REFERAT Meningitis
REFERAT Meningitis
REFERAT Meningitis
MENINGITIS
Pembimbing
Disusun Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2017
1
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT KASUS
MENINGITIS
Referat dengan judul Meningitis telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu
tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di bagian
Ilmu Penyakit Saraf.
Pembimbing
2
PENDAHULUAN
3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Meningitis
Meningitis adalah inflamasi pada meninges yang melapisi otak dan
medula spinalis. Hal ini paling sering disebabkan oleh infeksi (bakteri,
virus, atau jamur) tetapi dapat juga terjadi karena iritasi kimia, perdarahan
subarachnoid, kanker atau kondisi lainnya.5
B. Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya meningitis :2
4
7. Talasemia mayor
8. Riwayat kontak yang baru terjadi dengan pasien meningitis
9. Defek dural baik karena trauma, kongenital maupun operasi
10. Ventriculoperitoneal shunt
1. Meningtis virus
2. Meningitis bakteri
3. Meningitis spiroketa
4. Meningitis fungus
5. Meningitis protozoa dan
6. Meningitis metazoa
Meningitis yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal
dibandingkan meningitis penyebab lain karena mekanisme kerusakan
dan gangguan otak yang disebabkan oleh bakteri maupun produk
bakteri lebih berat.7 Agen infeksi meningitis purulenta mempunyai
kecenderungan pada golongan umur tertentu, yaitu golongan neonatus
paling banyak disebabkan oleh Escherichia Coli, Streptococcus beta
haemolyticus dan Listeria monocytogenes. Golongan umur dibawah 5
5
tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan
Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh
Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus
Pneumococcus, dan pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh
Meningococcus, Pneumococcus, Staphylocccus, Streptococcus dan
Listeria.8 Penyebab meningitis serosa yang paling banyak
ditemukan adalah kuman Tuberculosis dan virus.7 Meningitis yang
disebabkan oleh virus mempunyai prognosis yang lebih baik,
cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Penyebab meningitis virus
yang paling sering ditemukan yaitu Mumpsvirus, Echovirus, dan
Coxsackie virus, sedangkan Herpes simplex, Herpes zoster, dan
enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptik (viral).10
D. Epidemiologi
1. Orang/Manusia
Umur dan daya tahan tubuh sangat mempengaruhi terjadinya
meningitis. Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibandingkan perempuan dan distribusi terlihat lebih nyata pada bayi.
Meningitis purulenta lebih sering terjadi pada bayi dan anak-anak
karena sistem kekebalan tubuh belum terbentuk sempurna.10
6
2. Tempat
Risiko penularan meningitis umumnya terjadi pada keadaan sosio-
ekonomi rendah, lingkungan yang padat (seperti asrama, kamp-kamp
tentara dan jemaah haji), dan penyakit ISPA.6 Penyakit meningitis
banyak terjadi pada negara yang sedang berkembang dibandingkan
pada negara maju. 10
3. Waktu
Kejadian meningitis lebih sering terjadi pada musim panas dimana
kasus- kasus infeksi saluran pernafasan juga meningkat. Di Eropa dan
Amerika utara insidensi infeksi Meningococcus lebih tinggi pada
musim dingin dan musim semi sedangkan di daerah Sub-Sahara
puncaknya terjadi pada musim panas.14
4. Agen Infeksi
Penyebab meningitis secara umum adalah bakteri dan virus.
Meningitis purulenta paling sering disebabkan oleh
Meningococcus, Pneumococcus dan Haemophilus influenzae
sedangkan meningitis serosa disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosa dan virus.15
7
Meningitis Meningococcus yang sering mewabah di kalangan
jemaah haji dan dapat menyebabkan karier disebabkan oleh
Neisseria meningitidis serogrup A, B, C, X, Y, Z dan W 135. Grup
A,B dan C sebagai penyebab 90% dari penderita. Di Eropa dan
Amerika Latin, grup B dan C sebagai penyebab utama
sedangkan di Afrika dan Asia penyebabnya adalah grup A.16
Wabah meningitis Meningococcus yang terjadi di Arab Saudi
selama ibadah haji tahun 2000 menunjukkan bahwa 64%
merupakan serogroup W135 dan 36% serogroup A. Hal ini
merupakan wabah meningitis Meningococcus terbesar pertama di
dunia yang disebabkan oleh serogroup W135. Secara epidemiologi
serogrup A, B, dan C paling banyak menimbulkan penyakit.8
Meningitis karena virus termasuk penyakit yang ringan. Gejalanya
mirip sakit flu biasa dan umumnya penderita dapat sembuh sendiri.
