltian, maka perlu adanya penelitian lanjut untuk
melengkapi dan mengembangkan tema penelitian ini. Adapun saran-saran yang
dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut ini.
1. Membandingkan dengan jenis perkuatan lain, misalnya dengan dinding
penahan tanah (retaining wall), soil nailing, strip reinforcement, geonet,
geogrid, dan lain-lain.
2. Pemodelan Geoslope dengan menggunakan metode lain, seperti metode
Janbu, Bishop, metode elemen hingga, dan lain-lain.
3. Pemodelan selanjutnya dapat dilakukan dengan software geoteknik lain,
seperti Miraslope, STABB, dan lain-lain.
4. Menambah variasi beban vertikal.
5. Menambah variasi muka air tanah.
6. Mengubah geometri lereng dengan variasi geometri yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, F.N., Surjandari, N.S., Dan Asád, Sholihin. 2014. Penggunaan Geotekstil
Pada Lereng Sungai Putih Surakarta. Penelitian. Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
Bowles, J.E. 1989. Sifat-sifat Fisik & Geoteknis Tanah. Erlangga. Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
Chasanah, Uswatun. 2012. Analisis Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan
Geotekstil Mengggunakan Program Geoslope. Tugas Akhir. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
Hardiyatmo, H.C.. 2013. Geosintetik Untuk Rekayasa Jalan Raya (Perancangan
Dan Aplikasi), 2nd Ed. Gadjah Mada University Press. Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Hardiyatmo, H.C.. 2014. Mekanika Tanah 2, 5th Ed. Gadjah Mada University
Press. Daerah Istimewa Yogyakarta.
International, GEO-SLOPE. 2008. Stability Modeling With SLOPE/W 2007
Version. (http://downloads.geo-slope.com/geostudioresources/8/0/6/books
/slope%20modeling.pdf?v=8.0.7.6129). Diakses 18 Desember 2017.
Kasthalisti, Dita P.A. 2007. Analisa Pengaruh Gempa Terhadap Konstruksi
Lereng Dengan Perkuatan Geotekstil Woven. Tugas Akhir. Universitas
Bina Nusantara. Jakarta.
Koerner, R.M. 2005. Designing with Geosynthetics 5th Edition. Pearson
Education, Inc. United Stated America.
Kunarso. 2015. Perkuatan Lereng Dengan Geosintetik Pada Tepi Kali Code
Yogyakarta. Tugas akhir. Universitas Mercu Buana. Jakarta.
Mitchell, J.K., And Villet, Willem C.B. 1987. Reinforcement Of Earth Slopes
And Embankments.National Corporation Highway Research Program.
Transportation Research Board. Washington, D.C.
Murdiyanto, Slamet. 2012. Analisis Stabilitas Lereng Metode Fellenius Dengan
Variasi Bidang Longsor Berdasarkan Teori Probabilitas. Tugas Akhir.
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Pamungkas, Fika., Suyadi, Widodo., Dan Zaika, Yulvi. 2015. Analisis Stabilitas
Lereng Memakai Perkuatan Geotekstil Dengan Bantuan Perangkat Lunak
(Studi Kasus Pada Sungai Parit Raya). Penelitian. Universitas Brawijaya.
Malang.
95
96