Pada waktu terjadi KLB Mumps, virus ini diketahui sebagai
penyebab dari 25 % kasus meningitis aseptik pada orang yang
tidak diimunisasi. Virus Coxsackie grup B merupakan penyebab
dari 33% kasus meningitis aseptik, Echovirus dan Enterovirus
merupakan penyebab dari 50% kasus.11
8
Gambar 1. Struktur Meninges (diambil dari kepustakaan 17)
a. Dura Mater
Dura mater adalah meninges luar, terdiri atas jaringan ikat padat
yang berhubungan langsung dengan periosteum tengkorak. Dura
mater yang membungkus medulla spinalis dipisahkan dari
periosteum vertebra oleh ruang epidural, yang mengandung vena
berdinding tipis, jaringan ikat longgar, dan jaringan lemak. Dura
mater selalu dipisahkan dari arachnoid oleh celah sempit, ruang
subdural. Permukaan dalam dura mater, juga permukaan luarnya
pada medulla spinalis, dilapisi epitel selapis gepeng yang asalnya
dari mesenkim.18
b. Arachnoid
Arachnoid mempunyai 2 komponen: lapisan yang berkontak
dengan dura mater dan sebuah sistem trabekel yang
menghubungkan lapisan itu dengan piamater. Rongga diantara
trabekel membentuk ruang subarachnoid, yang berisi cairan
serebrospinal dan terpisah sempurna dari ruang subdural. Ruang ini
membentuk bantalan hidrolik yang melindungi syaraf pusat dari
9
trauma. Ruang subarachnoid berhubungan dengan ventrikel otak.
Arachnoid terdiri atas jaringan ikat tanpa pembuluh darah.
Permukaannya dilapisi oleh epitel selapis gepeng seperti dura
mater. Karena medulla spinalis araknoid itu lebih sedikit
trabekelnya, maka lebih mudah dibedakan dari piamater. Pada
beberapa daerah, araknoid menerobos dura mater membentuk
juluran-juluran yang berakhir pada sinus venosus dalam dura
mater. Juluran ini, yang dilapisi oleh sel-sel endotel dari vena
disebut Vili Araknoid. Fungsinya ialah untuk menyerap cairan
serebrospinal ke dalam darah dari sinus venosus.18
c. Pia Mater
Pia mater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung
banyak pembuluh darah. Meskipun letaknya cukup dekat dengan
jaringan saraf, ia tidak berkontak dengan sel atau serat saraf. Di
antara pia mater dan elemen neural terdapat lapisan tipis cabang-
cabang neuroglia, melekat erat pada pia mater dan membentuk
barier fisik pada bagian tepi dari susunan saraf pusat yang
memisahkan SSP dari cairan serebrospinal. Piamater menyusuri
seluruh lekuk permukaan susunan saraf pusaf dan menyusup
kedalamnya untuk jarak tertentu bersama pembuluh darah. pia
mater di lapisi oleh sel-sel gepeng yang berasal dari mesenkim.
Pembuluh darah menembus susunan saraf pusat melalui
torowongan yang dilapisi oleh piamater ruang perivaskuler. Pia
mater lenyap sebelum pembuluh darah ditransportasi menjadi
kapiler. Dalam susunan syaraf pusat, kapiler darah seluruhnya
dibungkus oleh perluasan cabang neuroglia.18
10
Gambar 2. Hubungan Meninges dan Jaringan Sekitarnya (diambil dari
kepustakaan 11)
Sawar ini terletak antara darah dan cairan serebrospinal serta cairan
otak. Sawar juga terdapat pada plexus koroideus dan membran kapiler
jaringan, pada dasarnya di seluruh parenkim otak kecuali di beberapa
daerah di hipotalamus, kelenjar pineal dan area postrema, tempat zat
berdifusi dengan lebih mudah ke dalam ruang jaringan. Sawar darah
otak pada umumnya sangat permeabel terhadap air, karbondioksida,
11
oksigen, dan sebagian besar zat larut lipid, seperti alkohol dan zat
anestesi; sedikit permeabel terhadap elektrolit, seperti natrium, klorida,
dan kalium; dan hampir tidak permeabel terhadap protein plasma dan
banyak molekul organik berukuran besar yang tidak larut lipid.20
12
Gambar 4. Struktur Penyusun Sawar Darah Otak (diambil dari
kepustakaan 12)
13
ruang subarachnoid. Disini vili araknoid merupakan jalur utama untuk
absorbsi CSS ke dalam sirkulasi vena.
14
F. Patofisiologi
1. Meningeal Invasion
Mekanime masuknya kuman ke dalam lapisan meninges masih belum
diketahui sepenuhnya. Hal ini dipengaruhi oleh keadaan pejamu, agen
infeksi dan faktor lingkungan. Pada bayi yang belum menghasilkan
antibody spesifik dapat mudah terkena meningitis oleh bakteri gram
negatif, sedangkan pada bayi yang agak besar telah kehilangan IgG
yang diperolehnya melalui plasenta dan mudah terkena infeksi
meningokokus dan H. Influenzae.1,8 Pada orang dewasa dengan
gangguan sistem imun seperti pada keganasan sistem
retikuloendotelial dapat mempermudah infeksi susunan syaraf pusat.1
Konsentrasi kuman yang tinggi didalam darah akibat suatu infeksi
dibagian lain tubuh atau karena proses transmisi kuman karena kontak
antar individu dapat menyebabkan invasi kuman pada meninges.1
Virus setelah melakukan perlekatan dan invasi terhadap sel pejamu
dapat bereplikasi dan menyebar yang kemudian menyebabkan
destruksi sel pejamu.13
15
2. Induksi Inflamasi
Antigen kuman penyebab infeksi meninges dapat menginduksi proses
inflamasi melalui mediator yang berperan seperti interleukin, tumor
necrosis factor-α (TNF-α), interferon, prostaglandin, nitrit oksida,
platelet activation factor (PAF) dan mediator lainnya. Mula-mula
pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel
leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian
terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit
dan histiosit dan dalam minggu kedua sel- sel plasma. Eksudat yang
terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit
polimorfonuklear dan fibrin sedangkan di lapisan dalam
terdapat makrofag.2,15
16
berperan dalam absorbsi cairan serebrospinal sehingga menimbulkan
hidrosefalus. Selain itu, plexus koroideus yang berfungsi untuk
memproduksi cairan serebrospinal jika terkena radang akan
meningkatkan produksinya sehingga timbul hidrosefalus komunikans.
Jika terus berlanjut akan menyebabkan edema otak dan peningkatan
tekanan intrakranial sehingga terjadi kompresi pada otak dan
pembuluh darah, menurunkan aliran suplai nutrisi dan oksigen. Jika
proses ini tidak dicegah dapat menimbulkan atrofi jaringan otak, defisit
neurologis, berupa parese nervus kranialis dan hemiparese, penurunan
kesadaran dan bahkan kematian.1,8,20
17
Gambar 6. Gambaran Kapiler pada Edema Otak (diambil dari kepustakaan 12)
G. Manifestasi Klinis
Gejala klasik berupa trias meningitis mengenai kurang lebih 44%
penderita meningitis bakteri dewasa. Trias meningitis tersebut sebagai
berikut :2
1. Demam
2. Nyeri kepala
3. Kaku kuduk.
Selain itu meningitis ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti panas
mendadak, letargi, mual muntah, penurunan nafsu makan, nyeri otot,
fotofobia, mudah mengantuk, bingung, gelisah, parese nervus kranialis dan
kejang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan cairan
serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal.2,8,17
18
yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala,
muntah, sakit tenggorok, nyeri otot, demam, dan disertai dengan timbulnya
ruam makopapular yang tidak gatal di daerah wajah, leher, dada, badan,
dan ekstremitas. Gejala yang tampak pada meningitis Coxsackie virus
yaitu tampak lesi vaskuler pada palatum, uvula, tonsil, dan lidah dan pada
tahap lanjut timbul keluhan berupa sakit kepala, muntah, demam, kaku
kuduk, dan nyeri punggung.9
19
Stadium II atau stadium transisi berlangsung selama 1 – 3 minggu
dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita mengalami nyeri
kepala yang hebat, gangguan kesadaran dan kadang disertai kejang
terutama pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal
mulai nyata, terjadi parese nervus kranialis, hemiparese atau quadripare,
seluruh tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan
intrakranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat.
H. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis dapat diketahui dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesa
Pada anamnesa dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam,
nyeri kepala dan kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah,
penurunan nafsu makan, mudah mengantuk, fotofobia, gelisah, kejang
dan penurunan kesadaran.2,17 Anamnesa dapat dilakukan pada keluarga
pasien yang dapat dipercaya jika tidak memungkinkan untuk
autoanamnesa.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat mendukung diagnosis meningitis
biasanya dilakukan pemeriksaan rangsang meningeal. Yaitu sebagai
berikut :18
20
kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa
nyeri dan spasme otot.
b. Pemeriksaan Kernig
Pasien berbaring terlentang, dilakukan fleksi pada sendi panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin
tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut
tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
21
e. Pemeriksaan Brudzinski III (Brudzinski Pipi)
Pasien tidur terlentang tekan pipi kiri kanan dengan kedua
ibu jari pemeriksa tepat di bawah os ozygomaticum.Tanda
Brudzinski III positif (+) jika terdapat flexi involunter extremitas
superior.
f. Pemeriksaan Brudzinski IV (Brudzinski Simfisis)
Pasien tidur terlentang tekan simpisis pubis dengan kedua ibu
jari tangan pemeriksaan. Pemeriksaan Budzinski IV positif (+)
bila terjadi flexi involunter extremitas inferior.
g. Pemeriksaan Lasegue
Pasien tidur terlentang, kemudian diextensikan kedua tungkainya.
Salah satu tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam
keadaan lurus. Tanda lasegue positif (+) jika terdapat tahanan
sebelum mencapai sudut 70° pada dewasa dan kurang dari 60°
pada lansia.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Pungsi Lumbal15
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel
dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan
adanya peningkatan tekanan intrakranial.
22
2) Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan
keruh, jumlah sel darah putih meningkat (pleositosis lebih dari
1000 mm3), protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+)
beberapa jenis bakteri.
Dibawah ini tabel yang menampilkan berbagai kemungkinan agen
infeksi pada cairan serebrospinal, yaitu :
23
b. Pemeriksaan Darah2
Dilakukan pemeriksaan darah rutin, Laju Endap Darah (LED),
kadar glukosa, kadar ureum dan kreatinin, fungsi hati, elektrolit.
24
Pemeriksaan CT-Scan dan MRI tidak dapat dijadikan pemeriksaan
diagnosis pasti meningitis. Beberapa pasien dapat ditemukan
adanya enhancemen meningeal, namun jika tidak ditemukan bukan
berarti meningitis dapat disingkirkan.
25
Gambar 7. CT-Scan pada Meningitis Bakteri. Didapatkan ependimal
enhancement dan ventrikulitis (diambil dari kepustakaan 15 )
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan meningitis mencakup penatalaksanaan kausatif,
komplikatif dan suportif.2
1. Meningitis Virus
Sebagian besar kasus meningitis dapat sembuh sendiri.
Penatalaksanaan umum meningitis virus adalah terapi suportif seperti
pemberian analgesik, antpiretik, nutrisi yang adekuat dan hidrasi.
Meningitis enteroviral dapat sembuh sendiri dan tidak ada obat yang
spesifik, kecuali jika terdapat hipogamaglobulinemia dapat diberikan
imunoglonbulin. Pemberian asiklovir masih kontroversial, namun
dapat diberikan sesegera mungkin jika kemungkinan besar meningitis
disebabkan oleh virus herpes. Beberapa ahli tidak menganjurkan
pemberian asiklovir untuk herpes kecuali jika terdapat ensefalitis.
Dosis asiklovir intravena adalah (10mg/kgBB/8jam).2
26
Gansiklovir efektif untuk infeksi Cytomegalovirus (CMV), namun
karena toksisitasnya hanya diberikan pada kasus berat dengan kultur
CMV positif atau pada pasien dengan imunokompromise. Dosis
induksi selama 3 minggu 5 mg/kgBB IV/ 12 jam, dilanjutkan dosis
maintenans 5 mg/kgBB IV/24 jam.2
2. Meningitis Bakteri
Meningitis bakterial adalah suatu kegawatan dibidang neurologi karena
dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Oleh
karena itu pemberian antibiotik empirik yang segera dapat memberikan
hasil yang baik.
a. Neonatus-1 bulan
1) Usia 0-7 hari, Ampicillin 50 mg/kgBB IV/ 8 jam atau dengan
tambahan gentamicin 2.5 mg/kgBB IV/ 12 jam.
27
2) Usia 8-30 hari, 50-100 mg/kgBB IV/ 6 jam atau dengan
tambahan gentamicin 2.5 mg/kgBB IV/ 12 jam.
b. Bayi usia 1-3 bulan
1) Cefotaxim (50 mg/kgBB IV/ 6 jam)
2) Ceftriaxone (induksi 75 mg/kg, lalu 50 mg/kgBB/ 12 jam)
Ditambah ampicillin (50-100 mg/kgBB IV/ 6 jam)
2) Dosis dewasa
Cefotaxime – 2 g IV/ 4 jam
28
e. Usia lebih dari atau sama dengan 50 tahun
1) Cefotaxime – 2 g IV/ 4 jam
2) Ceftriaxone – 2 g IV/ 12 jam
Dapat ditambahkan dengan Vancomycin – 750-1000 mg IV/ 12
jam atau 10-15 mg/kgBB IV/ 12 jam atau ampicillin (50 mg/kgBB
IV/ 6 jam). Jika dicurigai basil gram negatif diberikan ceftazidime
(2 g IV/ 8 jam).
29
3. Meningitis Sifilitika
Terapi pilihan pada meningitis sifilitika adalah penisilin G kristal aqua
dengan dosis 2-4 juta unit/hari setiap 4 jam selama 10-14 hari, sering
pula diikuti pemberian penisilin G benzatin IM dengan dosis 2.4 juta
unit. Pilihan alternatif adalah penisilin G prokain dosis 2.4 juta
unit/hari IM dan probenesid dosis 500 mg oral setiap 6 jam selama 14
hari, diikuti pemberian penisilin G benzatin IM dengan dosis 2.4 juta
unit. Pasien dengan meningitis sifilitika disertai HIV dapat diberikan
yang serupa. Oleh karena penisilin G merupakan obat pilihan, pasien
dengan alergi penisilin harus menjalani penisilin desensitisasi. Setelah
dilakukan pengobatan, pemeriksaan cairan serebrospinal harus
dilakukan secara teratur setiap 6 bulan sekali, hal ini penting dilakukan
untuk melihat keberhasilan terapi.
4. Meningitis Fungal
Pada meningitis akibat kandida dapat diberikan terapi inisial
amphotericin B (0.7 mg/kgBB/hari), biasanya ditambahkan
Flucytosine (25 mg/kgBB/ 6 jam) untuk mempertahankan kadar dalam
serum (40-60 µg/ml) selama 4 minggu. Setelah terjadi resolusi,
sebaiknya terapi dilanjutkan selama minimal 4 minggu. Dapat pula
diberikan sebagai follow-up golongan azol seperti flukonazol dan
itrakonazol.2
5. Meningitis Tuberkulosa
Pengobatan meningitis tuberkulosa dengan obat anti tuberkulosis sama
dengan tuberkulosis paru-paru. Dosis pemberian adalah sebagai
berikut :
30
e. Streptomycin 7.5 mg/kgBB/ 12 jam
Atau dapat menggunakan acuan dosis sebagai berikut :
6. Meningitis Parasitik
Meningitis karena cacing ditatalaksana dengan terapi suportif seperti
analgesia yang adekuat, terapi aspirasi cairan serebrospinal dan
antiinflamasi seperti kortikosteroid. Pemberian obat antihelmintic
dapat menjadi kontraindikasi karena dapat memperparah gejala klinis
dan bahkan menyebabkan kematian sebagai akibat dari peradangan
hebat yang merupakan respon terhadap proses penghancuran cacing.
31
J. Diagnosis Banding
Meningitis dapat didiagnosis banding dengann penyakit dibawah ini :2
1. Abses serebral
2. Ensefalitis
3. Neoplasma serebral
4. Perdarahan Subarachnoid
K. Komplikasi Meningitis
Komplikasi meningitis pada onset akut dapat berupa perubahan status
mental, edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial, kejang,
empiema atau efusi subdural, parese nervus kranialis, hidrosefalus, defisit
sensorineural, hemiparesis atau quadriparesis, kebutaan. Pada onset lanjut
dapat terjadi epilepsi, ataxia, abnormalitas serebrovaskular, intelektual
yang menurun dan lain sebagainya. Komplikasi sistemik dari meningitis
adalah syok septik, disseminated intravascular coagulaton (DIC),
gangguan fungsi hipotalamus atau disfungsi endokrin, kolaps vasomotor
dan bahkan dapat menyebabkan kematian.20
L. Prognosis
Prognosis meningitis tergantung kepada umur, mikroorganisme
spesifik yang menimbulkan penyakit, banyaknya organisme dalam
selaput otak, jenis meningitis dan lama penyakit sebelum diberikan
antibiotik. Penderita usia neonatus, anak-anak dan dewasa tua mempunyai
prognosis yang semakin jelek, yaitu dapat menimbulkan cacat berat dan
kematian.19
32
gangguan perkembangan mental, dan 5 – 10% penderita mengalami
kematian.14
M. Pencegahan Meningitis
1. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor
resiko meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko
dengan melaksanakan pola hidup sehat.15
33
7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan interval waktu satu bulan,
anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis. Jenis imunisasi ini tidak
dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai belum
dapat membentuk antibodi.16
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak
awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal
dapat menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat
dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi dini
juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta
keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis.17
34
meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru .20 Selain
itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota keluarga
penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk
menemukan penderita secara dini.14
3. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah
kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit
berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan untuk menurunkan
kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu penderita
untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak
diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak
neurologis jangka panjang misalnya tuli atau ketidakmampuan
untuk belajar.12 Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk
mencegah dan mengurangi cacat.15
I. KESIMPULAN
Meningitis merupakan suatu penyakit akibat inflamasi yang terjadi
pada selaput otak yaitu meninges. Meningitis dapat terjadi karena adanya
faktor resiko tertentu seperti pada usia yang kurang dari 5 tahun atau lebih
dari 60 tahun, kekebalan tubuh yang menurun, adanya penyakit sistemik
atau penyakit lain sebelumnya seperti tuberkulosis, mastoiditis dan sinusitis,
atau adanya riwayat kontak dengan penderita meningitis. Kejadian
meningitis berhubungan dengan suatu wilayah dan musim tertentu.
Misalnya pada afrika ada suatu istilah yang disebut the african meningitis
belt, yang menunjukkan kecenderungan meningitis pada wilayah-wilayah
tertentu.
35
menyebabkan berbagai macam komplikasi, morbiditas yang lama akibat
gejala sisa neurologis atau bahkan menyebabkan kematian. Pembuatan
diagnosis yang segera dan manajemen terapi yang sesuai dapat
menghentikan perjalanan penyakit dan mencegah timbulnya komplikasi.
Prognosis meningitis tergantung pada usia, tingkat keparahan penyakit, agen
penyebab infeksi dan respon pengobatan.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Mahar M & Priguna S, 2008. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-12. PT.
Dian Rakyat, Jakarta.
2. Hasbu, Rodrigo, May 7, 2013. Meningitis. Article. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/232915-overview#showall
37
14. Fatimah, 2012. Pemeriksaan Klinis Neurologi 1. Article. Available at
http://publichealthnote.blogspot.com/2012/04/pemeriksaan-klinis-
neurologi.html
15. Lutfi, et all., 2013. Imaging in Bacterial Meningitis. Article. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/341971-overview#showall
16. Allan, dkk., 2004. Practice Guidelines for the Management of Bacterial
Meningitis. Journal. Infectious Diseases of America (IDSA).
17. Pedoman Nasional, 2006. Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
18. Emad, 2012. Neurologic Complications of Bacterial Meningitis. Journal. In
tech. Available at http://cdn.intechopen.com/pdfs/34319/InTech-
Neurologic_complications_of_bacterial_meningitis.pdf
19. Djauzi, S., Sundaru, H., 2003. Imunisasi Dewasa. Penerbit FK UI, Jakarta.
20. Mansjoer, A.,dkk., 2016. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga.
Media Aesculapius, Jakarta.
38